PBL Blok 1 modul 2 komunikasi
-
Upload
louis-ryandi -
Category
Documents
-
view
90 -
download
10
description
Transcript of PBL Blok 1 modul 2 komunikasi
Komunikasi dan Empati
Louis Ryandi*
102013411 - E7
Fakultas Kedokteran Ukrida
Skenario Kasus E:
Seorang ibu sedang kebingungan di depan kamar operasi karena anaknya sedang
menjalani operasi karena kecelakaan lalu lintas. Saat si dokter bedah keluar, si ibu bergegas
menghampirinya dan bertanya tentang keadaan anaknya. Si dokter bedah menerangkan
tentang operasi yang dijalani dengan bahasa kedokteran yang tidak dimengerti si ibu.
Pendahuluan
Menjadi dokter yang hebat, terkenal dan dipercaya pasien tentunya kita harus menjadi
dokter yang kompeten dan ahli dalam penyakit yang akan kita obati, tetapi tanpa komunikasi
dan empati yang baik kepada pasien, hal itu tidak mungkin tercapai. Seorang dokter yang
baik tentunya pasti memiliki komunikasi dan empati yang baik terhadap pasien. Bersikap
komunikatif dan penuh empati adalah syarat mutlak bagi seorang dokter dalam menjalankan
profesinya.
Komunikasi mengandung makna bersama-sama (common). Istilah komunikasi atau
communication berasal dari bahasa Latin, yaitu communicatio yang berarti pemberitahuan
*Alamat korespondensi
Louis Ryandi
Fakultas kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510
021-54372613 / 08170807688
tutor : Dr. Tinneke
1
atau pertukaran. Kata sifatnya communis, yang bermakna umum atau bersama-sama.1 Jadi,
komunikasi adalah proses sosial dimana individu-individu menggunakan simbol-simbol
untuk menciptakan dan menginterpretasikan makna dalam lingkungan mereka.2
Sedangkan definisi empati dalam Webster’s New Collegiate Dictionary adalah
“kapasitas untuk terlibat dalam perasaan dan gagasan pihak lain.” Sehubungan dengan
mendengar kritik, empati berarti mendengarkan pihak lain dengan cara sedemikian rupa
sehingga kita dapat memahami perasaan di balik kata-katanya.3
Dalam makalah ini, saya akan membahas tentang komunikasi dan empati. Diharapkan
pembaca dapat mengaplikasikan cara komunikasi dan berempati yang baik ketika sedang
melayani pasien.
Isi
A. Analisa Transaksional
Analisis Transaksional adalah suatu pendekatan psikoteraputik yang sangat dapat
diterapkan dalam praktik pekerjaan sosial klinis (Cooper & Turner, 1996). Analisis
Transaksional–gagasan Eric Berne (1910-1970)–merupakan suatu pendekatan untuk
mensistematisasi, menganalisis, dan mengubah saling pengaruh di antara manusia, yang
menekankan interaksi keduanya (antara diri dan manusia lain) dan kesadaran internal
(regulasi diri dan ekspresi diri).4
Ada 4 macam bentuk interaksi yang dapat dianalisis yaitu struktural analisis,
transaksional analisis, game analisis, script analisis. Struktural analisis menganalisa
kepribadian seseorang. Kepribadian seseorang biasanya berasal dari perasaan yang terkait
dengan pengalaman masa lalu yang direkam oleh diri orang itu sendiri. Anutan yang terdapat
dalam struktural analisis adalah cara berpikir, menghayati sesuatu (persepsi), dan bertindak
(perilaku). Transaksional analisis menganalisa ego dominan yang berlangsung pada
seseorang. Ego tersebut adalah orang tua, dewasa dan anak. Game analisis menganalisa apa
yang tersembunyi dari interaksi yang dilakukan. Sedangkan script analisis menganalisa
drama / kejadian dalam kehidupan seseorang yang terlihat dalam semua interaksi yang
dilakukan. Dalam kehidupan seseorang biasanya mempunyai drama kehidupan (peran
dipelajari, dikhayalkan, dan dilakukan).5
2
Dalam analisa transaksional, manusia dibagi menjadi 3 state yaitu orang tua, dewasa
dan kanak-kanak. Oknum orang tua adalah individu yang berperasaan dan bertindak seperti
yang dilakukan ibu dan ayah, dapat mengecam dan mendorong. Penampilan oknum orang
tua adalah proteksi, kritik, bimbingan, dan bagaimana melakukan sesuatu. Oleh karena itu
sering kali oknum orang tua bersikap kritik, mebelai, menolong, mengasuh, merasa iba dan
opini dari mereka tidak bisa diubah. Oknum dewasa selalu mengolah persoalan berdasarkan
data, analisa, dan logika. Ciri-ciri oknum dewasa adalah berorientasi pada kenyataan,
memberi keterangan yang diperlukan, menganalisa situasi & mencoba memahami,
membandingkan berbagai alternatif, percaya diri sendiri, tidak dipengaruhi perasaaan dan
melakukan koreksi bila perlu ada pada orang tua/ kanak-kanak. Sedangngkan oknum kanak-
kanak biasanya perasaan & pola tingkah laku bersifat wajar, dapat bertindak sendiri lepas
dari orang tua, tetapi bisa juga menyesuaikan diri untuk memuaskan orang tua dalam diri
individu tersebut. Penampilan kanak-kanak adalah perasaan, fantasi, respons sesuai petunjuk,
intuisi dan emosi. Ketiga oknum ini dalam individu tersebut harus seimbang supaya terjadi
keserasian yang baik.
