PBL UROGENITAL 1
Click here to load reader
-
Upload
tubagus-siswadi-wijaksana -
Category
Documents
-
view
91 -
download
0
Transcript of PBL UROGENITAL 1
Urogenital
Tubagus Siswadi Wijaksana
10.2009.141 (C4)
Mahasiswa fakultas kedokteran, Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna utara No. 6
PEMBAHASAN
1.1 Anatomi Ginjal
Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak di rongga
retroperitoneal bagian atas. Bentuknya menyerupai kacang dengan sisi
cekungnya menghadap ke medial. Ginjal kanan lebih rendah daripada
ginjal kiri karena adanya hati.
Ginjal dibungkus oleh jaringan fibrus tipis dan
mengkilat yang disebut kapsula fibrosa ginjal dan di luar
kapsul ini terdapat jaringan lemak perirenal (perinefrik).
Di sebelah kranial ginjal terdapat glandula
adrenal/suprarenal. Kelenjar adrenal bersama-sama ginjal
dan lemak perinefrikdibungkus oleh fasia perinefrik.
Struktur ginjal ini terdiri dari cortex dan medula yang
masing-masing berbeda warna dan bentuk. Cortex
berwarna pucat dan permukaanya kasar. Sedangkan
medula terdiri atas piramid-piramid yang berjumlah sekitar 12-20 buah, warna dari medula ini
agak gelap. Antara satu piramid dengan piramid yang lainnya terdapat jaringan cortex berbentuk
collum yang disebut Columna Renalis Bertini. Apex dari piramid disebut papila. Pada setiap
papila bermuara 10-40 duktus pengumpul yang mengalirkan urin ke kaliks minor, kaliks mayor,
pelvis ginjal dan dialirkan ke ureter.
setiap ginjal secara anatomis dibagi menjadi bagian korteks disebelah luar yang mengandung
semua kapiler glomerulus dan sebagian segmen tubulus pendek, dan bagian medula di sebelah
dalam tempat sebagian besar segmen tubulus berada. Perkembangan segmen-segmen tubulus
dari glomerulus ke tubulus proximal, kemudian sampai di tubulus distal dan akhirnya hingga ke
duktus pengumpul.
Sistem Vaskularisasi Ginjal
Aliran darah ke ginjal berlangsung melalui arteri renalis, satu untuk setiap ginjal. Arteri
renalis ini berasal dari aorta. Arteri renalis bercabang menjadi arteri interlobaris, arteri
interlobularis, arteri arcuata, arteri carticalis radiata, arteriola glomerularis afferens, kapiler
glomerulus, arteriola glomerularis efferens, kemudian menjadi kapiler peritubulus yang
mengelilingi dan menunjang tubulus nefron. Dan yang mengelilingi lengkung henle disebut vasa
rekta. Dan kapiler peritubulus ini langsung bermuara ke vena cava.
1.2 Histologi Ginjal
Corpus Renal/Corpus Malpighi, terdiri dari :
1. Glomerulus yaitu gulungan kapiler
yang berasal dari percabangan arteriol
afferens dan keluar sebagai vas
efferens.
2. Kapsula bowman, terdiri dari dua lapis, yaitu yang paling luar disebut pars
parietalis, yang terdapat epitel selapis gepeng. Pars parietalis ini berlanjut menjadi
dinding tubulus proximal. Dan lapisan yang paling luar disebut pars visceralis
yang terdiri dari podocyte melapisi endotel. Dan diantara kedua lapisan ini
terdapat urinary space.
3. Polus vascularis yaitu masuknya pembuluh darah ke kapsul bowman.
4. Polus urinarius yaitu keluar dari kapsul bowman ke tubulus proksimal.
Apparatus Juxtaglomerular yang merupakan struktur yang terdiri dari 3 jenis sel utama ;
1. Sel Makula Densa
Bagian dari tubulus distal yang berjalan diantara vas afferens dan vas efferens
yang menempel ke corpus renal. Sel dinding tubulus distal pada sisi yang
menempel pada corpus renal, menjadi lebih tinggi dan tersusun lebih rapat yang
disebut sel makula densa.
