PELAKSANAAN E-GOVERNMENT PADA LAYANAN...

21
PELAKSANAAN E-GOVERNMENT PADA LAYANAN PENGADAAN SECARA ELEKTRONIK ( LPSE ) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2014 (Studi Kasus Dalam Pelaksanaan E-Procurement) NASKAH PUBLIKASI Oleh : EVINNALDY NIM : 100565201332 PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MARITIM RAJA HAJI TANJUNGPINANG 2016

Transcript of PELAKSANAAN E-GOVERNMENT PADA LAYANAN...

1

PELAKSANAAN E-GOVERNMENT PADA LAYANAN PENGADAAN

SECARA ELEKTRONIK ( LPSE ) PROVINSI KEPULAUAN RIAU

TAHUN 2014

(Studi Kasus Dalam Pelaksanaan E-Procurement)

NASKAH PUBLIKASI

Oleh :

EVINNALDY

NIM : 100565201332

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA HAJI

TANJUNGPINANG

2016

1

PELAKSANAAN E-GOVERNMENT PADA LAYANAN PENGADAAN

SECARA ELEKTRONIK ( LPSE ) PROVINSI KEPULAUAN RIAU

TAHUN 2014

(Studi Kasus Dalam Pelaksanaan E-Procurement)

EVINNALDY

Mahasiswa Ilmu Pemerintahan, FISIP UMRAH

Provinsi Kepulauan Riau menggunakan e-procurement dimulai pada

tahun 2008 dengan berdirinya kantor Layanan Pengadaan Secara Elektonik

Provinsi Kepulauan Riau. Layanan Pengadaan Secara Elektronik adalah unit kerja

yang dibentuk di berbagai instansi dan pemerintah daerah untuk melayani Unit

Layanan Pengadaan atau Panitia Pengadaan yang akan melaksanakan pengadaan

secara elektronik. Fenomena yang terjadi bahwa peneliti menemukan beberapa

masalah pada kantor Layanan Pengadaan Secara Elektronik Provinsi Kepulauan

Riau yang akan menghambat berjalannya Layanan Pengadaan Secara Elektronik

Provinsi Kepulauan Riau, yaitu banyaknya keluhan yang datang dari pihak

swasta, mereka mengatakan bahwa kurangnya sosialisasi yang dilakukan pihak

Layanan Pengadaan Secara Elektonik berkaitan dengan tata caea dan prosedur

pelelangan. Karena ketidatahuan tersebut hanya beberapa dari pihak swasta yang

benar-benar memahami. Bahkan sebagian pihak swasta lainnya sulit untk

mengakses masuk ke situs Layanan Pengadaan Secara Elektonik untuk mengikuti

pelelangan.

Tujuan penelitian ini pada dasarnya adalah untuk mengetahui tentang

implementasi e-government pada layanan pengadaan secara elektronik Provinsi

Kepulauan Riau Tahun 2014 dalam pelaksanaan E-Procurement. Pada penelitian

ini penulis menggunakan jenis penelitian Deskriptif Kualitatif. Dalam penelitian

ini informan terdiri dari 6 orang dari pegawai dan dari pihak swasta. Teknik

analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis data

deskriptif kualitatif.

Kesimpulan dalam penelitian ini adalah Implementasi E-Government Pada

Layanan Pengadaan Secara Elektronik ( LPSE ) Provinsi Kepulauan Riau Tahun

2014 (Studi Kasus Dalam Pelaksanaan E-Procurement) sudah berjalan dengan

baik di Provinsi Kepulauan Riau, walaupun masih ada beberapa pihak swasta

yang masih belum mendukung Pelaksanaan E-Procurement dengan alasan tidak

meaamahami tentang prosedur dan alur dalam pelelangan.

Kata Kunci : Implementasi, E-Goverment, E-Procurment, Layanan Pengadaan

Secara Elektronik

2

EVALUATION OF VILLAGE EXPANSION AIR GLUBI

COASTAL BINTAN DISTRICT DISTRICT BINTAN

EVINNALDY

Students of Science Of Government, FISIP, UMRAH

The Riau Islands province using e-procurement started in 2008 with the

establishment of the Office of Procurement Services by electronic Group In the

province of Riau Islands. Procurement Services Electronically is a work unit that

was formed in the various agencies and local governments to serve the

Procurement Services Unit or the Procurement Committee will carry out

procurement electronically. Phenomenon that occurs that researchers found

several problems in Procurement Services Office Electronically the Riau Islands

province that will impede the passage of Procurement Services Electronically the

Riau Islands province, i.e., the number of complaints coming from private parties,

they say that the lack of socialization which is done In the Procurement Service by

electronic group parties associated with the caea and the auction procedure.

