PEMBAHASAN

58
Pertahanan Tubuh 2010 BAB I Pendahuluan A. Skenario Aldi, 9 tahun tertusuk ujung kayu tajam pada telapak kaki kanannya saat sedang bermain. Karena takut dimarahi, ia tidak menseritakan hal ini pada ibunya. Ia mencuci kakinya dengan air hangat lalu menempelkan kassa perban di atas lukanya. Malam harinya, kaki Aldi terasa nyeri nyut-nyutan, merah, panas dan bengkak. Aldi terpaksa jalan berjingkat dengan satu kaki karena kaki kanannya nyeri bila dipakai berjalan. Keesokan harinya, Aldi tidak tahan lagi dan menangis pada ibunya. Selain bengkak dan nyeri pada kaki kanan, terdapat benjolan pada lipat paha kanan (inguinalis) Aldi terasa nyeri. Oleh ibunya, Aldi kemudian dibawa ke puskesmas. Menurut dokter, kaki Aldi menunjukan tanda-tanda radang akut, hal ini merupakan respon pertahanan tubuh, begitu pula dengan pembesaran kelenjar getah bening inguinalis di lipat pahanya. 1

description

FK UNRAM Kelompok III

Transcript of PEMBAHASAN

Page 1: PEMBAHASAN

Pertahanan Tubuh 2010

BAB I

Pendahuluan

A. Skenario

Aldi, 9 tahun tertusuk ujung kayu tajam pada telapak kaki kanannya saat sedang bermain.

Karena takut dimarahi, ia tidak menseritakan hal ini pada ibunya. Ia mencuci kakinya dengan air

hangat lalu menempelkan kassa perban di atas lukanya. Malam harinya, kaki Aldi terasa nyeri

nyut-nyutan, merah, panas dan bengkak. Aldi terpaksa jalan berjingkat dengan satu kaki karena

kaki kanannya nyeri bila dipakai berjalan. Keesokan harinya, Aldi tidak tahan lagi dan menangis

pada ibunya. Selain bengkak dan nyeri pada kaki kanan, terdapat benjolan pada lipat paha kanan

(inguinalis) Aldi terasa nyeri. Oleh ibunya, Aldi kemudian dibawa ke puskesmas. Menurut

dokter, kaki Aldi menunjukan tanda-tanda radang akut, hal ini merupakan respon pertahanan

tubuh, begitu pula dengan pembesaran kelenjar getah bening inguinalis di lipat pahanya.

1

Page 2: PEMBAHASAN

Pertahanan Tubuh 2010

B. Learning Objective

1. Mengetahui bagaimana proses terjadinya reaksi imun

2. Mengetahui organ, struktur dan fungsi yang berhubungan dengan sistem imun

3. Mengetahui sel-sel yang berperan dalam sistem imun dan hemopoesisnya

4. Mengetahui tentang antigen dan antibodi

5. Mengetahui cara kerja sistem komplemen

6. Mengetahui agen penyebab radang

2

Page 3: PEMBAHASAN

Sistem ImunSpesifik/Adaptive Non-spesifik/Innate

Kulit dan Mukosa, Air Mata, Air Liur

Inlamasi

Respon Kekebalan

Respon Seluler(SEl T)

Respon Humoral (SEL B)

MHC

Sistem Komplemen

Klasik Alternatif Lactin

T-Helper

T Sitotoksik

APC

Pertahanan Tubuh 2010

C. Mapping Concept

3

Page 4: PEMBAHASAN

Pertahanan Tubuh 2010

BAB II

Pembahasan

1. Sistem Imunitas dan Reaksi Imun

A. Imunitas Bawaan (Alami)

Imunitas bawaan merupakan bagian dari imunitas nonspesifik. Imunitas bawaan menjaga

pertahanan tubuh dimulai dari kulit, membrane mukosa, adanya inflamasi dan kerja dari

sel Natural Killer (sel NK). Sel-sel yang termasuk pada imunitas bawaan tidak memilki

spesifitas seperti pada imunitas adaptif. Karena mereka tidak didesign untuk memiliki sel

memori. Sel-sel tersebut akan langsung melawan agen asing yang telah masuk ke dalam

tubuh (kulit).

Kulit merupakan barrier pertama tubuh dalam melawan agen asing yang masuk

ke dalam tubuh, di dalam kulit terdapat sel-sel Langerhans yang di dalamnya banyak

terdapat limfosit T sebagai line pertahanan pertama tubuh. Kemudian di dalam kulit juga

terdapat sel dendritik yang merupakan bagian dari APC (antigen presenting cell) yang

menyedian antigen atau imonogen untuk menginduksi sistem imun selanjutnya.

Setelah agen asing berhasil melewati pertahanan tubuh yang pertama, maka akan

terjadi proses fagositosis oleh sistem monosit-makrofag yang juga diikuti oleh proses

peradangan. Tanda-tanda peradangan meliputi :

1. Rubor

Rubor atau kemerahan, terjadi karena vaso dilatasi pembuluh darah yang diinduksi

oleh mediator inflamasi (histamin) sehingga kapiler darah yang tadinya tidak terisi

menjadi penuh karena banyaknya darah yang masuk.

2. Kalor

Kalor atau panas, terjadi karena lebih banyak darah yang dialirkan dari dalam tubuh

ke permukaan daerah yang terkena dibandingkan dengan ke daerah yang normal.

3. Dolor

Dolor atau nyeri, disebabkan karena adanya pelepasan mediator nyeri seperti

histamine dan bradikinin yang dipersipsikan di otak dan menjadi terasa nyeri pada

daerah peradangan

4

Page 5: PEMBAHASAN

Pertahanan Tubuh 2010

4. Tumor

Tumor atau pembengkakan, merupakan gejala dari meningkatnya permeabilitas

vaskular sehingga leukosit berdiapedesis untuk melawan agen asing yang masuk ke

dalam tubuh. Daerah ini akan menimbulkan eksudat.

5. Fungsio Laesa

Merupakan perubahan fungsi yang lazim terjadi pada proses peradangan, karena

banyak sel-sel yang mengalami keabnormalan sepintas.

Setelah peradangan terjadi, terkadang mediator inflamasi seperti prostaglandin

menyebabkan tubuh menjadi demam. Agen asing yang berhasil lolos dari sistem monosit-

makrofag akan masuk ke dalam sirkulasi dan akan dilawan oleh sistem yang lebih

spesifik yang disebit imunitas adaptif.

B. Imunitas Didapat (Adaptif)

Tubuh manusia memiliki

kemampuan dalam membentuk

imunitas spesifik yang sangat kuat

untuk melawan agen penyerang yang

mematikan seperti bakteri, virus,

toksin, dan jaringan asing lainnya.

Imunitas semacam ini disebut

imunitas didapat atau imunitas

adaptif.

Imunitas didapat dapat dibagi

menjadi dua tipe yang saling berhubungan erat satu sama lain. Tipe yang pertama disebut

sebagai imunitas humoral atau imunitas sel B. Pada tipe imunitas ini tubuh membentuk

antibodi yang bersirkulasi yaitu molekul globulin yang bersikulasi dalam plasma darah

yang mampu menyerang agen asing. Sedangkan tipe yang kedua yaitu dengan

pembentukan sel limfosit T yang telah teraktivasi dalam jumlah besar yang berperan

dalam penghancuran agen asing. Jenis imunitas ini disebut imunitas seluler. Kedua jenis

5

Page 6: PEMBAHASAN

Pertahanan Tubuh 2010

sel yang berperan dalam imunitas ini akan banyak ditemukan dalam jaringan atau organ

limfoid.

