pbl 30 sken 5

download pbl 30 sken 5

of 22

description

a

Transcript of pbl 30 sken 5

Pemeriksaan Tersangka Pengeboman Oleh Dokter Militer dari Beberapa Aspek William Septian Sonyo 102012517/D3Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaJln. Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510.Telephone : (021) 5694-2061, fax : (021) 563-1731

PendahuluanPada dasarnya suatu profesi memiliki 3 syarat utama, yaitu: diperoleh melalui pelatihan yang ekstensif, memiliki komponen intelektual yang bermakna dalam melakukan tugasnya, dan memberikan pelayanan yang penting kepada masyarakat. Selain itu juga memiliki 3 syarat umum, yaitu: sertifikasi, organisasi profesi, otonomi dalam bekerja. Pemberian sertifikasi dilakukan. Otonomi mengakibatkan kelompok profesi ini menjadi eksklusif dan memerlukan self regulation dalam rangka menjaga tanggung jawab moral dan tanggung jawab profesinya kepada masyarakat. Mereka umumnya memiliki etika profesi dan standar profesi serta berbagai tatanan yang menunjang adanya upaya self regulation tersebut.Kebebasan dasar dan hak-hak dasar itulah yang disebut hak asasi manusia yang melekat pada manusia secara kodrati sebagai anugerah Tuhan Yang, Maha Esa. Hak-hak ini tidak dapat diingkari. Pengingkaran terhadap hak tersebut berarti mengingkari martabat kemanusiaan. Oleh karena itu, negara, pemerintah, atau organisasi apapun mengemban kewajiban untuk mengakui dan melindungi hak asasi manusia pada setiap manusia tanpa kecuali. Ini berarti bahwa hak asasi manusia harus selalu menjadi titik tolak, dan tujuan dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan benegara.Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjunjung tinggi hak asasi manusia serta yang menjamin segala warganegara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya (Pasal 27 ayat (1) UUD 1945). Hak warga negara dilindungi oleh negara baik warga negara dalam status tersangka ataupun sebagai warga negara yang bebas, dan tidak membedakan jenis kelamin, umur, suku agama dan lain-lain. Hak Konstitusional warganegara dalam bidang hukum antara lain meliputi, hak kesamaan di hadapan hukum (equality before the law), dan hak atas pengakuan, jaminan perlindungan, dan kepastian hukum yang adil, serta hak atas perlakuan yang sama dihadapan hukum. Hak warga negara merupakan hak asasi manusia yang dijamin didalam ketentuan Undang-Undang Dasar 1945 dalam Pasal 28A sampai dengan Pasal 28J.1Selain di dalam Undang-Undang Dasar 1945, perlindungan terhadap hak warga negara dijamin di dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) serta beberapa undangundang lain yang relevan. Ketentuan tersebut memperjelas bahwa negara menjamin perlindungan hak warga negara tanpa ada kecualinya. Asas yang mengatur perlindungan terhadap keluhuran harkat serta martabat manusia telah diletakkan didalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, harus ditegakkan dengan KUHAP. Adapun asas tersebut, antara lain pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang, setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, dan/atau dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap (asas praduga tidak bersalah/presumption of innounce). Warga negara yang menjadi tersangka dalam proses peradilan pidana tidak lagi dipandang sebagai obyek tetapi sebagai subyek yang mempunyai hak dan kewajiban dapat menuntut ganti rugi atau rehabilitasi apabila petugas salah tangkap, salah tahan, salah tuntut dan salah hukum. Selanjutnya, dalam proses pemeriksaan perkara pidana harus menjunjung tinggi penghargaan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia, mengacu pada prinsip,the right of due process of law (penegakan hukum harus dilakukan secara adil), di mana hak tersangka dilindungi, termasuk memberikan keterangan secara bebas dalam penyidikan dan dianggap sebagai bagian dari Hak Asasi Manusia, sebagai lawan dari proses yang sewenang-wenang (arbitrary process), yaitu bentuk penyelesaian hukum pidana yang semata-mata berdasarkan kekuasaan yang dimiliki oleh aparat hukum (polisi/penyidik), dan fair trial (proses peradilan yang jujur dan tidak memihak) dengan tetap menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia. Perlindungan hukum bagi tersangka dalam sistem hukum pidana nasional diatur dalam Bab VI KUHAP, salah satu hak tersebut, yaitu hak untuk diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang dimengerti olehnya tentang apa yang disangkakan atau didakwakan. Dalam prakteknya sering terjadi pelanggaran hak tersangka, ketentuan di dalam KUHAP seringkali diabaikan dan kurang dipahami oleh aparat kepolisian sebagai penegak hukum, terbukti kasus-kasus salah tangkap dan perlakuan kasar pada saat penyidikan sering terungkap di media informasi. Hal seperti ini merupakan bukti bahwa ketentuan KUHAP belum dipahami secara benar dan dilaksanakan dengan baik oleh aparat kepolisian. Walaupun telah ada bukti awal yang menguatkan tuduhan sebagai pelaku kejahatan, tersangka tetap berkedudukan sebagai manusia dengan hak asasi yang tidak boleh dilanggar. Terlebih apabila atas perbuatannya itu belum ada putusan hakim yang menyatakan tersangka bersalah. Tujuan diberikannya perlindungan hukum tersangka adalah untuk menghormati hak asasi tersangka, adanya kepastian hukum serta menghindari perlakuan sewenang-wenang dan tidak wajar bagi tersangka.1 Penyiksaan (Torture) sebuah kejahatan di bawah hukum internasional. Dilihat dari semua instrumen yang ada, penyiksaan adalah hal yang dilarang dan tidak bisa dibenarkan dalam keadaan apapun. Hak untuk tidak disiksa merupakan salah satu HAM yang bersifat pokok (core right) yang telah diatur dalam Pasal 5 UDHR, yaitu: No one shall be subjected to torture or to cruel, inhuman or degrading treatment or punishment. Pengaturan mengenai hal itu juga terdapat dalam Pasal 7 ICCPR, yaitu: No one shall be subjected to torture or to cruel, inhuman or degrading treatment or punishment. In particular, no one shall be subjected without his free consent to medical or scientific experimentation. 2Hak dan kewajiban dokter suatu tindakan yang dilakukan dokter secara material tidak bersifat melawan hukum, apabila memenuhi syarat-syarat berikut secara komulatif. Tindakan itu mempunyai indikasi medis dengan tujuan perawatan konkrit; dan dilakukan sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku di dalam bidang ilmu kedokteran; serta di izinkan oleh pasien.3

