PBLblok 21 Struma Nontoksik
-
Upload
lora-angraeni-patoding -
Category
Documents
-
view
218 -
download
0
description
Transcript of PBLblok 21 Struma Nontoksik
Struma Nodusa Nontoksik
Lora Anggraeni Patoding
10-2009-154
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl.Arjuna Utara No.6, Jakarta 11510
Email: [email protected]
Pendahuluan
Struma nodosa atau strauma endenomatosa terutama di temukan di daerah
pegunungan kerena defisiensi iodium dan merupakan salah satu masalah gizi di
Indonesia. Struma di temukan secara insidental atau pada keluarga tertentu. Etiologinya
umumnya multifaktorial, biasanya tiroid sudah membesar sejak usia mudah dan
berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa. Penderita struma biasanya tidak
mengalami keluhan karena tidak ada hipotiroidisme atau hipertiroidisme, nodul mungkin
tunggal, tetapi kebanyakan berkembang menjadi multinoduler yang tidak berfungsi.
Degenerasi jaringan menyebabkan kista atau adenoma karena pertumbuhannya yang
sering berangsur-angsur hingga struma menjadi besar tanpa gejalah kecuali benjolan di
leher, sebagian penderita dengan strauma nodosa dapat hidup dengan strumanya tanpa
adanya gangguan. Struma merupakan gangguan yang sangat sering dijumpai dan
menyerang 16% perempuan dan 4% laki-laki yang berusia antara 20 sampai 60 tahun
seperti yang telah dibuktikan oleh suatu penyelidikan.untuk itu haruslah tanggap dalam
menghadapi penyakit ini dengan melihat kondisi pada penderita. Penyembuhan penyakit
ini dilakukan dengan pengobatan dan terapi TSH oleh tiroksin serta pembedahan
dilakukan apabila struma menjadi besar.
1
A. Anamnesis
Anamnesa selalu didahului dengan pengambilan data identitas pasien secara lengkap,
seperti nama, tanggal lahir, umur, jenis kelamin, alamat,pekerjaan dll, kemudian diikuti
dengan keluhan utama dan selanjutnya baru ditanyakan riwayat penyakit sekarang yang
dikeluhkannya, kemudian dinyatakan riwayat penyakit dahulu, dan riwayat kesehatan dan
penyakit dalam keluarga.
Alloanamnesis adalah anamnesis yang didapat dari informasi orang lain (dapat
keluarga, ataupun seseorang yang mengasuhnya). Pada pasien yang tidak sadar,
sangat lemah atau sangat sakit untuk menjawab pertanyaan, atau pada pasien
anak-anak, maka perlu orang lain untuk menceritakan permasalahnnya. Pertama
yang dapat kita sebagai dokter lakukan adalah menanyakan data umum pasien
seperti nama, umur, alamat, dan sebagainya. Kemudian menanyakan keluhan
utama sampai dibawa kedokter, riwayat penyakit sekarang maupun yang dulu
atau sebelumnya pernah di alami. Selain itu juga kita dapat menanyakan riwayat
penyakit keluarga dan riwayat kebiasaan maupun sosial, sebab ada beberapa
penyakit yang dapat diturunkan atau karena lingkungan social.
Beberapa pertanyaan yang ditujukan kepada pasien agar dapat mendiagnosis pasien
dengan baik:
• Sejak kapan benjolan timbul
• Rasa nyeri spontan atau tidak spontan ,berpindah atau tetap
• Cara membesarkanya : cepat atau lambat
• Pada awalnya berupa satu benjolan yang membesar menjadi beberapa benjolan atau
hanya pembesaran leher saja
• Riwayat keluarga
• Riwayat penyinaran daerah pada waktu kecil/muda
• Perubahan suara
• Gangguan menelan ,sesak nafas
• Penurunan berat badan
• Keluhan tirotoksikosis
2
Didapati gejala-gejala sesuai dengan manifestasi klinis disertai pembengkakan kelenjar
tiroid.