Kedua sistem imunitas di atas akan aktif hanya jika tubuh telah terpajan oleh

invasi organisme asing atau toksin. Tubuh memiliki suatu mekanisme khusus untuk

mengenali agen asing yang masuk. Setiap toksin atau organisme hampir selalu

mengandung senyawa kimia spesifik yang membedakannya dengan senyawa lain.

Senyawa tersebut berupa polisakarida besar yang disebut antigen (akan dibahas lebih

lanjut pada LO selanjutnya).

Seluruh agen asing yang masuk ke dalam tubuh akan bersikulasi di dalam darah

dan cairan limf. Plasma darah maupun cairan limf akan mengalami penyaringan di

jaringan limfoid. Bila antigen spesifik melakukan kontak dengan limfosit T dan B di

dalam jaringan limfoid, maka limfosit T tertentu menjadi teraktivasi untuk membentuk

sel T teraktivasi dann limfosit B tertentu menjadi teraktivasi membentuk antibodi. Sel T

yang teraktivasi dan antibodi ini kemudian bereaksi dengan sangat spesifik terhadap

antigen tipe tertentu yang mencetuskan pembentukan sel imun tadi.

Dalam proses respon imun juga diperlukan sel penyaji antigen (APC, termasuk

makrofag dan sel dendrit) untuk menunjukkan adanya antigen yang telah diproses

maupun berbagai sel efektor (termasuk makrofag untuk menghilangkan rangsang yang

menyerang).

a. Imuitas Selular

Seperti yang telah dipaparkan di atas, imunitas seluler diperankan oleh sel limfosit T.

Dalam kerjanya limfosit T harus mampu mengetahui antigen spesifik yang

menyerang. Untuk itu setiap limfosit T telah diprogram secara genetik untuk

mengenali fragmen peptida yang diproses secara unik dengan menggunakan reseptor

sel T (TCR). TCR merupakan heterodimer yang tersusun atas rantai α dan β yang

diikat disulfida. Setiap rantai memiliki tempat berbeda yang mengikat peptida target

spesifik, dan tempat tetap yang berinteraksi dengan molekul penyerta yang memberi

sinyal. TCR secra nonkovalen dihubungkan dengan sekelompok lima rantai

polipeptida yang konstan, yang tersusun atas protein ε, δ, dan γ dari kompleks

6

Page 7: PEMBAHASAN

Pertahanan Tubuh 2010

molekul CD3. Selain adanya protein

pemberi sinyal, sel T juga mnegeluarkan

molekul penyerta lain dengan fungsi yang

tetap, termasuk CD4 dan CD5. Kedua

molekul ini dikeluarkan pada subkelompok

sel T yang berbeda dan berfungsi sebagai

koreseptor untuk perangsangan sel T. Sel T

memerlukan sinyal ini untuk aktivasi.

Pada gambar disamping, TCR αβ

mengenali bagian peptida antigen yang

terikat dengan molekul MHC kelas II pada

APC. Molekul CD4 berikatan dengan bagian

nonpolimorf molekul kelas II. Interkasi antara TCR dan antigen yang terikat MHC

memberikan sinyal 1 untuk aktivasi sel T. Sinyal 2 diberikan melalui interaksi antara

molekul CD28 dengan molekul konstimulator (CD80 atau CD86) yang dikeluarkan

pada sel penyaji antigen.

Pada saat sel T spesifik sudah teraktivasi akibat terpajan antigen spesifik, klon

sel T spesifik akan berproliferasi dan melepaskan banyak sel T teraktivasi dan

bereaksi secara spesifik bersamaan dengan pelepasan antibodi oleh sel B. Seluruh sel

T teraktivasi yang terbentuk akan dilepaskan ke cairan limfe yang selanjutnya masuk

ke dalam sirkulasi dan menyebar ke seluruh tubuh. Sel T yang telah terbentuk dan

menyebar ini ada yang disebut dengan sel T memori. Sehingga pada saat kembali

terpapar oleh antigen yang sama, respon tubuh akan menjadi lebih cepat karena

adanya sel T memori ini. Sel T yang telah teraktivasi akan menghasilkan efektor

respon imun yang sesuaii dengan jenis selnya.

Limfosit T sendiri dibagi menjadi 3 jenis limfosit T yang memiliki peran

masing-masing. Jenis limfosit yang pertama yaitu limfosit T helper (CD4+). Limfosit

jenis ini memiliki peran menyekresikan molekul terlarut (sitokin) yang dapat

mempengaruhi sel lain dalam sistem imun. Pada saat sel T jenis ini teraktivasi, secara

langsung sel ini akan mengsekresikan beberapa jenis sitokin yang memiliki fungsi

7

Page 8: PEMBAHASAN

Pertahanan Tubuh 2010

masing-masing. Interleukin-2 memiliki efek perangsangan yang sangat kuat dalam

menyebabkan pertumbuhan dan proliferasi sel T sitotoksik dan sel T supresor. Selain

itu sitokin yang dieksresikan juga dapat memperkuat respon sel B untuk proliferasi,

differensiasi menjadi sel plasma, dan sekresi antibodi. Sitokin jenis ini yaitu

interleukin 4, 5, dan 6.

Jenis sel limfosit T yang kedua yaitu sel T sitotoksik. Sel ini pada saat

teraktivasi akan mampu langsung menyerang agen asing dan membunuhnya. Sel ini

akan berikatan langsung dengan agen asing. Setelah berikatan, sel T sitotoksik

menyeksresikan protein yang disebut perforin, yang mampu membuat lubang pada

membran agen yang diserang sehingga membuat agen yang diserang menjadi

membengkak dan terlarut akibat membrannya bocor. Sel sitotoksik juga berperan

penting dalam penghancuran sel kanker, sel cangkok jantung, atau jenis-jenis sel lain

yang dianggap asing oleh tubuh orang itu sendiri.

Sel limfosit yang ketiga yaitu limfosit T supresor. Dibandingkan sel-sel

yang lain, perihal mengenai sel ini masih sangat sedikit. Namun diduga sel ini

memiliki peran dalam menjaga sel sitotoksik agar tidak menimbulkan reaksi imun

secara berlebihan.

b. Imunitas Humoral

Pada imunitas humoral yang memainkan peran adalah sel limfosit B. Sel limfosit B

memiliki peran dalam sekresi antibodi yang memiliki fungsi dalam mengaktifkan

sistem komplemen dan

menyerang langsung agen

asing. Sama halnya seperti

sel limfosit T, sel limfosit B

harus mampu mengenali

antigen spesifik yang

dibawa APC (sel T helper)

8

Page 9: PEMBAHASAN

Pertahanan Tubuh 2010

untuk mejadi sel B teraktivasi yang dapat mengsekresikan antibodi (akan dibahas

pada LO berikutnya).

Sel limfosit B mengenali antigen melalui permukaan monomerik IgM, yang

disebut dengan reseptor sel B (BCR). Setiap BCR memiliki spesifitas antigen yang

unik, yang sebagian berasal dari penyusunan ulang somatis pada gen

immonoglobulin. Pada gambar di atas, immunoglobulin dilapisi membran (terlihat

sebagai IgM) berikatan dengan antigen eksogen; sinyal intrasel 1 uuntuk aktivasi sel

B kemudian tersedia melalui interaksi dengan heterodimer Igα dan Igβ yang terkait

BCR. Sinyal 2 tersedia melalui komplemen teraktivasi yang berinteraksi dengan

CD21 sel B atau melalui interaksi CD40 permukaan sel B dengan CD154 pada sel T

teraktivasi.

