Lapsus Pembahasan

31
Kehamilan Postterm Pengertian Kehamilan postterm, disebut juga kehamilan serotinus, kehamilan lewat waktu, kehamilan lewat bulan, prolonged pregnancy, extended pregnancy, postdate/post datisme atau pascamaturitas, adalah: kehamilan sampai 42 minggu (294 hari) atau lebih, dihitung dari HPHT menurut rumus Naegele dengan siklus haid rata-rata 28 hari. Sebab Terjadinya Kehamilan Postterm 1. Teori Oksitosin Rendahnya pelepasan oksitosin dari neurohipofisis Ibu hamil pada kehamilan lanjut diduga sebagai salah satu faktor penyebab terjadinya kehamilan postterm. 2. Teori Kortisol/ACTH janin Dalam teori ini diajukan bahwa sebagai “pemberi tanda” untuk dimulainya persalinan adalah janin, diduga akibat peningkatan tiba-tiba kadar kortisol plasma janin. Kortisoljanin akan mempengaruhi plasenta sehingga produksi progesteron berkurang dan memperbesar sekresi estrogen, selanjutnya berpengaruh terhadap meningkatnya produksi prostaglandin. Pada cacat bawaan janin seperti anensefalus, hipoplasia adrenal janin dan tidak adanya kelenjar hipofisis pada janin akan menyebabkan kortisol janin tidak diproduksi dengan baik sehingga kehamilan dapat berlangsung lewat bulan. 3. Teori saraf uterus

description

laporan kasus serotinus

Transcript of Lapsus Pembahasan

Page 1: Lapsus Pembahasan

Kehamilan Postterm

Pengertian

Kehamilan postterm, disebut juga kehamilan serotinus, kehamilan lewat waktu,

kehamilan lewat bulan, prolonged pregnancy, extended pregnancy, postdate/post

datisme atau pascamaturitas, adalah: kehamilan sampai 42 minggu (294 hari) atau

lebih, dihitung dari HPHT menurut rumus Naegele dengan siklus haid rata-rata 28

hari.

Sebab Terjadinya Kehamilan Postterm

1. Teori Oksitosin

Rendahnya pelepasan oksitosin dari neurohipofisis Ibu hamil pada kehamilan

lanjut diduga sebagai salah satu faktor penyebab terjadinya kehamilan postterm.

2. Teori Kortisol/ACTH janin

Dalam teori ini diajukan bahwa sebagai “pemberi tanda” untuk dimulainya

persalinan adalah janin, diduga akibat peningkatan tiba-tiba kadar kortisol plasma

janin. Kortisoljanin akan mempengaruhi plasenta sehingga produksi progesteron

berkurang dan memperbesar sekresi estrogen, selanjutnya berpengaruh terhadap

meningkatnya produksi prostaglandin. Pada cacat bawaan janin seperti

anensefalus, hipoplasia adrenal janin dan tidak adanya kelenjar hipofisis pada

janin akan menyebabkan kortisol janin tidak diproduksi dengan baik sehingga

kehamilan dapat berlangsung lewat bulan.

3. Teori saraf uterus

Tekanan pada ganglion servikalis dari pleksus frankenhauser akan

membangkitkan kontraksi uterus pada keadaan dimana tidak ada tekanan pada

pleksus ini, seperti pada kelainan letak, tali pusar pendek, dan bagian bawah

masih tinggi ke semuanya diduga sebagai penyebab terjadinya kehamilan

postterm.

4. Teori heriditer

Pengaruh heriditer terhadap insidensi kehamilan postterm telah dibuktikan pada

beberapa penelitian sebelumnya. Kitska et al (2007) menyatakan dalam hasil

penelitiannya, bahwa seorang ibu yang pernah mengalami kehamilan postterm

pada kehamilan berikutnya akan memiliki resiko lebih tinggi untuk mengalami

kehamilan postterm pada kehamilan berikutnya. Hasil penelitian ini memunculkan

kemungkinan bahwa kehamilan postterm juga dipengaruhi faktor genetik.

Page 2: Lapsus Pembahasan

Diagnosis

1. Riwayat haid

Sangat penting untuk memastikan bahwa kehamilan sebenarnya postterm atau

tidak. Idealnya, usia kehamilan yang akurat ditentukan di awal kehamilan.

Diagnosis kehamilan postterm tidak sulit untuk ditegakkan bilamana HPHT

diketahui secara pasti. Ditentukan beberapa kriteria :

a. Penderita harus yakin betul dengan HPHT-nya

b. Siklus 28 hari dan teratur

c. Tidak minum pil antihamil setidaknya 3 bulan terakhir

Selanjutnya diagnosis ditentukan dengan menghitung menurut rumus Naegele.

Berdasarkan riwayat haid, seorang penderita yang ditetapkan sebagai kehamila

possterm kemungkinan adalah sebagai berikut :

a. Terjadi kesalahan dalam menentukan tanggal haid terakhir atau akibat menstruasi

abnormal

b. Tanggal haid terakhir diketahui jelas, tetapi terjadi kelambatan ovulasi

c. Tidak ada kesalahan menentukan haid terakhir dan kehamilan memang

berlangsung lewat bulan (keadaan ini sekitar 20-30% dari seluruh penderita yang

diduga kehamilan postterm)

2. Riwayat pemeriksaan Antenatal

a. Tes kehamilan. Bila pasien melakukan tes pemeriksaan tes imunologik sesudah

terlambat 2 minggu, maka dapat diperkirakan kehamilan memang telah

berlangsung 6 minggu.

b. Gerak janin. Gerak janin atau quickening pada umumnya dirasakan Ibu pada pada

umur kehamilan 18-20 minggu. Pada Primigravida dirasakan sekitar umur

kehamilan 18 minggu, sedangkan pada Multigravida sekitar 16 minggu. Petunjuk

umum untuk menentukan persalinan adalah quickening ditamba 22 minggu pada

Primigravida atau ditambah 24 minggu pada multiparitas.

c. Denyut jantung janin (DJJ). Dengan stetoskop Leanec DJJ dapat didengar mulai

umur kehamilan 18-20 minggu, sedangkan dengan Doppler dapat terdengar pada

usia kehamilan 10-12 minggu.