B. Pemeriksaan fisik
• Umum
• Lokal ;
Inspeksi
Inspeksi dilakukan oleh pemeriksa yang berada di depan penderita yang berada pada
posisi duduk dengan kepala sedikit fleksi atau leher sedikit terbuka. Jika terdapat
pembengkakan atau nodul, perlu diperhatikan beberapa komponen yaitu lokasi, ukuran,
jumlah nodul, bentuk (diffus atau noduler kecil), gerakan pada saat pasien diminta untuk
menelan dan pulpasi pada permukaan pembengkakan.
Palpasi
Pemeriksaan dengan metode palpasi dimana pasien diminta untuk duduk, leher dalam
posisi fleksi. Pemeriksa berdiri di belakang pasien dan meraba tiroid dengan
menggunakan ibu jari kedua tangan pada tengkuk penderita. Lalu kita juga mengukur
lingkar leher pasien atau pengukuran dimensi benjolan/nodul.
Auskultasi
Melaporkan apakah terdengar bunyi bruit pada tepi atau pinggir pembengkakan.
C. Pemeriksaan Penunjang
Tes Fungsi Hormon
Status fungsional kelenjar tiroid dapat dipastikan dengan perantara tes-tes fungsi tiroid
untuk mendiagnosa penyakit tiroid diantaranya kadar total tiroksin dan triyodotiroin
serum diukur dengan radioligand assay. Tiroksin bebas serum mengukur kadar tiroksin
dalam sirkulasi yang secara metabolik aktif. Kadar TSH plasma dapat diukur dengan
assay radioimunometrik.
Kadar TSH plasma sensitif dapat dipercaya sebagai indikator fungsi tiroid. Kadar tinggi
pada pasien hipotiroidisme sebaliknya kadar akan berada di bawah normal pada pasien
3
peningkatan autoimun (hipertiroidisme). Uji ini dapat digunakan pada awal penilaian
pasien yang diduga memiliki penyakit tiroid. Tes ambilan yodium radioaktif (RAI)
digunakan untuk mengukur kemampuan kelenjar tiroid dalam menangkap dan mengubah
yodida.
Foto Rontgen leher
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat struma telah menekan atau menyumbat
trakea (jalan nafas).
Ultrasonografi (USG)
Alat ini akan ditempelkan di depan leher dan gambaran gondok akan tampak di layar TV.
USG dapat memperlihatkan ukuran gondok dan kemungkinan adanya kista/nodul yang
mungkin tidak terdeteksi waktu pemeriksaan leher. Kelainan-kelainan yang dapat
didiagnosis dengan USG antara lain kista, adenoma, dan kemungkinan karsinoma.
Sidikan (Scan) tiroid
Caranya dengan menyuntikan sejumlah substansi radioaktif bernama technetium-99m
dan yodium125/yodium131 ke dalam pembuluh darah. Setengah jam kemudian berbaring
di bawah suatu kamera canggih tertentu selama beberapa menit. Hasil pemeriksaan
dengan radioisotop adalah teraan ukuran, bentuk lokasi dan yang utama adalh fungsi
bagian-bagian tiroid.
Biopsi Aspirasi Jarum Halus
Dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan. Biopsi aspirasi
jarum tidak nyeri, hampir tidak menyebabkan bahaya penyebaran sel-sel ganas. Kerugian
pemeriksaan ini dapat memberikan hasil negatif palsu karena lokasi biopsi kurang tepat.
Selain itu teknik biopsi kurang benar dan pembuatan preparat yang kurang baik atau
positif palsu karena salah intrepertasi oleh ahli sitologi.1,2
D. Diagnosis kerja
Struma nodosa non toksik merupakan pembesaran kelenjar tiroid yang teraba sebagai
suatu nodul, tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme.
