Klasifikasi Struma

25
Klasifikasi Struma Pembesaran kelenjar tiroid (kecuali keganasan) Menurut American society for Study of Goiter membagi : 1. Struma Non Toxic Diffusa 2. Struma Non Toxic Nodusa 3. Stuma Toxic Diffusa 4. Struma Toxic Nodusa Istilah Toksik dan Non Toksik dipakai karena adanya perubahan dari segi fungsi fisiologis kelenjar tiroid seperti hipertiroid dan hipotyroid, sedangkan istilah nodusa dan diffusa lebih kepada perubahan bentuk anatomi. 1. Struma non toxic nodusa Adalah pembesaran dari kelenjar tiroid yang berbatas jelas tanpa gejala-gejala hipertiroid. Etiologi : Penyebab paling banyak dari struma non toxic adalah kekurangan iodium. Akan tetapi pasien dengan pembentukan struma yang sporadis, penyebabnya belum diketahui. Struma non toxic disebabkan oleh beberapa hal, yaitu : 1. Kekurangan iodium: Pembentukan struma terjadi pada difesiensi sedang yodium yang kurang dari 50 mcg/d. Sedangkan defisiensi berat iodium adalah kurang dari 25 mcg/d dihubungkan dengan hypothyroidism dan cretinism. 2. Kelebihan yodium: jarang dan pada umumnya terjadi pada preexisting penyakit tiroid autoimun 3. Goitrogen : Obat : Propylthiouracil, litium, phenylbutazone, aminoglutethimide, expectorants yang mengandung yodium Agen lingkungan : Phenolic dan phthalate ester derivative dan resorcinol berasal dari tambang batu dan batubara. Makanan, Sayur-Mayur jenis Brassica ( misalnya, kubis, lobak cina, brussels kecambah), padi-padian millet, singkong, dan goitrin dalam rumput liar. 4. Dishormonogenesis: Kerusakan dalam jalur biosynthetic hormon kelejar tiroid

description

str

Transcript of Klasifikasi Struma

Page 1: Klasifikasi Struma

Klasifikasi Struma

Pembesaran kelenjar tiroid (kecuali keganasan)

Menurut American society for Study of Goiter membagi :

1. Struma Non Toxic Diffusa2. Struma Non Toxic Nodusa3. Stuma Toxic Diffusa4. Struma Toxic Nodusa

Istilah Toksik dan Non Toksik dipakai karena adanya perubahan dari segi fungsi fisiologis kelenjar tiroid seperti hipertiroid dan hipotyroid, sedangkan istilah nodusa dan diffusa lebih kepada perubahan bentuk anatomi.

1. Struma non toxic nodusa

Adalah pembesaran dari kelenjar tiroid yang berbatas jelas tanpa gejala-gejala hipertiroid.

Etiologi : Penyebab paling banyak dari struma non toxic adalah kekurangan iodium. Akan tetapi pasien dengan pembentukan struma yang sporadis, penyebabnya belum diketahui. Struma non toxic disebabkan oleh beberapa hal, yaitu :

1. Kekurangan iodium: Pembentukan struma terjadi pada difesiensi sedang yodium yang kurang dari 50 mcg/d. Sedangkan defisiensi berat iodium adalah kurang dari 25 mcg/d dihubungkan dengan hypothyroidism dan cretinism.

2. Kelebihan yodium: jarang dan pada umumnya terjadi pada preexisting penyakit tiroid autoimun

3. Goitrogen : Obat : Propylthiouracil, litium, phenylbutazone, aminoglutethimide, expectorants

yang mengandung yodium Agen lingkungan : Phenolic dan phthalate ester derivative dan resorcinol berasal

dari tambang batu dan batubara. Makanan, Sayur-Mayur jenis Brassica ( misalnya, kubis, lobak cina, brussels

kecambah), padi-padian millet, singkong, dan goitrin dalam rumput liar.4. Dishormonogenesis: Kerusakan dalam jalur biosynthetic hormon kelejar tiroid5. Riwayat radiasi kepala dan leher : Riwayat radiasi selama masa kanak-kanak

mengakibatkan nodul benigna dan maligna (Lee, 2004)

2. Struma Non Toxic Diffusa

Etiologi : (Mulinda, 2005)

1. Defisiensi Iodium2. Autoimmun thyroiditis: Hashimoto oatau postpartum thyroiditis

Page 2: Klasifikasi Struma

3. Kelebihan iodium (efek Wolff-Chaikoff) atau ingesti lithium, dengan penurunan pelepasan hormon tiroid.

4. Stimulasi reseptor TSH oleh TSH dari tumor hipofisis, resistensi hipofisis terhadap hormo tiroid, gonadotropin, dan/atau tiroid-stimulating immunoglobulin

5. Inborn errors metabolisme yang menyebabkan kerusakan dalam biosynthesis hormon tiroid.

6. Terpapar radiasi7. Penyakit deposisi8. Resistensi hormon tiroid9. Tiroiditis Subakut (de Quervain thyroiditis)10. Silent thyroiditis11. Agen-agen infeksi12. Suppuratif Akut : bacterial13. Kronik: mycobacteria, fungal, dan penyakit granulomatosa parasit14. Keganasan Tiroid

2. Struma Toxic Nodusa

Etiologi : (Davis, 2005)

1. Defisiensi iodium yang mengakibatkan penurunan level T42. Aktivasi reseptor TSH3. Mutasi somatik reseptor TSH dan Protein G4.  Mediator-mediator pertumbuhan termasuk : Endothelin-1 (ET-1), insulin like growth factor-1,

epidermal growth factor, dan fibroblast growth factor.

