PATOFISIOLOGI Syok Anafilaktik 2

download PATOFISIOLOGI Syok Anafilaktik 2

of 9

description

syok

Transcript of PATOFISIOLOGI Syok Anafilaktik 2

PATOFISIOLOGISYOK ANAFILAKTIK

Pembimbing:Dr. Mas Wishnuwardhana Sp.A

Oleh:Elsha Hamidawati Putri 030.09.077

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT ANAKRUMAH SAKIT UMUM DAERAH BEKASIPERIODE 24 MARET 2014 31 MEI 2014FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

A. DEFINISISyok anafilaktik adalah suatu respons hipersensitivitas yang mengancam jiwa yang diperantarai oleh IgE (hipersensitivitas tipe I) yang ditandai dengan COP dan tekanan arteri yang menurun hebat. Hal ini disebabkan oleh adanya suatu Reaksi Antigen-Antibodi yang timbul segera setelah suatu antigen yang sensitif untuk seseorang telah masuk dalam sirkulasi. 1,3Secara harafiah, anafilaktik berasal dari kata ana = balik; phylaxis = perlindungan. Dalam hal ini respons imun yang seharusnya melindungi (prophylaxis) justru merusak jaringan, dengan kata lain kebalikan dari pada melindungi (anti-phylaxis = anaphylaxis). Istilah ini pertama kali digunakan oleh Richet dan Portier pada tahun 1902 untuk menerangkan terjadinya renjatan yang disusul dengan kematian pada anjing yang disuntik bisa anemon laut. Pada suntikan pertama tidak terjadi reaksi, tetapi pada suntikan berikutnya sesudah beberapa hari terjadi reaksi sistemik yang berakhir dengan kematian. 1,2B. ETIOLOGI

C. PATOGENESISBerbagai manifestasi klinis yang timbul dalam reaksi yang muncul dalam reaksi anafilaktik pada umumnya disebabkan oleh pelepasan mediator oleh mastosit/basofil baik yang timbul segera (yang timbul dalam beberapa menit) maupun yang timbul belakangan (sesudah beberapa jam). 1Fase SensitisasiFase ini adalah waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan Ig E sampai diikatnya oleh reseptor spesifik pada permukaan mastosit dan basofil. Alergen yang masuk lewat kulit, mukosa, saluran nafas atau saluran makan di tangkap oleh Makrofag. Makrofag segera mempresentasikan antigen tersebut kepada Limfosit T, di mana ia akan mensekresikan sitokin (IL-4, IL-13) yang menginduksi Limfosit B berproliferasi menjadi sel Plasma (Plasmosit). Sel plasma memproduksi Immunoglobulin E (IgE) spesifik untuk antigen tersebut. IgE ini kemudian terikat pada reseptor permukaan sel Mast (Mastosit) dan basofil.Dari berbagai perangsang yang dapat menyebabkan pelepasan mediatornya, mekanismenya dapat melalui reaksi yang dimediasi IgE (IgE mediated anaphylaxis). Pada pajanan alergen, alergen ditangkap oleh APC (Antigen Presenting Cell) seperti makrofag, sel dendritik, sel langerhans, atau yang lain. Kemudian antigen tersebut dipersembahkan bersama beberapa sitokin ke sel T-Helper melalui MHC kelas II. Sel T-Helper kemudian aktif dan mengeluarkan sitokin yang merangsang sel B melakukan memori, proliferasi dan peralihan menjadi sel plasma yg kemudian menghasilkan antibodi termasuk IgE lalu melekat pada permukaan basofil, mastosit dan sel B sendiri. 1,4Fase AktivasiFase ini adalah waktu selama terjadinya pemaparan ulang dengan antigen yang sama. Mastosit dan Basofil melepaskan isinya yang berupa granula yang menimbulkan reaksi pada paparan ulang. Pada kesempatan lain masuk alergen yang sama ke dalam tubuh. Alergen yang sama tadi akan diikat oleh Ig E spesifik dan memicu terjadinya reaksi segera yaitu pelepasan mediator vasoaktif antara lain histamin, serotonin, bradikinin dan beberapa bahan vasoaktif lain dari granula yang disebut dengan istilah Preformed mediators. Ikatan antigen-antibodi merangsang degradasi asam arakidonat dari membran sel yang akan menghasilkan Leukotrien (LT) dan Prostaglandin (PG) yang terjadi beberapa waktu setelah degranulasi yang disebut Newly formed mediators. 1,4Fase EfektorFase ini adalah waktu terjadinya respon yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek mediator yang dilepas mastosit atau basofil dengan aktivitas farmakologik pada organ organ tertentu. Histamin memberikan efek bronkokonstriksi, meningkatkan permeabilitas kapiler yang nantinya menyebabkan edema, sekresi mukus dan vasodilatasi. Serotonin meningkatkan permeabilitas vaskuler dan Bradikinin menyebabkan kontraksi otot polos. Platelet activating factor (PAF) berefek bronkospasme dan meningkatkan permeabilitas vaskuler, agregasi dan aktivasi trombosit. Beberapa faktor kemotaktik menarik eosinofil dan neutrofil. Prostaglandin yang dihasilkan menyebabkan bronkokonstriksi, demikian juga dengan Leukotrien.