Berdasarkan jumlah nodul: Struma mononodosa non toksik dan Struma multinodosa
nontoksik
Berdasarkan kemampuan menangkap iodium radioaktif, nodul dibedakan menjadi: nodul
dingin, nodul hangat,nodul panas.
4
Sedangkan berdasarkan konsistensinya, nodul dibedakan menjadi: nodul lunak, nodul
kistik, nodul keras, nodul sangat keras.
E. Diagnosis banding
Ca Tiroid
Defenisi
Kanker Tiroid adalah sutu keganasan pada tiroid yang memiliki 4 tipe yaitu: papiler,
folikuler, anaplastik dan meduler. Kanker tiroid jarang menyebabkan pembesaran
kelenjar, lebih sering menyebabkan pertumbuhan kecil (nodul) dalam kelenjar. Sebagian
besar nodul tiroid bersifat jinak, biasanya kanker tiroid bisa disembuhkan.
Kanker tiroid sering kali membatasi kemampuan menyerap yodium dan membatasi
kemampuan menghasilkan hormon tiroid, tetapi kadang menghasilkan cukup banyak
hormon tiroid sehingga terjadi hipertiroidisme.5
Etiologi
Etiologi dari penyakit ini belum pasti, yang berperan khususnya untuk terjadi well
differentiated (papiler dan folikuler) adalah radiasi dan goiter endemis, dan untuk jenis
meduler adalah factor genetic. Belum diketahui suatu karsinoma yang berperan untuk
kanker anaplastik dan meduler. Diperkirakan kanker jenis anaplastik berasal dari
perubahan kanker tiroid berdiferensia baik (papiler dan folikuler), dengan kemungkinan
jenis folikuler dua kali lebih besar.
Radiasi merupakan salah satu faktor etiologi kanker tiroid. Banyak kasus kanker pada
anak-anak sebelumnya mendapat radiasi pada kepala dan leher karena penyakit lain.
Biasanya efek radiasi timbul setelah 5-25 tahun, tetapi rata-rata 9-10 tahun. Stimulasi
TSH yang lama juga merupakan salah satu faktor etiologi kanker tiroid. Faktor resiko
lainnya adalah adanya riwayat keluarga yang menderita kanker tiroid dan gondok
menahun.4,5
5
Kanker Tiroid secara klinis dapat dibedakan menjadi suatu kelompok besar neoplasma
berdiferensiasi baik dengan kecepatan pertumbuhan yang lambat dan kemungkinan
penyembuhan yang tinggi, dan suatu kelompok kecil tumor anaplastik dengan
kemungkinan fatal.
1. Karsinoma papilaris
Jenis yang paling banyak ditemukan, Neoplasma tumbuh lambat dan menyebar melalui
saluran getah bening ke kelenjar getah bening regional.
2. Karsinoma folikuler
Tumor sangat mirip tiroid normal, meskipun pada suatu saat dapat berkembang secara
progresif, cepat menyebar ketempat-tempat yang jauh letaknya. Tumor ini tidak hanya
secara histologis menyerupai folikel tiroid, tetapi juga mampu menangkap yodium
radioaktif. Cara metastasis melalui aliran darah ketempat jauh letaknya seperti paru-paru
dan tulang.
3. Karsinoma meduler
Sel asal neoplasma ini adalah sel C atau sel parafolikuler. Seperti sel prekursornya, maka
tumor ini sanggup mensekresi kalsitonin. Meskipun tampaknya tumor ini tumbuh lambat,
tumor cenderung mengalami metastasis ke kelenjar getah bening local pada stadium dini.
Kemudian tumor ini akan menyebar melalui aliran darah ke paru-paru, hati, tulang dan
organ-organ tubuh lainnya dan ada kecenderungan bermetastasis pada stadium dini.
Perkembangan dan perjalanan klinisnya dapat diikuti dengan mengukur kadar kalsitonin
serum
4. Karsinoma anaplastik
Jenis tumor ini sangat ganas dan penyebarannya sangat cepat serta berdiferensiasi buruk.