4. Struma Toxic Diffusa

Yang termasuk dalam struma toxic difusa adalah grave desease, yang merupakan penyakit autoimun yang masih belum diketahui penyebab pastinya (Adediji,2004)

Patofisiologi :

Gangguan pada jalur TRH-TSH hormon tiroid ini menyebabkan perubahan dalam struktur dan fungsi kelenjar tiroid gondok. Rangsangan TSH reseptor tiroid oleh TSH, TSH-Resepor Antibodi atau TSH reseptor agonis, seperti chorionic gonadotropin, akan menyebabkan struma diffusa. Jika suatu kelompok kecil sel tiroid, sel inflamasi, atau sel maligna metastase ke kelenjar tiroid, akan menyebabkan struma nodusa (Mulinda, 2005)

Defesiensi dalam sintesis atau uptake hormon tiroid akan menyebabkan peningkatan produksi TSH. Peningkatan TSH menyebabkan peningkatan jumlah dan hiperplasi sel kelenjar tyroid untuk menormalisir level hormon tiroid. Jika proses ini terus menerus, akan terbentuk struma. Penyebab defisiensi hormon tiroid termasuk inborn error sintesis hormon tiroid, defisiensi iodida dan goitrogen (Mulinda, 2005)

Page 3: Klasifikasi Struma

Struma mungkin bisa diakibatkan oleh sejumlah reseptor agonis TSH. Yang termasuk stimulator reseptor TSH adalah reseptor antibodi TSH, kelenjar hipofise yang resisten terhadap hormon tiroid, adenoma di hipotalamus atau di kelenjar hipofise, dan tumor yang memproduksi human chorionic gonadotropin (Mulinda, 2005)

DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN

Diagnosis disebut lengkap apabila dibelakang struma dicantumkan keterangan lainnya, yaitu morfologi dan faal struma.

Dikenal beberapa morfologi (konsistensi) berdasarkan gambaran makroskopis yang diketahui dengan palpasi atau auskultasi :

1. Bentuk kista : Struma kistik

Mengenai 1 lobus Bulat, batas tegas, permukaan licin, sebesar kepalan Kadang Multilobaris Fluktuasi (+)

2. Bentuk Noduler : Struma nodusa

Batas Jelas Konsistensi kenyal sampai keras Bila keras curiga neoplasma, umumnya berupa adenocarcinoma tiroidea

3. Bentuk diffusa : Struma diffusa

batas tidak jelas Konsistensi biasanya kenyal, lebih kearah lembek

4. Bentuk vaskuler : Struma vaskulosa

Tampak pembuluh darah Berdenyut Auskultasi : Bruit pada neoplasma dan struma vaskulosa Kelejar getah bening : Para trakheal dan jugular vein

Dari faalnya struma dibedakan menjadi :

1. Eutiroid2. Hipotiroid3. Hipertiroid

Page 4: Klasifikasi Struma

Berdasarkan istilah klinis dibedakan menjadi :

1. Nontoksik : eutiroid/hipotiroid2. Toksik : Hipertiroid

Pemeriksaan Fisik :

Status Generalis :

1. Tekanan darah meningkat2. Nadi meningkat3. Mata :

Exopthalmus Stelwag Sign : Jarang berkedip Von Graefe Sign : Palpebra superior tidak mengikut bulbus okuli waktu melihat

ke bawah Morbus Sign : Sukar konvergensi Joffroy Sign : Tidak dapat mengerutkan dahi Ressenbach Sign : Temor palpebra jika mata tertutup

4. Hipertroni simpatis : Kulit basah dan dingin, tremor halus5. Jantung : Takikardi

Status Lokalis :

1. Inspeksi

Benjolan Warna Permukaan Bergerak waktu menelan

2. Palpasi

Permukaan, suhu Batas :

Atas : Kartilago tiroid

Bawah : incisura jugularis

Medial : garis tengah leher

Lateral : M. Sternokleidomastoideus

Page 5: Klasifikasi Struma

STRUMA NON TOKSIK

Struma non toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid pada pasien eutiroid, tidak berhubungan dengan neoplastik atau proses inflamasi. Dapat difus dan simetri atau nodular.

Apabila dalam pemeriksaan kelenjar tiroid teraba suatu nodul, maka pembesaran ini disebut struma nodosa. Struma nodosa tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme disebut struma nodosa non-toksik. Struma nodosa atau adenomatosa terutama ditemukan di daerah pegunungan karena defisiensi iodium. Biasanya tiroid sudah mlai membesar pada usia muda dan berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa. Struma multinodosa terjadi pada wanita usia lanjut dan perubahan yang terdapat pada kelenjar berupa hiperplasi sampai bentuk involusi. Kebanyakan penderita struma nodosa tidak mengalami keluhan karena tidak ada hipotiroidisme atau hipertiroidisme. Nodul mungkin tunggal tetapi kebanyakan berkembang menjadi multinoduler yang tidak berfungsi. Degenerasi jaringan menyebabkan kista atau adenoma. Karena pertumbuhannya sering berangsur-angsur, struma dapat menjadi besar tanpa gejala kecuali benjolan di leher. Walaupun sebagian struma nodosa tidak mengganggu pernapasan karena menonjol ke depan, sebagian lain dapat menyebabkan penyempitan trakea jika pembesarannya bilateral. Pendorongan bilateral demikian dapat dicitrakan dengan foto Roentgen polos (trakea pedang). Penyempitan yang berarti menyebabkan gangguan pernapasan sampai akhirnya terjadi dispnea dengan stridor inspirator (Noer, 1996) .

Manifestasi klinis

Struma nodosa dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal (Mansjoer, 2001) :

1. Berdasarkan jumlah nodul : bila jumlah nodul hanya satu disebut struma nodosa soliter (uninodosa) dan bila lebih dari satu disebut multinodosa.

2. Berdasarkan kemampuan menangkap yodium radoiaktif : nodul dingin, nodul hangat, dan nodul panas.

3. Berdasarkan konsistensinya : nodul lunak, kistik, keras, atau sangat keras.

Pada umumnya pasien struma nodosa datang berobat karena keluhan kosmetik atau ketakutan akan keganasan. Sebagian kecil pasien, khususnya yang dengan struma nodosa besar, mengeluh adanya gejala mekanis, yaitu penekanan pada esophagus (disfagia) atau trakea (sesak napas) (Noer, 1996). Gejala penekanan ini data juga oleh tiroiditis kronis karena konsistensinya yang keras (Tim penyusun, 1994). Biasanya tidak disertai rasa nyeri kecuali bila timbul perdarahan di dalam nodul (Noer, 1996).

