Pembahasan Osmo

11
3.2 Pembahasan Percobaan sintasan ikan nila dan nilem dilakukan dengan perlakuan direct transfer dan indirect transfer. Perlakuan direct transfer adalah pengukuran ikan nila dan nilem secara langsung, yaitu dimasukkan pada salinitas yang diinginkan, sedangkan indirect secara tidak langsung atau bertahap dari salinitas rendah ke salinitas tinggi. Hasil praktikum menunjukkan bahwa pada perlakuan direct terhadap ikan nilem (Osteochilus hasselti) dan ikan nila (Oreochromis sp.) dengan salinitas 0-30 ppt, ikan nilem (Osteochilus hasselti) dan ikan nila (Oreochromis sp.) dengan salinitas 0-30 ppt, perlakuan indirect terhadap ikan nila (Oreochromis sp.) dan ikan nilem (Osteochilus hasselti) dengan salinitas 10-30 ppt diperoleh sintasan yang bervariasi. Hasil praktikum sesuai karena menurut Kastowo (1982), ikan air tawar akan mati jika berada dalam larutan dengan konsentrasi yang lebih tinggi dari konsentrasi tubuhnya. Ikan tersebut akan cepat kehilangan cairan tubuhnya hingga akhirnya ikan akan mati. Jadi, semakin tinggi nilai salinitas maka semakin rendah sintasan. Perlakuan antara direct dan indirect transfer juga memiiki pengaruh yang signifikan akan besar sintasan. Perlakuan direct transfer ikan air tawar dipersiapkan tubuhnya untuk diaklimatisasi pada kondisi lingkungan yang lebih pekat garam, sedangkan pada indirect transfer, pemindahan ikan secara tiba-tiba pada kondisi lingkungan yang perbedaan

description

osmo

Transcript of Pembahasan Osmo

EFEK HORMONAL PADA OVULASI DAN PEMIJAHAN IKAN

3.2 PembahasanPercobaan sintasan ikan nila dan nilem dilakukan dengan perlakuan direct transfer dan indirect transfer. Perlakuan direct transfer adalah pengukuran ikan nila dan nilem secara langsung, yaitu dimasukkan pada salinitas yang diinginkan, sedangkan indirect secara tidak langsung atau bertahap dari salinitas rendah ke salinitas tinggi. Hasil praktikum menunjukkan bahwa pada perlakuan direct terhadap ikan nilem (Osteochilus hasselti) dan ikan nila (Oreochromis sp.) dengan salinitas 0-30 ppt, ikan nilem (Osteochilus hasselti) dan ikan nila (Oreochromis sp.) dengan salinitas 0-30 ppt, perlakuan indirect terhadap ikan nila (Oreochromis sp.) dan ikan nilem (Osteochilus hasselti) dengan salinitas 10-30 ppt diperoleh sintasan yang bervariasi. Hasil praktikum sesuai karena menurut Kastowo (1982), ikan air tawar akan mati jika berada dalam larutan dengan konsentrasi yang lebih tinggi dari konsentrasi tubuhnya. Ikan tersebut akan cepat kehilangan cairan tubuhnya hingga akhirnya ikan akan mati. Jadi, semakin tinggi nilai salinitas maka semakin rendah sintasan. Perlakuan antara direct dan indirect transfer juga memiiki pengaruh yang signifikan akan besar sintasan. Perlakuan direct transfer ikan air tawar dipersiapkan tubuhnya untuk diaklimatisasi pada kondisi lingkungan yang lebih pekat garam, sedangkan pada indirect transfer, pemindahan ikan secara tiba-tiba pada kondisi lingkungan yang perbedaan pekat garamnya fluktuatif, tubuh ikan belum mendapatkan cukup waktu untuk mempersiakan diri bahwa akn terjadi proses aklimasi, hal inilah yang membuat sintasan ikan pada perpindahan indirect transfer lebih kecil dibanding perpindahan pada direct transfer.

Kapasitas osmoregulasi yang mencerminkan besarnya kerja osmotik yang dilakukan ikan dapat dinyatakan oleh perbedaan osmolalitas plasma darah dengan osmolalitas medium. Pada ikan nila yang dipaparkan di medium air tawar memiliki kapasitas osmoregulasi yang paling tinggi di antara perlakuan yang lain, hal ini menunjukkan bahwa ikan di medium air tawar memiliki kapasitas osmoregulasi yang besar untuk mengatur perbedaan osmotik internalnya dengan medium hidupnya ( Susilo et al., 2012).