Selain terdapat interaksi dan state/oknum, juga terdapat jenis-jenis komunikasi. Dalam
analisa transaksional terdapat 3 jenis komunikasi yaitu complementry transaction, crossed
transaction, dan ulterior transaction. Transaksi komplementer merupakan komunikasi paling
sehat. Ada pesan yang dikirim dari suatu ego state dan bersifat spesifik sehingga
menghasilkan respon yang sesuai. Apabila komunikasi yang diterima sesuai dengan yang
diharapkan maka komunikasi aka berjalan dengan lancar. Crossed transaction merupakan
komunikasi silang. Respon transaksi tidak sesuai yang diharapkan. Hasil akhir dari
komunikasi ini adalah kemarahan, perasaan bersalah, ribut dan menghindar. Sedangkan
ulterior transaction adalah komunikasi yang didalamnya terkandung makna yang
tersembunyi, secara sodial dapat diterima. Pesan yang disampaikan berbeda dengan apa arti
yang sebenarnya. Orang yang tidak mengerti dari ulterior transaction, menjadi korban karena
tidak dapat memahami apa yang sebenarnya sedang diungkapkan. Transaksi ini disebut
dengan gallows transaction. Gallows transaction adalah transaksi yang menyudutkan orang
lain.
3
B. Komunikasi Empati
Komunikasi mengandung makna bersama-sama (common). Istilah komunikasi atau
communication berasal dari bahasa Latin, yaitu communicatio yang berarti pemberitahuan
atau pertukaran. Kata sifatnya communis, yang bermakna umum atau bersama-sama.1 Jadi,
komunikasi adalah proses sosial dimana individu-individu menggunakan simbol-simbol
untuk menciptakan dan menginterpretasikan makna dalam lingkungan mereka.2
Dalam berkomunikasi kita perlu mendengar aktif, trampil berdialog, memahami
perasaan, mengendalikan emosi dan empati. Mendengar aktif berarti selain kita
mendengarkan, kita juga ikut memberi tanggapan yang sesuai dengan apa yang sedang
dibicarakan. Ketika seseorang ingin mendengar aktif, berarti ia sungguh-sungguh ingin
mengetahui pemikiran, perasaan dan keinginan dari pembicara. Trampil berdialog bersifat
terbuka artinya memberikan kesempatan kepada pasien untuk mengemukakan dan menerima
ide dan perasaannya. Jika ingin trampil dalam berdialog, kita harus menghindari untuk
menghakimi, menggurui, mengkritik, sok moralis, mengalihkan perhatian, dan menggunakan
istilah yang tidak dimengerti. Memhami perasaan berarti selain kita harus memahami orang
lain, kita juga harus memahami diri sendiri terlebih dahulu. Selain itu kita juga perlu
mengendalikan emosi ketika berkomunikasi. Kita harus sabar dalam berkomunikasi. Dalam
berkomunikasi kita dituntut untuk memberikan waktu kepada seseorang untuk berbicara
sesuai dengan iramanya. Dan yang terakhir adalah empati. Yang terpenting dari ke-5 aspek
ini adalah empati, karena tanpa empati kita bisa menyakiti perasaan orang lain ketika
berkomunikasi dengannya.
Empati adalah kemampuan untuk memahami apa yang dialami oleh orang lain dalam
kerangka acuan orang tersebut; hal ini sering digambarkan sebagai sesuatu kemampuan untuk
menempatkan diri sendiri dalam keadaan yang dialami orang lain. Inti dari interaksi empati
merupakan pemahaman terhadap perasaan orang lain secara akurat. Empati berbeda dengan
simpati, yang menonjolkan perasaan atau emosi biasa terhadap orang lain, bukan memahami
perasaan tersebut. Simpati tidak terapeutik dalam membantu hubungan, karena hal tersebut
mengarah pada perasaan yang terlalu melibatkan emosional, dan berpotensi menyebabkan
kerusakan hubungan profesional.6
4
Dari berbagai jenis dukungan yang berbeda, seperti empatik, penguatan, atau
penenangan, empati merupakan hal yang paling menguntungkan tetapi paling sedikit
digunakan. Beberapa individu secara alami bersifat empatik; walau demikian, empati dapat
dipelajari dengan cara mengahdirkan bahasa verbal dan non verbal dari orang yaang
diwawancarai.6
C. Komunikasi Verbal dan Komunikasi Non Verbal
Komunikasi verbal berupa kata-kata. Kata-kata tersebut dapat berupa suara maupun
tulisan. Dalam komunikasi verbal yang baik, kita perlu mendengarkan aktif. Mendengarkan
aktif dapat berupa komunikasi satu atau dua arah, refleksi yang didengar, asertif, negosiasi,
persuasi, dan umpan balik. Refleksi artinya kita memberi kesempatan kepada klien untuk
mengemukakan dan menerima ide dan perasaannya. Asertif artinya kemampuan dengan
secara meyakinkan dan ayaman mengekspresikan pikiran dan perasaan diri dengan tetap
menghargai orang lain. Sedangkan persuasi menggunakan kata halus dan tegas mengajak
seseorang melakukan sesuatu; hal membujuk atau menanam kepercayaan.
