PBL blok 27
-
Upload
anitaakbarismamargiyanta -
Category
Documents
-
view
229 -
download
6
description
Transcript of PBL blok 27
Tinjauan Pustaka
Holoprosencephaly Sequence, Defek pada Kehamilan
Aurellius
Fakultas Kedokteran Ukrida
Jl. Arjuna Utara no.6 Kebon Jeruk, Jakarta Barat
Pendahuluan
Manusia ditakdirkan untuk berpasangan serta memiliki keturunan. Setiap pasangan pasti
akan mengharapkan keturunan yang baik dan sempurna. Namun pada kenyataan hidup tidaklah
semudah demikian. Gaya hidup serta lingkungan telah berubah dan dapat menyebabkan hal yang
tidak diinginkan seperti seks bebas tentu akan menyebabkan kehamilan yang tidak diinginkan,
kemudian sang ibu mencoba menggugurkan. Apabila berhasil maka bayi akan gugur, namun
apabila tidak tentu akan menyebabkan kecacatan yang amat parah terhadap bayi. Selain karena
itu diketahui juga gaya hidup mengkonsumsi alcohol, merokok, dan penggunaan obat obatan
narkotika dapat menyebabkan kecacatan pada keturunan. Pengetahuan akan perawatan ibu hamil
sekarang ini memang sudah mulai membaik, Faktor ekonomi tentu menjadi salah satu hambatan
terbesar karena masih tingginya harga kesehatan dengan sulitnya lapangan pekerjaan di dunia ini.
Kasus
Seorang bayi laki-laki usia 20 hari dibawa ke UGD suatu RSU di Jakarta. Bayi tersebut
menunjukan kelainan bawaan ganda, berupa mikrosefali, celah bibir dan langit-langit bilateral,
hypoplasia hidung, agenesis alae nasi, jarak kedua mata yang dekat (hypotelorism), short neck
dengan low hairline, auricular kiri dan kanan abnormal, dan tangan mengalami clenched hands.
Orang tua bayi berusia 23 dan 25 tahun, berasal dari kalangan kurang mampu dengan pekerjaan
yang tidak menentu. Bayi ini merupakan anak pertama dari pasangan tersebut. Oleh dokter yang
memeriksa kemudian mendiagnosis pasien bayi dengan suatu kelainan bawaan yang disebut
Holoprosencephaly Sequence (HPE).
1
Anamnesis
1. Identitas Pasien
a.
b. Nama
c. Tanggal Lahir
d. Usia
e. Jenis Kelamin
f. Alamat
g. Pekerjaan
h. Pendidikan
2. Keluhan Utama
Bayi tersebut menunjukan kelainan bawaan ganda
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Mikrosefali, celah bibir dan langit-langit bilateral, hypoplasia hidung, agenesis alae nasi,
jarak kedua mata yang dekat (hypotelorism), short neck dengan low hairline, auricular kiri
dan kanan abnormal, dan tangan mengalami clenched hands.
4. Riwayat Ibu :
Usia ibu, usia kehamilan, penyakit ibu (epilepsi, diabetes melitus, varisela), kontak dengan
obat-obatan tertentu (alkohol, obat anti-epilepsi, kokain, dietilstilbisterol, obat
antikoagulan warfarin), serta radiasi. 1
5. Riwayat Persalinan:
Posisi anak dalam rahim, cara lahir (per-vaginam, SC), status kesehatan neonatus, riwayat
keguguran. 1
6. Riwayat Penyakit Keluarga:
Adanya kelainan bawaan yang sama, kelainan bawaan yang lainnya, kematian bayi yang
tidak bisa diterangkan penyebabnya, serta retardasi mental. 1
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat didapatkan hasil: mikrosefali, celah bibir dan langit-
langit bilateral, hypoplasia hidung, agenesis alae nasi, jarak kedua mata yang dekat
2
(hypotelorism), short neck dengan low hairline, auricular kiri dan kanan abnormal, dan
clenched hands.
Pemeriksaan Penunjang
Skrining
Trimester pertama
Pemeriksaan darah untuk memperkirakan resiko down syndrome dapat dilakukan rata-rata
pada usia 11-14 minggu kehamilan. Tes ini dapat berupa pengukuran dari placental protein A
(yang diproduksi oleh plasenta) dan beta-human chorionic gonadotropin yang ada pada wanita
hamil .
USG dapat digunakan untuk pengukuran adanya masa cair di sela antara leher janin
(disebut fetal nuchal translucency). Abnormalitas pada USG dapat menaikkan resiko sindro
down.
