PBL 1 blok 30
Transcript of PBL 1 blok 30
Judul
Vania Levina
Pendahuluan
Skenario Pbl 1
Seorang laki laki ditemukan disebuah sungai kering yang penuh batu- batuan dalam
keadaan mati tertelungkup. Ia mengenakan kaos dalam (oblong )dan celana panjang yang di
bagian bawahnya digulung hingga setengah tungkai bawahnya. Lehernya terikat lengan baju (
yang kemudian diketahui sebagai baju milik nya sendiri ) dan ujung lengan baju lainnya
terikat ke sebuah dahan pohon perdu setinggi 60 cm. Posisi tubuh relatif mendatar, namun
leher memang terjerat oleh baju tersebut. Tubuh mayat tersebut telah membusuk, namun
masih dijumpai adanya satu luka terbuka didaerah ketiak kiri yang memperlihatkan pembuluh
darah ketiak yang putus, dan beberapa luka terbuka di daerah tungkai bawah kanan dan kiri
yang memiliki ciri-ciri yang sesuai dengan akibat kekerasan tajam. Perlu diketahui bahwa
rumah terdekat dari TKP adalah sekitar 2 km. TKP adalah suatu daerah perbukitan yang
berhutan cukup berat.
Perkiraan Kronologis Kasus
Dua orang lelaki dalam perjalanan mencari kayu diatas bukit, Tn. A dan temannya.
Perjalaan mereka mengharuskan menyebrangi sungai yang tidak begitu dalam sehingga
mengharuskan mereka menggulung celana. ketika berjalan depan belakang, dengan posisi
Tn. A yang berada di belakang temannya dengan membawa kayu, tiba-tiba diserang oleh
temannya yang berada tepat di depannya dengan menggunakan golok yang dikeluarkan dari
dalam tasnya, temannya memang berniat untuk membunuh Tn. A karena dendam pribadi
dengan niat menusuk langsung ke daerah jantung, tetapi Tn. A sempat menghindar dan malah
terkena bagian ketiak kirinya yang mengakibatkan perdarahan hebat di daerah tersebut akibat
luka bacok itu. Tn. A masih sempat berusaha melarikan diri dengan tangan kanan memegang
ketiak kiri yang terus mengeluarkan darah yang sangat banyak, Tn. A terjatuh pada semak-
semak saat melarikan diri sehingga terdapat luka sayat pada tungkai bawahnya dan mulai
tidak sadar karena perdarahan hebat di daerah ketiak kiri yang terus menerus mengeluarkan
darah sehingga dia tergeletak dan benar-benar tidak sadarkan diri. Lalu temannya yang
melihat Tn.A tidak sadarkan diri itu langsung menjerat leher Tn. A dengan baju Tn. A dan
mengikatkannya pada pohon perdu untuk memanipulasi pembunuhan itu dan menghilangkan
jejaknya.
Indentifikasi
Dalam identifikasi mayat yang ditemukan tersebut, dapat dilakukan dua jenis identifikasi
terhadap korban yang ditemukan tersebut. Namun, dalam ilmu kedokteran forensik yang
lebih luas dan umum, identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan
membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang. Identifikasi personal sering
merupakan suatu masalah dalam kasus pidana maupun perdata. Menentukan identitas
personal dengan tepat amat penting dalam penyidikan karena adanya kekeliruan dapat
berakibat fatal dalam proses peradilan.2,3
Peran ilmu kedokteran forensik dalam identifikasi terutama pada jenazah tidak dikenal,
jenazah yang telah membusuk, rusak, hangus terbakar, dan pada kecelakaan masal, atau
bencana alam yang mengakibatkan banyak korban mati, serta potongan tubuh manusia atau
kerangka.
Penentuan identitas korban dilakukan dengan memakai metode identifikasi sebagai
berikut.