SkenarioSeorang dokter (kapten) yang bekerja di kesatuan khusus militer dipanggil oleh atasannya (colonel). Sang kolonel memberitahukan tentang situasi politik dan keamanan akhir-akhir ini yang telah dipenuhi dengan banyaknya kasus pengeboman. Suatu informasi intelijen juga menyatakan bahwa orang itu telah menempatkan bom di suatu mall, tapi tidak tahu dimana. Tentu saja apabila bom tersebut meeldak akan mengancam hidup banyak orang tak berdosa. Sang kolonel mengatakan kepad si kapten agar membantu anak buahnya dalam melakukan pemeriksaan terhadap tersangka yang mungkin akan ukup keras. Dokter diharapkan dapat menilai kesehatan tersangka dan memantau jalannya pemeriksaan. Dokter tersebut tahu bahwa dokter sebagai professional di bidang perikemanusiaan mestinya tidak boleh berpartisipasi dalam suatu pemeriksaan yang keras (penyiksaan untuk memperoleh pengakuan). Tapi di sisi lain banyak orang tak berdosa bisa menjadi korban.

PembahasanI. Aspek Hukum KepolisianDalam kasus ini, kolonel meminta dampingan untuk menjaga kesehatan seorang tersangka pemboman yang akan diinterogasi secara keras. Penulis mencoba untuk menilai dari dua sisi, yaitu sebagai dokter yang memiliki kode etik dan sebagai anggota kepolisian yang memiliki peraturan dan hukum kepolisian. Dari sisi kepolisian, tentu diutamakan untuk melaksanakan tugas dan diberikan wewenang untuk melakukan kewajiban sebagai pelindung dan pengayom masyarakat. Setiap tersangka yang dicurigai melakukan tindak pidana, tidak serta merta ditahan dan diinterogasi oleh pihak polisi namun memiliki langkah-langkah yang harus diikuti dan sesuai hukum. PenangkapanPasal 1 KUHAP(20) Penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan atau peradilan dalam hal serta cara yang diatur dalam undang-undang ini. Maka perlu diperhatikan bahwa seorang dapat ditangkap apabila melanggar suatu peraturan pidana dengan ada dugaan kuat yang didasarkan atas bukti permulaan yang cukup.4Pasal 19 KUHAP(1) Batas waktu penangkapan adalah satu hari.Pasal 28 KUHAPPenyidik dapat menangkap seorang yang diduga telah melakukan kejahatan terorisme berdasar bukti awal yang cukup sebagaimana dimaksud pasal 26 ayat 2 UU no. 15 tahun 2003 paling lama untuk 7x24 jam. Jadi, pada kasus ini yang merupakan kasus dugaan terorisme, dapat digunakan pasal 28 KUHAP mengenai penangkapan tersangka ini. Yang dimaksudkan pada pasal 28 KUHAP tersebut mengenai bukti awal yang cukup tertera dalam pasal 26 UU no. 15 tahun 2003 yaitu bukti awal yang cukup dapat berupa laporan intelijen, dan pada ayat 2 disebutkan bahwa penentuan apakah bukti awal sudah cukup harus diproses oleh ketua atau wakil ketua pengadilan negeri dan proses pemeriksaan dilakukan tertutup dalam waktu paling lama 3 hari. Setelah pemeriksaan selesai dilakukan dan diputuskan bahwa bukti telah cukup maka dapat dilakukan penyidikan. Pada kasus ini, sesuai dengan undang-undang, kepolisian telah mendapat laporan dari badan intelijen mengenai kecurigaan pelaku pengeboman. Maka setelah didapat bukti laporan, pemeriksaan bukti awal kemudian dilakukan oleh Ketua Pengadilan Negeri setempat dan setelah itu polisi melakukan penangkapan.4,5Selain pasal 26 UU no. 15 tahun 2003, terdapat pula penjelasan mengenai alat bukti pada kasus terorisme yang diatur dalam pasal 27 UU no. 15 tahun 2003, yaitu5:1. Alat bukti sebagaimana dimaksud dalam hukum acara pidana.2. Alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan3. Data, rekaman, atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan/atau didengar, yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apapun selain kertas, atau yang terekam secara elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada: tulisan, simbol, atau perforasi yang memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya.PenahananSetelah