Pbl Blok 12 Leptospirosis

16
1 Diagnosa Penyakit Leptospirosis serta Penanggulangannya Arista Juliani Walay/102010274 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara no. 6   Jakarta Barat 11470  No. Telp. 021-56942061. Email: [email protected] Pendahuluan Leptospirosis adalah penyakit infeksi akut yang dapat menyerang manusia maupun hewan yang disebabk an kuman leptospira patogen dan di golongkan sebagai zoonosis. Leptospirosis disebabkan bakteri patogen berbentuk spiral genus Leptospira, family leptospiraceae dan ordo spirochaetales .Gejala klinis leptospirosis  mirip dengan penyakit infeksi lainnya seperti influensa, meningitis, hepatitis, demam dengue, demam berdarah dengue dan demam virus lainnya, sehingga seringkali tidak terdiagnosis. Keluhan-keluhan khas yang dapat ditemukan, yaitu: demam mendadak, keadaan umum lemah tidak berdaya, mual, muntah, nafsu makan menurun dan merasa mata makin lama bertambah kuning dan sakit otot hebat terutama daerah betis dan paha. Penyakit ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat, terutama di daerah beriklim tropis dan subtropis, dengan curah hujan tinggi (kelembaban), khususnya di negara berkembang, dimana kesehatan lingkungannya kurang diperhatikan terutama. pembuangan sampah. International  Leptospirosis Society menyatakan Indonesia sebagai negara insiden leptospirosis tinggi dan peringkat tiga di dun ia untuk mortalitas. 1 Anamnesis Anamnesis yaitu tahap awal dari rangkaian pemeriksaan pemeriksaan pasien, secara langsung  pada pasien atau secara tidak langsung melalui kelurga atau relasi terdekat. Tujuan anamnesis adalah untuk mendapatkan informasi menyeluruh dari dari pasien yang bersangkutan. 2  Hal- hal yang bersangkutan dengan anamnesis yaitu:

Transcript of Pbl Blok 12 Leptospirosis

8/10/2019 Pbl Blok 12 Leptospirosis

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-blok-12-leptospirosis 1/16

1

Diagnosa Penyakit Leptospirosis serta Penanggulangannya

Arista Juliani Walay/102010274

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara no. 6 –  Jakarta Barat 11470

 No. Telp. 021-56942061.

Email: [email protected]

Pendahuluan

Leptospirosis adalah penyakit infeksi akut yang dapat menyerang manusia maupun

hewan yang disebabkan kuman leptospira patogen dan digolongkan sebagai zoonosis.

Leptospirosis disebabkan bakteri patogen berbentuk spiral genus Leptospira, family

leptospiraceae dan ordo spirochaetales .Gejala klinis leptospirosis mirip dengan penyakit infeksi

lainnya seperti influensa, meningitis, hepatitis, demam dengue, demam berdarah dengue

dan demam virus lainnya, sehingga seringkali tidak terdiagnosis. Keluhan-keluhan khas yang

dapat ditemukan, yaitu: demam mendadak, keadaan umum lemah tidak berdaya, mual, muntah,

nafsu makan menurun dan merasa mata makin lama bertambah kuning dan sakit otot hebat

terutama daerah betis dan paha. Penyakit ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat,

terutama di daerah beriklim tropis dan subtropis, dengan curah hujan tinggi (kelembaban),

khususnya di negara berkembang, dimana kesehatan lingkungannya kurang diperhatikan

terutama. pembuangan sampah. International  Leptospirosis  Society menyatakan Indonesia

sebagai negara insiden leptospirosis tinggi dan peringkat tiga di dunia untuk mortalitas.1 

Anamnesis

Anamnesis yaitu tahap awal dari rangkaian pemeriksaan pemeriksaan pasien, secara langsung

 pada pasien atau secara tidak langsung melalui kelurga atau relasi terdekat. Tujuan anamnesis

adalah untuk mendapatkan informasi menyeluruh dari dari pasien yang bersangkutan.2 

Hal- hal yang bersangkutan dengan anamnesis yaitu:

8/10/2019 Pbl Blok 12 Leptospirosis

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-blok-12-leptospirosis 2/16

2

1.  Identitas pasien seperti nama,tempat/ tanggal lahir, status perkawinan, pekerjaan, jenis

kelamin, suku bangsa, agama, pendidikan dan alamat tempat tinggal.

2.  Riwayat penyakit sekarang (RPS): jelaskan penyakitnya berdasarkan kualitas, kuantitas,

latar belakang, waktu termasuk kapan penyakitnya dirasakan, faktor-faktor apa yang

membuat penyakitnya membaik, memburuk, tetap, apakah keluhan konstan, intermitten.

Informasi harus dalam susunan yang kronologis, termasuk test diagnostik yang dilakukan

sebelum kunjungan pasien. Riwayat penyakit dan pemeriksaan apakah ada demam, nyeri

kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak

enak di perut, batuk dan epistaksis.

