Paradigma Penelitian

28
PENELITIAN KUALITATIF Penelitian kualitatif merupakan suatu pendekatan dalam melakukan penelitian yang berorientasi pada fenomena atau geja1a yang bersifat alami. Mengingat orientasinya demikian, maka sifatnya mendasar dan naturalistis atau bersifat kealamian, serta tidak bisa dilakukan di laboratorium, melainkan di lapangan. Oleh sebab itu, penelitian semacam ini sering disebut dengan, naturalistic inquiry, atau field study. Landasan berpikir dalam penelitian kualitatif adalah pemikiran Max Weber (1997) yang menyatakan bahwa pokok penelitian sosiologi bukan gejala-gejala sosial, tetapi pada makna-makna yang terdapat di balik tindakan- tindakan perorangan yang mendorong terwujudnya gejala- gejala sosial tersebut. Oleh karena itu metoda yang utama dalam sosiologi dari Max Weber adalah verstehen atau pemahaman (jadi bukan erklaren atau penjelasan). Agar dapat memahami makna yang ada dalam suatu gejala sosial, maka seorang peneliti harus dapat berperan sebagai pelaku yang ditelitinya, dan harus dapat memahami para pelaku yang ditelitinya agar dapat mencapai tingkat pemahaman yang sempurna mengenai makna-makna yang terwujud dalam gejala-gejala sosial yang diamatinya (Suparlan, 1997:95). Paradigma dan Perspektif Riset Komunikasi Page 1

Transcript of Paradigma Penelitian

Page 1: Paradigma Penelitian

PENELITIAN KUALITATIF

Penelitian kualitatif merupakan suatu pendekatan dalam melakukan

penelitian yang berorientasi pada fenomena atau geja1a yang bersifat alami.

Mengingat orientasinya demikian, maka sifatnya mendasar dan naturalistis atau

bersifat kealamian, serta tidak bisa dilakukan di laboratorium, melainkan di

lapangan. Oleh sebab itu, penelitian semacam ini sering disebut dengan,

naturalistic inquiry, atau field study.

Landasan berpikir dalam penelitian kualitatif adalah pemikiran Max Weber

(1997) yang menyatakan bahwa pokok penelitian sosiologi bukan gejala-gejala

sosial, tetapi pada makna-makna yang terdapat di balik tindakan-tindakan

perorangan yang mendorong terwujudnya gejala-gejala sosial tersebut. Oleh

karena itu metoda yang utama dalam sosiologi dari Max Weber adalah verstehen

atau pemahaman (jadi bukan erklaren atau penjelasan). Agar dapat memahami

makna yang ada dalam suatu gejala sosial, maka seorang peneliti harus dapat

berperan sebagai pelaku yang ditelitinya, dan harus dapat memahami para pelaku

yang ditelitinya agar dapat mencapai tingkat pemahaman yang sempurna

mengenai makna-makna yang terwujud dalam gejala-gejala sosial yang

diamatinya (Suparlan, 1997:95).

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang dilakukan dalam setting

tertentu yang ada dalam kehidupan riil (alamiah) dengan maksud menginvestigasi

dan memahami fenomena: apa yang terjadi, mengapa terjadi dan bagaimana

terjadinya?. Jadi riset kualitatif adalah berbasis pada konsep “going exploring”

yang melibatkan in-depth and case-oriented study atas sejumlah kasus atau kasus

tunggal (Finlay 2006). Tujuan utama penelitian kualitatif adalah membuat fakta

mudah dipahami (understandable) dan kalau memungkinan (sesuai modelnya)

dapat menghasilkan hipotesis baru.

Paradigma dan Perspektif Riset Komunikasi Page 1

Page 2: Paradigma Penelitian

1. PARADIGMA PENELITIAN

Paradigma penelitian merupakan kerangka berpikir yang menjelaskan cara

pandang peneliti terhadap fakta kehidupan sosial dan juga perlakuan peneliti

terhadap ilmu dan teori. Paradigma juga mampu menjelaskan bagaimana peneliti

memahami suatu masalah, serta kriteria pengujian sebagai landasan untuk

menjawab penelitian (Guba & Lincoln, 1988:89-115).