Page 3: Lapsus Pembahasan

Kehamilan dapat dinyatakan sebagai kehamilan postterm bila didapat 3 atau lebih

dari kriteria hasil pemeriksaan sbb :

a. Telah lewat 36 minggu sejak tes kehamilan positif

b. Telah lewat 32 minggu sejak DJJ pertama terdengar dengan doppler

c. Telah lewat 24 minggu sejak dirasakan gerak janin pertama kali

d. Telah lewat 22 minggu sejak terdengarnya DJJ pertama kali dengan stetoskop

Leanec

3. Tinggi Fundus Uteri

Dalam trimester pertama pemerikasaan tinggi fundus uteri serial dalam

sentimeter dapat bermanfaat bila dilakukan pemeriksaan secara berulang tiap bulan.

Lebih dari 20 minggu, tinggi fundus uteri dapat menentukan umur kehamilan secara

kasar.

4. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)

Ketetapan usia gestasi sebaiknya mengacu pada hasil pemeriksaan USG pada

trimester pertama. Kesalahan perhitungan dengan rumus Naegele dapat mencapai 20

%. Bila telah dilakukan pemeriksaan Ultrasonografi serial terutama sejak trimester

pertama, hampir dapat dipastikan usia kehamilan. Pada trimester pertama,

pemeriksaan panjang kepala-tungging (crown-rump length/CRL) memberikan

ketepatan kurang lebih 4 hari dari taksiran persalinan.

Pada umur kehamilan sekitar 16-20 minggu, ukuran diameter biparietal dan

panjang femur memberikan ketepatan sekitar 7 hari dari taksiran persalinan.

Selain CRL, diameter biparietal dan panjang femur, beberapa parameter dalam

pemeriksaan USG juga dapat dipakai seperti lingkar perut, lingkar kepala, dan

beberapa rumus yang merupakan perhitungan dari beberapa hasil pemeriksaan

parameter tersebut di atas. Sebaliknya, pemeriksaan sesaat setelag trimester III dapat

dipakai untuk menentukan berat janin, keadaan air ketuban, ataupun keadaan plasenta

yang sering berkaitan dengan kehamilan postterm, tetapi sukar untuk memastikan usia

kehamilan.

Page 4: Lapsus Pembahasan

5. Pemeriksaan Radiologi

Umur kehamilan ditentukan dengan melihat pusat penulangan. Gambaran

epifisis femur bagian distal paling dini dapat dilihat pada kehamilan 32 minggu,

epifisis tibia proksimal terlihat setelah umur kehamilan 36 minggu, dan epifisis

kuboid pada kehamilan 40 minggu. Cara ini sekarang jarang dipakai selain karena

dalam pengenalan pusat penulangan seringkali sulit, juga pengaruh radiologik kurang

baik terhadap janin.

Permasalahan pada Kehamilan Postterm

1. Perubahan pada Plasenta

Disfungsi plasenta merupakan faktor penyebab terjadinya komplikasi pada

kehamilan postterm dan meningkatnya risiko pada janin. Penurunan fungsi plasenta

dapat dibuktikan dengan penurunan kadar estriol dan plasental laktogen. Perubahan

yang terjadi pada plasenta sebagai berikut:

a. Penimbunan kalsium.

b. Selaput vaskulosinsisial menjadi tambah tebal dan jumlahnya berkurang.

Keadaan ini dapat menurunkan mekanisme transpor plasenta.

c. Terjadi proses degenerasi jaringan plasenta seperti edema, timbunan fibrinoid,

fibrosis, trombosis intervili, dan infark vili.

d. Perubahan Biokimia. Adanya insufisiensi plasenta menyebabkan protein plasenta

dan kadar DNA di bawah normal, sedangkan konsentrasi RNA meningkat,

transpor kalsium tidak terganggu, aliran natrium, kalium dan glukosa menurun.

Pengangkutan bahan dengan berat molekul tinggi seperti asam amino, lemak, dan

gama globulin biasanya mengalami gangguan sehingga dapat mengakibatkan

gangguan pertumbuhan janin intrauterin.

2. Pengaruh pada janin

Pengaruh kehamilan postterm terhadap janin sampai saat ini masih

diperdebatkan. Beberapa ahli menyatakan bahwa kehamilan postterm menambah

bahaya pada janin, sedangkan beberapa ahli lainnya menyatakan bahwa bahaya

kehamilan postterm terhadap janin terlalu dilebihkan. Kiranya kebenaran terletak

di antara keduanya. Fungsi Plasenta mencapai puncak pada kehamilan 38

minggu. Dan kemudian mulai menurun terutama setelah 42 minggu. Hal ini dapat

dibuktikan dengan penurunan kadar estriol dan plasental laktogen. Rendahnya

fungsi Plasenta berkaitan dengan peningkatan kejadian gawat janin resiko 3 kali.