Karsinoma ini memperlihatkan bukti invasi lokal pada stadium dini ke struktur-struktur
disekitar tiroid, serta metastasis melalui saluran getah bening dan aliran darah.
6
Manifestasi klinik
1. Nyeri
Dapat Dihubungkan dengan adanya desakan / pembengkakan oleh nodule tumor.
Kemungkinan dibuktikan dengan :
1. Adanya keluhan nyeri daerah leher, bisa menyebar ke daerah orbital.
2. Skala nyeri 0 – 10
3. Tampak menahan nyeri
4. Adanya nyeri telan dan kesulitan menelan
2. Bersihan jalan nafas tak efektif
Dapat Dihubungkan dengan adanya Obstruksi trachea akibat desakan massa tumor,
spasme Laringeal, Penumpukan sekret. Kemungkinan dibuktikan dengan :
1. Kesulitan bernafas
2. Kesulitan mengeluarkan secret
3. Mengeluh sesak nafas
4. Respirasi diatas normal
3. Kerusakan Komunikasi Verbal
Dapat Dihubungkan dengan adanya Cedera Pita suara, Kerusakan saraf laryngeal, Edema
jaringan. Kemungkinan dibuktikan dengan : Bicara parau / tidak dapat berbicara dan
kerusakan artikulasi
F. Etiologi
Penyebab pasti pembesaran kelenjar tiroid pada struma tidak diketahui, namun sebagian
besar pendetita menunjukkan gejalah-gejalah tiroiditis ringan, oleh karena itu diduga
tiroiditis ini menyebabkan hipotiroidisme ringan, yang selanjutnya menyebabkan
peningkatan sekresi TSH dan pertumbuhan yang progresif dari bagian kelenjar yang
tidak meradang.
7
Beberapa penderita struma di dalam kelenjar tiroidnya timbul kelainan pada sistem enzim
yang dibutuhkan untuk pembentukan hormon tiroid. Biasanya tiroid mulai membesar
pada usia muda dan berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa. Karena
pertumbuhannya berangsur-angsur, struma dapat menjadi besar tanpa gejalah kecuali
benjolan di leher. Sebagian besar penderita dengan srtuma nodosa dapat hidup dengan
strumanya tanpa keluhan. Walaupun sebagian struma tidak mengganggu pernafasan
karena menonjol ke bagian depan, sebagian lain dapat menyebabkan penyempitan trakea
bila pembesarannya bilateral. Struma unilateral dapat menyebabkan pendorongan sampai
jauh ke arah pernafasan. Pendorongan demikian mengkin mengakibatkan gangguan
pernafasan.3,4
F. Epidemiologi
Data rekam medis Divisi Ilmu Bedah RSU Dr. Soetomo tahun 2001-2005 struma nodusa
non toksik terjadi pada 495 orang diantaranya 60 orang laki-laki (12,12 %) dan 435 orang
perempuan (87,8 %) dengan usia terbanyak yaitu 31-40 tahun 259 orang (52,3 2%),
struma multinodusa toksik yang terjadi pada 1.912 orang diantaranya 17 orang laki-laki
(8,9 %) dan 174 perempuan (91,1%) dengan usia yang terbanyak pada usia 31-40 tahun
berjumlah 65 orang (34,03 %).
Penelitian Ersoy di Jerman pada tahun 2009 dilakukan palpasi atau pemeriksaan benjolan
pada leher dengan meraba leher 1.018 anak ditemukan 81 anak (8,0%) mengalami struma
endemis atau gondok.35 Penelitian Tenpeny K.E di Haiti pada tahun 2009 menemukan
PR struma endemis 26,3 % yang dilakukan pemeriksaan pada 1.862 anak usia 6-12
tahun.36
Penelitian Arfianty di Kabupaten Madiun tahun 2005 dengan sampel 40 anak yang terdiri
dari 20 anak penderita gondok dan 20 anak bukan penderita gondok menunjukan PR
GAKY 31,9 % di Desa Gading (daerah endemik) dan 0,65 % di Desa Mejaya (daerah
non endemik). Kasus struma lebih sering terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki
namun dengan bertambah beratnya endemik, perbedaan seks tersebut hampir tidak ada.
