PBL 16-Dispepsia Fungsional

24
Manifestasi klinis, Pemeriksaan, dan Terapi Dispepsia Fungsional Stella B8 / 102013239 Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana Jl. Terusan Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510 Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731 [email protected] Abstrak: Dyspepsia adalah kumpulan gejala (syndrome) yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah, kembung, cepat kenyang, rasa penuh, sendawa, regurgitasi, dan rasa panas yang menjalar ke dada. Di kalangan masyarakat awam, mungkin kita mengenal dyspepsia sebagai maag (lambung) sebagai penyakit yang sering terjadi dan wajar jika terlambat makan. Dyspepsia dapat terjadi karena banyak hal, misalnya karena tonus otot gaster berkurang, atau meningkatnya sekresi asam lambung karena faktor psikologis. Sehingga dyspepsia akan menimbulkan rasa nyeri ulu hati dan rasa penuh pada abdomen. Untuk mendiagnosis dyspepsia kita dapat menggunakan endoskopi, setelah mendapatkan hasil, kita bisa melakukan terapi dengan obat yang sesuai. Kata kunci: dyspepsia fungsional, gaster, regurgitasi, heart burn Abstract 1

description

makalah Dispepsia fungsional

Transcript of PBL 16-Dispepsia Fungsional

Manifestasi klinis, Pemeriksaan, dan Terapi Dispepsia FungsionalStellaB8 / 102013239Fakultas Kedokteran Universitas Krida WacanaJl. Terusan Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510 Telp. 021-56942061 Fax. [email protected]:Dyspepsia adalah kumpulan gejala (syndrome) yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah, kembung, cepat kenyang, rasa penuh, sendawa, regurgitasi, dan rasa panas yang menjalar ke dada. Di kalangan masyarakat awam, mungkin kita mengenal dyspepsia sebagai maag (lambung) sebagai penyakit yang sering terjadi dan wajar jika terlambat makan. Dyspepsia dapat terjadi karena banyak hal, misalnya karena tonus otot gaster berkurang, atau meningkatnya sekresi asam lambung karena faktor psikologis. Sehingga dyspepsia akan menimbulkan rasa nyeri ulu hati dan rasa penuh pada abdomen. Untuk mendiagnosis dyspepsia kita dapat menggunakan endoskopi, setelah mendapatkan hasil, kita bisa melakukan terapi dengan obat yang sesuai. Kata kunci: dyspepsia fungsional, gaster, regurgitasi, heart burnAbstractDyspepsia is a collection of symptoms (syndrome) which consists of pain or discomfort in the epigastrium, nausea, vomiting, bloating, early satiety, full flavor, belching, regurgitation, and a burning sensation radiating to the chest. Among ordinary people, may we recognize as an maag (stomach) as the disease is common and natural for a late meal. Dyspepsia can occur due to many things, such as gastric muscle tone is reduced, or increased gastric acid secretion due to psychological factors. So dyspepsia will cause heartburn and early satiety. For diagnosing dyspepsia we can use the endoscope, after getting results, we can do therapy with the appropriate medication.Keywords :functional dyspepsia, gaster, regurgitation, heart burn

PendahuluanSkenario 1: Seorang perempuan 25 tahun datang ke poliklinik umum dengan keluhan nyeri ulu hati sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Sebenarnya keluhan ini sudah sering menggangu dan hilang timbul sejak 1 tahun yang lalu. Biasanya pasien minum obat maag dari warung dan keluhan berkurang.

Dyspepsia berasal dari bahasa yunani dys yang berarti buruk dan peptein yang berarti pencernaan, adalah kumpulan gejala (syndrome) yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah, kembung, cepat kenyang, rasa penuh, sendawa, regurgitasi, dan rasa panas yang menjalar ke dada. Dalam konsensus Roma II tahun 2000 disepakati bahwa definisi dyspepsia adalah rasa sakit atau tidak nyaman yang bersumber dari bagian atas abdomen. Di kalangan masyarakat awam, mungkin kita mengenal dyspepsia sebagai maag (lambung) sebagai penyakit yang sering terjadi dan wajar jika terlambat makan. Sebenarnya apa itu dyspepsia? Pada makalah ini penulis akan mengkaji tentang apa itu dyspepsia, bagaimana mekanisme terjadinya, manifestasi klinis dan terapi.1,2

