Lapsus Pembahasan
-
Upload
lamcart-aquoarchertry -
Category
Documents
-
view
41 -
download
1
description
Transcript of Lapsus Pembahasan
Kehamilan Postterm
Pengertian
Kehamilan postterm, disebut juga kehamilan serotinus, kehamilan lewat waktu,
kehamilan lewat bulan, prolonged pregnancy, extended pregnancy, postdate/post
datisme atau pascamaturitas, adalah: kehamilan sampai 42 minggu (294 hari) atau
lebih, dihitung dari HPHT menurut rumus Naegele dengan siklus haid rata-rata 28
hari.
Sebab Terjadinya Kehamilan Postterm
1. Teori Oksitosin
Rendahnya pelepasan oksitosin dari neurohipofisis Ibu hamil pada kehamilan
lanjut diduga sebagai salah satu faktor penyebab terjadinya kehamilan postterm.
2. Teori Kortisol/ACTH janin
Dalam teori ini diajukan bahwa sebagai “pemberi tanda” untuk dimulainya
persalinan adalah janin, diduga akibat peningkatan tiba-tiba kadar kortisol plasma
janin. Kortisoljanin akan mempengaruhi plasenta sehingga produksi progesteron
berkurang dan memperbesar sekresi estrogen, selanjutnya berpengaruh terhadap
meningkatnya produksi prostaglandin. Pada cacat bawaan janin seperti
anensefalus, hipoplasia adrenal janin dan tidak adanya kelenjar hipofisis pada
janin akan menyebabkan kortisol janin tidak diproduksi dengan baik sehingga
kehamilan dapat berlangsung lewat bulan.
3. Teori saraf uterus
Tekanan pada ganglion servikalis dari pleksus frankenhauser akan
membangkitkan kontraksi uterus pada keadaan dimana tidak ada tekanan pada
pleksus ini, seperti pada kelainan letak, tali pusar pendek, dan bagian bawah
masih tinggi ke semuanya diduga sebagai penyebab terjadinya kehamilan
postterm.
4. Teori heriditer
Pengaruh heriditer terhadap insidensi kehamilan postterm telah dibuktikan pada
beberapa penelitian sebelumnya. Kitska et al (2007) menyatakan dalam hasil
penelitiannya, bahwa seorang ibu yang pernah mengalami kehamilan postterm
pada kehamilan berikutnya akan memiliki resiko lebih tinggi untuk mengalami
kehamilan postterm pada kehamilan berikutnya. Hasil penelitian ini memunculkan
kemungkinan bahwa kehamilan postterm juga dipengaruhi faktor genetik.
Diagnosis
1. Riwayat haid
Sangat penting untuk memastikan bahwa kehamilan sebenarnya postterm atau
tidak. Idealnya, usia kehamilan yang akurat ditentukan di awal kehamilan.
Diagnosis kehamilan postterm tidak sulit untuk ditegakkan bilamana HPHT
diketahui secara pasti. Ditentukan beberapa kriteria :
a. Penderita harus yakin betul dengan HPHT-nya
b. Siklus 28 hari dan teratur
c. Tidak minum pil antihamil setidaknya 3 bulan terakhir
Selanjutnya diagnosis ditentukan dengan menghitung menurut rumus Naegele.
Berdasarkan riwayat haid, seorang penderita yang ditetapkan sebagai kehamila
possterm kemungkinan adalah sebagai berikut :
a. Terjadi kesalahan dalam menentukan tanggal haid terakhir atau akibat menstruasi
abnormal
b. Tanggal haid terakhir diketahui jelas, tetapi terjadi kelambatan ovulasi
c. Tidak ada kesalahan menentukan haid terakhir dan kehamilan memang
berlangsung lewat bulan (keadaan ini sekitar 20-30% dari seluruh penderita yang
diduga kehamilan postterm)
2. Riwayat pemeriksaan Antenatal
a. Tes kehamilan. Bila pasien melakukan tes pemeriksaan tes imunologik sesudah
terlambat 2 minggu, maka dapat diperkirakan kehamilan memang telah
berlangsung 6 minggu.
b. Gerak janin. Gerak janin atau quickening pada umumnya dirasakan Ibu pada pada
umur kehamilan 18-20 minggu. Pada Primigravida dirasakan sekitar umur
kehamilan 18 minggu, sedangkan pada Multigravida sekitar 16 minggu. Petunjuk
umum untuk menentukan persalinan adalah quickening ditamba 22 minggu pada
Primigravida atau ditambah 24 minggu pada multiparitas.
c. Denyut jantung janin (DJJ). Dengan stetoskop Leanec DJJ dapat didengar mulai
umur kehamilan 18-20 minggu, sedangkan dengan Doppler dapat terdengar pada
usia kehamilan 10-12 minggu.
Kehamilan dapat dinyatakan sebagai kehamilan postterm bila didapat 3 atau lebih
dari kriteria hasil pemeriksaan sbb :
a. Telah lewat 36 minggu sejak tes kehamilan positif
b. Telah lewat 32 minggu sejak DJJ pertama terdengar dengan doppler
c. Telah lewat 24 minggu sejak dirasakan gerak janin pertama kali
d. Telah lewat 22 minggu sejak terdengarnya DJJ pertama kali dengan stetoskop
Leanec
3. Tinggi Fundus Uteri
Dalam trimester pertama pemerikasaan tinggi fundus uteri serial dalam
sentimeter dapat bermanfaat bila dilakukan pemeriksaan secara berulang tiap bulan.