Keganasan tiroid yang infiltrasi nervus rekurens menyebabkan terjadinya suara parau (Tim penyusun, 1994).

Kadang-kadang penderita datang dengan karena adanya benjolan pada leher sebelah lateral atas yang ternyata adalah metastase karsinoma tiroid pada kelenjar getah bening, sedangkan tumor primernya

Page 6: Klasifikasi Struma

sendiri ukurannya masih kecil. Atau penderita datang karena benjolan di kepala yang ternyata suatu metastase karsinoma tiroid pada kranium (Tim penyusun, 1994).

Diagnosis

Anamnesa sangatlah pentinglah untuk mengetahui patogenesis atau macam kelainan dari struma nodosa non toksika tersebut. Perlu ditanyakan apakah penderita dari daerah endemis dan banyak tetangga yang sakit seperti penderita (struma endemik). Apakah sebelumnya penderita pernah mengalami sakit leher bagian depan bawah disertai peningkatan suhu tubuh (tiroiditis kronis). Apakah ada yang meninggal akibat penyakit yang sama dengan penderita (karsinoma tiroid tipe meduler) (Tim penyusun, 1994).

Pada status lokalis pemeriksaan fisik perlu dinilai (Mansjoer, 2001) :

1. jumlah nodul2. konsistensi3. nyeri pada penekanan : ada atau tidak4. pembesaran gelenjar getah bening

Inspeksi dari depan penderita, nampak suatu benjolan pada leher bagian depan bawah yang bergerak ke atas pada waktu penderita menelan ludah. Diperhatikan kulit di atasnya apakah hiperemi, seperti kulit jeruk, ulserasi.

Palpasi dari belakang penderita dengan ibu jari kedua tangan pada tengkuk penderita dan jari-jari lain meraba benjolan pada leher penderita.

Pada palpasi harus diperhatikan :

o lokalisasi benjolan terhadap trakea (mengenai lobus kiri, kanan atau keduanya)o ukuran (diameter terbesar dari benjolan, nyatakan dalam sentimeter)o konsistensio mobilitaso infiltrat terhadap kulit/jaringan sekitaro apakah batas bawah benjolan dapat diraba (bila tak teraba mungkin ada bagian yang

masuk ke retrosternal)

Meskipun keganasan dapat saja terjadi pada nodul yang multiple, namun pada umumnya pada keganasan nodulnya biasanya soliter dan konsistensinya keras sampai sangat keras. Yang multiple biasanya tidak ganas kecuali bila salah satu nodul tersebut lebih menonjol dan lebih keras dari pada yang lainnya.

Harus juga diraba kemungkinan pembesaran kelenjar getah bening leher, umumnya metastase karsinoma tiroid pada rantai juguler (Tim penyusun, 1994).

Pemeriksaan penunjang meliputi (Mansjoer, 2001) :

Page 7: Klasifikasi Struma

1. Pemeriksaan sidik tiroid

Hasil pemeriksaan dengan radioisotop adalah teraan ukuran, bentuk lokasi, dan yang utama ialah fungsi bagian-bagian tiroid. Pada pemeriksaan ini pasien diberi Nal peroral dan setelah 24 jam secara fotografik ditentukan konsentrasi yodium radioaktif yang ditangkap oleh tiroid. Dari hasil sidik tiroid dibedakan 3 bentuk :

o nodul dingin bila penangkapan yodium nihil atau kurang dibandingkan sekitarnya. Hal ini menunjukkan sekitarnya.

o Nodul panas bila penangkapan yodium lebih banyak dari pada sekitarnya. Keadaan ini memperlihatkan aktivitas yang berlebih.

o Nodul hangat bila penangkapan yodium sama dengan sekitarnya. Ini berarti fungsi nodul sama dengan bagian tiroid yang lain.

2. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)

Pemeriksaan ini dapat membedakan antara padat, cair, dan beberapa bentuk kelainan, tetapi belum dapat membedakan dengan pasti ganas atau jinak. Kelainan-kelainan yang dapat didiagnosis dengan USG :

o kistao adenomao kemungkinan karsinomao tiroiditis

3. Biopsi aspirasi jarum halus (Fine Needle Aspiration/FNA)

Mempergunakan jarum suntik no. 22-27. Pada kista dapat juga dihisap cairan secukupnya, sehingga dapat mengecilkan nodul (Noer, 1996).

Dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan. Biopsi aspirasi jarum halus tidak nyeri, hampir tidak menyababkan bahaya penyebaran sel-sel ganas. Kerugian pemeriksaan ini dapat memberika hasil negatif palsu karena lokasi biopsi kurang tepat, teknik biopsi kurang benar, pembuatan preparat yang kurang baik atau positif palsu karena salah interpretasi oleh ahli sitologi.

4. Termografi

Metode pemeriksaan berdasarkan pengukuran suhu kulit pada suatu tempat dengan memakai Dynamic Telethermography. Pemeriksaan ini dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan. Hasilnya disebut panas apabila perbedaan panas dengan sekitarnya > 0,9o C dan dingin apabila <>o C. Pada penelitian Alves didapatkan bahwa pada yang ganas semua hasilnya panas. Pemeriksaan ini paling sensitif dan spesifik bila dibanding dengan pemeriksaan lain.

Page 8: Klasifikasi Struma

5. Petanda Tumor

Pada pemeriksaan ini yang diukur adalah peninggian tiroglobulin (Tg) serum. Kadar Tg serum normal antara 1,5-3,0 ng/ml, pada kelainan jinak rataa-rata 323 ng/ml, dan pada keganasan rata-rata 424 ng/ml.