AnamesisAnamnesis adalah teknik wawancara antara dokter dan pasien yang mengarahkan masalah pasien ke diagnosis penyakit tertentu. Anamnesis dapat dilakukan langsung terhadap pasien (auto anamnesis) dan tidak langsung kepada keluarganya atau orang terdekat (allo anamnesis).1Dalam anamnesis akan ditanyakan poin-poin seperti berikut. (1) Identitas meliputi nama lengkap pasien, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, alamat, pendidikan, pekerjaan, suku bangsa, status perkawinan, dan agama. (2) Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan pasien yang membawa si pasien pergi ke dokter dan mencari pertolongan, disertai dengan indikator waktu, seperti berapa lama pasien mengalami hal itu. (3) Riwayat penyakit sekarang merupakan cerita yang kronologis, terinci, dan jelas mengenai keadaan pasien sejak sebelum keluhan utama sampai pasien datang berobat. Meliputi perincian tentang lokasi, kualitas, kuantitas, waktu terjadinya, faktor yang meredakan atau memperburuk gejala. (4) Riwayat kesehatan masa lalu, seperti hubungan antara penyakit yang pernah diderita dulu dan sekarang, obat yang pernah diminum, dan berbagai pemeriksaan dan hasilnya. (5) Riwayat keluarga, yaitu diagram usia dan kesehatan, atau usia dan penyebab kematian dari setiap hubungan keluarga yang paling dekat mencakup kakek-nenek, orang tua, saudara kandung, anak dan (6) Riwayat Pribadi dan Sosial meliputi data sosial, ekonomi, pendidikan, dan kebiasaan.1

Untuk anamnesis penyakit gastrointestinal, kita bisa menambahkan beberapa pertanyaan sesuai dengan keluhan. Keluhan nyeri perut sendiri dapat berasal dari rangsang mekanik (regangan, spasme) atau kimiawi (iskemia, inflamasi). Pendekatan diagnostic yang bisa dilakukan adalah menanyakan lokasi nyeri, kualitas, intensitas, faktor memperberat dan memperingan: (1) Lokasi nyeri menandakan dugaan penyakit berdasar lokasi anatomis. Nyeri di epigastrium menandakan ada yang salah pada gaster, pancreas, dan duodenum. Nyeri di periumbilikus menandakan penyakit mengenai usus halus. Nyeri di kuadran kanan atas yaitu hati, duodenum, kantung empedu, yang terakhir nyeri di kuadran kiri atas mungkin mengarah ke pancreas, limpa, kolon, ginjal, atau gaster. (2) Kualitas nyeri, rasa nyeri kolik (bertambah dan berkurang pada suatu siklus) seperti pada obstruksi intestinal dan bilier, rasa nyeri tumpul seperti pada batu ginjal, rasa seperti diremas pada kolesistitis, rasa panas seperti esofagitis, dan rasa nyeri tumpul yang menetap seperti appendicitis. (3) Intensitas nyeri dapat menandakan penyakit, misalnya perforasi abdomen memiliki intensitas nyeri yang sangat tinggi. (4) Faktor memperberat dan memperingan, sakit yang dapat dihilangkan dengan antasida dapat diperkirakan merupakan tukak peptic, nyeri pada penyakit pancreas terjadi setelah makan. Pada penyakit kolon, nyeri hilang setelah buang air besar.1,3

Kemudian tanyakan obat yang mungkin berefek samping pada nyeri abdomen seperti OAINS, lalu obat yang bisa menutupi nyeri (kortikosteroid), tanyakan riwayat alcohol sebagai penyebab nyeri (pancreatitis).3Untuk penatalaksanaan dyspepsia, kita juga harus menanyakan apakah ada tanda alarm yaitu: mual dan muntah, penurunan berat badan, anemia, hematemesis melena, pengobatan dengan terapi empiric gagal, dan disfagia.1

Hasil anamnesis pasien pada kasus, pencetus adalah sering adalah terlambat makan dan makan makanan pedas, penurunan berat badan, muntah, BAB hitam disangkal. Penurunan berat badan, muntah dan BAB hitam merupakan tanda alarm, artinya alarm sign negative.