Komunikasi non verbal biasa disebut juga dengan komunikasi non lisan. Komunikasi
verbal tidak menggunakan kata-kata. Komunikasi non verbal dapat berupa gerakan tubuh,
ekspresi muka, kontak mata, cara berpakaian, gaya rambut, gaya tulisan, simbol dan
paralinguistik yang berupa kulitas suara, emosi, gaya bicara, ritme bicara, dan intonasi.
Komunikasi non verbal dapat dilihat dari gerak isyarat tubuh / gesture, posisi, sikap,
paralinguistik. Gerak isyarat tubuh meliputi gerakan tubuh, gerakan mata (cara menatap
seseorang), ekspresi wajah, dan kita harus menjadi cermin. Menjadi cermin berarti kita
mengikuti mimik muka dari seseorang, tetapi tidak terus-terusan. Hanya sebagai sikap empati
kita terhadap seseorang. Sedangkan posisi meliputi jarak, berhadapan , menyamping dan siku.
Yang dimaskud dengan jarak adalah kita tidak terlalu jauh dan dekat dengan seseornag yang
ingin kita sampaikan pesan kepadanya. Sikap tubuh meliputi apakah orang itu santai atau
berwibawa. Dan paralinguistik meliputi hembusan nafas, perubahan tinggi nada, perubahan
keras suara dan senyuman.
Ada 5 macam hubungan verbal dan non verbal yaitu :
Pengulangan : pesan non verbal memperkuat pesan verbal
Pertentangan : pesan verbal dan non verbal saling bertentangan
Melengkapi : pesan verbal dan pesan non verbal saling melengkapi
Mengganti : non verbal sebagai satu-satunya sarana mengirimkan pesan
Menekankan :nnon verbal menekankan interpretasi pesan verbal
5
Pembahasan
I. Identifikasi istilah yang tidak diketahui
1. Tidak ada
II. Rumusan Masalah
1. Tidak bisa berkomunikasi dengan baik
2. Tidak memahami empati
III. Analisi Masalah
Terpisah
IV. Hipotesis
1. Dokter kurang berempati terhadap ibu pasien sehingga menyebabkan
komunikasi yang tidak baik (verbal dan non verbal)
V. Menentukan Sasaran Pembelajaran
1. Analisa transaksional
2. Komunikasi dan Empati
3. Komunikasi verbal
4. Komunikasi non verbal
Dokter tidak bisa berkomunikasi dengan baik kepada ibu pasien karena tidak trampil
berdialog dan kurang empati. Sewaktu ibu pasien menghampiri dokter, ibu pasien dalam
keadaan bingung. Disini dokter tidak berempati. Dokter langsung menjelaskan kepada ibu
pasien dengan bahasa kedokteran yang tidak dimengerti ibu pasien. Seharusnya dokter
berempati kepada ibu pasien, dan mencoba untuk menenangkan ibu apsien, baru menjelaskan
apa yang terjadi dan tindakan apa yang digunakan. Dokter harus berkenalan terlebih dahulu,
baik secara fisik, mental maupun sosial. Dokter jangan menganggap kalau semua orang
pendidikannya setara dengan dokter. Jika ingin menyampaikan pesan, dokter sebaiknya
menggunakan bahasa yang mudah dimengerti.
Kesimpulan
Dokter kurang bisa berkomunikasi dengan baik. Dokter tidak terampil dalam
berdialog dan kurang empati kepada ibu pasien.
6
Daftar Pustaka
7
1. Wiryanto. (2004). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta : Grasindo. hlm. 5
2. West, Richard & Lynn H. Turner. (2008) . Pengantar Teori Komunikasi : Analisis dan
Aplikasi. Jakarta : Salemba Humanika. hlm. 5
3. Bloomfield, Harold H. & Leonard Felder. (2011). Golden Personality : Muliakan
Kelemahan Lalu Asahlah Menjadi Kekuatan. Jakarta : Tangga Pustaka. hlm. 108
4. Roberts, Albert R. & Gilbert J. Greene. (2008). Buku Pintar Pekerja Sosial. Jakarta :
BPK Gunung Mulia. hlm. 264.
5. Andri, Dan Hidayat, Elly Ingkiriwang, Evalina Asnawi, dan Hubertius Kasan Hidajat.
(2013). Bahan Kuliah : Komunikasi dan Empati. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Krida Wicana.
6. Wong, Donna L, Marilyn Hockenberry-Eaton, David Wilson, Marilyn L. Winkelstein,
dan Patricia Schwartz. (2008). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong. Jakarta : EGC.
hlm. 144.
8