3.  Riwayat Penyakit Dahulu (RPD): Pernahkah pasien mengalami leptospirosis sebelumnya.

4.  Riwayat Keluarga: umur, status anggota keluarga (hidup, mati) dan masalah kesehatan

 pada anggota keluarga.

5.  Riwayat psychosocial (sosial): stressor (lingkungan kerja atau sekolah, tempat tinggal),

faktor resiko gaya hidup (makan makanan sembarangan).2 

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik adalah tindakan pemeriksaan yang dilakukan langsung dari diri pasien.

Pemeriksaan dapat dilakukan dari bagian kepala sampai kaki. Dilaksanakan sesuai skema dan

mecakup inspeksi ( mengamati ), perkusi ( mengetuk ), auskultasi ( mendengarkan dengan

stetoskop ) dan palpasi ( meraba ). Dengan pemeriksaan ini, maka dapat membantu dokter

membuang diagnosis banding yang tidak cocok yang ada di pikirannya tersebut.

Hasil pemeriksaan fisik yang di dapat :

Keadaan umum: tampak sakit sedang

Kesadaran: kompos mentis

Tanda-tanda vital: tekana darah 120/80, frekuensi nadi 80 kali/menit teraba kuat, suhu 39°C,frekuensi nafas 18 kali/menit.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan sclera tampak ikterik, injeksi subkonjungtiva, nyeri tekan

kuadran kanan atas, hepar teraba 2 jari di bawah arcus costae, konsistensi lunak, nyeri tekan

 betis.2

8/10/2019 Pbl Blok 12 Leptospirosis

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-blok-12-leptospirosis 3/16

3

Pemeriksaan Penunjang

a.  Pemeriksaan laboratorium umum

-  Pemeriksaan darah

Pada pemeriksaan darah rutin dijumpai leukositosis atau peningkatan jumlah leukosit.

Selain terjadi leukositosis, terdapat juga peningkatan jumlah netrofil. Leukositosis dapat

mencapai 26.000 per mm3 pada keadaan anikterik. Morfologi darah tepi terlihat mielosit

yang menandakan gambaran pergeseran ke kiri. Faktor pembekuan darah normal. Masa

 perdarahan dan masa pembekuan umumnya normal, begitu juga fragilitas osmotik

eritrosit keadaannya normal. Masa protrombin memanjang pada sebagian pasien namun

dapat dikoreksi dengan vitamin K. Trombositopenia ringan 80.000 per mm3  sampai

150.000 per mm3  terjadi pada 50 % pasien dan berhubungan dengan gagal ginjal. Jika

 jumlah trombosit dalam darah sangat rendah yaitu 5000 per mm3, penyakit ini dapat

dikatakan berat. Laju endapan darah meningi, dan pada kasus berat ditemui anemia

hipokromia mikrositik akibat perdarahan yang biasa terjadi pada stidium lanjut perjalanan

 penyakit.2

-  Pemeriksaan fungsi ginjal

Pada pemeriksaan urin terdapat albuminuria dan peningkatan silinder (hialin, granulerataupun selular) pada fase dini kemudian menghilang dengan cepat. Pada keadaan berat

terdapat pula bilirubinuria, yang dapat mencapai 1 g/hari dengan disertai piuria dan

hematuria. Gagal ginjal kemungkinan besar akan dialami semua pasien ikterik. Ureum

darah dapat dipakai sebagai salah satu faktor prognostik. Semakin tinggi kadarnya maka

semakin buruk prognosanya. Peningkatan ureum sampai di atas 400 mg/dL. Proses

kegagalan ginjal berlangsung progresif dan dalam waktu 3 hari kemudian akan terjadi

anuri total. Ganguan ginjal pada pasien penyakit Weil ditemukan proteinuria serta

azotemia, dan dapat terjadi juga nekrosis tubulus akut.2

-  Pemeriksaan fungsi hati

Pada umumnya fungsi hati normal jika pasien tidak ada gejala ikterik. Ikterik disebabkan

karena bilirubin direk meningkat. Gangguan fungsi hati ditunjukkan dengan

8/10/2019 Pbl Blok 12 Leptospirosis

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-blok-12-leptospirosis 4/16

4

meningkatnya serum transaminase (serum glutamicoxalloacetic transaminase = SGOT

dan serum glutamic pyruvate transaminase= SGPT). Peningkatannya tidak pasti, dapat

tetap normal ataupun meningkat 2  –  3 kali nilai normal, berbeda dengan hepatitis virus

yang selalu menunjukkan peningkatan yang signifikan pada SGPT dan SGOT. Kerusakan

 jaringan otot menyebabkan kreatinin fosfokinase juga meningkat. Peningkatan

terjadi pada fase-fase awal perjalanan penyakit, rata-rata mencapai 5 kali nilai normal.

Pada infeksi hepatitis virus tidak dijumpai peningkatan kadar enzim kreatinin

fosfokinase.2

b. Pemeriksaan laboratorium khusus 

Pemeriksaan laboratorium khusus untuk mendeteksi keberadaan kuman

Leptospira dapat secara langsung dengan mencari kuman Leptospira atau antigennya

dalam darah dan secara tidak langusng melalui pemeriksaan antibodi terhadap kuman

Leptospira dengan uji serologis.