Because the ketidatahuan are just some of the private companies that really

understand. Even most other private parties difficult to access entry to the sites by

electronic Group In the Procurement Service to follow the auction.

The purpose of this research is basically to find out about the

implementation of e-government procurement service electronically on the Riau

Islands province by 2014 in the implementation of E-Procurement. In this study

the author uses Descriptive types of Qualitative research. Informants in this study

consists of 6 people from employees and from private parties. Data analysis

techniques used in this research is descriptive qualitative data analysis

techniques.

Conclusions in this study was the implementation of E-Government

Services Procurement Electronically Riau Islands province by 2014 (a case study

in implementing E-Procurement) is already well underway in the Riau Islands

province, although there are still some private parties who still do not support the

implementation of E-Procurement by reason not to understanding about the

procedure and the Groove in the auction.

Keywords: Implementation, E-Government, E-Procurment, Procurement

Services Electronically

3

PELAKSANAAN E-GOVERNMENT PADA LAYANAN PENGADAAN

SECARA ELEKTRONIK ( LPSE ) PROVINSI KEPULAUAN RIAU

TAHUN 2014

(Studi Kasus Dalam Pelaksanaan E-Procurement)

A. Latar Belakang

Good governance yang diidealkan tersebut akan terwujud jika di dalam

praktik pemerintahan yang melibatkan banyak stakeholder tersebut diadopsi

berbagai prinsip, seperti : transparansi, partisipasi, akuntabilitas, kepastian hukum

dan lain-lain. Di Indonesia, buruknya praktik governance dapat ditemui dalam

kasus pengadaan barang dan jasa. Praktik-praktik seperti kolusi dan manipulasi

pengadaan seolah menjadi sesuatu yang wajar dan dapat ditemui di hampir setiap

level pemerintahan.Untuk mengatasi persoalan tersebut penerapan prinsip-prinsip

good governance perlu dilakukan di dalam pengadaan barang dan jasa oleh

pemerintah.

Salah satu alat atau instrumen yang dapat dipakai untuk mewujudkan

prinsip-prinsip tersebut adalah dengan mengadopsi e-Procurement.Hal ini karena

e-Procurement memfasilitasi proses barang dan jasa pemerintahan untuk dapat

dilakukan secara transparan, yang secara virtual semua orang punya kesempatan

untuk dapat terlibat di dalamnya. Keterlibatan tersebut dapat diterjemahkan dalam

arti luas, tidak hanya mengikuti tender, akan tetapi juga dalam melakukan

pengawasan terhadap proses pengadaan barang dan jasa yang dilakukan oleh

pemerintah. Pada akhirnya dalam penerapan e-Procurement tersebut transparasi

dan akuntabilitas dalam pengadaan barang dan jasa publik dapat diwujudkan.

4

Pengadaan (ULP) atau Pengadaan yang akan melaksanakan pengadaan secara

elektronik. LPSE melayani registrasi penyedia barang dan jasa yang berdomisili di

wilayah kerja LPSE yang bersangkutan. Perbedaan LPSE dan ULP adalah LPSE

adalah unit kerja yang dibentuk di berbagai instansi dan pemerintah daerah untuk

melayani Unit Layanan Pengadaan (ULP) atau Panitia Pengadaan yang akan

melaksanakan pengadaan secara elektronik.Unit layanan pengadaan (ULP) adalah

unit organisasi yang menjadi bagian dari kementerian, lembaga, pemerintah

daerah, institusi yang berfungsi melaksanakan pengadaan barang atau jasa yang

bersifat permanen. Unit ini dapat berdiri sendiri atau melekat pada unit yang

sudah ada.

Landasan hukum yang mendasari lahirnya layanan ini adalah: Keputusan

Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang

dan Jasa Pemerintah. Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2003 tentang Paket

Kebijakan Ekonomi Menjelang dan Sesudah Berakhirnya Program Kerjasama

dengan International Monetary Fund (IMF).Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun

2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi.Peraturan Presiden Nomor 8

Tahun 2006 tentang Perubahan Keempat atas Keputusan Presiden Nomor 8 Tahun

2003 (tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jada Pemerintah).

Pengadaan barang/jasa secara elektronik (e-Procurement) akan meningkatkan

transparansi, sehingga persaingan sehat antar pelaku usaha dapat lebih cepat

terdorong. Dengan demikian optimalisasi dan efisiensi belanja negara segera

dapat diwujudkan.

5

Pengadaan barang dan jasa dalam konsep E-Government maka lahirnya E-

Governmentprocurement. E-procurementdalam implementasinya jaminan

keamanan data dimana dalam prosesnya akan meningkatkan transparansi dan

akuntabilitas. Sehingga proses akan sangat terbuka yang pada gilirannya

persaingan hebat yang adil dan non diskriminatif antar pelaku usaha dapat lebih

cepat terdorong sehingga efisiensi dan efektivitas belanja Negara segera dapat

diwujudkan.