2. Sel Messangial
Sel ini terletak diantara pembuluh darah-pembuluh darah dan kapiler-kapiler
glomerulus. Sel ini berasal dari jaringan mesenkim.
3. Sel Granular
Merupakan perubahan sel otot polos tunica media dinding arteriole afferens dan
effrens yang berubah menjadi sel sekretorik besar begranula yang mengandung
renin.
2.1 Filtrasi Glomerulus
Darah yang masuk ke dalam nefron melalui arteriol aferen dan selanjutnya
menuju glomerulus akan mengalami filtrasi, tekanan darah pada arteriol aferen relatif
cukup tinggi sedangkan pada arteriol eferen relatif lebih rendah, sehingga keadaan ini
menimbulkan filtrasi pada glomerulus. Cairan filtrasi dari glomerulus akan masuk
menuju tubulus, dari tubulus masuk kedalam ansa henle, tubulus distal, duktus
koligentes, pelvis ginjal, ureter, vesica urinaria, dan akhirnya keluar berupa urine.
Membran glomerulus mempunyai ciri khas yang berbeda dengan lapisan pembuluh darah
lain, yaitu terdiri dari: lapisan endotel kapiler, membrane basalis, lapisan epitel yang
melapisi permukaan capsula bowman. Permiabilitas membarana glomerulus 100-1000
kali lebih permiabel dibandingkan dengan permiabilitas kapiler pada jaringan lain.
Laju filtrasi glomerulus (GFR= Glomerulus Filtration Rate) dapat diukur dengan
menggunakan zat-zat yang dapat difiltrasi glomerulus, akan tetapi tidak disekresi maupu
direabsorpsi oleh tubulus. Kemudian jumlah zat yang terdapat dalam urin diukur
persatuan waktu dan dibandingkan dengan jumlah zat yang terdapat dalam cairan plasma.
a. Pengaturan GFR (Glomerulus Filtration Rate)
Rata-rata GFR normal pada laki-laki sekitar 125 ml/menit. GFR pada wnita lebih
rendah dibandingkan pada pria. Factor-faktor yang mempengaruhi besarnya GFR
antara lain ukuran anyaman kapiler, permiabilitas kapiler, tekanan hidrostatik, dan
tekanan osmotik yang terdapat di dalam atau diluar lumen kapiler. Proses terjadinya
filtrasi tersebut dipengaruhi oleh adanya berbagai tekanan sebagai berikut:
a. Tekanan kapiler pada glomerulus 50 mm HG
b. Tekanan pada capsula bowman 10 mmHG
c. Tekanan osmotic koloid plasma 25 mmHG
Ketiga factor diatas berperan penting dalam laju peningkatan filtrasi. Semakin tinggi
tekanan kapiler pada glomerulus semakin meningkat filtrasi dan sebaliknya semakin
tinggi tekanan pada capsula bowman. serta tekanan osmotic koloid plasma akan
menyebabkan semakin rendahnya filtrasi yang terjadi pada glomerulus.
b. Komposisi Filtrat Glomerulus
Dalam cairan filtrate tidak ditemukan erytrocit, sedikit mengandung protein (1/200
protein plasma). Jumlah elektrolit dan zat-zat terlarut lainya sama dengan yang
terdapat dalam cairan interstitisl pada umunya. Dengan demikian komposisi cairan
filtrate glomerulus hampir sama dengan plasma kecuali jumlah protein yang terlarut.