Page 5: Lapsus Pembahasan

Akibat dari proses penuaan plasenta, pemasokan makanan dan oksigen akan

menurun di samping adanya spasme arteri spiralis. Sirkulasi utero plasenter akan

berkurang dengan 50 % menjadi hanya 250 ml/menit. Beberapa pengaruh

kehamilan postterm terhadap janin antara lain sebagai berikut :

a. Berat Janin. Bila terjadi perubahan anatomik yang besar pada plasenta, maka

terjadi penurunan berat janin. Dari penelitian vorherr tampak bahwa sesudah

umur kehamilan 36 minggu grafik rata-rata pertumbuhan janin mendatar dan

tampak adanya enurunan sesudah 42 minggu. Namun, seringkali pula plasenta

masih dapat berfungsi dengan baik sehingga berat janin bertambah terus sesuai

dengan bertambahnya umur kehamilan. Zwerdling menyatakan bahwa rata-

rata berat janin >3.600 gram sebesar 44,5 % pada kehamilan postterm,

sedangkan pada kehamilan genap bulan (term) sebesar 30,6 %. Resiko

persalinan bayi dengan berat lebih dari 4000 gram pada kehamilan postterm

tingkat dua sampai 4 kali lebih besar dari kehamilan term.

b. Sindroma postmaturitas. Dapat dikenali pada neonatus dengan ditemukannya

beberapa tanda seperti gangguan pertumbuhan, dehidrasi, kulit kering, keriput

seperti kertas, atau hilangnya lemak subkutan, kuku tangan dan kaki panjang,

tulang tengkorak lebih keras, hilangnya verniks kasiosa dan lanugo, maserasi

kulit terutama daerah lipat paha dan genital luar, warna coklat kehijauan atau

kekuningan pada kulit dan tali pusat, muka tampak menderita dan rambut

kepala banyak atau tebal. Tidak seluruh nenonatus kehamilan postterm

menunjukkan tanda postmaturitas tergantung fungsi plasenta. Umumnya

didapat sekitar 12-20 % neonatus dengan tanda postmaturitas pada kehamilan

postterm.

3. Gawat janin atau kematian perinatal. Menunjukkan angka meningkat setelah

kehamilan 42 minggu atau lebih, sebagian besar terjadi intrapartum.

Umumnya disebabkan oleh :

a. makrosomia yang dapat menyebabkan terjadinya distosia pada persalinan,

fraktur klavikula, palsi Erb-Duchene, sampai kematian bayi.

b. Insufisiensi plasenta yang berakibat :PJT, Oligohidramnion, Hipoksia janin,

aspirasi mekonium, cacat bawaan.

Page 6: Lapsus Pembahasan

4. Pengaruh Pada Ibu

Morbiditas atau mortalitas Ibu : dapat meningkat sebagai akibat dari

makrosomia janin dan tulang tengkorak menjadi lebih keras yang menyebabkan

terjadi distosia persalinan, incoordinate uterine action, partus lama, meningkatkan

tindakan obstetrik dan persalinan traumatis/perdarahan postpartum akibat bayi

besar.

Pengelolaan Kehamilan Postterm

Pengelolaan aktif : dengan melakukan persalinan anjuran pada usia kehamilan 41 atau

42 minggu untuk memperkecil risiko terhadap janin.

Pengelolaan pasif/menunggu/ekspektatif : didasarkan pandangan bahwa persalinan

anjuran yang dilakukan semata-mata atas dasar postter mempunya resiko/komplikasi

cukup besar terutama risiko persalinan operatif sehingga menganjurkan untuk

dilakukan pengawasan terus menerus terhadap kesejahteraan janin, baik secara

biofisik maupun biokimia sampai persalinan berlangsung dengan sendirinya atau

timbul indikasi untuk mengakhiri kehamilan.

Sebelum mengambil langkah, beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam

pengelolaan kehamila postterm adalah sebagai berikut :

1. Menentukan apakah kehamilan memang telah berlangsung lewat bulan (postterm)

atau bukan. Dengan demikian, penatalaksanaan ditujukan kepada dua versi dari

postterm ini.

2. Identifikasi kondisi janin dan keadaan yang membahayakan janin.

o Pemeriksaan Kardiotokografi seperti nonstress test (NST) dan cintraction

stress test dapat mengetahui kesejahteraan janin sebagai reaksi terhadap gerak

janin atau kontraksi uterus. Bila didapat  hasil reaktif, maka nilai spesifitas

98,8 % menunjukkan kemungkinan besar janin baik. Pemeriksaan

ultrasonografi untuk menentukan besar janin,  denyut jantung janin, gangguan

pertumbuhan janin, keadaan dan derajat kematangan plasenta, jumlah (indeks

cairan amnion) dan kualitas air ketuban.

o Beberapa pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan seperti pemeriksaan

kadar Estriol.

Page 7: Lapsus Pembahasan

o Gerakan janin dapat ditentukan secara subjektif (normal rata-rata 7 kali/20

menit) atau secara objektif dengan tokografi (normal 10/20 menit).

o Amnioskopi. Bila ditemukan air ketuban yang banyak dan jernih mungkin

keadaan janin masih baik. Sebaliknya, air ketuban sedikit dan mengandung

mekonium akan mengamali risiko 33 % asfiksia.

o Periksa kematangan serviks dengan skor Bishop. Kematangan serviks ini

memegang peranan penting dalam pengelolaan kehamilan postterm. Sebagian

besar kepustakaan sepakat bahwa induksi persalinan dapat segera

dilaksanakan baik pada usia 41 maupun 42 minggu bilamana serviks telah

matang.