Pemeriksaan fisikUntuk memudahkan pemeriksaan fisik, kita dapat membagi abdomen dalam beberapa region abdomen, yang pertama dengan menarik garis tegak lurus terhadap garis median melalui umbilicus. Dengan ini terbagilah abdomen menjadi 4 kuadran: kanan atas, kanan bawah, kiri atas, dan kiri bawah. Pembagian yang lebih spesifik dengan menarik dua garis sejajar dengan garis median dan dua garis transversal yaitu yang menghubungkan dua titik paling bawah dari arcus costae dan satu garis lagi yang menghubungkan kedua SIAS. Berdasarkan pembagian yang lebih rinci ini, abdomen menjadi 9 regio yaitu: regio epigastrium, hipokondrium kanan, hipokondrium kiri, umbilicus, lumbal kanan, lumbal kiri, suprapubik, iliaka kanan dan iliaka kiri.1,4Ada beberapa titik dan garis yang sudah disepakati seperti titik mc burney di 1/3 lateral dari garis yang menghubungkan SIAS dan umbilicus. Kemudia garis schuffner yaitu garis yang menghubungkan arcus costa kiri ke umbilicus dan diteruskan ke SIAS, dibagi menjadi 8 titik, dengan umbilicus sebagai titik 4. Saat melakukan pemeriksaan fisik, sebaiknya kantong kemih dikosongkan terlebih dahulu.1,4Yang akan diperiksaan ialah bagian abdomen pada keempat quadran abdomen dengan melakukan teknik inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi: (1) Inspeksi, memperhatikan kulit bagian abdomen (jaringan parut, striae, dilatasi vena). Kontur abdomen (cekung, rata, cembung), kesimetrisan abdomen, benjolan atau massa, gerakan peristatik usus. Pada keadaan normal, dinding abdomen simetris dan tidak terlihat gerak peristaltic. (2) Palpasi, dilakukan dengan lembut untuk mengetahui adanya : nyeri tekan abdomen, nyeri lepas, massa, rigiditas otot menggunakan ruas distal jari-jari. Palpasi dalam dilakukan untuk mengetahui batas-batas abdomen, cari pembesaran massa tumor, apakah hati, limpa, empedu membesar, kemudian periksa ginjal apakah ballottement positif atau negative. (3) Perkusi, membantu untuk mengetahui distribusi gas dalam abdomen, massa padat, atau cairan serta batas-batas organ (kantung empedu, menentukan ukuran hati dan limpa), menentukan penyebab distensi abdomen: penuh gas (timfani), massa tumor (redup-pekak) dan asites. Perkusi membantu menentukan apakah abdomen lebih banyak air atau gas. Pada keadaan normal suara timfani, kecuali hati suara pekak. Bertambahnya bunyi timfani menandakan adanya udara bebas, seperti pada perforasi usus. Dalam keadaan adanya cairan dalam rongga perut, perkusi di atas dinding perut mungkin timfani dan di sampingnya pekak. Dengan memindah mindahkan pasien miring ke satu sisi, maka bunyi pekak ini akan berpindah pindah(shifting dullness). Fenomena papan catur, perkusi dinding perut ditemukan timfani dan redup yang berpindah seperti pada peritonitis TBC.(4) Auskultasi ,mendengarkan bising usus pasien, apakah normal (5-34 kali per menit), hiperperistaltik, atau bising usus dibawah normal.1-4Hasil pemeriksaan fisik, ditemukan nyeri tekan ringan regio epigastrium.

Diferensial diagnosisGastroesofageal refluks disease (GERD)Manifestasi klinis dari GERD adalah nyeri ulu hati atau nyeri retrosternal bagian bawah. Rasa sering dideskripsikan sebagai heart burn, disfagia, mual, regurgitasi, rasa pahit di lidah. Gejala bertambah saat malam hari saat berbaring terlentang. Untuk menegakkan diagnosis GERD maka kita harus melakukan endoskopi saluran cerna bagian atas untuk menemukan mucosal break di esophagus. Jika tidak menemukan mucosal break, maka disebut NERD ( Non erosife refluks disease).1,5Pada pemeriksaan radiologi tidak begitu jelas, tetapi dapat ditemukan penebalan dinding dan lipatan mukosa, ulkus atau penyempitan lumen. Pemeriksaan endoskopi adalah gold standart di Indonesia untuk penyakit GERD. Terapi yang diberikan adalah terapi yang meringankan gejala, seperti menghentikan segala sesuatu yang bisa menurunkan tonus LES (obat teofilin, rokok, alcohol), menghentikan segala sesuatu yang menyebabkan peningkatan distensi lambung dan meningkatkan tek intrabdominal.1Dispepsia ec Gastritis Gastritis adalah inflamasi mukosa lambung. Gastritis berdasarkan manifestasi klinisnya dibagi menjadi gastritis akut dan kronik. (1) Gastritis akut, penyebab terbanyak adalah infeksi Helicobacter pylori (Hp). Didapati rasa nyeri epigastrium mendadak, disetai mual dan muntah. Pemeriksaan endoskopi memperlihatkan eritem, eksudatif, flat and raised erosion, pendarahan dan edema. Pada pemeriksaan histopatologi ditemukan infiltrasi neutrofil dengan edema dan hyperemia. (2) Gastritis kronis, menunjukkan dominasi limfosit dan sel plasma pada gambaran histopatologisnya. Penyebab terbanyak gastritis kronik ialah infeksi Helicobacter pylori dan OAINS.1,5,6a. Gastritis kronik akibat Hp:Sebanyak 80% gastritis kronis H. pylori asimtomatik, 10-20% berkembang menjadi ulkus peptic dan 0,1-4 % menjadi karsinoma lambung. Pada tingkat sekresi asam lambung normal, kolonisasi Hp kebanyakan pada antrum. Pemeriksaan yang dianjrkan adalah serologi Hp yaitu IgG dan IgM, uji nafas urea dan antigen tinja.b. Gastropati obat antiinflamasi non steroid (OAINS)Faktor risiko mendapat gastropati OAINS adalah riwayat ulkus peptikum, usia diatas 60 tahun, terapi lebih dari 1 macam OAINS dan terapi OAINS bersama steroid. Gejala klinik, bisa asimtomatik (30-40%),namun umumnya bermanifestasi sebagai sindroma dispepsia, terutama rasa nyeri.