Lebih dari 20 minggu, tinggi fundus uteri dapat menentukan umur kehamilan secara
kasar.
4. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
Ketetapan usia gestasi sebaiknya mengacu pada hasil pemeriksaan USG pada
trimester pertama. Kesalahan perhitungan dengan rumus Naegele dapat mencapai 20
%. Bila telah dilakukan pemeriksaan Ultrasonografi serial terutama sejak trimester
pertama, hampir dapat dipastikan usia kehamilan. Pada trimester pertama,
pemeriksaan panjang kepala-tungging (crown-rump length/CRL) memberikan
ketepatan kurang lebih 4 hari dari taksiran persalinan.
Pada umur kehamilan sekitar 16-20 minggu, ukuran diameter biparietal dan
panjang femur memberikan ketepatan sekitar 7 hari dari taksiran persalinan.
Selain CRL, diameter biparietal dan panjang femur, beberapa parameter dalam
pemeriksaan USG juga dapat dipakai seperti lingkar perut, lingkar kepala, dan
beberapa rumus yang merupakan perhitungan dari beberapa hasil pemeriksaan
parameter tersebut di atas. Sebaliknya, pemeriksaan sesaat setelag trimester III dapat
dipakai untuk menentukan berat janin, keadaan air ketuban, ataupun keadaan plasenta
yang sering berkaitan dengan kehamilan postterm, tetapi sukar untuk memastikan usia
kehamilan.
5. Pemeriksaan Radiologi
Umur kehamilan ditentukan dengan melihat pusat penulangan. Gambaran
epifisis femur bagian distal paling dini dapat dilihat pada kehamilan 32 minggu,
epifisis tibia proksimal terlihat setelah umur kehamilan 36 minggu, dan epifisis
kuboid pada kehamilan 40 minggu. Cara ini sekarang jarang dipakai selain karena
dalam pengenalan pusat penulangan seringkali sulit, juga pengaruh radiologik kurang
baik terhadap janin.
Permasalahan pada Kehamilan Postterm
1. Perubahan pada Plasenta
Disfungsi plasenta merupakan faktor penyebab terjadinya komplikasi pada
kehamilan postterm dan meningkatnya risiko pada janin. Penurunan fungsi plasenta
dapat dibuktikan dengan penurunan kadar estriol dan plasental laktogen. Perubahan
yang terjadi pada plasenta sebagai berikut:
a. Penimbunan kalsium.
b. Selaput vaskulosinsisial menjadi tambah tebal dan jumlahnya berkurang.
Keadaan ini dapat menurunkan mekanisme transpor plasenta.
c. Terjadi proses degenerasi jaringan plasenta seperti edema, timbunan fibrinoid,
fibrosis, trombosis intervili, dan infark vili.
d. Perubahan Biokimia. Adanya insufisiensi plasenta menyebabkan protein plasenta
dan kadar DNA di bawah normal, sedangkan konsentrasi RNA meningkat,
transpor kalsium tidak terganggu, aliran natrium, kalium dan glukosa menurun.
Pengangkutan bahan dengan berat molekul tinggi seperti asam amino, lemak, dan
gama globulin biasanya mengalami gangguan sehingga dapat mengakibatkan
gangguan pertumbuhan janin intrauterin.
2. Pengaruh pada janin
Pengaruh kehamilan postterm terhadap janin sampai saat ini masih
diperdebatkan. Beberapa ahli menyatakan bahwa kehamilan postterm menambah
bahaya pada janin, sedangkan beberapa ahli lainnya menyatakan bahwa bahaya
kehamilan postterm terhadap janin terlalu dilebihkan. Kiranya kebenaran terletak
di antara keduanya. Fungsi Plasenta mencapai puncak pada kehamilan 38
minggu. Dan kemudian mulai menurun terutama setelah 42 minggu. Hal ini dapat
dibuktikan dengan penurunan kadar estriol dan plasental laktogen. Rendahnya
fungsi Plasenta berkaitan dengan peningkatan kejadian gawat janin resiko 3 kali.
Akibat dari proses penuaan plasenta, pemasokan makanan dan oksigen akan
menurun di samping adanya spasme arteri spiralis. Sirkulasi utero plasenter akan
berkurang dengan 50 % menjadi hanya 250 ml/menit. Beberapa pengaruh
kehamilan postterm terhadap janin antara lain sebagai berikut :
a. Berat Janin. Bila terjadi perubahan anatomik yang besar pada plasenta, maka
terjadi penurunan berat janin. Dari penelitian vorherr tampak bahwa sesudah
umur kehamilan 36 minggu grafik rata-rata pertumbuhan janin mendatar dan
tampak adanya enurunan sesudah 42 minggu. Namun, seringkali pula plasenta
masih dapat berfungsi dengan baik sehingga berat janin bertambah terus sesuai
dengan bertambahnya umur kehamilan. Zwerdling menyatakan bahwa rata-
rata berat janin >3.600 gram sebesar 44,5 % pada kehamilan postterm,
sedangkan pada kehamilan genap bulan (term) sebesar 30,6 %. Resiko
persalinan bayi dengan berat lebih dari 4000 gram pada kehamilan postterm
tingkat dua sampai 4 kali lebih besar dari kehamilan term.