Pada umumnya penatalaksanaan sudah dimulai sejak umur kehamilan mencapai 41

minggu dengan melihat kematangan serviks, mengingat dengan bertambahnya umur

kehamilan, maka dapat terjadi keadaan yang kurang menguntungkan, seperti janin

tumbuh makin besar atau sebaliknya, terjadi kemunduran fungsi plasenta dan

oligohidramnion. Kematian janin neonatus meningkat 5-7 % pada persalinan 42

minggu atau lebih.

Bila serviks telah matang (dengan nilai bishop >5) dilakukan induksi persalinan dan

dilakukan pengawasan intrapartum terhadap jalannya persalinan dan keadaan janin.

Induksi pada serviks yang telah matang akan menurunkan risiko kegagalan ataupun

persalinan tindakan titik.

Bila serviks belum matang, perlu dinilai keadaan janin ebih lanjut apabila kehamilan

tidak diakhiri :

o NST dan penilaian volume kantong amnion, bila keduanya normal, kehamilan

dapat dibiarkan berlanjut dan penilaian janin dilanjutkan seminggu 2 kali.

o Bila ditemukan oligohidramnion (< 2 cm pada kantong yang vertikal atau

indeks  cairan amnion < 5) atau dijumpai deselerasi variabel pada NST, maka

dilakukan induksi persalinan.

o Bila volume cairan amnion normal dan NST tidak reaktif, tes pada kontraksi

( CST ) harus dilakukan. Bila hasil CST positif, terjadi deselerasi lambat

berulang, variabilitas abnormal (<5/20 menit ) menunjukkan penurunan fungsi

plasenta janin, mendorong agar janin segera dilahirkan sengan

Page 8: Lapsus Pembahasan

mempertimbangkan bedah sesar. Sementara itu, bila CST negatif, kehamilan

dapat dibiarkan berlangsung dan penilaian janin dilakukan lagi 3 hari

kemudian.

o Keadaan serviks ( skor bishop ) harus dinilai ulang setiap kunjungan pasien

dan kehamilan dapat diakhiri bila serviks matang.

o Kehamilan lebih dari 42 minggu diupayakan diakhiri.

Kalsifikasi Plasenta

Kalsifikasi plasenta merupakan tanda menuanya plasenta, yang biasanya mulai

kehamilan trimester III. Kalsifikasi secara USG akan terlihat sebagai bintik putih.

Semakin tua kehamilan, maka jumlahnya semakin banyak. Tetapi bisa juga terjadi

kalsifikasi yang dini, yang akan menurunkan jumlah nutrisi dan oksigen pada bayi.

Kalsifikasi plasenta sebetulnya adalah deposit kalsium pada plasenta. Deposit

ini menyebabkan bagian plasenta yang ditempatinya nekrosis. Deposit ini bisa

menyebabkan jaringan plasenta yang ditempatinya menjadi jaringan ikat. Deposit ini

juga bisa menyumbat pembuluh darah di plasenta.

Tetapi plasenta memiliki permukaan yang luas. Dibutuhkan kalsifikasi yang

luar biasa banyak sekali untuk bisa membahayakan bayi. Kalsifikasi plasenta sendiri

secara USG dikategorikan menjadi 4 grade. Grade 0 tidak ditemukan kalsifikasi,

grade 1 terlihat sedikit gambaran kalsifikasi, grade 2 ditemukan dengan mudah

kalsifikasi setengah lingkaran dan grade 3 banyak ditemukan kalsifikasi berbentuk

lingkaran.

Jika terjadi kalsifikasi plasenta grade 3 terjadi pada trimester II, maka hal ini

perlu mendapat perhatian . Biasanya untuk kasus seperti ini dilakukan pemantauan

secara berkala pertumbuhan bayi untuk memastikan tidak adanya gangguan

pertumbuhan.

Penyebab pastinya belum diketahui, beberapa penelitian mendapatkan faktor

penyebabnya adalah bumil yang merokok, sedangkan untuk menetralkan efeknya

dengan mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung antioksidan.

Page 9: Lapsus Pembahasan

Konsep Managemen

langkah I : Pengumpulan Data Dasar.

1) Data Subjektif

a) Identitas ibu dan suami yang perlu dikaji adalah nama, umur, agama,

suku/bangsa, pendidikan , pekerjaan, nomor telepon dan alamat. Bertujuan

untuk menetapkan identitas pasien karena mungkin memiliki nama yang sama

dengan alamat dan nomor telepon yang berbeda serta untuk mengetahui faktor

resiko yang mungkin terjadi.

b) Keluhan utama , merupakan alasan utama klien untuk datang ke pelayanan

kesehatan. Kemungkinan yang ditemui pada kasus kehamilan postterm ini

adalah ibu mengeluhkan bahwa kehamilannya telah lewat dari taksiran

persalinannya.

c) Riwayat menstruasi yang dikaji adalah menarche, siklus haid, lamanya,

banyaknya dan adanya dismenorrhoe saat haid yang bertujuan untuk

membantu menegakkan diagnosis persalinan postterm dari siklus haidnya.

d) Riwayat kehamilan sekarang yang dikaji yaitu HPHT, riwayat hamil muda dan

tua, frekuensi pemeriksaan ANC yang bertujuan untuk mengetahui taksiran

persalinan dan resiko yang akan terjadi dari adanya riwayat pada kehamilan

muda maupun tua yang pernah dialami.

e) Riwayat penyakit dahulu yang dikaji adalah apakah ibu ada menderita

penyakit jantung, DM, ipertensi, ginjal, asma, TBC, epilepsi dan PMS serta

ada tidaknya ibu alergi baik terhadap obat-obatan ataupun makanan dan

pernah transfusi darah ,atau operasi, serta ada tidaknya kelainan jiwa.