Gejala klinik yang ditimbulkan pada gastritis ialah keluhan nyeri ulu hati disertai mual muntah, yang membaik oleh antasida tetapi sebagai penegak diagnosis kita harus melakukan endoskopi dan histopatologi dan menemukan hasil seperti yang dijelaskan diatas.1

Dispepsia ec Ulkus peptikDefinisi ulkus atau tukak peptik adalah defek berukuran diatas 5mm, kedalaman mencapai lapisan submukosa. Ulkus peptik dapat menembus mukosa muskularis sampai lapisan serosa sehingga dapat terjadi perforasi. Ulkus peptik terdiri dari ulkus lambung dan ulkus duodenum. 1,5Patogenesis terjadi karena faktor agresif lebih kuat dari faktor defensive. Faktor agresif yaitu H pylori dan OAINS. Selain itu pengaruh rokok, stres, malnutrisi, diet tinggi garam, defisiensi vitamin, genetic. Sebaliknya, faktor defensive yaituPreepitel yaitu ketebalan mukus dan bikarbonat, epitel yaitu kecepatan perbaikan mukosa yang rusak dimana sel sehat bermigrasi ke ulkus, subepitel yaitu mikrosirkulasi, prostaglandin endogen menekan ekstravasasi leukosit yang merangsang reaksi inflamasi jaringan.Diagnosis bila ada keluhan dispepsia: mual, muntah, kembung, nyeri ulu hati, sendawa, rasa terbakar, rasa penuh, cepat kenyang. Tipe gejala yang dirasakan adalah tipe ulkus, dominan rasa nyeri. Biasanya terjadi penurunan berat badan. Pada tukak duodeni gejala biasanya menghilang setelah makan, atau pemberian antasida (Hunger pain food relieve). Pada tukak gaster biasanya pada sebelah kiri, malah timbul setelah makan.1,5,6

Hasil radiologi yang ditemukan di sini adalah kawah dengan batas jelas disertai lipatan mukosa teratur, pada keganasan biasanya ditandai dengan filling defect, sedangkan pada ulkus jinak, gambaran radioopak radial terlihat bersatu kearah ulkus. Gambaran endoskopi untuk ulkus jinak berupa luka terbuka dengan pinggiran teratur, mukosa licin dan normal.1Sugesti bahwa seseorang memiliki ulkus adalah: (1) adanya riwayat ulkus dalam keluarga. (2) Rasa sakit klasik dengan keluhan spesifik. (3) faktor predisposisi seperti pemakaian OAINS. (4) adanya penyakit kronis, (5) adanya hasil positif kuman Hp.1Dyspepsia ec pankreasitisRadang pancreas dapat terjadi karena defisiensi lithostatin, peningkatan tekanan pada saluran pancreas, konsumsi alcohol yang kronis menimbulkan kerusakan sel asinar. Gambaran klinis yang ditemukan pada pasien pancreatitis adalah nyeri epigastrium yang biasanya terjadi pada abdomen tengah atau kiri atas, nyeri dapat dipicu oleh alcohol atau makan makanan berlemak banyak, diare dan steatore, distensi dan kembung karena bakteri membentuk gas yang banyak, penurunan berat badan dan ikterus sebagai akibat stenosis bilier. PP tes amylase lipase, analisis lemak tinja. Amilase meningkat pada pancreatitis akut, ca pancreas, peptic ulcer. Menurun pada pancreas kronik, gagal jantung, dan kehamilan. Konfirmasi bila kenaikan serum 3x diatas normal. Lipase meningkat, lebih spesifik.Analisis lemak tinja penting untuk menyingkirkan penyebab lain dari steatore, mengetahui insufisiensi eksokrin pancreas. 1,5Foto abdomen polos tampak kalsifikasi pancreas. USG ditemukan dilatasi duktus pankreatikus, pseudokista, kalsifikasi, kelainan lain yang difus. Dyspepsia ec kolesistitisKolestisitis adalah radang dinding kantung empedu. Gejala klinis yang dirasakan adalah nyeri kolik abdomen kanan atas, demam. Pasien umumnya perempuan dengan kelebihan berat badan.1Diagnosis ditegakkan dengan USG yang memperlihatkan besar, bentuk, penebalan dinding kantung empedu, batu dan saluran empedu ekstra hepatik.1Pemeriksaan PenunjangUntuk mengeliminasi kemungkinan dyspepsia organik atau kimiawi. Pada kasus ini pemeriksaan yang dapat dilakukan ialah:7Pemeriksaan darah rutinUntuk mengetahui apakah adanya infeksi. Pada keadaan infeksi maka dapat ditemukan leukositosis. 7

