Struma Print

56
LAPORAN PENDAHULUAN STRUMA A. ANATOMI DAN FISIOLOGI TIROID Kelenjar tiroid berkembang dari endoderm yang berasal dari sulcus pharyngeus pertama dan kedua pada garis tengah atau lekukan faring antara branchial pouch pertama dan kedua. Mulai terbentuk pada janin berukuran 3,4-4 cm pada akhir bulan pertama kehamilan. Dari bagian tersebut timbul divertikulum yang kemudian membesar, jaringan endodermal ini turun ke leher sampai setinggi cincin trakea kedua dan ketiga yang kemudian membentuk 2 lobus, yang akhirnya melepaskan diri dari faring. Penurunan ini terjadi pada garis tengah. Sebelum lepas, ia berbentuk sebagai duktus tiroglossus, yang berawal dari foramen sekum di basis lidah. Pada umumnya duktus ini akan menghilang pada usia dewasa. Sisa ujung kaudal duktus tiroglossus lebih sering mengalami obliterasi menjadi lobus piramidalis kelenjar tiroid. Tetapi ada beberapa keadaan yang masih menetap, sehingga dapat terjadi kelenjar di sepanjang jalan tersebut, yaitu antara kartilago tiroid dengan basis lidah. Dengan demikian, kegagalan menutupnya duktus akan mengakibatkan terbentuknya kelenjar tiroid yang letakya abnormal, dinamakan persisten duktus tiroglossus, dapat berupa kista duktus tiroglossus, tiroid lingual atau tiroid servikal. Sedangkan desensus yang terlalu jauh akan menghasilkan tiroid substernal. Branchial pouch keempatpun akan ikut membentuk bagian kelenjar tiroid, dan merupakan asal mula sel-sel parafolikular atau sel C yang memproduksi kalsitonin. Kelenjar tiroid janin secara

description

askep struma

Transcript of Struma Print

Page 1: Struma Print

LAPORAN PENDAHULUAN STRUMA

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI TIROID

Kelenjar tiroid berkembang dari endoderm yang berasal dari sulcus pharyngeus

pertama dan kedua pada garis tengah atau lekukan faring antara branchial pouch pertama

dan kedua. Mulai terbentuk pada janin berukuran 3,4-4 cm pada akhir bulan pertama

kehamilan. Dari bagian tersebut timbul divertikulum yang kemudian membesar, jaringan

endodermal ini turun ke leher sampai setinggi cincin trakea kedua dan ketiga yang

kemudian membentuk 2 lobus, yang akhirnya melepaskan diri dari faring. Penurunan ini

terjadi pada garis tengah. Sebelum lepas, ia berbentuk sebagai duktus tiroglossus, yang

berawal dari foramen sekum di basis lidah. Pada umumnya duktus ini akan menghilang

pada usia dewasa. Sisa ujung kaudal duktus tiroglossus lebih sering mengalami obliterasi

menjadi lobus piramidalis kelenjar tiroid. Tetapi ada beberapa keadaan yang masih

menetap, sehingga dapat terjadi kelenjar di sepanjang jalan tersebut, yaitu antara kartilago

tiroid dengan basis lidah. Dengan demikian, kegagalan menutupnya duktus akan

mengakibatkan terbentuknya kelenjar tiroid yang letakya abnormal, dinamakan persisten

duktus tiroglossus, dapat berupa kista duktus tiroglossus, tiroid lingual atau tiroid

servikal. Sedangkan desensus yang terlalu jauh akan menghasilkan tiroid substernal.

Branchial pouch keempatpun akan ikut membentuk bagian kelenjar tiroid, dan

merupakan asal mula sel-sel parafolikular atau sel C yang memproduksi kalsitonin.

Kelenjar tiroid janin secara fungsional mulai mandiri pada minggu ke-12 masa kehidupan

intrauterin.

1. Anatomi Kelenjar Tiroid

Kelenjar tiroid terletak di bagian bawah leher, terdiri dari 2 lobus yang

dihubungkan oleh ismus yang menutupi cincin trakea 2 dan 3. Setiap lobus tiroid

berukuran panjang 2,5-4 cm, lebar 1,5-2 cm dan tebal 1-1,5 cm. Berat kelenjar tiroid

dipengaruhi oleh berat badan dan asupan yodium. Pada orang dewasa berat normalnya

antara 10-20 gram.

Pada sisi posterior melekat erat pada fasia pratrakea dan laring melalui kapsul fibrosa,

sehingga akan ikut bergerak kea rah cranial sewaktu menelan.

Pada sebelah anterior kelenjar tiroid menempel otot pretrakealis (m. sternotiroid dan

m. sternohioid) kanan dan kiri yang bertemu pada midline. Pada sebelah yang lebih

Page 2: Struma Print

superficial dan sedikit lateral ditutupi oleh fasia kolli profunda dan superfisialis yang

membungkus m. sternokleidomastoideus dan vena jugularis eksterna. Sisi lateral

berbatasan dengan a. karotis komunis, v. jugularis interna, trunkus simpatikus dan

arteri tiroidea inferior. Posterior dari sisi medialnya terdapat kelenjar paratiroid, n.

laringeus rekuren dan esophagus. Esofagus terletak di belakang trakea dan laring,

sedangkan n.laringeus rekuren terletak pada sulkus trakeoesofagikus.

Vaskularisasi kelenjar tiroid termasuk amat baik. A.tiroidea superior berasal dari

a.karotis kommunis atau a.karotis eksterna, a.tiroidea inferior dari a.subklavia, dan

a.tiroidea ima berasala dari a.brakhiosefalik salah sau cabang arkus aorta

Aliran darah dalam kelenjar tiroid berkisar 4-6 ml/gram/menit, kira-kira 50 kali lebih

banyak dibanding aliran darah di bagian tubuh lainnya. Pada keadaan hipertiroidisme,

aliran darah ini akan meningkat sehingga dengan stetoskop terdengar bising aliran

darah dengan jelas di ujung bawah kelenjar.

Setiap folikel tiroid diselubungi oleh jala-jala kapiler dan limfatik, sedangkan system

venanya berasal dari pleksus parafolikuler yang menyatu di permukaan membentuk

vena tiroidea superior, lateral dan inferior.

Secara anatomis dari dua pasang kelenjar paratiroid, sepasang kelenjar paratiroid

menempel di belakang lobus superior tiroid dan sepasang lagi di lobus medius.

Pembuluh getah bening kelenjar tiroid berhubungan secara bebas dengan pleksus

trakealis. Selanjutnya dari pleksus ini ke arah nodus pralaring yang tepat berada di

atas ismus menuju ke kelenjar getah bening brakiosefalik dan sebagian ada yang

langsung ke duktus torasikus. Hubungan getah bening ini penting untuk menduga

penyebaran keganasan yang berasal dari kelenjar tiroid.

Page 3: Struma Print

Gambar 1. Anatomi Tiroid

Gambar 2. Anatomi Tiroid Potongan Melintang

Histologi Kelenjar Tiroid

Secara histologi, parenkim kelenjar ini terdiri atas:

1. Folikel-folikel dengan epithetlium simplex kuboideum yang mengelilingi suatu massa

koloid. Sel epitel tersebut akan berkembang menjadi bentuk kolumner katika folikel lebih

aktif (seperti perkembangan otot yang terus dilatih).

2. Cellula perifolliculares (sel C) yang terletak di antara beberapa folikel yang berjauhan.

Page 4: Struma Print

Gambar 3. Histologi Kelenjar Tiroid

2. Fisiologi Hormon Tiroid

Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid utama, yaitu tiroksin (T4). Bentuk aktif

ini adalah triyodotironin (T3), yang sebagian besar berasal dari konversi hormon T4 di

perifer, dan sebagian kecil langsung dibentuk oleh kelenjar tiroid. Yodida anorganik yang

diserap dari saluran cerna merupakan bahan baku hormon tiroid. Zat ini dipekatkan kadarnya

menjadi 30-40 kali yang afinitasnya sangat tinggi di jaringan tiroid. Yodida anorganik

mengalami oksidasi menjadi bentuk organik dan selanjutnya menjadi bagian dari tirosin yang

terdapat dalam tiroglobulin sebagai monoyodotirosin (MIT) atau diyodotirosin (DIT).