Sidik jari
Sampai saat ini, pemerikssaan sidik jari (finger prints) merupakan pemeriksaan yang
diakui paling tinggi ketepatannya untuk menentukan identitas seseorang, oleh karena
sifat kekhususannya yaitu pada setiap orang yang berbeda walaupun pada kasus
saudara kembar satu telur; keterbatasannya hanyalah cepat rusak/membusuknya
tubuh.3
Penggunaan sidik jari untuk menentukan identitas seseorang tentunya baru dapat bila
orang tersebut sebelumnya sudah diambil sidik jarinya (ada datanya); akan tetapi
walau tidak ada data pengambilan, sidik jari pada korban tetap bermanfaat yaitu
dengan membandingkan sidik jari yang mungkin tertinggal pada alat-alat di rumah
korban (latent print).3 Visual
Termasuk metode yang sederhana dan mudah dikerjakan yaitu dengan
memperhatikan tubuh terutama wajah korban kepada pihak keluarga, metode ini akan
memberi hasil jika keadaan mayat tidak rusak berat dan tidak dalam keadaan busuk
lanjut; hal yang perlu diperhatikan adalah adanya kemungkinan faktor emosi yang
turut berperan untuk membenarkan atau menyangkal identitas mayat tersebut.3
Dokumen
Pemeriksaan dokumen meliputi pemeriksaan pada KTP, SIM, Paspor, Kartu Pelajar
dan tanda pengenal lainnya merupakan sarana yang dapat dipakai untuk menentukan
identitas.3
Pakaian
Pencatatan yang baik dan teliti dari pakaian yang dikenakan korban seperti model,
bahan yang dipakai, merek penjahit, label binatu dapat merupakan petunjuk siapa
pemilik pakaian tersebut dan tentunya identitas korban.2,3
Temuan ;
Atasan : Korban memakai kaos dalam (oblong) berwarna putih berbahan katun b
erukuran M dan kaos luar berawarna biru putih berlengan panjang dengan bagian
karet diujung lengan, kerah berbentuk V berabahan kaos, saku pada bagian depan
baju dan motif pada saku berbentuk burung.
Bawahan : celana panjang berbahan jins berwaran biru tua tergulung hingga
sepertiga betis kanan dan kiri, memakai ikat pinggan berwarana coklat dengan
bahan kulit sintetis dengan motif hurud G pada kepala ikat pinggang dan
memakaki celana dalam berwaran biru dengan merek sinar terang. Pakaian korban
telah terkana noda merah.
Aksesoris lain : Terdapat sendal sepatu yang masih menempel pada kai kiri
korban dengan berwaran coklat gelap ada inisial A pada bagian telapak sendal
korban
Perhiasan
Merupakan metode identifikasi yang baik, walaupun tubuh korban telah rusak atau
hangus; insial yang terdapat pada cincin dalat memberikan informasi siapa si pemberi
cincin tersebut, dengan demikian dapat diketahui pula identitas korban.2,3 Medis
Merupakan metode identifikasi yang selalu dapat dipakai dan mempunyai nilai tinggi
dalam hal ketepatannya terutama jika korban memiliki status medis (medical record,
ante-mortem record), yang baik, jenis kelamin, perkiraan umur, tinggi dan berat badan
serta warna rambut dan mata diklasifikasikan dalam tanda medis yang umum;
sedangkan yang sifatnya lebih khusus adalah bentuk cacat fisik, bekas operasi, tumor,
tato, dan lain sebagainya.2,3
Temuan ;
Ditemukan pada saku celanan, rokok, korek api, dompet beserta uang sebesar
limmar ibu rupiah tiga lebar dan kartu tanda pengenal penduduk.
Gigi
Sebaiknya dilakukan oleh dokter gigi ahli forensik, akan tetapi dalam prakteknya
hampir semuanya pemeriksaan dilakukan oleh dokter ahli ilmu kedokteran forensik
khususnya ahli patologi forensik; pemeriksaan ini meliputi pencatatan data gigi
(odontogram) dan rahang yang dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan
manual, sinar-X dan pencetakan gigi serta rahang; odontogram memuat data tentang
jumlah, bentuk, susunan, tambalan, protesa gigi dan sebagainya.2,3
Melihat sifat khusus dari gigi yaitu ketahanannya serta tidak ada kesamaan bentuk
gigi pada setiap manusia; pemeriksaan ini mempunyai nilai tinggi seperti halnya sidik
jari, khususnya jika keadaan mayat telah membusuk/ rusak terutama bila ada data
ante-mortem record; gigi dapat juga dipakai untuk membantu dalam hal perkiraan
umur serta kebiasaan/pekerjaan dan kadang-kadang golongan suku tertentu; kebiasaan
merokok akan meninggalkan pewarnaan akibat nikotin pada gigi, gigi yang dipangur
(diratakan) menunjukkan ras/suku tertentu.3
Serologi
Prinsipnya ialah dengan menentukan penggolongan darah, dimana pada umumnya
golongan darah seseorang dapat ditentukan dari pemeriksaan darah, air mani, dan
cairan tubuh lainnya; orang yang demikian termasuk golongan sekretor, 75-80% dari
penduduk termasuk ke dalam golongan ini.; pada mereka yang termasuk golongan
non-sekretor penentuan golongan darahnya hanya dapat dilakukan dengan
pemeriksaan golongan darahnya saja; pemeriksaan ini buat penyidik amat penting,
khususnya dalam kasus-kasus pembunuhan, kejahatan seksual, serta kasus tabrak lari
serta penculikan bayi.3
Eksklusi
Cara ini biasanya dipakai dalam kasus kecelakaan massal, seperti pada kasus
kecelakaan pesawat terbang, kapal laut, dan sebagainya.3
Selanjutnya, identifikasi dapat dilanjutan dengan identifikasi umum, dimana dalam
hal ini kita mencatat tanda umum yang menunjukkan identitas korban, dimana identitas
korban tersebut adalah sebagai berikut.2
NIK : 617920935822401
Nama : ahmad maulidia
Tampat tanggal lahir : bukit hutan, 22 maret 1876
Alamat : bukit hutan desa rawa IV
Agama : islam
Pekerjaan : Buruh
Kewarganegaraan : WNI
Pemeriksaan Medis.2
Pemeriksaan Luar
1. Label mayat: sehelai karton berwarna merah muda dengan materai lak merah, terikat
pada ibu jari kaki kanan mayat.