f) Riwayat penyakit keluarga yang dikaji yaitu ada tidaknya keluarga ibu

maupun suami yang menderita penyakit jantung, DM, hipertensi, ginjal, asma,

dan riwayat keturunan kembar yang bertujuan agar dapat mewaspadai apakah

ibu juga berkemungkinan menderita penyakit tersebut.

g) Riwayat perkawinan yang dikaji yaitu umur berapa ibu kawin dan lamanya ibu

baru hamil setelah kawin, yang bertujuan untuk mengetahui apakah ibu

memiliki faktor resiko.

h) Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu yang dikaji adalah fisiologi

jarak kehamilan dengan persalinan yang minimal 2 tahun, usia kehamilan

aterm 37-40 minggu atau apakah ibu ada mempunyai riwayat persalinan

Page 10: Lapsus Pembahasan

postterm, jenis persalinan yang bertujuan untuk menentukan ukuran panggul

dan adanya riwayat persalinan dengan tindakan, sehingga menunjukkan bahwa

3P telah bekerja sama dengan baik, penyulit yang bertujuan untuk mengetahui

penyulit persalinan yang pernah dialami ibu, nifas yang lalu kemungkinan

adanya keadaan lochea, laktasi berjalan dengan normal atau tidak serta

keadaan anak sekarang.

i) Riwayat keluarga berencana, kemungkinan ibu pernah menggunakan alat –alat

kontrasepsi atau tidak.

j) Makan terkhir bertujuan untuk mengetahui persiapan tenaga ibu untuk

persalinan.

k) BAK dan BAB terakhir bertujuan untuk mengetahui apakah ada penghambat

saat proses persalinan berlangsung.

2) Data Objektif

a) Pemeriksaan umum

Secara umum ditemukan gambaran kesadaran umum, dimana kesadaran

pasien sangat penting dinilai dengan melakukan anamnesa. Selain itu pasien

sadar akan menunjukkan tidak adanya kelainan psikologis dan kesadaran

umum juga mencakup pemeriksaan tanda-tanda vital, berat badan, tinggi

badan , lingkar lengan atas yang bertujuan untuk mengetahui keadaan gizi

pasien.

b) Pemeriksaan khusus

Inspeksi

Periksa pandang yang terpenting adalah mata (konjungtiva dan sklera)

untuk menentukan apakah ibu anemia atau tidak, muka (edema), leher

apakah terdapat pembesaran kelenjar baik kelenjar tiroid maupun limfe

sedangkan untuk dada bagaimana keadaan putting susu, ada tidaknya

teraba massa atau tumor, tanda-tanda kehamilan (cloasma gravidarum,

aerola mamae, calostrum), serta dilihat pembesaran perut yang sesuai

dengan usia kehamilan, luka bekas operasi, dan inspeksi genitalia bagian

luar serta pengeluaran pervaginam dan ekstremitas atas maupun bawah

serta HIS.

Page 11: Lapsus Pembahasan

Palpasi

Dengan menggunakan cara leopold:

Leopold I :

Untuk menentukan TFU dan apa yang terdapat dibagian fundus (TFU

dalam cm) dan kemungkinan teraba kepala atau bokong lainnya, normal

pada fundus teraba bulat, tidak melenting, lunak yang kemungkinan

adalah bokong janin

Leopold II:

Untuk menentukan dimana letaknya punggung janin dan bagian-bagian

kecilnya. Pada dinding perut klien sebelah kiri maupun kanan

kemungkinan teraba, punggung, anggota gerak, bokong atau kepala.

Leopold III:

Untuk menentukan apa yang yang terdapat dibagian bawah perut ibu dan

apakah BTJ sudah terpegang oleh PAP, dan normalnya pada bagian

bawah perut ibu adalah kepala.

Leopold IV:

Untuk menentukan seberapa jauh masuknya BTJ ke dalam rongga

panggul dan dilakukan perlimaan untuk menentukan seberapa masuknya

ke PAP.

Auskultasi

Untuk mendengar DJJ dengan frekuensi normal 120-160 kali/menit,

irama teratur atau tidak, intensitas kuat, sedang atau lemah. Apabila

persalinan disertai gawat janin, maka DJJ bisa kurang dari 110 kali/menit

atau lebih dari 160 kali/menit dengan irama tidak teratur.

Perkusi

Pemeriksaan reflek patella kiri dan kanan yang berkaitan dengan

kekurangan vitamin B atau penyakit saraf, intoksikasi magnesium sulfat.

Penghitungan TBBJ

Dengan menggunakan rumus (TFU dalam cm – 13) x 155 yang bertujuan

untuk mengetahui taksiran berat badan janin dan dalam persalinan

postterm biasanya berat badan janin terjadi penurunan karena terjadi

Page 12: Lapsus Pembahasan

perubahan anatomik yang besar pada plasenta atau sebaliknya berat janin

terus bertambah karena plasenta masih berfungsi.

Pemeriksaan Dalam

Yang dinilai adalah keadaan servik, pembukaan, keadaan ketuban,

presentasi dan posisi, adanya caput atau moulage, bagian menumbung

atau terkemuka, dan kapasitas panggul (bentuk promontorium, linea

innominata, sacrum, dinding samping panggul, spina ischiadica, coksigis

dan arcus pubis > 90 derajat).

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan USG

Langkah II: Interprestasi Data

Data dasar di interprestasikan menjadi masalah atau diagnosa spesifik yang sudah di

identifikasikan. Di dalam interprestasi data, terdapat tiga komponen penting di

dalamnya yaitu:

1) Diagnosa

Diagnosa ditetapkan bertujuan untuk mengetahui apakah ada penyimpangan.