Senyawa atau konjugasi DIT dengan MIT atau dengan DIT yang lain akan menghasilkan T3

atau T4, yang disimpan dalam koloid kelenjar tiroid. Sebagian besar T4 dilepaskan ke

sirkulasi, sedangkan sisanya tetap di dalam kelenjar yang kemudian mengalami deyodinasi

untuk selanjutnya menjalani daur ulang. Dalam sirkulasi, hormon tiroid terikat pada protein,

yaitu globulin pengikat tiroid (thyroid binding globulin, TBG) atau prealbumin pengikat

tiroksin (thyroxine binding prealbumine, TBPA).

Sekresi hormon tiroid dikendalikan oleh suatu hormon stimulator tiroid (thyroid

stimulating hormone, TSH) yang dihasilkan oleh lobus anterior kelenjar hipofisis. Kelenjar

hipofisis secara langsung dipengaruhi dan diatur aktivitasnya oleh kadar hormon tiroid dalam

sirkulasi yang bertindak sebagai negative feedback terhadap lobus anterior hipofisis, dan

terhadap sekresi thyrotropine releasing hormone (TRH) dari hipotalamus.

Page 5: Struma Print

Pada kelenjar tiroid juga didapatkan sel parafolikuler, yang menghasilkan kalsitonin.

Kalsitonin adalah suatu polipeptida yang turut mengatur metabolisme kalsium, yaitu

menurunkan kadar kalsium serum, melalui pengaruhnya terhadap tulang.

Jadi, kesimpulan pembentukan hormon tiroksin melalui beberapa langkah, yaitu:

1. Iodide Trapping, yaitu pejeratan iodium oleh pompa Na+/K+ ATPase.

2. Yodium masuk ke dalam koloid dan mengalami oksidasi. Kelenjar tiroid merupakan

satu-satunya jaringan yang dapat mengoksidasi I hingga mencapai status valensi yang

lebih tinggi. Tahap ini melibatkan enzim peroksidase.

3. Iodinasi tirosin, dimana yodium yang teroksidasi akan bereaksi dengan residu tirosil

dalam tiroglobulin di dalam reaksi yang mungkin pula melibatkan enzim

tiroperoksidase (tipe enzim peroksidase).

4. Perangkaian iodotironil, yaitu perangkaian dua molekul DIT (diiodotirosin) menjadi

T4 (tiroksin, tetraiodotirosin) atau perangkaian MIT (monoiodotirosin) dan DIT

menjadi T3 (triiodotirosin). reaksi ini diperkirakan juga dipengaruhi oleh enzim

tiroperoksidase.

5. Hidrolisis yang dibantu oleh TSH (Thyroid-Stimulating Hormone) tetapi dihambat

oleh I, sehingga senyawa inaktif (MIT dan DIT) akan tetap berada dalam sel folikel.

6. Tiroksin dan triiodotirosin keluar dari sel folikel dan masuk ke dalam darah. Proses

ini dibantu oleh TSH.

7. MIT dan DIT yang tertinggal dalam sel folikel akan mengalami deiodinasi, dimana

tirosin akan dipisahkan lagi dari I. Enzim deiodinase sangat berperan dalam proses ini.

8. Tirosin akan dibentuk menjadi tiroglobulin oleh retikulum endoplasma dan kompleks

golgi.

Page 6: Struma Print

Gambar 4. Sintesis dan Sekresi Hormon Tiroid

Page 7: Struma Print

2.1 Pengangkutan Tiroksin dan Triiodotirosin ke Jaringan

Setelah dikeluarkan ke dalam darah, hormon tiroid yang sangat lipofilik secara cepat

berikatan dengan beberapa protein plasma. Kurang dari 1% T3 dan kurang dari 0,1% T4 tetap

berada dalam bentuk tidak terikat (bebas). Keadaan ini memang luar biasa mengingat bahwa

hanya hormon bebas dari keseluruhan hormon tiroid memiliki akses ke sel sasaran dan

mampu menimbulkan suatu efek.

Terdapat 3 protein plasma yang penting dalam pengikatan hormon tiroid:

1. TBG (Thyroxine-Binding Globulin) yang secara selektif mengikat 55% T4 dan 65%

T3 yang ada di dalam darah.

2. Albumin yang secara nonselektif mengikat banyak hormone lipofilik, termasuk 10%

dari T4 dan 35% dari T3.

3. TBPA (Thyroxine-Binding Prealbumin) yang mengikat sisa 35% T4.

Di dalam darah, sekitar 90% hormon tiroid dalam bentuk T4, walaupun T3 memiliki aktivitas

biologis sekitar empat kali lebih poten daripada T4. Namun, sebagian besar T4 yang

disekresikan kemudian dirubah menjadi T3, atau diaktifkan, melalui proses pengeluaran satu

yodium di hati dan ginjal. Sekitar 80% T3 dalam darah berasal dari sekresi T4 yang

mengalami proses pengeluaran yodium di jaringan perifer. Dengan demikian, T3 adalah

bentuk hormon tiroid yang secara biologis aktif di tingkat sel.

2.2 Fungsi hormon tiroid

a. Mengatur metabolisme protein,lemak,karbohidrat dalam sel.

b. Meningkatkan konsumsi oksigen di semua jaringan.

c. Meningkatkan frekuensi dan kontraksi denyut jantung.

d. Mempertahankan tonus otot.

e. Merangsang pemecahan lemakdan sintesa kolesterol.

Page 8: Struma Print

2.3 Mekanisme umpan balik hormone dari kelenjar tiroid

Mula-mula, hipotalamus sebagai pengatur mensekresikan TRH (Thyrotropin-

Releasing Hormone), yang disekresikan oleh ujung-ujung saraf di dalam eminansia

mediana hipotalamus. Dari mediana tersebut, TRH kemudian diangkut ke hipofisis

anterior lewat darah porta hipotalamus-hipofisis. TRH langsung mempengaruhi hifofisis

anterior untuk meningkatkan pengeluaran TSH.

TSH merupakan salah satu kelenjar hipofisis anterior yang mempunyai efek spesifik

terhadap kelenjar tiroid:

1. Meningkatkan proteolisis tiroglobulin yang disimpan dalam folikel, dengan hasil

akhirnya adalah terlepasnya hormon-hormon tiroid ke dalam sirkulasi darah dan

berkurangnya subtansi folikel tersebut.

2. Meningkatkan aktifitas pompa yodium, yang meningkatkan kecepatan proses iodide

trapping di dalam sel-sel kelenjar, kadangakala meningkatkan rasio konsentrasi iodida

intrasel terhadap konsentrasi iodida ekstrasel sebanyak delapan kali normal.

3. Meningkatkan iodinasi tirosin untuk membentuk hormon tiroid.

4. Meningkatkan ukuran dan aktifitas sensorik sel-sel tiroid.

5. Meningkatkan jumlah sel-sel tiroid, disertai dengan dengan perubahan sel kuboid

menjadi sel kolumner dan menimbulkan banyak lipatan epitel tiroid ke dalam folikel.

Page 9: Struma Print

2.4 Metabolisme basal

Metabolisme basal adalah banyaknya energi yang dipakai untuk aktifitas jaringan

tubuh sewaktu istirahat jasmani dan rohani. Energi tersebut dibutuhkan untuk

mempertahankan fungsi vital tubuh berupa metabolisme makanan, sekresi enzim,

sekresi hormon, maupun berupa denyut jantung, bernafas, pemeliharaan tonus otot,

dan pengaturan suhu tubuh.

Metabolisme basal ditentukan dalam keadaan individu istirahat fisik dan mental

yang sempurna. Pengukuran metabolisme basal dilakukan dalam ruangan bersuhu

nyaman setelah puasa 12 sampai 14 jam (keadaan postabsorptive). Sebenarnya taraf

metabolisme basal ini tidak benar-benar basal. Taraf metabolisme pada waktu tidur

ternyata lebih rendah dari pada taraf metabolisme basal, oleh karena selama tidur otot-

otot terelaksasi lebih sempurna. Apa yang dimaksud basal disini ialah suatu kumpulan

syarat standar yang telah diterima dan diketahui secara luas.

Metabolisme basal dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu jenis kelamin, usia,

ukuran dan komposisi tubuh, faktor pertumbuhan. Metabolisme basal juga

dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti suhu, kelembaban, dan keadaan emosi atau

stres.

Orang dengan berat badan yang besar dan proporsi lemak yang sedikit

mempunyai Metabolisme basal lebih besar dibanding dengan orang yang mempunyai

berat badan yang besar tapi proporsi lemak yang besar.