Struma dapat menyerang penderita pada segala umur namun umur yang semakin tua akan
meningkatkan resiko penyakit lebih besar. Hal ini disebabkan karena daya tahan tubuh
8
dan imunitas seseorang yang semakin menurun seiring dengan bertambahnya usia.
Struma endemik sering terdapat di daerah-daerah yang air minumya kurang sekali
mengandung yodium. Daerah-daerah dimana banyak terdapat struma endemik adalah di
Eropa, pegunungan Alpen, pegunungan Andes, Himalaya di mana iodinasi profilaksis
tidak menjangkau masyarakat. Di Indonesia banyak terdapat di daerah Minangkabau,
Dairi, Jawa, Bali dan Sulawesi.
G. Patofisiologi
Struma terjadi akibat kekurangan yodium yang dapat menghambat pembentukan hormon
tiroid oleh kelenjar tiroid sehingga terjadi pula penghambatan dalam pembentukan TSH
oleh hipofisis anterior. Hal tersebut memungkinkan hipofisis mensekresikan TSH dalam
jumlah yang berlebihan. TSH kemudian menyebabkan sel-sel tiroid mensekresikan
tiroglobulin dalam jumlah yang besar (kolid) ke dalam folikel, dan kelenjar tumbuh
makin lama makin bertambah besar. Akibat kekurangan yodium maka tidak terjadi
peningkatan pembentukan T4 dan T3, ukuran folikel menjadi lebih besar dan kelenjar
tiroid dapat bertambah berat sekitar 300-500 gram.
Selain itu struma dapat disebabkan kelainan metabolik kongenital yang menghambat
sintesa hormon tiroid, penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (goitrogenic agent),
proses peradangan atau gangguan autoimun seperti penyakit Graves. Pembesaran yang
didasari oleh suatu tumor atau neoplasma dan penghambatan sintesa hormon tiroid oleh
obat-obatan misalnya thiocarbamide, sulfonylurea dan litium, gangguan metabolik
misalnya struma kolid dan struma non toksik (struma endemik).1,2
G. Manifestasi klinik
Pada penyakit struma nodosa nontoksik tyroid membesar dengan lambat. Awalnya kelenjar
ini membesar secara difus dan permukaan licin. Jika struma cukup besar, akan menekan
area trakea yang dapat mengakibatkan gangguan pada respirasi dan juga esofhagus
tertekan sehingga terjadi gangguan menelan. Klien tidak mempunyai keluhan karena
9
tidak ada hipo atau hipertirodisme. Benjolan di leher. Peningkatan metabolisme karena
klien hiperaktif dengan meningkatnya denyut nadi. Peningkatan simpatis seperti; jantung
menjadi berdebar-debar, gelisah, berkeringat, tidak tahan cuaca dingin, diare, gemetar, dan
kelelahan. Pada pemeriksaan status lokalis struma nodosa, dibedakan dalam hal :
1. Jumlah nodul; satu (soliter) atau lebih dari satu (multipel).
2. Konsistensi; lunak, kistik, keras atau sangat keras
3. Nyeri pada penekanan; ada atau tidak ada
4. Perlekatan d e n g an sekitarnya; ada atau tidak ada.
5. Pembesaran kelenjar getah bening di sekitar tiroid : ada atau tidak ada
H. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi umumnya tidak ada tetapi bias terjadi perubahan kearah
keganasan, dan komplikasi pasca operasi/pembedahan dapat mengakibatkan
hipertiroidisme.