D. GAMBARAN KLINIK

Kematian dapat disebabkan oleh gagal napas, aritmia ventrikel atau renjatan yang ireversibel. Selain beberapa gangguan pada beberapa sistem organ, Manifestasi klinik syok Anafilaksis masih dibagi dalam derajat berat ringannya, yaitu sebagai berikut:a. Ringan1. Kesemutan perifer, sensasi hangat, rasa sesak dimulut dan tenggorok.2. Kongesti hidung, pembengkakan periorbital, pruritus, bersin- bersin, mata berair.3. Awitan gejala-gejala dimulai dalam 2 jam pertama setelah pemajanan. 1b. Sedang1. Dapat mencakup semua gejala-gejala ringan ditambah bronkospasme dan edema jalan nafas atau laring dengan dispnea, batuk dan mengi.2. Wajah kemerahan, hangat, ansietas dan gatal-gatal. 3. Awitan gejala-gejala sama dengan reaksi ringan. 5 c. Berat/parah1. Awitan yang sangat mendadak dengan tanda-tanda dan gejala- gejala yang sama seperti yang telah disebutkan diatas disertai kemajuan yang pesat ke arah bronkospame, edema laring, dispnea berat dan sianosis.2. Disfagia, keram pada abdomen, muntah, diare dan kejang-kejang. Henti jantung dan koma jarang terjadi. 4 F. PENATALAKSANAANPenatalaksanaan syok anafilaktik memerlukan tindakan cepat sebab penderita berada pada keadaan gawat. Sebenarnya, pengobatan syok anafilaktik tidaklah sulit, asal tersedia obat-obat emergensi dan alat bantu resusitasi gawat darurat serta dilakukan secepat mungkin. Hal ini diperlukan karena kita berpacu dengan waktu yang singkat agar tidak terjadi kematian atau cacat organ tubuh menetap. 6Pada komplikasi syok anafilaktik setelah kemasukan obat atau zat kimia, baik peroral maupun parenteral, maka tindakan awal yang dilakukan, adalah:1. Segera baringkan penderita pada alas yang keras. Kaki diangkat lebih tinggi dari kepala untuk meningkatkan aliran darah balik vena, dalam usaha memperbaiki curah jantung dan menaikkan tekanan darah. 32. Penilaian A, B, C dari tahapan resusitasi jantung paru, yaitu:A. Airway (membuka jalan napas). Jalan napas harus dijaga tetap bebas, tidak ada sumbatan sama sekali. Untuk penderita yang tidak sadar, posisi kepala dan leher diatur agar lidah tidak jatuh ke belakang menutupi jalan napas, yaitu dengan melakukan ekstensi kepala, tarik mandibula ke depan, dan buka mulut.3B. Breathing support, segera memberikan bantuan napas buatan bila tidak ada tanda-tanda bernapas, baik melalui mulut ke mulut atau mulut ke hidung. Pada syok anafilaktik yang disertai udem laring, dapat mengakibatkan terjadinya obstruksi jalan napas total atau parsial. Penderita yang mengalami sumbatan jalan napas parsial, selain ditolong dengan obat-obatan, juga harus diberikan bantuan napas dan oksigen. Penderita dengan sumbatan jalan napas total, harus segera ditolong dengan lebih aktif, melalui intubasi endotrakea, krikotirotomi, atau trakeotomi. 6C. Circulation support, yaitu bila tidak teraba nadi pada arteri besar (a. karotis, atau a. femoralis), segera lakukan kompresi jantung luar. 3Setelah dilakukan tindakan awal, dilanjutkan dengan penanganan untuk syok anafilaktik, yaitu sebagai: 5a. OksigenasiPrioritas pertama dalam pertolongan adalah pernafasan. Jalan nafas yang etrbuka dan bebas harus dijamin, kalau perlu lakukan sesuai dengan ABC-nya resusitasi. 3,5Penderita harus mendapatkan oksigenasi yang adekuat. Bila ada tanda- tanda pre syok/syok, tempatkan penderita pada posisi syok yaitu tidur terlentang datar dengan kaki ditinggikan 30-45o agar darah lebih banyak mengalir ke organ- organ vital. Bebaskan jalan nafas dan berikan oksigen dengan masker. Apabila terdapat obstruksi laring karena edema laring atau angioneurotik, segera lakukan intubasi endotrakeal untuk fasilitas ventilasi. Ventilator mekanik diindikasikan bila terdapat spasme bronkus, apneu atau henti jantung mendadak. 3b. EpinefrinEpinefrin atau adrenalin bekerja sebagai penghambat pelepasan histamine dan mediator lain yang poten. Mekanismenya adalah adrenalin meningkatkan siklik AMP dalam sel mast dan basofil sehingga menghambat terjadinya degranulasi serta pelepasan histamine dan mediator lainnya. Selain itu adrenalin mempunyai kemampuan memperbaiki kontraktilitas otot jantung, tonus pembuluh darah perifer dan otot polos bronkus. 