Demikian pula, orang dengan berat badan yang besar dan proporsi lemak yang

sedikit mempunyai Metabolisme basal yang lebih besar dibanding dengan orang yang

mempunyai berat badan kecil dan proporsi lemak sedikit.

Metabolisme basal seorang laki-laki lebih tinggi dibanding dengan wanita. Umur

juga mempengaruhi metabolisme basal dimana umur yang lebih muda mempunyai

metabolisme basal lebih besar dibanding yang lebih tua. Rasa gelisah dan ketegangan,

misalnya saat bertanding menghasilkanmetabolisme basal 5% sampai 10% lebih

besar. Hal ini terjadi karena sekresi hormon epinefrin yang meningkat, demikian pula

tonus otot meningkat.

Laju Metabolik Basal (Basal Metabolic Rate/BMR) ialah energi yang dibutuhkan

untuk mempertahankan fungsi fisiologis normal pada saat istirahat.

Page 10: Struma Print

BMR = kcal/ m2/jam (kilokalori energi yang digunakan per meter persegi permukaan

tubuh per jam)

BMR

Fungsi fisiologis normal tersebut meliputi :

Lingkungan kimia internal tubuh, yaitu

gradient konsentrasi ion antara intrasel

dan ekstrasel

Aktivitas elektrokimia sistem saraf

Aktivitas elektromekanik sistem

sirkulasi

Pengaturan suhu

Faktor-faktor yang mempengaruhi BMR

Makanan

Makanan kaya protein akan lebih meningkatkan BMR daripada makanan kaya

lipid atau kaya karbohidrat. Hal ini mungkin terjadi karena deaminasi asam

amino terjadi relatif cepat.

Status hormon tiroid

Hormon tiroid meningkatkan konsumsi oksigen, sintesis protein, dan degradasi

yang merupakan aktivitas termogenesis. Peningkatan BMR merupakan hal yang

klasik pada hipertiroid, dan menurun pada penurunan kadar tiroid

Aktivitas saraf simpatis.

Pemberian agonis simpatis b juga meningkatkan BMR. Sistem saraf simpatis

secara langsung melalui nervus vagus ke hati mengaktivasi pembentukan

glukosa dari glikogen. Sehingga aktivitas saraf simpatis meningkatkan BMR.

Latihan

Latihan membutuhkan kalori ekstra dari makanan. Jika s/ makanan lebih banyak

mengandung energi, maka berat badan akan meningkat. Jika penggunaan energi

lebih banyak dari yg tersedia dlm makanan, maka tubuh akan memakai

simpanan lemak yang ada dan mungkin akan menurunkan berat badan.

Umur & faktor lain

Page 11: Struma Print

BMR seorang anak umumnya lebih tinggi daripada orang dewasa, krn anak

memerlukan lebih banyak energi selama masa pertumbuhan. Wanita hamil &

menyusui juga memiliki BMR yang lebih tunggu.

Demam meningkatkan BMR. Orang yg berotot memiliki BMR lebih tinggi

daripada orang yg gemuk .

2.5 Biosintesis dan metabolisme hormon-hormon tiroid

Biosintesis hormone tyroid merupakan suatu urutan langkah” proses yang diatur

oleh enzim” tertentu. Langkah” tersebut adalah:

1. Penangkapan yodida

2. Oksidasi yodida menjadi yodium

3. Organifikasi yodium menjadi monoyodotirosin dan diyodotirosin

4. Proses penggabungan precursor yang teryodinasi

5. Penyimpanan hormone

6. Pelepasan Hormon

Penangkapan yodida oleh sel” folikel tyroid merupakan suatu proses aktif dan

membutuhkan energi. Energy yang didapat dari metabolisme oksidatif dalam kelenjar.

Yodida yang tersedia untuk tyroid berasal dari yodida dalam makanan atau air, atau

yang dilepaskan pada deyodinasi hormone tyroid atau bahan” yang mengalami

yodinasi. Tyroid mengambil dan mengkonsentrasikan yodida 20 hingga 30 kali

kadarnya dalam plasma. Yodida dirubah menjadi yodium, dikatalis oleh enzim yodida

peroksidase. Yodium kemudian digabungkan dengan molekul tirosin, yaitu proses

yang dijelaskan sebagai organifikasi yodium. Proses ini terjadi pada interfase sel

koloid. Senyawa yang terbentuk, monoyodotirosin dan diyodo-tirosin kemudian

digabungkan sebagai berikut: dua molekul diyodotirosin membentuk tirosin (T4) dan

satu molekul diyodotirosin dan satu molekul monoyodotirosin membentuk

triyodotirosin (T3). Penggabungan senyawa-senyawa ini dan penyimpanan hormone

yang dihasilkan berlangsung dalam tiroglobulin. Pelepasan hormone dari tempat

penyimpanan terjadi dengan masuknya testes-tetes koloid ke dalam sel” folikel

dengan proses yang disebut pinositosis. Di dalam sel” ini tiroglobulin dihidrolisis dan

hormone dilepaskan ke dalam sirkulasi. Berbagai langkah yang dilakukan tersebut

dirangsang oleh tirotropin (TSH)

Page 12: Struma Print

2.6 Pengaruh hormone tiroid terhadap metabolisme

Hormon tiroid mempunyai 2 efek utama pada tubuh:1. Meningkatkan

kecepatan metabolism secara keseluruhan dan 2. Pada anak-anak,merangsang

pertumbuhan

Peningkatan umum kecepatan metabolisme

Hormone tiroid meningkatkan aktifitas metabolism hamper semua jaringan

tubuh.kecepatan metabolism basal dapat meningkat sebanyak 60-100 persen diatas

normal bila disekrsi hormone dalam jumlah besar. Keceptan penggunaan makanan

untuk energy sangat dipercepat.kecepatan sintesis protein kadang-kadang meningkat,

semnetara pada saat yang sama kecepatan katabolisme protein juga meningkat.

Keceptan pertumbuhan orang muda sangat dipercepat. Proses mental terangsang, dan

aktifitas banyak kelenjar endokrin lain sering meningkat. Beberapa mekanisme kerja

yang mungkin ada dari hormone teroid dijelaskan dalam bagian berikut

1. Efek hormone tiroid menyebabakan sintesis protein

Hormone tiroid digabung dengan protein”reseptor”didalam nucleus sel gabungan ini

atau produk darinya kemudian mengaktifasi sebagaian besar gen sel untuk

menyebabakan pembentukan RNA dn kemudian pembentukan protein

2. Efek hormone tiroid pada system enzim sel

Dalam 1 minggu atau lebih setelah pemberian hormon tiroid,paling sedikit 100 dan

mungkin lebih banyak lagi enzim intra sel meningkat jumlahnya

3. Efek hormone tiroid pada metokondria

Fungsi utama tiroksin mingkin hanya meningkatkan jumlah dan aktifitas mitokondria,

serta peningkatan ini selanjutrnya meningkatkan kecepatan pembentukan ATP untuk

member energy fungsional sel.

4. Efek hormone tiroid dalam meningkatkan transport aktif ion melalui membrane sel

Salah satu enzim yang meningkat sebgai respon terhadap hormon tiropid adalah Na-K

ATPse yang meningkatkan kecepatan transport natrium dan kalium melalui

membrane sel beberapa jaringan

Page 13: Struma Print

B. KONSEP DASAR TEORI STRUMA

1. Pengertian.

1. Struma adalah reaksi adaptasi terhadap kekurangan yodium yang ditandai

dengan pembesaran kelenjar tyroid. (Djoko Moelianto, Ilmu Penyakit Dalam,

1993).

2. Struma Nodosa Non Toksik adalah pembesaran kelenjar tyroid yang secara

teknik teraba suatu nodul tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme (Sri

Hartini, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 1, halaman 757 FKUI, 1987)

2. Etiologi

Penyebab Struma antara lain :

a. Defisiensi Yodium.

Defisiensi yodium merupakan sebab pokok terjadinya struma. Struma

merupakan cara adaptasi manusia pada keadaan akan kekurangan unsur yodium

dalam makanan dan minuman.

b. Faktor Goitrogen.

Goitrogen adalah zat atau bahan yang dapat mengganggu hormogenesis tiroid

sehingga akibatnya dapat membesarkan kelenjar tiroid (gondok)

c. Yodium yang berlebihan.

Apabila yodium dikomsumsi dalam jumlah yang berlebihan maka akan terjadi

inhibisi hormonogenesis, akan tetapi bila pemberian ini secara kronik, maka

terjadi escape atau adaptasi terhadap hambatan tersebut.

