Pbl Modul 3 geri

download Pbl Modul 3 geri

of 30

description

ok

Transcript of Pbl Modul 3 geri

SKENARIO 2Seorang perempuan umur 65 tahun dibawa ke Puskesmas dengan keluhan nyeri pada pangkal paha kanan sehingga tidak dapat berjalan. Keadaan ini dialami sejak 5 hari yang lalu setelah jatuh terduduk di kamar mandi pada saat penderita berjalan tertatih-tatih. Sejak 1 minggu penderita terdengar batuk-batuk, banyak lendir kental kehijauan tetapi tidak demam. Penderita juga beberapa hari ini terlihat makan sangat kurang . Sejak 7 tahun terakhir ini penderita mengkonsumsi obat-obat kencing manis, tekanan darah tinggi, jantung dan rematik. Penderita pernah mengalami serangan stroke 3 tahun lalu. Pemeriksaan Fisis: TD 160/90 mmHg, Nadi 92 x/menit, suhu 37,5 C, Pernapasan 24 x/menit, TB: 160 cm, BB: 41 kg. Dari pemeriksaan fisis didapatkan ronkhi basah kasar di kedua lapangan paru. KATA SULITTidak adaKALIMAT KUNCI1. Perempuan umur 65 tahun2. Nyeri pada pangkal paha kanan sehingga tidak dapat berjalan3. Dialami sejak 5 hari yang lalu setelah jatuh terduduk di kamar mandi pada saat penderita berjalan tertatih-tatih4. 1 minggu penderita terdengar batuk-batuk, banyak lendir kental kehijauan tetapi tidak demam5. Terlihat makan sangat kurang6. Sejak 7 tahun terakhir ini penderita mengkonsumsi obat-obat kencing manis, tekanan darah tinggi, jantung dan rematik7. Pernah mengalami serangan stroke 3 tahun lalu8. Pemfis: TD 160/90 mmHg, Nadi 92 x/menit, suhu 37,5 C, Pernapasan 24 x/menit, TB: 160 cm, BB: 41 kg, Ronkhi Basah Kasar (+)

MASALAH1. Bagaimana perubahan anatomi dan fisiologi pada lansia ?2. Apa faktor resiko jatuh pada pasien geriatri?3. Apa hubungan pasien jatuh di kamar mandi sehingga tidak dapat berjalan dan aa sajakah efek yang dapat menyebabkan nyeri pada pangkal paha?4. Apa hubungan batuk-batuk dengan atuh pada pasien geriatri tersebut serta mengapa tidak demam?5. Apa hubungan status gizi pasien geriatri tersebut dengan jatuh di kamar mandi?6. Bagaimana pengaruh riwayat pemakaian obat-obat yang terjadi pada pasien geriatri dengan jatuhnya di kamar mandi?7. Bagaimana pengaruh riwayat stroke yang terdjadi pada pasien geriatri dengan jatuhnya di kamar mandi?8. Bagaimana pendekatan diagnostik pada pasien geriatri?9. Bagaimana penatalaksanaan dan penvegahan pada pasien?10. Apa komplikasi yang menyebabkan jatuh pada skenario?11. Bagaimana perspektif Islam terhadap pasien geriatri?

ANALISA MASALAH1. Perubahan Anatomi dan Fisiologis pada Geriatri1,2,31. Sel. 1. Lebih sedikit jumlahnya. 1. Lebih besar ukurannya. 1. Berkurangnya jumlah cairan tubuh dan berkurangnya cairan intraseluler. 1. Menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah, dan hati. 1. Jumlah sel otak menurun.1. Terganggunya mekanisme perbaikan sel. 1. Otak menjadi atrofis beratnya berkurang 5-10%.

2. Sistem Persarafan.1. Berat otak menurun 10-20%. (Setiap orang berkurang sel saraf otaknya dalam setiap harinya). 1. Cepatnya menurun hubungan persarafan. 1. Lambat dalam respon dan waktu untuk bereaksi, khususnya dengan stres. 1. Mengecilnya saraf panca indra. Berkurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran, mengecilnya saraf penciumdan perasa, lebih sensitif terhadap perubahan suhu dengan rendahnya ketahanan terhadap dingin. 1. Kurang sensitif terhadap sentuhan. 3. Sistem Pendengaran. 1. Presbiakusis ( gangguan dalam pendengaran ). Hilangnya kemampuan pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara atau nada- nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas umur 65 tahun. 1. Otosklerosis akibat atrofi membrane tympani. 1. Terjadinya pengumpulan serumen dapat mengeras karena meningkatnya keratin. 1. Pendengaran bertambah menurun pada lanjut usia yang mengalami ketegangan jiwa/stres 4. Sistem Penglihatan. 1. Timbul sklerosis dan hilangnya respon terhadap sinar. 1. Kornea lebih berbentuk sferis(bola). 1. Kekeruhan pada lensa menyebabkan katarak. 1. Meningkatnya ambang, pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat dan susah melihat dalam cahaya gelap. 1. Hilangnya daya akomodasi. 1. Menurunnya lapangan pandang, berkurang luas pandangannya. 1. Menurunnya daya membedakan warna biru atau hijau. 5. Sistem Kardiovaskuler.1. Elastisitas dinding aorta menurun. 1. Katup jantung menebal dan menjadikaku. 1. Kemampuan jantung memompa darah menurun, hal ini menyebabakan menurunnya kontraksi dan volumenya. 1. Kehilangan elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektivitas pembuluh darah perifer untuk oksigenisasi,. Perubahan posisi dari tidur ke duduk atau dari duduk ke berdiri bisa menyebabkan tekanan darah menurun, mengakibatkan pusing mendadak. 1. Tekanan darah meninggi akibat meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer. 6. Sistem Pengaturan Temperatur Tubuh. 1. Temperatur tubuh menurun ( hipotermia ) secara fisiologis akibat metabolisme yang menurun. 1. Keterbatasan refleks menggigil dan tidak dapat memproduksi panas akibatnya aktivitas otot menurun. 7. Sistem Respirasi 1. Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku. 1. Menurunnya aktivitas dari silia. 1. Paru-paru kehilangan elastisitas, menarik nafas lebih berat, kapasitas pernafasan maksimum menurun, dan kedalaman bernafas menurun. 1. Alveoli ukuranya melebar dari biasa dan jumlahnya berkurang. 1. Kemampuan untuk batuk berkurang. 1. Kemampuan kekuatan otot pernafasan akan menurun seiring dengan pertambahan usia.8. Sistem Gastrointestinal.1. Kehilangan gigi akibat Periodontal disease, kesehatan gigi yang buruk dan gizi 1. yang buruk. 1. Indera pengecap menurun, hilangnya sensitivitas saraf pengecapm di lidah terhadap rasa manis, asin, asam, dan pahit. 1. Eosephagus melebar. 1. Rasa lapar menurun, asam lambung menurun. 1. Peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi. 1. Daya absorbsi melemah. 9. Sistem Reproduksi. 1. Menciutnya ovari dan uterus. 1. Atrofi payudara. 1. Pada laki-laki testis masih dapat memproduksi spermatozoa meskipun adanya penurunan secara berangsur-angsur. 1. Kehidupan seksual dapat diupayakan sampai masa lanjut usia asal kondisi kesehatan baik. 1. Selaput lendir vagina menurun. 10. Sistem Perkemihan. 1. Ginjal. Merupakan alat untuk mengeluarkan sisa metabolisme tubuh melalui urin, darah yang masuk ke ginjal disaring di glomerulus (nefron). Nefron menjadi atrofi dan aliran darah ke ginjal menurun sampai 50%. 1. Otot-otot vesika urinaria menjadi lemah, frekuensi buang air kecil meningkat dan terkadang menyebabkan retensi urin pada pria. 11. Sistem Endokrin.1. Produksi semua hormon menurun. 1. Menurunnya aktivitas tyroid, menurunnya BMR (Basal Metabolic Rate), dan menurunnya daya pertukaran zat. 1. Menurunnya produksi aldosteron. 1. Menurunya sekresi hormon kelamin misalnya, progesteron, estrogen, dan testosteron. 12. Sistem Kulit ( Sistem Integumen ) 1. Kulit mengerut atau keriput akibat kehilangan jaringan lemak. 1. Permukaan kulit kasar dan bersisik karena kehilangan proses keratinisasi, serta perubahan ukuran dan bentuk-bentuk sel epidermis. 1. Kulit kepala dan rambut menipis berwarna kelabu. 1. Rambut dalam hidung dan telinga menebal. 1. Berkurangnya elastisitas akibat dari menurunya cairan dan vaskularisasi. 1. Pertumbuhan kuku lebih lambat. 1. Kuku jari menjadi keras dan rapuh, pudar dan kurang bercahaya. 1. Kelenjar keringat berkurang jumlah dan fungsinya. 13. Sistem Muskuloskletal 1. Tulangkehilangandensity(cairan)danmakinrapuh. 1. Kifosis 1. Pergerakan pinggang, lutut, dan jari-jari terbatas. 1. Persendian membesar dan menjadi kaku. 1. Tendon mengerut dan mengalami skelerosis. 1. Atrofi serabut otot ( otot-otot serabut mengecil ).Otot-otot serabut mengecil sehingga seseorang bergerak menjadi lamban, otot-otot kram dan menjadi tremor. 1. Otot-otot polos tidak begitu berpengaruh.1,2,32. Faktor risiko jatuh pada lansia