Paradigma merupakan perspektif riset yang digunakan peneliti yang berisi

bagaimana peneliti melihat realita (world views), bagaimana mempelajari

fenomena, cara-cara yang digunakan dalam penelitian dan cara-cara yang

digunakan dalam menginterpretasikan temuan. Dalam konteks desain penelitian,

pemilihan paradigma penelitian menggambarkan pilihan suatu kepercayaan yang

akan mendasari dan memberi pedoman seluruh proses penelitian (Guba, 1990).

Paradigma penelitian menentukan masalah apa yang dituju dan tipe penjelasan

apa yang dapat diterimanya (Kuhn, 1970).

Guba & Lincoln (1994:17-30) juga menyusun beberapa paradigma dalam

teori ilmu komunikasi. Paradigma yang dikemukakan itu terdiri dari paradigma

positivistik, paradigma pospositivistik, paradigma kritis, dan paradigma

konstruktivisme. Beberapa ahli metodologi dalam bidang ilmu sosial

berpendapat bahwa paradigma positivistik dan pospositivistik merupakan

kesatuan paradigma, yang sering disebut dengan paradigma klasik. Implikasi

metodologis dan teknis dari dua paradigma tersebut, dalam prakteknya, tidak

punya banyak perbedaan. Adanya konstelasi paradigma di atas maka teori dan

penelitian biasa dikelompokkan dalam tiga paradigma utama, yaitu paradigma

klasik, paradigma kritis dan paradigma konstruktivisme. Apabila terjadi tiga

pembedaan paradigma dalam ilmu sosial, maka terjadi perbedaan pemahaman

terhadap paradigma itu sendiri.

Paradigma dan Perspektif Riset Komunikasi Page 2

Page 3: Paradigma Penelitian

Perbedaan antara ketiga paradigma ini juga dapat dibahas dari 4 (empat) dimensi.

Keempat dimensi tersebut adalah dimensi epistemologis, dimensi ontologis,

dimensi metodologis, serta dimensi aksiologis.

Dimensi epistemologis berkaitan dengan asumsi mengenai hubungan antara

peneliti dengan yang diteliti dalam proses memperoleh pengetahuan mengenai

objek yang diteliti. Seluruhnya berkaitan dengan teori pengetahuan (theory of

knowledge) yang melekat dalam perspektif teori dan metodologi.

Dimensi ontologis berhubungan dengan asumsi mengenai objek atau realitas

sosial yang diteliti. Dimensi metodologis mencakup asumsi-asumsi mengenai

bagaimana cara memperoleh pengetahuan mengenai suatu obyek pengetahuan.

Sedangkan dimensi aksiologis berkaitan dengan posisi value judgments, etika

serta pilihan moral peneliti dalam suau penelitian.

Paper ini menjelaskan tentang tentang penelitian yang menggunakan

pendekatan kualitatif serta paradigma yang lazim dipergunakan dalam penelitian,

antara lain paradigma Positivistik, post-positivistik, kritik, dan konstruktivis.

Penelitian kualitatif merupakan mengandung paradigma penelitian yang

menekankan pada pemahaman mengenai masalah-masalah dalam kehidupan

sosial berdasarkan kondisi realitas atau natural setting yang holistic, kompleks dan

rinci.

1.1. Positivistik

Sebagai pendoman dalam melakukan suatu penelitian, peneliti memiliki

beberapa pilihan paradigma yang dapat dipergunakan, tetapi banyak peneliti yang

lebih tertarik pada paradigma lama atau klasik yang sering disebut paradigma

positivistik.

Paradigma positivistik pertama sekali diperkenalkan oleh Claud Henry Saint

Simon(1760-1825) dan dilanjutkan oleh Auguste Comte (1789-1857). Penelitian

kualitatif jenis pertama ini menggunakan paradigma positivisme. Kriteria

Paradigma dan Perspektif Riset Komunikasi Page 3

Page 4: Paradigma Penelitian

kebenaran menggunakan ukuran frekwensi tinggi. Data yang terkumpul bersifat

kuantitatif kemudian dibuat kategorisasi baik dalam bentuk tabel, diagram

maupun grafik. Hasil kategorisasi tersebut kemudian dideskripsikan, ditafsirkan

dari berbagai aspek, baik dari segi latar belakang, karakteristik dan sebagainya.