Pada saat sel B telah teraktivasi akibat terpajan dengan antigen oleh APC,

limfosit B yang bersifat spesifik terhadap antigen spesifik segera membesar dan

tampak seperti gambaran limfoblas. Beberapa limfoblas berdifferensiasi lebih lanjut

untuk membentuk plasmablas, yang merupakan prekursor sel plasma. Selanjutnya

plasmablas akan berubah menjadi sel plasma yang matur kemudian menghasilkan

antibodi gamma globulin dengan kecepatan tinggi. Antibodi tersebut disekresikan ke

dalam cairan limfe dan diangkut ke sirkulasi darah. Proses ini akan terus berlanjut

hingga sel plasma kelelahan dan mati.

Sama halnya dengan sel limfosit T, beberapa sel limfosit B teraktivasi tidak

langsung segera membentuk limfoblas, namun klon spesifik tersebut akan

berproliferasi membentuk sel B baru yang spesifik. Sel ini disebut dengan sel limfosit

B memori. Limfosit B yang baru ini juga akan dilepaskan dan bersirkulasi di seluruh

tubuh, termasuk di jaringan limfoid. Sehingga pada saat terpajan oleh antigen yang

sama, respon imun akan menjadi lebih cepat. Respon imun jenis ini disebut respon

sekunder. Sedangkan respon imun saat pertama kali terpajan disebut respon primer.

9

Page 10: PEMBAHASAN

Pertahanan Tubuh 2010

Jadi serangkaian proses imunitas didapat secara umum dapat digambarkan

seperti ini.

2. Organ, Struktur dan Fungsi pada Sistem Imun

Organ yang berperan dalam system imun dapat kkita bedakan mnejadi dua kelompok, yaitu

organ primer dan organ sekunder. Organ primer yang berperan dalam system imun meliputi

bone marrow atau lebih dikenal dengan sumsum tulang, organ yang lainnya adalah kelenjar

thymus. Dan kelompok organ yang berperan dalam system imun selanjutnya yaitu organ

sekunder yang meliputi kelenjar getah bening (Nodus limfatikus/Limfonodus/Limf),Lien

(Limpa), Tonsil, Peyer’s patch.

10

Page 11: PEMBAHASAN

Pertahanan Tubuh 2010

A. Organ Primer (Sentral)

a. Sumsum Tulang (Medulla osseum)

Sumsum tulang terletak didalam cavum medullare tulang panjang dan substansia

spongiosa semua tulang dan merupakan tempat terjadinya proses hematopoietic, dan

salah satu sel darah yang dihasilkan adalah sel darah putih atau Leukosit, leukosit

nantinya akan berdiferensiasi lagi menjadi sel-sel yang berperan dalam system imun,

salah satunya sel limfosit yang kemudian sel limfosit ini terbagi menjadi dua jenis,

yaitu sel limfosit T dan sel limfosit B. Kedua sel tersebut di produksi di sumsum

tulang, setelah dihasilkan di bone marrow, maka sel limfosit T dan sel limfosit B akan

dimatangkan pada organ tertentu sebelum diedarkan di sirkulasi. Sel limfoosit T akan

bermigrasi dan dimatangkan di kelenjar thymus sehingga dinamakan sel limfosit “T”

untuk menunjukkan adanya peranan dari timus, sedangkan sel limfosit B akan

menetap di sumsum tulang dan dimatangkan di sumsum tulang.

Bone marrow dibagi mnejadi dua bagian, yaitu red bone marrow (

Medulla osseum rubrum) dan yellow bone marrow (Medulla osseum flavum). Red

bone marrow terdapat disemua tulang ketika masih berupa fetus, sedangkan setelah

dewasa terdapat di cranium, clavicula,vertebrae sternum, scapulae, costae, pervil dan

pada ujung proximal femur dan humerus. Yellow bone marrow sebenarnya berasal

dari red bone marrow, tetapi karena proses hematopoetik terhenti maka terjadi

perlemakan di bone marrow, red bone marrow juga masih memiliki terdapat sedikit

di yellow bone marrow, dan bisa reaktivasi kembali apabila kebutuhan sel-sel darah

meningkat. Gambar dibawah ini merupakan area penyebaran dari red bone marrow

dan yellow bone marrow.

11

Page 12: PEMBAHASAN

Pertahanan Tubuh 2010

b. Kelenjar Timus

Kelenjar timus merupakan organ limfoid yang memiliki lobul-lobul, timus diliputi

oleh kapsul, dan ada juga trabekula yang membagi timus menjadi lobulus-lobulus dan

setiap lobulus terdapat korteks pada bagian luar dan medulla pada bagian tengahnya.

Kelenjar timus juga dilalui oleh pembuluh darah melalui jaringan ikat pada kapsul

dan melalui trabekula.

Terdapat juga limfosit pada bagian korteks dan medulla dari lobulus,

tetapi pada bagian korteks dari lobulus, limfositnya memadat tanpa pembentukan

12

Page 13: PEMBAHASAN

Pertahanan Tubuh 2010

limfonodus, sedangkan pada bagian medulla dari lobulus limfositnya lebih sedikit

apabila dibandingkan pada bagian korteksnya, tetapi pada bagian medulla ini

mengandung sel reticular epitel yang lebih banyak.

Ada yang bisa membedakan kelenjar timus bila dibandingkan dengan

organ limfoid lainnya, yaitu badan Hassal ( corpuscles thymic) yang terletak pada

bagian medulla dari lobulus yang menjadi karakteristik dari kelenjar timus. Badan

Hassal merupakan struktur lonjong dengan agregasi sferis atau bulat sel epitel

gepeng, badan Hassal juga memiliki pusat klasifikasi atau pusat degenerasi dan badan

Hassal ini tidak diketahui fungsi yang berarti. Kelenjar timus akan mencapai bentuk

terbesarnya segera setelah kelahiran, tetapi kelenjar timus akan mulai mengecil pada

masa pubertas yang mengakibatkan produksi limfosit menurun. Meskipun ukuran

dari kelenjar timus mengecil, beratnya akan bertambah, hal ini disebabkan oleh

membesarnya badan Hassal. Selain itu, parenkim kelenjar secara bertahap akan

digantikan oleh jaringan ikat longgar dan sel lemak.

Berikut ini perbedaan timus pada saat baru lahir dan dewasa:

13

Page 14: PEMBAHASAN

Pertahanan Tubuh 2010

B. Organ Sekunder (Perifer)

a. Nodus Limfatikus (Kelenjar Getah Bening)

Nodus lymphaticus atau Limfonodus tersusun atas kumpulan limfosit yang diselingi

sinus-sinus limfatik dan disusun juga oleh serat-serat reticular sebagai rangkanya dan

dikelilingi oleh simpai jaringan. Susuna limfonodus ada korteks dan medulla. Pada

bagian korteks limfonodus mengandung kelompok limfosit yang akan membentuk

limfonoduli atau nodule kortikal, pada bagian pusat dari nodule kortikal tampak lebih

pucat, bagian ini disebut pusat germinal yang menrupakan tempat aktif proliferasi

limfosit. Sedangkan pada bagian medulla dari limfonodus terdapat korda medularis

atau medial cord yang merupakan susunan dari limfosit berupa deretan jaringan

limfatik tidak teratur, didalam medial cord terdapat makrofag, sel plasma, dan

limfosit kecil dan sinus medularis terdapat diantara korda ini.