Bila tidak mampu melaksanakan hambatan tersebut akan mengalami akibatnya

yaitu inhibisi hormogenesis sehingga tarjadi hipotiroidisme dan selanjutnya

TSH meninggi dengan dampak gondok.

3. Patofisiologi.

Struma terjadi karena kegagalan sintesa hormon yang berhubungan dengan

pengurangan hormon T3 dan T4. Pengurangan ini mencegah inhibisi umpan balik

TSH yang normal. Kadar TSH yang meningkat akan menyebabkan peningkatan

Page 14: Struma Print

massa tyroid. Pembesaran tyroid dapat menimbulkan hyperplasia tetapi tidak

semuanya menunjukan adanya kadar TSH. Hipotesis lain menyatakan bahwa struma

disebabkan karena stimulus kelenjar tyroid oleh growth imunoglobin, stroma dapat

berupa difus atau noduler dan nodul disebabkan oleh adenoma, karsinoma, atau

proses inflamasi. Pembesaran tyroid yang tidak berhubungan dengan

hypertiroidisme, malignasi atau inflamasi sering kali terjadi pada wanita yang

timbul pada saat pubertas atau selama kehamilan disebut dengan simpel goiter. Pada

tiap orang dapat dijumpai masa dimana kebutuhan terhadap tiroxin bertambah

terutama masa pertumbuhan, menstruasi pubertas, kehamilan, laktasi, menopause,

infeksi dan stres. Pada masa tersebut akan menimbulkan modularitas kelenjar tyroid

serta kelainan arsitektur yang dapat berlanjut pada berkurangya aliran darah.

4. Gambaran Klinis

Gambaran klinis pada penderita struma antara lain :

a. Pemebengkakan secara berlebihan pada leher.

b. Batuk kaena pipa udara (tractea) terdesak kesisi lain.

c. Kesulitan menelan (nyeri saat menelan).

d. Kesulitan dalam bernafas dan suara bising pada waktu bernafas.

e. Suara parau karena tekanan pada saraf suara (Jhon Of Knight. 1993, Wanita

Ciptaan Ajaib, halaman 360 percetakan Advent Indonesia, Bandung).

5. Pemeriksaan Diagnostik.

a. Pemeriksaan sidik tiroid.

Berfungsi untuk melihat teraan ukuran, bentuk lokal dan yang bermasalah.

Fungsi bagian-bagian tiroid.

b. Pemeriksaan Ultrasonografi.

Berfungsi untuk melihat beberapa bentuk kelainan dan konsistensinya.

c. Biopsi Aspirasi Jarum halus.

Termografi adalah suatu metode pemeriksaan berdasarkan pengukuran suhu

kulit pada suatu tempat.

Page 15: Struma Print

d. Penanda tumor berfungsi untuk mengukur peninggian tiroglobulin kadar tg serum

normal antara 1,5-30 nymle.

e. X Ray (foto leher).

6. Penatalaksanaan Medik.

a. Pencegahan.

Dengan pemberian kapsul minyak beryodium terutama bagi penduduk didaerah

endemik sedang dan berat.

Program ini bertujuan merubah perilaku masyarakat, dalam hal pola makanan

dan memasyarakatkan pemakaian garam beryodium.

b. Tindakan Operasi.

Pada struma Nodosa NonToksik yang besar dapat dilakukan tindakan operasi

(strumectomy). Bila pengobatan tidak berhasil terjadi gangguan misalnya :

penekanan pada organ sekitarnya kosmetik, indikasi keganasan yang pasti akan

dicurigai.

7. Keterampilan pemeriksaan fisik tiroid

Pemeriksaan fisik kelenjer tiroid merupakan bagian dari pemeriksaan umum

seorang penderita. Dalam memeriksa leher seseorang, struktur leher lainnya pun harus

diperhatikan. Ada beberapa alasan untuk hal ini, pertama sering struktur ini tertutup

atau berubah oleh keadaan kelenjar tiroid, kedua metastasis tiroid sering terjadi ke

kelenjar limfe leher dan ketiga banyak juga kelainan leher yang sama sekali tidak

berhubungan dengan gangguan kelenjer gondok. Riwayat penyakit dan pemeriksaan

fisik sistematik juga diperlukan, sebab dampak yang ditimbulkan oleh gangguan

fungsi kelenjer tiroid melibatkan hampir seluruh oragan tubuh, sehingga

pengungkapan detail kelainan organ lainnya sangat membantu menegakkan maupun

mengevaluasi gangguan kelainan penyakit kelenjar tiroid. Pemeriksaan kelenjar tiroid

meliputi inspeksi, palpasi dan auskultasi.

a. Inspeksi

Waktu memeriksa kelenjar tiroid hendaknya dipastikan arah sinar yang tepat,

sehingga masih memberi gambaran jelas pada kontur, relief, tekstur kulit maupun

benjolan. Demikian pula harus diperhatikan apakah ada bekas luka operasi. Dengan

Page 16: Struma Print

dagu agak diangkat, perhatikan struktur dibagian bawah-depan leher. Kelenjar tiroid

normal biasanya tidak dapat dilihat dengan cara inspeksi, kecuali pada orang yang

amat kurus, namun apabila dalam keadaan tertentu ditemukan deviasi trachea atau

dilatasi vena maka harus curiga kemungkinan adanya gondok substernal. Biasanya

dengan inspeksi saja kita dapat menduga adanya pembesaran kelenjar tiroid yang

lazim disebut gondok. Gondok yang agak besar dapat dilihat, namun untuk

memastikan serta melihat

gambaran lebih jelas maka pasien diminta untuk membuat gerakan menelan (oleh

karena tiroid melekat pada trachea ia akan tertarik keatas bersama gerakan menelan).

Manuver ini cukup diagnostik untuk memisahkan apakah satu struktur leher tertentu

berhubungan atau tidak dengan tiroid. Sebaliknya apabila struktur kelenjar tiroid tidak

ikut gerakan menelan sering disebabkan perlengkapan dengan jaringan sekitarnya.

Untuk ini dipikirkan kemungkinan radang kronik atau keganasan tiroid.

b. Palpasi

Dalam menentukan besar, bentuk konsistensi dan nyeri tekan kelenjar tiroid

maka palpasi merupakan jalan terbaik dan terpenting. Ada beberapa cara, tergantung

dari kebiasaan pemeriksa. Syarat untuk palpasi tiroid yang baik adalah menundukkan

leher sedikit serta menoleh kearah tiroid yang akan diperiksa (menoleh kekanan untuk

memeriksa tiroid kanan, maksudnya untuk memberi relaksasi otot

sternokleidomastoideus kanan). Pemeriksa berdiri didepan pasien atau duduk setinggi

pasien. Sebagian pemeriksa lebih senang memeriksa tiroid dari belakang pasien.

Apapun yang dipilih langkah pertama ialah meraba daerah tiroid dengan jari telunjuk

(dan atau 3 jari) guna memastikan ukuran, bentuk, konsistensi, nyeri tekan dan

simetri. Untuk mempermudah meraba tiroid, kita dapat menggeser laring dan tiroid ke

satu sisi dengan menggunakan ibu jari atau jari tangan lain pada kartilago tiroid.

Kedua tiroid diperiksa dengan cara yang sama sambil pasien melakukan gerakan

menelan.

Page 17: Struma Print

Gambar 1. Pemeriksaan palpasi Kelenjar tiroid

Palpasi lebih mudah dilakukan pada orang kurus, meskipun pada orang gemuk tiroid

yang membesar juga dapat diraba dengan mudah. Ukuran tiroid dapat dinyatakan

dalam bermacam-macam cara :

Misalnya dapat diterjemahkan dalam ukuran volume (cc) dibandingkan dengan

ukuran volume ibu jari pemeriksa

Ukuran lebar dan panjang (cm x cm) atau ukuran berat (gram jaringan dengan

perbandingan ibu jari pemeriksa yang sudah ditera sendiri berdasarkan volume air

yang tergeser oleh ibu jari dan volume dikaitkan dengan berat daging dalam gram)

Mengukur luas permukaan kelenjar dapat digunakan sebagai ukuran besarnya tiroid

Gradasi pembesaran kelenjar tiroid untuk keperluan epidemiologi (untuk menentukan

prevalensi gondok endemik) menggunakan klasifikasi perez atau modifikasinya.

Umumnya wanita mempunayi gondok lebih besar sehingga lebih mudah diraba.