ditangkap, pelaku kemudian ditahan dan diinterogasi. Penahanan, menurut pasal 1 butir 21 KUHAP, adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. Penahanan dapat dilakukan setelah memenuhi kedua syarat yaitu syarat subjektif dan objektif. Syarat subjektif adalah alasan terkait dengan pribadi tersangka misalnya tersangka yang ditahan dengan adanya bukti yang cukup namun dikhawatirkan tersangka akan melakukan hal melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti, dan atau mengulangi tindak pidana. Syarat objektif berlaku pada pemenuhan ketentuan pasal 21 KUHAP yaitu melakukan tindak pidana dengan ancaman hukuman 5 tahun atau lebih atau tindak pidana lain yang diatur oleh undang-undang. Pada penahanan, polisi juga terikat pada ketentuan peraturan kepala kepolisian negara republik Indonesia no 8 tahun 2009 dalam pasal 15 sampai 21 bahwa seorang polisi wajib menghormati hak-hak asasi manusia termasuk milik tersangka atau terdakwa.4InterogasiSetelah tersangka teroris ini ditahan dengan bukti-bukti awal yang dinilai cukup, maka dilakukan upaya interogasi oleh pihak kepolisian. Interogasi adalah sebuah fungsi penyidikan. Tujuan dari dilakukannya interogasi adalah untuk mendapatkan dan mengumpulkan semua informasi tentang kejadian yang diselidiki serta tentang pelaku kejadian yang diselidiki serta tentang pelaku kejahatannya dan membuat si terdakwa mengakui kejahatannya. Di dalam kasus disebutkan bahwa pihak polisi berencana melakukan upaya kekerasan untuk mendapatkan informasi. Hal ini tidak dapat serta merta dilakukan. Untuk melakukan kekerasan ini akan disebut penyiksaan. Penyiksaan adalah suatu perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, sehingga menimbulkan rasa sakit atau penderitaan yang hebat, baik jasmani maupun rohani, pada seseorang untuk memperoleh pengakuan atau keterangan dari orang itu atau dari orang ketiga, dengan menghukumnya atas suatu perbuatan yang telah dilakukan atau diduga telah dilakukan oleh orang itu atau orang ketiga, atau untuk suatu alasan yang didasarkan pada setiap bentuk diskriminasi, apabila rasa sakit atau penderitaan tersebut ditimbulkan oleh, atas hasutan dari dengan persetujuan, atau sepengetahuan pejabat publik. Berbeda dengan penganiayaan yang dapat dilakukan siapa saja, penyiksaan biasanya dilakukan oleh pejabat pemerintah termasuk kepolisian.6Melakukan kekerasan dalam interogasi diperbolehkan, dengan syarat tertentu yaitu apabila: Upaya persuasif tidak berhasil Hanya untuk tujuan perlindungan dan penegakan HAM secara proporsional dengan tujuan yang sah Diarahkan untuk memperkecil terjadinya kerusakan dan luka baik bagi petugas maupun bagi masyarakat Digunakan apabila diperlukan dan untuk penegakan hukum Penggunaan kekerasan harus sebanding dengan pelanggaran dan tujuan yang hendak dicapai Harus meminimalisasi kerusakan dan cedera serta memelihara kehidupan manusia Harus memastikan bahwa bantuan medis dan penunjangnya diberikan kepada orang-orang yang terluka atau terkena dampak pada waktu sesegera mungkin Harus memastikan bahwa sanak keluarga atau teman dekat yang terluka atau terkena dampak diberitahu sesegera mungkin.Namun sebaiknya kekerasan ditempuh sebagai jalan terakhir ketika sudah tidak dapat dihindari lagi dan dengan masih berpegang pada prinsip-prinsip keadilan dan kemanusiaan. Kekerasan tidak ditempuh sebagai jalan pertama dan sebisa mungkin dihindari. Ada banyak cara untuk mendapatkan informasi misalnya dengan menginterogasi secara verbal dengan menilik sisi psikologis dan lingkungan tersangka. Maka sebagai seorang dokter polisi yang terikat kewajiban dan hukum polisi dan memiliki keterikatan dengan hukum dan etika kedokteran, merupakan suatu kewajiban untuk menasehati mendahulukan prosedur interogasi secara persuasif terlebih dahulu.