Amilase dan lipaseAmilase ada pankreatitis akut kadar amilase akan naik dimulai dari 2-12 jam setelahnya dan kembali ke kadar nomalnya dalam 2-4 hari. Kadar normal : 6-160 U/dl atau 30-170 U/l. Lipase serum pada pankreatitis akut akan terjadi kenaikan lipase (normal: 20-180 IU/l) kenaikan lipase dapat bertahan sampai 14 hari setelah pankreatitis akut. Penurunan nya dapat menandakan adanya kanker pancreas stadium akhir dan hepatitis.1,7UltrasonografiMengidentifikasi kelainan pada intra abdomen, misalnya adanya kelainan pada sistem hepatobilier, traktus urinarius dan untuk appendicitis akut.1Endoskopi (esofagogastroduodenoskopi)Pemeriksaan ini sangat dianjurkan untuk dikerjakan bila dispepsia tersebut disertai oleh keadaan yang disebut alarm symptoms yaitu adanya penurunan berat badan, anemia, muntah hebat dengan dugaan adanya obstruksi, mutah darah, melena, atau keluhan sudah berlangsung lama dan terjadi pada usia lebih dari 45 tahun. Keadaan ini sangat mengarah pada gangguan organik, terutama keganasan, sehingga memerlukan eksplorasi diagnosis secepatnya. Tehnik pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi dengan akurat adanya kelainan struktural atau organik intra lumen saluran cerna bagian atas seperti adanya tukak/ulkus, tumor dsb, serta dapat disertai pengambilan contoh jaringan (biopsi) minimal 4-6 sampel dari jaringan yang dicurigai untuk memperoleh gambaran histopatologiknya atau untuk keperluan lain seperti mengidentifikasi adanya kuman helicobacter pylori.1,7Urea breath testnon invasive menyuruh pasien menelan urea yang mengandung isotop carbon (C13 atau c14). Bila ada aktivitas urease, maka akan dihasilkan carbon dioksida yang dikeluarkan melalui pernapasan. Hasil positif bila peningkatan hasil CO2 dibanding nilai basal, carbon yang keluar berupa C13 atau C14 sesuai yang dimasukkan.1Radiologi Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi kelainan struktural dinding/mukosa saluran cerna bagian atas seperti adanya perforasi, ileus, obstruksi atau gambaran kearah tumor. Pemeriksaan ini terutama blermanfaat pada kelainan yang bersifat penyempitan/ stenotik/ obstruktif dimana skop endoskopi tidak dapat melewatinya. Bisa juga untuk melihat kalsifikasi pancreas.1Pepsinogen serum dan hormone gastrinPepsinogen serum terbagi menjadi pepsinogen I dan pepsinogen II. Pepsinogen I berasal dari korpus, pepsinogen II berasal dari seluruh permukaan mukosa lambung. Normalnya kadar pepsinogen I lebih besar 6 kali dari pepsinogen II, pada gastritis keadaan berbalik. Hormon gastrin adalah regulator utama sekresi asam lambung. Produksi gastrin berkurang jika pH sudah dibawah 2,5. Bila atrofi, sekresi gastrin meningkat. Jumlah normal hormone gastrin adalah 0-180 pg/ml.7Hasil lab belum ada.Diagnosis KerjaDyspepsia fungsional menurut konsensus Roma III tahun 2006 adalah: (1) adanya satu atau lebih keluhan rasa penuh setelah makan, cepat kenyang, nyeri ulu hati, rasa terbakar di epigastrium. (2) tidak ada bukti kelainan structural (endoskopi). (3) keluhan ini terjadi selama 3 bulan dalam waktu 6 bulan terakhir sebelum diagnosis ditetapkan.1,6