Tujuan menggunakan metoda ini ialah mendapat angka statistik dalam mengendalikan

masalah gondok endemik dan kurang yodium, dengan cara yang reploducible.

Klasifikasi awal (Perez 1960) adalah sebagai berikut :

Derajat 0 : Subjek tanpa gondok

Derajat 1 : Subjek dengan gondok yang dapat diraba (palpable)

Derajat 2 : Subjek dengan gondok terlihat (visible)

Derajat 3 : Subjek dengan gondok besar sekali, terlihat dari beberapa cm.

Page 18: Struma Print

Dalam praktek masih banyak dijumpai kasus dengan gondok yang teraba

membesartetapi tidak terlihat. Untuk ini dibuat subklas baru yaitu derajat IA dan

derajat IB.

Derajat IA : Subjek dengan gondok teraba membesar tetapi tidak terlihat meskipun

leher sudah ditengadahkan maksimal.

Derajat IB : Subjek dengan gondok teraba membesar tetapi terlihat dengan sikap

kepala biasa, artinya leher tidak ditengadahkan.

Adapun kriteria untuk menyatakan bahwa gondok membesar ialah apabila

lobus leteral tiroid sama atau lebih besar dari falang akhir ibu jari tangan pasien

(bukan jari pemeriksa). Dalam sistem klasifikasi ini setiap nodul perlu dilaporkan

khusus (pada survey GAKI dapatan ini mempunyai arti tersendiri).

Apabila dalam pemeriksaan survei populasi ditemukan nodularitas artinya

ditemukan

nodul pada lobus kelenjar tiroid, maka temuan ini perlu dilaporkan secara khusus.

Kista kita duga apabila pada rabaan berbentuk hemisferik, berkonsistensi kenyal,

dengan permukaan halus. Gondok keras sering ditemukan pada tiroiditis kronik atau

keganasan pada gondok, kenyal atau lembek pada struma colloides dan pada

defisiensi yodium. Nyeri tekan atau nyeri spontan dapat dijumpai pada radang atau

infeksi (tiroiditis autoimun, virus atau bakteri) tetapi dapat juga karena peregangan

mendadak kapsul tiroid oleh hemoragi ke kista, keganasan atau malahan dapat

ditemukan pada hipertiroidisme.

Pita ukuran seperti gambar diatas kadang digunakan untuk menilai secara

kasar perubahan ukuran kelenjar, membesar, tetap atau mengecil selama pengobatan

atau observasi. Dalam pengobatan penyakit Graves pengecilan kelenjar diawal

pengobatan memberikan indikasi respon baik sedangkan pembesaran menandakan

adanya overtreatment Obat Anti Tiroid (terjadi hipotiroidisme → TSH naik →

stimulasi dan lingkar leher membesar). Namun ini biasanya terlambat 2 minggu

sesudah perubahan biokimia. Palpasi juga berguna dalam menentukan pergeseran

trachea (bisa karena trachea terdesak atau tertarik sesuatu). Cari massa yang

menyebabkan pergeseran dengan cara palpasi. Rabalah pembesaran limfonodi yang

dapat merupakan petunjuk penyebaran karsinoma kelenjar tiroid ke kelenjar limfe

regional. Khusus perhatikan limfonodi sepanjang daerah trachea yang menutupi

trachea, kartilago krikoid, kartilago tiroid di linea mediana (disebut upper pretracheal

Page 19: Struma Print

node atau delphian group) dan limfonodi mastoid yang terdapat di sudut radang

bawah, raba pula kalau ada pembesaran vena.

C. Auskultasi

Tidak banyak informasi yang dapat disumbangkan oleh auskultasi tiroid,

kecuali untuk mendengarkan bruit, bising pembuluh di daerah gondok yang paling

banyak ditemukan pada gondok toksik (utamanya ditemukan di lobus kanan tiroid-

ingat vaskularisasinya).

8. Keterampilan persiapan pre operasistrumektomi, tiroidektomi

Perawatan yang tepat dapat dilakukan pada pasian pre-oprerasi pada tiroidektomi

adalah :

a. Kadar hormon tiroid harus diupayakan dalam keadaan normal

b. Pemberian obat antitiroid masih tetap dipertahankan disamping menurunkan kadar

hormon darah

c. Masalah jantung juga sudah harus teratasi

d. Kondisi nutrisi harus optimal, diet tinggi protein dan karbohidrat

e. Beri tahu pasien kemungkinan suara menjadi serak setelah operasi jelaskan bahwa

itu adalah hal yang wajar dan dapat kembali seperti semula

f. Penjelasan kepada penderita dan keluarganya mengenai tindakan operasi yang akan

dijalani serta resiko komplikasi disertai dengan tandatangan persetujuan dan

permohonan dari penderita untuk dilakukan operasi. (Informed consent)

g. Memeriksa dan melengkapi persiapan alat dan kelengkapan operasi, persiapan

ruang ICU untuk monitoring setelah operasi.

h. Penderita puasa minimal 6 jam sebelum operasi

i. Tanpa antibiotika profilaksis

Page 20: Struma Print

9. Perawatan post operasistrumektomi, tiroidektomi

Perawatan yang dapat dilakukan pada pasien pasca operasi pada tiroidektomi adalah :

a. Monitor tanda-tanda vital setiap 15 menit sampai stabil dan kemudian lanjutkan

setiap 30 menit selama 6 jam

b. Gunakan bantal pasir atau bantal tambahan untuk menahan posisi kepala tetap

ekstensi sampai klien sadar penuh

c. Bila sadar, berikan posisi semi fowler, apabila memindahkan klien hindarkan

penekanan pada daerah insisi.

d. Berikan obat analgesic sesuai program terapi

e. Bantu klien batuk dan napas dalam setiap 30 menit

f. Gunakan penghisap oral atau trachea sesuai kebutuhan

g. Monitor komplikasi yang terjadi pada pasca operasi tiroidektomi, seperti:

Perdarahan, Distress pernapasan¸Hipokalsemia akibat pengangkatan paratiroid

yang ditandai dengan tetani, Kerusakan saraf laryngeal.

10. keterampilan persiapan pre operasi strumektomi,tiroidektomi

10.1. Prosedur Tindakan Strumektomi

I.          Persiapan alat dasar strumektomi:

a. Alat Tenun Steril:

1) Doek besar 2 buah

2) Doek kecil 5 buah

3) Jas oprasi 5 buah

b. Instrumen (standar alat strumektomi)

Nama Alat

1. Langenbeck besar       2

2. Langenbeck sedang    2

3. Dissecting / raigth engle 3

4. Allis klem        2

5. Tumor klem     2

Page 21: Struma Print

6. Needle holder 2

7. Yoderen klem 1

8. Duk klem        6

9. Pean bengkok panjang    6

10. Pean bengkok sedang 6

11. Pean bengkok kecil     12

12. Pean lurus kecil           2

13. Kocher lurus sedang   10

14. Kocher lurus panjang  6

15. Tangkai pisau no 4      1

16. Tangkai pisau no 3      1

17. Pincet tissue chirurgy  1

18. Pincet tissue anatomi  1

19. Pincet chirurgy 2

20. Pincet anatomi 2

21. Gunting jaringan kecil 1

22. Gunting jaringan besar 1

23. Gunting benang 1

24. Bengkok steril 1

25. Mangkok stenlis 2

26. Mangkok cina 2

27. Jarum jahit 1 set

 

Persiapan Diluar Kontener Set

1) Kasa    2 ikat

2) Darem gas       3 lbr

3) Suction            1

4) ESU dan cucuknya     1

5) Mess no 15      1

6) Benang side no 2/0, no 3/0, dexon 4/0 & 2/0

7) Waskom besar steril    2

8) Betadine          Secukupnya

Page 22: Struma Print

9) Aquabidest steril         Secukupnya

10) Tinta dan tusuk gigi    1

II.        Prosedur Persiapan alat-alat sebelum tindakan operasi:

a. Prosedur menyiapkan meja linen steril dan instrumen steril sebelum operasi:

Prosedur

1) Cuci tangan biasa

2) Bersihkan meja instrumen dengan chlorin 0,2%

3) Pasang perlak steril dengan teknil tanpa sentuh

4) Buka doek /drape sesuai dengan kebutuhan dan sarung tangan menggunakan

korentang.