Simpai dari nodus lymphaticus dikelilingi jaringan ikat dan lemak

perikapsular, dan dari simpai ini trabekula jaringan ikat meluas kedalam nodus dan

trabekula mengandung pembuluh darah utama nodus lymphaticus. Terdapat

pembuluh lifatik afferent yang merupakan pembuluh limfatik yang menuju ke nodus

lymphaticus, dan terpadapat juga pembuluh darah efferent yang merupakan pembuluh

limfatik yang meninggalkan limfonodus.

14

Page 15: PEMBAHASAN

Pertahanan Tubuh 2010

c.

15

Page 16: PEMBAHASAN

Pertahanan Tubuh 2010

b. Lien (Limpa)

Lien atau limpa terletak di region hypochondriaca sinistra atau antara costae IX-XI

sinistra dan dilindungi oleh arcus costalis sinistra. Spleen atau Lien dibungkus oleh

sebuah simpai jaringan ikat padat yang menjulurkan traabekula jaringan ikat kebagian

dalam limpa, pada trabekula terdapat arteri dan vena trabekularis. Pada limpa ditandai

dengan adanya sejumlah agregat limfonodulus, nodule ini akan membentuk pulpa

alba (pulpa putih), ada juga pulpa rubra (pulpa merah) yang dibentuk oleh anyaman

sel merata yang membentuk bagian terbesar organ secara kolektif yang terdapat

disekitar limfonodulus dan trabekula. Limpa juga mempunyai pusat germinal yang

terdapat di limfonoduli, jumlah dari pusat germinal atau germ center ini akan secara

progresif berkuran jumlahnya seiring dengan bertambahnya umur.

16

Page 17: PEMBAHASAN

Pertahanan Tubuh 2010

Limpa sendiri berfungsi untuk berperan aktik dalam respon system imun,

Karen sel limfosit T dan B berproliferasi di pulpa alba di limpa, selain itu limpa juga

berfungsi untuk menyaring darah karena makrofag yang terdapat di limpa

menyingkirkan bakteri dan pathogen lainnya dan menghancurkan sel darah merah

yang sudah tua dengan melepas besi dari rantai heme dan mengikatkan besi tersebut

dengan storage protein, selain itu limpa juga memproduksi sel darah merah dan sel

darah putih selama masa pertumbuhan fetus.

17

Page 18: PEMBAHASAN

Pertahanan Tubuh 2010

c. Peyer’s Patch

Merupakan bagian dari GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue), peyer’s patch

biasa juga disebut folliculli lymphatici aggregati, dan terdapat di jejunum, duodenum,

dan ileum, peyer’s patch yang terdapat di duodenum sangat sedikit dan kebanyakan

peyer’s patch terdapat di ileum.

d. Tonsil

Tonsil bisa dibedakan menjadi empat macam, yaitu tonsil pharyngeal, tonsil palatine,

tonsil lingual, dan palate. Susuna keempat tonsil ini membentuk sebuah susunan yang

dinamakan Ring of Waldeyer (Waldeyer’s ring), Waldeyer’s ring ini merupakan

bagian MALT (Mucosa Associated Lymphoid Tissue) yang terletak di pintu masuk

saluran cerna dan saluran pernafasan bagian atas, dengan batas di bagian inferior

adalah tonsila lingualis, pada

bagian posterosuperior adalah

tonsila nasopharyngeal dan

dibagian lateral berbatasan

dengan tonsila palatine.

e.

18

Page 19: PEMBAHASAN

Pertahanan Tubuh 2010

Gambar Ring of Waldeyer

C. Retikulumendotelial Sistem

Merupakan line pertahanan tubuh pertama

a) Kulit

Epidermis, berasal dari sel epitel ectoderm

Ditempati oleh

Sel Keratinosit: sel epitel bakal keratin.

Sel Melanosit: penghasil melanin.

Sel Langerhans:

a. Memiliki limfosit B dan limfosit T

b. Mencerna dan menyajikan antigen eksogen

Sel Merkel:

a. Berada paling bawah (dekat stratum germinativum)

b. Reseptor mekanik

19

Page 20: PEMBAHASAN

Pertahanan Tubuh 2010

Dermis/Korneum, merupakan jaringan ikat (agak padat) berasal dari

mesoderm. Lapisan papilarnya adalah papil saraf dan papil vaskular. Lapis

reticular terdapat sel – sel Fibroblast, Makrofag dan sel lemak

Fungsi

a. Lisozyme, enzim yang dapat melarutkan dinding sel dari beberapa jenis

bakteri ada dalam sekresi keringat dan sebaceous ada di kulit dan

membantu melindungi dari beberapa mikroba.

b. pH kulit yang asam dan adanya asam lemak dapat melindungi kulit

c. Kulit merupakan barrier awal pada pintu masuk ke dalam tubuh manusia.

b) Membran Mukosa

Di saluran pernafasan

Mukus menutupi permukaan saluran pernafasan dan secara konstan

diarahkan ke atas oleh sel-sel bersilia.

Bakteri cenderung untuk menempel di mucus.

Mukus mengandung liaozyme dan substansi lainnya yang bersifat

antimikroba.

Penghancuran mikroba diperantarai oleh fagosit dan dibawa ke nodus limfa

melalui saluran limfa.

Sel-sel yang digunakan untuk memindahkan bakteri disuplai oleh makrofag

di paru-paru.

Selain itu ada mekanisme pertahanan khusus di saluran pernafasan, yaitu:

bulu hidung dan reflek batuk.

Di saluran Pencernaan

Beberapa system untuk inaktifasi bakteri: Saliva (mengandung enzim-enzim hidrolitik)

Keadaan sangat asam di lambung

Usus halus (mengandung enzim proteolytik dan makrofag aktif)

c)

20

Page 21: PEMBAHASAN

Pertahanan Tubuh 2010

3. Sel-Sel yang Berperan Dalam Sistem Imun dan Hemopoesisnya

Sistem kekebalan tubuh berkaitan dengan sel darah putih atau leukosit. Berdasarkan adanya

bintik-bintik atau granular, Leukosit terbagi atas :

1. Granular, memiliki bintik-bintik. Leukosit granular yaitu Basofil, Acidofil/Eosinofil dan

Neutrofil.

2. Agranular, tidak memiliki bintik-bintik . Leukosit Agranular yaitu Monosit dan Limfosit.

Selain itu, ada juga sel bernama Macrophage(makrofag), yang biasanya berasal

dari monosit. Makrofag bersifat fagositosis, menghancurkan sel lain dengan cara

memakannya. Kemudian, pada semua limfosit dewasa, permukaannya tertempel reseptor

antigen yang hanya dapat mengenali satu antigen. Ada juga Sel Pemuncul Antigen(Antigen

Presenting Cells). Saat antigen memasuki memasuki sel tubuh, molekul tertentu mengikatkan

diri pada antigen dan memunculkannya di hadapan limfosit. Molekul ini dibuat oleh gen

yang disebut Major Histocompability Complex (MHC) dan dikenal sebagai molekul MHC.

MHC 1 menghadirkan antigen di hadapan Limfosit T pembunuh dan MHC II menghadirkan

antigen ke hadapan Limfosit T Pembantu.

Limfosit berperan utama dalam respon imun diperantarai sel. Limfosit terbagi atas

2 jenis yaitu Limfosit B dan Limfosit T. Berikut adalah perbedaan antara Limfosit T dan

Limfosit B.