1,3Dosis yang dianjurkan adalah 0,25 mg sub kutan setiap 15 menit sesuai berat gejalanya. Bila penderita mengalami presyok atau syok dapat dengan dosis 0,01 mg/kgbb secara intra muskuler dan dapat diulang tiap 15 menit sampi tekanan darah sistolik mencapai 90-100 mmHg. Cara lain adalah dengan memberikan larutan 1-2 mg dalam 100 ml garam fisiologis secara intravena, dilakukan bila perfusi otot jelek karena syok dan pemberiannya dengan monitoring EKG. Pada penderita tanpa kelainan jantung, adrenalin dapat diberikan dalam larutan 1:100.000 yaitu melarutkan 0,1 ml adrenalin dalam 9,9 ml NaCl 0,9% dan diberikan sebanyak 10 ml secara intravena pelan-pelan dalam 5- 10 menit. Adrenalin harus diberikan secara hati-hati pada penderita yang mendapat anestesi volatil untuk menghindari terjadinya aritmia ventrikuler. 3,6,7c. Pemberian cairan infus intravenaPemberian cairan infus dilakukan bila tekanan sistolik belum mencapai 50 mmHg. Karena cairan koloid dapat menyebabkan alergi, sebaiknya tidak digunakan pada kasus syok anafilaktik. Hartmann solution atau salin 0,9% adalah cairan yang tepat untuk resusitasi awal. Karena cukup banyak cairan yang dibutuhkan, pemantauan CVP dan hematokrit secara serial sangat membantu. 3d. Obat-obat vasopresorBila pemberian adrenalin dan cairan infus yang dirasakan cukup adekwat tetapi tekanan sistolik tetap belum mencapai 90 mmHg atau syok belum teratasi, dapat diberikan vasopresor. Dopamin dapat diberikan secara infus dengan dosis awal 0,3mg/KgBB/jam dan dapat ditingkatkan secara bertahap 1,2mg/KgBB/jam untuk mempertahankan tekanan darah yang membaik. Noradrenalin dapat diberikan untuk hipotensi yang tetap membandel. 1,7e. KortikosteroidBerperan sebagai penghambat mitosis sel prekursor IgE dan juga menghambat pemecahan fosfolipid menjadi asam arakhidonat pada fase lambat. Kortikosteroid digunakan untuk mengatasi spasme bronkus yang tidak dapat diatasi dengan adrenalin dan mencegah terjadinya reaksi lambat dari anafilaksis. Dosis yang dapat diberikan adalah 7-10 mg/kg i.v prednisolon dilanjutkan dengan 5 mg/kg tiap 6 jam atau dengan deksametason 40-50 mg i.v. Kortisol dapat diberikan secara i.v dengan dosis 100-200 mg dalam interval 24 jam dan selanjutnya diturunkan secara bertahap. 3Dosis hidrokortison diberikan sesuai dengan usia yaitu:> 12 tahun dan dewasa : 200 mg IM atau IV perlahan> 6 12 tahun: 100 mg IM atau IV perlahan> 6 bulan 6 tahun : 50 mg IM atau IV perlahan< 6 bulan : 25 mg IM atau IV perlahan. 3f. AntihistaminBekerja sebagai penghambat sebagian pengaruh histamine terhadap sel target. Antihistamin diindikasikan pada kasus reaksi yang memanjang atau bila terjadi edema angioneurotik dan urtikaria. Difenhidramin dapat diberikan dengan dosis 1mg/kg tiap 4-6 jam.Dosis klorpenamin tergantung dengan usia, yaitu:> 12 tahun dan dewasa : 10 mg IM atau IV perlahan> 6 12 tahun: 5 mg IM atau IV perlahan> 6 bulan 6 tahun : 2,5 mg IM atau IV perlahan< 6 bulan : 250 g/kgbb IM atau IV perlahan. 3g. Resusitasi Jantung ParuRJP dilakukan apabila terdapat tanda-tanda kagagalan sirkulasi dan pernafasan. Untuk itu tidakan RJP yang dilakukan sama seperti pada umumnya. Bilamana penderita akan dirujuk ke rumah sakit lain yang lebih baik fasilitasnya, maka sebaiknya penderita dalam keadaan stabil terlebih dahulu. Sangatlah tidak bijaksana mengirim penderita syok anafilaksis yang belum stabil penderita akan dengan mudah jatuh ke keadaan yang lebih buruk bahkan fatal. Saat evakuasi, sebaiknya penderita dikawal oleh dokter dan perawat yang menguasai penanganan kasus gawat darurat. 3Penderita yang tertolong dan telah stabil jangan terlalu cepat dipulangkan karena kemungkinan terjadinya reaksi lambat anafilaksis. Sebaiknya penderita tetap dimonitor paling tidak untuk 12-24 jam. Untuk keperluan monitoring yang kektat dan kontinyu ini sebaiknya penderita dirawat di Unit Perawatan Intensif. 3G. PENCEGAHANPencegahan syok anafilaktik merupakan langkah terpenting dalam setiap pemberian obat, tetapi ternyata tidaklah mudah untuk dilaksanakan. Ada beberapa hal yang dapat kita lakukan, antara lain:1. Pemberian obat harus benar-benar atas indikasi yang kuat dan tepat.2. Individu yang mempunyai riwayat penyakit asma dan orang yang mempunyai riwayat alergi terhadap banyak obat, mempunyai risiko lebih tinggi terhadap kemungkinan terjadinya syok anafilaktik.3. Penting menyadari bahwa tes kulit negatif, pada umumnya penderita dapat mentoleransi pemberian obat-obat tersebut, tetapi tidak berarti pasti penderita tidak akan mengalami reaksi anafilaktik. Orang dengan tes kulit negatif dan mempunyai riwayat alergi positif mempunyai kemungkinan reaksi sebesar 1 3% dibandingkan dengan kemungkinan terjadinya reaksi 60%, bila tes kulit positif.Yang paling utama adalah harus selalu tersedia obat penawar untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya reaksi anafilaktik atau anafilaktoid serta adanya alat-alat bantu resusitasi kegawatan. 6