Dengan kata lain data yang bersifat kuantitatif ditafsirkan dan dimaknai lebih

lanjut secara kualitatif. Penelitian di jenjang pendidikan strata satu (S1) istilah

penelitian kualitatif lebih banyak menunjuk pada pengertian jenis pertama ini.

Beberapa peneliti menyebut dengan istilah penelitian deskriptif kualitatif.

Paradigma positivis. Secara ringkas adalah pendekatan yang diadopsi dari

ilmu alam yang menekankan pada kombinasi antara angka dan logika deduktif

dan penggunaan alat-alat kuantitatif dalam menginterpretasikan suatu fenomena

secara “objektif”. Pendekatan ini berangkat dari keyakinan bahwa legitimasi

sebuah ilmu dan penelitian berasal dari penggunaan data-data yang terukur secara

tepat, yang diperoleh melalui survai/kuisioner dan dikombinasikan dengan

statistik dan pengujian hipotesis yang bebas nilai/objektif (Neuman 2003).

Dengan cara itu, suatu fenomena dapat dianalisis untuk kemudian ditemukan

hubungan di antara variabel-variabel yang terlibat di dalamnya. Hubungan

tersebut adalah hubungan korelasi atau hubungan sebab akibat.

Bagi positivisme, ilmu sosial dan ilmu alam menggunakan suatu dasar logika

ilmu yang sama, sehingga seluruh aktivitas ilmiah pada kedua bidang ilmu

tersebut harus menggunakan metode yang sama dalam mempelajari dan mencari

jawaban serta mengembangkan teori. Dunia nyata berisi hal- hal yang bersifat

berulang-ulang dalam aturan maupun urutan tertentu sehingga dapat dicari hukum

sebab akibatnya. Dengan demikian, teori dalam pemahaman ini terbentuk dari

seperangkat hukum universal yang berlaku. Sedangkan tujuan penelitian adalah

untuk menemukan hukum-hukum tersebut. Dalam pendekatan ini, seorang

peneliti memulai dengan sebuah hubungan sebab akibat umum yang diperoleh

dari teori umum. Kemudian, menggunakan idenya untuk memperbaiki penjelasan

tentang hubungan tersebut dalam konteks yang lebih khusus

Paradigma dan Perspektif Riset Komunikasi Page 4

Page 5: Paradigma Penelitian

1.2. Post-Positivistime

Pada filsafat postpositivisme kebenaran didasarkan pada esensi (sesuai dengan

hakekat obyek) dan kebenarannya bersifat holistik. Pengertian fakta maupun data

dalam filsafat positivisme dan postpossitivisme juga memiliki cakupan yang

berbeda. Dalam postivisme fakta dan data terbatas pada sesuatu yang empiri

sensual (teramati secara indrawi), sedangkan dalam postpositivisme selain yang

empiri sensual juga mencakup apa yang ada di balik yang empiri sensual

(fenomena dan nomena).

Menurut istilah Noeng Muhadjir (2000: 23) positivisme menganalisis

berdasar data empirik sensual, postpositivisme mencari makna di balik yang

empiri sensual. Karakteristik utama penelitian kualitatif dalam paradigma

postpositivisme adalah pencarian makna di balik data (Noeng Muhadjir. 2000:

79).

Salim (2001:40) menjelaskan Postpositivisme sebagai berikut: Paradigma

ini merupakan aliran yang ingin memperbaiki kelemahan-kelemahan Positivisme

yang hanya mengandalkan kemampuan pengamatan langsung terhadap objek

yang diteliti. Secara ontologi aliran ini bersifat critical realism yang memandang

bahwa realitas memang ada dalam kenyataan sesuai dengan hukum alam, tetapi

suatu hal, yang mustahil bila suatu realitas dapat dilihat secara benar oleh manusia

(peneliti). Oleh karena itu secara metodologi pendekatan eksperimental melalui

metode triangulation yaitu penggunaan bermacam-macam metode, sumber data,

peneliti dan teori

Selanjutnya dijelaskan secara epistomologis hubungan antara pengamat atau

peneliti dengan objek atau realitas yang diteliti tidaklah bisa dipisahkan, tidak

seperti yang diusulkan aliran Positivisme. Aliran ini menyatakan suatu hal yang

tidak mungkin mencapai atau melihat kebenaran apabila pengamat berdiri di

belakang layar tanpa ikut terlibat dengan objek secara langsung. Oleh karena itu,

hubungan antara pengamat dengan objek harus bersifat interaktif, dengan catatan

Paradigma dan Perspektif Riset Komunikasi Page 5

Page 6: Paradigma Penelitian

bahwa pengamat harus bersifat senetral mungkin, sehingga tingkat subjektivitas

dapat dikurangi secara minimal (Salim, 2001:40).