Trimester kedua
Selama trisemester kedua, marker di darah wanita hamil diukur dan kadang USG
juga dapat mengidentifikasi meningkatnya resiko.
Pemeriksaan marker yang bermakna adalah:
Alpha-fetoprotein: A protein produced by the fetus
Estriol: This hormone's precursors are produced by the fetus
Human chorionic gonadotropin: A hormone produced by the placenta
Inhibin A: A hormone produced by the placenta
Dibeberapa rumah sakit, target dari USG adalah pada trisemester kedua untuk
membantu perkiraan resiko dari kromosom yang abnormal. Target dari USG sendiri adalah
untuk mengetahui kecacatan pada janin yang beresiko mengalami abnormalitas
kromosom.
Kombinasi antara skrining trimester pertama dan kedua akan memberikan hasil
yang lebih akurat.
Procedures
3
Beberapa prosedur bisa digunakan untuk mendeteksi adanya abnormalitas pada
genetik dan kromosom.
1. Ultrasonography
USG adalah hal yang biasa saat hamil. Ini untuk mengetahui resiko dari ibu dan janin. USG dapat:
Mengkonfirmasi umur kehamilan
Lokasi plasenta
Mengindikasi tanda-tanda kehidupan janin
Deterksi kelainan perkembangan organ setelah bulan ke-3 (otak, tulang belakang, jantung,
ginjal, usus, dinding perut dan toraks)
USG kadang digunakan untuk mengetahui abnormalitas di fetus ketika janinnya
memiliki abnormatitas pada pemeriksaan darah atau riwayat keluarga. Bagaimanapun,
hasil yang normal tidak menjamin bayi yang normal karena tidak ada test yang sempurna
keakuratannya. Hasil USG mungkin dapat memberikan kesan abnormalitas pada kromosom
tetapi tidak dapat mengetahui masalahnya. Amniosintesis disarankan untuk beberapa
kasus.
USG dilakukan sebelum chorionic villus sampling dan amnionsintesis dilakukan
untuk menkonfirmasi lama kehamilan, jadi prosedur ini bisa menetapkan waktu selama
kehamilan. Selama prosedur, USG digunakan untuk memonitor janin dan memandu
penempatan instrument.
2. Chorionic Villus Sampling
Pada Chorionic villus sampling, dokter mengambil sampel kecil dari chorionic villi
janin. Prosedur ini digunakan untuk mendiagnosis beberapa penyakit dialami janin,
biasanya dilakukan pada usia antara 10-12 minggu khamilan. Chorionic villus sampling
mungkin lebih digunakan daripada amnionsintesis, apabila sampel dari amnionsintesis
diperlukan, ketika level alphafetoprotein harus diukur terlebih dahulu
Manfaat utama dari chorionic villus sampling adalah hasilnya yang didapat lebih
mudah daripada pada amnionsintesis. Jadi jika tidak ada abnormalitas terdeteksi, maka
kecemasan pasangan dapat sedikit berkurang. Namun apabila pada hasil pemeriksaan
4
terdeteksi abnormalitas lebih cepat pada janinnya maka akan lebih cepat seorang dokter
harus melakukan tindakan.
Sebelum chorionic villus sampling dilakukan, USG digunakan untuk memutuskan apakah
janin dalam keadaan hidup, mengkonfirmasi umur kehamilan, memeriksa abnormalitas, serta
lokasi plasenta.
Sampel chorionic villus bisa diambil dari cervix (transcervical) atau melalui dinding
abdomen (transabdominal). Dengan kedua metode in, USG digunakan untuk memandu
pengambilan sampel.
Setelah chorionic villus sampling dilakukan, sebagian besar wanita dg Rh negative
dan yang tidak memiliki antibody pada Rh factor maka akan diberikan suntikan Rh D
immunoglobulin untuk mencegah terbentuknya antibody pada factor Rh. Wanita dengan
Rh negative mungkin memproduksi antibody jika janinnya Rh positif dan akan mengalami
kontak dg darah ibunya, selama proses chorionic villus sampling. Antibody ini dapat
menyebabkan masalah bagi janin tersebut.
Resiko chorionic villus sampling sebanding dengan amniosintesis, dengan resiko
keguguran. Resiko keguguran adalah 1:500 prosedur.
3. Amniocentesis
Satu dari kebanyakan prosedur untuk mendeteksi abnormalitas sebelum lahir
adalah amniosintesis. Prosedur sering dilakukan pada wanita yang berusia diatas 35 tahun
dimana bayinya memiliki resiko tinggi mengalami sindrom down.