Faktor risiko jatuh pada lansia terdiri dari faktor intrinsik (Host dan aktivitas) dan faktor ekstrinsik (lingkungan dan obat-obatan): 41. Faktor host (diri lansia) Faktor-faktor yang menyebabkan jatuh sangat kompleks dan tergantung kondisi lansia. Di antaranya ada disability, penyakit yang sedang diderita (vertigo dan dizziness sebesar 13 %, hipotensi ortostatik sebesar 3 %, syncope sebesar 0,3 %); perubahan-perubahan akibat proses penuaan (penurunan pendengaran, penurunan visus sebesar 2 %, penurunan status mental (bingung) sebesar 5 %, penurunan fungsi indera yang lain, lambatnya pergerakan, hidup sendiri faktor gaya hidup), gangguan muskuloskeletal seperti kelemahan otot ekstremitas bawah, gangguan keseimbangan dan gaya berjalan sebesar 17 % serta serangan tiba-tiba sebesar 9 % . Gangguan muskuloskeletal menyebabkan gangguan gaya berjalan dan keseimbangan. Hal ini berhubungan dengan proses menua yang fisiologis. Perubahan tersebut mengakibatkan kelambanan gerak, langkah yang pendek, penurunan irama, dan pelebaran bantuan basal. Kaki tidak dapat menapak dengan kuat dan cenderung mudah goyah. Keterlambatan mengantisipasi bila terpeleset, tersandung, dan kejadian tiba-tiba dikarenakan terjadi perpanjangan waktu reaksi sehingga memudahkan jatuh1. Faktor aktivitas Laki-laki dengan mobilitas tinggi, postur yang tidak stabil, mempunyai risiko jatuh sebesar 4,5 kali dibandingkan dengan yang tidak aktif atau aktif tetapi dengan postur yang stabil. Penelitian selama setahun terhadap 4.862 penderita yang dirawat di rumah sakit atau panti jompo, didapatkan penderita dengan risiko jatuh paling tinggi adalah penderita aktif, dengan sedikit gangguan keseimbangan (Probosuseno, 2006). Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Barnedh (2006) terhadap 300 lansia di Puskesmas Tebet bahwa lansia dengan aktivitas rendah (tidak teratur berolahraga) berisiko 7,63 kali menderita gangguan keseimbangan dibandingkan lansiadengan aktivitas tinggi. Oleh karena itu, prinsip dari manajemen pada lansiadengan keluhan instabilitas dan jatuh antara lain melakukan terapi aktivitas berupa penguatan otot dan pengulangan latihan gaya berjalan serta alat-alat bantu untuk berjalan 1. Faktor Lingkungan Faktor lingkungan terutama yang belum dikenal mempunyai risiko terhadap jatuh sebesar 31 % (Shobha, 2005). Faktor lingkungan terdiri dari penerangan yang kurang, benda-benda di lantai (seperti tersandung karpet), peralatan rumah yang tidak stabil, tangga tanpa pagar, tempat tidur atau tempat buang air yang terlalu rendah, lantai yang tidak rata, licin atau menurun serta alat bantu jalan yang tidak tepat. 1. Faktor obat-obatan Jumlah obat yang diminum merupakan faktor yang bermakna terhadap penderita. Empat obat atau lebih meningkatkan risiko jatuh. Jatuh akibat terapi obat dinamakan jatuh iatrogenik. Obat-obatan yang meningkatkan risiko jatuh di antaranya obat golongan sedatif dan hipnotik yang dapat mengganggu stabilitas postur tubuh, yang mengakibatkan efek samping menyerupai sindroma parkinson seperti diuretik/ anti hipertensi, antidepresan, antipsikotik, obat-obatan hipoglikemik dan alkohol. Obat-obatan lain yang menyebabkan hipotensi, hipoglikemi, mengganggu vestibular, neuropati hipotermi dan menyebabkan kebingungan seperti phenothiazine, barbiturat dan benzodiazepin kerja panjang juga meningkatkan risiko jatuh. Hal ini sesuai dengan pendapat bahwa lansia yang memiliki tiga faktor risiko seperti kelemahan otot paha, ketidakseimbangan, dan mendapat lebih dari empat pengobatan berisiko jatuh sebesar 100 % setiap tahunnya.4

3. Hubungan pasien jatuh terduduk dikamar mandi dengan tidak dapat berjalan serta efek yang dapat timbul akibat nyeri pada pangkal paha