Dari pandangan Guba maupun Salim yang juga mengacu pandangan Guba,

Denzin dan Lincoln dapat disimpulkan bahwa Postpositivisme adalah aliran yang

ingin memperbaiki kelemahan pada Positivisme. Satu sisi Postpositivisme

sependapat dengan Positivisme bahwa realitas itu memang nyata ada sesuai

hukum alam. Tetapi pada sisi lain Postpositivisme berpendapat manusia tidak

mungkin mendapatkan kebenaran dari realitas apabila peneliti membuat jarak

dengan realitas atau tidak terlibat secara langsung dengan realitas. Hubungan

antara peneliti dengan realitas harus bersifat interaktif, untuk itu perlu

menggunakan prinsip trianggulasi yaitu penggunaan bermacam-macam metode,

sumber data, data, dan lain-lain.

Penelitian kualitatif dalam aliran postpositivisme dibedakan menjadi dua

yaitu penelitian kualitatif dalam paradigma phenomenologi dan penelitian

kualitatif dalam paradigma bahasa. Penelitian kualitatif dalam paradigma

phenomenologi bertujuan mencari esensi makna di balik fenomena, sedangkan

dalam paradigma bahasa bertujuan mencari makna kata maupun makna kalimat

serta makna tertentu yang terkandung dalam sebuah karya sastra

1.3. Teori Kritis

Teori kritis, dimulai dengan tulisan Karl Marx, sebagai starting point bagi

perspektif sangat kritis pada teori ini. Secara garis besar teori kritis mempunyai

suatu pengaruh yang substantial pada penelitian sosial, dan bidang komunikasi,

terutama, Frankfurt School (Mazhab Frankfurt). Gambaran secara historis ini, kita

melihat pula aspek-aspek teori kritis yang dalam kajian komunikasi dan

dikaitkan penelitian sosial.

Akar historis Paradigma/perspektik kritis. Pembahasan idealisme Jerman dan

pengaruh yang dimilikinya terhadap penelitian ilmu sosial. Tradisi ini, ditemukan

oleh Immanuel Kant, kemanusiaan bersifat melawan proses-proses interpretif

yang terpusat untuk pemahaman kita mengenai dunia sosial. Pengaruh Marxisme.

Paradigma dan Perspektif Riset Komunikasi Page 6

Page 7: Paradigma Penelitian

Karl Marx (1818-1883) mempunyai suatu jarak lebar kehidupan-intelektual dan

telah menjadi, tentu saja pengaruh yang mendalam dalam bermacam-macam sikap

politik dan arena-arena akademis.

“Permulaan” Marx dipengaruhi oleh gagasan-gagasan Hegel mengenai

ketegangan antara pengalaman subyektif internal dan dunia eksternal serta

melalui kealamian sejarah pada ketegangan itu. Marx percaya bahwa dunia

eksternal mempunyai salah satu yang secara kemanusiaan diciptakan dan

kemudian melakukan abstraksi keberadaan yang substansial dan dibuat untuk

merasakan keobyektifan dan sifat eksternal bagi individu secara subyektif.

Marx, secara khusus memulainya dari asumsi pengasingan manusia. Dia melihat

masyarakat saat itu sebagai mendominasi pengalaman manusia; penciptaan-

penciptaan sosial diobyektifikasi yang direfleksikan kembali manusia sebagai

suatu penguatan pengasingan, yang mendominasi keberadaan esensinya dan

kealamian.”

Marx menyatakan bahwa kondisi-kondisi ekonomi pada masyarakat kapitalis

ditandai oleh pembedaan kelas diantara kaum borjuis (yakni, siapa yang

mengontrol corak-corak dan memaknai produksi) dan kaum proletar (yakni, siapa

yang dipakai dalam produksi untuk mendapatkan upah).Tulisan awal dan akhir

Marx mengembangkan tinjauan pada hubungan diantara individu dan masyarakat.