Untuk kehamilan postterm dapat ditegakkan dengan mengetahui HPHT serta

menetukan taksiran persalinan dan mengetahui gerakan janin pertama kali

dirasakan dan riwayat pemeriksaan ANC lainnya.

2) Masalah

Dapat berupa keluhan utama atau keadaan psikologis ibu, keadaan janin yang

memburuk karena terjadi gawat janin.

3) Kebutuhan

Di sesuaikan dengan adanya masalah,seperti:

a) Berikan ibu dukungan psikologis.

Langkah III: Mengidentifikasi Diagnosa atau Masalah Potensial

Kemungkinan masalah potensial yang timbul adalah: terjadinya gawat janin, distosia

bahu, perdarahan, atonia uteri

Page 13: Lapsus Pembahasan

Langkah IV : Identifikasi Kebutuhan yang Memerlukan Penanganan Segera.

Adapun tindakan segera yang dilakukan adalah: melakukan kolaborasi dengan dokter

untuk tindakan selanjutnya

Langkah V:Merencanakan Asuhan Yang Menyeluruh

Dari hasil pemeriksaan yang telah dilakukan sehingga dapat direncanakan asuhan

sesuai dengan kebutuhan yaitu:

1) Informasikan hasil pemeriksaan kepada ibu dan keluarga

2) Lakukan kolaborasi dengan dokter untuk tindakan selanjutnya

3) Berikan dukungan psikologis pada ibu

Langkah V:Melaksanakan Perencanaan

Perencanaan bisa dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian oleh klien bahkan

anggota kesehatan lainnya yang mana bidan berkolaborasi. Bidan juga bertanggung

jawab terhadap terlaksananya rencana asuhan yang telah di rencanakan.

Langkah VII:Evaluasi

Merupakan langkah akhir dari proses asuhan kebidanan persalinan,dari hasil

pelaksanaan perencanaan dapat diketahui keefektifan dari asuhan yang telah diberikan

dan menunjukkan perbaikan kondisi apabila banyi ataupun ibu sempat mengalami

masalah yang harus segera ditangani.

Penatalaksanaan

Prinsip dari tata laksana kehamilan lewat waktu ialah merencanakan pengakhiran kehamilan.

Cara pengakhiran kehamilan tergantung dari hasil pemeriksaan kesejahteraan janin dan

penilaian skor pelvik (pelvic score=PS).

Ada beberapa cara untuk pengakhiran kehamilan, antara lain:

1. Induksi partus dengan pemasangan balon kateter Foley.

2. Induksi dengan oksitosin.

3. Bedah seksio sesaria.

Page 14: Lapsus Pembahasan

Dalam mengakhiri kehamilan dengan induksi oksitosin, pasien harus memenuhi beberapa

syarat, antara lain kehamilan aterm, ada kemunduran his, ukuran panggul normal, tidak ada

disproporsi sefalopelvik, janin presentasi kepala, serviks sudah matang (porsio teraba lunak,

mulai mendatar, dan mulai membuka). Selain itu, pengukuran pelvik juga harus dilakukan

sebelumnya. Tabel pengukuran pelvis dapat dilihat dibawah ini:

Skor 0 1 2 3

Pendataran servik 0-30% 40-50% 60-70% 70%

Pembukaan servik 0 1-2 3-4 5-6

Penurunan kepala dari

hodge

-3 -2 -1,0 +1 +2

Konsistensi servik keras sedang Lunak

Posisi serviks porterior Searah sumbu

lahir

anterior

Bila nilai pelvis >8, maka induksi persalinan kemungkinan besar akan berhasil.

Bila PS >5, dapat dilakukan drip oksitosin.

Bila PS <5, dapat dilakukan pematangan servik terlebih dahulu, kemudian lakukan

pengukuran PS lagi.

Tatalaksana yang biasa dilakukan ialah induksi dengan oksitosin 5 IU. Sebelum dilakukan

induksi, pasien dinilai terlebih dahulu kesejahteraan janinnya dengan alat KTG, serta diukur

skor pelvisnya. Jika keadaan janin baik dan skor pelvis >5, maka induksi persalinan dapat

dilakukan. Induksi persalinan dilakukan dengan oksitosin 5 IU dalam infus Dextrose 5%.

Tetesan infus dimulai dengan 8 tetes/menit, lalu dinaikkan tiap 30 menit sebanyak 4

tetes/menit hingga timbul his yang adekuat. Selama pemberian infus, kesejahteraan janin

tetap diperhatikan karena dikhawatirkan dapat timbul gawat janin. Setelah timbul his adekuat,

tetesan infus dipertahankan hingga persalinan. Namun, jika infus pertama habis dan his

adekuat belum muncul, dapat diberikan infus drip oksitosin 5 IU ulangan. Jika his adekuat

yang diharapkan tidak muncul, dapat dipertimbangkan terminasi dengan seksio sesaria.

Page 15: Lapsus Pembahasan

Pencegahan

Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kehamilan yang teratur,

minimal 4 kali selama kehamilan, 1 kali pada trimester pertama (sebelum 12 minggu), 1 kali

pada trimester ke dua (antara 13 minggu sampai 28 minggu) dan 2 kali trimester ketiga (di

atas 28 minggu). Bila keadaan memungkinkan, pemeriksaan kehamilan dilakukan 1 bulan

sekali sampai usia 7 bulan, 2 minggu sekali pada kehamilan 7 – 8 bulan dan seminggu sekali

pada bulan terakhir. Hal ini akan menjamin ibu dan dokter mengetahui dengan benar usia

kehamilan, dan mencegah terjadinya kehamilan serotinus yang berbahaya. Perhitungan

dengan satuan minggu seperti yang digunakan para dokter kandungan merupakan

perhitungan yang lebih tepat.