2. Tutup mayat: -
3. Bungkus mayat: -
4. Benda di samping mayat: pohon perdu setinggi 60 cm dan bebatuan
5. Tanda kematian:
Lebam mayat
Dilakukan pencatatan letak dan distribusi lebam. Pada kasus ini korban
ditemukan dalam posisi tertelungkup, sehingga lebam mayat akan ditemukan pada
bagian perut dan dada korban. Dan lebam mayat tidak hilang pada penekanan dan
tidak dapat berpindah. Lebam mayat biasanya mulai tampak 20-30 menit paska
mati dan akan menetap 8-12 jam.
Kaku mayat
Kaku mayat mulai tampak kira-kira 2 jam setelah mati klinis,dan distribusinya
dimulai dari kepala ke kaki. Setelah mati klinis 12 jam kaku mayat menjadi
lengkap.
Suhu tubuh
Suhu tubuh menurun akibat berhenti nya proses metabolisme , hal ini
dipengaruhi juga oleh suhu lingkungan sekitar korban dan keadaan korban yang
hanya menggunakan kaos dalam.
Pembusukan
Tanda pembusukan tampak pertama kali pada kulit perut sebelah kanan bawah
yang berwarna kehijau-hijauan. Pembusukan baru tampak kira-kira 24 jam pasca
mati. Pada kasus ini telah ditemukan adanya pembusukan, jadi perkiraan saat
kematian pada korban ini adalah lebih dari 24 jam.
6. Pemeriksaan rambut: hitam dan keriting tipis
7. Pemeriksaan mata: tertutup, tidak ada gambaran perbendungan mata dan tidak ada
bintik-bintik perdarahan pada komjungtiva bulbi dan palpebra.
8. Pemeriksaan daun telinga dan hidung: tidak terdapat busa/cairan dan darah
9. Pemeriksaan terhadap mulut dan rongga mulut: Tidak ditemukan busa halus.
10. Pemeriksaan alat kelamin dan lubang pelepasan: tidak ada kelainan
11. Pemeriksaan terhadap tanda-tanda kekerasan:
a) Letak luka: ditemukan adanya satu luka terbuka didaerah ketiak kiri dan
beberapa luka terbuka di daerah tungkai bawah kanan dan kiri.
b) Jenis luka: luka terbuka yang memperlihatkan pembuluh darah ketiak yang
putus dan luka terbuka di daerah tungkai bawah kanan dan kiri yang
memiliki ciri-ciri yang sesuai dengan akibat kekerasan tajam.
c) Arah luka: melintang
d) Tepi luka: rata dan teratur
e) Sudut luka: kedua sudut luka lancip
f) Dasar luka: dalam luka tidak melebihi panjang luka
g) Ukuran luka: ± 10 cm
12. Pemeriksaan terhadap patah tulang: tidak ada tanda patah tulang
Pemeriksaan Dalam. 2
1. Lidah : tidak ada bekas gigitan dan masih utuh
2. Tonsil : tidak ada kelainan
3. Kerongkongan : tidak ditemukan benda asing
4. Batang tenggorok : tidak ditemukan busa
5. Rawan gondok : terdapat sedikit resapan darah
6. Arteria karotis interna : tidak terdapat kerusakan
7. Kelenjar timus : ditemukan adanya thymic fat body
8. Paru-paru : tidak tampak adanya edema
9. Jantung : sebesar kepalan tangan kanan mayat. Selaput luar tampak
licin, tidak terdapat bintik perdarahan.
10. Aorta thorakalis : tidak ada kelainan
11. Aorta abdominalis : tidak ada kelainan
12. Ginjal:
Bersimpai lemak tipis. Simpai ginjal kanan dan kiri tampak rata dan licin,
berwarna coklat dan mudah dilepas. Berat ginjal sebelah kanan sembilan puluh gram
dan yang kiri seratus gram.