Dalam prosedur ini sampel dari cairan amnion diambil dan dianalisis. Amnisentesis selalu
dilakukan pada usia kehamilan 15 minggu. Pemeriksaan cairan akan memberikan hasil
pemeriksaan terhadap sel yang dilepaskan oleh janin. Sel-sel tersebut akan ditumbuhkan di
laboratorium sehingga kromosomnya dapat di analisis. Hasil pemeriksaan amniosentesis
memungkinkan dokter untuk mengukur level alphaprotein dalam cairan amnion. Hasil
pemeriksaan level alphaprotein lebih dapat dipercaya untuk mendeteksi cacat otak dan syaraf
spinal.
5
Gambar 1. Prosedur amniocentesis
Sumber: www.google.com/images/amniocentesis
Sebelum melakukan prosedur ini, USG digunakan untuk mengevaluasi letak
plasenta.
Beberapa efek samping yang mungkin didapat akibat pemeriksaan
Nyeri
Keluarnya sedikit darah atau cairan amnion dari vagina (sembuh sendiri walau tanpa
pengobatan)
Keguguran (1 banding 500-1000)
Janin tertusuk jarum suntik
4. Percutaneous Umbilical Blood Sampling
Percutaneous umbilical blood sampling digunakan ketika menginginkan analisis
kromosom cepat, biasanya dilakukan pada kehamilan trimester ketiga dengan hasil USG
dideteksi abnormalitas. Kadang-kadang hasil tes didapat dalam 48 jam.
Pertama dokter akan menganestesi area kulit sekitar abdomen. Dipandu dengan
USG dokter memasukkan jarum ke tali pusat melewati dinding abdomen. Sampel dari
darah janin akan di ambil dan dianalisis.
Working Diagnostic
Holoprosencephaly adalah kelainan cacat pada otak bayi, yang kemudian juga
dapat mempengaruhi bentuk wajah (jarak mata yang sempit, kepala dengan ukuran kecil,
celah pada bibir dan langit-langit mulut dan kelainan cacat lahir lainnya).
Holoprosencephaly adalah kelainan yang disebabkan karena gagalnya prosencephalon
6
(forebrain janin) untuk membelah otak menjadi lobus ganda, yang kemudian menghasilkan
otak dengan struktur single lobus dengan kelainan berat pada tulang tengkorak dan bentuk
wajah. Dalam kebanyakan kasus, holoprosencephaly membentuk malformasi yang sangat
parah sehingga menyebabkan bayi meninggal sebelum dilahirkan, namun pada beberapa
kasus pada bayi dengan bentuk otak dan wajah yang normal atau mendekati normal tentu
dapat mengalami kelainan pada mata, hidung, dan bibir atas.
Differential Diagnostic
1. Sindroma patau
Sindroma patau adalah salah satu kelainan paling berat dari kelainan trisomi
autosomal. Kebanyakan bayi penderita akan meninggal dalam waktu 3 hari setelah
dilahirkan. Patau sindroma ini terjadi dikarenakan adanya kelebihan salinan pada
kromosom 13 (medium-length akrosentik koromosom).
Di Amerika, sindroma patau umumnya didapatkan 1 kasus per 8.000-12.000
kelahiran. Ras dan letak geografis tidak menyebabkan perbedaan yang signifikan.5
Etiologi
Etiologi HPE dikarenakan adanya faktor genetika dan lingkungan. Faktor lingkungan
yang termasuk (orang tua diabetes, konsumsi alkohol, terpapar obat-obatan pada saat
kehamilan seperti retinoic acid). HPE termasuk dalam golongan penyakit genetik
autosomal-dominant. Mutasi dari beberapa gen ini menunjukan kelainan serupa yaitu:
(SHH, PTCH1, GLI2, TDGF1, TGIF, FOXH1, ZIC2, SIX3 DISP1) namun hanya sekitar 28% yang
diketahui karena adanya mutasi pada gen-gen tersebut. HPE ringan ditemukan pada
sejumlah (2-4%) pasien dengan diagnosis sindroma Smith-Lemli-Opitz, penyakit ini
diketahui adanya ganguan pada gen DHCR7.