Sekitar 99% cairan filtrate tersebut direabsorpsi kembali ke dalam tubulus ginjal.
c. Faktor-faktor yang mempengaruhi laju filtrasi glomerulus
Faktor-faktor yang mempengaruhi laju filtrasi glomerulus sebagai berikut:
i. Tekanan glomerulus: semakin tinggi tekanan glomerulus semakin tinggi laju
filtrasi, semakin tinggi tekanan osmotic koloid plasmasemakin menurun laju
filtrasi, dan semakin tinggi tekanan capsula bowman semakin menurun laju
filtrasi.
ii. Aliran dara ginjal: semakin cepat aliran daran ke glomerulussemakin
meningkat laju filtrasi.
iii. Perubahan arteriol aferen: apabial terjadi vasokontriksi arteriol aferen akan
menyebabakan aliran darah ke glomerulus menurun. Keadaan ini akan
menyebabakan laju filtrasi glomerulus menurun begitupun sebaliknya.
iv. Perubahan arteriol efferent: pada kedaan vasokontriksi arteriol eferen akan
terjadi peningkatan laju filtrasi glomerulus begitupun sebaliknya.
v. Pengaruh perangsangan simpatis, rangsangan simpatis ringan dan sedang
akan menyebabkan vasokontriksi arteriol aferen sehingga menyebabkan
penurunan laju filtrasi glomerulus.
vi. Perubahan tekanan arteri, peningkatan tekanan arteri melalui autoregulasi
akan menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah arteriol aferen sehinnga
menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus.
2.2 Reabsorbsi Tubulus
Di sepanjang tubulus yang dilaluinya, beberapa zat dari filtrat direabsorpsi
kembali secara selektif dari tubulus dan kembali ke darah, sedangkan yang lain
disekresikan dari darah ke dalam lumen tubulus. Tiap hari tabung ginjal mereabsorbsi
lebih dari 178 liter air, 1200 g garam, dan 150 g glukosa. Sebagian besar dari zat-zat ini
direabsorbsi beberapa kali.6
Setelah terjadi reabsorbsi maka tubulus akan menghasilkan urin sekunder yang
komposisinya sangat berbeda dengan urin primer. Pada urin sekunder, zat-zat yang masih
diperlukan tidak akan ditemukan lagi. Sebaliknya, konsentrasi zat-zat sisa metabolisme
yang bersifat racun bertambah, misalnya ureum dari 0,03′, dalam urin primer dapat
mencapai 2% dalam urin sekunder. Meresapnya zat pada tubulus ini melalui dua cara.
Gula dan asam amino meresap melalui peristiwa difusi, sedangkan air melalui peristiwa
osmosis. Reabsorbsi air terjadi pada tubulus proksimal dan tubulus distal.6
Reabsorpsi Tubulus Proksimal
Banyak zat yang diperoleh melalui mikropunksi ternyata masa isoosmotik sampai ke
ujung tubulus proksimal. Pada tubulus proksimal ini, air akan keluar dari tubulus secara
pasif akibat perbedaaan osmotik yang dihasilkan oleh transport aktif zat terlarut sehingga
keadaan isotonik bisa dipertahankan.3 Zat organik terlarut seperti glukosa, asam amino,
dan bikarbonat, lebih banyak dirabsorpsi daripada air, sehingga konsentrasi zat tersebut
menurun secara nyata.6
Reabsorpsi Ansa Henle
Ansa Henle terdiri dari tiga segmen fungsional yang berbeda: segmen tipis desenden,
segmen tipis desenden, dan segmen tebal asenden. Bagian desenden segmen tipis sanagat
permeabel terhadap air dan sedikit permeabel terhadap kebanyakan zat terlarut termasuk
ureum dan natrium. Sekitar 20% dari air yang difiltrasi akan direabsorpsi di ansa henle,
dan hampir semua terjadi di lengkung tipis desenden karena lengkung tipis dan tebal
asenden tidak permeabel terhadap air. Segmen tebal ansa henle, yang mereabsorpsi secara
aktif natrium, klorida, dan kalium. Segmen tipis lengkung asenden mempunya
kemampuan reabsorpsi yang lebih rendah daripada segmen tebal, dan lengkung tipis
desenden tidak mereabsorpsi zat terlarut ini dalam jumlah bermakna.7
Reabsorpsi Tubulus Distal
Segmen tebal asenden ansa henle berlanjut ke dalam tubulus distal. Bagian tubulus
ini mempunyai kesamaan aktivitas reansorpsi seperti segmen tebal ansa henle, artinya
mereabsorpsi natrium, klorisa, dan kalium, tetapi tidak permeabel terhadap air dan ureum.