13. Hati, kandung empedu, dan pankreas:
Hati berwarna coklat, permukaan rata, tepi tajam dan perabaan kenyal.
Penampang hati berwarna merah-coklat dan gambaran hati tampak jelas. Berat hati
adalah seribu dua ratus lima puluh gram. Kandung empedu berisi cairan berwarna
hijau coklat, selaput lendir berwarna hijau. Saluran empedu tidak menunjukkan
penyumbatan.
14. Limpa dan kelenjar getah bening:
Limpa penampang berwarna merah hitam dengan gambaran limpa jelas. Berat
limpa seratus sepuluh gram.
15. Lambung dan Usus: lambung selaput lendir berwarna putih dan menunjukkan lipatan
yang biasa , tidak terdapat kelainan. Usus tidak ada kelainan.
16. Otak besar, otak kecil, dan batang otak: tidak ada kelainan
17. Alat kelamin dalam: tidak ada kelainan
Aspek Hukum
Jika dilihat dari kasus tersebut, maka aspek hukum yang dapat dilibatkan atau
diterapkan pada tersangka adalah kejahatan terhadap tubuh dan jiwa manusia, dimana pasal
yang dapat diterapkan antara lain adalah pasal 338 KUHP, pasal 389 KUHP, pasal 340
KUHP, dan pasal 355 KUHP.2
Dimana pada pasal 338 KUHP berbunyi bahwa "Barang siapa dengan sengaja
merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan, dengan pidana penjara paling
lama lima belas tahun." Kemudian pada pasal 339 KUHP berbunyi bahwa "Pembunuhan
yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu perbuatan pidana, yang dilakukan dengan
maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya, atau untuk melepaskan
diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana dalam hal tertangkap tangan, ataupun untuk
memastikan penguasaan barang yang diperolehnya secara melawan hukum, diancam dengan
pidana seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun." Sementara
itu pada pasal 340 KUHP berbunyi bahwa "Barangsiapa dengan sengaja dan dengan rencana
lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan dengan rencana
(moord), dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu,
paling lama dua puluh lima tahun." Sementara itu pada pasal 355 KUHP yang terdiri dari dua
ayat, dimana ayat pertamanya berbunyi bahwa "Penganiayaan berat yang dilakukan dengan
rencana lebih dahulu, diancam dengan pidana paling lama dia belas tahun penjara."
Kemudian pada ayat keduanya, berbunyi bahwa "Jika perbuatan mengakibatkan mati, yang
bersalah dikenakan pidana penjara paling lama 15 tahun." Dan tentunya keseluruhan dari
aspek hukum tersebut dapat dijadikan dasar untuk memberikan hukuman bagi tersangka
nantinya, dan juga menandakan bahwa pemeriksaan yang dilakukan berlandasakan hukum.2
Prosedur Medikolegal
Prosedur medikolegal adalah tata cara atau prosedur penatalaksanaan dan berbagai
aspek yang berkaitan pelayanan kedokteran untuk kepentingan hukum. Secara garis besar
prosedur medikolegal mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku di
Indonesia, dan pada beberapa bidang juga mengacu kepada sumpah dokter dan etika
kedokteran. Ruang lingkup prosedur medikolegal adalah pengadaan visum et repertum,
pemberian keterangan ahli pada masa sebelum persidangan dan pemberian keterangan ahli di
dalam persidangan, kaitan visum et repertum dengan rahasia kedokteran, penerbitan surat
kematian dan surat keterangan medik, pemeriksaan kedokteran terhadap tersangka (psikiatri
forensik), dan kompetensi pasien untuk menghadapi pemeriksaan penyidik.2
Kewajiban Dokter Membantu Peradilan
Dasar pengadaan visum et repertum yang dapat diterapkan pada kasus ini adalah pasal
133 KUHAP, yang berkaitan dengan kewajiban dokter membantu peradilan, dimana pada
pasal 133 terbagi menjadi tiga ayat, yakni sebagai berikut.
1. Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik
luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak
pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran
kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.
2. Permintaan keterangan ahli sebagai mana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara
tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau
pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.
3. Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit
harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut
dan diberi label yang memuat identitas mayat, dilak dengan diberi cap jabatan yang
dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat.
Menurut pasal 133 KUHAP permintaan visum et repertum merupakan wewenang
penyidik, resmi dan harus tertulis, visum et repertum dilakukan terhadap korban bukan
tersangka dan ada indikasi dugaan akibat peristiwa pidana. Bila pemeriksaan terhadap mayat
maka permintaan visum disertai identitas label pada bagian badan mayat, harus jelas
pemeriksaan yang diminta, dan visum tersebut ditujukan kepada ahli kedokteran forensik atau
kepada dokter di rumah sakit; dan perlu diketahui juga, bahwa keterangan yang diberikan
oleh ahli kedokteran kehakiman disebut keterangan ahli, sedangkan keterangan yang
diberikan oleh dokter bukan ahli kedokteran kehakiman disebut dengan keterangan.2
Kemudian pasal 179 KUHAP juga dapat dijadikan dasar dalam aspek medikolegal
dalam kasus ini, dimana pada pasal 179 KUHAP ini terdiri dari dua ayat, yakni sebagai
berikut.
1. Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau
dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.
2. Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang
memberikan keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan seumpah
atau janji akan memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan sebenar-benarnya
menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya.
Dengan demikian, sebagai seorang dokter, tentunya kita harus mengormati peraturan
peradilan yang berlaku di Indonesia, dimana sebagai seorang dokter, kita wajib memberikan
keterangan ahli demi kepentingan peradilan apabila diminta.2
Hak Menolak Menjadi Saksi / Ahli
Kemudian aspek medikolegal lainnya yang dapat diterapkan pada kasus ini adalah
hak menolak menjadi saksi atau ahli, dimana hal ini tertuang dalam pasal 120 KUHAP, pasal
168 KUHAP, dan pasal 170 KUHAP; pada pasal 120 KUHAP, yang terdiri dari dua ayat,
dimana ayat (1) berbunyi bahwa "Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta
pendapat orang ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus", sementara pada ayat (2)
berbunyi bahwa "Ahli tersebut mengangkat sumpah atau mengucapkan janji di muka
penyidik bahwa ia akan memberi keterangan menurut pengetahuannya yang sebaik-baiknya
kecuali bila disebabkan karena harkat serta mertabat, pekerjaan atau jabatannya yang
mewajibkan ia menyimpan rahasia dapat menolak memberikan keterangan yang diminta";
sementara itu pada pasal 168 KUHAP, ada beberapa pengecualian dimana beberapa pendapat
atau keterangan dari seseorang tidak dapat didengar, sehingga dia dapat mengundurkan diri
sebagai saksi, yakni keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus ke atas atau ke bawah
sampai derajat ketiga dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa, kemudian
saudara dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa, saudara ibu atau saudara
bapak, juga mereka yang mempunyai hubungan karena perkawinan, dan anak-anak saudara
terdakwa sampai derajat ketiga, kemudian suami atau istri terdakwa meskipun sudah bercerai
atau yang bersama-sama sebagai terdakwa; dan pada pasal 170 KUHAP yang terbagi menjadi
dua ayat, yakni pada ayat (1) yang berbunyi bahwa "Mereka yang karena pekerjaanm harkat
martabat atau jabatannya diwajibkan menyimpan rahasia, dapat diminta dibebaskan dari
kewajiban untuk memberi keterangan sebagai saksi, yaitu tentang hal yang dipercayakan
kepada mereka", dan pada ayat (2) berbunyi bahwa "Hakim menentukan sah atau tidaknya
segala alasan untuk pemintaan tersebut."2
Bentuk Bantuan Dokter Bagi Peradilan Dan Manfaatnya
Dalam kasus ini, aspek medikolegal lainnya yang dapat diperhatikan adalaha bentuk
bantuan dokter bagi perdilan dan manfaatnya, dimana hal ini tertuang dalam pasal 183
KUHAP, 184 KUHAP, pasal 186 KUHAP, dan pasal 187 KUHAP, serta pasal 180 KUHAP.2
Dimana pasal 183 KUHAP berbunyi bahwa "Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana
kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti sah ia
memperoleh keyakinan bahwa suatu tindakan pidana benar-benar terjadi dan bahwa
terdakwalah yang bersalah melakukannya."2
Dan pada pasal 184 KUHAP yang menyatakan tentang alat bukti yang sah, antara lain
adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk , dan keterangan terdakwa; dan hal
yang secara umum sudah dikathui tidak perlu dibuktikan lagi.; sementara itu pada pasal 186
KUHAP, yang berbunyi bahwa "Keterangan ahli adalah apa yang ahli nyatakan di sidang