5) Cuci tangan steril

6) Keringkan tangan dengan handuk/lap steril

7) Gunakan gaun oprasi steril

8) Atur duk / drape / instrumen dan sarung tangan steril

9) Tutup meja dengan doek steril

b. Prosedur cuci tangan prosedural:

Prosedur

1) Lepaskan semua perhiasan, cincin dan jam tangan

2) Basahi tangan dengan air mengalir dari ujung jari sampai 2 cm di atas siku

3) Gunakan cairan hebiscrup, dan cuci tangan mulai dari telapak tangan dan jari-

jari serta lengan bawah secara menyeluruh sampai 2 cm atas siku, kemudian

bilas merata selama 1 menit.

4) Ambil sikat dan beri cairan Hebiscrup

5) Bersihkan kuku secara menyeluruh dengan sikat

6) Kemudian bersihkan jari-jari, telapak tangan dan punggung tangan, cuci setiap

jari seakan mempunyai empat sisi

7) Scrub daerah pergelangan tangan pada tiap tangan

Page 23: Struma Print

8) Kemudian scrub lengan bawah sampai 2 cm diatas siku (selama satu setengah

menit)

9) Ulangi pada lengan satunya, dengan waktu yang sama

10) Bilas tangan dan lengan secara merata, pastikan tangan ditahan lebih tinggi dari

siku, ulangi pemakaian Hebiscrup dengan merata tanpa dibilas dengan air. (1

menit untuk kedua tangan)

11) Pastikan posisi tangan di atas dan biarkan air menetes melalui siku

12) Cuci tangan slesai, keringkan tangan dengan handuk steril

C.        Menggunakan Gaun Steril Untuk Operasi

Prosedur

1) Ambil gaun bedah steril, dengan cara memegang bagian leher angkat dengan

kedudukan tangan setinggi bahu

2) Pegang bagian leher dengan tangan setinggi bahu dengan menjaga bagian dalam

tetap menghadap pemakai

3) Kibaskan gaun dan bersamaan dengan itu masukan tangan kedalam lengan gaun

dengan tetap menjaga ketinggian setinggi bahu

4) Petugas yang tidak steril mengambil bagian dalam dari gaun dan menarik

kebelakang untuk merapikan dan harus menutup seluruh bagian belakang

pemakai, serta mengikatkan tali gaun dengan rapi.

5) Pemakaian gaun selesai

C. Menggunakan Sarung Tangan steril:

Prosedur

1) Tangan berada di dalam gaun bedah saat menjemput sarung tangan yang terlipat

keluar

2) Dengan dibantu tangan sebelah yang masih berada di dalam lengan gaun pakai

sarung tangan yang satu

3) Dengan tangan yang sudah bersarung pakai sarung tangan yang satunya lagi

4) Pemakaian sarung tangan selesai

Page 24: Struma Print

III.       Prosedur Tindakan Operasi Strumektomi

Prosedur operasi dibagi menjadi tiga yaitu: pre operasi, intra operasi dan pos operasi.

A. Pre Operasi

•           Persiapan brankar untuk menerima pasien dengan mempersiapkan:

-           Sprai

-           Plastik/kain kedap air ditaruh dibagian atas (daerah kepala sampai leher)

-           Slimut

-           Baju oprasi dan topi.

•           Menerima pasien / timbang terima di ruang timbang terima:

-           Mencocokan nama pasien antara lest dengan gelang pasien

-           Memindahkan pasien ke brankar

-           Mengganti baju pasien dan memakaikan topi

-           Mengecek perlengkapan / persiapan oprasi sesuai dengan chek list

-           Mendorong pasien ke ruang oprasi (Ok 6)

 

B. Intra Operasi

Pelaksanaan tindakan pembedahan intra operatif dimulai dari pasien dipasang monitor

dan dilakukan tindakan pembiusan oleh dokter anastesi, urutan pembedahan

meliputi:

•           Pasien telah dipasang monitor dan dilakukan pembedahan kemudian pasien

dipasang arde dengan benar.

Page 25: Struma Print

•           Operator, asisten dan instrumen melakukan cuci tangan prosedural, pemakaian jas

oprasi dan sarung tangan steril, (sesuai dengan cara diatas)

•           Memberikan preparasi set kepada operator:

-           Mangkok cina berisi betadine

-           Kom steril berisi dan 3 lembar kasa

-           Yoderem klem

•           Bersama-sama oprator melakukan draping:

-           Dua duk kecil dibentuk segi tiga dan segi empat digabung dimasukan di bawah

kepala pasien, duk segi tiga untuk menutup kepala pasien.

-           Pasang duk besar untuk menutup badan pasien

-           Pasang duk kecil disebelah kanan dan kiri kepala pasien

-           Pasang duk besar untuk lapisan badan yang kedua

-           Semua duk dipiksasi dengan duk klem

 

•           Mendekatkan meja instrumen kedekat pasien dan mempersiapkan alat-alat:

-           Memasang ESU

-           Memasang section

-           Kabel dan selang dipiksasi didaerah perut dan dengan aman serta terjangkau.

Page 26: Struma Print

•           Langkah-langkah pembedahan:

Langkah Pembedahan (Alat / Bahan yang Digunakan)

1) Incici kulit leher          (Bisturi no 15 beserta tangkainya, pincet cirurgy.

2) Buka sub kutis            (Pincet cirurgy, kasa dan pean bengkok dan ESU

3) Membuka fasia            (Pincet cirurgy, kasa, darem gas, pean bengkok, ESU,

kokher dan gunting jaringan

4) Membuka otot (Pean bengkok, pincet.

5) Exsplorasi tumor         (Elis klem, pean bengkok, ESU, pincet cirurgy, gunting

jaringan, suktion, kasa/darem gas.

6) Pembuluh darah kecil dikoter sedangkan pembuluh darah besar dilakukan ligasi

dengan ikat benang side 2/0.

7) Massa terangkat          (Pemeriksaan PA

8) Pencucian luka            (Nacl 0,9%, suction

9) Memasang drain          (Ngt no 16, pean bengkok, mes no 15.

10) Mengikat drain            (Nedle holder, benag side 2/0, pincet cirurgy, jarum cating

dan gunting benang

11) 10        Jahit otot         (Nedle holder, pincet cirurgy, gunting benang, plain 2/0,

jarum otot.

12) Jahit Fasia       (Nedle holder, pincet cirurgy, gunting benang, dexson 2/0

13) Jahit subkutis  (Nedle holder, pincet cirurgy, gunting benang, dexson 2/0

14) Jahit kulit secara subkutikuler Nedle holder, pincet cirurgy, gunting benang,

dexson 4/0

15) Membersihkan luka dan sekitarnya     Kasa basah

16) Tutup luka       Sofratule, kasa steril, plester/hypapik.

17) Memasang penampung drain  Botol plabot kosong

18) Oprasi selesai  Pasien dibereskan

Page 27: Struma Print

C.        Post Operasi:

1. Cek alat dan bahan habis pakai:

a. Linen kotor dimasukan ketempatnya.

b. Cek alat,kasa dan darem gas, dan jarum eating

c. Jarum dan bisturi dimasukan kedalam tempat khusus

d. Lakukan pencucian alat/instrumen

e. Instrumen dikembalikan ke ruang seting alat

2. Melepas gaun oprasi:

a. Minta bantuan orang lain untuk melepsas ikatan tali gaun

b. Melepas gaun oprasi dengan cara menarik kearah depan

c. Melepas kedua tangan dan gulung gaun oprasi dari daerah tali ke daerah yang

tidak menempel pada tubuh kita, sehingga akan terjadi posisi dimana gaun

yang menempel pada tubuh kita berada diluar gulungan

d. Menggulung gaun oprasi dari daerah leher gaun kebawah

e. Meletakkan gaun oprasi ketempat yang disediakan

3. Pasien mulai sadar dilakukan exstubasi dan penghisapan lendir kemudian pasien

dibawa ke ruang RR untuk observasi.

4. Ruangan dibersihkan dengan dipel satu arah mulai dari pinggir ketengah dengan

menggunakan cairan presept (0,2%).