b. Sindroma postmaturitas. Dapat dikenali pada neonatus dengan ditemukannya
beberapa tanda seperti gangguan pertumbuhan, dehidrasi, kulit kering, keriput
seperti kertas, atau hilangnya lemak subkutan, kuku tangan dan kaki panjang,
tulang tengkorak lebih keras, hilangnya verniks kasiosa dan lanugo, maserasi
kulit terutama daerah lipat paha dan genital luar, warna coklat kehijauan atau
kekuningan pada kulit dan tali pusat, muka tampak menderita dan rambut
kepala banyak atau tebal. Tidak seluruh nenonatus kehamilan postterm
menunjukkan tanda postmaturitas tergantung fungsi plasenta. Umumnya
didapat sekitar 12-20 % neonatus dengan tanda postmaturitas pada kehamilan
postterm.
3. Gawat janin atau kematian perinatal. Menunjukkan angka meningkat setelah
kehamilan 42 minggu atau lebih, sebagian besar terjadi intrapartum.
Umumnya disebabkan oleh :
a. makrosomia yang dapat menyebabkan terjadinya distosia pada persalinan,
fraktur klavikula, palsi Erb-Duchene, sampai kematian bayi.
b. Insufisiensi plasenta yang berakibat :PJT, Oligohidramnion, Hipoksia janin,
aspirasi mekonium, cacat bawaan.
4. Pengaruh Pada Ibu
Morbiditas atau mortalitas Ibu : dapat meningkat sebagai akibat dari
makrosomia janin dan tulang tengkorak menjadi lebih keras yang menyebabkan
terjadi distosia persalinan, incoordinate uterine action, partus lama, meningkatkan
tindakan obstetrik dan persalinan traumatis/perdarahan postpartum akibat bayi
besar.
Pengelolaan Kehamilan Postterm
Pengelolaan aktif : dengan melakukan persalinan anjuran pada usia kehamilan 41 atau
42 minggu untuk memperkecil risiko terhadap janin.
Pengelolaan pasif/menunggu/ekspektatif : didasarkan pandangan bahwa persalinan
anjuran yang dilakukan semata-mata atas dasar postter mempunya resiko/komplikasi
cukup besar terutama risiko persalinan operatif sehingga menganjurkan untuk
dilakukan pengawasan terus menerus terhadap kesejahteraan janin, baik secara
biofisik maupun biokimia sampai persalinan berlangsung dengan sendirinya atau
timbul indikasi untuk mengakhiri kehamilan.
Sebelum mengambil langkah, beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
pengelolaan kehamila postterm adalah sebagai berikut :
1. Menentukan apakah kehamilan memang telah berlangsung lewat bulan (postterm)
atau bukan. Dengan demikian, penatalaksanaan ditujukan kepada dua versi dari
postterm ini.
2. Identifikasi kondisi janin dan keadaan yang membahayakan janin.
o Pemeriksaan Kardiotokografi seperti nonstress test (NST) dan cintraction
stress test dapat mengetahui kesejahteraan janin sebagai reaksi terhadap gerak
janin atau kontraksi uterus. Bila didapat hasil reaktif, maka nilai spesifitas
98,8 % menunjukkan kemungkinan besar janin baik. Pemeriksaan
ultrasonografi untuk menentukan besar janin, denyut jantung janin, gangguan
pertumbuhan janin, keadaan dan derajat kematangan plasenta, jumlah (indeks
cairan amnion) dan kualitas air ketuban.
o Beberapa pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan seperti pemeriksaan
kadar Estriol.
o Gerakan janin dapat ditentukan secara subjektif (normal rata-rata 7 kali/20
menit) atau secara objektif dengan tokografi (normal 10/20 menit).
o Amnioskopi. Bila ditemukan air ketuban yang banyak dan jernih mungkin
keadaan janin masih baik. Sebaliknya, air ketuban sedikit dan mengandung
mekonium akan mengamali risiko 33 % asfiksia.
o Periksa kematangan serviks dengan skor Bishop. Kematangan serviks ini
memegang peranan penting dalam pengelolaan kehamilan postterm. Sebagian
besar kepustakaan sepakat bahwa induksi persalinan dapat segera
dilaksanakan baik pada usia 41 maupun 42 minggu bilamana serviks telah
matang.
Pada umumnya penatalaksanaan sudah dimulai sejak umur kehamilan mencapai 41
minggu dengan melihat kematangan serviks, mengingat dengan bertambahnya umur
kehamilan, maka dapat terjadi keadaan yang kurang menguntungkan, seperti janin
tumbuh makin besar atau sebaliknya, terjadi kemunduran fungsi plasenta dan
oligohidramnion. Kematian janin neonatus meningkat 5-7 % pada persalinan 42
minggu atau lebih.
Bila serviks telah matang (dengan nilai bishop >5) dilakukan induksi persalinan dan
dilakukan pengawasan intrapartum terhadap jalannya persalinan dan keadaan janin.
Induksi pada serviks yang telah matang akan menurunkan risiko kegagalan ataupun
persalinan tindakan titik.