pengadilan."; dimana penjelasan Pasal 186 KUHAP, yakni keterangan ahli dapat juga sudah
diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum yang dituangkan
dalam suatu bentuk laporan dan dibuat dengan mengingat sumpah di waktu menerima jabatan
atau pekerjaan (BAP saksi ahli).2
Kemudian pada pasal 187 KUHAP, yang menyatakan bahwa dimana surat
sebagaimana tersebut pada pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas sumpah jabatan atau
dikuatkan dengan sumpah, adalah: (c) surat keterangan dari seorang ahli yang memuat
pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau suatu keadaan yang diminta
secara resmi daripadanya.2
Kemudian pada pasal 180 KUHAP ayat pertama dapat digunakan sebagai salah satu
aspek medikolegal, yang berbunyi bahwa "Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan
duduknya persoalan yang timbul di sidang pengadilan, hakim ketua sidang dapat minta
keterangan saksi ahli dan dapat pula minta agar diajukan bahan baru oleh yang
berkepentingan."2
Sangsi Bagi Pelanggar Kewajiban Dokter
Pada bagian ini, pasal yang sesuai dengan aspek medikolegal berdasarkan kasus ini
adalah pasal 216 KUHP, yang berbunyi bahwa "Barang siapa dengan sengaja tidak menuruti
perintah atau permintaan yang dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya
mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat berdasarkan tugasnya, demikian pula yag diberi kuasa
untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana; demikian pula barangsiapa dengan sengaja
mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan,
diancam dengan pidana penjara selama empat bulan dua minggu atau denda paling banyak
Sembilan Ribu Rupiah."2
Dan pada bagian selanjutnya, bisa dimasukkan pasal 222 KUHP, yang berbunyi
bahwa "Barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan
pemeriksaan mayat untuk pengadilan, diancam dengan pidana penjara palling lama Sembilan
bulan atau pidana denda paling banyak Empat Ribu Lima Ratus Rupiah."2
Dan pada pasal 224 KUHP, dimana pada pasal ini berbunyi bahwa "Barangsiapa
dipanggil sebagai saksi, ahli atau juru bahasa menurut undang-undang dengan sengaja tidak
memenuhi kewajiban berdasarkan undang-undang yang harus dipenuhinya, diancam dalam
perkara pidana dengan penjara paling lama Sembilan Bulan."2
Praktek Dokter
Pada bagian ini, aspek medikolegal yang dapat dimasukkan antara lain adalah pasal
53 UU Kesehatan ayat ketiga, yang menyatakan bahwa "Tenaga kesehatan untuk kepentingan
pembuktian dapat melakukan tindakan medis terhadap seseorang dengan memperhatikan
kesehatan dan keselamatan yang bersangkutan."2
Keterangan Ahli
Dan pada bagian ini, dapat dilibatkan Pasal 1 Butir 28 KUHAP, yeng berbunyi bahwa
"Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan seorang yang memiliki keahlian khusus
tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan
pemeriksaan." (pengertian keterangan ahli secara umum); agar dapat diajukan ke sidang
pengadilan sebagai upaya pembuktian, keterangan ahli harus “dikemas” dalam betuk alat
bukti sah.2
Thanatologi
Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada seseorang berupa
tanda kematian, yaitu perubahan yang terjadi pada tubuh mayat. Perubahan tersebut dapat
timbul dini pada saat meninggal atau beberapa menit kemudian, misalnya kerja jantung dan
peredaran darah berhenti, pernapasan berhenti, refleks cahaya dan refleks kornea mata
menghilang, kulit pucat dan relaksasi otot. Setelah beberapa waktu timbul perubahan
pascamati yang jelas yang memungkinkan diagnosis kematian lebih pasti. Tanda-tanda
tersebut dikenal sebagai tanda pasti kematian berupa lebam mayat (hipostasis atau lividitas
pascamati), kaku mayat (rigor mortis), penurunan suhu tubuh, pembusukan, mummifikasi
dan adiposera.4
A. Tanda kematian tidak pasti
a. Pernafasan berhenti, dinilai lebih dari 10 menit
b. Terhentinya sirkulasi, dinilai lebih dari 15 menit, nadi karotis tidak teraba
c. Kulit pucat
d. Tonus otot menghilang dan relaksasi
e. Pembuluh darah retina mengalami segmentasi
f. Pengeringan kornea
B. Tanda kematian pasti
a. Lebam mayat (livor mortis). Setelah kematian klinis maka eritrosit akan menempati bagian
terbawah akibat gaya tarik bumi, mengisi vena dan venula, membentuk bercak warna
merah ungu pada bagian terbawah tubuh kecuali pada bagian yang tertekan alas keras.