Sekolah Frankfurt. Teori kritis adalah anak dari aliran besar filsafat

berinspirasi Marx yang paling jauh meninggalkan Marx. Mereka juga disebut

Aliran Frankfurt, karena mereka semula berada pada Institute fur Sozialforchung

di frankfur, Main di Jerman. Cara pemikiran Aliran Frankfurt mereka sebut

sendiri “Teori Kritik Masyarakat” (Teori Kritis). Maksud teori ini ialah

membebaskan manusia dari pemanipulasian para teknorat modern.

Di buku yang berbeda Paradigma kritis pada dasarnya adalah paradigma ilmu

pengetahuan yang meletakkan epistemologi kritik Marxisme dalam seluruh

metodologi penelitiannya. Fakta menyatakan bahwa paradigma kritis yang

diinspirasikan dari teori kritis tidak bisa melepaskan diri dari warisan Marxisme

dalam seluruh filosofi pengetahuannya. Teori kritis pada satu pihak merupakan

Paradigma dan Perspektif Riset Komunikasi Page 7

Page 8: Paradigma Penelitian

salah satu aliran ilmu sosial yang berbasis pada ide-ide Karl Marx dan Engels

(Denzin, 2000: 279-280).

Pengaruh idea marxisme - neo marxisme dan teori kritis mempengaruhi

filsafat pengetahuan dari paradigma kritis. Asumsi realitas yang dikemukakan

oleh paradigma adalah asumsi realitas yang tidak netral namun dipengaruhi dan

terikat oleh nilai serta kekuatan ekonomi, politik dan sosial. Oleh sebab itu,

proyek utama dari paradigma kritis adalah pembebasan nilai dominasi dari

kelompok yang ditindas. Hal ini akan mempengaruhi bagaimana paradigma kritis

memcoba membedah realitas dalam penelitian ilmiah, termasuk di dalamnya

penelitian atau analisis kritis tentang teks media.

Ada beberapa karakteristik utama dalam seluruh filsafat pengetahuan

paradigma kritis yang bisa dilihat secara jelas. Ciri pertama adalah ciri

pemahaman paradigma kritis tentang realitas. Realitas dalam pandangan kritis

sering disebut dengan realitas semu. Realitas ini tidak alami tapi lebih karena

bangun konstruk kekuatan sosial, politik dan ekonomi. Dalam pandangan

paradigma kritis, realitas tidak berada dalam harmoni tapi lebih dalam situasi

konflik dan pergulatan sosial (Eriyanto, 2001:3-46).

Ciri kedua adalah ciri tujuan penelitian paradigma kritis. Karakteristik

menyolok dari tujuan paradigma kritis ada dan eksis adalah paradigma yang

mengambil sikap untuk memberikan kritik, transformasi sosial, proses emansipasi

dan penguatan sosial. Dengan demikian tujuan penelitian paradigma kritis adalah

mengubah dunia yang tidak seimbang. Dengan demikian, seorang peneliti dalam

paradigma kritis akan mungkin sangat terlibat dalam proses negasi relasi sosial

yang nyata, membongkar mitos, menunjukkan bagaimana seharusnya dunia

berada (Newman, 2000:75-87; Denzin, 2000:163-186).

Ciri ketiga adalah ciri titik perhatian penelitian paradigma kritis. Titik

perhatian penelitian paradigma kritis mengandaikan realitas yang dijembatani oleh

nilai-nilai tertentu. Ini berarti bahwa ada hubungan yang erat antara peneliti

Paradigma dan Perspektif Riset Komunikasi Page 8

Page 9: Paradigma Penelitian

dengan objek yang diteliti. Setidaknya peneliti ditempatkan dalam situasi bahwa

ini menjadi aktivis, pembela atau aktor intelektual di balik proses transformasi

sosial. Dari proses tersebut, dapat dikatakan bahwa etika dan pilihan moral bahkan

suatu keberpihakan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari analisis penelitian

yang dibuat.

