patofisiologi kejang

3

Click here to load reader

Transcript of patofisiologi kejang

Page 1: patofisiologi kejang

Patofisiologi kejang

Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari jaringan normal

yang terganggu akibat suatu keadaan patologik. Aktivitas kejang sebagian bergantung pada

lokasi lepas muatan yang berlebihan tersebut. Lesi di otak tengah, thalamus, dan korteks

serebellum sertabatang otak umumnya tidak memicu kejang. Ditingkat membran sel, kejang

memperlihatkan beberapa fenomena biokimiawi, termasuk yang berikut:

Instabilitas membrane sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami pengaktifan

Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan muatan menurun dan

apabila terpicu akan melepaskan muatan secara berlebihan

Kelainan polarisasi (polarisasi berlebihan, hipopolarisasi, atau selang waktu dalam

repolarisasi) yang disebabkan oleh kelebihan asetil kolin atau defisiensi asam gama-

aminobutirat (GABA)

Ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam-basa atau elektrolit, yang

mengganggu homeostatis kimiawi neuron sehingga terjadi kelainan pada depolarisasi

neuron. Gangguan keseimbangan ini menyebabakan peningkatan berlebihan

neurotransmitter eksitatorik atau deplesi neurotransmitter inhibitorik.

Berbagai faktor, di antaranya keadaan patologik, dapat merubah atau mengganggu fungsi

membran neuron, sehingga membran mudah dilampaui oleh ion Na dan Ca dari ruangan

ekstrasel ke intrasel. Hal ini dapat menyebabkan ketidak seimbangan potensial membrane

sehingga neuron melepas muatan listrik yang berlebihan. Lepas muatan listrik ini kemudian

dapat menyebar melalui jalur-jalur fisiologis-anatomis dengan bantuan bahan yang disebut

dengan neurotransmiter dan melibatkan daerah di sekitarnya atau daerah yang lebih jauh

letaknya di otak dan terjadilah kejang. Tidak semua sel neuron di susunan saraf pusat dapat

mencetuskan bangkitan kejang, walaupun ia melepas muatan listrik berlebihan. Sel neuron di

serebelum di bagian bawah batang otak dan di medulla spinalis, walaupun mereka dapat

melepaskan muatan listrik berlebihan, namun posisi mereka menyebabkan tidak mampu

mencetuskan bangkitan kejang.

Page 2: patofisiologi kejang

Penatalaksanaan awal kejang

Posisikan pasien dalam keadaan miring agar tidak terjadi aspirasi.

Menilai ABC (Airway, Breathing, Circulation)

Berikan bila kejang :

6-15 menit : Benzodiazepin ( Lorazepam 0,1 mg/kg iv setiap 1-2 menit atau diazepam

0,2 mg/kg iv setiap 1-2 menit)

16-35 menit : Fenitoin 20 mg/kg iv

> 35 menit : Profolol infuse 5-10 mg/kg/hr setelah bolus 2 mg/kg atau Midazolam

infuse 1-10 mg/kg/jam setelah bolus 0,15 mg/kg/menit

Manajemen kejang dimulai dengan pemberian benzodiazepin, yang dianggap terapi lini

pertama. Pilihan IV meliputi lorazepam, diazepam, dan midazolam. Jika akses IV tidak dapat

diperoleh, maka IM lorazepam atau midazolam atau diazepam rektal bisa dipertimbangkan. IV

lorazepam lebih unggul untuk penghentian kejang dan mencegah kejang berulang.

Dosis yang sangat besar benzodiazepin mungkin diperlukan. Tidak ada batas atas khusus

untuk dosis benzodiazepine ketika digunakan untuk kontrol kejang akut. Seperti semua obat

penenang, memantau pasien untuk depresi pernapasan atau kardiovaskular.

Midazolam sedikit kurang efektif untuk menghentikan kejang daripada propofol, tetapi

pengobatan dengan midazolam memiliki frekuensi lebih rendah terjadinya hipotensi.