Guna melaksanakan ketentuan pasal 111 Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun

2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, dan meningkatkan efisiensi,

efektivitas, transparansi, persaingan sehat, dan akuntabilitas dalam pelasanaan

pengadaan barang / jasa pemerintah maka perlu dibuat suatu peraturan menteri

yang mengatur tentang proses pengadaan barang/jasa pemerintah secara

elektronik dilakukan. Penerapan e-Procurement di sektor publik sebenarnya

diadopsi dari penerapan e-Procurement di bidang bisnis.Meningkatnya tekanan

persaingan bisnis telah mendorong perusahaan untuk mengadopsi e-Procurement

sebagai strategi mengurangi biaya dan meningkatkan keuntungan. Proses

pembelian dan penjualan barang melalui cara konvensioanl (e-Procurement),

dianggap tiodak efisien dan efektif lagi untuk mendukung kegiatan bisnis.

Salah satu keuntungan terpenting penerapan e-Procurement adalah

kemampuannya sebagai mekanisme integrasi baik di dalam perusahaan maupun

dengan supplier.Selain itu, e-Procurement juga dipercaya mampu meningkatkan

kolaborasi antara pembeli dan pemasok, mengurangi kebutuhan personel,

meningkatkan koordinasi, mengurangi biaya transaksi, siklus pembelian dan

6

penjualan barang yang lebih pendek, tingkat inventarisasi yang lebih rendah dan

transparansi yang lebih besar. Perusahaan multinasional sangat optimis dengan

penghematan biaya yang akan diperoleh melalui penerapan e-Procurement secara

penuh.

Dalam konteks ini, e-Procurement dipahami sebagai tempat pasar dari sektor

bisnis ke bisnis, rangkaian pemasokan secara elektronik, pusat perdagangan atau

komunitas dagang, yang secara substansial berbasis jaringan internet dimana satu

atau lebih perusahaan berusaha untuk mendapatkan sumber supliernya pada harga

serendah mungkin. Sistem e-Procurement melaksanakan tender melalui internet

sehingga membantu perusahaan dalam mendapatkan sumber input produk dan

jasa pada harga terendah, memastikan bahwa input tersebut memadai secara teknis

dan spesifikasi tender lainnya. Dengan membuat proses tersebut berbasis internet,

e-Procurement merubah proses sebelumnya yang hanya sekedar komputerisasi

dan otomatisasi.

Pengadaan barang dan jasa dengan menggunakan cara e-Procurement dapat

dilakukan dalam jangka waktu yang lebih cepat dibanding dengan cara yang

dilakukan dengan cara konvensional. Rata-rata waktu yang diperlukan untuk

pengadaan barang dan jasa cara manual adalah 36 (tiga puluh enam) hari

sedangkan apabila dengan cara e-Procurement hanya berkisar 20 (dua puluh) hari.

Hal ini dikarenakan dengan sistem elektronik, proses pengumuman pengadaan,

penawaran, seleksi dan pengumuman pemenang dapat dilakukan dengan lebih

cepat.

7

Disamping waktu yang bisa lebih cepat e-Procurement juga bisa menghemat

anggaran, karena dapat mengurangi biaya konsumsi dapat maupun penggandaan

dokumen dan terutama adalah dari adanya selisih antara pagu anggaran dan harga

penawaran.Adanya kebijakan desentralisasi telah membawa harapan baru bagi

pemerintah Kepri dan masyarakatnya untuk mengembalikan kejayaan yang

pernah dimilikinya di masa lalu. Dengan posisi strategisnya, dan potensi alam

yang dimilikinya Kepri mempunyai banyak peluang, yang dimungkinkan menjadi

salah satu pusat pertumbuhan ekonomi bagi Pemerintah Republik Indonesia di

masa depan.

Adanya kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi telah memberi

keleluasaan kepada daerah untuk menata kembali baik ekonomi, politik, sosial

budaya untuk mengembalikan citra dan kepercayaan masyarakat dan Negara

tetangga baik dalam masalah kesehatan, keamanan, maupun masalah KKN yang

sudah menggurita dalam tubuh birokrasi.