Lebam mayat biasanya akan mulai tampak pada 20-30 menit pasca mati, makin lama
intensitas makin bertambah dan menjadi lengkap dan menetap setelah 8-12 jam. Sebelum
waktu ini, lebam mayat masih bisa memucat pada penekanan dan berpindah jika posisi
mayat diubah. Memucatnya lebam akan lebih cepat dan sempurna apabila penekanan atau
perubahan posisi tubuh tersebut dilakukan dalam 6 jam pertama setelah mati klinis. Tetapi
walaupun setelah 24 jam, darah masih dapat mengalir dan membentuk lebam mayat di
tempat terendah yang baru. Lebam mayat digunakan sebagai tanda pasti kematian dan
memperkirakan sebab kematian, karena pada keracunan zat-zat tertentu akan muncul warna
lebam yang berbeda.
b. Kaku mayat (rigor mortis). Kaku mayat dibuktikan dengan memeriksa persendian. Kaku
mayat mulai tampak kira-kira 2 jam setelah mati klinis, dimulai dari bagian luar tubuh (otot
kecil) ke arah dalam. Setelah mati klinis 12 jam kaku mayat menjadi lengkap,
dipertahankan selama 12 jam dan kemudian menghilang dalam urutan yang sama. Faktor-
faktor yang mempercepat terjadinya kaku mayat adalah aktivitas fisik sebelum mati, suhu
tubuh yang tinggi, bentuk tubuh kurus dengan otot-otot kecil dan suhu lingkungan yang
tinggi.
c. Penurunan suhu tubuh (algor mortis). Grafik penurunan suhu tubuh ini hampir berbentuk
kurva sigmoid. Kecepatan penurunan suhu dipengaruhi oleh suhu keliling, aliran dan
kelembaban udara, bentuk tubuh, posisi tubuh, pakaian. Selain itu suhu saat mati perlu
untuk perkiraan saat kematian. Penurunan suhu yang cepat pada suhu keliling yang rendah,
lingkungan berangin dengan kelembaban rendah, tubuh yang kurus, posisi terlentang, tidak
berpakaian atau berpakaian tipis, dan pada umumnya orang tua serta anak kecil. Penurunan
suhu biasa ditentukan dengan rumus Marshall Hoare dengan penurunan 0.55 derajat celcius
pada 3 jam pertama, 1.1 derajat celcius pada 6 jam berikutnya, dan kira-kira 0.8 derajat
celcius pada periode selanjutnya. Hal ini ditentukan dengan melakukan 4-5 kali penentuan
suhu rektal dengan interval waktu yang sama (minimal 15 menit).
d. Pembusukan. Baru terjadi kira-kira 24 jam pasca mati berupa warna kehijauan pada perut
kanan bawah, yaitu daerah sekum yang isinya lebih cair dan penuh dengan bakteri serta
terletak dekat dengan dinding perut. Warna kehijauan ini disebabkan oleh terbentuknya
sulf-met-hemoglobin. Secara bertahap warna kehijauan ini akan menyebar ke seluruh perut
dan dada, dan bau busukpun mulai tercium. Hewan pengerat akan merusak tubuh mayat
dalam beberapa jam pasca mati, terutama bila mayat dibiarkan tergeletak di daerah
rumpun. Luka akibat gigitan binatang pengerat khas berupa lubang-lubang dangkal dengan
tepi bergerigi. Larva lalat akan muncul setelah pembentukan gas pembusukan nyata.
Sekitar 36-48 jam pasca mati. Telur lalat akan muncul dalam waktu 24 jam. Dengan
identifikasi spesies lalat dan mengukur panjang larva, maka dapat diketahui usia larva
tersebut,yang dapat digunakan sebagai asumsi bahwa lalat biasanya secepatnya meletakkan
telur seetlah seseorang meninggal. Perbandingan kecepatan pembusukan mayat yang
berada pada tanah : air : udara adalah 1 : 2: 8.
e. Adiposera. Terbentuknya bahan yang berwarna keputihan lunak dan berminyak serta
berbau tengik. Faktor-faktor yang mempermudah adiposera adalah kelembaban dan lemak
tubuh yang cukup, sedangkan yang menghambat adalah air yang mengalir yang membuang
elektrolit. Udara yang dingin menghambat pembentukan, sedangkan suhu yang hangat
mempercepat. Invasi bakteri endogen ke dalam jaringan pasca mati juga akan
memepercepat pembentukannya.
f. Mumifikasi. Adalah proses penguapan cairan atau dehidrasi jaringan yang cukup cepat
sehingga terjadi pengeringan jaringan yang selanjutnya dapat menghentikan pembusukan.
Jaringan berubah menjadi keras dan kering, gelap, berkeriput, dan tidak membusuk karena
kuman tidak dapat berkembang pada lingkungan yang kering. Mumifikasi terjadi pada suhu
hangat, kelembaban rendah, aliran udara yang baik, tubuh yang dehidrasi dan waktu yang
lama (12-14 minggu).3-5
TKP
Traumatologi
Trauma atau kecelakaan merupakan hal yang biasa dijumpai dalam kasus forensik. Hasil dari trauma
atau kecelakaan adalah luka, perdarahan dan atau skar atau hambatan dalam fungsi organ. Agen
penyebab trauma diklasifikasikan dalam beberapa cara, antara lain kekuatan mekanik, aksi suhu,
agen kimia, agen elektromagnet, asfiksia dan trauma emboli. Dalam prakteknya nanti seringkali
terdapat kombinasi trauma yang disebabkan oleh satu jenis penyebab, sehingga klasifikasi trauma
ditentukan oleh alat penyebab dan usaha yang menyebabkan trauma.5
Jenis Penyebab Trauma
Kekerasan yang mengenai tubuh seseorang dapat menimbulkan efek pada fisik maupun psikisnya.