Oleh karena itu, segmen ini disebut segmen pengencer.7
Reabsorpsi Duktus Koligens
Duktus ini adalah bagian akhir dalam pemrosesan urin sehingga memainkan peranan
penting dalam menentukan keluaran akhir dari air dan zat terlarut dari urin. Ciri-ciri
khusus segmen tubulus adalah sebagai berikut:
1. Permeabilitas duktuis koligens bagian medula terhadap air dikontrol oleh kadar ADH.
Dengan kadar ADH yang tinggi, air banyak direabsorpsi ke dalam interstisium
medula.
2. Duktus koligens bagian medula bersifat permeabel terhadap ureum.7
Reabsorpsi glukosa
Glukosa, asam amino, dan bikarbonat direabsorpsi bersama-sama dengan Na+ di
bagian awal tubulus proksimal. Mendekati akhir tubulus, Na+ akan direabsorpsi bersama
dengan Cl-. Glukosa merupakan contoh zat yang direansorpsi melalui transport aktif
sekunder.
Ambangt ginjal untuk glukosa ialah kadarnya di plasma yang pertama kali
menyebabkan glukosa ditemukan di urin dalam jumlah melebihi jumlah kecil yang biasa
diekskresi. Ambang ginjal untuk glukosa adalah 375 mg/menit.8
2.3 Sekresi
Sekresi tubulus melibatkan transportasi transepitel seperti yang dilakukan epitel
reabsorpsi tubulus, tetapi langkah-langkahnya berlawanan arah. Seperti reabsorpsi,
sekresi tubulus dapat aktif dan pasif.bahan yang paling penting disekresi adalah ion
hidrogen dan ion kalium, anion dan kation organik, serta senyawa-senyawa asing bagi
tubuh.
Ion Hidrogen
Sekresi H+ ginjal sangatlah penting dalam pengaturan keseimbangan asam-basa
tubuh. Ion hidrogen dapat ditambahkan ke cairan filtrasi melalui proses sekresi di tubulus
proksimal, distal, dan koligens. Tingkat konsentrasi H+ bergantung pada keasaman
tubuh.7
Ion Kalium
Ion kalium adalah zat yang secara selektif berpindah dengan arah berlawanan
diberbagai bagian tubulus; zat ini secara aktif direabsorpsi di tubulus proksimal dan
secara aktif disekresi di tubulus distal dan koligens. Sekresi ion kalium di tubulus distal
dan pengumpul digabungkan dengan reabsorpsi Na+ melalui pompa Na+-K+ basolateral
yang berganung energi. Pompa ini tidak saja memindahkan Na+ ke luar ke ruangan
lateral, tetapi juga memindahkan K+ ke dalam sel tubulus. Konsentrasi K+ intrasel yang
meningkat mendorong difusi K+ dari sel ke dalam lumen tubulus. Perpindahan menembus
membran luminal berlangsung secara pasif melalui sejumlah besar saluran K+ di sawar
tersebut. Dengan menjaga konsentrasi K+ di cairan interstisium rendah, yaitu
memindahkan K+ ke dalam sel tubulus. Dari cairan interstium di sekitarnya, pompa
basolateral mendorong difusi pasif K+ keluar dari plasma kapiler peritubulus ke dalam
cairan interstisium. Kalium yang keluar melalui cara ini kemudian dipompakan ke dalam
sel, dan dari tempat ini kalium berdifusi ke dalam lumen. Dengan cara ini, pompa
basolateral secara aktif menginduksi sekresi netto K+ dari plasma kapiler peritubulus ke
dalam lumen tubulus.6
Anion dan Kation Organik
Tubulus proksimal mengandung dua jenis pembawa sekretorik yang terpisah, satu
untuk sekresi anion organik dan suatu sistem terpisah untuk sekresi kation organik.