Perilaku koruptif yang sudah mengakar dalam proses pengadaan barang dan

jasa pemerintah telah membuat posisi para pejabat birokrasi di Kepri merasa

terancam (tidak nyaman dan tidak aman) apalagi jika terjadi ketidakpuasan

terhadap hasil pelaksanaan tender yang selaman ini dilakukan secara

konvensional, meskipun proses lelang telah dilakukan secara normal sesuai aturan

yang ada namun tetap saja berbagai tudingan seringkali menyudutkan pihak aparat

yang terlibat dalam proses lelang / tender sehingga masalah tersebut memerlukan

solusi untuk mengatasinya. Oleh karena itu adopsi e-Procurement di Kepri

mendapat dukungan sepenuhnya baik dari jajaran eksekutif maupun legislatif

8

yang menginginkan terciptanya iklim investasi yang kondusif melalui penerapan

good governance dan clean government di Kepri.Sejalan dengan kebijakan

pemerintah untuk mencegah KKN, maka Gubernur Kepri telah menetapkan e-

Procurement sebagai prioritas pembangunan daerah pada tahun 2009. Dengan

adanya unit Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) proses pengadaan

barang dan jasa bisa lebih transparan, member akses lebih luas pada penyedia

barang / jasa sehingga akan lebih kompetitif, lebih efisien serta akuntabel karena

semua dikendalikan oleh sistem.

Dukungan dan komitmen pemerintah ditujukan dengan telah

direalisasikannya LPSE Kepri yang struktur pengelolaannya di bawah Biro

Administrasi Pembangunan Sekretariat Daerah Provinsi Kepri disertai dengan

berbagai fasilitasnya baik prasarana fisik, (gedung), infrastruktur teknologi

(jaringan internet, hardware & software), peraturan-peraturan pendukung

pelaksanaan e-Procurement maupun mempersiapkan sumber daya manusianya

dalam pengeloaan LPSE semua telah difasilitasi oleh Pemerintah Provinsi Kepri.

Dasar hukum pembentukan LPSE adalah Pasal 111 Nomor 54 Tahun 2010

tentang pengadaan barang/jasa pemerintah yang ketentuan teknis operasionalnya

diatur oleh Peraturan Kepala LKPP Nomor 2 Tahun 2010 tentang Layanan

pengadaan Secara Elektronik. LPSE dalam menyelenggarakan sistem pelayanan

Pengadaan Barang/Jasa secara elektronik juga wajib memenuhi persyaratan

sebagaimana yang ditentukan dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008

tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

9

Layanan yang tersedia dalam Sistem Pengadaan Secara Elektronik saat ini

adalah e-tendering yang ketentuan teknis operasionalnya diatur dengan Peraturan

Kepala LKPP Nomor 1 Tahun 2011 tentang Tata Cara E-Tendering. Selain itu

LKPP juga menyediakan fasilitas Katalog Elektronik (e-Catalogue) yang

merupakan sistem informasi elektronik yang memuat daftar,jenis, spesifikasi

teknis dan harga barang tertentu dari berbagai penyedia barang/jasa pemerintah,

proses audit secara online (e-Audit), dan tata cara pembelian barang/jasa melalui

katalog elektronik (e-Purchasing).

Provinsi Kepulauan Riau menggunakan e-procurement dimulai pada tahun

2008 dengan berdirinya kantor Layanan Pengadaan Secara Elektonik (LPSE)

Provinsi Kepulauan Riau . Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) adalah

unit kerja yang dibentuk di berbagai instansi dan pemerintah daerah untuk

melayani Unit Layanan Pengadaan (ULP) atau Panitia Pengadaan yang akan

melaksanakan pengadaan secara elektronik. Seluruh Unit Layanan Pengadaan

(ULP) dan Panitia Pengadaan dapat menggunakan fasilitas Layanan Pengadaan

Secara Elektronik (LPSE) yang terdekat dengan tempat kedudukannya. Layanan

Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) melayani registrasi penyedia barang dan

jasa yang berdomisili di wilayah kerja Layanan Pengadaan Secara Elektronik

(LPSE) Provinsi Kepulauan Riau yang bersangkutan kegiatan/pekerjaan yang

kategori pelaksanaannya berupa pengadaan barang di seluruh satuan kerja

dilingkungan Pemerintah Provinsi Kepuluan Riau.

Proses pelelangan yang dilakukan oleh rekanan pada awalnya dilakukan

secara manual dimana para reakanan pelelang melakukan pendaftaran kepada

10

Satuan Kerja Perangkat Daerah yang pengadaan barang dan jasa. Pemerintah

Provinsi Kepri sangat tertarik ketika pertama kali mendapat informasi tentang e-

procurement pada bulan November 2007 dari Bappenas.

Pemerintah Provinsi Kepri memiliki progress yang sangat baik dalam adopsi

e-procurement. Untuk menunjukkan komitmennya terhadap pentingnya

pelaksanaan e-procurement kemudian pemerintah mengeluarkan Peraturan

Gubernur No 5 Tahun 2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang /

Jasa Secara Elektronik di Lingkungan Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau pada

tanggal 12 Maret 2008, sebagai dasar hukum pelaksanaan e-procurement di

Provinsi Kepri.

