Pembahasan Fix
-
Upload
dinnie-agustiani -
Category
Documents
-
view
5 -
download
2
description
Transcript of Pembahasan Fix
A. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini, dilakukan uji kecepatan disolusi yang
bertujuan untuk menentukan kecepatan disolusi suatu zat,
menggunakan alat penentuan kecepatan disolusi suatu zat, dan
menerangkan faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan disolusi
suatu zat.
Pengertian uji disolusi
Uji disolusi atau waktu larut digunakan untuk mengetahui jumlah zat aktif yang
terlarut pada media tertentu selama waktu tertentu. Persyaratan disolusi tidak berlaku untuk
kapsul gelatin lunak kecuali dinyatakan dalam masing-masing monografi yang perlu di uji
disolusinya ( Dep. Kes. RI 1995 : 1083 )
Uji disolusi merupakan suatu metode fisika – kima yang digunakan dalam
pengembangan produk dan pengendalian mutu sediaan obat berdasarkan pengukuran
parameter kecepatan pelepasan dan melerutnya zat aktif yang dikandung dalam sediaan
obat,yang dapat larutdalam waktu tertentu pada kondisi permukaan antara cair dan padat,
suhu, komposisi media yang dibakukan. (Siregar , 1986 : 147)
Pencantuman uji disolusi dalam Farmakope Indonesia berguna antara lain untuk :
a. Uji Disolusi merupakan profil pelepasan zat aktif dari sediaan, oleh karena itu uji ini
merupakan prosedur kontrol mutu yang biasa dilakukan dengan cara yang baik.
b. Uji disolusi ini merupakan pengujian mutu sediaan tablet dari batch ke bacth, jika hasil uji
disolusi berbeda pada tiap batch maka ini menjadi suatu peringatan bahwa zat aktif atau zat
tambahan formulasi mungkin keluar dari kontrol.
c. Data uji disolusi juga penting untuk pengembangan mutu sediaan.
Pada praktikum ini dilakukan terhadap Paracetamol . Rumus
molekul adalah C8H9NO2 dan rumus strukturnya sebagai berikut
(Anonim c, 1979) :
Kelarutan : Larut dalam air mendidih dan dalam natrium hidroksida 1 N; mudah larutan dalam etanol.
Langkah pertama yang dilakukan dalam percobaan ini adalah membuat kurva baku dari zat paracetamol. Seperti sudah diketahui bahwa panjang gelombang maksimum untuk pct adalah 243 nm sehingga dilakukan pengukuran absorbansi zat dengan berbagai variasi konsentrasi pada λmaksimum tersebut. Dalam percobaan ini dibuat variasi konsentrasi zat sebesar 2 ppm, 4 ppm, 6 ppm, 8 ppm, 10 ppm, dan 12 ppm Serbuk pct diambil sebanyak 50 mg lalu dilarutkan di dalam air sebanyak 50ml untuk memperoleh konsentrasi sebesar 1000 ppm. Dari konsentrasi sebesar 1000 ppm tersebut kemudian dilakukan pengenceran hingga diperoleh konsentrasi 100 ppm kemudian dilakukan pengenceran konsentrasi yang diinginkan. Setelah semua variasi konsentrasi selesai dibuat maka dilakukan pengukuran serapan/absorbansi dengan spektroskopi sinar UV. Saat pengukuran sampel dengan spektrofotometer ultraviolet, kuvet yang akan digunakan dikalibrasi terlebih dahulu. Pertama, kuvet diisi dengan aquadest, lalu disesuaikan nilai absorbansinya hingga menunjukkan angka nol. Tujuan melakukan kalibrasi adalah untuk menghindari kesalahan perhitungan konsentrasi. Kuvet dibilas dengan larutan yang akan dihitung konsentrasinya, sehingga kuvet hanya berisi larutan uji tanpa pengotor. Adanya pengotor dapat menyamarkan perhitungan konsentrasi karena pengotor dapat memberikan absorbansi. Sebelum dimasukkan ke dalam spektrofotometer ultraviolet, kuvet dibersihkan menggunakan kertas tissue bersih. Jika tidak dibersihkan, mungkin pengotor yang berasal dari praktikan, seperti uap air dapat menempel pada kuvet dan memberikan absorbansi, sehingga hasil akhir absorbansi dapat keliru.Pengukuran dilakukan pada λ maksimum supaya dihasilkan serapan yang maksimum juga. Untuk melakukan pengukuran dengan metode spektrofotometri UV, sampel dimasukkan ke dalam kuvet. Alat spektrofotometri yang digunakan memiliki dua tempat kuvet (double beam). Kuvet pertama berfungsi untuk tempat blanko. Kuvet kedua berfungsi untuk tempat sampel. Sampel kemudian diukur absorbansinya. Pengukuran absorbansi hendaknya dimulai dari sampel yang