Limfosit B Limfosit T

Dibuat di sumsum tulang yaitu sel batang

yang sifatnya pluripotensi(pluripotent

stem cells) dan dimatangkan di sumsum

tulang(Bone Marrow)

Dibuat di sumsum tulang dari sel

batang yang pluripotensi(pluripotent

stem cells) dan dimatangkan di Timus

Berperan dalam imunitas humoral Berperan dalam imunitas selular

Menyerang antigen yang ada di cairan

antar sel

Menyerang antigen yang berada di

dalam sel

Terdapat 3 jenis sel Limfosit B yaitu : Terdapat 3 jenis Limfosit T yaitu:

21

Page 22: PEMBAHASAN

Pertahanan Tubuh 2010

· Limfosit B plasma, memproduksi

antibodi

· Limfosit B pembelah, menghasilkan

Limfosit B dalam jumlah banyak

dan cepat

· Limfosit B memori, menyimpan

mengingat antigen yang pernah

masuk ke dalam tubuh

· Limfosit T pempantu (Helper T

cells), berfungsi mengantur sistem

imun dan mengontrol kualitas

sistem imun

· Limfosit T pembunuh(Killer T cells)

atau Limfosit T Sitotoksik,

menyerang sel tubuh yang

terinfeksi oleh patogen

· Limfosit T surpressor (Surpressor T

cells), berfungsi menurunkan dan

menghentikan respon imun jika

infeksi berhasil diatasi

A. Sel Respon Imun Turunan

Seluruh sel darah putih dikenal dengan nama leukosit. Leukosit berbeda dengan sel lain

di dalam tubuh, leukosit tidak berasosiasi secara ketat dengan organ atau jaringan

tertentu, mereka bekerja secara independen seperti organisme sel tunggal. Leukosit

mampu bergerak secara bebas dan berinteraksi dan menangkap serpihan seluler, partikel

asing, atau mikroorganisme penyusup. Tidak seperti sel lainnya dalam tubuh, kebanyakan

leukosit imun turunan tidak bisa membelah diri atau bereproduksi dengan cara mereka

sendiri, melainkan mereka adalah produk dari stem cell hematopoietic pluripotent yang

ada pada sum-sum tulang.

Leukosit turunan meliputi: sel pembunuh alami, sel mast, eosinofil, basofil, dan sel

fagosit termasuk makrofag, neutrofil, dan sel dendritik, dan fungsi dalam sistem imun

dengan mengidentifikasi dan mengeliminasi patogen yang mungkin akan menyebabkan

infeksi.

22

Page 23: PEMBAHASAN

Pertahanan Tubuh 2010

a. Sel Mast

Sel mast adalah tipe sel imun turunan yang berdiam di antara jaringan dan di

membran mucus, dan sel mast sangat berhubungan dengan bertahan melawan

patogen, menyembuhkan luka, dan juga berkaitan dengan alergi dan anafilaksis.

Ketika diaktivasi, sel mast secara cepat melepaskan granula terkarakterisasi, kaya

histamin dan heparin, bersama dengan berbagai mediator hormonal, dan kemokin,

atau kemotaktik sitokin ke lingkungan. Histamin memperbesar pembuluh darah,

menyebabkan munculnya gejala inflamasi, dan mengambil neutrofil dan makrofag.

b. Fagosit

Fagosit berarti 'sel yang dapat memakan atau menelan material padat . Sel imun ini

menelan pathogen atau partikel secara fagositosis. Untuk menelan partikel atau

patogen, fagosit memperluas bagian membran plasma, membungkus membran di

sekeliling partikel hingga terbungkus. Sekali berada di dalam sel, patogen yang

menginvasi disimpan di dalam endosom yang lalu bersatu dengan lisosom. Lisosom

mengandung enzim dan asam yang membunuh dan mencerna partikel atau

organisme. Fagosit umumnya berkeliling dalam tubuh untuk mencari patogen, namun

mereka juga bereaksi terhadap sinyal molekuler terspesialisasi yang diproduksi oleh

sel lain, disebut sitokin. Sel fagositik sistem imun termasuk makrofag, neutrofil, dan

sel dendritik.

Fagositosis dari sel dari organisme yang memilikinya umumnya

merupakan bagian dari pembentukan dan perawatan jaringan biasa. Ketika sel dari

organisme tersebut mati, melalui proses apoptosis ataupun oleh kerusakan akibat

infeksi virus atau bakteri, sel fagositik bertanggung jawab untuk memindahkan

mereka dari lokasi kejadian. Dengan membantu memindahkan sel mati dan

mendorong terbentuknya sel baru yang sehat, fagositosis adalah bagian penting dari

proses penyembuhan jaringan yang terluka.

e. Makrofag

Makrofag berasal dari bahasa Yunani yang berarti “pemakan sel yang besar”.

Makrofag adalah leukosit fagositik yang besar, yang mampu bergerak hingga keluar

system vaskuler dengan menyebrang membran sel dari pembuluh kapiler dan

memasuki area antara sel yang sedang diincar oleh patogen. Di jaringan, makrofag

23

Page 24: PEMBAHASAN

Pertahanan Tubuh 2010

organ-spesifik terdiferensiasi dari sel fagositik yang ada di darah yang disebut

monosit. Makrofag adalah fagosit yang paling efisien, dan bisa mencerna sejumlah

besar bakteri atau sel lainnya. Pengikatan molekul bakteri ke reseptor permukaan

makrofag memicu proses penelanan dan penghancuran bakteri melalui "serangan

respiratori", menyebabkan pelepasan bahan oksigen reaktif. Patogen juga

menstimulasi makrofag untuk menghasilkan kemokin, yang memanggil sel fagosit

lain di sekitar wilayah terinfeksi.

f. Neutrofil

Neutrofil bersama dengan dua tipe sel

lainnya: eosinofil dan basofil dikenal dengan

nama granulosit karena keberadaan granula di

sitoplasma mereka, atau disebut juga dengan

polymorphonuclear karena bentuk inti sel

mereka yang aneh. Granula neutrofil

mengandung berbagai macam substansi

beracun yang mampu membunuh atau

menghalangi pertumbuhan bakteri dan jamur.

Mirip dengan makrofag, neutrofil menyerang patogen dengan serangan respiratori.

Zat utama yang dihasilkan neutrofil untuk melakukan serangan respiratori adalah

bahan pengoksidasi kuat, termasuk hidrogen peroksida, oksigen radikal bebas, dan

hipoklorit. Neutrofil adalah tipe fagosit yang berjumlah cukup banyak, umumnya

mencapai 50-60% total leukosit yang bersirkulasi, dan biasanya menjadi sel yang

pertama hadir ketika terjadi infeksi di suatu tempat. Sumsum tulang normal dewasa

memproduksi setidaknya 100 miliar neutrofil sehari, dan meningkat menjadi sepuluh

kali lipatnya juga terjadi inflamasi akut.

g. Sel dendritik

24

Page 25: PEMBAHASAN

Pertahanan Tubuh 2010

Sel dendritik adalah sel fagositik yang terdapat pada jaringan yang terhubung dengan

lingkungan eksternal, utamanya adalah kulit (umum disebut sel Langerhans) dan

lapisan mukosa dalam dari hidung, paru-paru,

[lambung], dan usus. Mereka dinamai sel dendritik

karena dendrit neuronal mereka, namun mereka

tidak berhubungan dengan sistem syaraf. Sel

dendritik sangat penting dalam proses kehadiran

antigen dan bekerja sebagai perantara antara sistem

imun turunan dan sistem imun adaptif.

h. Basofil dan Eosinofil

Basofil dan eosinofil adalah sel yang berkaitan dengan neutrofil. Ketika diaktivasi

oleh serangan patogen, basofil melepaskan histamine yang penting untuk pertahanan

melawan parasit, dan memainkan peran dalam reaksi alergi (seperti asma). Setelah

diaktivasi, eosinofil melepaskan protein yang sangat beracun dan radikal bebas yang

sangat efektif dalam membunuh bakteri dan parasit, namun juga bertanggung jawab

dalam kerusakan jaringan selama reaksi alergi berlangsung. Aktivasi dan pelepasan

racun oleh eosinofil diatur dengan ketat untuk mencegah penghancuran jaringan yang

tidak diperlukan.