Dalam penyelenggaraan e-procurement, langkah penting untuk menyatukan

visi tentang pentingnya e-procurement dalam mewujudkan good governance dan

clean goverment selanjutnya Pemerintah Kepri melakukan sosialisasi yang

pertama Peraturan Gubernur tentang “Layanan Pengadaan Secara Elektronik (e-

procurement) di lingkungan Provinsi Kepulauan Riau pada tanggal 25 April 2008,

dengan sasaran para Pengguna Anggaran, Kuasa Pengguna Anggaran, Pejabat

Pengadaan Barang /Jasa, Panitia Pengadaan dari masing-masing SKPD Provinsi

dan Kabupaten/Kota di lingkungan wilayah Pemprov. Kepulauan Riau dengan

menghadirkan nara sumber dari LKPP Bappenas. Sosialisasi tersebut

dimaksudkan agar e-procurement dapat dipahami dengan baik sehingga diperoleh

dukungan dan komitmen dari jajaran birokrasi terutama yang terlibat dalam proses

pengadaan barang/jasa pemerintah.

11

Kelemahan dari lelang dengan sistem on- line ini terletak pada server yang

down dan website yang tidak bisa diakses dalam waktu sekian jam.Jika hal ini

terjadi, peserta tender bisa gagal melakukan upload dokumen penawaran karena

telah melewati batas waktu yang telah ditentukan. Kelemahan lainnya adalah tidak

semua pertanyaan peserta tender mendapat jawaban dari panitia lelang, sehingga

adakalanya peserta lelang tidak melengkapi persyaratan lelang dan berakibat

panitia menggugurkan peserta lelang. Kelemahan lainya adalah system tidak bisa

mendeteksi kualitas dari suatu barang yang ditawarkan hanya berdasarkan harga

penawaran, sehingga kualitas barang yang diberikan/dihasilkan tidak sepenuhnya

memuaskan.

Fenomena yang terjadi bahwa peneliti menemukan beberapa masalah pada

kantor Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Provinsi Kepulauan Riau

yang akan menghambat berjalannya Layanan Pengadaan Secara Elektronik(LPSE)

Provinsi Kepulauan Riau, yaitu banyaknya keluhan yang datang dari pihak

swasta, mereka mengatakan bahwa kurangnya sosialisasi yang dilakukan pihak

LPSE berkaitan dengan tata caea dan prosedur pelelangan. Karena ketidatahuan

tersebut hanya beberapa dari pihak swasta yang benar-benar memahami. Bahkan

sebagian pihak swasta lainnya sulit untk mengakses masuk ke situs LPSE untuk

mengikuti pelelangan.

Berdasarkan permasalahan diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian dan pengkajian lebih jauh tentang fenomena yang terjadi dilapangan

dalam bentuk tulisan ilmiah dengan judul :“Pelaksanaan E-Government Pada

12

Layanan Pengadaan Secara Elektronik ( LPSE ) Provinsi Kepulauan Riau

Tahun 2014 (Studi Kasus Dalam Pelaksanaan E-Procurement)”

B. Landasan Teoritis

1. Implementasi Kebijakan

Taliziduhu (2000:7) mengatakan bahwa Ilmu Pemerintahan dapat

didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana pemerintah (unit kerja

publik) bekerja memenuhi dan melindungi tuntutan (harapan, kebutuhan) yang

diperintah akan jasa publik dan layanan publik, dalam hubungan pemerintahan.

Untuk memenuhi kebutuhan tersebut pemerintah membuat sebuah kebijakan

e-Procurement untuk mempermudah masyarat mendapatkan jasa layanan publik.

LPSE adalah suatu sistem yang dibentuk untuk menciptakan nilai-nilai good

governance dalam suatu layanan pengadaan barang dan atau jasa yang

dilindungi LPSE sebagai system tentu dirancang sedemikian rupa agar

mengurangi kontak antara panitia pengadaan dan rekanan yang dimungkinkan

akan terjadi korupsi. Selain itu juga supaya proses pengadaan lebih transparan dan

akuntabel.

Implementasi (pelaksanaan) kebijakan merupakan suatu bagian yang tidak

bisa dipisahkan dari perumusan kebijakan penetapan kebijakan dan evaluasi

kebijakan. Setelah kebijakan ditetapkan secara sah dan mempunyai kekuatan

hukum (legitimasi), maka kebijakan tersebut harus segera di implementasikan

sebab, kebijakan itu baru mempunyai arti bila kebijakan di implementasikan

melalui jalan yang sesuai dan sebagaimana seharusnya untuk kepentingan.