Bila serviks belum matang, perlu dinilai keadaan janin ebih lanjut apabila kehamilan
tidak diakhiri :
o NST dan penilaian volume kantong amnion, bila keduanya normal, kehamilan
dapat dibiarkan berlanjut dan penilaian janin dilanjutkan seminggu 2 kali.
o Bila ditemukan oligohidramnion (< 2 cm pada kantong yang vertikal atau
indeks cairan amnion < 5) atau dijumpai deselerasi variabel pada NST, maka
dilakukan induksi persalinan.
o Bila volume cairan amnion normal dan NST tidak reaktif, tes pada kontraksi
( CST ) harus dilakukan. Bila hasil CST positif, terjadi deselerasi lambat
berulang, variabilitas abnormal (<5/20 menit ) menunjukkan penurunan fungsi
plasenta janin, mendorong agar janin segera dilahirkan sengan
mempertimbangkan bedah sesar. Sementara itu, bila CST negatif, kehamilan
dapat dibiarkan berlangsung dan penilaian janin dilakukan lagi 3 hari
kemudian.
o Keadaan serviks ( skor bishop ) harus dinilai ulang setiap kunjungan pasien
dan kehamilan dapat diakhiri bila serviks matang.
o Kehamilan lebih dari 42 minggu diupayakan diakhiri.
Kalsifikasi Plasenta
Kalsifikasi plasenta merupakan tanda menuanya plasenta, yang biasanya mulai
kehamilan trimester III. Kalsifikasi secara USG akan terlihat sebagai bintik putih.
Semakin tua kehamilan, maka jumlahnya semakin banyak. Tetapi bisa juga terjadi
kalsifikasi yang dini, yang akan menurunkan jumlah nutrisi dan oksigen pada bayi.
Kalsifikasi plasenta sebetulnya adalah deposit kalsium pada plasenta. Deposit
ini menyebabkan bagian plasenta yang ditempatinya nekrosis. Deposit ini bisa
menyebabkan jaringan plasenta yang ditempatinya menjadi jaringan ikat. Deposit ini
juga bisa menyumbat pembuluh darah di plasenta.
Tetapi plasenta memiliki permukaan yang luas. Dibutuhkan kalsifikasi yang
luar biasa banyak sekali untuk bisa membahayakan bayi. Kalsifikasi plasenta sendiri
secara USG dikategorikan menjadi 4 grade. Grade 0 tidak ditemukan kalsifikasi,
grade 1 terlihat sedikit gambaran kalsifikasi, grade 2 ditemukan dengan mudah
kalsifikasi setengah lingkaran dan grade 3 banyak ditemukan kalsifikasi berbentuk
lingkaran.
Jika terjadi kalsifikasi plasenta grade 3 terjadi pada trimester II, maka hal ini
perlu mendapat perhatian . Biasanya untuk kasus seperti ini dilakukan pemantauan
secara berkala pertumbuhan bayi untuk memastikan tidak adanya gangguan
pertumbuhan.
Penyebab pastinya belum diketahui, beberapa penelitian mendapatkan faktor
penyebabnya adalah bumil yang merokok, sedangkan untuk menetralkan efeknya
dengan mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung antioksidan.
Konsep Managemen
langkah I : Pengumpulan Data Dasar.
1) Data Subjektif
a) Identitas ibu dan suami yang perlu dikaji adalah nama, umur, agama,
suku/bangsa, pendidikan , pekerjaan, nomor telepon dan alamat. Bertujuan
untuk menetapkan identitas pasien karena mungkin memiliki nama yang sama
dengan alamat dan nomor telepon yang berbeda serta untuk mengetahui faktor
resiko yang mungkin terjadi.
b) Keluhan utama , merupakan alasan utama klien untuk datang ke pelayanan
kesehatan. Kemungkinan yang ditemui pada kasus kehamilan postterm ini
adalah ibu mengeluhkan bahwa kehamilannya telah lewat dari taksiran
persalinannya.
c) Riwayat menstruasi yang dikaji adalah menarche, siklus haid, lamanya,
banyaknya dan adanya dismenorrhoe saat haid yang bertujuan untuk
membantu menegakkan diagnosis persalinan postterm dari siklus haidnya.
d) Riwayat kehamilan sekarang yang dikaji yaitu HPHT, riwayat hamil muda dan
tua, frekuensi pemeriksaan ANC yang bertujuan untuk mengetahui taksiran
persalinan dan resiko yang akan terjadi dari adanya riwayat pada kehamilan
muda maupun tua yang pernah dialami.
e) Riwayat penyakit dahulu yang dikaji adalah apakah ibu ada menderita
penyakit jantung, DM, ipertensi, ginjal, asma, TBC, epilepsi dan PMS serta
ada tidaknya ibu alergi baik terhadap obat-obatan ataupun makanan dan
pernah transfusi darah ,atau operasi, serta ada tidaknya kelainan jiwa.
f) Riwayat penyakit keluarga yang dikaji yaitu ada tidaknya keluarga ibu
maupun suami yang menderita penyakit jantung, DM, hipertensi, ginjal, asma,
dan riwayat keturunan kembar yang bertujuan agar dapat mewaspadai apakah
ibu juga berkemungkinan menderita penyakit tersebut.
g) Riwayat perkawinan yang dikaji yaitu umur berapa ibu kawin dan lamanya ibu
baru hamil setelah kawin, yang bertujuan untuk mengetahui apakah ibu
memiliki faktor resiko.
h) Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu yang dikaji adalah fisiologi
jarak kehamilan dengan persalinan yang minimal 2 tahun, usia kehamilan
aterm 37-40 minggu atau apakah ibu ada mempunyai riwayat persalinan
postterm, jenis persalinan yang bertujuan untuk menentukan ukuran panggul
dan adanya riwayat persalinan dengan tindakan, sehingga menunjukkan bahwa
3P telah bekerja sama dengan baik, penyulit yang bertujuan untuk mengetahui
penyulit persalinan yang pernah dialami ibu, nifas yang lalu kemungkinan
adanya keadaan lochea, laktasi berjalan dengan normal atau tidak serta
keadaan anak sekarang.
i) Riwayat keluarga berencana, kemungkinan ibu pernah menggunakan alat –alat
kontrasepsi atau tidak.
j) Makan terkhir bertujuan untuk mengetahui persiapan tenaga ibu untuk
persalinan.
k) BAK dan BAB terakhir bertujuan untuk mengetahui apakah ada penghambat
saat proses persalinan berlangsung.
2) Data Objektif
a) Pemeriksaan umum
Secara umum ditemukan gambaran kesadaran umum, dimana kesadaran
pasien sangat penting dinilai dengan melakukan anamnesa. Selain itu pasien
sadar akan menunjukkan tidak adanya kelainan psikologis dan kesadaran
umum juga mencakup pemeriksaan tanda-tanda vital, berat badan, tinggi
badan , lingkar lengan atas yang bertujuan untuk mengetahui keadaan gizi
pasien.
b) Pemeriksaan khusus
Inspeksi
Periksa pandang yang terpenting adalah mata (konjungtiva dan sklera)
untuk menentukan apakah ibu anemia atau tidak, muka (edema), leher
apakah terdapat pembesaran kelenjar baik kelenjar tiroid maupun limfe
sedangkan untuk dada bagaimana keadaan putting susu, ada tidaknya
teraba massa atau tumor, tanda-tanda kehamilan (cloasma gravidarum,
aerola mamae, calostrum), serta dilihat pembesaran perut yang sesuai
dengan usia kehamilan, luka bekas operasi, dan inspeksi genitalia bagian
luar serta pengeluaran pervaginam dan ekstremitas atas maupun bawah
serta HIS.
Palpasi
Dengan menggunakan cara leopold:
Leopold I :
Untuk menentukan TFU dan apa yang terdapat dibagian fundus (TFU
dalam cm) dan kemungkinan teraba kepala atau bokong lainnya, normal
pada fundus teraba bulat, tidak melenting, lunak yang kemungkinan
adalah bokong janin
Leopold II:
Untuk menentukan dimana letaknya punggung janin dan bagian-bagian
kecilnya. Pada dinding perut klien sebelah kiri maupun kanan
kemungkinan teraba, punggung, anggota gerak, bokong atau kepala.
Leopold III:
Untuk menentukan apa yang yang terdapat dibagian bawah perut ibu dan
apakah BTJ sudah terpegang oleh PAP, dan normalnya pada bagian
bawah perut ibu adalah kepala.
Leopold IV:
Untuk menentukan seberapa jauh masuknya BTJ ke dalam rongga
panggul dan dilakukan perlimaan untuk menentukan seberapa masuknya
ke PAP.
Auskultasi
Untuk mendengar DJJ dengan frekuensi normal 120-160 kali/menit,
irama teratur atau tidak, intensitas kuat, sedang atau lemah. Apabila
persalinan disertai gawat janin, maka DJJ bisa kurang dari 110 kali/menit
atau lebih dari 160 kali/menit dengan irama tidak teratur.
Perkusi
Pemeriksaan reflek patella kiri dan kanan yang berkaitan dengan
kekurangan vitamin B atau penyakit saraf, intoksikasi magnesium sulfat.
Penghitungan TBBJ
Dengan menggunakan rumus (TFU dalam cm – 13) x 155 yang bertujuan
untuk mengetahui taksiran berat badan janin dan dalam persalinan
postterm biasanya berat badan janin terjadi penurunan karena terjadi
perubahan anatomik yang besar pada plasenta atau sebaliknya berat janin
terus bertambah karena plasenta masih berfungsi.
Pemeriksaan Dalam
Yang dinilai adalah keadaan servik, pembukaan, keadaan ketuban,
presentasi dan posisi, adanya caput atau moulage, bagian menumbung
atau terkemuka, dan kapasitas panggul (bentuk promontorium, linea
innominata, sacrum, dinding samping panggul, spina ischiadica, coksigis
dan arcus pubis > 90 derajat).
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan USG
Langkah II: Interprestasi Data
Data dasar di interprestasikan menjadi masalah atau diagnosa spesifik yang sudah di
identifikasikan. Di dalam interprestasi data, terdapat tiga komponen penting di
dalamnya yaitu:
1) Diagnosa
Diagnosa ditetapkan bertujuan untuk mengetahui apakah ada penyimpangan.
Untuk kehamilan postterm dapat ditegakkan dengan mengetahui HPHT serta
menetukan taksiran persalinan dan mengetahui gerakan janin pertama kali
dirasakan dan riwayat pemeriksaan ANC lainnya.
2) Masalah
Dapat berupa keluhan utama atau keadaan psikologis ibu, keadaan janin yang
memburuk karena terjadi gawat janin.
3) Kebutuhan
Di sesuaikan dengan adanya masalah,seperti:
a) Berikan ibu dukungan psikologis.