Berbagai faktor berperan untuk terjadinya gangguan keseimbangan dan jatuh terutama untuk usia lanjut. Pasien dengan usia lanjut dikaitkan dengan input propioseptif yang berkurang, proses degeneratif pada sistem vestibular, refleks posisi yang melambat dan melemahnya kekuatan otot yang amat penting dalam memelihara postur.5,6Tertatih-tatihTertatih-tatih dapat didefinisikan sebagai gangguan cara berjalan yang disebabkan oleh beberapa faktor, seperti kekakuan jaringan penghubung, berkurangnya massa otot, perlambatan konduksi saraf, penurunan visus, keseimbangan dan gangguan pada alat gerak. dari segi usia, maka dapat dihubungkan dengan perubahan fisiologis pada pasien. Jika pasien mempunyai gangguan pada otot dan tulang, maka cara berjalan pasien dapat terganggu.Nyeri pada pangkal paha (femur)Nyeri dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti faktor trauma dan infeksi. Pada skenario, terdapat riwayat nyeri pada pangkal paha tepat setelah jatuh terduduk di kamar mandi. jatuh dapat didefinisikan sebagai kejadian yang tak diharapkan dimana seseorang jatuh dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah atau sama tingginya.Maka jika dihubungkan dengan faktor jatuh dan trauma, maka keduanya dapat saling berhubungan jika ditinjau pada kerusakan pada daerah pangkal paha. Apakah kerusakan terjadi pada jaringan lunak atau tulang di sekitar paha. berdasarkan segi morbiditas dan prevalensi, jatuh merupakan salah satu penyebab terbesar dan utama pada fraktur tulang yang disebabkan oleh beberapa faktor, seperti penyakit dan lingkungan. Fraktur pada kolum femoris merupakan komplikasi utama akibat jatuh pada lansia, diderita oleh 200.000 lebih lansia AS pertahun dan sebagian besar wanita. Namun dapat pula diestimasikan dengan fraktur pada tulang yang lain seperti tulang iga, humerus dan pelvis. Sedangkan pada jaringan lunak, dapat menyebabkan perlukaan seperti memar dan keseleo otot.Nyeri pada pangkal paha juga dapat memberikan penjelasan bahwa persarafan sensoriknya pada daerah femur masih belum mengalami kerusakan. Sedangkan motoriknya ada kemungkinan mengalami gangguan karena adanya keluhan tidak dapat berjalan.Tidak dapat berjalanPasien yang tidak dapat berjalan dapat dihubungkan dengan kerusakan anggota gerak pada daerah kaki, yaitu pada jaringan otot/tulang. Fungsi dari jaringan otot pada alat gerak adalah sebagai media kontraksi alat gerak, sedangkan jaringan tulang berfungsi sebagai penopang tubuh dan tempat perlekatan otot. jika yang mengalami kerusakan adalah jaringan lunak seperti otot, maka dapat menyebabkan memar dan keseleo, namun kaki masih dapat digerakkan jika tidak sampai pada tahap robekan.Sedangkan jika yang mengalami kerusakan adalah daerah tulang, maka dapat menyebabkan fraktur pada tulang dengan gejala klinis pembengkakan dan ketidakmampuan untuk menggunakan anggota gerak, yang bisa disebabkan karena nyeri hebat dan keterbatasan anggota sendi. Pasien yang jatuh terduduk dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan otot maupun tulang yang disebabkan dari cara jatuhnya dan lokalisasi kerusakan, jika kerusakan dapat mencapai derajat tertentu dan dihubungkan dengan faktor lain yang dapat menyebabkan kerapuhan pada jaringan, seperti proses menua dan osteoporosis.Berdasarkan skenario, dikatakan bahwa sebelum jatuh pasien wanita berumur 65 tahun ini berjalan tertatih-tatih yang menandakan bahwa telah terjadi gangguan berjalan pada pasien yang mungkin terjadi akibat penurunan massa tulang akibat usia, pengaruh obat-obatan maupun riwayat penyakit sebelumnya. Saat pasien jatuh terduduk, maka kemungkinan yang akan terjadi adalah fraktur vertebra terutama segmen lumbal dan sacral. Sehingga akan dapat menyebabkan kompresi pada nervus yang keluar dari columna vertebralis yang dapat bermanifestasi nyeri. Selain itu, adanya trauma di columna vertebralis juga dapat menyebabkan kompresi pada ramus-ramus saraf di cornu anterior segmen lumbosacral yang berfungsi sebagai saraf motorik pada kedua tungkai yang mengakibatkan tungkai tidak dapat digerakkan. 5,6

4. Hubungan antara batuk (disertai lendir kental dan berwarna kehijauan) serta tidak mengalami demam pada pasien geriatri

Sistem respirasi sudah mencapai kematangan pertumbuhan pada usia 20-25 tahun, setelah itu mulai menurun fungsinya. Elastisitas paru menurun, kekakuan dinding dada meningkat, kekuatan otot dada menurun. Semua ini berakibat menurunnya rasio ventilasi perfusi dibagian paru yang tak bebas dan pelebaran gradient alveolar arteri untuk oksigen. Disamping itu, terjadi penurunan gerak silia di dinding sistem respirasi, penurunan refleks batuk dan refleks fisiologis lain yang menyebabkan peningkatan kemungkinan terjadinya infeksi akut pada saluran nafas bawah. Berbagai perubahan morfologik dan fungsional tersebut mempermudah terjadinyaberbagai keadaan patologik diantaranya Penyakit Paru Obstruktif, penyakit ineksi paru akut atau kronis.7,9Dengan makin lanjutnya usia seseorang maka kemungkinan terjadinya penurunan anatomik dan fungsional atas organya masih besar. Penurunan anatomic dan fungsional dari organ tersebut akan menyebabkan lebih muda timbulnya penyakit pada organ tersebut. Salah satunya pada system dari system respirasi. Berbagai perubahan morfologik akan menyebabkan perubahan fungsional sampai perubahan patologik. Hal ini yang menyebabkan terjadinya infeksi meningkat di antaranya infeksi saluran nafas dapat terjadi. Batuk dan sesak disebabkan karena perubahan anatomi dan penurunan fungsi fisiologis dari system respirasi. Perubahan anatomi diantaranya peningkatan diameter trachea dan saluran nafas utama, membesarnya ductus alveolaris, berkurangnya elatisistas penyangga parenchyma paru, penurunan massa jaringan paru, berkurangnya kekuatan otot-otot pernafasan dan kekuatan dinding thoraks. Keadaan tersebut dapat menyebabkan sesak dan terjadi hipoksia sehingga aliran oksigen ke otak menurun dan menyebabkan jatuh.7Adapun berbagai perubahan fisiologis yang terjadi pada sistem respirasi akibat prosesmenua adalah sebagai berikut:9 Penurunan FEV1 dan FVC Meningkatnya volume residual Berkurangnya efektivitas paru Ventilation-perfusion mis matching yang menyebabkan PaO2 menurun seiring bertambahnya usia: 100 (0,32 X Umur) Peningkatan diameter trakea dan saluran napas utama Membesarnya duktus alveolaris akibat berkurangnya elastisitas struktur penyangga parenkim paru, menyebabkan berkurangnya area permukaan Penurunan massa jaringan paru Ekspansi toraks Penurunan tekanan maksimum inspirasi dan ekspirasi Berkurangnya kekuatan otot-otot pernapasan Kekakuan dinding dada Berkurangnya difusi CO Berkurangnya respon ventilasi akibat hiperkapniaGejala utama dari infeksi seringkali tidak jelas bahkan tidak ada sama sekali pada lansia. Temperatur tubuh dalam keadaan basal pada lansia memang sudah rendah, sehingga dalam keadaan infeksi kenaikan temperatur tubuh tidak akan melebihi 1010 F (38,30 C). Penderita dengan sepsis sering tidak demam, bahkan hipotermia, dan terjadi pada 20 % penderita. Tidak adanya demam selain memperlambat diagnosis juga menurunkan efek fisiologis dari lekosit dalam melawan infeksi, sehingga akan lebih berbahaya. Hal ini disebabkan karena perubahan regulasi suhu tubuh yang terjadi pada lansia. Diantaranya:8 Berkurangnya vasokontriksi dan vasodilatasi pembuluh darah kutaneus Berkurangnya produksi keringat Meningkatnya temperature inti untuk mulai berkeringat

5. Hubungan status gizi dengan jatuhPada lansia terjadi perubahan komposisi tubuh, penurunan fat-free mass dan peningkatan fat mass. Pada proses penuaan ini massa otot presentasenya menurun. Dengan demikian terjadi penurunan kekuatan otot hingga 30-40% (Astrand,1986). Kekuatan otot pada lansia juga berhubungan dengan masalah terjadinya gangguan keseimbangan yang mempunyai risiko lansia mudah terjatuh. Hasil penelitian Vellas menunjukkan bahwa proporsi lansia yang pernah mengalami jatuh mempunyai keadaan gizi yang lebih buruk dibandingkan dengan yang tidak pernah jatuh (Vellas, 1996). Status gizi lansia dipengaruhi oleh kemampuan mobilitas untuk kemandirian dalam melakukan kegiatan sehari-hari, termasuk kegiatan untuk pemenuhan konsumsi makanan sehari-hari.106. Pengaruh obat yang yerjadi pada pasien jatuh pada skenario111. Obat Hipertensi Diuretik : Hipokalemi & nyeri kepala Obat-obatan jenis diuretik bekerja dengan cara mengeluarkan cairan tubuh (lewat kencing) sehingga volume cairan ditubuh berkurang yang mengakibatkan daya pompa jantung menjadi lebih ringan. Contoh obat-obatan yang termasuk golongan diuretik adalah Hidroklorotiazid. Efek samping yang sering dijumpai adalah : hipokalemia dan hiponatremia (kekurang natrium dalam darah) yang dapat mengakibatkan gejala lemas,hiperurisemia (peningkatan asam urat dalam darah) dan gangguan lainnya seperti kelemahan otot, muntah dan pusing. Pada penderita DM, Obat Golongan tiazid juga dapat menyebabkan hiperglikemia karena mengurangi sekresi insulin. 11 Alfa blacker : hipotensi ortostatik, pusing, lemah Beta blocker : bradikardia Mekanisme kerja anti-hipertensi obat ini adalah melalui penurunan daya pompa jantung. Jenis beta bloker tidak dianjurkan pada penderita yang telah diketahui mengidap gangguan pernapasan seperti asma bronkial. Contoh obat- obatan yang termasuk dalam golongan betabloker adalah : Metoprolol, Propranolol dan Atenolol. Pada penderita diabetes melitus harus hati-hati, karena dapat menutupi gejala hipoglikemia (kondisi dimana kadar gula dalam darah turun menjadi sangat rendah yang bisa berakibat bahaya bagi penderitanya). Pada orang tua terdapat gejala bronkospasme (penyempitan saluran pemapasan) sehingga pemberian obat harus hati-hati. Antagonis Ca : hipotensi , gangguan penglihatan ACE inhibitor : hipotensi ortostatik, pusing, sesak 2. Obat DM Insulin : hipoglikemi Oral : hipoglikemi, vertigo, Sulfonilurea Hipoglikemia dapat terjadi pada pasien yang tidak mendapat dosis tepat, tidak makan cukup atau dengan gangguan fungsi hepar dan atau ginjal. Kecenderimgan hipoglikemia pada orang tua disebabkan oleh mekanisme kompensasi berkurang dan asupan makanan yang cenderung kurang. Selain itu, hipoglikemia tidak mudah dikenali pada oarang tua karena timbul perlahan tanpa tanda akut (akibat tidak ada refleks simpatis) dan dapat menimbulkan disfungsi otak sampai koma. Gejala susunan sarafpusat yang lain berupa vertigo, konfusio / bingung, ataksia dan sebagainya. 113. ObatRematik Alopurinol Alopurinol adalah obat penyakit pirai (gout) yang dapat menurunkan kadar asam urat dalam darah. Alopurinol bekerja dengan menghambat xantin oksidase yaitu enzim yang dapat mengubah hipoxantin menjadi xantin, selanjutnya mengubah xantin menjadi asam urat. Dalam tubuh Alopurinol mengalami metabolisme menjadi oksipurinol (alozantin) yangjuga bekerja sebagai penghambat enzim xantin oksidase. Mekanisme kerja senyawa ini berdasarkan katabolisme purin dan mengurangi produksi asam urat, tanpa mengganggu biosintesa purin. Efek sampingnya yaitu Reaksi hipersensitivitas :ruam makulopapular didahului pruritus, urtikaria, eksfoliatif dan lesi purpura, dermatitis, nefritis, faskulitis dan sindrome poliartritis. Demam, eosinofilia, kegagalan hati dan ginjal, mual, muntah, diare, rasa mengantuk, sakit kepala dan rasa logam. Pemberian Alopurinol bersama dengan azatioprin, merkaptopurin atau siklotosfamid, dapat meningkatkan efek toksik dari obat tersebut. Jangan diberikan bersama sama dengan garam best dan obat diuretik golongan tiazida. Dengan warfarin dapat menghambat metabolisme obat di hati. 114.Obat Jantung Beta -Bloker : hipotensi, bradikardi, rasa lelah Penggunaan R -bloker banyak digunakan untuk terapi gagal jantung kronik. (3 -bloker bekerja terutama dengan menghambat efek merugikan dari aktivitas simpatis pada pasien gagal jantung, dan efek ini jauh lebih menguntungkan dibandingkan efek inotropik negatifhya. Pada gagal jantung yang mengalami pengaktivan adalah sistem RAA nya yang dapat menyebabkan hipertrofi miokard melalui efek vasokontriksi perifer hingga terjadi iskemia miokard. Pemberian P -bloker pada gagal jantung akan mengurangi kejadian iskemia miokard, mengurangi stimulasi sel-sel automatik jantung dan efek aritmia lainnya. P -bloker juga menghambat pelepasan sistem RAA yang dapat menurunkan resiko hipertrofi miokard. namun pemberian P -bloker harus diberikan dengan dosis rendah dan ditingkatkan secara perlahan-lahan agar dosis target dan penyesuaian pada tubuh dapat berjalan. Pemakaian yang tidak sesuai dengan dosis target dapat berhubungan dengan gejala awal dengan terapi p -bloker dimana terdapat gejala hipotensi, retensi cairan, bradikardi dan rasa lelah. 117. Riwayat strokeStabilitas tubuh seseorang ditentukan oleh system saraf sensorik dan systemsaraf pusat. Sistem saraf pusat akan memberikan respon motoric untukmengansitipasi input sensorik. Pada penderita stroke akan terjadi gangguan padasystem sarafpusatyang menyebabkan tidakberespon baik terhadapinput sensorik.12Gangguan pada system saraf berupa perlambatan konduksi syaraf akan menyebabkanterjadinya gangguan pada system muskuloskletal berupa gangguan gait (berjalan). Semua perubahan tesebut mengakibatkan kelambanan gerak, langkah pendek,penurunaniramadanpelebaranbentukbasal.Kakitidakmenapakdengankuat dan lebih cenderung gampang goyah. Perlambatan reaksi mengakibatkan seseorang lansia susah mengansitipasi bila terjadi gangguan seperti terpeleset, tersandung, kejadiantiba-tiba sehingga memudahkan jatuh.12

8. Langkah langkah diagnosisPemeriksaan yang dilakukan meliputi :13,141. Anamnesa riwayat penyakit (jatuhnya)Anamnesa dibuat baik terhadap penderita ataupun saksi mata jatuh atau keluarganya. Anamnesis ini meliputi :1. Riwayat medis umum 1. Tingkat mobilitas (kesiapsiagaan untuk bergerak)1. Seputar jatuhnya (riwayat jatuh sebelumnya) : mencari penyebab jatuhnya misalnya apa karena terpeleset, tersandung, berjalan, perubahan posisi badan, waktu mau berdiri dari jongko, sedang makan, sedang buang air kecil atau besar, sedang batuk atau bersin, sedang menoleh tiba-tiba ataupun aktivitas lainnya. Posisi jatuhnya seperti jatuh terduduk, jatuh tertelungkup ataupun jatuh tidur.1. Apa yang dipikirkan pasien sebagai penyebab jatuh (Apakah pasien sadar bahwa akan jatuh?;apakah kejadian jatuh tersebut sama sekali tak terduga?; apakah pasien terpeleset atau terantuk?)1. Gejala yang menyertai : seperti nyeri dada, berdebar-debar, nyeri kepala tiba-tiba, vertigo, pingsan, lemas, konfusio, inkontinens, sesak nafas.1. Kondisi komorbid yang relevan : pernah menderita hipertensi, diabetes mellitus, stroke, parkinsonisme, osteoporosis, sering kejang, penyakit jantung, rematik, depresi, deficit sensorik dll1. Review obat-obatan yang diminum : anti hipertensi ( alfa inhibitor non spesifik dll ), diuretic, autonomic bloker, anti depresan, hipnotik, anxiolitik, analgetik, psikotropik, ACE inhibitor dll1. Review keadaan lingkungan : tempat jatuh apakah licin/bertingkat-tingkat dan tidak datar, pencahayaannya dll1. Pemeriksaan fisis13,140. Menilai kesadaran pasien (glasgow coma scale/GCS) Glasgow Coma Scale (GCS) adalah skala yang dipakai untuk menentukan/menilai tingkat kesadaran pasien, mulai dari sadar sepenuhnya sampai keadaan koma. Teknik penilaian dengan ini terdiri dari tiga penilaian terhadap respon yang ditunjukkan oleh pasien setelah diberi stimulus tertentu, yakni respon buka mata, respon motorik terbaik, dan respon verbal. Setiap penilaian mencakup poin-poin, di mana total poin tertinggi bernilai 15.Selanutnya nilai tiap-tiap pemeriksaan dijumlahkan, nilai GCS yang tertinggi adalah 15 yaituE4V5M6dan terendah adalah 3 yaituE1V1M1. Biasanya, pasien dengan nilai GCS dibawah 5 ialah pasien emergensi yang sulit dipertahankan keselamatannya.Berdasarkan buku Advanced Trauma Life Support, GCS berguna untuk menentukan derajat trauma/cedera kepala (trauma capitis).Derajat cedera kepala berdasarkan GCS:GCS: 14-15 =CKR(cedera kepala ringan)GCS: 9-13 =CKS (cedera kepala sedang)GCS: 3-8 =CKB(cedera kepala berat)0. Mengukur tanda vitalnya : Tekanan darah (tensi), nadi, pernafasan (respirasinya) dan suhu badannya (panas/hipotermi)0. Kepala dan leher : apakah terdapat penurunan penglihatan ( penurunan visus, intoleransi silau, presbiope/penglihatan dekat, penurunan penglihatan malam), penurunan pendengaran (gangguan pada diskriminasi suara, presbikusis), nistagmus, gerakan yang menginduksi ketidakseimbangan, bising.0. Pemeriksaan jantung : kelainan katup, aritmia, stenosis aorta, sinkope sinus carotis dll0. Neurologi : perubahan status mental,melambatnya waktu reaksi, defisit fokal, neuropati perifer, kelemahan otot, instabilitas, kekakuan, tremor, dll0. Muskuloskeletal : perubahan sendi, pembatasan gerak sendi, problem kaki (podiatrik), deformitas dll1. Assesmen fungsionalnya13,14Seyogyanya dilakukan untuk mengetahui lebih lanjut tentang kebiasaan pasien dan aspek fungsionalnya dalam lingkungannya, ini sangat bermanfaat untuk mencegah terjadinya jatuh ulangan. Pada assesmen fungsional dilakukan observasi atau pencarian terhadap :1. Fungsi gait dan keseimbangan : observasi pasien ketika bangkit dari duduk dikursi, ketika berjalan, ketika membelok atau berputar badan, ketika mau duduk dibawah dll.1. Mobilitas : dapat berjalan sendiri tanpa bantuan, menggunakan alat Bantu ( kursi roda, tripod, tongkat dll) atau dibantu berjalan oleh keluarganya.1. Aktifitas kehidupan sehari-hari : mandi, berpakaian, berpergian, kontinens. Terutama kehidupannya dalam keluarga dan lingkungan sekitar ( untuk mendeteksi juga apakah terdapat depresi dll )

pemeriksaan keseimbangan dan morbilitas fungsional :1. Uji The Timed Up and Go(TUG)