Menurut Winarno (2007:144) Implementasi dipandang secara luas

mempunyai makna pelaksanaan undang-undang dimana berbagai aktor,

13

organisasi, prosedur dan teknik bekerja bersama-sama menjalankan kebijakan

dalam upaya untuk meraih tujuan-tujuan kebijakan. Implementasi pada sisi yang

lain merupakan fenomena yang kompleks yang mungkin dapat dipahami sebagai

suatu proses, suatu keluaran (output) maupun sebagai suatu dampak (outcome).

Ripley dan Franklin (dalam Winarno, 2007;145) berpendapat bahwa

implementasi adalah apa yang terjadi setelah undang-undang ditetapkan yang

memberikan otoritas program, kebijakan, keuntungan dan benefit. Sementara itu ,

Grindle (dalam Winarno 2007:146) juga memberikan pandangannya tentang

implementasi dengan mengatakan bahwa secara umum, tugas implementasi

adalah membentuk suatu kaitan yang memudahkan tujuan-tujuan kebijakan bisa

direalisasikan sebagai dampak dari suatu kegiatan pemerintah.

Dari beberapa pendapat di atas dapat kita ketahui bahwa implementasi

menunjuk pada sejumlah kegiatan yang mengikuti pernyataan maksud tentang

tujuan-tujuan program dan hasil-hasil yang diinginkan oleh para pejabat

pemerintah.Implementasi mencakup tindakan-tindakan oleh berbagai aktor,

khususnya para birokrat yang dimaksud untuk membuat program berjalan.

Menurut Edward III (dalam Winarno, 2007:174) ada 4 faktor atau variabel

krusial yang menentukan keberhasilan suatu kebijakan :

1. Komunikasi

Tanpa adanya komunikasi maka pelaksanaan kebijakan tidak bisa berjalan

dengan efektif. Dengan komunikasi para pelaksana akan lebih mudah

melaksanakan tujuan-tujuan atau maksud dari kebijakan.

2. Sumber – Sumber

Sumber-sumber layak mendapat perhatian dalam melaksanakan kebijakan

baik itu sumber daya manusia, sarana dan prasarana serta sumber dana.

Tanpa adanya sumber-sumber maka kebijakan yang telah dirumuskan

mungkin hanya akan menjadi rencana saja tanpa adanya realisasi.

3. kecenderungan-kecendrungan

Kecenderungan dari para pelaksanan kebijakan merupakan faktor yang

mempunyai konsekuensi-konsekuensi penting bagi implementasi

kebijakan yang efektif.jika para pelaksana bersikap baik terhadap suatu

14

kebijakan tertentu, dan hal ini berarti adanya dukungan, kemungkinan

besar mereka melaksanakan kebijakan sesuai dengan yang diinginkan

pembuat kebijakan awals. Demikian pula sebaliknya, bila tingkah laku

para pelaksana berbeda dengan para pembuat keputusan,, maka proses

pelaksanaan suatu kebijakan akan menjadi semakin sulit.

4. Struktur Birokrasi

Birokrasi merupakan salah satu badan yang paling sering bahkan secara

keseluruhan menjadi pelaksana kebijakan. Kerja sama yang baik dalam

birokrasi dan struktur yang kondusif akan membuat pelaksanaan kebijakan

efektif.

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut di atas, dapat disimpulkan

implementasi kebijakan publik adalah suatu tindakan pejabat pemerintah atau

lembaga pemerintah dalam menyediakan sarana untuk melaksanakan progam

yang telah ditetapkan sehingga program tersebut dampak menimbulkan dampak

terhadap tercapainya tujuan.

2. e- Government/ e Procurement

Menurut Cahyana (2006) menerangkan bahwa: ”e-Government merupakan

kegiatan yang terkait dengan upaya seluruh lembaga pemerintah dalam bekerja

bersama-sama memanfaatkan teknologi komunikasi dan informasi, sehingga dapat

menyediakan jasa layanan elektronik dan informasi yang akurat kepada individu

masyarakat dan dunia usaha. Inisiatif e-Government adalah suatu proses yang

berlangsung terus menerus untuk memperbaiki kinerja pemerintah dan

penyelenggaraan layanan yang efisien bagi publik.

Perlu ditekankan bahwa, efisiensi sangat tergantung pada kurun waktu dan

teknologi. E-Government yang sangat efisien saat ini belum tentu efisien beberapa

tahun ke depan karena perkembangan TIK dan demand dari stakeholdernya.”

Pengembangan e-Government merupakan upaya untuk mengembangkan

15

penyelenggaraan kepemerintahan melalui penggunaan media elektronik untuk

meningkatkan kualitas layanan publik. Dengan adanya pengembangan

eGovernment maka perlu dilakukan penataan sistem dan proses kerja di

lingkungan pemerintahan melalui pemanfaatan teknologi informasi.