Langkah III: Mengidentifikasi Diagnosa atau Masalah Potensial
Kemungkinan masalah potensial yang timbul adalah: terjadinya gawat janin, distosia
bahu, perdarahan, atonia uteri
Langkah IV : Identifikasi Kebutuhan yang Memerlukan Penanganan Segera.
Adapun tindakan segera yang dilakukan adalah: melakukan kolaborasi dengan dokter
untuk tindakan selanjutnya
Langkah V:Merencanakan Asuhan Yang Menyeluruh
Dari hasil pemeriksaan yang telah dilakukan sehingga dapat direncanakan asuhan
sesuai dengan kebutuhan yaitu:
1) Informasikan hasil pemeriksaan kepada ibu dan keluarga
2) Lakukan kolaborasi dengan dokter untuk tindakan selanjutnya
3) Berikan dukungan psikologis pada ibu
Langkah V:Melaksanakan Perencanaan
Perencanaan bisa dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian oleh klien bahkan
anggota kesehatan lainnya yang mana bidan berkolaborasi. Bidan juga bertanggung
jawab terhadap terlaksananya rencana asuhan yang telah di rencanakan.
Langkah VII:Evaluasi
Merupakan langkah akhir dari proses asuhan kebidanan persalinan,dari hasil
pelaksanaan perencanaan dapat diketahui keefektifan dari asuhan yang telah diberikan
dan menunjukkan perbaikan kondisi apabila banyi ataupun ibu sempat mengalami
masalah yang harus segera ditangani.
Penatalaksanaan
Prinsip dari tata laksana kehamilan lewat waktu ialah merencanakan pengakhiran kehamilan.
Cara pengakhiran kehamilan tergantung dari hasil pemeriksaan kesejahteraan janin dan
penilaian skor pelvik (pelvic score=PS).
Ada beberapa cara untuk pengakhiran kehamilan, antara lain:
1. Induksi partus dengan pemasangan balon kateter Foley.
2. Induksi dengan oksitosin.
3. Bedah seksio sesaria.
Dalam mengakhiri kehamilan dengan induksi oksitosin, pasien harus memenuhi beberapa
syarat, antara lain kehamilan aterm, ada kemunduran his, ukuran panggul normal, tidak ada
disproporsi sefalopelvik, janin presentasi kepala, serviks sudah matang (porsio teraba lunak,
mulai mendatar, dan mulai membuka). Selain itu, pengukuran pelvik juga harus dilakukan
sebelumnya. Tabel pengukuran pelvis dapat dilihat dibawah ini:
Skor 0 1 2 3
Pendataran servik 0-30% 40-50% 60-70% 70%
Pembukaan servik 0 1-2 3-4 5-6
Penurunan kepala dari
hodge
-3 -2 -1,0 +1 +2
Konsistensi servik keras sedang Lunak
Posisi serviks porterior Searah sumbu
lahir
anterior
Bila nilai pelvis >8, maka induksi persalinan kemungkinan besar akan berhasil.
Bila PS >5, dapat dilakukan drip oksitosin.
Bila PS <5, dapat dilakukan pematangan servik terlebih dahulu, kemudian lakukan
pengukuran PS lagi.
Tatalaksana yang biasa dilakukan ialah induksi dengan oksitosin 5 IU. Sebelum dilakukan
induksi, pasien dinilai terlebih dahulu kesejahteraan janinnya dengan alat KTG, serta diukur
skor pelvisnya. Jika keadaan janin baik dan skor pelvis >5, maka induksi persalinan dapat
dilakukan. Induksi persalinan dilakukan dengan oksitosin 5 IU dalam infus Dextrose 5%.
Tetesan infus dimulai dengan 8 tetes/menit, lalu dinaikkan tiap 30 menit sebanyak 4
tetes/menit hingga timbul his yang adekuat. Selama pemberian infus, kesejahteraan janin
tetap diperhatikan karena dikhawatirkan dapat timbul gawat janin. Setelah timbul his adekuat,
tetesan infus dipertahankan hingga persalinan. Namun, jika infus pertama habis dan his
adekuat belum muncul, dapat diberikan infus drip oksitosin 5 IU ulangan. Jika his adekuat
yang diharapkan tidak muncul, dapat dipertimbangkan terminasi dengan seksio sesaria.
Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kehamilan yang teratur,
minimal 4 kali selama kehamilan, 1 kali pada trimester pertama (sebelum 12 minggu), 1 kali
pada trimester ke dua (antara 13 minggu sampai 28 minggu) dan 2 kali trimester ketiga (di
atas 28 minggu). Bila keadaan memungkinkan, pemeriksaan kehamilan dilakukan 1 bulan
sekali sampai usia 7 bulan, 2 minggu sekali pada kehamilan 7 – 8 bulan dan seminggu sekali
pada bulan terakhir. Hal ini akan menjamin ibu dan dokter mengetahui dengan benar usia
kehamilan, dan mencegah terjadinya kehamilan serotinus yang berbahaya. Perhitungan
dengan satuan minggu seperti yang digunakan para dokter kandungan merupakan
perhitungan yang lebih tepat.
Seksio sesarea
Seksio sesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui suatu
insisi pada dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta janin di atas 500
gram.