B. Sel pembunuh alami

Sel pembunuh alami adalah komponen dari sistem imun turunan. Sel pembunuh alami

menyerang sel yang terinfeksi oleh mikroba, namun tidak menyerang mikroba tersebut.

Sel pembunuh menyerang dan menghancurkan sel tumor, sel yang terinfeksi virus, dan

sebagainya dengan proses yang disebut dengan “missing-self”. Istilah ini muncul karena

rendahnya jumlah penanda (marker) permukaan sel yang disebut MHC I (major

histocompatibility complex), suatu keadaan yang muncul ketika terjadi infeksi. Mereka

dinamai sel pembunuh alami karena mereka bergerak tanpa membutuhkan aktivasi.

a. Sel Natural Killer

Dulunya sel ini disebut sel null, karena tidak memiliki reseptor permukaan

seperti limfosit lainnya. Kemudian ternyata ditemukan bahwa sel ini memiliki

reseptor untuk komplemen C3 dan reseptor Fc. Sel ini bersifat non fagositik. Populasi

sel ini dapat membunuh sasaran secara spontan tanpa sensitisasi terlebih dahulu dan

25

Page 26: PEMBAHASAN

Pertahanan Tubuh 2010

tidak bergantung pada produk MHC. Sel natural killer memegang peranan penting

dalam pertahanan alamiah terhadap pertumbuhan sel kanker dan berbagai penyakit

infeksi virus. Sel ini diduga berasal dari sumsum tulang. Lisis sel sasaran natural

killer cell ini dapat terjadi dalam beberapa tahapan, yaitu:

a) Pengikatan sel sasaran

b) aktivasi sel efektor melalui sinyal dan transduksi sinyal

c) melancarkan lethal hit pada sel sasaran

d) pelepasan sel natural killer dari sel sasaran dan siklus ulang.

26

Page 27: PEMBAHASAN

Pertahanan Tubuh 2010

Gambar Hemopoesis dalam sistem imun.

27

Page 28: PEMBAHASAN

Pertahanan Tubuh 2010

4. Antigen dan Antibodi

A. Antigen

Imunitas didapat tidak akan terbentuk sampai ada invasi oleh organism asing

atau toksin, maka jelaslah tubuh harus mempunyai suatu mekanisme tertentu untuk

mengenali invasi ini. Setiap toksin atau setiap jenis organisme hampir selalu mengandung

satu atau lebih senyawa kimia spesifik yang membuatnya berbeda dengan seluruh

senyawa lainnya. Pada umumnya, senyawa tersebut adalah protein atau polisakarida bear,

dan senyawa inilah yang memicu imunitas didapat. Bahan-bahan ini disebut antigen

(antibody generation). Antigen yang juga disebut imunogen adalah bahan yang dapat

merangsang respon imun atau bahan yang dapat merangsang yang dapat bereaksi dengan

antibodi yang sudah ada tanpa memperhatikan kemampuannya untuk merangsang

produksi antibodi. Secara fungsional antigen dibagi menjadi imunogen dan hapten.

Bahan kimia ukuran kecil seperti dinitrofdenol dapat diikat antibodi, tetapi bahan tersebut

sendiri tidak dapat mengaktifkan sel B, untuk memacu respon antibodi, bahan kecil

tersebut perlu diikat oleh molekul besar. Agar suatu bahan dapat bersifat antigentik,

biasanya harus mempunyai berat molekul yang besar, 8000 atau lebih, selanjutnya proses

pembentukan sifat antigentik biasanya bergantung pada pengulangan kelompok secara

regular, yang disebut epitop pada permukaan molekul besar.

Epitop atau determinan antigen adalah bagian dari antigen yang dapat membuat

kontak fisik dengan reseptor antibodi, menginduksi pembentukan antibodi, dapat diikat

spesifik oleh bagian dan antibodi atau oleh reseptor antibodi. Makromolekul dapat

memiliki berbagai epitop yang masing-masing merangsang produksi antibodi spesifik

yang berbeda. Paratop adalah bagian dari antibodi yang mengikat epitop.

a. Pembagian Antigen

1) Pembagian antigen menurut epitop

Undertermina, univalen

Hanya satu jenis determinan/epitop pada satu molekul.

28

Page 29: PEMBAHASAN

Pertahanan Tubuh 2010

Underterminan, multivalent

Hanya satu jenis determinan tetapi dua atau lebih determinan tersebut

ditemukan pada satu molekul

Multideterminan, univalen

Banyak epitop yang bermacam-macam tetapi hanya satu dari setiap

macamnya (kebanyakan protein)

Multideterminan, multivalen

Banyak macam determinan dan banyak dari setiap macam pada satu molekul

(antigen dengan berat molekul yang tinggi dan kompleks secara kimiawi)

2) Pembagian Antigen Menurut Spesifisitas

Heteroantigen, yang dimiliki oleh banyak spesies

Xenoantigen, yang hanya dimiliki spesies tertentu

Aloantigen (isoantigen), yang spesifik untuk individu dalam satu spesies

Antigen organ spesifik, yang hanya dimiliki oleh tertentu

Autoantigen, ysng dimiliki alat tubuh sendiri

3) Pembagian Antigen Menurut Ketergantungan Terhadap Sel T

T dependen, yang memerlukan pengenalan oleh sel T terlebih dahulu untuk

dapat menimbulkan respons antibodi. Kebanyakan antigen protein termasuk

dalam golongan ini

T independen, yang dapat merangsang sel B tanpa bantuan sel T untuk

membentuk antibodi. Kebanyakan antigen golongan ini berupa molekul besar

polimerik yang dipecah di dalam tubuh secara perlahan-lahan, misalnya

lipopolisakarida, dll.

4) Pembagian Antigen Menurut Sifat Kimiawi

a. Hidrat arang (Polisakarida)

Hidrat arang pada umumnya imunogenik. Glikoprotein yang merupakan

bagian permukaan sel banyak mikroorganisme dapat menimbulkan respon

imun terutama pembentukan antibodi.

29

Page 30: PEMBAHASAN

Pertahanan Tubuh 2010

b. Lipid

Lipid biasanya tidak imunogenik, tetapi menjadi imunogenik bila diikat

protein pembawa. Lipid dianggap sebagai hapten.

c. Asam nukleat

Asam nukleat tidak imunogenik, tetapi dapat menjadi imunogenik bila diikat

protein molekul pembawa

d. Protein

Kebanyakan protein adalah imunogenik dan pada umumnya multideterminan

dan univalen.

B. Antibodi

Antibody merupakan gamma globulin yang disebut immunoglobulin (disingkat sebagai

Ig), yang berat molekulnya antara 160.000 dan 970.000. immunoglobulin biasanya

mencakup sekitar 20% ari seluruh protein plasma. Semua immunoglobulin terdiri atas

kombnsi atau rantai polipeptida ringan dan berat. Sebagian besar merupakan kombinasi

2 rantai berat dan 2 rantai ringan, meskipun begitu, ada beberapa immunoglobulin yang

mempunyai kombinasi sampai 10 rantai berat dan 10 rantai ringan, yang menghasilkan

immunoglobulin dengan berat molekul besar. Dalam semua immunoglobulin, tiap rantai

beratterletak sejajar dengan satu rantai ringan pada selah satu ujngnya, sehingga

membentuk satu pasang berat-ringan, serta selalu terdapat sedikitnya 2 pasang dan

sebanyak-banyaknya 10 pasang semacam ini dalam setiap molekul immunoglobulin.