Pemanfaatan teknologi informasi tersebut mencakup 2 (dua) kegiatan atau

aktifitas yang berkaitan langsung, (Inpres No.3, 2003) yaitu: a. Pengolahan data,

pengelolaan informasi, sistem manajemen dan proses kerja secara elektronis; b.

Pemanfaatan kemajuan teknologi informasi agar pelayanan publik dapat diakses

secara mudah dan murah oleh masyarakat di seluruh wilayah negara.

Electronic Procurement (e-procurement) di definisikan sebagai

penggunaan teknologi informasi untuk mempermudah business-to-business (B2B)

bertransaksi pembelian untuk bahan/barang dan jasa. Penerapan teknologi sistem

informasi untuk memfasilitasi proses pengadaan (procurement) secara terpadu

merupakan fenomena yang terus mendapat perhatian dari para manajer, bahkan

secara khusus menjadi bahan kajian akademik.

Keuntungan utama e-procurement meliputi menghemat uang, waktu, dan

beban kerja tambahan yang normalnya berhubungan dengan pekerjaan tulis

menulis. Proses pengadaan konvensional biasanya melibatkan banyak pemrosesan

kertas-kertas, yang mana menghabiskan sejumlah besar waktu dan uang.

Tujuan dari E-Government adalah Pembentukan jaringan informasi dan

transaksi pelayanan publik yang berkualitas, cepat, dan terjangkau masyarakat

luas.Pembentukan hubungan interaktif dengan dunia usaha untuk menghadapi

perubahan dan persaingan perdagangan internasional. Pembentukan mekanisme

16

dan saluran komunikasi dengan lembaga-lembaga negara serta penyediaan

fasilitas dialog publik.

Pembentukan sistem manajemen dan proses kerja yang transparan dan

efisien. Pengadaan barang dan jasa pemerintah merupakan salah satu kegiatan

yang diharapkan dapat memenuhi tuntutan transformasi dimaksud. Dalam gagasan

good governance, prinsip poko didalam upaya mengatasi berbagai kelemahan

praktik pemerintahan adalah dengan mengurangi monopoli pemerintah di dalam

meng-exercise kekuasaan, terutama di dalam pembuatan kebijakan, implementasi

sampai evaluasinya dengan melibatkan stakeholder yang lain, yaitu : sektor

swasta dan masyarakat sipil (civil society).

C. Hasil Penelitian

1. Keluaran Kebijakan (Keputusan)

Diketahui bahwa sudah ada prosedur yang mengatur jalannya pelelangan

secara elektronik. Adanya prosedur pelaksanaan sangat penting bagi operasional

suatu instansi. Pengadaan barang atau jasa pemerintah merupakan salah satu

kegiatan yang dilakukan pemerintah dalam penyelenggaraan pelayanan publik, di

mana pemerintah memberikan kesempatan kepada masyarakat yang memiliki

badan usaha untuk dapat berkesempatan mengikuti kegiatan pengadaan barang

dan jasa yang diadakan oleh pemerintah sesuai dengan jenis badan usaha yang

dimilikinya.

2. Kepatuhan kelompok sasaran

Pegawai LPSE sudah konsisten dalam menjalankan e-procurment. Sikap

konsisten adalah setiap pegawai mau terus belajar dan tidak menyimpang dari

17

tujuan e-procurment ini dibuat. Seluruh pegawai LPSE, diharapkan mampu

mengembangkan kemampuan di bidang pengadaan, karena orang yang ahli di

bidang pengadaan semakin lama semakin sedikit. Pegawai LPSE untuk turut

berperan aktif dalam meningkatkan pelayanan dan saling bekerja sama dengan

meningkatkan keakraban satu sama lain, serta kerapihan dan kebersihan tempat

bekerja agar tercipta kenyamanan dalam bekerja. Kemudian secara umum

sebagian besar baik pegawai maupun pihak swasta sudah taat, hanya saja

penyimpangan tidak dapat dielakkan. Masih ada yang tidak mau mematuhi aturan

tersebut.