-  Pemeriksaan langsung

1. Pemeriksaan mikroskopik dan immunostaining.

Pemeriksaan langsung dapat mendeteksi kuman leptospira dalam darah, cairan

 peritoneal, dan eksudat pleura dalam minggu pertama sakit, khususnya antara hari

ketiga sampai ketujuh. Pemeriksaan urin pada minggu kedua untuk diagnosis definitif

leptospirosis. Spesimen urin diambil dengan kateter, punksi supra pubik dan urin aliran

tengah, diberi pengawet formalin 10 % dengan perbandingan 1:4. Bila jumlah spesimen

 banyak ,dilakukan dua kali sentrifugasi untuk memperbesar peluang menemukan

kuman leptospira. Sentrifugasi pertama dilakukan pada kecepatan rendah, misalnya

1000 g selama 10 menit untuk membuang sel, dilanjutkan dengan sentrifugasi pada

kecepatan tinggi antara 3000  –   4000 g selama 20  –  30 menit agar kuman Leptospiraterkonsentrasi, kemudian satu tetes sedimen (10 -20 mL) diletakkan di atas kaca obyek

 bersih dan diberi kaca penutup agar tersebar rata. Selain itu dapat dipakai pewarnaan

Romanowsky jenis Giemsa dan pewarnaan perak yang hasilnya lebih baik dibanding

Gram dan Giemsa (kuman Leptospira lebih jelas terlihat). Pewarnaan imunofluoresein

lebih disukai dari pada pewarnaan perak karena kuman Leptospira lebih mudah terlihat

8/10/2019 Pbl Blok 12 Leptospirosis

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-blok-12-leptospirosis 5/16

5

dan dapat ditentukan jenis serovarnya. Kelebihan pewarnaan imunofluoresein dapat

dicapai tanpa mikroskopfluoresein dengan memakai antibodi yang telah dilabel enzim,

seperti fosfotasedan peroksidase atau logam seperti emas.2,3

2. 

Pemeriksaan molekuler

Pemeriksaan molekuler dengan reaksi polimerase berantai untuk deteksi DNA kuman

Leptospira spesifik dapat dilakukan dengan memakai primer khusus untuk memperkuat

semua strain patogen. Spesimen dari 2 ml serum, 5 mL darah tanpa antikoagulan dan

10 mL urin.

Spesimen tersebut dikirim pada suhu  –   70°C, dry ice, atau suhu 4°C dalam waktu

singkat. Urin dikirim pada suhu 4°C.

3. Biakan

Spesimen diambil sebelum pemberian antibiotik. Hasil optimal bila darah, cairan

serebrospinal, urin dan jaringan postmortem segera ditanam ke media,kemudian dikirim

ke laboratorium pada suhu kamar.3

-  Pemeriksaan tidak langsung

1. 

Microscopic Agglutination Test (MAT)

Walaupun sudah dikembangkan berbagai teknik pemeriksaan untuk diagnosis penyakit

leptospirosis, namun tes serologis yang menjadi pilihan utama dalam mendiagnosis

 penyakit leptospirosis. Dulu tes ini disebut agglutination-lysis test karena dalam tes ini

terjadi lisis bola-bola atau lisis globuler kotoran-kotoran yang berasal dari sel bakteri

 bila dicampur dengan anti-serum yang mempunyai titer tinggi. Tes ini pertama kali

diciptakan oleh Martin dan Pettit pada tahun 1918, selanjutnya dikembangkan oleh para

ahli yang lain. Prinsip tes ini adalah serum penderita direaksikan dengan suspensi

antigen serovar Leptospira hidup. Setelah diinkubasi, campuran antigen-serum diamati

dengan mikroskop untuk melihat adanya aglutinasi, kemudian titer antibodi ditentukan

 berdasarkan pengenceran terakhir yang masih menunjukkan adanya aglutinasi.4

8/10/2019 Pbl Blok 12 Leptospirosis

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-blok-12-leptospirosis 6/16

6

2. Enzyme - linked Immunosorbent Assay (ELISA)

Tes ELISA sangat popular dan bahan yang diperlukan untuk pemeriksaan sudah

tersedia secara komersial dengan antigen yang diproduksi sendiri (in house).

Untuk mendeteksi IgM umumnya digunakan antigen spesifik genus yang bereaksi

secara luas. Teknik ini kadang-kadang juga digunakan untuk mendeteksi antibodi IgG.