Seksio sesarea

Seksio sesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui suatu

insisi pada dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta janin di atas 500

gram.

Jenis seksio sesarea

1)   Seksio Sesarea  Klasik (insisi pada korpus uteri)

Seksio sesarea klasik menurut Sanger lebih mudah dimulai dari insisi segmen bawah

rahim, dengan indikasi :

a) Seksio sesarea yang diikuti dengan sterilisasi.

b) Terdapat pembuluh darah besar sehingga diperkirakan akan terjadi robekan segmen

bawah rahim dan perdarahan.

c) Pada janin besar letak lintang.

d) Kepala bayi telah masuk pintu atas pinggul.

e) Grande multipara yang diikuti dengan histerektomi.

Keuntungan operasi seksio sesarea menurut Sanger adalah mudah dilakukan karena

lapangan operasi relatif luas.

Jenis ini mempunyai kelebihan:

1) Mengeluarkan janin lebih cepat

2) Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik

3) Sayatan bisa di perpanjang proksimal atau distal

Page 16: Lapsus Pembahasan

Kerugiannya adalah :

a) Kesembuhan luka operasi relatif sulit.

b) Kemungkinan terjadinya ruptura uteri pada kehamilan berikutnya lebih besar

c) Kemungkinan terjadinya perlekatan dengan dinding abdomen lebih besar.

2)   Seksio Sesarea  Transperitoneal Profunda menurut Kehrer

Keunggulan insisi segmen bawah rahim menurut Kehrer ialah :

a. Segmen bawah rahim lebih tenang

b. Kesembuhan lebih baik

c. Tidak banyak menimbulkan perlekatan

Kerugiannya insisi segmen bawah rahim menurut Kehrer adalah :

a. Terdapat kesulitan pada waktu mengeluarkan janin

b. Terdapat perluasan luka insisi dan menimbulkan perdarahan

3)   Seksio Sesarea-histerektomi menurut Porro

Operasi seksio sesarea / histerektomi menurut Porro dilakukan secara histerektomi

supravaginali untuk menyelamatkan jiwa ibu dan janin dengan indikasi :

1. Seksio sesarea disertai infeksi berat

2. Seksio sesarea dengan antonia uteri dan perdarahan

3. Seksio disertai uterus solusio plasenta

4. Seksio yang disertai tumor pada otot rahim.

5. Seksio Sesarea Ekstraperitoneal

Operasi tipe ini tidak dikerjakan lagi karena perkembangan antibiotik dan untuk

menghindarkan kemungkinan infeksi yang dapat ditimbulkannya. Tujuan dari seksio sesarea

ekstrakperitoneal adalah menghindari kontaminasi kavum uteri oleh infeksi yang terdapat

diluar  uterus. 

4) Seksio Sesarea Vaginal.

Page 17: Lapsus Pembahasan

indikasi untuk dilakukan seksio sesarea adalah :

1) Panggul sempit absolute

2) Adanya hambatan dalam jalan lahir, misalnya : tumor pada jalan lahir, mioma serviks,

kista ovarium

3) Plasenta previa yaitu ari-ari yang menutupi jalan lahir, dimana normalnya terletak di

dinding rahim.

4) Disporposi sefalo pelvik (cephalo pelvik disporpotion / CPD) yaitu ketidaksesuaian

antara ukuran panggul ibu dengan kepala bayi, dimana ukuran panggul ibu lebih kecil

dibanding kepala bayi.

5) Gawat janin, dimana karena hal-hal tertentu terjadi penurunan kondisi umum bayi hingga

ke keadaan darurat janin.

6) Ruptur uteri

7) Ibu hamil dengan penyakit tertentu. misalnya : hipertensi, herpes genital, atau HIV-

AIDS.

8)   Letak bayi melintang atau sungsang.

9)   Proses persalinan normal berlangsung lama sehingga terjadi kelelahan persalinan atau

terjadi kegagalan persalinan normal (dystosia).

10) Punya riwayat sectio caesar sebelumnya, yang sesuai dengan indikasi medis.

Indikasi Seksio Sesarea

A. Faktor Janin

1) Bayi terlalu besar

Berat bayi sekitar 4000 gram atau lebih, menyebabkan bayi sulit keluar dari jalan lahir

2) Kelainan letak bayi

Ada dua kelainan letak janin dalam rahim yaitu letak sungsang dan lintang

3) Ancaman gawat janin (Fetal Distres)

Page 18: Lapsus Pembahasan

Gangguan pada janin melalui tali pusat akibat ibu menderita hipertensi atau kejang

rahim. Gangguan pada bayi juga diketahui adanya mekonium dalam air ketuban. Apabila

proses persalinan sulit melalui vagina maka dilakukan operasi seksio sesarea.

4) Janin abnormal

Janin abnormal misalnya kerusakan genetic dan hidrosephalus

5) Faktor plasenta

Ada beberapa kelainan plasenta yang menyebabkan keadaan gawat darurat pada ibu dan

janin sehingga harus dilakukan persalinan dengan operasi bila itu plasenta previa dan

solutio plasenta

6) Kelainan tali pusat

Ada dua kelainan tali pusat yang bias terjadi yaitu prolaps tali pusat dan terlilit tali pusat

7) Multiple pregnancy

Tidak selamanya bayi kembar dilaksanakan secara operasi. Persalinan kembar memiliki

resiko terjadinya komplikasi misalnya lahir premature sering terjadi preeklamsi pada ibu.

Bayi kembar dapat juga terjadi sungsang atau letak lintang. Oleh karena itu pada

persalinan kembar dianjurkan dirumah sakit, kemungkinan dilakukan tindakan operasi.