Waktu ditujukan untuk meminimalisir kemungkinan adanya penyebab organik. Seperti dalam algoritma penanganan dyspepsia, bila ada alarm symptomps seperti mual dan muntah, penurunan berat badan, hematemesis melena, anemia, disfagia, dan terapi empiric gagal maka menunjukkan kemungkinan adanya penyebab organik.1,5,6

Dalam usaha mencoba ke pengobatan, dyspepsia fungsional dibagi ke 3 kelompok, yaitu (1) dyspepsia tipe ulkus, yang dominan adalah nyeri epigastrik. (2) dyspepsia tipe dismotilitas, yang dominan adalah keluhan kembung, mual, rasa penuh. (3) dyspepsia nonspesifik, tidak ada keluhan dominan.1

EtiopatofisiologiPenyebab dyspepsia bisa dikarenakan banyak hal: (1) Esofago-gastro-duodenal, seperti tukak peptic, gastritis kronis, gastritis NSAID, keganasan. (2) Obat, seperti OAINS, teofilin, antibiotic. (3) hepatobilier, seperti hepatitis, kolesistitis, kolelithiasis, keganasan. (4) pancreas, yaitu pancreatitis dan keganasan. (5) penyakit sistemik lain, diabetes atau tiroid. (6) gangguan fungsional. Sekresi asam lambung Umumnya mempunyai tingkat sekresi asam lambung, baik sekresi basal maupundengan stimulasi pentagastrin, yang rata- rata normal. Diduga adanya peningkatan sensitivitas mukosa lambung terhadap asam yang menimbulkan rasa tidak enak diperut. 1,2,5Infeksi Helicobacter pyloriPeran infeksi Helicobacter pylori pada dispepsia fungsional belum sepenuhnya dimengerti dan diterima. Kekerapan infeksi H. pylori pada dispepsia fungsional sekitar 50% dan tidak berbeda bermakna dengan angka kekerapan infeksi H. pylori pada kelompok orang sehat. Mulai ada kecenderungan untuk melakukan eradikasi H. pylori pada dispepsia fungsional dengan H. pylori positif yang gagal dengan pengobatan konservatif baku.1,5 Pemeriksaan helicobacter bisa dilihat dengan pewarnaan gram dari mukosa gaster, urea breath test, dan igG yang meningkat.1,2,5DismotilitasBeragam studi melaporkan bahwa pada dispepsia fungsional, terjadi perlambatan pengosongan lambung dan hipomotilitas antrum (hingga 50% kasus), gangguan akomodasi lambung waktu makan, disritmia gaster, dan hipersensitivitas visceral. Tetapi tidak ada korelasi antara beratnya keluhan dengan derajat perlambatan pengosongan lambung. Dyspepsia fungsional yang mengalami keterlambatan pengosongan lambung biasa menunjukkan gejala klinis nyeri ulu hati, cepat penuh, kembung. Sedangkan kasus dengan hipersensivitas terhadap distensi lambung biasanya mengeluh nyeri, sendawa, dan penurunan berat badan. Pada dyspepsia fungsional juga dilaporkan bahwa terjadi penurunan kemampuan relaksasi fundus post prandial. 1,2Ambang rangsang persepsiDinding usus mempunyai berbagai reseptor, termasuk reseptor kimiawi, reseptor mekanik, dan nociceptors. Berdasarkan studi, pasien dispepsia dicurigai mempunyai hipersensitivitas viseral terhadap distensi balon di gaster atau duodenum, meskipun mekanisme pastinya masih belum dipahami. 1,2,5Disfungsi autonomDisfungsi persarafan vagal diduga berperan dalam hipersensitivitas gastrointestinal pada kasus dispepsia fungsional. Adanya neuropati vagal juga diduga berperan dalam kegagalan relaksasi bagian proksimal lambung sewaktu menerima makanan, sehingga menimbulkan gangguan akomodasi lambung dan rasa cepat kenyang. 1,2Aktivitas mioelektrik lambungAdanya disritmia mioelektrik lambung pada pemeriksaan elektrogastrografi terdeteksi pada beberapa kasus dispepsia fungsional, seperti takigastria, bradigastria, tetapi bersifat inkonsisten. 1,2,5Peranan hormonalPeranan hormon masih belum jelas diketahui dalam patogenesis dispepsia fungsional. Dilaporkan adanya penurunan kadar hormone motilin yang menyebabkan gangguan motilitas antroduodenal. Dalam beberapa percobaan, progesteron, estradiol, dan prolaktin memengaruhi kontraktilitas otot polos dan memperlambat waktu transit gastrointestinal. 1,5Diet dan faktor lingkunganIntoleransi makanan dilaporkan lebih sering terjadi pada kasus dispepsia fungsional dibanding kasus kontrol. 1,2,5