Proses osmosis juga terjadi pada sel hidup di alam. Perubahan bentuk sel terjadi jika terdapat pada larutan yang berbeda. Sel yang terletak pada larutan isotonik, maka volumenya akan konstan. Dalam hal ini, sel akan mendapat dan kehilangan air yang sama. Banyak hewan-hewan laut, seperti bintang laut (Echinodermata) dan kepiting (Arthropoda) cairan selnya bersifat isotonik dengan lingkungannya. Jika sel terdapat pada larutan yang hipotonik, maka sel tersebut akan mendapatkan banyak air, sehingga bisa menyebabkan lisis (pada sel hewan), atau turgiditas tinggi (pada sel tumbuhan). Sebaliknya, jika sel berada pada larutan hipertonik, maka sel banyak kehilangan molekul air, sehingga sel menjadi kecil dan dapat menyebabkan kematian. Pada hewan, untuk bisa bertahan dalam lingkungan yang hipo atau hipertonik, maka diperlukan pengaturan keseimbangan air, yaitu dalam proses osmoregulasi (Davis, 1955).Menurut Evans (1998), menyatakan bahwa osmoregulasi adalah suatu mekanisme pengaturan terhadap air dan ion yang ada dalam tubuh. Sejumlah mekanisme yang dilakukan untuk mengatasi problem osmotik dan mengatur perbedaan diantara intra sel dan ekstra sel dan diantara ekstrasel dengan lingkungan secara kolektif disebut mekanisme osmoregulasi. Menurut Soetarto (1986), mekanisme osmoregulasi meliputi volume air, kandungan zat terlarut dan distribusi zat terlarut. Suatu mahluk hidup dapat mempertahankan kekonstanan volume air dalam tubuhnya melalui mekanisme dimana jumlah air yang masuk harus sama dengan jumlah air yang keluar. Dalam kondisi medium yang hiperosmotik ikan akan ikan meminum air tersebut sebagai kompensasi hilangnya cairan tubuh, sehingga osmolalitas plasma meningkat. Selanjutnya ikan akan - melakukan regulasi konsentrasi osmotik cairan intemalnya agar berada dalam kondisi homeostasis (Yuwono et al, 2006). Sebaliknya ada hewan yang mempertahankan agar tekanan osmotik cairan tubuhnya relatif konstan lebih rendah dari mediumnya (hipoosmotik) atau lebih tinggi dari mediumnya (hiperosmotik). Untuk mempertahankan cairan tubuh relatif konstan, maka hewan melakukan regulasi osmotik (osmoregulasi), hewannya disebut regulator osmotik atau osmoregulator. Kimball (2004) menyatakan bahwa ketika dua larutan berbeda dalam hal osmolaritas, larutan dengan konsentrasi zat terlarut yang lebih besar disebut sebagai hiperosmotik dan larutan yang encer disebut sebagai hipoosmotik, sedangkan dua larutan yang dipisahkan oleh suatu membran semi permeable dikatakan dalam keadaan isoosmotik jika keduanya mempunyai osmolaritas yang sama. Ada dua macam regulasi osmotik yaitu regulasi hipoosmotik dan regulasi hiperosmotik

a. Regulator hipoosmotik misalnya ikan laut, hewan ini selalu mempertahankan konsentrasi cairan tubuhnya lebih rendah dari mediumnya (air laut), sedangkan pada regulator hiperosmotik, misalnya ikan air tawar, hewan ini selalu mempertahankan konsentrasi cairan tubuhnya lebih tinggi daripada mediumnya (air tawar).b. Ikan euryhaline adalah ikan yang bersifat bisa mentoleransi terhadap perbedaan salinitas yang luas. Contoh ikan yang mempunyai sifat Euryhaline adalah ikan bandeng (Chanos chanos forsska), ikan nila (Oreochromis niloticus), dan ikan sidat (Anguilla bicolor), sedangkan ikan stenohaline adalah ikan yang memiliki sifat tidak bisa bertoleransi dengan perbedaan salinitas yang luas. Contoh ikan yang mempunyai sifat stenohaline adalah ikan kerapu (Epinaphalus fuscoquttatus), dan ikan nilem (Osteochlus hasselti).Menurut Kay (1998), kemampuan suatu hewan dalam melakukan aktivitas osmoregulasi tubuhnya terhadap lingkungan dapat dibedakan menjadi 2 golongan yaitu sebagai berikut :1.Osmoregulator, yaitu hewan yang konsentrasi osmotik cairan tubuhnya tetap meskipun kondisi eksternal konsentrasi berubah-ubah. Menurut Yuwono (2001), ikan Nila (Oreochromis sp.) merupakan salah satu contoh dari hewan osmoregulator. Bahkan kebanyakan jenis ikan adalah hewan osmoregulator. Hiu laut dan sebagian besar ikan bertulang rawan lainya (Kelas Chondrichthyes) merupakan osmoregulator (Campbell, 2004). lkan Teleostei adalah hewan osmoregulator, yakni dapat mempertahankan osmolalitas cairan internalnya meskipun konsentrasi osmotik medium eksternalnya berubah (Yuwono, 2006).