Penatalaksanaan

Indikasi operasi pada struma nodosa non toksika ialah (tim penyusun, 1994) :

1. keganasan2. penekanan3. kosmetik

Tindakan operasi yang dikerjakan tergantung jumlah lobus tiroid yang terkena. Bila hanya satu sisi saja dilakukan subtotal lobektomi, sedangkan kedua lobus terkena dilakukan subtotal tiroidektomi. Bila terdapat pembesaran kelenjar getah bening leher maka dikerjakan juga deseksi kelenjar leher funsional atau deseksi kelenjar leher radikal/modifikasi tergantung ada tidaknya ekstensi dan luasnya ekstensi di luar kelenjar getah bening.

Radioterapi diberikan pada keganasan tiroid yang :

1. inoperabel2. kontraindikasi operasi3. ada residu tumor setelah operasi4. metastase yang non resektabel

Hormonal terapi dengan ekstrak tiroid diberikan selain untuk suplemen juga sebagai supresif untuk mencegah terjadinya kekambuhan pada pasca bedah karsinoma tiroid diferensiasi baik (TSH dependence). Terapai supresif ini juga ditujukan terhadap metastase jauh yang tidak resektabel dan terapi adjuvan pada karsinoma tiroid diferensiasi baik yang inoperabel.

Preparat : Thyrax tablet

Dosis : 3x75 Ug/hari p.o

STRUMA TOKSIK

Struma difus toksik (Grave’s Disease)

Page 9: Klasifikasi Struma

Grave’s disease adalah bentuk umum dari tirotoksikosis. Penyakit Grave’s terjadi akibat antibodi reseptor TSH (Thyroid Stimulating Hormone) yang merangsangsang aktivitas tiroid itu sendiri (Mansjoer, 2001).

Manifestasi klinis

Pada penyakit Graves terdapat dua gambaran utama yaitu tiroidal dan ekstratiroidal. Keduanya mungkin tidak tampak. Ciri- ciri tiroidal berupa goiter akibat hiperplasia kelenjar tiroid dan hipertiroidisme akibat sekresi hormon tiroid yang berlebihan (Price dan Wilson, 1994).

Gejala-gejala hipertiroidisme berupa manifestasi hipermetabolisme dan aktivitas simpatis yang berlebihan. Pasien mengeluh lelah, gemetar, tidak tahan panas, keringat semakin banyak bila panas, kulit lembab, berat badan menurun, sering disertai dengan nafsu makan meningkat, palpitasi, takikardi, diare, dan kelemahan serta atrofi otot. Manifestasi ekstratiroidal berupa oftalmopati dan infiltrasi kulit lokal yang biasanya terbatas pada tungkai bawah. Oftalmopati ditandai dengan mata melotot, fisura palpebra melebar, kedipan berkurang, lid lag (keterlambatan kelopak mata dalam mengikuti gerakan mata), dan kegagalan konvergensi. Jaringan orbita dan dan otot-otot mata diinfltrasi oleh limfosit, sel mast dan sel-sel plasma yang mengakibatkan eksoltalmoa (proptosis bola mata), okulopati kongestif dan kelemahan gerakan ekstraokuler (Price dan Wilson, 1994).

Diagnosis

Sebagian besar pasien memberikan gejala klinis yang jelas, tetapi pemeriksaan laboratorium tetap perlu untuk menguatkan diagnosis. Pada kasus-kasus subklinis dan pasien usia lanjut perlu pemeriksaan laboratorium yang cermat untuk membantu menetapkan diagnosis hipertiroidisme. Diagnosis pada wanita hamil agak sulit karena perubahan fisiologis pada kehamilan pembesaran tiroid serta manifestasi hipermetabolik, sama seperti tirotoksikosis. Menurut Bayer MF, pada pasien hipertiroidisme akan didapatkan Thyroid Stimulating Hormone sensitive (TSHs) tak terukur atau jelas subnormal dan Free T4 (FT4) meningkat (Mansjoer, 2001).

Penatalaksanaan

Tujuan pengobatan hipertiroidisme adalah membatasi produksi hormon tiroid yang berlebihan dengan cara menekan produksi (obat antitiroid) atau merusak jaringan tiroid (yodium radioaktif, tiroidektomi subtotal).

1. Obat antitiroid

Indikasi :

1. terapi untuk memperpanjang remisi atau mendapatkan remisi yang menetap, pada pasien muda dengan struma ringan sampai sedang dan tirotoksikosis.

Page 10: Klasifikasi Struma

2. Obat untuk mengontrol tirotoksikosis pada fase sebelum pengobatan, atau sesudah pengobatan pada pasien yang mendapat yodium aktif.

3. Persiapan tiroidektomi4. Pengobatan pasien hamil dan orang lanjut usia5. Pasien dengan krisis tiroid

Obat antitiroid yang sering digunakan :

Obat Dosis awal (mg/hari) Pemeliharaan (mg/hari)

Karbimazol 30-60 5-20

Metimazol 30-60 5-20

Propiltourasil 300-600 5-200

2. Pengobatan dengan yodium radioaktif

Indikasi :

1. pasien umur 35 tahun atau lebih2. hipertiroidisme yang kambuh sesudah penberian dioperasi3. gagal mencapai remisi sesudah pemberian obat antitiroid4. adenoma toksik, goiter multinodular toksik

2. Operasi

Tiroidektomi subtotal efektif untuk mengatasi hipertiroidisme. Indikasi :

1. pasien umur muda dengan struma besar serta tidak berespons terhadap obat antitiroid.2. pada wanita hamil (trimester kedua) yang memerlukan obat antitiroid dosis besar3. alergi terhadap obat antitiroid, pasien tidak dapat menerima yodium radioaktif4. adenoma toksik atau struma multinodular toksik5. pada penyakit Graves yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul

Struma nodular toksik

Struma nodular toksik juga dikenal sebagai Plummer’s disease (Sadler et al, 1999). Paling sering ditemukan pada pasien lanjut usia sebagai komplikasi goiter nodular kronik.