Fungsi dari jalur sekresi ini, yaitu:
1. Dengan menambahkan lebih banyak ion organik tertentu ke cairan tubulus yang sudah
mengandung bahan yang bersangkutan melalui proses filtrasi, jalur sekretorik organik
mempermudah ekskresi bahan-bahan tersebut.
2. Mempermudah eliminasi ion-ion organik yang tidak dapat difiltrasi.
3. Mengeliminasi senyawa asing dari tubuh.6
Amonia (NH3), hasil pembongkaran/pemecahan protein, merupakan zat yang
beracun bagi sel. Oleh karena itu, zat ini harus dikeluarkan dari tubuh. Namun demikian,
jika untuk sementara disimpan dalam tubuh zat tersebut akan dirombak menjadi zat yang
kurang beracun, yaitu dalam bentuk urea. Zat warna empedu adalah sisa hasil
perombakan sel darah merah yang dilaksanakan oleh hati dan disimpan pada kantong
empedu. Zat inilah yang akan dioksidasi jadi urobilinogen yang berguna memberi warna
pada tinja dan urin.Asam urat merupakan sisa metabolisme yang mengandung nitrogen
(sama dengan amonia) dan mempunyai daya racun lebih rendah dibandingkan amonia,
karena daya larutnya di dalam air rendah.6
2.4 Enzim dan Hormon
Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Urine, yaitu :
Vasopresin (ADH)
Hormon ini memiliki peran dalam meningkatkan reabsorpsi air sehingga dapat
mengendalikan keseimbangan air dalam tubuh. Hormon ini dibentuk oleh hipotalamus yang
ada di hipofisis posterior yang mensekresi ADH dengan meningkatkan osmolaritas dan
menurunkan cairan ekstrasel.
Aldosteron
Hormon ini berfungsi pada absorbsi natrium yang disekresi oleh kelenjar adrenal di tubulus
ginjal. Proses pengeluaran aldosteron ini diatur oleh adanya perubahan konsentrasi kalium,
natrium, dan sistem angiotensin renin.
Prostaglandin
Prostagladin merupakan asam lemak yang ada pada jaringan yang berlungsi merespons
radang, pengendalian tekanan darah, kontraksi uterus, dan pengaturan pergerakan
gastrointestinal. Pada ginjal, asam lemak ini berperan dalam mengatur sirkulasi ginjal
Gukokortikoid
Hormon ini berfungsi mengatur peningkatan reabsorpsi natrium dan air yang menyebabkan
volume darah meningkat sehingga terjadi retensi natrium.
Renin
Selain itu ginjal menghasilkan Renin; yang dihasilkan oleh sel-sel apparatus
jukstaglomerularis pada :
1. Konstriksi arteria renalis ( iskhemia ginjal )
2. Terdapat perdarahan ( iskhemia ginjal )
3. Uncapsulated ren (ginjal dibungkus dengan karet atau sutra )
4. Innervasi ginjal dihilangkan
5. Transplantasi ginjal ( iskhemia ginjal )
Sel aparatus juxtaglomerularis merupakan regangan yang apabila regangannya turun akan
mengeluarkan renin. Renin mengakibatkan hipertensi ginjal, sebab renin mengakibatkan
aktifnya angiotensinogen menjadi angiotensin I, yg oleh enzim lain diubah menjadi
angiotensin II; dan ini efeknya menaikkan tekanan darah.6
3.1 Komposisi Urin Manusia
Urin mengandung sekitar 95% air. Komposisi lain dalam urin normal adalah bagian padat
yang terkandung didalam air. Ini dapat dibedakan beradasarkan ukuran ataupun
kelektrolitanya, diantaranya adalah :
Molekul Organik : Memiliki sifat non elektrolit dimana memiliki ukaran yang reativ besar,
didalam urin terkandung : Urea CON2H4 atau (NH2)2CO, Kreatin, Asam Urat C5H4 N4O3, dan
subtansi lainya seperti hormon.