I. Penatalaksanaan
Penyuntikan lipidol
Sasaran penyuntikan lipidol adalah penduduk yang tinggal di daerah endemik diberi
suntikan 40 % tiga tahun sekali dengan dosis untuk orang dewasa dan anak di atas enam
tahun 1 cc, sedang kurang dari enam tahun diberi 0,2 cc – 0,8 cc.
Tindakan operasi
Pada struma nodosa non toksik yang besar dapat dilakukan tindakan operasi bila
pengobatan tidak berhasil, terjadi gangguan misalnya : penekanan pada organ sekitarnya,
indikasi, kosmetik, indikasi keganasan yang pasti akan dicurigai. Pembedahan
menghasilkan hipotiroidisme permanen yang kurang sering dibandingkan dengan yodium
radioaktif. Terapi ini tepat untuk para pasien hipotiroidisme yang tidak mau
10
mempertimbangkan yodium radioaktif dan tidak dapat diterapi dengan obat-obat anti
tiroid. Reaksi-reaksi yang merugikan yang dialami dan untuk pasien hamil dengan
tirotoksikosis parah atau kekambuhan. Pada wanita hamil atau wanita yang menggunakan
kontrasepsi hormonal (suntik atau pil KB), kadar hormon tiroid total tampak meningkat.
Hal ini disebabkan makin banyak tiroid yang terikat oleh protein maka perlu dilakukan
pemeriksaan kadar T4 sehingga dapat diketahui keadaan fungsi tiroid.
Pembedahan dengan mengangkat sebagian besar kelenjar tiroid, sebelum pembedahan
tidak perlu pengobatan dan sesudah pembedahan akan dirawat sekitar 3 hari. Kemudian
diberikan obat tiroksin karena jaringan tiroid yang tersisa mungkin tidak cukup
memproduksi hormon dalam jumlah yang adekuat dan pemeriksaan laboratorium untuk
menentukan struma dilakukan 3-4 minggu setelah tindakan pembedahan.
Yodium Radioaktif
Yodium radioaktif memberikan radiasi dengan dosis yang tinggi pada kelenjar tiroid
sehingga menghasilkan ablasi jaringan. Pasien yang tidak mau dioperasi maka pemberian
yodium radioaktif dapat mengurangi gondok sekitar 50 %. Yodium radioaktif tersebut
berkumpul dalam kelenjar tiroid sehingga memperkecil penyinaran terhadap jaringan
tubuh lainnya. Terapi ini tidak meningkatkan resiko kanker, leukimia, atau kelainan
genetik35 Yodium radioaktif diberikan dalam bentuk kapsul atau cairan yang harus
diminum di rumah sakit, obat ini ini biasanya diberikan empat minggu setelah operasi,
sebelum pemberian obat tiroksin.
Tiroksin dan obat Anti-Tiroid
Tiroksin digunakan untuk menyusutkan ukuran struma, selama ini diyakini bahwa
pertumbuhan sel kanker tiroid dipengaruhi hormon TSH. Oleh karena itu untuk menekan
TSH serendah mungkin diberikan hormon tiroksin (T4) ini juga diberikan untuk
mengatasi hipotiroidisme yang terjadi sesudah operasi pengangkatan kelenjar tiroid. Obat
anti-tiroid (tionamid) yang digunakan saat ini adalah propiltiourasil (PTU) dan
metimasol/karbimasol.5
11
J. Pencegahan
Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah langkah yang harus dilakukan untuk menghindari diri dari
berbagai faktor resiko. Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah
terjadinya struma adalah :
a. Memberikan edukasi kepada masyarakat dalam hal merubah pola perilaku makan dan
memasyarakatkan pemakaian garam yodium
b. Mengkonsumsi makanan yang merupakan sumber yodium seperti ikan laut
c. Mengkonsumsi yodium dengan cara memberikan garam beryodium setelah dimasak,
tidak dianjurkan memberikan garam sebelum memasak untuk menghindari hilangnya
yodium dari makanan
d. Iodisai air minum untuk wilayah tertentu dengan resiko tinggi. Cara ini memberikan
keuntungan yang lebih dibandingkan dengan garam karena dapat terjangkau daerah luas
dan terpencil. Iodisasi dilakukan dengan yodida diberikan dalam saluran air dalam pipa,
yodida yang diberikan dalam air yang mengalir, dan penambahan yodida dalam sediaan
air minum.