3. Dampak nyata kebijakan

Antara rekanan dan pihak penyelenggara dalam hal ini LPSE Provinsi

Kepulauan Riau sudah dapat mengikuti semua prosedur yang ada serta sudah

patuh terhadap aturan yang berlaku. Kepatuhan berbagai pihak dalam pelaksanaan

pelelangan akan mendukung jalannya e-procurement yang sesuai dengan

tujuannya. Dapat diketahui dengan adanya LPSE setiap pelaku usaha dapat

mengetahui informasi yang rinci mengenai barang dan jasa yang dibutuhkan oleh

panitia pengadaan.Pelelangan tersebut bersifat terbuka bagi setiap pelaku usaha

yang memenuhi kualifikasi yang telah diberikan

4. Persepsi terhadap dampak

Dapat diketahui bahwa dukungan swasta sudah baik. Tetapi berbicara

mengenai e-government bukan berarti hanya menerapkan sistem pemerintahan

secara elektronik saja, melainkan mempunyai pengertian yang lebih mendalam

daripada itu. Pelelangan yang berjalan di Provinsi Kepulauan Riau secara umum

18

sudah berjalan terbuka dalam setiap pengumuman pemenangan akan di rinci

alasan-alasan pemenang dan alasan sebagian peserta yang tidak terpilih. Salah

satu bentuk konsistensi dapat dilihat melalui prosedur yang dilaksanakan oleh

pegawai LPSE Provinsi Kepulauan Riau

D. Penutup

1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa Pelaksanaan

E-Government Pada Layanan Pengadaan Secara Elektronik ( LPSE ) Provinsi

Kepulauan Riau Tahun 2014 (Studi Kasus Dalam Pelaksanaan E-Procurement)

sudah berjalan dengan baik di Provinsi Kepulauan Riau, walaupun masih ada

beberapa pihak swasta yang masih belum mendukung Pelaksanaan E-Procurement

dengan alasan tidak meaamahami tentang prosedur dan alur dalam pelelangan.

2. Saran

Berdasarkan hasil temuan ada beberapa saran yang dapat diberikan :

a. Pengawasan wajib dilakukan secara independen dalam pelaksanaan

kebijakan e-procurement agar dapat meminimalisir tindakan

penyimpangan

b. Harus ada tindakan yang tegas terhadap perusahaan yang masih melanggar

aturan yang telah ditetapkan agar tidak mengganggu sistem yang sudah

berjalan.

19

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-Buku

Abidin, Said Zainal. 2002. Kebijakan Publik. Jakarta : Yayasan Pancur Siwah.

Agustino, Leo. 2006. Dasar-dasar Kebijakan Publik. Bandung : CV Alfabetha

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan

Praktik).Jakarta, Rineka Cipta.

Arafat, Wilson. 2006. Manajemen Perbankan Indonesia (Teori dan

Implementasi.Jakarta, LP3ES

Djojosoekarto, Agung. 2008. E-procurement di Indonesia. Jakarta, Kemitrraan.

Dunn, William N , 2000 Pengantar Analisa Kebijakan Publik II. Gadjah Mada

University Press, Yogyakarta.

Dwijowijoto, Riant Nugroho. 2004. Kebijakan Publik Formulasi, Implementasi

dan Evaluasi. Jakarta : PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia.

Islamy, M Irfan. 2003. Prinsip-prinsip Perumusan Kebijakan Negara. Jakarta :

Bumi Aksara

Nugroho, Riant D. 2007. Kebijakan Publik Formulasi Implementasi dan Evaluasi.

Jakarta : PT.Elex Media Komputindo.

Pamudji, S. 2003, Kepemimpinan Pemerintahan Di Indonesia. Jakarta: Bumi

Aksara

Subarsono. 2008. Analisis Kebijakan Publik, Yogyakarta, Pustaka Pelajar.

Sugiyono. 2005. Metode Penelitian Administrasi. Bandung, Alfabeta.

Suharno. 2010. Dasar-Dasar Kebijakan Publik. UNY Press.

Syafarudin. 2008. Efektifitas Kebijakan Pendidikan (Konsep, Strategi dan

Aplikasi Kebijakan Menuju Organisasi Sekolah Efektif). Jakarta: Rineka

Cipta.

Tangkilisan, Hesel Nogi. 2003. Implementasi Kebijakan Publik. Yogyakarta:

Lukman.

20

Taliziduhu, Ndraha, 2000. Ilmu Pemerintahan (Kybernology), Jakarta: Rineka

Cipta.

Umar, Husein. 2002. Metode Riset Komunikasi Organisasi. Jakarta, PT. Gramedia

Pustaka Umum.

Wahab. Solichin Abdul. 2001. Analisis Kebijaksanaan: dari Formula ke

ImplementasiKebijaksanaan Negara. Jakarta: Bumi Aksara.

Winarno, Budi. 2007. Kebijakan Publik, Teori dan Proses. Jakarta: PT. Buku

Kita.

B. Perundang-Undangan :

Instruksi Presiden Nomor. 3 Tahun 2003 Kebijakan dan Strategi Nasional

Pengembangan e-Government

Keppres No 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan

Barang/Jasa Pemerintah.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi

Elektronik

Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa