PBL BLOK 28
-
Upload
felixwinata -
Category
Documents
-
view
216 -
download
0
description
Transcript of PBL BLOK 28
Keracunan Karbon Tetraklorida dan Karbon Disulfida Sebagai PAK
Erik Susanto
102011104 / A7
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510 Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731
Pendahuluan
Keracunan adalah keadaan darurat yang diakibatkan masuknya suatu zat atau
makanan kedalam tubuh melalui berbagai cara, seperti melalui saluran pencernaan, saluran
pernafasan, atau melalui kulit dan mata. Di Indonesia sering terjadi kasus keracunan, mulai
dari keracunan makanan, zat kimia hingga keracunan gas.
Salah satu zat kimia yang berbahaya ialah Karbon Tetraklorida dan Karbon Disulfida.
Ketidaktahuan masyarakat terhadap pertolongan pertama pada kasus keracunan juga menjadi
salah satu penyebab kematian maka untuk mengatasi dan membatu korban yang keracunan
kita harus mengetahui keracunan apakah yang dialami oleh korban dan gejala-gejala yang
ditunjukan oleh korban serta penanganan pertamanya agar keracunan tersebut tidak berujung
pada kematian.
Maka diharapkan dengan adanya penulisan makalah tersebut, dapat membantu para
pembaca dan penulis untuk mengetahui tanda – tanda atau gejala akut maupun kronis dari
keracunan Karbon Tetraklorida dan Karbon Disulfida serta penatalaksanaan dan
pencegahannya terutama untuk para pekerja yang bekerja dibidang pabrik yang menggunakan
zat kimia tersebut agar tidak terjadi keracunan yang disebabkan oleh pekerjaannya sehari-
hari.
1
Pembahasan
Anamnesis
Hal – hal yang patut ditanyakan (menurut kasus:
1. Identitas
Tanyakan Nama, Umur, Alamat (keadaan tempat tinggal juga dapat menjadi patokan
berbagai jenis penyakit, dan Pekerjaan
2. Keluhan Utama
Keluhan yang membawa pasien untuk datang berobat. Dalam kasus, pasien datang
dengan keluhan kesemutan, susah tidur, sulit konsentrasi dan sering merasa gelisah..
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Merupakan penerusan atau gejala-gejala yang lebih spesifik terhadap perkembangan
dari keluhan utama.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Tanyakan apakah pernah mengalami sakit serupa. Untuk mengetahui apakah terjadi
reinfeksi, akut atau kronik dari penyakit.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Ada tidaknya riwayat penyakit keluarga pada pasien dapat membantu diagnosis.
Riwayat penyakit keluarga meliputi, riwayat penyakit serupa, riwayat penyakit kronis
maupun riwayat rawat inap di rumah sakit karena penyakit berat
6. Riwayat Pengobatan
Tanyakan apakah pasien sudah pernah berobat sebelumnya dan apakah sudah mengkonsumsi obat.
Obat apa yang digunakan, karena obat dapat memicu terjadinya suatu penyakit terutama obat anti tbc
(INH, Rifampicin, dll).
7. Lingkungan Sosial dan Kebiasaan
Keadaan tempat tinggal juga dapat menjadi patokan berbagai jenis penyakit Dan
kebiasaan kegiatan sehari-harinya, seperti merokok, alkohol, kurang olahraga, drugs, dll.
2
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan penunjang
Diagnosa Klinis
Laki – laki tersebut mengalami Keracunan Karbon Tetraklorida dan Karbon
Disulfida.
Diagnosa okupasi
1. Menetukan diagnosis klinis
Sebagai langkah pertama menegakkan diagnosis PAK adalah menegakkan diagnosis
klinis terlebih dahulu. Diagnosis PAK tidak dapat ditegakkan hanya berdasarkan gejala
yang dikeluhkan pasien, karena dasar dari penegakkan diagnosis PAK adalah evidence
based, di mana penelitian yang ada menunjukkan bahwa antara suatu pajanan dengan
suatu penyakit yang ada hubungan spesfik. Upaya diagnosis klinis mungkin memerlukan
pemeriksaan laboratorium atau pemeriksaan penunjang lainnya.
2. Menentukan pajanan yang dialami individu tersebut dalam pekerjaan
Suatu PAK, seringkali tidak hanya disebabkan oleh pajanan yang dialami di pekerjaan
yang saat ini dilakukan, tetapi dapat disebabkan oleh pajanan-pajanan pada pekerjaan
yang terdahulu. Selain itu, beberapa pajanan bisa saja menyebabkan satu penyakit,
sehingga dokter harus mendapatkan informasi mengenai semua pajanan yang dialami dan
pernah dialami oleh pasiennya. Untuk memperoleh informasi ini perlu dilakukan
anamnesis pekerjaan yang lengkap, yang mencakup:
a. Deskripsi semua pekerjaan secara kronologis
b. Periode waktu melakukan masing-masing pekerjaan
c. Apa yang diproduksi
d. Bahan yang digunakan
e. Cara bekerja
3. Menentukan apakah ada hubungan antara pajanan dengan penyakit
Melakukan identifikasi pajanan mana saja yang berhubungan dengan penyakit yang
dialami. Hubungan ini harus berdasarkan hasil-hasil penelitian epidemiologis yang pernah
dilakukan (evidence based). Identifikasi ada tidaknya hubungan antara pajanan dan
penyakit dapat dilakukan dengan mengkaji literatur atau referensi. Hubungan antara
pajanan dengan penyakit juga perlu dilihat dari waktu timbulnya gejala dan penyakit,
3
misalnya orang tersebut terpajan oleh bahan tertentu terlebih dahulu, sebelum mulai
timbul gejala/penyakit.
4. Menetukan apakah pajanan yang dialami cukup besar
Untuk dapat menilai apakah suatu pajanan cukup besar untuk dapat menyebabkan
penyakit tertentu, perlu dimengerti patofisiologi dari penyakit tersebvut dan bukti
epidemiologis. Cukup besarnya suatu pajanan dapat dinilai secara kulaitatif, yaitu dengan
menanyakan kepada pasien cara kerja, proses kerja, dan bagaimana lingkungan kerja.
5. Menentukan apakah ada peranan faktor-faktor individu itu sendiri
Setiap penyakit selain disebabkan oleh faktor lingkungan dan /atau faktor pekerjaan ,
pasti juga ada faktor individu yang berperan. Perlu dinilai seberapa besar faktor individu
itu berperan, sehingga dimengerti mengapa yang terkena adalah individu tersebut dan
bukan seluruh pekerjadi tempat yang sama. Faktor individu yang berperan adalah riwayat
atopi/alergi, riwayat dalam keluarga, hygene perorangan (kebiasaan memakai alat
pelindung yang baik).
6. Menetukan apakah ada faktor lain diluar pekerjaan
Faktor lain di luar pekerjaan adalah pajanan lain yang juga dapat menyebabkan
penyakit yang sama, namun bukan merupakan faktor pekerjaan, misal merokok, pajanan
yang dialami dirumah, hobi, dsb.
7. Menentukan diagnosis penyakit akibat kerja
Kaji seluruh informasi yang telah dikumpulkan dari langkah-langkah terdahulu.
Berdasarkan bukti-bukti dan referensi yang ada, buat keputusan apakah penyakit yang
diderita adalah penyakit akibat kerja atau tidak. Diagnosis sebagai PAK dapat dibuat
bvila langkah-langkah di atas dapat disimpulkan, bahwa memang ada hubungan sebab
akibat antara pajanan yang dialami dengan penyakit dan faktor pekerjaan merupakan
faktor yang bermakna terhadap terjadinya penyakit dan tidak dapat diabaikan.
4
Racun adalah zat kimia, tunggal atau campuran, yang dalam jumlah relatif sedikit
berbahaya bagi kesehatan, bahkan jiwa manusia. Toksis adalah sifat yang dimiliki oleh suatu
zat kimia untuk menyebabkan terjadinya keracunan. Pengertian tentang racun tersebut sudah
cukup memuaskan, walaupun masih harus ditambah pemahaman yang mendasar bahwa soal
racun atau toksis tidaknya suatu zat sangatlah tergantung kepada kuantitas zat tersebut.
Dalam toksikologi yang penting adalah informasi yang sifatnya kualitatif dan kuantitatif
tentang suatu zat yang dikaitkan dengan efeknya terhadap faktor manusia. Toksisitas
merupakan istilah yang menunjukkan kemampuan suatu zat menyebabkan terjadinya
keracunan. Efek racun suatu zat kimia tidak hanya dihubungkan dengan manusia saja,
melainkan juga dengan seluruh makhluk hidup baik hewan maupun tumbuhan. Toksikologi
sangat besar peranannya dalam kemajuan dan keberhasilan penyelenggaraan keselamatan dan
kesehatan kerja serta hiperkes.
LD50 oral atau kulit adalah kadar zat kimia beracun yang menyebabkan kematian
pada 50% binatang percobaan dan satuannya biasanya dinyatakan dalam mg zat kimia per kg
berat badan binatang percobaan.
Penyakit akibat kerja
Penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja, bahan , proses maupun lingkungan
kerja.Dengan demikian penyakit akibat kerja merupakan penyakit yang artifisial atau man
made diseases. WHO membedakan empat kategori PAK:
a. Penyakit yang hanya disebabkan oleh pekerjaan, misalnya pneumokoniosis
b. Penyakit yang salah satu penyebabnya adalah pekerjaan, misalnya karsinoma
bronkogenik
c. Penyakit dengan pekerjaan merupakan salah satu penyebab diantara faktor-faktor
penyebab lain, misalnya bronkitis kronik
d. Penyakit dimana pekerjaan memperberat suatu kondisi yang sudah ada sebelumnya,
misalnya asma.
Penyebab penyakit akibat kerja
Faktor penyebab akibat kerja sangat banyak, tergantung pada bahan yang digunakan
dalam proses kerja, lingkungan kerja ataupun cara kerja. Pada umumnya faktor penyebab
dapat dikelompokkan dalam 5 golongan:
5
1. Golongan fisik: suara (bising), radiasi, suhu, tekanan yang sangat tinggi, vibrasi,
penerangan lampu yang kurang baik
2. Golongan kimiawi: bahan kimiawi yang digunakan dalam proses kerja, maupun yang
terdapat dalam lingkungan kerja, dapat bebentuk debu, uap, gas, larutan, awan atau kabut.
Ada kurang lebih 100.000 bahan kimia yang sudah digunakan dalam proses industri,
namun dalam daftar penyakit ILO, baru diidentifikasi 31 bahan kimia sebagai penyebab.
3. Golongan biologis: bakteri, virus, jamur, parasit
4. Golongan fisiologis: biasanya disebabkan oleh penataan tempat kerja dan cara kerja yang
kurang egonomi, tidak sesuai dengan fisiologi dan anatomi mannusia.
5. Golongan psikososial: lingkungan kerja yang mengakibatkan stress seperti beban kerja
terlallu berat, pekerjaan yang monoton, dll.
Karbon Disulfida
Karbon disulfida adalah cairan tidak berwarna mudah menguap dengan rumus CS2.
Senyawa ini sering digunakan sebagai sebuah blok bangunan dalam kimia organik serta non-
polar industri dan kimia pelarut. Senyawa ini memiliki bau yang menyenangkan, seperti bau
kloroform. Namun biasanya senyawa ini terdapat tidak dalam keadaan murni, sehingga
berbau busuk akibat senyawa sulfur lainnya, seperti karbonil sulfida (COS).
Karbon Disulfida
6
Karbon Disulfida adalah bahan baku atau bahan kimia yang dibutuhkan dalam
pembuatan rayon, tekstil, selofan, karbon tetra klorida, aselerator,vulkanisasi karet, bahan
aktif, fungisida, viskos, produksi cat mobil, serta bahan aditif dalam produksi ban mobil.
Karbon disulfida stabil, sangat mudah terbakar. sangat mudah menguap, titik nyala
rendah dan batas ledakan yang sangat luas. Lindungi dari panas, friksi, goncangan,cahaya
matahari. Bereaksi cepat dengan fluorine, debu seng,
khlor cair.
Sejumlah kecil karbon
disulfida ditemukan pada gas letusan gunung
berapi. Dulunya CS2 diproduksi dengan mereaksikan
karbon (atau arang) dengan sulfur pada temperatur sangat tinggi. Sekarang CS2 dihasilkan
pada temperatur yang lebih rendah, 600 °C, melibatkan gas alam bersama katalis kieselgel
atau alumina.
CH4 + S8 → CS2 + 2 H2S
Karbon disulfida sering disebut dengan ditiokarbonik anhidrat, NCl-C04591,
weeviltox, sulfokarbonik anhidrat. Karbon disulfida merupakan gas yang berasal dari proses
penambangan batu bara. Karbon disulfida memiliki sifat fisik sebagai berikut:
Sifat Fisik karbon Disulfida
7
Karbon Disulfida
Manfaat Karbon Disulfida
Karbon disulfida penggunaan industri telah dalam pembuatan selulosa diregenerasi
dari rayon (proses oleh viscose) dan plastik. Lain penggunaan industri utama karbon
disulfida adalah sebagai bahan baku untuk produksi karbon tetraklorida. Ini juga telah
digunakan untuk melindungi buah segar dari serangga dan jamur selama pengiriman, dalam
perekat untuk kemasan makanan, dan dalam ekstraksi pelarut inhibitor pertumbuhan.
Dampak Karbon Disulfida
Karbon disulfida sangat bersifat toksik (sangat beracun), apabila masuk lewat kulit
dapat menyebabkan terjadinya iritasi, kerusakan pada alat reproduksi, kematian pada janin
dan mandul. Gejala kronik biasa menyebabkan kerusakan pada hati. Karbon disulfida yang
terurai menjadi zat kimia lain setelah itu masuk ke dalam tubuh.
Tanda Keracunan Akut
Pada tingkat yang sangat tinggi, karbon disulfida dapat mengancam nyawa karena
efek pada sistem saraf atau jantung. Exposure bisa melalui inhalasi, penyerapan melalui kulit,
pencernaan, atau kulit atau kontak mata. Pada keracunan akut, eksitasi awal sistem saraf
pusat menyerupai intoksikasi alkohol terjadi, diikuti dengan depresi, kematian stupor, gelisah,
pingsan, dan mungkin. Jika pemulihan terjadi, narkosis, mual, muntah, dan sakit kepala dapat
terjadi.
Tanda Keracunan Kronis
Pada keracunan kronis, ada perubahan sensorik seperti sensasi merangkak di kulit,
sensasi berat dan dingin dari objek sehingga mereka tampak tidak jelas.
Eksposur dapat menyebabkan perubahan dalam pernapasan, nyeri dada, nyeri otot,
kelemahan, hilangnya rasa di tangan atau kaki, masalah mata, lecet kulit, kelelahan kronis,
kehilangan memori, perubahan kepribadian, mudah tersinggung, pusing, anoreksia,
penurunan berat badan, psikosis , polineuropati, gastritis, ginjal dan kerusakan hati,
dermatitis, penurunan mental, kelumpuhan Parkinsonian, dan kegilaan.
8
Karbon disulfida dapat merusak janin. Ini dapat menurunkan kesuburan pada pria dan
wanita, menyebabkan kelainan sperma dan aborsi spontan. CS2 adalah cairan yang mudah
terbakar dan dapat dipakai sebagai bahan pembuat CCl4, dengan reaksi: CS2 + 3Cl2 →
CCl4 +S2Cl2.
Karbon TetraKlorida
Bentuk cair, tidak berwarna, berbau khas, tidak dapat menyala. Berat molekul 153,82;
Rumus molekul CCl4 ; Titik didih 77oC (171 F); Titik beku -23oC (-9 F); Gravitasi spesifik
(air=1): 1,5940; Kelarutan dalam air 0,08% @ 20oC; Dapat larut dalam alkohol, benzen,
kloroform, eter, karbon disulfida, petroleum eter, naphtha, aseton, fixed & volatile oils.
Manfaat Karbon Tetraklorida
Untuk pendingin; fumigasi atau pengasapan di pertanian; pemadam kebakaran; cairan
pembersih; penghilang noda; bahan pelarut untuk lemak, minyak, lilin, karet, dll; bahan awal
untuk pembuatan senyawa organik.
Risiko utama dan sasaran organ Karbon Tetraklorida
Bahaya utama terhadap kesehatan: Depresi sistem saraf pusat, dicurigai sebagai penyebab
kanker (pada hewan)
Organ sasaran: Sistem saraf pusat, hati, ginjal.
Paparan Jangka Pendek
Terhirup
Iritasi, gangguan pencernaan, sakit kepala, gejala mirip mabuk, kongesti paru, efek pada otak,
kejang, koma.
Kontak dengan kulit
Efek sama seperti pada paparan jangka pendek terhirup, ruam, gejala mirip mabuk.
Tertelan
Efek sama seperti pada paparan jangka pendek terhirup, gejala mirip mabuk, kongesti paru.
9
Paparan Jangka Panjang
Terhirup
Efek sama seperti pada paparan jangka pendek terhirup, gangguan penglihatan, kerusakan
ginjal, kerusakan hati, efek reproduktif, kanker.
Kontak dengan kulit
Efek sama seperti pada paparan jangka pendek terhirup, kerusakan ginjal, kerusakan hati.
Tertelan
Kerusakan ginjal, kerusakan hati, kanker.
Tanda Keracunan Akut
Terhirup
Dapat menyebabkan iritasi. Terpapar 25-117 ppm bahan dapat menyebabkan mual, sakit
kepala, pusing, depresi, narkosis, dispepsia, penglihatan terbatas, dan kerusakan hati. Pada
paparan 1000-2000 ppm/60-90 menit dapat menyebabkan hilangnya kesadaran, koma, dan
kematian. Kematian dapat disebabkan oleh terganggunya pernafasan atau circulatory
collapse, atau kadang-kadang fibrilasi ventrikuler. Efek lain yang mungkin timbul adalah
nyeri perut, diare, muntah, hematemesis, kekacauan mental, hipotensi, dan konvulsi. Jika
kematian tidak terjadi dengan segera, periode simptomatik selama beberapa hari dapat diikuti
nekrosis ginjal dengan albuminuria, oliguria atau anuria, edema, edema paru, dan uremia.
Nekrosis hepatika dengan akumulasi lemak dapat terjadi dengan gejala berupa mual,
anoreksia, flatulance, muntah, sakit perut, kuning, dan perbesaran serta pelunakan hati. Gagal
hati dapat disertai dengan enselopati. Pada kasus yang tidak fatal, fungsi hati dan ginjal dapat
kembali normal. Organ lain yang mungkin terpengaruh adalah pankreas, adrenal, testis,
limpa, pituitari, dan tiroid. Nekrosis hepatika, nefrosis, dan kematian terjadi pada peminum
alkohol yang terpapar bahan 250 ppm/15 menit; sakit kepala ringan dilaporkan terjadi pada
non peminum alkohol.
Kontak dengan kulit
Kontak dengan cairan bahan dapat menimbulkan nyeri yang jelas disertai eritema, hiperemia,
dan weal formation yang diikuti vesikasi, erupsi kulit. Kemungkinan terserap melalui kulit
untuk menimbulkan efek seperti pada paparan akut terhirup.
Kontak dengan mata
Kontak dengan cairan bahan atau uapnya dapat menyebabkan iritasi ringan dan transien serta
luka konjungtival minor.
Tertelan
10
Dapat menimbulkan efek seperti pada paparan akut terhirup. Aspirasi dapat menyebabkan
edema paru primer. Dosis 40-48 mg/kg menimbulkan luka hati pada hewan uji. Penelanan 1,5
mL bahan dapat menyebabkan kematian.
Tanda Keracunan Kronis
Terhirup
Paparan berulang atau panjang dapat menyebabkan efek seperti pada paparan akut terhirup.
Efek lain antara lain anemia dan berbagai gangguan penglihatan, seperti blind spots, spots
before eyes, pandangan berkabut, restriksi bidang warna yang dapat mengindikasikan neuritis
optik atau atrofi. Juga telah dilaporkan adanya tumor hati yang berhubungan dengan sirosis
hati pada orang yang terpapar bahan. Studi mortalitas pada pekerja laundry dan dry cleaning
yang terpapar karbon tertraklorida dan berbagai pelarut menunjukkan adanya kanker pada
sistem pernafasan, tumor hati, kanker serviks, dan leukemia. Pada tikus, paparan inhalasi
kronik menimbulkan tumor hati jinak dan ganas. Efek reproduktif pada hewan uji yang
dilaporkan antara lain fertilitas, embriotoksisitas, fetotoksisitas, dan degenerasi epitel
germinal testikuler sedang hingga kentara.
Kontak dengan kulit
Paparan berulang atau jangka panjang dapat menyebabkan iritasi dan dermatitis akibat aksi
defatting pada kulit. Bahan toksik dapat diserap melalui kulit sehingga menimbulkan efek
seperti pada paparan kronik terhirup.
Tertelan
Paparan berulang pada hewan uji menimbulkan perubahan hati dan ginjal, yaitu tumor hati,
termasuk karsinoma hepatoseluler pada beberapa strain mencit; dan tumor hati jinak dan
ganas pada tikus. Menurut hasil evaluasi RTECS, pemberian bahan pada mencit melalui oral
menimbulkan peningkatan insiden tumor kulit neoplastik yang signifikan secara statistik.
Pemberian bahan selama kehamilan dapat menimbulkan toksisitas maternal, resorpsi pada
fetus, tetapi bukan teratogenisitas atau efek berat lain.
Pertolongan Pertama
Terhirup
Bila aman memasuki area, segera pindahkan dari area pemaparan. Bila perlu gunakan
kantong masker berkatup atau pernafasan penyelamatan. Segera bawa ke rumah sakit atau
fasilitas kesehatan terdekat.
Kontak dengan kulit
11
Segera tanggalkan pakaian, perhiasan, dan sepatu yang terkontaminasi. Cuci dengan sabun
atau detergen ringan dan air dalam jumlah yang banyak sampai dipastikan tidak ada bahan
kimia yang tertinggal (selama 15-20 menit). Bila perlu segera bawa ke rumah sakit atau
fasilitas kesehatan terdekat.
Kontak dengan mata
Segera cuci mata dengan air yang banyak atau dengan larutan garam normal (NaCl 0,9%),
selama 15-20 menit, atau sekurangnya satu liter untuk setiap mata dan dengan sesekali
membuka kelopak mata atas dan bawah sampai dipastikan tidak ada lagi bahan kimia yang
tertinggal. Segera bawa ke rumah sakit atau fasilitas kesehatan terdekat.
Tertelan
Segera hubungi Sentra Informasi Keracunan atau dokter setempat. Jangan sekali-kali
merangsang muntah atau memberi minum bagi pasien yang tidak sadar/pingsan. Bila terjadi
muntah, jaga agar kepala lebih rendah daripada panggul untuk mencegah aspirasi. Bila
korban pingsan, miringkan kepala menghadap ke samping. Segera bawa ke rumah sakit atau
fasilitas kesehatan terdekat.
Penatalaksanaan
Stabilisasi
a) Penatalaksanaan jalan nafas, yaitu membebaskan jalan nafas untuk menjamin
pertukaran udara.
b) Penatalaksanaan fungsi pernafasan untuk memperbaiki fungsi ventilasi dengan cara
memberikan pernafasan buatan untuk menjamin cukupnya kebutuhan oksigen dan
pengeluaran karbon dioksida.
c) Penatalaksanaan sirkulasi, bertujuan mengembalikan fungsi sirkulasi darah.
d) Jaga tekanan darah dengan memberikan larutan glukosa 5 % secara intravena
e) Obati koma dan aritmia jika terjadi. Perhatian: Hindari penggunaan epinefrin atau
amina simpatomimetik lainnya karena dapat menginduksi atau memperberat aritmia.
Takiaritmia yang disebabkan oleh peningkatan sensitivitas miokardial dapat diobati
dengan propanolol, 1-2 mg IV untuk orang dewasa, atau esmolol, 0,025-0,1
mg/kg/menit IV. Amati pasien sekurangnya selama 4-6 jam setelah terpapar dan lebih
lama lagi jika simptomatik.
f) Jika ada kejang, beri diazepam dengan dosis:
12
Dewasa: 10-20 mg IV dengan kecepatan 2,5 mg/30 detik atau 0,5 mL/30 menit, jika
perlu dosis ini dapat diulang setelah 30-60 menit. Mungkin diperlukan infus kontinyu
sampai maksimal 3 mg/kg BB/24 jam.
Anak-anak: 200-300 μg/kg BB
Dekontaminasi
1) Dekontaminasi mata
Dilakukan sebelum membersihkan kulit:
Posisi pasien duduk atau berbaring dengan kepala tengadah dan miring ke sisi
mata yang terkena atau terburuk kondisinya.