II. Kewajiban Moral DokterKewajiban moral seorang dokter ialah kewajiban seorang dokter yang mem-pertimbangkan nilai-nilai kemanusiaan. Beberapa dasar dalam kewajiban moral seorang dokter akan diuraikan berikut ini. Beuchamp and Childress (1994) menguraikan bahwa untuk mencapai suatu keputusan etik diperlukan 4 kaidah dasar moral (moral principle). Ke-4 kaidah dasar moral tersebut adalah:71. Menghormati martabat manusia (respect for person/autonomy). Menghormati martabat manusia. Pertama, setiap individu (pasien) harus diperlakukan sebagai manusia yang memiliki otonomi (hak untuk menentukan nasib diri sendiri), dan kedua, setiap manusia yang otonominya berkurang atau hilang perlu mendapatkan perlindungan. Pandangan Kant : otonomi kehendak = otonomi moral yakni : kebebasan bertindak, memutuskan (memilih) dan menentukan diri sendiri sesuai dengan kesadaran terbaik bagi dirinya yang ditentukan sendiri tanpa hambatan, paksaan atau campur-tangan pihak luar (heteronomi), suatu motivasi dari dalam berdasar prinsip rasional atauself-legislationdari manusia. Pandangan J. Stuart Mill : otonomi tindakan/pemikiran = otonomi individu, yakni kemampuan melakukan pemikiran dan tindakan (merealisasikan keputusan dan kemampuan melaksanakannya), hak penentuan diri dari sisi pandang pribadi.Menghendaki, menyetujui, membenarkan, mendukung, membela, membiarkan pasien demi dirinya sendiri = otonom (sebagai mahluk bermartabat).Didewa-dewakan di Anglo-American yang individualismenya tinggi. Kaidah ikutannya ialah :Tell the truth, hormatilah hak privasi liyan, lindungi informasi konfidensial, mintalah consent untuk intervensi diri pasien; bila ditanya, bantulah membuat keputusan penting.Erat terkait dengan doktrin informed-consent, kompetensi (termasuk untuk kepentingan peradilan), penggunaan teknologi baru, dampak yang dimaksudkan(intended)atau dampak tak laik-bayang (foreseen effects),letting die.b.Berbuat baik (beneficence). Selain menghormati martabat manusia, dokter juga harus mengusahakan agar pasien yang dirawatnya terjaga keadaan kesehatannya (patient welfare). Pengertian berbuat baik diartikan bersikap ramah atau menolong, lebih dari sekedar memenuhi kewajiban.Tindakan berbuat baik (beneficence) General beneficence: melindungi & mempertahankan hak yang lain mencegah terjadi kerugian pada yang lain, menghilangkan kondisi penyebab kerugian pada yang lain, Specific beneficence: menolong orang cacat, menyelamatkan orang dari bahaya.Mengutamakan kepentingan pasienMemandang pasien/keluarga/sesuatu tak hanya sejauh menguntungkan dokter/rumah sakit/pihak lainMaksimalisasi akibat baik (termasuk jumlahnya> akibat-buruk)Menjamin nilai pokok : apa saja yangada, pantas (elok) kita bersikap baik terhadapnya (apalagiadayg hidup).c.Tidak berbuat yang merugikan (non-maleficence). Praktik Kedokteran haruslah memilih pengobatan yang paling kecil risikonya dan paling besar manfaatnya. Pernyataan kuno:first, do no harm, tetap berlaku dan harus diikuti.Sisi komplementerbeneficencedari sudut pandang pasien, seperti :Tidak boleh berbuat jahat(evil) atau membuat derita (harm) pasienMinimalisasi akibat burukKewajiban dokter untuk menganut ini berdasarkan hal-hal :-Pasien dalam keadaan amat berbahaya atau berisiko hilangnya sesuatu yang penting-Dokter sanggup mencegah bahaya atau kehilangan tersebut-Tindakan kedokteran tadi terbukti efektif-Manfaat bagi pasien > kerugian dokter (hanya mengalami risiko minimal).Norma tunggal, isinya larangan.d.Keadilan (justice). Perbedaan kedudukan sosial, tingkat ekonomi, pandangan politik, agama dan faham kepercayaan, kebangsaan dan kewarganegaraan, status perkawinan, serta perbedaan jender tidak boleh dan tidak dapat mengubah sikap dokter terhadap pasiennya. Tidak ada pertimbangan lain selain kesehatan pasien yang menjadi perhatian utama dokter.Treat similar cases in a similar way = justice within morality.Memberi perlakuan sama untuk setiap orang (keadilan sebagaifairness) yakni :a.Memberi sumbangan relatif sama terhadap kebahagiaan diukur dari kebutuhan mereka (kesamaan sumbangan sesuai kebutuhan pasien yang memerlukan/membahagiakannya)b.Menuntut pengorbanan relatif sama, diukur dengan kemampuan mereka (kesamaan beban sesuai dengan kemampuan pasien). Tujuan : Menjamin nilai tak berhingga setiap pasien sebagai mahluk berakal budi (bermartabat), khususnya : yang-hak dan yang-baikJenis keadilan :a.Komparatif (perbandingan antar kebutuhan penerima)b.Distributif (membagi sumber) : kebajikan membagikan sumber-sumber kenikmatan dan beban bersama, dengan cara rata/merata, sesuai keselarasan sifat dan tingkat perbedaan jasmani-rohani; secara material kepada :Setiap orang andil yang samaSetiap orang sesuai dengan kebutuhannyaSetiap orang sesuai upayanya.Setiap orang sesuai kontribusinyaSetiap orang sesuai jasanyaSetiap orang sesuai bursa