konsentrasinya kecil agar tidak mempengaruhi pengukuran konsentrasinya lainnya. Setiap akan mengganti sampel dengan konsentrasi yang berbeda, kuvet hendaknya dibilas dengan larutan sampel agar tidak ada sisa sampel yang sebelumnya yang dapat mempengaruhi nilai dari absorbansi. Setelah dilakukan pengukuran absorbansi dengan berbagai variasi konsentrasi senyawa baku, maka dari data yang ada dibuat persamaan regresi linearnya. Persamaan regresi linear yang didapat dari hasil pengukuran adalah y = 0.0863x + 0.0664. Persamaan regresi linear yang didapat ini nantinya digunakan untuk mencari konsentrasi tablet pct yang telah diukur absorbansinya dengan spektrofotometer UV
Langkah kedua selanjutnya Tablet pct kemudian diuji disolusi dengan alat disolusi dengan menggunakan tipe dayung. Sebanyak 1 tablet pct 500 mg dimasukkan ke dalam alat yang diisi lar.dapar posfat sebanyak 900 ml. Alat dayung kemudian dijalankan dan rpm di set pada angka 50rpm, kemudian pada menit ke 30 diambil cuplikan sampel dengan alat penghisap sebanyak 10 ml. Cuplikan sampel dimasukkan ke dalam botol vial untuk kemudian diukur absorbansinya. Pada cuplikan sampel mulai tablet 1 hingga tablet 6 dan dilakukan pengenceran karena cuplikan sampel yang diukur memberikan serapan yang sangat besar hingga tidak terdeteksi pada alat spektrofotometer UV. Pengenceran dilakukan dengan cara mengambil sebanyak 0,1 ml cuplikan sampel, dimasukkan ke dalam labu ukur 10 ml lalu ditambahkan aquades hingga batas labu ukur. Setelah semua cuplikan sampel diukur absorbansinya, maka hasil absorbansi yang didapat diplotkan ke dalam persamaan regresi linier untuk dicari konsentrasi pada masing-masing cuplikan. Hasil yang didapat adalah nilai absorbansi tablet 1 0,380, tablet 2 0,413 , tablet 3 0,086, tablet 4 0,409 , tablet 5 0,403 dan tablet 6 yaitu 0,348.
Persyaratan Uji Disolusi
Kecuali dinyatakan lain dalam masing-masing monografi, persyaratan terpenuhi jika
jumlah zat aktif yang terlarut dari sediaan yang diuji sesuai tabel penerimaan. Lanjutkan
pengujian sampai tiga tahap kecuali jika hasil pengujian memenuhi tahap S1 atau S2 harga Q
adalah jumlah zat aktif yang terlarut seperti yang tertera dalam masing-masing monografi,
dinyatakan dalam presentasi kadar pada etiket, angka 5% dan 15% dalam tablet adalah
presentasi kadar pada etiket, dengan demikian mempunyai arti yang sama dengan Q.Pada praktikum digunakan tablet paracetamol dengan nilai Q 80% dari hasil
praktikum didapatkan nilai Q1 65,394%, Q2 72,288%, Q3 3,87 %, Q4 71,44 %, Q5 70,2 %, Q6 64,98%. Ddi lihat dari tabel penerimaan pada tahap 1 nilai Q tidak boleh kurang dari Q+5%=85% sedangkan pada hsil praktikum didaptakan data Q1-Q6 kurang dari 85%, artinya tablet tersebut tidak memnuhi syarat uji disolusi jika dilanjutkan pada tahap s2 tetap saja tidak akan memenuhi syarat karena rata-rata Q harus menapai 75% sedangkan dari hasil praktikum yg telah dilakukan nilai Q rata-rata jauh dari 75% . maka dapat disimpulkan praktikum ini terjadi nilai absorbansi yang bervariasi hal ini dikarenakan di setiap bobot tablet tidak semua mengandung Zat aktif dengan dosis 500 mg ada yang kurang tau lebih sehingga nilai absorbansi bervariasi, kemungkinan kedua yaitu pada jumlah zat penghancur
yang bervariasi
Alat Uji Disolusi yang digunakan ;
Tipe 2 (Pengaduk Dayung)
Alat pengaduk ini sama dengan alat tipe 1, bedanya pada alat ini digunakan dayung yang
terdiri dari daun dan batang sebagai pengaduk. Batang berada pada posisi demikian hingga
sumbunya tidak lebih dari 2 mm pada setiap titik dari sumbu vertical wadah dan berputar
dengan halus tanpa goyangan yang berarti. Daun melewati diameter batang sehingga dasar
daun dan batang rata. Jarak 25 mm ± 2 mm antara daun dan bagian dalam dasar wadah
dipertahankan selama pengujian berlangsung, daun dan batang logam yang merupakan satu
kesatuan dapat disalit dengan suatu penyalut inert yang sesuai. (Dep. Kes. RI,1995 : 1085).