e. Memberikan kapsul minyak beryodium (lipiodol) pada penduduk di daerah endemik
berat dan endemik sedang. Sasaran pemberiannya adalah semua pria berusia 0-20 tahun
dan wanita 0-35 tahun, termasuk wanita hamil dan menyusui yang tinggal di daerah
endemis berat dan endemis sedang. Dosis pemberiannya bervariasi sesuai umur dan
kelamin.
f. Memberikan suntikan yodium dalam minyak (lipiodol 40%) diberikan 3 tahun sekali
dengan dosis untuk dewasa dan anak-anak di atas 6 tahun 1 cc dan untuk anak kurang
dari 6 tahun 0,2-0,8 cc.
Pencegahan Sekunder
12
Pencegahan sekunder adalah upaya mendeteksi secara dini suatu penyakit,
mengupayakan orang yang telah sakit agar sembuh, menghambat progresifitas penyakit
yang dilakukan melalui beberapa cara yaitu :
1. melakukan diagnosis yang tepat dan akurat sebuah struma
2. melakuka tatalaksana yang adekuat dan berkesinambungan
3. mencegah progresifitas dan memperbaiki quality of life
Pencegahan Tertier
Pencegahan tersier bertujuan untuk mengembalikan fungsi mental, fisik dan sosial
penderita setelah proses penyakitnya dihentikan. Upaya yang dapat dilakukan adalah
sebagai berikut :
a. Setelah pengobatan diperlukan kontrol teratur/berkala untuk memastikan dan
mendeteksi adanya kekambuhan atau penyebaran.
b. Menekan munculnya komplikasi dan kecacatan
c. Melakukan rehabilitasi dengan membuat penderita lebih percaya diri, fisik segar dan
bugar serta keluarga dan masyarakat dapat menerima kehadirannya melalui melakukan
fisioterapi yaitu dengan rehabilitasi fisik, psikoterapi yaitu dengan rehabilitasi kejiwaan,
sosial terapi yaitu dengan rehabilitasi sosial dan rehabilitasi aesthesis yaitu yang
berhubungan dengan kecantikan.4
K. Prognosis
Prognosis dari struma nodosa nontoksik adalah baik (dubia et bonam)
Kesimpulan
13
Seorang laki-laki berusia 70 tahun dengan keluhan terdapat benjolan dileher bagian
depan yang kian hari kian membesar, sukar bernafas, sukar menelan dan suara serak
menderita penyakit struma nodosa nontoksik.
14
Daftar Pustaka
1. Junadi, Purnawan, (2000), Kapita Selekta Kedokteran, edisi ke III, penerbit FKUI,
Jakarta.
2. Price, Sylvia A. Wilson Lorraine M, (1995) "Patifosiologi", Edisi ke-4 Buku ke
II, Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
3. Kariadi KS Sri hartini, Sumual A., Struma Nodosa Non Toksik &
Hipertiroidisme: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi Ketiga, Penerbit FKUI,
Jakarta, 1996 : 757 – 778.
4. Widjosono – Garjitno, (1997) Sistem Endokrin : Buku Ajar Ilmu Bedah. Editor
Syamsuhidayat R.Jong WB, Edisi Revisi, EGC,Jakarta, : 925 – 952.
5. Sudoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus, dkk, (2009) Buku ajar Ilmu
Penyakit Dalam, jilid III edisi V. Internal publishing, Jakarta.
15