pasar bebasc.Sosial : kebajikan melaksanakan dan memberikan kemakmuran dan kesejahteraan bersama :Utilitarian : memaksimalkan kemanfaatan publik dengan strategi menekankan efisiensi social dan memaksimalkan nikmat/keuntungan bagi pasien.Libertarian : menekankan hak kemerdekaan social ekonomi (mementingkan prosedur adil > hasil substantif/materiil).Komunitarian : mementingkan tradisi komunitas tertentuEgalitarian : kesamaan akses terhadap nikmat dalam hidupyang dianggap bernilai oleh setiap individu rasional (sering menerapkan criteria material kebutuhan dan kesamaan).d.Hukum (umum) :Tukar menukar : kebajikan memberikan / mengembalikan hak-hak kepada yang berhak.pembagian sesuai dengan hukum (pengaturan untuk kedamaian hidup bersama) mencapai kesejahteraan umum.Prima Facie: dalam kondisi atau konteks tertentu, seorang dokter harus melakukan pemilihan 1 kaidah dasar etik ter-absah sesuai konteksnya berdasarkan data atau situasi konkrit terabsah (dalam bahasa fiqh ilat yang sesuai). Inilah yang disebut pemilihan berdasarkan asas prima facie.8 Norma dalam etika kedokteran (EK) :Merupakan norma moral yang hirarkinya lebih tinggi dari norma hukum dan norma sopan santun (pergaulan)Fakta fundamental hidup bersusila :Etika mewajibkan doktersecara mutlak, namun sekaligustidak memaksa. Jadi dokter tetapbebas,. Bisa menaati atau masa bodoh. Bila melanggar : insan kamil (kesadaran moral = suara hati)nya akan menegur sehingga timbul rasa bersalah, menyesal, tidak tenang.Sifat Etika Kedokteran :1. Etika khusus (tidak sepenuhnya sama dengan etika umum)2. Etika sosial (kewajiban terhadap manusia lain / pasien).3. Etika individual (kewajiban terhadap diri sendiri= selfimposed, zelfoplegging)4. Etika normatif (mengacu ke deontologis, kewajiban ke arah norma-norma yang seringkali mendasar dan mengandung 4 sisi kewajiban= gesinnungyakni diri sendiri, umum, teman sejawat dan pasien/klien & masyarakat khusus lainnya)5. Etika profesi (biasa):bagian etika sosial tentang kewajiban & tanggungjawab profesibagian etika khusus yang mempertanyakan nilai-nilai, norma-norma/kewajiban-kewajiban dan keutamaan-keutamaan moralSebagian isinya dilindungi hukum, misal hak kebebasan untuk menyimpan rahasia pasien/rahasia jabatan (verschoningsrecht)Hanya bisa dirumuskan berdasarkan pengetahuan & pengalaman profesi kedokteran.Untuk menjawab masalah yang dihadapi (bukan etika apriori); karena telah berabad-abad, yang-baik & yang-buruk tadi dituangkan dalam kode etik (sebagai kumpulan norma atau moralitas profesi)Isi : 2 norma pokok :sikap bertanggungjawab atas hasil pekerjaan dan dampak praktek profesi bagi orang lain;bersikap adil dan menghormati Hak Asasi Manusia (HAM).6. Etika profesi luhur/mulia :Isi : 2 norma etika profesi biasa ditambah dengan :Bebas pamrih (kepentingan pribadi dokter < style="">Adaidealisme : tekad untuk mempertahankan cita-cita luhur/etos profesi = lesprit de corpse pour officium nobile7.Ruang lingkup kesadaran etis : prihatin terhadap krisis moral akibat pengaruh teknologisasi dan komersialisasi dunia kedokteran.Sedangkan rules derivatnya adalah veracity (berbicara benar, jujur, terbuka), privacy (menghormati hak privasi pasien), confidentiality (menjaga kerahasiaan pasien), dan fidelity (loyalitas dan promise keeping).7Selain prinsip atau kaidah dasar moral, profesional kedokteran juga mengenal etika profesi sebagai panduan bersikap dan berperilaku. Nilai-nilai dalam etika profesi tercermin di dalam sumpah dokter dan kode etik kedokteran. Sumpah dokter berisikan suatu kontrak kewajiban moral antara dokter dengan Tuhannya, sedangkan kode etik kedokteran berisikan kontrak kewajiban moral antara dokter dengan peer-groupnya, yaitu masyarakat profesinya.7Baik sumpah dokter maupun kode etik kedokteran berisikan sejumlah kewajiban moral yang melekat kepada para dokter. Meskipun kewajiban tersebut bukanlah kewajiban hukum sehingga tidak dapat dipaksakan secara hukum, namun kewajiban moral tersebut haruslah menjadi pemimpin dari kewajiban dalam hukum kedokteran.7Jika meninjau kasus dari segi kewajiban moral berdasarkan hal-hal yang telah dibahas di atas, seharusnya sebagai dokter, tidak memperkenankan para polisi melakukan tindak penyiksaan kepada tersangka, yang mana, dalam kasus juga disebutkan bahwa tujuan dokter ikut menginterogasi adalah untuk menjaga kesehatan tersangka, artinya disini telah terjadi hubungan dokter-pasien pada dokter dan tersangkanya. Jika dokter mendukung adanya penyiksaan terhadap tersangka, artinya dokter telah melanggar sumpah dan kode etik kedokterannya.7Dalam hal seorang dokter diduga melakukan pelanggaran etika kedokteran (tanpa melanggar norma hukum), maka ia akan dipanggil dan disidang oleh Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) IDI untuk dimintai pertanggungjawaban (etik dan disiplin) profesinya.7