Manifestasi klinis

Page 11: Klasifikasi Struma

Penderita mungkin mengalami aritmia dan gagal jantung yang resisten terhadap terapi digitalis. Penderita dapat pula memperlihatkan bukti-bukti penurunan berat badan, lemah, dan pengecilan otot. Biasanya ditemukan goiter multi nodular pada pasien-pasien tersebut yang berbeda dengan pembesaran tiroid difus pada pasien penyakit Graves. Penderita goiter nodular toksik mungkin memperlihatkan tanda-tanda mata (melotot, pelebaran fisura palpebra, kedipan mata berkurang) akibat aktivitas simpatis yang berlebihan. Meskipun demikian, tidak ada manifestasi dramatis oftalmopati infiltrat seperti yang terlihat pada penyakit Graves (Price dan Wilson, 1994). Gejala disfagia dan sesak napas mungkin dapat timbul. Beberapa goiter terletak di retrosternal (Sadler et al, 1999)

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat, pemeriksaan fisik dan didukung oleh tingkat TSH serum menurun dan tingkat hormon tiroid yang meningkat. Antibodi antitiroid biasanya tidak ditemukan (Sadler et al, 1999)

Penatalaksanaan

Terapi dengan pengobatan antitiroid atau beta bloker dapt mengurangi gejala tetapi biasanya kurang efektif dari pada penderita penyakit Graves. Radioterapi tidak efektif seperti penyakit Graves karena pengambilan yang rendah dan karena penderita ini membutuhkan dosis radiasi yang besar. Untuk nodul yang soliter, nodulektomi atau lobektomi tiroid adalah terapi pilihan karena kanker jarang terjadi. Untuk struma multinodular toksik, lobektomi pada satu sisi dan subtotal lobektomi pada sisi yang lain adalah dianjurkan (Sadler et al, 1999)

PENYAKIT TIROID YANG LAIN

Tiroiditis

Ditandai dengan pembesaran, peradangan dan disfungsi kelenjar tiroid.

Klasifikasi (Noer, 1996) :

1. Akut (supuratif)

Disebut juga infective thyroiditis, infeksi oleh bakteri atau jamur. Bentuk khas infeksi bakterial ini ialah tiroiditis septik akut. Kuman penyebab antara lain Staphylococcus aureus,Streptococcus hemolyticus, dan Pneumococcus. Infeksi terjadi melalui aliran darah, penyebaran langsung dari jaringan sekitarnya, saluran getah bening, trauma langsung dan duktus tiroglosus yang persisten. Kelainan yang tejadi dapat disertai abses atau tanpa abses. Gejala klinis berupa nyeri di leher mendadak, malaise, demam, menggigil, dan takikardi. Nyeri bertambah pada pergerakan leher dan gerakan menelan. Daerah tiroid membengkak dengan tanda-tanda radang lain dan sangat nyeri tekan. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan leukositosis, LED meninggi, sidikan tiroid menunjukkan nodul dingin. Pengobatan utama adalah antibiotik. Kokus gram positif biasanya

Page 12: Klasifikasi Struma

diatasi dengan penisilin atau derivatnya, tetrasiklin atan kloramfenikol. Apabila terjadi abses melibatkan satu lobus diperlukan lobektomi (dengan lindungan antibiotik). Jika infeksi sudah menyebar melalui kapsul dan mencapai jaringan sekitarnya, diperlukan insisi dan drainage.

2. Subakut

Etiologi umumnya diduga oleh virus. Pada beberapa kasus dijumpai antibodi autoimun. Pasien mengeluh di leher bagian depan menjalar ke telinga, demam, malaise, disertai hipertiroidisme ringan atau sedang. Pada pameriksaan fisik ditemukan tiroid membesar, nyeri tekan, biasanya disertai takikardi berkeringat, demam, tremor dan tanda-tanda lain hipertiroidisme. Pemeriksaan laboratorium sering di jumpai leukositosis, laju endap darah meningkat. Pada 2/3 kasus kadar hormon tiroid meninggi karena penglepasan yang berlebihan akibat destruksi kelenjar tiroid oleh proses inflamasi. Penyakit ini biasanya sembuh sendiri sehingga pengobatan yang diberikan bersifat simtomatis. Dapat diberikan asetosal untuk mengurangi nyeri. Pada keadaan berat dapat diberikan glukokortokoid misalnya prednison dengan dosis awal 50 mg/hari.

3. Menahun1. limfositik (Hashimoto)

merupakan suatu tiroiditis autoimun dengan nama lain yaitu struma limfomatosa, tiroiditis autoimun. Umumnya menyerang wanita berumur 30-50 tahun. Kelenjar tiroid biasanya membesar lambat, tidak terlalu besar, simetris, regular dan padat. Kadang-kadang ada nyeri spontan dan nyeri tekan. Bisa eutiroid atau hipotiroid dan jarang hipertiroid. Kelainan histopatologisnya antara lain infiltrasi limfosit yang difus, obliterasi folikel tiroid dan fibrosis. Diagnosis hanya dapat ditegakkan dengan pasti secara histologis melalui biopsi. Bila kelenjar tiroid sangat besar mungkin diperlukan pengangkatan, tetapi operasi ini sebaiknya ditunda karena kelenjar tiroid dapat mengecil sejalan denagn waktu. Pemberian tiroksin dapat mempercepat hal tersebut.

2. Non spesifik3. fibrous-invasif (Riedel)

1.

Pengertian struma nodosa non toksik

Page 13: Klasifikasi Struma

Struma nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar tyroid yang secara klinik teraba nodul satu atau lebih tanpa disertai tanda-tanda hypertiroidisme.(Sri Hartini, Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, hal. 461, FKUI, 1987).

1.

Anatomi kelenjar tyroidKelenjar tyroid mempunyai dua lobus, struktur yang kaya vaskularisasi, lobus terletak di

sebelah lateral trakea tepat dibawah laring dan dihubungkan dengan jembatan jaringan tiroid, yang disebut isthmus, yang terlentang pada permukaan anterior trakea. Secara mikroskopik, tiroid terutama terdiri atas folikel steroid, yang masing – masing menyimpan materi koloid dibagian pusatnya. Folikel memproduksi, menyimpan dan mensekresi kedua hormon utama T3 (triodotironin) dan T4 (tiroksin). Jika kelenjar secara aktif mengandung folikel yang besar, yang masing – masing mempunyai jumlah koloid yang disimpan dalam jumlah besar sel – selnya, sel – sel parafolikular mensekresi hormon kalsitonin. Hormon ini dan dua hormon lainnya mempengaruhi metabolisme kalsium. Hormon – hormon ini akan dibicarakan kemudian.