PsikologisAdanya stres akut dapat memengaruhi fungsi gastrointestinal dan mencetuskan keluhan pada orang sehat. Dilaporkan adanya penurunan kontraktilitas lambung yang mendahului keluhan mual setelah pemberian stimulus berupa stres. Kontroversi masih banyak ditemukan pada upaya menghubungkan factor psikologis stres kehidupan, fungsi autonom, dan motilitas. Tidak didapatkan kepribadian yang karakteristik untuk kelompok dyspepsia fungsional ini, walaupun dalam sebuah studi dipaparkan adanya kecenderungan masa kecil yang tidak bahagia, pelecehan seksual, atau gangguan jiwa pada kasus dyspepsia fungsional. 1,5

PenatalaksanaanPedoman terbaru pengelolaan uninvestigated dyspepsia merekomendasikan pemeriksaan Helicobacter pylori dilakukan terlebih dahulu sebelum dilakukan pengobatan terhadap infeksi tersebut. American College of Gastroenterology Guidelines for the Management of Dyspepsia (2005), mengemukakan pentingnya mendeteksi tanda-tanda bahaya (alarming features) pada pasien dengan keluhan dispepsia. Apabila didapatkan tanda-tanda bahaya (seperti gejala dispepsia yang baru muncul pada usia lebih dari 55 tahun, penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya, anoreksia, rasa cepat kenyang, muntah, disfagia progresif, odinofagia, perdarahan, anemia, ikterus, massa abdomen, pembesaran kelenjar limfe, riwayat keluarga dengan kanker saluran cerna atas, ulkus peptikum, pembedahan lambung, dan keganasan), tindakan esofagogastroduodenoskopi (EGD) untuk keperluan diagnostik sangat dianjurkan.2Namun, bila tidak didapatkan kondisi di atas, terdapat 2 tindakan yang dapat dilakukan: (1) Test-and-treat: untuk mendeteksi ada tidaknya infeksi Helicobacter pylori dengan uji noninvasif yang tervalidasi disertai pemberian obat penekan asam bila eradikasi berhasil, tetapi gejala masih tetap ada, (2) Pengobatan empiris menggunakan proton-pump inhibitor (PPI) untuk 4-8 minggu. American College of Physicians menyatakan bahwa pengobatan empiris menggunakan obat antisekresi ini merupakan tulang punggung utama pengobatan dispepsia dan masih dipraktikkan secara luas hingga saat ini.1,2Selanjutnya, langkah yang perlu dilakukan adalah menyingkirkan kemungkinan penyebab organik. Apabila kemungkinan tersebut telah disingkirkan, untuk makin mengoptimalkan pengelolaan pasien dispepsia fungsional, perlu diketahui subklasifikasi dispepsia fungsional tersebut. Apabila ditemukan ulcer-like dyspepsia, pengobatan antasida, antagonis reseptor H2,dan PPI sangat dianjurkan. Apabila didapatkan dysmotility-like dyspepsia, pengobatan dengan agen prokinetik merupakan pilihan yang lebih baik.2Jika pasien mengalami gejala dan tanda bahaya (alarming features) seperti berikut: perdarahan saluran cerna, sulit menelan, nyeri saat menelan, anemia yang tidak bisa dijelaskan sebabnya, perubahan nafsu makan, dan penurunan berat badan, atau ada indikasi endoskopi. Segera rujuk pasien ke spesialis gastroenterologi atau rumah sakit dengan fasilitas endoskopi. 1,2

Gambar 1. Pengelolahan pasien dispepsia. 2Medika non-mentosa1. Menghindari hal-hal yang dapat memperberat gejala dispepsia. Diet tidak merangsang,hindari rokok dan alkohol.1,62. Menganti obat antinyeri yang dipakai, misalnya bila penggunakan OAINS bisa dihentikan lebih baik, namun bila tidak bias ganti dengan OAINS yang bekerja pada COX-II inhibitor.1,6Medika mentosa Terapi empiris dapat diberikan untuk pasien dyspepsia. Bila dominan dismotilitas diberikan prokinetik, antasida, ARH2/PPI. Bila dominan refluks like diberikan prokinetik/PPI dosis ganda. Bila ulcer like, diberikan PPI/ARH2.1,8