2. Osmokonformer, yaitu hewan yang konsentrasinya berubah-ubah sesuai dengan konsentrasi lingkungan eksternalnya. Menurut Anton (2010), cacing adalah hewan osmoconformers dan mempertahankan osmolaritas tetap dengan menggunakan organ ekskretoris dan osmoregulatory khusus yang dikenal sebagai nephridia. Menurut Campbell (2004), sebagian besar invertebrata laut adalah osmokonformer, begitu pula dengan hagfish (vertebrata tak berahang).Mekanisme osmoregulasi ikan air tawar yaitu dengan mempertahankan keseimbangan osmotik dalam lingkungan yang hipertonik dengan mengaktifkan absorbsi garam melewati insang dan memompa air keluar ginjal, membuangnya melalui urin dan mengganti hilangnya air dengan difusi (Hickman, 1972). Seekor hewan osmoregulator harus membuang kelebihan air jika hewan itu hidup dalam lingkungan hipoosmotik atau secara terus menerus mengambil air untuk mengatasi kehilangan osmotik jika hewan itu tinggal dalam suatu lingkungan hiperosmotik. Untuk menjaga keseimbangan osmotik, hewan air laut memproduksi larutan urea dan trimetilamin oksida (TMAO) (Cambell, 2004).

Soetarto (1986) menyatakan ikan bertulang sejati (telestei), ikan air tawar maupun ikan laut pada dasarnya mempunyai kemampuan untuk mempertahankan komposisi ion-ion dan osmolaritas cairan tubuhnya pada tingkat yang secara signifikan berbeda dari lingkungan eksternalnya. Proses ini merupakan suatu mekanisme dasar osmotik. Untuk menghadapi masalah osmoregulasi hewan melakukan pengaturan tekanan osmotiknya dengan cara:

1. Mengurangi gradien osmotik antara cairan tubuh dengan lingkungannya

2. Mengurangi permeabilitas air dan garam.3. Melakukan pengambilan garam secara selektif.Cara mengatasi stres hyperosmotic di laut lingkungan, ikan bertulang rawan mempertahankan iso osmotik plasma atau sedikit hiper-osmosis air laut di sekitarnya, terutama melalui retensi urea (ureosmotic).Strategi ureosmotic adalah mekanisme dasar dalam vertebrata untuk retens iair di salinitas yang tinggi dan lingkungan gersang (Hyodo et al, 2007).Sebaliknya, hewan yang hidup di perairan laut memiliki konsentrasi osmotik yang lebih rendah dibandingkan dengan konsentrasi osmotik perairan laut. Hal ini akan mengakibatkan hewan tersebut mengalami banyak kehilangan air yang terus menerus, terutama pada ikan yakni melalui membran insang dan urin. Maka hewan atau ikan tersebut harus meminum banyak air tetapi bersamaan dengan itu mereka sedikit meminum air sekitar yang harus dikeluarkan secara aktif dari tubuhnya (Yuwono, 2001). Peristiwa difusi terjadi pergerakan cairan dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah. Garam-garam yang terlarut di tekanan osmotik lebih tinggi akan masuk ke dalam tubuh ikan dengan osmotik yang lebih rendah dan ini terjadi pada ikan air laut (Sambavisla,1987).IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan sebelumnya dapat diambil kesimpulan, yaitu: 1. Ikan Nila (Oreochromis sp.) merupakan hewan yang termasuk osmoregulator yang mampu hidup dalam perairan dengan salinitas yang cukup luas dan memiliki sifat hipoosmotik.2. Ikan Nilem (Osteochillus hasselti) merupakan hewan yang termasuk hewan osmoregulator yang hanya mampu hidup dalam perairan dengan salinitas yang bersifat hiperosmotik.DAFTAR REFERENSIAnton. 2010. Osmolaritas dan Tubuh Volume. JakartaCampbell, Neil A. 2004. Biologi Edisi Kelima Jilid III. Erlangga, Jakarta.Davis, C. C. 1955. The Marine and Fresh Water Planton. USA: Michelgen State University Press.Evans, D. H. 1998. The Physiology of Fishes Second Edition. CRC Press, New York.

Hickman, C. F. 1972. Biology of Animals. C. V. Mosby Company, Saint Louis.Hyodo, et all. Osmoregulation in elephant fish Callorhinchus milii (Holocephali), with special reference to the rectal gland, The Journal of Experimental Biology 210, 1303-1310 Published by The Company of Biologists 2007 Tokyo Japan.

Kastowo. 1982. Zoologi Umum. Bandung: Alumnis.Kay, I. 1998. Introduction to Animal Physiology. Bioscientific Publisher. Saint LouisKimball, N. A. 2004. Biologi Jilid III. Jakarta: Erlangga.Sambavisla,1987. Ictyology. New York : John Wiley and Son.Susilo, U dan S. Sukmaningrum. 2005. Osmoregulasi Ikan Sidat Anguilla bicolor McClelland pada Media dengan Salinitas Berbeda. Sains Akuatik, 10 (2): 111-119.Soetarto,1986. Biologi. Surakarta : Widya Duta.Yuwono, Edi. 2001. Fisiologi Hewan Air. Jakarta : CV Sagung Seto.

Yuwono Edy, et all. Perubahan Osmolalitas Plasma Ikan Bandeng (chanos chanos) Sebagai Respon Terhadap Aklimasi Salinitas Medium yang Berbeda. Purwokerto. Diterima 7 Maret 2006/Disetujui 29 Nopember 2006