1.

EtiologiAdanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tyroid merupakan faktor penyebab pembesaran kelenjar tyroid antara lain :

1.1.

Defisiensi iodiumPada umumnya, penderita penyakit struma sering terdapat di daerah yang kondisi air minum dan tanahnya kurang mengandung iodium, misalnya daerah pegunungan.

1.1.

Kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa hormon tyroid.Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (seperti substansi dalam kol, lobak, kacang kedelai).Penghambatan sintesa hormon oleh obat-obatan (misalnya : thiocarbamide, sulfonylurea dan litium).

1.

PatofisiologiIodium merupakan semua bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk pembentukan

hormon tyroid. Bahan yang mengandung iodium diserap usus, masuk ke dalam sirkulasi darah dan ditangkap paling banyak oleh kelenjar tyroid. Dalam kelenjar, iodium dioksida menjadi bentuk yang aktif yang distimuler oleh Tiroid Stimulating Hormon kemudian disatukan menjadi molekul tiroksin yang terjadi pada fase sel koloid. Senyawa yang terbentuk dalam molekul

Page 14: Klasifikasi Struma

diyodotironin membentuk tiroksin (T4) dan molekul yoditironin (T3). Tiroksin (T4) menunjukkan pengaturan umpan balik negatif dari sekresi Tiroid Stimulating Hormon dan bekerja langsung pada tirotropihypofisis, sedang tyrodotironin (T3) merupakan hormon metabolik tidak aktif. Beberapa obat dan keadaan dapat mempengaruhi sintesis, pelepasan dan metabolisme tyroid sekaligus menghambat sintesis tiroksin (T4) dan melalui rangsangan umpan balik negatif meningkatkan pelepasan TSH oleh kelenjar hypofisis. Keadaan ini menyebabkan pembesaran kelenjar tyroid.

1.

Gejala-gejalaPada penyakit struma nodosa nontoksik tyroid membesar dengan lambat. Awalnya kelenjar ini membesar secara difus dan permukaan licin. Jika struma cukup besar, akan menekan area trakea yang dapat mengakibatkan gangguan pada respirasi dan juga esofhagus tertekan sehingga terjadi gangguan menelan.

1.

DiagnosisDiagnosis dapat ditegakkan atas dasar adanya struma yang bernodul dan tidak toksik, melalui :

1.1.

Pada palpasi teraba batas yang jelas, bernodul satu atau lebih, konsistensinya kenyal.Pada pemeriksaan laboratorium, ditemukan serum T4(troksin) dan T3 (triyodotironin) dalam batas normal.Pada pemeriksaan USG (ultrasonografi) dapat dibedakan padat atau tidaknya nodul.Kepastian histologi dapat ditegakkan melalui biopsi yang hanya dapat dilakukan oleh seorang tenaga ahli yang berpengalaman.Pencegahan

2. PenatalaksanaanDengan pemberian kapsul minyak beriodium terutama bagi penduduk di daerah endemik sedang dan berat.EdukasiProgram ini bertujuan merubah prilaku masyarakat, dalam hal pola makan dan memasyarakatkan pemakaian garam beriodium.Penyuntikan lipidolSasaran penyuntikan lipidol adalah penduduk yang tinggal di daerah endemik diberi suntikan 40 % tiga tahun sekali dengan dosis untuk orang dewasa dan anak di atas enam tahun 1 cc, sedang kurang dari enam tahun diberi 0,2 cc – 0,8 cc.

1.1.

Page 15: Klasifikasi Struma

Tindakan operasiPada struma nodosa non toksik yang besar dapat dilakukan tindakan operasi bila pengobatan tidak berhasil, terjadi gangguan misalnya : penekanan pada organ sekitarnya, indikasi, kosmetik, indikasi keganasan yang pasti akan dicurigai.

Konsep Asuhan KeperawatanDalam melaksanakan asuhan keperawatan, penulis menggunakan pedoman asuhan

keperawatan sebagai dasar pemecahan masalah pasien secara ilmiah dan sistematis yang meliputi tahap pengkajian, perencanaan keperawatan, tindakan keperawatan dan evaluasi keperawatan.

1.

PengkajianPengkajian merupakan langkah awal dari dasar dalam proses keperawatan secara keseluruhan guna mendapat data atau informasi yang dibutuhkan untuk menentukan masalah kesehatan yang dihadapi pasien melalui wawancara, observasi, dan pemeriksaan fisik meliputi :

1.1.

Aktivitas/istirahat ; insomnia, otot lemah, gangguan koordinasi, kelelahan berat, atrofi otot.Eliminasi ; urine dalam jumlah banyak, perubahan dalam faeces, diare.Integritas ego ; mengalami stres yang berat baik emosional maupun fisik, emosi labil, depresi.Makanan/cairan ; kehilangan berat badan yang mendadak, nafsu makan meningkat, makan banyak, makannya sering, kehausan, mual dan muntah, pembesaran tyroid, goiter.Rasa nyeri/kenyamanan ; nyeri orbital, fotofobia.Pernafasan ; frekuensi pernafasan meningkat, takipnea, dispnea, edema paru (pada krisis tirotoksikosis).Keamanan ; tidak toleransi terhadap panas, keringat yang berlebihan, alergi terhadap iodium (mungkin digunakan pada pemeriksaan), suhu meningkat di atas 37,40C, diaforesis, kulit halus, hangat dan kemerahan, rambut tipis, mengkilat dan lurus, eksoptamus : retraksi, iritasi pada konjungtiva dan berair, pruritus, lesi eritema (sering terjadi pada pretibial) yang menjadi sangat parah.Seksualitas ; libido menurun, perdarahan sedikit atau tidak sama sekali, impotensi.