Uji ini merupakan modifikasi dari uji get up and go (GUG). Pada uji ini, subyek diminta untuk bangkit dari kursi, berjalan sepanjang 3 meter, berbalik arah kembali menuju kursi. dan duduk kembali. Oleh pemeriksa dinilai cara berjalan dan ada tidaknya gangguan gaya berjalan subyek, kemudian diberikan nilai berskala 1-5; nilai 1 berarti normal, sedangkan nilai lima menunjukkan abnormalitas berat.1. Uji menggapai fungsionalUji ini menilai kontrol postural dinamis dengan mengukur jarak terjauh seseorang yang berdiri mampu menggapai atau mencondongkan badannya ke depan tanpa melangkah.1. Uji keseimbangan BergUji ini merupakan uji aktivitas dan keseimbangan fungsional yang menilai penampilan mengerjakan 14 tugas, diberikan angka 0 (tidak mampu melakukan) sampai 4 (mampu mengerjakan dengan normal sesuai dengan waktu dan jarak yang ditentukan) dengan skor maksimum 56. Tugas-tugas yang dinilai adalah duduk tanpa bantuan, bangkit dari duduk ke berdiri, berdiri ke duduk, transfer, berdiri tanpa bantuan, berdiri dengan mata tertutup, berdiri dengan kedua kaki rapat, berdiri dengan kedua kaki dalam posisi tandem, berdiri dengan satu kaki, rotasi punggung saat berdiri, mengambil obyek tertentu dari lantai, berputar 360 derajat, melangkahi kursi tanpa sandaran, dan menggapai ke arah depan saat berdiri. Dilakukan penilaian dua dimensi dari keseimbangan yaitu kemampuan subyek untuk mempertahankan postur tegak dan melakukan penyesuaian yang tepat pada gerakan yang dikehendaki (gerakan volunter)

1. Pemeriksaan penunjang13,141. Pemeriksaan neurologis untuk menentukan lesi pada otak atau juga sensorik dan motorik dan juga untuk medeteksi defisit neurologis fokal, adakah cerebrovascular disease atau transient ischemic attack;lakukan brain CT scan jika ada indikas1. Pemeriksaan staus fungsional dan kognitif, memperhatikan apakah pasien menderita demensia terutama demensia Vaskular 1. Pemeriksaan mobilitas pasien : status fungsional cara berjalan1. Pemeriksaan laboratorium tergantung dari sifat permasalahan dan keadaannya.1. Pemeriksaan darah lengkap, laju endap darah, kadar kalsium, elektroforesis protein serum.1. Mengukur kadar alkali fosfatase serum, bone-Gla-protein plasma (osteocalcin), untuk mengetahui adanya pembentukan tulang pada osteoporosis. 1. Pemeriksaan foto rontgen bagian panggul dalam bidang anteroposterior, lateral, dan oblique, harus dilakukan pada setiap pasien yang menderita nyeri pada pangkal paha dan juga pada sendi lutut. 1. Vertebra(tulang panggul), genu(lutut) , dan pergelangan kaki (sesuai indikasi)

9. Pencegahan dan Penatalaksanaan pada pasien jatuh15PencegahanUsaha pencegahan merupakan langkah yang harus dilakukan karena bila sudah terjadi jatuh pasti terjadi komplikasi, meskipun ringan tetap memberatkan.15Ada 3 usaha pokok untuk pencegahan, antara lain :151. Identifikasi faktor resikoPada setiap lansia perlu dilakukan pemeriksaan untuk mencari adanya faktor intrinsik risiko jatuh, perlu dilakukan assesmen keadaan sensorik, neurologik, muskuloskeletal dan penyakit sistemik yang sering mendasari / menyebabkan jatuh.Keadaan lingkungan rumah yang berbahaya dan dapat menyebabkan jatuh harus dihilangkan. Penerangan rumah harus cukup tetapi tidak menyilaukan. Lantai rumah datar, tidak licin, bersih dari benda-benda kecil yang susah dilihat. Peralatan rumah tangga yangsudah tidak aman (lapuk, dapat bergeser sendiri) sebaiknya diganti, peralatan rumah ini sebaiknya diletakkan sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu jalan/tempat aktifitas lansia. Kamar mandi dibuat tidak licin, sebaiknya diberi pegangan pada dindingnya, pintu yang mudah dibuka. WC sebaiknya dengan kloset duduk dan diberi pegangan di dinding.Banyak obat-obatan yang berperan terhadap jatuh. Mekanisme tersering termasuk sedasi, hipotensi ortostatik, efek ekstrapiramidal, miopati, dan gangguan adaptasi visual pada penerangan yang redup. Obat-obatan yang menyebabkan sedasi diantaranya golongan diazepin, SSRI ( Selective Serotonin Reuptake Inhibitor ). Obat-obatan yang menyebabkan hipotensi ortostatik seperti antihipertensi, anti angina, obat antiparkinson, trisiklik antidepresan dan antipsikotik. Obat-obatan yang menyebabkan efek ekstrapiramidal misalnya metoklopramide, antipsikotik, dan SSRI. Obat-obatan yang menyebabkan miopati misalnya kortikosteroid, colchisine, statis dosis tinggi terutama apabila dikombinasi dengan fibrat, interferon. Obat-obatan yang menyebabkan miosis seperti pilocarphine untuk pengobatan glaukoma. Obat-obatan tersebut dapat dilihat pada Appendik A. Dosis, waktu pemberian, dan ketaatan minum obat juga mempengaruhi terjadinya jatuh. Pasien dengan obat yang banyak rentan pula mempengaruhi keseimbangan. Alat bantu berjalan yang dipakai lansia baik berupa tongkat, tripod, kruk atau walker harus dibuat dari bahan yang kuat tetapi ringan, aman tidak mudah bergeser serta sesuai dengan ukuran tinggi badan lansia.1. Penilaian keseimbangan dan gaya berjalan (gait)A. penilaian pola berjalan secara klinis Salah satu bentuk aplikasi fungsional dari gerak tubuh adalah pola jalan. Keseimbangan, kekuatan dan fleksibilitas diperlukan untuk mempertahankan postur yang baik. Ketiga elemen itu merupakan dasar untuk mewujudkan pola jalan yang baik pada setiap individu. Pola jalan yang normal dibagi 2 fase yaitu :a. fase pijakan ( stance phase )Fase ini adalah fase dimana kaki bersentuhan dengan pijakan. Fase ini 60% dari durasi berjalan yang dibagi menjadi 3 yaitu : Heel stroke yaitu saat tumit salah satu kaki menyentuh pijakan Mid stance yaitu saat kaki menyentuh pijakan Push off yaitu saat kaki meninggalkan pijakanb. Fase dimana kaki tidak menyentuh pijakanFase ini ada 40% dari durasi berjalan yang dibagi menjadi 3 yaitu : Acceleration adalah saat kaki ada di depan tubuh Swing throug yaitu saat kaki berayun ke depan Deselerasi yaitu saat kaki kembali bersentuhan dengan pijakan