28 Pelanggaran Disiplin Kedokteran9Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia No 4 tahun 2011 tentang Disiplin Profesional Dokter dan Dokter Gigi Indonesia1. Melakukan praktik kedokteran dengan tidak kompeten2. Tidak merujuk pasien kepada dokter atau dokter gigi lain yang memiliki kompetensi sesuai3. Mendelegasikan pekerjaan kepada tenaga kesehatan tertentu yang tidak memiliki kompetensi untuk melakukan melaksanakan pekerjaan tersebut4. Menyediakan dokter atau dokter gigi pengganti sementara yang tidak memiliki kompetensi dan kewenangan sesuai, atau tidak melakukan pemberitahuan perihal penggantian tersebut5. Menjalankan praktik kedokteran dalam kondisi tingkat kesehatan fisik atau mental sedemikian rupa sehingga tidak kompeten dan dapat membahayakan pasien6. Dalam penatalaksanaan pasien, melakukan yang seharusnya tidak dilakukan atau tidak melakukan yang seharusnya dilakukan, sesuai dengan tanggung jawab profesionalnya, tanpa alasan pembenar atau pemaaf yang sah, sehingga dapat membahayakan pasien7. Melakukan pemeriksaan atau pengobatan berlebihan yang tidak sesuai dengan kebutuhan pasien8. Tidak memberikan penjelasan yang jujur, etis dan memadai (adequate information) kepada pasien atau keluarganya dalam melakukan praktik kedokteran9. Melakukan tindakan medik tanpa memperoleh persetujuan dari pasien atau keluarga dekat atau wali atau pengampunya10. Dengan sengaja, tidak membuat atau menyimpan rekam medik, sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan atau etika profesi11. Melakukan perbuatan yang bertujuan untuk menghentikan kehamilan yang tidak sesuai dengan ketentuan, sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan dan etika profesi12. Melakukan perbuatan yang dapat mengakhiri kehidupan pasien atas permintaan sendiri atau keluarganya13. Menjalankan praktik kedokteran dengan menerapkan pengetahuan atau keterampilan atau teknologi uang belum diterima atau diluar tata cara praktik kdeokteran yang layak14. Melakukan penelitian dalam praktek kedokteran dengan menggunakan manusia sebagai subjek penelitian, tanpa memperoleh persetujuan etik (ethnical clearance) dari lembaha yang diakui pemerintah15. Tidak melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, padahal tidak membahayakan dirinya, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya16. Menolak atau menghentikan tindakan pengobatan terhadap pasien tanpa alasan yang layak dan sah sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan atau etika profesi17. Membuka rahasia kedokteran, sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan atau etika profesi18. Membuat keterangan medik yang tidak didasarkan kepada hasil pemeriksaan yang diketahuinya secara benar dan patut19. Turut serta dalam perbuatan yang termasuk tindakan penyiksaan (torture) atau eksekusi hukuman mati20. Meresepkan atau memberikan obat golongan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya (NAPZA) yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan etika profesi21. Melakukan pelecehan seksual, tindakan intimidasi atau tindakan kekerasan terhadap pasien, ditempat praktik22. Menggunakan gelar akademik atau sebutan profesi yang bukan haknya23. Menerima imbalan sebagai hasil dari merujuk atau meminta pemeriksaan atau memberikan resep obat / alat kesehatan24. Mengiklankan kemampuan / pelayanan atau kelebihan kemampuan / pelayanan yang dimiliki, baik lisan maupun tulisan, yang tidak benar atau menyesatkan25. Ketergantungan pada narkotika, psikotropika, alcohol serta zat adiktif lainnya26. Berpraktik dengan menggunakan Surat Tanda Registrasi (STR) atau Surat Izin Praktik (SIP) dan / atau sertifikat kompetensi yang tidak sah27. Ketidakjujuran dalam menentukan jasa medik28. Tidak memberikan informasi, dokumen dan alat bukti lainnya yang diperlukan MKDKI untuk pemeriksaan atas pengaduan dugaan pelanggaran disiplinSesuai UU no 29 tahun 2004, MKDKI (Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia) adalah Majelis yang berwewenang menentukan ada atau tidaknya kesalahan yang dilakukan oleh dokter dan dokter gigi dalam penerapan disiplin ilmu kedokteran dan ilmu kedokteran gigi dan menetapkan sanksi. Sanksi disiplin yang diberikan MKDKI sesuai UU no 29 Tahun 2004 pasal 69 ayat (3): 1. Pemberian peringatan tertulis 2. Rekomendasi pencabutan STR atau SIP. (rekomendasi pencabutan STR atau SIP sementara selama-lamanya 1 tahun, atau rekomendasi pencabutan STR atau SIP tetap atau selama-lamanya) 3. Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan kedokteran dan kedokteran gigi. ( dapat berupa: pendidikan formal, pelatihan dalam pengetahuan dan atau ketrampilan, magang, sekurang-kurangnya 3 bulan dan paling lama 1 tahun).