Karakteristik keempat dari paradigma kritis adalah pendasaran diri paradigma

kritis mengenai cara dan metodologi penelitiannya. Paradigma kritis dalam hal ini

menekankan penafsiran peneliti pada objek penelitiannya. Hal ini berarti ada

proses dialogal dalam seluruh penelitian kritis. Dialog kritis ini digunakan untuk

melihat secara lebih dalam kenyataan sosial yang telah, sedang dan akan terjadi.

Dengan demikian, karakteristik keempat ini menempatkan penafsiran sosial

peneliti untuk melihat bentuk representasi dalam setiap gejala, dalam hal ini

media massa berikut teks yang diproduksinya. Maka, dalam paradigma kritis,

penelitian yang bersangkutan tidak bisa menghindari unsur subjektivitas peneliti,

dan hal ini bisa membuat perbedaan penafsiran gejala sosial dari peneliti lainnya

(Newman, 2000:63-87).

Dalam konteks karakteristik yang keempat ini, penelitian paradigma kritis

mengutamakan juga analisis yang menyeluruh, kontekstual dan multi level. Hal

ini berarti bahwa penelitian kritis menekankan soal historical situatedness dalam

seluruh kejadian sosial yang ada (Denzin, 2000:170).

1.4. Kontruktivis

Paradigma/Perspektif kontruktivis merupakan antitesis dari paham

pengamatan objektivitas dalam menemukan suatu realitas atau ilmu pengetahuan.

Paham ini menyatakan bahwa positivistime dan post-positivisme merupakan

paham yang keliru dalam mengungkap realitas dunia, kedua paham ini harus

ditinggalkan dan diganti dengan konstruktif (Denzin dan Guba. 2001: 41).

Paradigma dan Perspektif Riset Komunikasi Page 9

Page 10: Paradigma Penelitian

Secara metodologi, pendekatan yang digunakan konstruktivisme adalah

hermeneutik dan dialektikal. Hermeneutik berarti makna (meaning) merupakan

sesuatu yang tersembunyi dalam pikiran dan harus diekstraksi ke permukaan

melalui refleksi yang mendalam. Kegiatan refleksi ini distimulasi oleh dialog

(pendekatan dialektikal) antara pencari informasi (peneliti) dengan responden.

Peneliti dan responden bersama-sama menyusun (co-construct) temuan dari

dialog interaktif dan interpretasi mereka dari dialog tersebut.

Ide mengenai konstruktivisme telah muncul sejak abad ke-5 sebelum masehi

baik di Timur, oleh Budha Gautama (560–477 SM), maupun di Barat oleh

Heraklitus (535-474 SM). Sejak itu, pandangan konstruktivisme tidak banyak

berkembang hingga dituliskan ulang oleh Giambattista Vico (1668–1774) pada

abad ke-17. Immanuel Kant (1724-1804) dipandang banyak ahli sebagai peletak

ide utama mengenai konstruktivisme. Kant dalam Critique of Pure Reason

menjelaskan pikiran (mind) sebagai organisme yang tidak henti-hentinya

mentransformasikan ketidakaturan (chaos) menjadi keteraturan (order). Kant

membedakan proses penyerapan informasi oleh indera (sensasi) dengan

pemaknaan personal informasi tersebut oleh individu (persepsi). Karenanya,

berbagai informasi yang diperoleh individu dari luar bisa saja ditangkap oleh

indera yang sama, namun diorganisir dan dimaknai berbeda-beda oleh tiap

individu, tergantung pengetahuan dan pengalaman sebelumnya.

Selanjutnya, konstruktivisme lebih dikenal dalam dunia belajar (learning)

dengan dua tokoh utamanya, Jean Piaget (1896-1980) dan Lev Vygotsky (1896–

1934). Piaget mengembangkan teori mengenai perkembangan anak dan kaitannya

sebagai belajar. Menurut Piaget, terdapat dua proses utama, yakni asimilasi dan

akomodasi yang terjadi ketika individu berhadapan dengan informasi baru.