Jenis seksio sesarea
1) Seksio Sesarea Klasik (insisi pada korpus uteri)
Seksio sesarea klasik menurut Sanger lebih mudah dimulai dari insisi segmen bawah
rahim, dengan indikasi :
a) Seksio sesarea yang diikuti dengan sterilisasi.
b) Terdapat pembuluh darah besar sehingga diperkirakan akan terjadi robekan segmen
bawah rahim dan perdarahan.
c) Pada janin besar letak lintang.
d) Kepala bayi telah masuk pintu atas pinggul.
e) Grande multipara yang diikuti dengan histerektomi.
Keuntungan operasi seksio sesarea menurut Sanger adalah mudah dilakukan karena
lapangan operasi relatif luas.
Jenis ini mempunyai kelebihan:
1) Mengeluarkan janin lebih cepat
2) Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik
3) Sayatan bisa di perpanjang proksimal atau distal
Kerugiannya adalah :
a) Kesembuhan luka operasi relatif sulit.
b) Kemungkinan terjadinya ruptura uteri pada kehamilan berikutnya lebih besar
c) Kemungkinan terjadinya perlekatan dengan dinding abdomen lebih besar.
2) Seksio Sesarea Transperitoneal Profunda menurut Kehrer
Keunggulan insisi segmen bawah rahim menurut Kehrer ialah :
a. Segmen bawah rahim lebih tenang
b. Kesembuhan lebih baik
c. Tidak banyak menimbulkan perlekatan
Kerugiannya insisi segmen bawah rahim menurut Kehrer adalah :
a. Terdapat kesulitan pada waktu mengeluarkan janin
b. Terdapat perluasan luka insisi dan menimbulkan perdarahan
3) Seksio Sesarea-histerektomi menurut Porro
Operasi seksio sesarea / histerektomi menurut Porro dilakukan secara histerektomi
supravaginali untuk menyelamatkan jiwa ibu dan janin dengan indikasi :
1. Seksio sesarea disertai infeksi berat
2. Seksio sesarea dengan antonia uteri dan perdarahan
3. Seksio disertai uterus solusio plasenta
4. Seksio yang disertai tumor pada otot rahim.
5. Seksio Sesarea Ekstraperitoneal
Operasi tipe ini tidak dikerjakan lagi karena perkembangan antibiotik dan untuk
menghindarkan kemungkinan infeksi yang dapat ditimbulkannya. Tujuan dari seksio sesarea
ekstrakperitoneal adalah menghindari kontaminasi kavum uteri oleh infeksi yang terdapat
diluar uterus.
4) Seksio Sesarea Vaginal.
indikasi untuk dilakukan seksio sesarea adalah :
1) Panggul sempit absolute
2) Adanya hambatan dalam jalan lahir, misalnya : tumor pada jalan lahir, mioma serviks,
kista ovarium
3) Plasenta previa yaitu ari-ari yang menutupi jalan lahir, dimana normalnya terletak di
dinding rahim.
4) Disporposi sefalo pelvik (cephalo pelvik disporpotion / CPD) yaitu ketidaksesuaian
antara ukuran panggul ibu dengan kepala bayi, dimana ukuran panggul ibu lebih kecil
dibanding kepala bayi.
5) Gawat janin, dimana karena hal-hal tertentu terjadi penurunan kondisi umum bayi hingga
ke keadaan darurat janin.
6) Ruptur uteri
7) Ibu hamil dengan penyakit tertentu. misalnya : hipertensi, herpes genital, atau HIV-
AIDS.
8) Letak bayi melintang atau sungsang.
9) Proses persalinan normal berlangsung lama sehingga terjadi kelelahan persalinan atau
terjadi kegagalan persalinan normal (dystosia).
10) Punya riwayat sectio caesar sebelumnya, yang sesuai dengan indikasi medis.
Indikasi Seksio Sesarea
A. Faktor Janin
1) Bayi terlalu besar
Berat bayi sekitar 4000 gram atau lebih, menyebabkan bayi sulit keluar dari jalan lahir
2) Kelainan letak bayi
Ada dua kelainan letak janin dalam rahim yaitu letak sungsang dan lintang
3) Ancaman gawat janin (Fetal Distres)
Gangguan pada janin melalui tali pusat akibat ibu menderita hipertensi atau kejang
rahim. Gangguan pada bayi juga diketahui adanya mekonium dalam air ketuban. Apabila
proses persalinan sulit melalui vagina maka dilakukan operasi seksio sesarea.
4) Janin abnormal
Janin abnormal misalnya kerusakan genetic dan hidrosephalus
5) Faktor plasenta
Ada beberapa kelainan plasenta yang menyebabkan keadaan gawat darurat pada ibu dan
janin sehingga harus dilakukan persalinan dengan operasi bila itu plasenta previa dan
solutio plasenta
6) Kelainan tali pusat
Ada dua kelainan tali pusat yang bias terjadi yaitu prolaps tali pusat dan terlilit tali pusat
7) Multiple pregnancy
Tidak selamanya bayi kembar dilaksanakan secara operasi. Persalinan kembar memiliki
resiko terjadinya komplikasi misalnya lahir premature sering terjadi preeklamsi pada ibu.
Bayi kembar dapat juga terjadi sungsang atau letak lintang. Oleh karena itu pada
persalinan kembar dianjurkan dirumah sakit, kemungkinan dilakukan tindakan operasi.