Ada 2 jenis rantai ringan Κ(kappa) dan λ(lambda) yang terdiri atas 230 asam

amino serta 5 jenis rantai berat (gamma(γ), mu (δ), alfa (α), delta (δ), dan epsilon (ε))

yang bergantung pada kelima jenis Ig yaitu IgM, IgG, IgA, IgD, dan IgE.

1. IgG

Merupakan komponen utama (terbanyak) Ig serum, dengan berat molekul 160.000

(rumus molekul H2L2). IgG juga sering ditemukan dalam berbagau cairan lain seperti

cairan saraf sentral (CSF) dan juga urin. IgG merupakan satu-satunya antibodi yang

30

Page 31: PEMBAHASAN

Pertahanan Tubuh 2010

dapat menembus plasenta dan masuk kedalam janin dan berperan pada imunitas bayi

sampai umur 6-9 bulan.

2. IgA

Merupakan Ig utama dalam sekresi seperti susu, saliva, dan air mata serta pada

sekresi saluaran pernafasan, pencernaan dan genital. IgA melindungi selaput lendir

dari bakteri dan virus. Setiap molekul IgA sekretori (BM 400.000) terdiri dari 2 unit

H2L2 (dimer) dan satu molekul J (joining)dan komponen sekretori. Sedangkan IgA

dalam serum sebagai suatu monomer H2L2 (BM 170.000). sekurang-kurangnya

terdapat 2 kelas yaitu IgA1 dan IgA2.

3. IgM

Mempunyai rumus pentamer (5 unit H2L2) dan merupakan Ig terbesar. IgM adalah Ig

utama yang dihasilkan pada awal respon imun primer. Kebanyakan sel B

mengandung IgM pada permukaan sebagai reseptor. IgG merupakan Ig yang paling

efisien pada aglutinasi, fiksasi komplemen dan reaksi antigen-antibodi lainnya serta

penting dalam pertahanan melawan bakteri dan virus. Ig tersebut dapat dihasikan

pada janin apabila janin terkena infeksi, karena sel Bnya dirangsang oleh infeksi

tersebut.

4. IgD

Ditemukan dalam serum dalam jumlah sangat rendah. IgD bekerja bersama IgM

dipermukaan sel B sebagai reseptor antigen pada aktivasi sel B.

5. IgE

Ditemukan dalam serum dalam jumlah sangat sedikit. Regio Fc pada IgE berikatan

pada reseptor di permukaan sel mast dan eosinofil. IgE yang terikat bekerja sebagai

suatu reseptor untuk antigen yang merangsang produksinya dan kompleks antigen-

antibodi yang terbentuk mencetuskan respon alergi tipe segera (anafilaktik) melalui

pelepasan mediator. IgE pada alergi dikenal sebagai antibodi reagin.

31

Page 32: PEMBAHASAN

Pertahanan Tubuh 2010

Mekanisme Kerja Antibodi

Antibodi dapat mematikan aktivitas agen peninvasi dengan salah satu cara berikut ini:

Aglutinasi : proses yang banyak menyebabkan banyak partikel besar dengan

antigen dipermukaannya.

Presipitasi : proses yang menyebabkan kompleks molekular dari antigen yang

mudah larut dan antibodi menjadi begitu besar sehigga berubah menjadi tidak

larut dan membentuk presipitat.

Netralisasi ; proses yang menyebabkan antibodi menutupi tempat-tempat

toksik dari agen yang bersifat antigenik.

Lisis : prose yang menyebabkan beberapa antibodi yang sangat kuat kadang-

kadang mampu langsung menyerang membran sel agen penyebab penyakit

sehigga menyebabkan agen tersebut ruptur.

5. Sistem Komplemen (Sistem C)

A. Definisi

Komplemen ialah sekumpulan protein plasma yang merupakan mediator utama / primer

dari reaksi antigen-antibodi, dan terdiri atas sekitar 20 jenis protein yang berbeda satu

sama lain, baik dalam sifat kimia maupun dalam fungsi imunologik.

Sistem Komplemen adalah mekanisme pertahanan lain yang diaktifkan secara

nonspesifik sebagai respons terhadap invasi organisme. Sistem ini juga dapat diaktifkan

oleh antibodi sebagai bagian dari strategi imun spesifik. Pada kenyatannya, sistem ini

mendapat namanya dari fakta bahwa sistem tersebut melengkapi (complement) kerja

antibodi, yaitu mekanisme primer yang diaktifkan oleh antibodi untuk mematikan sel-sel

asing.

Sistem komplemen terdiri dari protein-protein plasma yang dihasilkan oleh hati

dan beredar dalam darah dalam bentuk inaktif. Setelah komponen pertama, C1,

diaktifkan, komponen tersebut akan megaktifkan komponen berikutnya, C2, dan

demikian seterusnya, dalam suatu jenjang reaksi pengaktifan. Lima komponen terakhir,

32

Page 33: PEMBAHASAN

Pertahanan Tubuh 2010

C5 samapai C9, membentuk kompleks protein besar seperti donat, membran attack

compleks (MAC), yang menyerang membran permukaan mikroorganisme di dekatnya

dengan membenamkan dirinya, sehingga terbentuk sebuah saluran besar di membran

permukaan mikroba tersebut. teknik membolongi ini menyebabkan membran bocor,

terjadi fluks osmotik air ke dalam sel korban, sehingga sel tersebut membengkak dan

pecah. Lisis yang diinduksi oleh komplemen ini adalah cara utama pembunuhan mikroba

tanpa proses fagositosis.

B. Aktivasi dan Mekanisme Jenjang Komplemen

1. Jalur klasik

C1 yang diikat di regio Fc tersusun dari 3 protein : C1q, C1r, C1s.

C1q terikat ke regio Fc IgG & IgM

Antibodi – antigen digabung dengan C1 mengaktifkan C1s

C1s membebaskan C4 & C2 untuk membentuk C4b2a untuk merupakan

konvertase aktif yang memecah molekul C3 menjadi 2 fragmen : C3a dan C3b.

C3a ialah suatu anaflatoksin

C3b membentuk kompleks dengan C4b2a menghasilkan C5 konvertase yang

memecah C5 menjadi C5a dan C5b. C5a merupakan anafilatoksin dan faktor

kemotaktik

C5b terikat ke C6 dan C7 membentuk kompleks yang menyisip ke membran

bilayer

C8 terikat ke kompleks C5b-C6-C7, diikuti polimerisasi sampai 16 molekul C9

Dihasilkan kompleks penyerang dan terjadi sitolisis

2. Jalur Lektin

a. Protein plasma MBL (Mannose Binding Lectin) terikat pada manosa yang

ditemukan di polisakarida permukaan mikroba seperti LPS

b. MBL lalu berinteraksi dengan 2 proteinase serin yaitu MASP dan MASP 2

(mannnosa - binding lectin – associated serine proteinase). Interaksi antara MBL

dengan MASP dan MASP 2 analog dengan interaksi antara C1q dengan C1r dan

C1s sehingga mampu mengaktivasi jalur klasik tanpa tergantung antibody.