Ion : Sodium (Na+), Potassium (K+), Chloride (Cl-), Magnesium (Mg2+, Calcium (Ca2+).
Dalam Jumlah Kecil : Ammonium (NH4+), Sulphates (SO4
2-), Phosphates (H2PO4-, HPO4
2-,
PO43-).
a) Normal
1. Urea
2. Kreatinin dan keratin
3. Amoniak dan garam ammonium
4. Asam urat
5. Asam amino
6. Allantoin
7. Klorida
8. Sulfat
9. Fosfat
10. Oksalat
11. Mineral
12. Vitamin, hormon dan enzim
b) Abnormal
1. Protein
2. Glukosa
3. Gula lain
4. Keton bodies
5. Bilirubin
6. Darah dan G hemoglobin
7. Porfirin
3.2 Pemeriksaan Urin
Warna urin normal adalah kuning muda atau kuning jerami, jernih. Pada produksi urin
yang banyak, berat jenisnya antara 1.015-1.030 tergantung pada konsentrasi bahan solid yang
larut dalam urin. Bila produksi urin sedikit urin itu pekat dan berat jenisnya naik sedangkan
warnanya lebih gela
Bila berat jenisnya turun berarti urin lebih encer dan menjadi tidak berwarna seperti yang
terjadi pada diabetes insipidus. Urin normal agak asam atau pH nya kurang dan 7. Urin normal
mengandung urea, kreatinin, asam urat, garam, pigmen empedu, dan asam oksalat. Bila urin
normal ini disimpan maka akan bereaksi menjadi bersifat alkalis karena urea diubah menjadi
amonia. Urin dikatakan tidak normal apabila mengandung albumin, gula, aseton, nanah ataupun
butir darah serta kast* positif. Dalam keadaan normal orang buang air kecil setiap 24 jam. Urin
yang berwama coklat disertai buih biasanya disebabkan penyakit liver ataupun saluran empedu.
Urin berwarna merah karena makan obat-obatan, bisa juga karena adanya darah saat menstruasi
atau bisa juga karena penyakit saluran kencing. Urin yang berbau bisa disebabkan minum obat,
infeksi, diabetes mellitus atau makanan (petai, jengkol).
Mikroskopi
Pemeriksaan urin di bawah mikroskop, yang diperiksa apakah ada butir darah merah maupun
butir darah putih, sel nanah, bakteri, kast, dan kris
Daftar Pustaka
1. Kasim YI. Traktus urogenitalia. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida
Wacana; 2010.
2. Sloane E. Anatomi dan fisiologi. Jakarta: EGC; 2004.
3. Anatomi ginjal dan saluran kemih. Edisi agustus 2005. Diunduh dari
http://sectiocadaveris.wordpress.com/artikel-kedokteran/anatomi-ginjal-dan-saluran-kemih/ ,
2 oktober 2010.
4. Gunawijaya FA, Kartawiguna E. Penuntun praktikum kumpulan foto mikroskop Histologi.
Jakarta: Universitas Trisakti;2009.
5. Junqueira LC, Carneiro J. Histologi dasar. Jakarta: EGC; 2007.
6. Sherwood L. Fisiologi manusia. Edisi 2. Jakarta: EGC; 2001.
7. Guyton AC, Hall JE. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC; 2006.
8. Ganong WF. Fisiologi kedokteran. Edisi 22. Jakarta: EGC; 2005