Metodologi Uji Disolusi
Dalam uji disolusi metodologi yang harus diperhatikan adalah :
a. Wadah
Pada farmakope indonesia edisi IV suatu wadah terdiri dari wadah tertutup yang terbuat
dari kaca atau bahan transparan lain yang wadah inert. Wadah tercelup sebagian didalam
suatu tanggas air yang sesuai berukuran sedemikian rupa sehingga dapat mempertahankan
suhu dalam wadah pada suhu 37˚C ±0.5˚C selama pengujian berlangsung dan menjaga agar
gerakan air dalam tangas air halus dan tetap.
Wadah disolusi lebih dianjurkan berbentuk silinder dengan dasar setengah bola, tinggi
160mm hingga 175 mm, diameter dalam 98 mm hingga 106 mm dan kapasitas nominal
100 ml. pada bagian atas wadah ujungnya melebar, untuk mencegah penguapan dapat
digunakan suatu penutup yang pas suatu alat pengukur kecepatan digunakan sehingga
memungkinkan untuk memilih kecepatan putaran yang dikehendaki dan mempertahankan
kecepatan seperti yang tertera dalam masing -masing monografi dalam batas kurang lebih
4%. (Dep. Kes. RI, 1995 :1084)
b. Pengadukan
Tujuan dari pengadukan yaitu untuk memperbarui cairan yang kontak dengan
permukaan zat aktif. Kecepatan penggadukan antara 10 sampai 100 putaran permenit sudah
cukup, karena dalam pengadukan seperti itu sudah dapat membuat media disolusi yang sama.
Pada praktikum dilakukan pengadukan 50 putaran sesuai dengan farmakope.
c. Media disolusi
Untuk media disolusi digunakan pelarut seperti yang tertera dalam masing-masing
monografi. Bila media disolusi adalah suatu larutan dapar, diatur pH larutan sedemikian
hingga berada dalam batas 0.05 satuan pH yang tertera pada masing-masing monografi.
Untuk memilih media disolusi dapat dipertimbangkan seperti halnya jika kelarutan zat aktif
tidak dipenggaruhi oleh pH, maka sebagai media disolusi dipakai air suling. Sedangkan jika
kelarutan zat aktif dipengaruhi pH, maka sebagai media disolusi dipakai cairan lambung
buatan atau cairan usus buatan. (Dep. Kes. RI, 1995 : 1085)
Media disolusi harus bebas gas atau udara terlarut karena gas dapat membentuk
gelembung yang dapat mempengaruhi hasil pengujian. Oleh karena itu, gas terlarut harus
dihilangkan terlebih dahulu sebelum pengujian dimulai.Pada praktikum digunakan media
larutan dapar posfat pH 5,8 sesuai yang tercantum dalam farmakope .
d. Volume media disolusi
Volume media disolusi tergantung pada kelarutan zat aktif yang kana ditentukan
kecepatan disolusinya. Jika kelarutan zat aktif kecil, dan kadarnya besar dalam satu sediaan
maka diperlukan media disolusi dengan volume yang cukup besar.Dalam Farmakope telah
dicantumkan volume media dari paracetamol adalah 900 ml
e. Suhu
Suhu wadah dalam media disolusi harus dikendalikan dengan seksama. Kelarutan zat
aktif juga tergantung suhu media disolusi, suhu yang digunakan biasanya 370C karena suhu
ini merupakan parameter suhu in vivo (Siregar, 1986 :171).
f. Lama pengujian
Lama pengujian tergantung pada kelarutan dan tujuan membuat formulasi tablet itu
sendiri pada praktikum lama pengujian silakukan selama 30 menit tablet sudah terlarut
sempurna.(Siregar, 1986 : 171)
disetiap tablet , atau pada alat uji disolusi yang kurang akurat karena putaran yang
berubah-rubah sehingga mempengaruhi nilai absorbansi .
DAFTAR PUSTAKA
Amir, Syarif.dr, dkk.2007. Farmakologi dan Terapi. Edisi kelima.Jakarta: Gaya Baru
Ansel, C Howard. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi keempat. Penerjemah Farida Ibrahim. Jakarta : Universitas Indonesia Press.
Anonymous. 2002. United State Pharmacopeia 25. Volume 2. Washington DC : USP Convention, Inc.
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. Departemen Kesehatan. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi ke-4. Jakarta : Departemen Kesehatan.Lachman, Leon, Lieberman, Hebert, Kahig, Joseph. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri. Edisi ketiga. Penerjemah Siti Suyatmi. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Shargel, Leon, dan Andrew B.C.Y.U. 1988. Biofarmasi dan Farmakokinetika Terapan. Edisi II. Penerjemah Dr. Fasich, Apt. dan Dra. Siti Sjamsiah, Apt. Surabaya : Airlangga University Press.
Tjay, Hoan Tan dan Kirana Rahardja. 2002. Obat-obat Penting Khasiat, Penggunaan, dan Efek-efek Sampingnya. Edisi kelima. Cetakan kedua. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia
Voigt, 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada Press.