DAFTAR PUSTAKA1. Tanod, D.V., Anaphylactic Shock (Syok Anafilaktik pada Anak), available at: http://darryltanod.blogspot.com/2009/02/anaphylactic_shock_syok_anafilaktik .html, update at: February 22, 2009.2. Falisa, S.L., Syok Anafilaktik, available at: http://sillyputifatisa.blog. friendster.com/2008/03/syok-anafilaktik-been-there-done-that/, update at: march 25, 2008.3. Resuscitation Council (UK), Emergency Treatment of Anaphylactic Reactions Guideline for Healthcare Providers, Tavistock Square, London, January 2008.4. Anonymous, Syok Anafilaktik, available at: http://fkunair99.blog.friendster. com/2008/11/syok-anafilaktik/, update at: November 08, 2008.5. Anonymous, Penatalaksanaan Syok Anafilaktik, available at: http://nursing begin.com/penatalaksanaan-syok-anafilaktik/, update at: April 10, 2010.6. Anonymous, Penggunaan Adrenalin dalam Pengobatan Anafilaktik, available at: http://yosefw.wordpress.com/2009/03/19/penggunaan-adrenalin- dalam-pengobatan-anafilaksis/, update at: March 19, 2009.7. Anonymous, Anaphylactic Shock in Children, available at: http://www.kidsallergies.co.uk/AnaphylacticShock.html,