33

Page 34: PEMBAHASAN

Pertahanan Tubuh 2010

3. Jalur Alternatif

Dilakukan oleh endotoksin dan agen infeksius, tanpa diawali terbentuknya kompleks

antigen-antibodi. Mekanismenya :

1. Reaksi dapat terjadi bila C3b mlekat pada permukaan sel yang mungkin berasal

dari reaksi C3 dengan factor B

2. C3b bereaksi dengan factor B dan D membentuk C3bBb. Proses ini ditingkatkan

lagi oleh properdin yang memperlambat disosiasi factor B. C3bBb menghasilkan

lebih banyak C3b.

3. C3b tambahan terikat ke C3 konvertase untuk membentuk C3bBbC3b

4. C3bBbC3b merupakan jalur alternative bagi C5 konvertase untuk membentuk

C5b

5. Terbentuk komplek penyerang membrane

C. Fungsi Sistem Komplemen

Tidak seperti sistem berjenjang lainnya, yang satu-satunya fungsi berbagai komponennya

adalah pengaktifan prekursor berikutnya dalam jenjang, beberapa protein dalam

jengjkang komplemen juga melakukan fungsi penting lain. Selain destruksi langsung sel

asing yang dilakukan oleh membran attack complex, berbagai komponen komplemen

yang sudah aktif juga memperkuat proses peradangan dengan:

1. Berfungsi sebagai kemotaksin, yang menarik dan mengarahkan fagosit profesional ke

tempat pengaktifan komplemen (yaitu, tempat invasi mikroba)

2. Bekerja sebagai opsonin dengan berikatan dengan mikroba, sehingga fagositosis

menjadi lebih mudah

3. Meningkatkan vasodilatasi dan permeabilitas vaskuler untuk meningkatkan aliran

darah ke tempat invasi

4. Merangsang pengeluaran histamin dari sel-sel mast di sekitarnya, ayng kemudian

meningkatkan perubahan vaskuler lokal khas untuk peradangan

5. Mengaktifkan kinin, yang semakin memperkuat reaksi peradangan

34

Page 35: PEMBAHASAN

Pertahanan Tubuh 2010

D. Fungsi Imunobiologis Komplemen

Efek positif pada hospes :

1. peningkatan pembunuhan mikroorganisme

2. pembersihan kompleks imun dengan efisien

3. induksi dan penguatan respon antibody

Efek negative pada hospes, jika komplemen pada keadaan :

1. Bila diaktifkan secara sistemik pada skala besar

2. Bila diaktifkan oleh nekrosis jaringan, ex. Pada infark miokard

3. Bila diaktifkan oleh respon autoimun terhadap jaringan hospes

Efek biologis utama komplemen

1. Opsonisasi

Sel, kompleks antigen-antibodi, dan partikel lain difagosit lebih efisien dengan

adanya C3b karena adanya reseptor C3b pada permukaan banyak fagosit

2. Kemotaksis

C5 menstimulasi gerakan neutrofil

3. Anafilatoksin

C3a, C4a, C5a menyebabkan degranulasi sel mast dengan pelepasan mediator,

yang menyebabkan peningkatan permeabilitas vascular dan kontraksi otot polos.

4. Sitolisis

Insersi kompleks C5b6789 ke permukaan sel menyebabkan mati atau lisisnya

banyak tipe sel termasuk eritrosit, bakteri, dan sel tumor

35

Page 36: PEMBAHASAN

Pertahanan Tubuh 2010

36

Page 37: PEMBAHASAN

Jalur MB lektin

MBL

Jalur klasik

C3

Factor B, D, properdin

Kompleks imun

[C3bBb][C4b2a]

C3 konvertase

C3b

[C3bB3b][C4b2a3b]

C5 konvertase

C5b

C5b – C9

Kompleks penyerang membran

Lisis sel

Jalur alternatif

Permukaan mikrobiaPermukaan mikrobia

C6, C7, C8, C9

C5

C3C3a

C5a

C1 yang diaktivasi

C4, C2

Pertahanan Tubuh 2010

Gambar di atas Urutan Reaksi Komplemen

37

Page 38: PEMBAHASAN

Pertahanan Tubuh 2010

6. Agen Penyebab Peradangan

Proses peradangan melibatkan sederet peristiwa yang dapat disebabkan oleh berbagai suatu

pola respons yang khas yang menunjukan keragaman yang relative kecil. Pada tingkat

makroskopik, respons tersebut biasanya disertai dengan tanda-tanda klinis yang umum.

Stimulus misalnya zat-zat penginfeksi, iskemia, interaksi antigen-antibodi, serta

cedera karena panas atau karena cedera fisik lain. Setiap jenis stimulus memicu seperti

eritema, edema, eksudat, kongesti, hiperalgesia dan nyeri.

Respons peradangan terjadi dalam 3 fase berbeda, masing-masing tampak

diperantarai oleh mekanisme yang berbeda:

1. Fase singkat akut, ditandai oleh vasodilatasi lokal dengan peningkatan permeabilitas

kapiler

2. Fase sub akut lambat, tanda yang paling menonjol berupa infiltrasi leukosit dan sel

fagosit

3. Fase proliferative kronik, pada fase ini terjadi kerusakan jaringan dan fibrosis

Banyak mekanisme berbeda yang terlibat dalam proses perdangan. Kemampuan

untuk bertahan hidup dalam menghadapi pathogen lingkungan dan cedera. Walaupun dalam

keadaan dan penyakit tertentu, respons peradangan

mungkin berlebihan dan berlangsung lama tanpa

alasan dan

manfaat yang

jelas

38

Page 39: PEMBAHASAN

Pertahanan Tubuh 2010

BAB III

Penutup

Simpulan

Di dalam tubuh kita terdapat banyak sel yang mengatur seluruh sistem yang bekerja.

Tentunya sel-sel tersebut harus memiliki kemampuan untuk mengenal diri mereka sendiri dan

agen asing (antigen, imunogen, pathogen dan mikroba). Sistem kemampuan tubuh untuk

melawan agen asing tersebut disebut Imunitas. Secara umum, sistem imunitas dibagi menjadi 2,

yakni Imunitas non-spesifik sebagai line pertahanan pertama dan kedua dimana terjadi proses

peradangan dan Imunitas spesifik yang merupakan line pertahanan terkuat karena melibatkan

banyak sel-sel serta organ-organ yang membantu dalam melawan agen asing. Imunitas spesifik

ini dibagi dalam 2 kelompok; humoral dan Selular. Imunitas humoral paling banyak diperankan

oleh sel B yang menghasilkan antibody dan imunitas selular paling banyak diperankan oleh sel T

(helper dan sitotoksik) yang menyerang antigen. Selain kedua sistem tersebut, ada sistem

pelengkap yang disebut sistem komplemen yang membantu imunitas humoral maupun selular.

39

Page 40: PEMBAHASAN

Pertahanan Tubuh 2010

Daftar Pustaka

Bratawidjaja, K, G. Iris, R. (2009). Imunologi Dasar. 8th ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Burmester, Gerd-Rϋdiger. Antonio, P. (2003). Color Atlas of Immunology. New York: Thieme

Campbell, N.A., Reece, J.B, et al. (2002). Biologi, jilid. 3. 5th edition. Jakarta: Erlangga.

Eroschenko, Victor P. (2003). Atlas Histologi di Fiore dengan korelasi fungsional. 9th ed.

Jakarta: EGC

Guyton, A.C., & Hall, J.E. (2007). Buku ajar fisiologi kedokteran. 11th edition. Jakarta: EGC.

Price, S.A & Wilson, L.M. (2006). Patofisiologi : konsep klinis dasar proses – proses

penyakit. ,vol. 1, 6th edition. Jakarta: EGC.

Robbins SL., Kumar V., Cotran RS. (2007). Buku Ajar Patologi. 7th ed. Jakarta: EGC.

40