PPI Golongan obat ini merupakan yang paling poten untuk menekan sekresi asam lambung. Obat-obat yang termasuk golongan PPI adalah omeprazol, lansoprazol, pantoprazol. Banyak digunakan pada ulser peptic. 1,8,9H2-blokerBerfungsi untuk menghilangkan rasa nyeri ulu hati. Golongan obat ini banyak digunakan untuk dispepsia organic sepeti tukak peptik. Obat yang termasuk golongan antagois reseptor H2 antara lain simetidin,roksatidn, ranitidn, dan famotidin. 8,9AntimukarinikPirenzepin merupakan obat yang berkerja sebagai anti reseptor muskarnik yang dapat menekan sekresi asama lambung sekitaer 28-43 %. Pirenzepin juga memlki efek sitoprotektif. 8,9SitoprotekifProstaglandin sintetik seperti misoprostol selain bersifat menekan sekresi asam lambung oleh sel parietal juga bersifat sitoprotektif. Obat lainnya yaitu sulkralfat berfungsi meningkatkan skresi prostaglandin endogen, yang selanjutnya memperbaiki mikrosirkulasi, meningkatkan produksi mukus dan meningkatkan sekresi bikarbonat mukosa serta membentuk lapisan sioprotektif yag bersenyawa dengan protein sekitar lesi mukosa saluran cerna bagian atas. 9Prokinetik Golongan yang termasuk prokinetik antara lain ialah domperidom( antagonis dopamine D2 yang tidak lewat sawar otak), sisaprid (agonis 5 HT4), dan metoklopramide (antagonis D2). Golongan ini cukup efektif untuk mengobati dispepsia fungsional dan refluks esofagitis dengan mencegah refluks dan memperbaiki bersihan asam lambung. Mengurangi nyeri epigastrium, cepat kenyang dan mual. Efek samping pada aritmia jantung QT. 1,9AntasidaGabungan magnesium dan alumunium. Karena magnesium menyebabkan diare dan alumunium menyebabkan konstipasi. Ketika digabung maka kedua efek samping tidak terjadi.1,9PrognosisMahadeva et al. (2011) menemukan bahwa pasien dispepsia fungsional memiliki prognosis kualitas hidup lebih rendah dibandingkan dengan individu dengan dispepsia organik. Tingkat kecemasan sedang hingga berat juga lebih sering dialami oleh individu dispepsia fungsional. Lebih jauh diteliti, terungkap bahwa pasien dispepsia fungsional, terutama yang refrakter terhadap pengobatan, memiliki kecenderungan tinggi untuk mengalami depresi dan gangguan psikiatris.2 Dengan menghilangkan penyebab kecemasan, prognosis baik.PencegahanPrinsip dasar ialah menghindari makanan pencetus kenaikan asam lambung seperti pedas, asam, tinggi lemak, kopi, dan sebagainya. Bila keluhan cepat kenyang, dianjurkan untuk makan dalam porsi kecil tepi sering.KesimpulanPasien mengalami dyspepsia funngsional, harus diberikan terapi empiris berupa PPI.DAFTAR PUSTAKA1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-5. Jakarta : Interna Publishing; 2009. h. 69-74; 441-2; 529-32;1127-33.2. Abdullah M, Gunawan J. Dispepsia. CDK-197 Desember 2012;39(9): 647-651.3. Gleadle, Jonathan. Pengambilan anamnesis. Dalam: At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta : Penerbit Erlangga; 2007. h. 66.4. Bickley LS. Buku ajar pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan bates. USA : Lippinott Williams & Wilkins; 2009.h. 339-44.5. Parkman HP, Friedenberg FK, Fisher RS. Disorders of gastric emptying on: Yamada T, Alpers DH, Kaloo AN, Kaplowitz N, Owyang C, Powell DW. Textbook of gastroenterology. 5th Ed. USA: Wiley-Blackwell; 2010. H. 903-81; 1005-25.6. Ndraha S. Bahan ajar gastroeterohepatologi. Jakarta : Biro Publikas Fakultas Kedokteran Ukrida; 2013.h. 28-33.7. Kee JL. Pedoman pemeriksaan laboratorium dan dignostik. Ed ke-6. Jakarta : EGC; 2007.h.34;308;332.8. Gunawan SG, Nafriaidi RS, Elysabeth. Farmakologi dan terapi. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2011 h. 231-4.9. M ansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Kapita selekta kedokteran. Ed ke-3, Jilid 2. Jakarta: Media Aeskulapius; 2009. h. 488-91.Comment by User:

1

12