Efek fisik berupa luka- luka yang kalau di periksa dengan teliti akan dapat di ketahui jenis
penyebabnya yaitu :
1. Benda Tajam
Ciri- ciri umum dari luka benda tajam adalah sebagai berikut :
- Garis batas luka biasanya teratur, tepinya rata dan sudutnya runcing
- Bila ditautkan akan mejadi rapat (karena benda tersebut hanya memisahkan, tidak
menghancurkan jaringan) dan membentuk garis lurus dari sedikit lengkung.
- Tebing luka rata dan tidak ada jembatan jaringan.
- Daerah di sekitar garis batas luka tidak ada memar. 5
Temuan ;
Pada kasus didapatkan Gambaran luka sepanjang 10cm dan kedalaman sekitar 3 cm
dengan tepi dan dinding luka yang rata, berbentuk garis tidak terdapat jembatan jaringan dan
dasar luka berbentuk garis atau titik. kedua sudut luka lancip dan dalam luka tidak melebihi
panjang luka. Kulit di sekitar luka tidak menunjukkan adanya luka lecet.pada daerah
ekstermitas bawah terdapat luka sepanjang 7 cm dengan kedalaman 2cm disertai luka lecet
dan hematom. 3
Ciri-ciri luka akibat kasus bunuh diri, pembunuhan dan kekerasan akibat kekerasan benda tajam
adalah seperti berikut:
Pembunuhan Bunuh diri Kecelakaan
Lokasi luka Sembarang Terpilih Terpapar
Jumlah luka Banyak Banyak Tunggal/ banyak
Pakaian Terkena Tidak terkena Terkena
Luka tangkis Ada Tidak ada Tidak ada
Luka percobaan Tidak ada Ada Tidak ada
Cedera sekunder Mungkin ada Tidak ada Mungkin ada
PEMERIKSAAN
2. Benda tumpul
3. Benda yang mudah pecah
6. Perkiraan Saat kematian
Selain perubahan pada mayat tersebut di atas, beberapa perubahan lain dapat digunakan
untuk memperkirakan saat mati.3-5
a. Perubahan pada mata. Bila mata terbuka pada atmosfer yang kering, sklera di kiri-kanan
kornea akan berwarna kecoklatan dalam beberapa jam berbentuk segitiga dengan dasar di
tepi kornea. Kekeruhan kornea yang menetap terjadi sejak kira-kira 6 jam pasca mati. Baik
dalam keadaan mata terbuka dan tertutup, kornea menjadi keruh kira-kira 10-12 jam pasca
mati dan dalam beberapa jam saja fundus tidak tampak jelas. Perubahan pada retina dapat
Tabel 2. Perbedaan Pembunuhan, Bunuh Diri dan Kecelakaan
menunjukkan saat hingga 15 jam pasca mati. Hingga 30 menit pasca mati tampak
ekekruahn makula dan mulai memucatnya diskus optikus. Kemudian hingga 1 jam pasca
mati, makula lebih pucat dan tepinya tidak tajam lagi. 2 jam pasca mati retina pucat dan
daerah sekitar diskus menjadi kuning. 3 jam pasca mati menjadi kabur dan seterusnya
menjadi homogen dan pucat.
b. Perubahan pada lambung. Kecepatan pengosongan lambung sangat bervariasi, sehingga
tidak dapat digunakan untuk memberikan petunjuk pasti waktu kematian, hanya saja dapat
memberi info mengenai makanan apa yang terakhir dikonsumsi.
c. Perubahan rambut, dengan mengingat bahwa kecepatan tumbuh rambut sekitar 0.4mm/hari.
d. Pertumbuhan kuku sekitar 0.1 mm/hari.
e. Perubahan dalam cairan serebrospinal dimana kadar asam amino kurang dari 14mg%
menunjukan kematian belum lewat 10 jam, kadar nitrogen non protein kurang dari 80mg%
menunjukan kematian belum 24 jam, dan bila kadar kreatin kurang dari 5 mg% dan 10 mg
% masing-masing menunjukkan kematian belum 10 dan 30 jam.
f. Dalam cairan vitreus terjadi peningkatan kadar kalium yang cukup akurat untuk mengukur
24 hingga 100 jam pasca kematian.
Visum