Fase tersebut dapat dilihat dalam pola berjalan lansia ada beberapa perubahan yang mungkin terjadi, diantaranya sebagai berikut : Sedikit rigiditas pada anggota gerak terutama anggota gerak atas lebih dari anggota gerak bawah. Rigiditas akan hilang apabila tubuh bergerak. Gerakan otomatis berkurang, amplitudo dan kecepatan berkurang, seperti hilangnya ayunan tangan saat berjalan Hilangnya kemampuan untuk memanfaatkan gravitasi sehingga kerja otot meningkat Hilangnya kertepatan dan kecepatan otot, khususnya otot penggerak sendi panggul Langkah lebih pendek agar merasa nyaman Penurunan perbandingan antara fase mengayun terhadap fase menumpu Penurunan rotasi badan terjadi karena efek sekunder kekakuan sendi Penurunan ayunan tungkai saat fase mengayun Penurunan sudut antara tumit dan lantai Penurunan irama jalan Penurunan rotasi gelang bahu dan panggul Penurunan kecepatan ayunan lengan dan tungkaiB. Penilaian KeseimbanganPemeriksaan keseimbangan seharusnya dilakukan saat berdiri secara statis dan dinamik, termasuk pemeriksaan kemampuan untuk bertahan terhadap ancaman baik internal dan eksternal. Pemeriksaan statis termasuk lebar cara berdiri sendiri dan cara berdiri sempit dengan kedua kaki yang nyaman tanpa dukungan ekstremitas atas, diikuti oleh berdiri dengan mata tertutup untuk menghilangkan pengaruh visual untuk penderita gangguan keseimbangan. Penglihatan input visual berdiri dengan kaki menyempit ( Tes Romberg ) membutuhkan informasi somatosensorik dan vestibuler, sehingga meningkatnya goyangan menandakan adanya masalah seensori perifer dan vestibuler. Bagi lansia yang dapat melakukan Tes Romberg dengan baik, tes statis yang lebih sulit seperti semitandem, tandem dan satu kaki yang terangkat dapat dilakukan. 15Kemampuan untuk mempertahankan postur berdiri sebagai respon dari gangguan internal dapat dilakukan dengan meminta pasien untuk melakukan tes pencapaian fungsional. Tes dinamik respon tubuh untuk gangguan eksternal dapat dilakukan jika penderita lansia telah mampu untuk melakukan tes keseimbangan statis lebar tanpa menggunakan alat bantu atau bantuan ekstremitas atas. Tes refleks yang benar, pemeriksa berdiri di belakang pasien yang diminta untuk menarik atau mendorong, dan bereaksi untuk mempertahankan tetap berdiri. Pemeriksa kemudian secara tepat mendorong pelvis pasien pada bagian belakang sambil menjaga pasien secara dekat. Kekuatan dorongan dengan amplitudo yang cukup untuk mengubah pusat massa keluar dari dasar landasan pasien. Respon yang kas, satu kaki akan berpindah ke belakang secara tepat tanpa bantuan ekstremitas atau bantuan pemeriksa. Respon yang abnormal disebut reaksi balok kayu / timber reaction yang mana tidak ada usaha untuk menggerakkan kaki dan diperkirakan adanya defisit sistem nervous sentral, sering bersama dengan komponen ekstrapiramidal. 151. Mengatur / mengatasi fraktur situasionalFaktor situasional yang bersifat serangan akut / eksaserbasi akut, penyakit yang dideriata lansia dapat dicegah dengan pemeriksaan rutin kesehatan lansia secara periodik. Faktor situasional bahaya lingkungan dapat dicegah dengan mengusahakan perbaikan lingkungan seperti tersebut diatas. Faktor situasional yang berupa aktifitas fisik dapat dibatasi sesuai dengan kondisi kesehatan penderita. Perlu diberitahukan pada penderita aktifitas fisik seberapa jauh yang aman bagi penderita, aktifitas tersebut tidak boleh melampaui batasan yang diperbolehkan baginya sesuai hasil pemeriksaan kondisi fisik. Bila lansia sehat dan tidak ada batasan aktifitas fisik, maka dianjurkan lansia tidak melakukan aktifitas fisik sangat melelahkan atau beresiko tinggi untuk terjadinya jatuh.Penatalaksanaan15Tujuan penatalaksanaan ini untuk mencegah terjadinya jatuh berulang dan menerapi komplikasi yang terjadi, mengembalikan fungsi AKS terbaik, mengembalikan kepercayaan diri penderita.Penatalaksanaan penderita jatuh dengan mengatasi atau mengeliminasi faktor risiko, penyebab jatuh dan menangani komplikasinya. Penatalaksanaan ini harus terpadu dan membutuhkan kerja tim yang terdiri dari dokter (geriatrik, neurologik, bedah ortopedi, rehabilitasi medik, psikiatrik, dll), sosiomedik, arsitek dan keluarga penderita.Penatalaksanaan bersifat individual, artinya berbeda untuk setiap kasus karena perbedaan faktor-faktor yang bekerjasama mengakibatkan jatuh. Bila penyebab merupakan penyakit akut penanganannya menjadi lebih mudah, sederhana, dan langsung bisa menghilangkan penyebab jatuh serta efektif. Tetapi lebih banyak pasien jatuh karena kondisi kronik, multifaktorial sehingga diperlukan terapi gabungan antara obat rehabilitasi, perbaikan lingkungan, dan perbaikan kebiasaan lansia itu. Pada kasus lain intervensi diperlukan untuk mencegah terjadinya jatuh ulangan, misalnya pembatasan bepergian/aktifitas fisik, penggunaan alat bantu gerak.A. Pengelolaan gangguan penglihatanPeresepan lensa kacamata harus dapat mengoreksi dengan tepat gangguan ketajaman penglihatan. Kacamata dengan lensa tunggal lebih dipilih dibandingkan dengan lensa multifokal karena menimbulkan gangguan persepsi kedalaman dan kontras bagian tepi yang meningkatkan resiko jatuh.Katarak yang dilakukan ekstraksi akan menurunkan resiko jatuh meskipun katarak tunggal. Untuk gangguan adaptasi gelap terapi dengan mengganti terapi galukoma yang tidak menyebabkan miosis. Intervensi gangguan penglihatan ini umumnya tidak efektif sebagai intervensi tunggal. Penglihatan dapat berperan menurunkan risiko jatuh sebagai bagian program penurunan risiko secara multifaktorial. B.Pengelolaan gangguan keseimbanganLatihan merupakan komponen yang paling berhasil dari program penurunan risiko jatuh dan merupakan intervensi tunggal yang efektif berdasarkan meta analisis. Pada lansia yang memiliki risiko tinggi untuk jatuh, kebutuhan dan lama latihan keseimbangan sangat individual. Penelitian terkini menyarankan latihan kelompok juga efektif.C.Intervensi obat-obatanTerapi obat-obatan pada pasien harus dikaji lebih lanjut. Obat-obatan yang diberikan harus benar-benar diperlukan, obat-obatan yang terlalu banyak dapat meningkatan risiko jatuh. Apabila memungkinkan terapi nonfarmakologik harus dilakukan pertama kali. Benzodiaxepin baik yang kerja panjang maupun singkat meningkatkan risiko jatuh begitu juga trisiklik antidepresan dan golongan SSRI khususnya pada dosis tinggi. Obat-obatan psikotropika harus dimula dengan dosis rendah kemudian dinaikkan secara perlahan.Pemberian obat-obatan penghilang rasa sakit kronik secara terjadwal lebih efektif dibandingkan pemberian bila diperlukan. Terapi ekstrapramdal dengan levodopa dan obat lain yang dapat memperbaiki mobilitas tetapi sering tidak dapat memperbaiki instabilitas postural.Postural hipertensi dapat dikontrol dengan penyesuaian dosis obat, kaus kaki kompresi, perubahan prilaku misalnya menghindari perubahan posisi yang mendadak, latihan ROM ( Range of Motion ) aktif pada ekstremitas bawah untuk meningkatkan venous return sebelum posisi berdiri.D. Intervensi lapangan Intervensi tunggal pada penelitian terkontrol mengatakan bahwa modifikasi lingkungan akan meningkatkan keamanan, namun tidak menurunkan risiko jatuh. Bagaimanapun intervensi lingkungan merupakan bagian dari program multifaktorial, keamanan lingkungan difikirkan berpengaruh menurunkan risiko yang paling mudah dilakukan.