Page 28: Struma Print

D. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

Suatu bentuk pelayanan keperawatan profesional yang merupakan bagian integral

dari pelayanan kesehatan berdasarkan ilmu dan kiatnya, dimana pelayanan keperawatan

mengacu pada pelayanan bio, psiko, sosial, spiritual yang komprehensif ditujukan kepada

klien, keluarga dan masyarakat baik yang sakit maupun yang sehat. Langkah proses

keperawatan itu sendiri meliputi :

1. Pengkajian.

Pengumpulan data yang berhubungan dengan pasien secara sistematis (Marilynn

E Doenges). Pengumpulan data dan sumber data dapat dilakukan melalui observasi,

wawancara dan pemeriksaan fisik yang meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan

auskultasi. Pengkajian data klien meliputi :

a. Aktifitas \ Istirahat : Insomnia, sensitifitas meningkat, otot lemah, gangguan

koordinasi kelelahan berat, atrofi otot.

b. Eliminasi : Urine dalam jumlah banyak perubahan dalam faeses diare.

c. Integritas ego : Mengalami stres yang berat baik fisik maupun emosional.

d. Makanan \ cairan : Kehilangan berat badan yang mendadak, nafsu makan yang

meningkat, makan banyak, makannya sering kehausan, mual muntah pembesaran

tyroid.

e. Rasa nyeri \ Kenyamanan : Nyeri orbital, fotofobia.

f. Pernafasan : Frekuensi pernafasan meningkat, takipnea, dispnea.

g. Keamanan : Tidak toleransi terhadap panas keringat yang berlebihan, suhu

meningkat diatas 370 C, kulit halus, hangat dan kemerahan, rambut tipis,

mengkilat dan lurus.

Eksoftalmus : retraksi, iritasi pada kongjungtiva dan berair.

h. Seksualitas : penurunan libido, perdarahan sedikit atau tidak sama sekali,

impotensi.

Page 29: Struma Print

2. Diagnosa kepeawatan pada pre operasi yang lazim terjadi pada struma pre operasi :

a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan hyperplasia kelenjar tyroid.

b. Gangguan body image berhubungan dengan involusi kelenjar tyroid.

c. Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan penekanan pada esofagus,

kesulitan menelan.

d. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik.

3. Perencanaan tindakan keperawatan sesuai prioritas masalah

1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan hyperplasia kelenjar tyroid.

Tujuan : mengatasi nyeri klien.

INTERVENSI RASIONAL

1. Kaji tingkat nyeri klien

2. Anjurkan klien untuk makanan

lunak.

3. Menganjurkan klien supaya

makan sedikit-sedikit tapi sering.

4. Kolaborasi dengan tim medis

dalam pemberian analgetik.

1. Mengetahui tingkat nyeri klien

dan sebagai dasar untuk menentu-

kan rencana tindakan selanjutnya.

2. Mengurangi resiko nyeri saat

menelan.

3. Dengan makan sedikit-sedikit

tidak akan memperberat rasa sakit

saat menelan.

4. Analgetik dapat menekan pusat

nyeri sehingga impuls nyeri tidak

diteruskan ke otak

Page 30: Struma Print

2. Gangguan body image berhubungan dengan involusi kelenjar tyroid.

Tujuan : Klien mengerti tentang adanya perubahan bentuk tubuh dan mau

menerima keadaannya serta mengembangkan mekanisme pemecahan

masalah dan beradaptasi dengan baik.

INTERVENSI RASIONAL

1. Diskusi dengan klien bagaimana

proses penyakitnya pengaruhnya.

2. Kaji kesulitan yang dialami klien

3. Berikan suport pada klien dalam

melakukan pengobatan dan beri

pengertian.

1. Sebagai informasi tambahan

untuk memulai proses metode

pemecahan masalah.

2. Perasaan klien terhadap kondisi

fisiknya merupakan hal yang

nyata dimana perawat harus bisa

meyakinkan klien bahwa dengan

kemajuan teknologi masalah klien

bisa diatasi.

3. Klien tidak menganggap peruba-

han yang dialaminya sebagai

suatu masalah yang cukup berat.

3. Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan penekanan pada esofagus,

kesulitan menelan.

Tujuan : Pasien mengatakan berat badannya stabil dan bebas dari tanda-tanda

malnutrisi.

INTERVENSI RASIONAL

1. Monitor intake tiap hari

2. Anjuran klien untuk makan

makanan yang tinggi kalori

dan kaya akan gizi.

3. Kontrol faktor lingkungan

1. Nutrisi merupakan kebutuhan yang

harus tetap terpenuhi setiap hari

untuk mencegah terjadinya malnut-

risi.

2. Suplemen makanan tersebut akan

mempertahankan jumlah kalori dan

protein dalam tubuh tetap dalam

keadaan stabil.

3. Lingkungan yang buruk akan

memperburuk keadaan mual dan

Page 31: Struma Print

seperti bau yang tidak sedap

dan hindari makanan yang

pedas dan berminyak.

menyebabkan muntah, efektifitas

diet merupakan hal yang individual

untuk dapat mengatasi adanya

mual.

4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik.

Tujuan : Klien dapat melakukan aktifitas sesuai dengan kemampuannya

dan dapat mendemonstrasikan teknik perawatan diri.

INTERVENSI RASIONAL

1. Bantuan klien dalam melaku-

kan perawatan diri.

2. Anjuran keluarga klien untk

berpartisipasi dalam perawa-

tan diri klien.

3. Anjuran klien untuk melaku-

kan perawatan diri secara

bertahap.

4. Bantu klien untuk melaku-kan

perawatan diri secara

bertahap.

5. HE kepada klien dan

keluarganya tentang penting-

nya kebersihan.

1. Membantu dalam mempertahankan

personal hygiene klien.

2. Klien tidak merasa terbebani dalam

melakukan perawatan diri.

3. Mempersiapkan diri klien untuk tidak

tergantung pada orang lain karena

adnya kelemahan fisik.

4. Mempermudah klien dalam

melakukan perawatan diri.

5. Klien dan keluarganya bisa

termotifasi untuk tetap menjaga

personal hygiene klien.

5. Anxietas berhubungan dengan interpretasi yang salah dan prosedur pembedahan

Page 32: Struma Print

Tujuan : Klien dapapt mengungkapkan bahwa kecemasannya sudah berkurang

atau sudah tidak cemas lagi.

INTERVENSI RASIONAL

1. Kaji tingkat kecemasan klien.

2. Berikan dorongan kepada

klien untuk mengekspresikan

perasaannya.

3. Berikan penjelasan singkat

tentang penyakitnya dan

prosedur pembedahannya.

4. Beri support positif kepada

klien.

5. Anjurkan kepada klien untuk

selalu melakukan pendekatan

spritual.

1. Sebagai dasar dalam melakukan

intervensi selanjutnya.

2. Dukungan perawat akan membawa

klien untuk mengenal sedini mungkin

perasaannya dan membagi kepada

orang lain untuk mengurangi

gangguan perasaannya.

3. Penyelesaian singkat dan benar akan

menghilangkan persepsi yang salah

tentang penyakitnya.

4. Suport positif dapat membantu klien

untuk melakukan koping untuk

mengatasi masalah.

5. Pendekatan spritual membantu klien

untuk tetap tabah dalam menghadapi

penyakitnya.

6. Diagnosa keperawatan post operasi (Doenges, Marilyn E, Rencana Asuhan

Keperawatan, 2001).

a. Resiko tinggi terjadi ketidakefektivan bersihan jalan nafas berhubungan dengan

obstruksi trakea, pembengkakan, perdarahan dan spasme laringeal.

b. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan cedera pita suara/kerusakan

laring, edema jaringan, nyeri, ketidaknyamanan.

c. Resiko tinggi terhadap cedera/tetani berhubungan dengan proses pembedahan,

rangsangan pada sistem saraf pusat.

d. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan dengan tindakan bedah

terhadap jaringan/otot dan edema pasca operasi.

7. Perencanaan Keperawatan / Intervensi

Page 33: Struma Print

a. Resiko tinggi terjadi ketidakefektivan bersihan jalan nafas berhubungan dengan

obstruksi trakea, pembengkakan, perdarahan dan spasme laringeal.

Tujuan : Mempertahankan jalan napas paten dengan mencegah aspirasi.