B. Faktor Ibu

1) Usia

Ibu yang melahirkan pertama kali diatas usia 35 tahun atau wanita usia 40 tahun ke atas.

Pada usia ini seseorang memiliki penyakit yang beresiko misalnya hipertensi jantung,

kencing manis dan eklamsia.

2) Tulang Panggul

Cephalopelvic disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai

dengan ukuran lingkar kepala janin.

3) Persalinan sebelumnya dengan operasi

4) Faktor hambatan jalan lahir

Gangguan jalan lahir terjadi adanya tumor atau myoma. Keadaan ini menyebabkan

persalinan terhambat atau tidak maju adalah distosia

5) Ketuban pecah dini

Page 19: Lapsus Pembahasan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan sekitar 60-70% bayi yang mengalami ketuban

pecah dini akan lahir sendiri 2×24 jam. Apabila bayi tidak lahir lewat waktu, barulah

dokter akan melakukan tindakan operasi seksio sesarea.

Kontra Indikasi Seksio  Sesarea

Pada umumnya Seksio sesarea tidak dilakukan pada janin mati, syok, anemia berat 

sebelum diatasi, kelainan kongenital berat .

Prognosis Operasi Sectio Caesarea

Pada Ibu

Dulu angka morbiditas dan mortalitas untuk ibu dan janin tinggi. Pada masa sekarang

oleh karena kemajuan yang pesat dalam tehnik operasi, anestesi, penyediaan cairan dan

darah, indikasi dan antibiotika angka ini sangat menurun.

Angka kematian ibu pada rumah-rumah sakit dengan fasilitas operasi yang baik dan oleh

tenaga – tenaga yang cekatan adalah kurang dari 2 per 1000.

Pada anak

Seperti halnya dengan ibunya, nasib anak yang dilahirkan dengan sectio caesaria

banyak tergantung dari keadaan yang menjadi alasan untuk melakukan sectio caesaria.

Menurut statistik di negara – negara dengan pengawasan antenatal dan intra natal yang baik,

kematian perinatal pasca sectio caesaria berkisar antara 4 hingga 7 %.

Pemeriksaan Diagnostik

a. Pemantauan janin terhadap kesehatan janin

b. Pemantauan EKG

c. JDL dengan diferensial

d. Elektrolit

e. Hemoglobin/Hematokrit

f. Golongan darah

g. Urinalisis

h. Amniosentesis terhadap maturitas paru janin sesuai indikasi

i. Pemeriksaan sinar x sesuai indikasi.

j. Ultrasound sesuai pesanan

Page 20: Lapsus Pembahasan

Perawatan pascapartum

Perawatan wanita setelah melahirkan secara sesarea   merupakan kombinasi antara

asuhan keperawatan bedah dan maternitas. Setelah pembedahan selesai, ibu akan dipindahkan

ke area pemulihan. Pengkajian keperawatan segera setelah melahirkan meliputi pemulihan

dari efek anastesi, status pasca operasi dan pasca-melahirkan, dan derajat nyeri. Kepatenan

jalan nafas dipertahankan dan posisi diatur untuk mencegah kemungkinan aspirasi. Tanda-

tanda vital diukur selama 15 menit selama 1 sampai 2 jam atau sampai wanita itu stabil.

Kondisi balutan insisi, fundus, dan jumlah lokhea dikaji, demikian pula masukan dan

haluaran. Membantu mengubah posisi dan melakukan nafas dalam serta obat-obatan

mengatasi nyeri dapat diberikan.

Perawatan sehari-hari meliputi perawatan perineum, perawatan payudara, dan

perawatan higienis rutin. Perawat mengkaji tanda-tanda vital, insisi, fundus uterus, dan

Lokhea. Bunyi nafas, bising usus, tanda homans, dan eliminasi urine serta defekasi juga

dikaji (Bobak, 2004).

Rencana pulang terdiri dari informasi tentang diet, latihan fisik, pembatasan aktifitas,

perawatan payudara, aktivitas seksual, dan kontrasepsi, medikasi dan tanda-tanda komplikasi.

Serta perawatan bayi.

Komplikasi Seksio Sesarea

Kelahiran sesarea bukan tanpa komplikasi baik bagi ibu maupun janinnya. Dapat terjadi

aspirasi, emboli pulmoner, infeksi luka, tromboflebitis, perdarahan, infeksi saluran kemih,

cedera pada kandung kemih atau usus. Resiko janin lahir prematur jika usia gestasi tidak

dikaji dengan akurat dan resiko cidera janin dapat terjadi selama pembedahan.

Menurut Mochtar (1998), komplikasi seksio sesarea sebagai berikut :

1. Infeksi peurperal (nifas)\

Kenaikan suhu beberapa hari merupakan infeksi ringan, kenaikan suhu yang disertai

dehidrasi serta perut kembung termasuk infeksi sedang. Sedangkan peritonitis, sepsis

serta ileus paralitik merupakan infeksi berat

2. Perdarahan dapat disebabkan karena pembuluh darah banyak yang terputus

atau dapat juga karena atonia uteri

3. Luka kandung kemih, emboli paru dan terluka kandung kemih bila repertonial terlalu

tinggi

4. Kemungkinan ruptur uteri spontan pada kehamilan mendatang

Page 21: Lapsus Pembahasan

DAFTAR PUSTAKA

Manuaba. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran :EGC

Prawiroharjo, Sarwono.2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawiroharjo.

Wiknjosastro. 2000. Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawiroharjo.

APN. 2008. Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar. Jakarta: Institusi

DEPKES RI