Epidemiologi
Didapatkan prevalensi dengan perbandingan 1 : 8.000 kelahiran dengan tidak
adanya perbedaan yang signifikan terhadap perbedaan geografis. Namun di Amerika
didapatkan laporan bahwa prevalensi meningkat pada suku Hispanic, African-American dan
Pakistan yang diduga karena rendahnya diagnosis prenatal dan tingkat terminasi pada
kelompok ini. Hal ini juga dibuktikan pada negara India dimana masih rendahnya
pengetahuan dan deteksi dini akan kelainan ini menunjukan prevalensi yang lebih tinggi.5
7
Patofisiologi
Fenotype HPE sangatlah beragam, bahkan dalam satu rangkai keluarga (pohon
keluarga). Dalam mutasi gen karier ini, ditemukan 37% menunjukan gejala klinis HPE, 27%
menunjukan perubahan mikro, dan 36% tidak menunjukan gejala klinis bermakna.
Penyebab kelainan variasi genetika ini masih belum diketahui.6
Pencegahan
Dari etiologi yang telah diketahui, maka program antenatal care dan skrining yang baik
harus lebih digalakan di tengah masyarakat. Program antenatal care yang kemudian mencakup
pemeriksaan fisik, darah, tes skrining (STD, bakteriuria), pengobatan terhadap STD, terapi
pencegahan (imunisasi, pemberian zat besi dan folat), serta penyuluhan yang baik.8
Prognosis
Gambar 2. Morfologi wajah pasien dengan Holoprosencephaly sequence
Sumber: Raam, et.al. Holoprosencephaly: a guide to diagnostic and clinical management.
Pada gambar di atas (a-d) dapat dikatakan bahwa pasien a memiliki prognosis paling buruk
sedangkan pasien d mendapat prognosis yang paling baik. Angka harapan hidup bagi pasien d akan
jauh lebih tinggi dibandingkan pasien a. Namun pasien d juga harus tetap memeriksakan
gambaran jantung serta MRI pada otak pasien sehingga prognosis serta angka harapan hidup
dapat lebih ditegaskan.7
Kesimpulan
Seorang bayi laki-laki usia 20 hari dibawa ke UGD suatu RSU di Jakarta. Bayi tersebut
menunjukan kelainan bawaan ganda, berupa mikrosefali, celah bibir dan langit-langit bilateral,
8
hypoplasia hidung, agenesis alae nasi, jarak kedua mata yang dekat (hypotelorism), short neck
dengan low hairline, auricular kiri dan kanan abnormal, dan tangan mengalami clenched hands.
Didiagnosis dengan kelainan Holoprosencephaly sequence. Kelainan ini merupakan kelainan
autosomal dominant yang disebabkan karena factor yang cukup luas (genetika dan lingkungan).
Pada beberapa belahan dunia ditemukan kelainan seperti ini dengan perbandingan 1 : 8.000
kelahiran. Namun saying karena kelainan ini merupakan kelainan morfologi yang cukup parah,
maka angka harapan hidup anak menjadi sangatlah rendah pada anak yang lahir dengan kelainan
morfologi yang cukup parah (HPE), sedangkan pada yang menunjukan normalnya morfologi
haruslah diperiksa lebih lanjut terhadap organ dalam seperti jantung dan MRI otak. Pencegahan
kelainan ini telah dibuktikan dengan adanya program antenatal care yang baik.
Daftar Pustaka
1. Indrasanto,E., Effendi.S.H., 2006. Pendekatan diagnosis kelainan bawaan menurut klasifikasi
European Registration of Congenital Anomalies (EUROCAT). Dalam: Buku Ajar Neonatologi.
Edisi Pertama. Jakarta: Badan Penerbit IDAI, 2008, 51-3.
2. Coleta E, Siminel M, Gheonea M. Case report: Holoprosencephaly sequence. Dalam: Rom J
Morphol Embryol; 2011, 52(2). p.725–8.
3. Simpson JL, Elias S. Genetics in obstetrics and gynecology. 3rd ed. US: Saunders; 2003.p.85-8.
4. National Human Genome Research Institute. Learning about holoprosencephaly. Diunduh dari:
https://www.genome.gov/12512735. Update terakhir pada tanggal: 3 Januari 2012.
5. Best RG. Patau syndrome. Editor: Rohena LO. Medscape: http://emedicine.medscape.com
/article/947706-overview. p. 1
6. Geng X, Oliver G. Pathogenesis of holoprosencephaly. USA: JCI. vol 119. no.6; 2009. p. 1403-4
7. Raam, et.al. Holoprosencephaly: a guide to diagnostic and clinical management. USA: National
Institue of Health. Dalam: Indian Pediatr; 2011, 48(6): 457-66.
8. Lincetto O, Mothebesoane-Anoh S, Gomez P, Munjanja S. Antenatal care. Dalam: WHO.
Opportunities for African’s newborns; 2010. p. 55
9