Adanya antibodi IgM merupakan pertanda adanya infeksi baru Leptospir atau infeksi

yang terjadi beberapa minggu terakhir. Test ELISA cukup sensitif

untuk mendeteksi Leptospira dengan cepat pada fase akut, dan lebih sensitif

dibandingkan dengan MAT. Tes ini dapat mendeteksi antibodi IgM yang muncul pada

minggu pertama sakit, sehingga cukup efektif untuk mendiagnosis penyakit. ELISA

dapat juga digunakan untuk mendeteksi antibodi IgM dalam cairan serebrospinal,

saliva, dan urine. Harus diingat juga bahwa antibodi klas IgM kadang-kadang masih

dapat dideteksi sampai bertahun-tahun, sehingga titer positif (cut-off point) harus

ditentukan dengan dasar pertimbangan yang sama seperti MAT. Tes ELISA spesifik

genus cenderung memberikan reaksi positif lebih dini dibandingkan dengan MAT.

ELISA biasanya hanya mendeteksi antibodi yang bereaksi dengan antigen spesifik

genus yang sangat luas, sehingga tidak dapat menentukan serovar atau serogrup

 penyebab.4

3.  Polymerase Chain Reaction (PCR)

Polymerase chain reaction (PCR) adalah metode amplifikasi segmen DNA Leptospira

yang terdapat di dalam sampel klinik. Jadi, adanya Leptospira dipastikan dengan

menemukan segmen DNA Leptospira yang spesifik. Metode ini sangat berguna untuk

mendiagnosis leptospirosis terutama pada fase permulaan penyakit. Alat ini dapat

mendeteksi Leptospira beberapa hari setelah munculnya gejala penyakit. Akan tetapi,

alat ini belum tersedia secara luas terutama di negara yang sedang berkembang. Untukmendeteksi DNA Leptospira, teknologi PCR membutuhkan sepasang primer dengan

sasaran gen spesifik, seperti gen rRNA 16S dan 23S atau elemen pengulangan. Di

samping itu, ada juga yang disusun dari pustaka genom. Umumnya teknologi ini sangat

 jarang dipakai untuk memeriksa spesimen klinik.4

8/10/2019 Pbl Blok 12 Leptospirosis

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-blok-12-leptospirosis 7/16

7

Diagnosis Kerja

Berdasarkan gejala  –   gejala yang timbul, maka diagnosis pada laki  –   laki tersebut

kemungkinan besar terkena leptospirosis.

Pada umumnya diagnosis awal Leptospirosis sulit, karena pasien biasanya datang dengan

Meningitis, Hepatitis, Nefritis, Pneumonia, Influenza, Sindroma Shock Toksik, demam yang

tidak diketahui asalnya dan Diatetesis Hemoragik, bahkan beberapa kasus datang sebagai

 pancreatitis. Pada anamnesis, penting diketahui tentang riwayat pekerjaan pasien, apakah

termasuk dalam golongan yang berisiko tinggi.

Gejala dan keluhan yang sering muncul adalah:

a.  Demam yang muncul secara mendadak

 b.  Sakit kepala terutama di bagian frontal, occipital, dan temporal

c. 

 Nyeri otot

d.  Mata merah atau Fotofobia

e.  Mual dan muntah

Pada pemeriksaan fisik dijumpai demam, bradikardia, nyeri tekan otot, hepatomegali dan

lain-lain. Pada pemeriksaan laboratorium darah rutin bias dijumpai lekositosis, normal atau

sedikit menurun disertai gambaran neutrofilia dan laju endap darah (LED) yang meninggi. Pada

urin dijumpai protein uria, leukosituria dan toraks (cast). Bila organ hati terlibat, bilirubin direk

meningkat tanpa peningkatan transaminase. BUN, Ureum dan Kreatinin juga bias meninggi bila

terjadi komplikasi ginjal. Diagnose pasti dengan isolasi Leptospira dari cairan tubuh dan

serologi.

Uji kultur adalah dengan mengambil spesimen dari darah atau CCS segera pada awal

gejala. Dianjurkan untuk melakukan kultur ganda dan mengambil spesimen pada fase

leptospiremia serta belum diberi antibiotik. Kulture urine diambil setelah 2  –   4 minggu onset

 penyakit. Pada spesimen yang terkontaminasi, inokulasi hewan dapat digunakan.

Uji serologi adalah pemeriksaan untuk mendeteksi adanya leptospira dengan  Reaction (

PCR ), silver stain atau fluroscent antibody stain dan mikroskop lapangan gelap.1,3

8/10/2019 Pbl Blok 12 Leptospirosis

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-blok-12-leptospirosis 8/16

8

Diagnosis Banding

Hepatitis

Hepatitis virus merupakan penyakit sistemik yang terutama mengenai hati. Kebanyakan

kasus hepatitis virus akut pada anak maupun orang dewasa disebabkan oleh virus hepatitis. Virus

hepatitis menimbulkan peradangan hati akut, memberikan gambaran klinis penyakit berupa

demam, gejala gastrointestinal seperti mual dan muntah serta ikterus.1

Malaria

Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium yang menyerang

eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual dalam darah. Penyakit ini terutama

menyerang daerah tropis/sub tropis dan menjadi penyebab kematian utama penyakit tropik.