Individu menggunakan dua proses tersebut untuk membangun pengetahuan dan

pemahaman. Pada asimilasi, individu mengumpulkan dan mengklasifikasi

informasi baru. Informasi baru tersebut kemudian diserap (assimilated), jika tidak

kontradiktif dengan informasi yang telah ada sebelumnya. Misalnya, ketika

seseorang melihat kendaraan dengan dua roda dan tanpa motor penggerak,

kendaraan tersebut akan diklasifikasi sebagai ”sepeda.” Jika informasi baru yang

Paradigma dan Perspektif Riset Komunikasi Page 10

Page 11: Paradigma Penelitian

diperoleh kontradiktif dengan informasi yang telah disusun sebelumnya, misalnya

individu menjumpai kendaraan dengan tiga roda dan tanpa motor penggerak, -

mirip dengan sepeda- maka proses yang terjadi adalah akomodasi. Pada

akomodasi, informasi baru yang kontradiktif diserap seiring berjalannya proses

penyesuaian (adjustment). Misalnya saja bahwa terdapat juga sepeda dengan tiga

roda, misalnya sepeda yang digunakan anak-anak berusia lima tahun ke bawah.

Dua tahapan proses informasi tersebut menggambarkan paham konstruktivisme,

di mana informasi tidak hanya diserap, namun juga disesuaikan dengan skema dan

informasi yang telah ada sebelumnya.

Seperti yang telah dijabarkan di atas, pendekatan konstruktivisme umumnya

digunakan dalam penerapan teori belajar. Model belajar konstruktivis

menekankan bahwa belajar adalah sesuatu yang sangat individual. Tiap individu

membangun versi unik dari realitas berdasarkan pengalaman sama, namun

dimaknai berbeda tergantung pengalaman dan pengetahuan individu sebelumnya

Secara ontologis, aliran ini menyatakan realitas itu ada dalam macam-macam

konstruksi mental, berdasarkan pengalaman sosial, bersifat lokal dan spesifik dan

tergantung pada orang yang melakukannya. Karena itu, suatu realitas yang

diamati oleh seseorang tidak bisa digeneralisasikan kepada semua orang seperti

yang dilakukan di kalangan positivistik atau post-positivistik. Menurut Linclon,

perpektif kontruktivis muncul melalui proses cukup lama setelah sekian generasi

ilmuwan berpegang teguh pada perspektif postivistik selama berabad-abad.

Awal perkembangannya, perspektif kontruktivis ini mengembangkan jumlah

indikator:

1. penggunaan metode kualitatif dalam proses pengumpulan data dan

analisis data;.

2. Mencari relevansi indikator memahami data lapangan.

3. Teori lebih bersifat membumi.

4. Kegiatan ilmu harus bersifat natural (apa adanya);.

Paradigma dan Perspektif Riset Komunikasi Page 11

Page 12: Paradigma Penelitian

5. Pola-pola yang diteliti dan berisi kategori yang menjadi unit analisis.

6. Penelitian bersifat partisipatif daripada mengontrol

Kontruktivis atau konstrukvisme secara teoritis untuk komunikasi yang

dikembangkan tahun 1970-ann oleh Jesse Delia (dkk). Kontrukvisme berkaitann

dengan penelitian komunikasi antarpersona sejak 1970-an

2. Implikasi paradigma, Teori dan Metode dalam Penelitian Kualitatif.

2.1. Implikasi Paradigma dalam Penelitian

Ilmu pengetahuan merupakan suatu cabang studi yang berkaitan dengan

penemuan dan pengorganisasian fakta-fakta, prinsip-prinsip, dan metoda-metoda.

Dari sini dapat dipahami bahwa untuk dinyatakan sebagai ilmu pengetahuan,

maka cabang studi itu haruslah memiliki unsur-unsur penemuan dan

pengorganisasian, yang meliputi pengorganisasian fakta-fakta atau kenyataan-

kenyataan, prinsip-prinsip serta metoda- metoda. Oleh Moleong prinsip-prinsip ini

disebut sebagai aksioma-aksioma, yang menjadi dasar bagi para ilmuan dan

peneliti di dalam mencari kebenaran melalui kegiatan penelitian.

Dasar-dasar untuk melakukan kebenaran itu biasa disebut sebagai

paradigma, yang oleh Bogdan dan Biklen dinyatakan sebagai kumpulan longgar

dari sejumlah asumsi yang dipegang bersama, konsep atau proposisi yang

mengarahkan cara berpikir dan penelitian.