B. Faktor Ibu
1) Usia
Ibu yang melahirkan pertama kali diatas usia 35 tahun atau wanita usia 40 tahun ke atas.
Pada usia ini seseorang memiliki penyakit yang beresiko misalnya hipertensi jantung,
kencing manis dan eklamsia.
2) Tulang Panggul
Cephalopelvic disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai
dengan ukuran lingkar kepala janin.
3) Persalinan sebelumnya dengan operasi
4) Faktor hambatan jalan lahir
Gangguan jalan lahir terjadi adanya tumor atau myoma. Keadaan ini menyebabkan
persalinan terhambat atau tidak maju adalah distosia
5) Ketuban pecah dini
Berdasarkan penelitian yang dilakukan sekitar 60-70% bayi yang mengalami ketuban
pecah dini akan lahir sendiri 2×24 jam. Apabila bayi tidak lahir lewat waktu, barulah
dokter akan melakukan tindakan operasi seksio sesarea.
Kontra Indikasi Seksio Sesarea
Pada umumnya Seksio sesarea tidak dilakukan pada janin mati, syok, anemia berat
sebelum diatasi, kelainan kongenital berat .
Prognosis Operasi Sectio Caesarea
Pada Ibu
Dulu angka morbiditas dan mortalitas untuk ibu dan janin tinggi. Pada masa sekarang
oleh karena kemajuan yang pesat dalam tehnik operasi, anestesi, penyediaan cairan dan
darah, indikasi dan antibiotika angka ini sangat menurun.
Angka kematian ibu pada rumah-rumah sakit dengan fasilitas operasi yang baik dan oleh
tenaga – tenaga yang cekatan adalah kurang dari 2 per 1000.
Pada anak
Seperti halnya dengan ibunya, nasib anak yang dilahirkan dengan sectio caesaria
banyak tergantung dari keadaan yang menjadi alasan untuk melakukan sectio caesaria.
Menurut statistik di negara – negara dengan pengawasan antenatal dan intra natal yang baik,
kematian perinatal pasca sectio caesaria berkisar antara 4 hingga 7 %.
Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemantauan janin terhadap kesehatan janin
b. Pemantauan EKG
c. JDL dengan diferensial
d. Elektrolit
e. Hemoglobin/Hematokrit
f. Golongan darah
g. Urinalisis
h. Amniosentesis terhadap maturitas paru janin sesuai indikasi
i. Pemeriksaan sinar x sesuai indikasi.
j. Ultrasound sesuai pesanan
Perawatan pascapartum
Perawatan wanita setelah melahirkan secara sesarea merupakan kombinasi antara
asuhan keperawatan bedah dan maternitas. Setelah pembedahan selesai, ibu akan dipindahkan
ke area pemulihan. Pengkajian keperawatan segera setelah melahirkan meliputi pemulihan
dari efek anastesi, status pasca operasi dan pasca-melahirkan, dan derajat nyeri. Kepatenan
jalan nafas dipertahankan dan posisi diatur untuk mencegah kemungkinan aspirasi. Tanda-
tanda vital diukur selama 15 menit selama 1 sampai 2 jam atau sampai wanita itu stabil.
Kondisi balutan insisi, fundus, dan jumlah lokhea dikaji, demikian pula masukan dan
haluaran. Membantu mengubah posisi dan melakukan nafas dalam serta obat-obatan
mengatasi nyeri dapat diberikan.
Perawatan sehari-hari meliputi perawatan perineum, perawatan payudara, dan
perawatan higienis rutin. Perawat mengkaji tanda-tanda vital, insisi, fundus uterus, dan
Lokhea. Bunyi nafas, bising usus, tanda homans, dan eliminasi urine serta defekasi juga
dikaji (Bobak, 2004).
Rencana pulang terdiri dari informasi tentang diet, latihan fisik, pembatasan aktifitas,
perawatan payudara, aktivitas seksual, dan kontrasepsi, medikasi dan tanda-tanda komplikasi.
Serta perawatan bayi.
Komplikasi Seksio Sesarea
Kelahiran sesarea bukan tanpa komplikasi baik bagi ibu maupun janinnya. Dapat terjadi
aspirasi, emboli pulmoner, infeksi luka, tromboflebitis, perdarahan, infeksi saluran kemih,
cedera pada kandung kemih atau usus. Resiko janin lahir prematur jika usia gestasi tidak
dikaji dengan akurat dan resiko cidera janin dapat terjadi selama pembedahan.
Menurut Mochtar (1998), komplikasi seksio sesarea sebagai berikut :
1. Infeksi peurperal (nifas)\
Kenaikan suhu beberapa hari merupakan infeksi ringan, kenaikan suhu yang disertai
dehidrasi serta perut kembung termasuk infeksi sedang. Sedangkan peritonitis, sepsis
serta ileus paralitik merupakan infeksi berat
2. Perdarahan dapat disebabkan karena pembuluh darah banyak yang terputus
atau dapat juga karena atonia uteri
3. Luka kandung kemih, emboli paru dan terluka kandung kemih bila repertonial terlalu
tinggi
4. Kemungkinan ruptur uteri spontan pada kehamilan mendatang
DAFTAR PUSTAKA
Manuaba. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran :EGC
Prawiroharjo, Sarwono.2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawiroharjo.
Wiknjosastro. 2000. Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawiroharjo.
APN. 2008. Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar. Jakarta: Institusi
DEPKES RI