Langkah selanjutnya adalah penentuan diagnosa keperawatan yang merupakan suatu pernyataan dan masalah pasien secara nyata maupun potensial berdasarkan data yang terkumpul. Diagnosa keperawatan pada pasien dengan struma nodosa nontoksis khususnya post operai dapat dirumuskan sebagai berikut ;Resiko tinggi terjadi ketidakefektivan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi trakea, pembengkakan, perdarahan dan spasme laringeal.Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan cedera pita suara/kerusakan laring, edema jaringan, nyeri, ketidaknyamanan.Resiko tinggi terhadap cedera/tetani berhubungan dengan proses pembedahan, rangsangan pada sistem saraf pusat.

Page 16: Klasifikasi Struma

Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan dengan tindakan bedah terhadap jaringan/otot dan edema pasca operasi.

1.

Perencanaan keperawatan/intervensiPerencanaan keperawatan adalah penyusunan rencana tindakan yang akan dilaksanakan untuk menanggulangi masalah pasien sesuai diagnosa keperawatan yang telah ditentukan dengan tujuan utama memenuhi kebutuhan pasien. Berdasarkan diagnosa keperawatan yang diuraikan di atas, maka disusunlah rencana keperawatan/intervensi sebagai berikut :

1.1.

Resiko tinggi terjadi ketidakefektivan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi trakea, pembengkakan, perdarahan dan spasme laryngeal.

Tujuan yang ingin dicpai sesuai kriteria hasil :Mempertahankan jalan nafas paten dengan mencegah aspirasi.Rencana tindakan/intervensi

Pantau frekuensi pernafasan, kedalaman dan kerja pernafasan.Rasional :Pernafasan secara normal kadang-kadang cepat, tetapi berkembangnya distres pada pernafasan merupakan indikasi kompresi trakea karena edema atau perdarahan.

Auskultasi suara nafas, catat adanya suara ronchi.Rasional :Ronchi merupakan indikasi adanya obstruksi.spasme laringeal yang membutuhkan evaluasi dan intervensi yang cepat.

Kaji adanya dispnea, stridor, dan sianosis. Perhatikan kualitas suara.Rasional :Indikator obstruksi trakea/spasme laring yang membutuhkan evaluasi dan intervensi segera.

Waspadakan pasien untuk menghindari ikatan pada leher, menyokog kepala dengan bantal.Rasional :Menurunkan kemungkinan tegangan pada daerah luka karena pembedahan.

Bantu dalam perubahan posisi, latihan nafas dalam dan atau batuk efektif sesuai indikasi.Rasional :Mempertahankan kebersihan jalan nafas dan evaluasi. Namun batuk tidak dianjurkan dan dapat menimbulkan nyeri yang berat, tetapi hal itu perlu untuk membersihkan jalan nafas.

Lakukan pengisapan lendir pada mulut dan trakea sesuai indikasi, catat warna dan karakteristik sputum.

Rasional :Edema atau nyeri dapat mengganggu kemampuan pasien untuk mengeluarkan dan membersihkan jalan nafas sendiri.

Lakukan penilaian ulang terhadap balutan secara teratur, terutama pada bagian posteriorRasional :Jika terjadi perdarahan, balutan bagian anterior mungkin akan tampak kering karena darah tertampung/terkumpul pada daerah yang tergantung.

Page 17: Klasifikasi Struma

Selidiki kesulitan menelan, penumpukan sekresi oral.Rasional :Merupakan indikasi edema/perdarahan yang membeku pada jaringan sekitar daerah operasi.

Pertahankan alat trakeosnomi di dekat pasien.Rasional :Terkenanya jalan nafas dapat menciptakan suasana yang mengancam kehidupan yang memerlukan tindakan yang darurat.

Pembedahan tulangRasional :Mungkin sangat diperlukan untuk penyambungan/perbaikan pembuluh darah yang mengalami perdarahan yang terus menerus.

1.1.

Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan cedera pita suara/kerusakan saraf laring, edema jaringan, nyeri, ketidaknyamanan.

Tujuan yang ingin dicapai sesuai kriteria hasil :Mampu menciptakan metode komunikasi dimana kebutuhan dapat dipahami.Rencana tindakan/intervensi

Kaji fungsi bicara secara periodik.Rasional :Suara serak dan sakit tenggorok akibat edema jaringan atau kerusakan karena pembedahan pada saraf laringeal yang berakhir dalam beberapa hari kerusakan saraf menetap dapat terjadi kelumpuhan pita suara atau penekanan pada trakea.

Pertahankan komunikasi yang sederhana, beri pertanyaan yang hanya memerlukan jawaban ya atau tidak.

Rasional :Menurunkan kebutuhan berespon, mengurangi bicara.

Memberikan metode komunikasi alternatif yang sesuai, seperti papan tulis, kertas tulis/papan gambar.

Rasional :Memfasilitasi eksprsi yang dibutuhkan.

Antisipasi kebutuhan sebaik mungkin. Kunjungan pasien secara teratur.Rasional ;Menurunnya ansietas dan kebutuhan pasien untuk berkomunias.

Beritahu pasien untuk terus menerus membatasi bicara dan jawablah bel panggilan dengan segera.

Rasional :Mencegah pasien bicara yang dipaksakan untuk menciptakan kebutuhan yang diketahui/memerlukan bantuan.

Pertahankan lingkungan yang tenang.Rasional :Meningkatkan kemampuan mendengarkan komunikasi perlahan dan menurunkan kerasnya suara yang harus diucapkan pasien untuk dapat didengarkan.

Page 18: Klasifikasi Struma

1.1.

Resiko tinggi terhadap cedera/tetani berhubungan dengan proses pembedahan, rangsangan pada sistem saraf pusat.

Tujuan yang ingin dicapai sesuai kriteria hasil :Menunjukkan tidak ada cedera dengan komplikasi terpenuhi/terkontrol.Rencana tindakan/intervensi

Pantau tanda-tanda vital dan catat adanya peningkatan suhu tubuh, takikardi (140 – 200/menit), disrtrimia, syanosis, sakit waktu bernafas (pembengkakan paru).