INTERVENSI RASIONAL

1. Pantau frekuensi pernafasan,

kedalaman dan kerja perna-

fasan

2. Auskultasi suara nafas, catat

adanya suara ronchi

3. Kaji adanya dispnea, stridor,

dan sianosis. Perhatikan

kualitas suara

4. Waspadakan pasien untuk

menghindari ikatan pada

leher, menyokog kepala

dengan bantal

5. Bantu dalam perubahan

posisi, latihan nafas dalam

dan atau batuk efektif sesuai

indikasi

6. Lakukan pengisapan lendir

pada mulut dan trakea sesuai

indikasi, catat warna dan

karakteristik sputum

1. Pernafasan secara normal ka-

dang-kadang cepat, tetapi ber-

kembangnya distres pada perna-

fasan merupakan indikasi kom-

presi trakea karena edema atau

perdarahan

2. Ronchi merupakan indikasi

adanya obstruksi.spasme lari-

ngeal yang membutuhkan

evaluasi dan intervensi yang

cepat

3. Indikator obstruksi trakea/spasme

laring yang membutuhkan

evaluasi dan intervensi segera

4. Menurunkan kemungkinan

tegangan pada daerah luka karena

pembedahan

5. Mempertahankan kebersihan

jalan nafas dan evaluasi. Namun

batuk tidak dianjurkan dan dapat

menimbulkan nyeri yang berat,

tetapi hal itu perlu untuk

membersihkan jalan nafas

6. Edema atau nyeri dapat

mengganggu kemampuan pasien

untuk mengeluarkan dan

membersihkan jalan nafas sendiri

Page 34: Struma Print

7. Lakukan penilaian ulang

terhadap balutan secara

teratur, terutama pada bagian

posterior

8. Selidiki kesulitan menelan,

penumpukan sekresi oral

9. Pertahankan alat trakeosnomi

di dekat pasien

10. Pembedahan tulang

7. Jika terjadi perdarahan, balutan

bagian anterior mungkin akan

tampak kering karena darah

tertampung/terkumpul pada

daerah yang tergantung

8. Merupakan indikasi edema/per-

darahan yang membeku pada

jaringan sekitar daerah operasi

9. Terkenanya jalan nafas dapat

menciptakan suasana yang

mengancam kehidupan yang

memerlukan tindakan yang

darurat

10. Mungkin sangat diperlukan untuk

penyambungan/perbaikan pem-

buluh darah yang mengalami

perdarahan yang terus menerus

b. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan cedera pita suara/kerusakan

laring, edema jaringan, nyeri, ketidaknyamanan.

Tujuan : Mampu menciptakan metode komunikasi dimana kebutuhan dapat

dipahami

INTERVENSI RASIONAL

1. Kaji fungsi bicara secara periodik 1. Suara serak dan sakit tenggorok

akibat edema jaringan atau

kerusakan karena pembedahan

pada saraf laringeal yang

berakhir dalam beberapa hari

Page 35: Struma Print

2. Pertahankan komunikasi yang

sederhana, beri pertanyaan yang

hanya memerlukan jawaban ya

atau tidak

3. Memberikan metode komunikasi

alternatif yang sesuai, seperti

papan tulis, kertas tulis/papan

gambar

4. Antisipasi kebutuhan sebaik

mungkin. Kunjungan pasien

secara teratur

5. Beritahu pasien untuk terus

menerus membatasi bicara dan

jawablah bel panggilan dengan

segera

6. Pertahankan lingkungan yang

tenang

kerusakan saraf menetap dapat

terjadi kelumpuhan pita suara

atau penekanan pada trakea.

2. Menurunkan kebutuhan beres-

pon, mengurangi bicara

3. Memfasilitasi ekspresi yang

dibutuhkan

4. Menurunnya ansietas dan

kebutuhan pasien untuk

berkomunikasi.

5. Mencegah pasien bicara yang

dipaksakan untuk menciptakan

kebutuhan yang diketahui/me-

merlukan bantuan

6. Meningkatkan kemampuan men-

dengarkan komunikasi perlahan

dan menurunkan kerasnya suara

yang harus diucapkan pasien

untuk dapat didengarkan

Page 36: Struma Print

c. Resiko tinggi terhadap cedera/tetani berhubungan dengan proses pembedahan,

rangsangan pada sistem saraf pusat.

Tujuan : Menunjukkan tidak ada cedera dengan komplikasi

terpenuhi/terkontrol.

INTERVENSI RASIONAL

1. Pantau tanda-tanda vital dan catat

adanya peningkatan suhu tubuh,

takikardi (140 – 200/menit),

disrtrimia, syanosis, sakit waktu

bernafas (pembengkakan paru)

2. Evaluasi refleksi secara periodik.

Observasi adanya peka rangsang,

misalnya gerakan tersentak,

adanya kejang, prestesia

3. Pertahankan penghalang tempat

tidur/diberi bantalan, tmpat tidur

pada posisi yang rendah

4. Memantau kadar kalsium dalam

serum

5. (Kolaborasi) Berikan pengobatan

sesuai indikasi (kalsium/glukonat,

laktat)

1. Manipulasi kelenjar selama

pembedahan dapat mengakibat-

kan peningkatan pengeluaran

hormon yang menyebabkan krisis

tyroid

2. Hypolkasemia dengan tetani

(biasanya sementara) dapat ter-

jadi 1 – 7 hari pasca operasi dan

merupakan indikasi hypopara-

tiroid yang dapat terjadi sebagai

akibat dari trauma yang tidak

disengaja pada pengangkatan

parsial atau total kelenjar

paratiroid selama pembedahan

3. Menurunkan kemungkinan

adanya trauma jika terjadi kejang

4. Kalsium kurang dari 7,5/100 ml

secara umum membutuhkan

terapi pengganti.

5. Memperbaiki kekurangan kal-

sium yang biasanya sementara

tetapi mungkin juga menjadi

permanen

Page 37: Struma Print

d. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan dengan tindakan bedah

terhadap jaringan/otot dan edema pasca operasi.

Tujuan : Melaporkan nyeri hilang atau terkontrol. Menunjukkan kemampuan

mengadakan relaksasi dan mengalihkan perhatian dengan aktif sesuai

situasi.

INTERVENSI RASIONAL

1. Kaji tanda-tanda adanya nyeri

baik verbal maupun non verbal,

catat lokasi, intensitas (skala 0 –

10) dan lamanya

2. Letakkan pasien dalam posisi

semi fowler dan sokong kepala/

leher dengan bantal pasir/bantal

kecil

3. Pertahankan leher/kepala dalam

posisi netral dan sokong selama

perubahan posisi. Instruksikan

pasien menggunakan tangannya

untuk menyokong leher selama

pergerakan dan untuk

menghindari hiperekstensi leher

4. Letakkan bel dan barang yang

sering digunakan dalam

jangkauan yang mudah

5. Berikan minuman yang sejuk/

makanan yang lunak ditoleransi

jika pasien mengalami kesulitan

menelan

6. Anjurkan pasien untuk

menggunakan teknik relaksasi,

1. Bermanfaat dalam mengevaluasi

nyeri, menentukan pilihan in-

tervensi, menentukan efektivitas

terapi

2. Mencegah hiperekstensi leher

dan melindungi integritas garis

jahitan

3. Mencegah stress pada garis

jahitan dan menurunkan tegangan

otot

4. Membatasi ketegangan, nyeri

otot pada daerah operasi

5. Menurunkan nyeri tenggorok

tetapi makanan lunak ditoleransi

jika pasien mengalami kesulitan

menelan

6. Membantu untuk memfokuskan

kembali perhatian dan membantu

Page 38: Struma Print

seperti imajinasi, musik yang

lembut, relaksasi progresif.

7. (Kolaborasi) Beri obat analgetik

dan/atau analgetik spres

tenggorok sesuai kebutuhannya

8. Berikan es jika ada indikasi

pasien untuk mengatasi nyeri/rasa

tidak nyaman secara lebih efektif

7. Beri obat analgetik dan/atau

analgetik spres tenggorok sesuai

kebutuhannya

8. Menurunnya edema jaringan dan

menurunkan persepsi terhadap

nyeri

Page 39: Struma Print

DAFTAR PUSTAKA

Daucgh, patricik , at glance.2002. ilmu penyakit dalam. Jakarta : erlanga medicine

Sjamsuhidayat, R, Buku Ajar Ilmu Bedah, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta,

1998, hal 926-935.

Kaplan, Edwin. L, Thyroid and Parathyroid, in Principles of Surgery, New York,

1994, page : 1611-1621.

Johan, S. M. 2006. Nodul tiroid. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III, Edisi IV.

Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Penyakit Dalam FKUI

Djokomoeljanto, R. 2006. Kelenjar tiroid, hipotiroidisme, dan hipertiroidisme. Buku

Ajar Penyakit Dalam Jilid III, Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen

Penyakit Dalam FKUI

Wijayahadi, Y., Marwowinoto, M., Reksaprawira., Murtedjo, U. 2000. Kelenjar

Tiroid: Kelainan, Diagnosis dan Penatalaksanaan. Seksi Bedah Kepala & Leher,

Bagian Ilmu Bedah, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Surabaya: Jawi Aji

Surabaya