III. Hak Asasi ManusiaHAM / Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada diri setiap manusia sejak awal dilahirkan yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat diganggu gugat siapa pun. Sebagai warga negara yang baik kita mesti menjunjung tinggi nilai hak azasi manusia tanpa membeda-bedakan status, golongan, keturunan, jabatan, dan lain sebagainya.Melanggar HAM seseorang bertentangan dengan hukum yang berlaku di Indonesia. Hak asasi manusia memiliki wadah organisasi yang mengurus permasalahan seputar hak asasi manusia yaitu Komnas HAM. Kasus pelanggaran ham di Indonesia memang masih banyak yang belum terselesaikan / tuntas sehingga diharapkan perkembangan dunia ham di Indonesia dapat terwujud ke arah yang lebih baik. Salah satu tokoh ham di Indonesia adalah Munir yang tewas dibunuh di atas pesawat udara saat menuju Belanda dari Indonesia.Pembagian Bidang, Jenis dan Macam Hak Asasi Manusia Dunia :1. Hak asasi pribadi/personal Right-Hak kebebasan untuk bergerak, bepergian dan berpindah-pndah tempat- Hak kebebasan mengeluarkan atau menyatakan pendapat- Hak kebebasan memilih dan aktif di organisasi atau perkumpulan-Hak kebebasan untuk memilih, memeluk, dan menjalankan agama dan kepercayaan yang diyakini masing-masing.2. Hak asasi politik/Political Right-Hak untuk memilih dan dipilih dalam suatu pemilihan-hak ikut serta dalam kegiatan pemerintahan-Hak membuat dan mendirikan parpol/partai politik dan organisasi politik lainnya-Hak untuk membuat dan mengajukan suatu usulan petisi.3. Hak azasi hukum/Legal Equality Right-Hak mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan-Hak untuk menjadi pegawai negeri sipil/pns-Hak mendapat layanan dan perlindungan hokum.4. Hak azasi Ekonomi/Property Rigths-Hak kebebasan melakukan kegiatan jual beli-Hak kebebasan mengadakan perjanjian kontrak-Hak kebebasan menyelenggarakan sewa-menyewa, hutang-piutang, dll-Hak kebebasan untuk memiliki susuatu-Hak memiliki dan mendapatkan pekerjaan yang layak.5. Hak Asasi Peradilan/Procedural Rights-Hak mendapat pembelaan hukum di pengadilan-Hak persamaan atas perlakuan penggeledahan, penangkapan, penahanan dan penyelidikan di mata hukum.6. Hak asasi sosial budaya/Social Culture Right-Hak menentukan, memilih dan mendapatkan pendidikan-Hak mendapatkan pengajaran-Hak untuk mengembangkan budaya yang sesuai dengan bakat dan minat.Pada amandemen kedua UUD 1945 ditetapkan penambahan bab baru, yaitu bab XA (Pasal 28 A sampai dengan Pasal 28 J) yang mengatur Hak Asasi Manusia. Beberapa pasal diantaranya, mengatur mengenai perlindungan hukum terhadap diri pribadi manusia yang menjunjung tinggi prinsip; equality before the law (sesuai asas-asas hukum di dalam KUHAP), yaitu : Pasal 28 A, berbunyi : Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya. Pasal 28 D, berbunyi : (1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. Pasal 28 G, berbunyi : (1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi. (2) Setiap orang untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain. Pasal 28 I, berbunyi : (1) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak di perbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. (2) Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu. Pasal 28 J, berbunyi : (1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.(2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis. Disebutkan pula, mengenai tanggungjawab pelaksanaan perlindungan hak ini, tercantum dalam Pasal 28 I ayat (4) dan ayat (5), yang berbunyi : (4) Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggungjawab negara, terutama pemerintah. (5) Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan

Kedokteran PolisiPusat Kedokteran dan Kesehatan (Pusdokkes) Polri adalah unsur Pelaksana Pusat POLRI yang bertugas pokok membina dan menyelenggarakan fungsi kedokteran dan kesehatan POLRI dalam rangka mendukung tugas POLRI dalam bentuk Dukungan Kesehatan dan Pelayanan Kesehatan sesuai dengan Visi dan Misi Dokkes PolriFungsi Dukungan Kesehatan adalah penerapan ilmu kedokteran dalam mendukung fungsi pokok POLRI antara lain dalam rangka pelaksanaan Scientific Crime Investigation, Kesehatan Lapangan, Intelkam, Lalu lintas dan lain-lain berupa dukungan Kedokteran Kepolisian (vide UU No. 2, 2002, tentang POLRI) dan Kesehatan Kesamaptaan Kepolisian.Fungsi Pelayanan Kesehatan diselenggarakan bagi Anggota/PNS Polri beserta keluarga dan Masyarakat umum sebagai bagian dari kegiatan pengabdian masyarakat dari jajaran POLRI.

Sumpah DokterDemiAllah, saya bersumpah bahwa:Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan perikemanusiaan;Saya akan memberikan kepada guru-guru saya penghormatan dan pernyataan terima kasih yang selayaknya; Saya akan menjalankan tugas saya dengan cara yang berhormat dan bermoral tinggi, sesuai dengan martabat pekerjaan saya; Kesehatan penderita senantiasa akan saya utamakan; Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena pekerjaan saya dan karena keilmuan saya sebagai dokter; Saya akan memelihara dengan sekuat tenaga martabat dan tradisi luhur jabatan kedokteran; Saya akan memperlakukan teman sejawat saya sebagai mana saya sendiri ingin diperlakukan; Dalam menunaikan kewajiban terhadap penderita, saya akan berikhtiar dengan sungguh-sungguh supaya saya tidak terpengaruh oleh pertimbangan keagamaan, kebangsaan, kesukuan, politik kepartaian, atau kedudukan sosial;Saya akan menghormati setiap hidup insani mulai dari saat pembuahan; Sekalipun diancam, saya tidak akan mempergunakan pengetahuan kedokteran saya untuk sesuatu yang bertentangan dengan hukum perikemanusiaan;Saya ikrarkan sumpah ini dengan sungguh-sungguh dan dengan mempertaruhkan kehormatan diri saya.

KODE ETIK KEDOKTERAN INDONESIA7Kewajiban UmumPasal 1Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati, dan mengamalkan sumpah dokter

Pasal 2Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standar profesi yang tertinggi

Pasal 3Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi

Pasal 4Setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang memuji diri

Pasal 5Tiap perbuatan atau nasehat yang mungkin melemahkan daya tahan psikis maupun fisik hanya diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien, setelah mendapat persetujuan pasien

Pasal 6Setiap dokter harus senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan menerapkan setiap penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan hal-hal yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat

Pasal 7Seorang dokter hanya memberi surat keterangan atau pendapat yang telah diperiksa sendiri kebenarannya

Pasal 7aSeorang dokter harus dalam setiap praktek medisnya, memberikan pelayanan medis yang kompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang, dan penghormatan atas martabat manusia

Pasal 7bSeorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan teman sejawatnya, dan berupaya mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui memiliki kekurangan dalam karakter atau kompetensi, atau yang melakukan penipuan atau penggelapan dalam menangani pasien

Pasal 7cSeorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya, dan hak tenaga kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien

Pasal 7dSetiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk insani

Pasal 8Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter harus memperhatikan kepentingan masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh (promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif), baik fisik maupun psikososial, serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat sebenar-benarnya

Pasal 9Setiap dokter dalam bekerja sama dengan para pejabat di bidang kesehatan dan bidang lainnya serta masyarakat, harus saling menghormati

Kewajiban Dokter Terhadap PasienPasal 10Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan ketrampilannya untuk kepentingan pasien. Dalam hal ini ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, maka atas persetujuan pasien, ia wajib merujuk pasien kepada dokter yang mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut

Pasal 11Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa dapat berhubungan dengan keluarga dan penasehatnya dalam beribadat atau dalam masalah lainnya

Pasal 12Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia

Pasal 13Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu memberikannya

KesimpulanDokter polisi adalah dokter yang bekerja dibawah institusi yang secara tidak langsung harus mengedepankan kewajiban dari institusi tersebut dalam upaya penyidikan (walaupun penyidikan menggunakan metode interogasi yang agak keras). Harus dipastikan, bahwa prosedur penahanan tersangka telah mencukupi persyaratan, dan telah terpenuhnya syarat akan dilakukan daya paksa pada tersangka demi mendapatkan informasi, untuk menghindari ledakan bom yang akan menjatuhkan banyak korban jiwa. Dan sebagai dokter polisi, dokter akan memastikan kesiapan pasien dalam menerima daya paksa dalam interogasi, maupun memastikan adanya bantuan medis untuk tersangka setelah daya paksa selesai.

Daftar Pustaka :1. Mujiyono AS. Analisis perlindungan hokum hak tersangka dan potensi pelanggarannya pada penyidikan perkara pidana . Surakarta : Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret,2009; hal 1-552. Sujatmoko A. Penahanan (detention) dan penyiksaan (torture) dalam hukum HAM internasional. Available at: http://sekartrisakti.wordpress.com/2011/05/18/penahanan-detention-dan-penyiksaan-torture-dalam-hukum-ham-internasional/. accessed April 12, 2012. 3. Wiradharma D, Hartat DS. Penuntun kuliah hukum kedokteran. Jakarta: Sagung seto; 2010.4. Wirantaprawira WR. Indonesian law information center: kitab undang-undang hukum acara pidana (KUHAP) nomor 8 tahun 1981. Available at http://www.wirantaprawira.de/law/criminal/kuhap/index.html#babI. Accessed April 10, 2012.5. Kementrian koordinator bidang kesejahteraan rakyat. UU nomor 15 tahun 2003 tentang terorisme. Available at http://www.menkokesra.go.id/node/335. Accessed April 10, 2012.6. Banirisset.com: narkotika, HIV AIDS, sosial dan lainnya. Torture = penyiksaan. Available at http://banirisset.com/2008/07/penyiksaan-itu-adalah-torture.html. Accessed April 10, 2012.7. Sampurna B, Syamsu Z, Siswaja TD. Bioetik dan hukum kedokteran. Jakarta: Pustaka Dwipar; 2007;hal 30-2, 49.8. Agus Purwadianto, Segi Kontekstual Pemilihan Prima Facie Kasus Dilemma Etik dan Penyelesaian Kasus Konkrit Etik, dalam bahan bacaan Program Non Gelar Blok II FKUI Juni 20079. Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal. Kompilasi peraturan perundang-undangan terkait praktik kedokteran. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014; hal 100-1.

20