Infeksi malaria memberikan gejala mirip seperti leptospirosis berupa demam, menggigil, anemia,

dan splenomegali.1

Etiologi

Leptospirosis disebabkan oleh genus leptospira, family treponemataceae,suatu

organisme spirochaeta. Ciri khas organisme ini yaitu terbelit, tipis, fleksibel, panjangnya 5-15

um, dengan spiral yang sangat halus, lebarnya 0,1-0,1 um. Salah satu ujung pada organisme ini

sering membengkak membentuk suatu kait. Terdapat gerak rotasi aktif, tetapi tidak ditemukanflagela. Spirochaeta ini sangat halus sehingga di dalam mikroskop lapangan gelap hanya terlihat

sebgai rantai kokus kecil-kecil. Leptospira membutuhkan media dan kondisi yang khusus untuk

tumbuhdan mungkin membutuhkan waktu berminggu-minggu untuk membuat kultur yang

 positif. Dengan medium flecher’s dapat tumbuh dengan baik sebagai obligat aerob. Secara

sederhana, genus leptospira terdiri atas 2 spesies yaitu L.interrogans yang patogen dan L. biflexa

yang non patogen atau safroit. Spesies L. interrogans dibagi menjadi beberapa serogrup ini

dibagi menjadi banyak serovar menurut kompisisi antigennya. Saat ini telah ditemukan lebih dari

250 serovar yangtergabung dalam 23 serogrup. Beberapa serovar L. interrogans yang

dapat menginfeksi manusia diantaranya adalah L. icterohaemorrhagiae, L. canicola, L. pomona,

L. grippothyposa, L. javanica, L. celledoni, L. ballum, L. pyrogenes, L. automnalis, L.

hebdomandis, L. bataviae, L. tarassovi, L. panama, L.andamana, l. shermani, L. ranarum, L.

 bufonis, L. copenhageni, L. australis, L. cynopteri, dan lain-lain. Menurut beberapa peneliti,

8/10/2019 Pbl Blok 12 Leptospirosis

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-blok-12-leptospirosis 9/16

9

yang tersering menginfeksi manusia adalah L. icterohaemorrhagica dengan resevoir tikus,

L.canicola dengan reservoir anjing, dan L. pomona dengan reservoar sapi dan babi.1,4

Epidemiologi

Leptospirosis tersebar di seluruh dunia, disemua benua kecuali benua Antartika, namun

terbanyak didapatai di daerah tropis. Leptospira bisa terdapat pada binatang piaraan seperti

anjing, babi, lembu, kuda, kucing, marmut atau binatang  –   binatang pengerat lainnya seperti

tupai, musang, kelelawar dan lain sebagainya. Di dalam tubuh binatang tersebut, leptospira hidup

di dalam ginjal/ air kemihnya. Tikus merupakan vektor yang utama dari  L. icterohaemorrhagica

 penyebab leptospirosis pada manusia. Dalam tubuh tikus, leptospira akan menetap dan

membentuk koloni serta berkembang biak di dalam epitel tubulus ginjal tikus dan secara terus  –  

menerus dan ikut mengalir dalam filtrat urine. Penyakit ini bersifat musiman, di daerah beriklimsedang masa puncak insidens dijumpai pada musim panas dan musim gugur karena temperatur

adalah faktor yang mempengaruhi kelangsungan hidup leptospira, sedangkan di daerah tropis

insidens tertinggi terjadi selama musim hujan.

Leptospira mengenai paling kurang 160 spesies mamalia. Ada berbagai jenis penjamu

dari leptospira, mulai dari mamalia yang berukuran kecil dimana manusia dapat melakukan

kontak dengannya, misalnya: landak, kelinci, tikus sawah, tikus rumah, tupai, musang sampai

dengan reptil ( berbagai jenis katak dan ular ), babi, sapi, kucing dan anjing. Binatang pengerat

terutama tikus merupakan reservoar paling banyak. Leptospira membentuk hubungan simbiosis

dengan penjamunnya dan dapat menetap dalam tubulus ginjal selama berbulan  –  bulan bahkan

 bertahun  –   tahun. Beberapa reservoar berhubungan dengan binatang tertentu, seperti  L.

icterohaemoragiae/ copenhaegeni dengan tikus, L. grippotyphosa dengan voles ( sejenis tikus ),

 L. hardjo dengan sapi, L. canicola dengan anjing dan L. pomona dengan babi.

 International Leptospirosis Society menyatakan indonesia sebagai negara dengan

insidens leptospirosis tinggi dan peringkat ketiga dunia untuk mortalitas.

Di Indonesia Leptospirosis ditemukan di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI

Yogyakarta, Lampung, Sumatera Selatan, Bengkulu, Riau, Sumatera Barat, Sumatera Utara,

Bali, NTB, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat. Pada

kejadian banjir besar di Jakarta tahun 2002, dilaporkan lebih dari seratus kasus leptospirosis

dengan 20 kematian.