E. Pemakaian alas kakiBerjalan dengan menggunakan kaos kaki sebaiknya dicegah. Sepatu harus sesuai dengan ukuran kaki, kuat, dan mempunyai bentuk yang baik dengan sol yang tidak licin, dan hak yang rendah. Alas kaki dengan tali sepatu sering menyebabkan slip. Sepatu olahraga kurang menyebabkan jatuh pada orang tuaF. Intervensi pendidikan/ pengetahuan yang berhubungan dengan jatuhData-data tentang intervensi ini sedikit tersedia. Satu penelitian acak terkontrol yang dilakukan oleh Reinsch dan kawan-kawan yang mengikutkan 230 lansia yang hidup di masyarakat membandingkan tentang peningkatan pengetahuan tentang jatuh yang dilakukan seminggu sekali dengan penngkatan pengetahuan kesehatan yang tidak ada hubungan dengan jatuh. Kedua intervensi ini setelah diikuti selama satu tahun mendapatkan bahwa pengetahuan tentang jatuh saja tidak memberikan pengaruh terhadap angka kejadian jatuh. 15

10. Komplikasi yang dapat timbul pada pasien jatuha. Perlukaan (Injury) Rusaknya jaringan lunak yang terasa sangat nyeri berupa robek atau tertariknya jaringan otot atau robeknya arteri/vena Fraktur (Patah tulang)b. Perawatan Rumah Sakit Komplikasi akibat tidak dapat bergerak (imobilisasi) Resiko penyakit-penyakit iatrogenicc. Disabilitas Penurunan mobilitas yang berhubungan dengan perlukaan fisik Penurunan mobilitas akibat jatuh, kehilangan kepercayaan diri dan pembatasan gerakd. Resiko untuk dimasukkan dalam rumah perawatan (nursing house)e. Kematian

11. Perspektif Islam terhadap pasien geriatria. Al-ankabuut 29:88. dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu- bapaknya. dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti keduanya. hanya kepada-Ku-lah kembalimu, lalu aku kabarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan (Al-Ankabuut 29:8)b. Al-Isra 17:23-2423. dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau Kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan "ah"* dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang mulia24. dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil (Al-Isra 17:23-24)*Mengucapkan kata Ah kepada orang tua tidak dlbolehkan oleh agama apalagi mengucapkan kata-kata atau memperlakukan mereka dengan lebih kasar daripada itu.

DAFTAR PUSTAKA1. Carola R, Harley JP, Noback, 1990. Human Anatomy and Physiology. McGraw-Hill Publishing Company. 1. Penurunan Anatomi Dan Fungsi Organ Pada Geriatri. Diakses pada tgl 28 Juni 2015. http://titamenawati.blogspot.com/2013/11/penurunan-anatomi-dan-fungsi-organ-pada.html 1. Suhartin P.P, dalam Teori Penuaan, Perubahan pada sistem tubuh dan Implikasinya pada lansia. Fak.Kedokteran, Universitas Diponegoro: 2010. Diakses pada tanggal 28 Juni 2015. https://prastiwisp.files.wordpress.com/2010/11/teori-penuaan-dan-perubahan-fisiologis-lansia.pdf 1. Shobha, S.R. (2005). Prevention of falls in older patients. American Academy of Family Physicians,1. Andayani R, Rejeki, Murti M, Yudo. Jatuh. Dalam : Boedhi Darmojo Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut) Edisi 5. 2014. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.1. Martono, Hadi. Aspek Fisiologik Dan Patologik Akibat Proses Menua. Dalam : Boedhi Darmojo Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut) Edisi 5. 2014. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.1. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi V. InternaPublishing. Hal. 7611. Darmojo,boedhi. 2009. Buku ajar Geriatri edisi keempat. Jakarta: FK UI. Hal 58-66.1. Martono, Hadi, dkk. 2009. Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Jakarta: Balai Penerbit. 1. Jurnal. Hubungan status gizi dengan kekuatan otot lanjut usia di kelurahan gianyar, kabupaten gianyar povinsi Bali. JIG Vol.1 No.1 Agustus 2010.1. Suharko Hasan, Jurnal Kedokteran Geriatri, Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti1. Andayani R, Rejeki, Murti M, Yudo. Jatuh. Dalam : Boedhi-Darmojo.Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut) Edisi 4. Jakarta:Balai Penerbit FKUI. 2011. Halaman 174-1801. Andayani R, Rejeki, Murti M, Yudo. Jatuh. Dalam : Boedhi-Darmojo.Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut) Edisi 4. Jakarta:Balai Penerbit FKUI. 2011. Halaman 189-1911. Setiati siti, Purwita W. Laksmi. GangguanKeseimbangan, Jatuh, dan Fraktur. Buku Ajar Penyakit Dalam (Sudoyo Aru w, Idrus Alwi) Jilid I Edisi V. Jakarta. 2009. Halaman: 817-824.1. Buku Ajar Boedh-Darmojo GERIATRI ( Ilmu Kesehatan Usia Lanjut) Edisi ke-5 FKUI

LAPORAN PBLSISTEM GERIATRIMODUL JATUH

PEMBIMBING : DI SUSUN OLEH : KELOMPOK 9

1102110067Hajerawati Suheri1102110118Riyanti Novia Ulfah1102120012Indry Priyandini Basri 1102120013Dwi Arnhilah Miranda 1102120027Friska Feronika Tawil 1102120037Novi Safitri Nurdin 1102120072Suriani S. 1102120073Randi Satria Pramanugraha 1102120086Trisna Aulia Surya 1102120087Unga Hafsana Razak 1102120112Madrikayanti Anugrah Salfi Putri1102120119Muhammad Alfi Reza

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUSLIM INDONESIAMAKASSAR2015