Rasional :Manipulasi kelenjar selama pembedahan dapat mengakibatkan peningkatan pengeluaran hormon yang menyebabkan krisis tyroid.

Evaluasi reflesi secara periodik. Observasi adanya peka rangsang, misalnya gerakan tersentak, adanya kejang, prestesia.

Rasional :Hypolkasemia dengan tetani (biasanya sementara) dapat terjadi 1 – 7 hari pasca operasi dan merupakan indikasi hypoparatiroid yang dapat terjadi sebagai akibat dari trauma yang tidak disengaja pada pengangkatan parsial atau total kelenjar paratiroid selama pembedahan.

Pertahankan penghalang tempat tidur/diberi bantalan, tmpat tidur pada posisi yang rendah.Rasional :Menurunkan kemungkinan adanya trauma jika terjadi kejang.

Memantau kadar kalsium dalam serum.Rasional :Kalsium kurang dari 7,5/100 ml secara umum membutuhkan terapi pengganti.

KolaborasiBerikan pengobatan sesuai indikasi (kalsium/glukonat, laktat).Rasional ;Memperbaiki kekurangan kalsium yang biasanya sementara tetapi mungkin juga menjadi permanen.

1.1.

Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan tindakan bedah terhadap jaringan/otot dan paska operasi.

Tujuan yang ingin dicapai sesuai kriteria hasil :Melaporkan nyeri hilang atau terkontrol. Menunjukkan kemampuan mengadakan relaksasi dan mengalihkan perhatian dengan aktif sesuai situasi.Rencana tindakan/intervensi :

Kaji tanda-tanda adanya nyeri baik verbal maupun non verbal, catat lokasi, intensitas (skala 0 – 10) dan lamanya.

Rasional :Bermanfaat dalam mengevaluasi nyeri, menentukan pilihan intervensi, menentukan efektivitas terapi.

Letakkan pasien dalam posisi semi fowler dan sokong kepala/leher dengan bantal pasir/bantal kecil.

Page 19: Klasifikasi Struma

Rasional :Mencegah hiperekstensi leher dan melindungi integritas gari jahitan.

Pertahankan leher/kepala dalam posisi netral dan sokong selama perubahan posisi. Instruksikan pasien menggunakan tangannya untuk menyokong leher selama pergerakan dan untuk menghindari hiperekstensi leher.

Rasional :Mencegah stress pada garis jahitan dan menurunkan tegangan otot.

Letakkan bel dan barang yang sering digunakan dalam jangkauan yang mudah.Rasional :Membatasi ketegangan, nyeri otot pada daerah operasi.

Berikan minuman yang sejuk/makanan yang lunak ditoleransi jika pasien mengalami kesulitan menelan.

Rasional :Menurunkan nyeri tenggorok tetapi makanan lunak ditoleransi jika pasien mengalami kesulitan menelan.

Anjurkan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi, seperti imajinasi, musik yang lembut, relaksasi progresif.

Rasional :Membantu untuk memfokuskan kembali perhatian dan membantu pasien untuk mengatasi nyeri/rasa tidak nyaman secara lebih efektif.

KolaborasiBeri obat analgetik dan/atau analgetik spres tenggorok sesuai kebutuhannya.

Berikan es jika ada indikasiRasional :Menurunnya edema jaringan dan menurunkan persepsi terhadap nyeri.

1.

Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi, prognosis dan kebutuhan tindakan berhubungan dengan tidak mengungkapkan secara terbuka/mengingat kembali, setelah menginterpretasikan konsepsi.

Tujuan yang ingin dicapai sesuai kriteria hasil :Adanya saling pengertian tentang prosedur pembedahan dan penanganannya, berpartisipasi dalam program pengobatan, melakukan perubahan gaya hidup yang perlu.Rencana tindakan/intervensi :

Tinjau ulang prosedur pembedahan dan harapan selanjutnya.Rasional ;Member pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat keputusan sesuai informasi.

Diskusikan kebutuhan diet yang seimbang, diet bergizi dan bila dapat mencakup garam beriodium.

Mempercepat penyembuhan dan membantu pasien mencapai berat badan yang sesuai dengan pemakaian garam beriodium cukup.

Hindari makanan yang bersifat gastrogenik, misalnya makanan laut yang berlebihan, kacang kedelai, lobak.

Rasional :Merupakan kontradiksi setelah tiroidiktomi sebab makanan ini menekan aktivitas tyroid.

Identifikasi makanan tinggi kalsium (misalnya : kuning telur, hati)

Page 20: Klasifikasi Struma

Rasional :Memaksimalkan suplay dan absorbsi jika fungsi kelenjar paratiroid terganggu.

Dorong program latihan umum progresifRasional :Latihan dapat menstimulasi kelenjar tyroid dan produksi hormon yang memfasilitasi pemulihan kesejahteraan.

1.

Pelaksanaan keperawatanPelaksanaan keperawatan merupakan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah dirumuskan dalam rangka memenuhi kebutuhan pasien secara optimal dengan menggunakan keselamatan, keamanan dan kenyamanan pasien. Dalam melaksanakan keperawatan, haruslah dilibatkan tim kesehatan lain dalam tindakan kolaborasi yang berhubungan dengan pelayanan keperawatan serta berdasarkan atas ketentuan rumah sakit.

1.

EvaluasiEvaluasi merupakan tahapan terakhir dari proses keperawatan yang bertujuan untuk menilai tingkat keberhasilan dari asuhan keperawatan yang telah dilaksanakan.Dari rumusan seluruh rencana keperawatan serta impelementasinya, maka pada tahap evaluasi ini akan difokuskan pada :

1. Apakah jalan nafas pasien efektif?2. Apakah komunikasi verbal dari pasien lancar?3. Apakah tidak terjadi tanda-tanda infeksi?4. Apakah gangguan rasa nyaman dari pasien dapat terpenuhi?5. Apakah pasien telah mengerti tentang proses penyakitnya serta tindakan perawatan dan

pengobatannya?