8/10/2019 Pbl Blok 12 Leptospirosis

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-blok-12-leptospirosis 10/16

10

Salah satu kendala dalam menangani leptospirosis berupa kesulitan dalam melakukan

diagnostik awal. Sementara dengan pemeriksaan sederhana memakai mikroskop biasa dapat

dideteksi adanya gerakan leptospira dalam urine. Diagnostik pasti ditegakkan dengan

ditemukannya leptospira pada daerah atau urine atau ditemukannya hasil serologi positif. Untuk

dapat berkembang biak leptospira memerlukan lingkungan optimal serta tergantung pada suhu

yang lembab, hangat, PH air/ tanah yang netral. Dimana kondisi ini ditemukan sepanjang tahun

di daerah tropis.5

Patogenesis 

Leptospira masuk ke dalam tubuh melalui kulit atau selaput lendir, memasuki aliran

darah dan berkembang, lalu menyebar luas ke jaringan tubuh. Kemudian terjadi respon

immunologik yang baik secara selular atau humoral sehingga infeksi ini dapat ditekan dan

terbentuk antibodi spesifik. Walaupun demikian, beberapa organisme ini dapat bertahan pada

daerah yang terisolasi secara immunologi seperti didalam ginjal di mana sebagian

mikroorganisme akan mencapai convulated tubules, bertahan disana dan dilepaskan melalui urin.

Leptospira dapat ditemui dalam air kemih sektar 8 hari sampai beberapa minggu setelah

infeksi dan sampai berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun kemudian. Leptospira dapat

dihilangkan dengan fagositosis dan mekanisme humoral. Kuman ini cepat lenyap dari darah

setelah terbentuknya agglutinin. Setelah fase leptospiremia 4-7 hari, mikroorganisme hanya

dapat ditemukan dalam jaringan ginjal dan okuler. Leptospiuria berlangsung selama 1-4

minggu.1,5,6

Mekanisme yang terlibat pada pathogenesis leptospirosis adalah:

  Invasi bakteri langsung

  Faktor inflamasi non spesifik

  Reaksi immunologi

Manifestasi Klinis

Masa inkubasi 2 - 26 hari, biasanya 7 - 13 hari dan rata-rata 10 hari. Terdapat dua fase

 penyakit yang khas pada Leptospirosis yaitu, Fase leptospiremia dan Fase imun.

8/10/2019 Pbl Blok 12 Leptospirosis

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-blok-12-leptospirosis 11/16

11

Fase Leptospiremia

Fase ini ditandai dengan adanya leptospira didalam darah dan cairan serebrospinal,

 berlangsung secara tiba-tiba dengan gejala awal adalah:

o  Sakit kepala di bagian frontal

o  Rasa sakit pada otot yang hebat terutama pada paha, betis dan pinggang disertai

nyer tekan

o  Myalgia yang diikuti dengan hiperestesi kulit

o  Demam tinggi yang disertai menggigil

o  Mual tanpa atau disertai muntah

o  Diare

Pada pemeriksaan keadaan sakit yang berat, bradikardi relative dan ikterus (50%). Pada

hari ke 3-4 dapat dijumpai adanya konjungtiva suffusion dan fotofobia. Pada kulit terdapat rash

yang berbentuk makular, makulopapular atau urtikaria. Kadang-kadang dijumpai splenomegali,

hepatomegali serta limfadenopati. Fase ini berlangsung 4-7 hari. Jika cepat di tangani pasien

akan membaik, suhu akan kembali normal, penyembuhan organ-organ yang terlibat dan

fungsinya kembali normal 3-6 minggu onset.

Pada keadaan sakit yang lebih berat demam turun setelah 7 hari diikuti oleh bebas demam

selama 1-3 hari, setelah itu kembali demam. Keadaan ini disebut fase kedua atau fase imun.

Fase Imun

Fase ini ditandai dengan peningkatan titer antibodi, dapat timbul demam yang mencapai

suhu 40°C disertai menggigil dan kelemahan umum. Terdapat rasa sakit yang menyeluruh pada

leher, perut, dan otot-otot kaki terutama otot betis. Terdapat perdarahan terutama epistaksis,

gejala kerusakkan pada ginjal dan hati, uremia, ikterik. Perdarahan paling jelas terlihat pada fase

ikterik, purpura, ptechiae, epistaksis, perdarahan gusi merupakan manifestasi perdarahan yang

 paling sering. Conjungtiva injection dan konjungtival suffusion dengan ikterus merupakan tanda

 patognomosis untuk leptosprosis.

Terjadi meningitis merupakan tanda pada fase ini, walaupun hanya 50% gejala dan tanda

meningitis, tapi pleositosis pada CSS dijumpai pada 50-90% pasien. Tanda-tanda meningeal

dapat menetap dalam beberapa minggu, tetap biasanya menghilang setelah 1-2 hari. Pada fase ini

leptospira dapat dijumpai dalam urin.

8/10/2019 Pbl Blok 12 Leptospirosis

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-blok-12-leptospirosis 12/16

12

Sindrom Weil

Sindrom Weil adalah bentuk Leptospirosis berat ditandai jaundis, disfungsi ginjal,

nekrosis hati, disfungsi paru-paru, dan diathesis perdarahan. Kondisi ini terjadi pada akhir fase

awal dan meningkat pada fase kedua, tetapi bisa memburuk setiap waktu.