Secara perlahan bukalah kelopak mata yang terkena dan cuci dengan sejumlah
air bersih dingin atau larutan NaCl 0,9% diguyur perlahan selama 15-20 menit
atau sekurangnya satu liter untuk setiap mata.
Hindarkan bekas air cucian mengenai wajah atau mata lainnya.
Jika masih belum yakin bersih, cuci kembali selama 10 menit.
Jangan biarkan pasien menggosok matanya.
Tutuplah mata dengan kain kassa steril dan segera bawa ke rumah sakit atau
fasilitas kesehatan terdekat dan konsul ke dokter mata.
2) Dekontaminasi kulit (termasuk rambut dan kuku)
Bawa segera pasien ke air pancuran terdekat.
Cuci segera bagian kulit yang terkena dengan air mengalir yang dingin atau
hangat serta sabun minimal 10 menit.
Jika tidak ada air, sekalah kulit dan rambut pasien dengan kain atau kertas
secara lembut. Jangan digosok.
Lepaskan pakaian, arloji, dan sepatu yang terkontaminasi atau muntahannya
dan buanglah dalam wadah/plastik tertutup.
Penolong perlu dilindungi dari percikan, misalnya dengan menggunakan
sarung tangan, masker hidung, dan apron. Hati-hati untuk tidak menghirupnya.
Keringkan dengan handuk yang kering dan lembut.
3) Dekontaminasi saluran cerna
13
Berikan arang aktif secara oral jika kondisinya memungkinkan.
Pertimbangkan kumbah lambung jika penelanan bahan terjadi masih dalam
jangka waktu 60 menit.
Pencegahan
1. Pengendalian pada sumber bahaya yaitu dengan:
- Pemasangan local exhauster pada sumber bahaya (terutama untuk debu-debu)
- Isolasi sumber bahaya (total enclosure)
2. Substitusi bahan kimia yang berbahaya dengan yang kurang berbahaya.
3. Modifikasi proses
Misal: proses menghaluskan permukaan logam (polishing) dengan mesin poles dimana
dihasilkan debu-debu, dapat diganti dengan bahan kimia (asam nitrat, fosfat dan
sulfat)
4. Pemakaian alat pelindung diri. Dipilih APD yang tepat dan sesuai
5. Pemeliharaan ketatarumahtanggaan perusahaan yang baik. Untuk tempat kerja yang
berdebu, pembersihan lantai tempat kerja mesin-mesin sebaiknya secara hisap atau secara
basah
6. Pengadaan fasilitas saniter untuk cuci dan mandi dan fasilitas untuk pertolongan pertama
pada kecelakaan
7. Penyelenggaraan ventilasi tempat kerja yang baik
8. Pemeriksaan kesehatan sebelum kerja dan berkala yang dilengkapi dengan pemeriksaan
laboratoris radiologi dan uji faal paru
9. Penyelenggaraan latihan kesehatan dan keselamatan kerja bagi semua tenaga kerja. Pada
latihan ini perlu dijelaskan tentang bahaya lingkungan kerja yang mungkin timbul di tempat
kerja. Manfaat pemakaian alat pelindung diri serta cara-cara pemakaian pemeliharaannya dan
pengenalan MSDS
10. Pengaturan waktu pemaparan (admisnistrative control). Yaitu penyesuaian waktu
pemaparan dengan konsestrasi zat
11. Pemeliharaan higiene perorangan yang baik (personal higiene)
14
Kesimpulan
Karbon Tetraklorida dan Karbon Disulfide sangat bermanfaat bagi manusia. Disisi
lain zat kimia tersebut juga mempunyai dampak buruk terhadap manusia. Tetapi jika zat
kimia tersebut dipergunakan dengan sangat hati – hati maka kemungkinan besar dampak
buruknya tidak akan menonjol.
Daftar Pustaka
1. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiohadi B, Syam AF. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-6. Jakarta : Interna Publishing; 2014. h. 1065-70.
2. Harrianto R. Kesehatan Kerja. Jakarta : EGC ;2008. h. 2,16-7..
3. Price SA. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Proses Penyakit. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2007.
4. Harrington JM, Gill FS. Buku Saku Kesehatan Kerja. Edisi ke-3. Jakarta :
EGC;2005.h. 214-44.
15