Kriteria penyakit Weil tidak dapat didefinisikan dengan baik. Manifestasi paru meliputi

 batuk, kesulitan bernafas, nyeri dada, batuk darah, dan gagal napas. Disfungsi ginjal dikaitkan

dengan timbulnya jaundis 4-9 hari setelah gejala awal. Penderita dengan jaundis berat lebih

mudah terkena gagal ginjal, perdarahan dan kolaps kardiovaskular. Kasus berat dengan

gangguan hati dan ginjal mengakibatkan kematian sebesar 20-40 persen yang akan meningkat

 pada lanjut usia.1

Penatalaksanaan

Pengobatan suportif dengan observasi ketat untuk mendeteksi dan mengatasi keadaan

dehidrasi, hipotensi, perdarahan dan gagal ginjal sangat penting dalam leptospirosis. Ganguan

fungsi ginjal umumnya dengan spontan akan membaik dengan membaiknya kondisi pasien.

 Namun ada beberapa pasien yang membutuhkan tindakan hemodialisa temporer.

Pengobatan kasus leptospirosis masih diperdebatkan. Sebagian ahli mengatakan bahwa

 pengobatan leptospirosis hanya berguna pada kasus kasus dini (early stage) sedangkan pada fase

ke dua atau fase imunitas (late phase) yang paling penting adalah perawatan.

Tujuan pengobatan dengan antibiotik adalah:

  mempercepat pulih ke keadaan normal

  mempersingkat lamanya demam

  mempersingkat lamanya perawatan

  mencegah komplikasi seperti gagal ginjal (leptospiruria)

  menurunkan angka kematian

Obat pilihan adalah Benzyl Penicillin. Selain itu dapatdigunakan Tetracycline,

Streptomicyn, Erythromycin, Doxycycline, Ampicillin atau Amoxicillin. Pengobatan dengan

Benzyl Penicillin 6 - 8 MU iv dosis terbagi selama 5 - 7 hari. Atau Procain Penicillin 4 - 5

MU/hari kemudian dosis diturunkan menjadi setengahnya setelah demam hilang,

 biasanya lama pengobatan 5-6 hari.

8/10/2019 Pbl Blok 12 Leptospirosis

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-blok-12-leptospirosis 13/16

13

Jika pasien alergi penicillin digunakan Tetracycline dengan dosis awal 500 mg, kemudian

250 mg IV/IM perjam selama 24 jam, kemudian 250 - 500mg/ 6jam peroral selama 6 hari. Atau

Erythromicyn dengan dosis 250 mg/ 6jam selama 5 hari.

Tetracycline dan Erythromycin kurang efektif dibandingkan dengan Penicillin.

Ceftriaxone, dosis 1 g. iv. selama 7 hari hasilnya tidak jauh berbeda dengan pengobatan

menggunakan penicillin. Oxytetracycline digunakan dengan dosis 1.5 g. peroral, dilanjutkan

dengan 0.6 g. tiap 6 jam selama 5 hari; tetapi cara ini menurut beberapa penelitian tidak dapat

mencegah terjadinya komplikasi hati dan ginjal.

Pengobatan dengan Penicillin dilaporkan bisa menyebabkan komplikasi berupa reaksi

Jarisch - Herxheimer. Komplikasiini biasanya timbul dalam beberapa waktu sampai dengan 3

 jam setelah pemberian penicillin intravena; berupa demam, malaise dan

nyeri kepala; pada kasus berat dapat timbul gangguan pernafasan.1,5

Pencegahan

Pencegahan leptospirosis khususnya di daerah tropis sangat sulit. Banyaknya hospes

 perantara dan jenis serotipe sulit untuk dihapuskan. Bagi mereka yang mempunyai resiko tinggi

untuk tertular leptospirosis harus diberikan perlindungan berupa pakaian khusus yang dapat

melindunginya dari kontak dengan bahan  –   bahan yang telah terkontaminasi dengan kemih

 binatang reservoar.

Pemberian doksiklin 200 mg perminggu dikatakan bermanfaat untuk mengurangi

serangan leptospirosis bagi mereka yang mempunyai resiko tinggi dan terpapar dalam waktu

singkat. Vaksinasi terhadap hewan  –  hewan tersangka reservoar sudah lama direkomendasikan,

tetapi vaksinasi terhadap manusia belum berhasil dilakukan, masih memerlukan penelitian lebih

lanjut.

Kuman leptospira mampu bertahan hidup bulanan di air dan tanah, dan mati oleh

desinfektans seperti lisol. Maka upaya "lisolisasi" seluruh permukaan lantai , dinding, dan bagian

rumah yang diperkirakan tercemar air kotor banjir yang mungkin sudah berkuman leptospira,

dianggap cara mudah dan murah mencegah "mewabah"-nya leptospirosis.

Ada banyak cara mencegah Leptospirosis.

1.  Yang pekerjaannya menyangkut binatang:

  Tutupilah luka dan lecet dengan balut kedap air

8/10/2019 Pbl Blok 12 Leptospirosis

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-blok-12-leptospirosis 14/16

14

  Pakailah pakaian pelindung misalnya sarung tangan, pelindung atau perisai mata,

 jubah kain dan sepatu bila menangani binatang yang mungkin terkena, terutama

 jika ada kemungkinan menyentuh air seninya

  Pakailah sarung tangan jika menangani ari-ari hewan, janinnya yang mati di

dalam maupun digugurkan atau dagingnya

  Mandilah sesudah bekerja dan cucilah serta keringkan tangan sesudah menangani

apa pun yang mungkin terkena

  Jangan makan atau merokok sambil menangani binatang yang mungkin terkena.

Cuci dan keringkan tangan sebelum makan atau merokok

  Ikutilah anjuran dokter hewan kalau memberi vaksin kepada hewan

2. 

Untuk yang lain:

  Hindarkanlah berenang di dalam air yang mungkin dicemari dengan air seni

 binatang

  Tutupilah luka dan lecet dengan balut kedap air terutama sebelum bersentuhan

dengan tanah, lumpur atau air yang mungkin dicemari air kencing binatang

  Pakailah sepatu bila keluar terutama jika tanahnya basah atau berlumpur

  Pakailah sarung tangan bila berkebun

 

Halaulah binatang pengerikit dengan cara membersihkan dan menjauhkan sampah

dan makanan dari perumahan

 

Jangan memberi anjing jeroan mentah

  Cucilah tangan dengan sabun karena kuman Leptospira cepat mati oleh sabun,

 pembasmi kuman dan jika tangannya kering.1 

Komplikasi

Pada leptospirosis, komplikasi yang sering terjadi adalah :

a.  Iridoksiklitis

 b.  Gagal ginjal

c.  Miokarditis

d.  Meningitis aseptik

e.  Hepatitis1 

8/10/2019 Pbl Blok 12 Leptospirosis

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-blok-12-leptospirosis 15/16

15

Prognosis

Jika diobati selagi masih dini, prognosis leptospirosis umumnya baik. Bisa lain nasib

 pasien jika terapi terlambat diberikan. Sudah disebut komplikasi leptospirosis paling jelek jika

sudah merusak ginjal , selain hati, dan otak. Jika tdak ada ikterus, penyakit jarang fatal. Pada

kasus ikterus, angka kematian 5% pada umur dibawah 30 tahun, dan pada usia lanjut.1

Kesimpulan

Melihat dari diagnosis diperkirakan pasien tersebut menderita Leptospirosis.

Leptospirosis adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri dari genus Leptospira yang patogen.

Penyakit ini merupakan penyakit zoonosis, tersebar luas di seluruh dunia terutama di daerah

tropis termasuk Indonesia. Titik sentral penyebab leptospirosis adalah urin hewan terinfeksiLeptospira yang mencemari lingkungan dan terjadinya kontak pada manusia. Gejala klinis

 penyakit ini sangat bervariasi dari ringan hingga berat bahkan dapat menyebabkan kematian

 penderitanya bila terlambat mendapat pengobatan.

Upaya mengisolasi dan mengidentifikasi Leptospira cukup memakan waktu. Diagnosis

leptospirosis yang utama dilakukan secara serologis . Uji serologis merupakan uji standar untuk

konfirmasi diagnosis. Vaksinasi pada hewan merupakan salah satu cara pengendalian

leptospirosis. Pengembangan vaksin untuk hewan masih terus dilakukan di Indonesia untuk

memperoleh vaksin multivalen yang efektif karena Leptospira terdiri dari banyak serovar.

Diagnosis dini yang tepat dan penatalaksanaan yang cepat akan mencegah perjalanan penyakit

menjadi berat.

Daftar Pustaka

1.  Sudoyo AW, et al.  Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid III. Ed 5. Jakarta: Interna

Publishing; 2009. h.2773-9,2797-820.

2. 

Abdurrahman N, et al. Penuntun anamnesis dan pemeriksaan fisis. Jakarta: Departemen IlmuPenyakit Dalam FKUI; 2005.h.45

3.  Syahrurachaman, et al.  Mikrobiologi Kedokteran. Ed. Revisi. Jakarta: Fakultas

Kedokteran UI; 2000.h.260-2.

8/10/2019 Pbl Blok 12 Leptospirosis

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-blok-12-leptospirosis 16/16

16

4.  Sutanto I, Ismid IS, Sjarifuddin PK, Sungkar S. Buku ajar parasitologi kedokteran. Ed.4.

Jakarta. Balai Penerbit FKUI, 2013. h.189-200.

5.  Satari HI. Demam berdarah. Ed 5. Jakarta: Puspa Swara; 2008.

6.  Tambayong J. Patofisiologi. Jakarta: EGC; 2000. h.143-4.