Ada berbagai macam paradigma yang mendasari kegiatan penelitian ilmu-

ilmu sosial. Paradigma-paradigma yang beragam tersebut tidak terlepas dari

adanya dua tradisi intelektual Logico Empiricism dan Hermeneutika.

Logico Empiricism, merupakan tradisi intelektual yang mendasarkan diri

pada sesuatu yang nyata atau faktual dan yang serba pasti. Sedangkan

Paradigma dan Perspektif Riset Komunikasi Page 12

Page 13: Paradigma Penelitian

Hermeneutika, merupakan tradisi intelektual yang mendasarkan diri pada sesuatu

yang berada di balik sesuatu yang faktual, yang nyata atau yang terlihat.

Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang berusaha melihat

kebenaran-kebenaran atau membenarkan kebenaran, namun di dalam melihat

kebenaran tersebut, tidak selalu dapat dan cukup didapat dengan melihat sesuatu

yang nyata, akan tetapi kadangkala perlu pula melihat sesuatu yang bersifat

tersembunyi, dan harus melacaknya lebih jauh ke balik sesuatu yang nyata

tersebut.

Pilihan terhadap tradisi mana yang akan ditempuh peneliti sangat

ditentukan oleh tujuan dan jenis data yang akan ditelitinya. Oleh karena itu

pemahaman terhadap paradigma ilmu pengetahuan sangatlah perlu dilakukan oleh

para peneliti. Bagi kegiatan penelitian, paradigma tersebut berkedudukan sebagai

landasan berpijak atau fondasi dalam melakukan proses penelitian selengkapnya.

2.2. Implikasi Teori dalam Penelitian Kualitatif

Semua penelitian bersifat ilmiah,oleh karena itu semua peneliti harus

berbekal teori. Dalam penelitian kuantitatif, teori yang di gunakan harus sudah

jelas, sebagai dasar untuk merumuskan hipotesi, dan sebagai referensi untuk

menyusun instrument penelitian. Oleh karena itu apa yang akan dipakai.

Dalam penelitian kualitatif, karena permasalahan yang dibawa oleh

peneliti masih bersifat sementara, maka teori yang digunakan dalam penyusunan

proposal peneliti kualitatif juga masih bersifat sementara,dan akan berkembang

setelah peneliti mamasuki lapangan atau konteks social. Dalam kaitannya dengan

teori, kalau dalam penelitian kualitatif itu bersifat menguji hipotesis atau

teori,sedangkan dalam penelitian kualitatif bersifat menemukan teori.

Paradigma dan Perspektif Riset Komunikasi Page 13

Page 14: Paradigma Penelitian

metode penelitian kualitatif berangkat dari lapangan dengan melihat fenomena

atau gejala yang terjadi untuk selanjutnya menghasilkan atau mengembangkan

teori. Jika dalam metode penelitian kuantitatif teori berwujud dalam bentuk

hipotesis atau definisi sebagaimana dipaparkan pada halaman sebelumnya, maka

dalam metode penelitian kualitatif teori berbentuk pola (pattern) atau generalisasi

naturalistik (naturalistic generalization). Karena itu, pola dari suatu fenomena

bisa dianggap sebagai sebuah teori.  Kalau begitu apa fungsi teori dalam metode

penelitian kualitatif? Teori dipakai sebagai bahan pisau analisis untuk memahami

persoalan yang diteliti.

Dengan teori, peneliti akan memperoleh inspirasi untuk bisa memaknai persoalan.

Memang teori  bukan satu-satunya alat atau bahan untuk melihat persoalan yang

diteliti. Pengalaman atau pengetahuan peneliti sebelumnya yang diperoleh lewat

pembacaan literatur, mengikuti diskusi ilmiah, seminar atau konferensi, ceramah

dan sebagainya bisa dipakai sebagai bahan tambahan untuk memahami persoalan

secara lebih mendalam. Teori dipakai sebagai informasi pembanding atau

tambahan untuk melihat gejala yang diteliti secara lebih utuh. Karena tujuan

utama penelitian kualitatif adalah untuk memahami gejala atau persoalan tidak

dalam konteks mencari penyebab atau akibat dari sebuah persoalan lewat variabel

yang ada melainkan untuk memahami gejala secara komprehensif, maka berbagai

informasi mengenai persoalan yang diteliti wajib diperoleh. Informasi dimaksud

termasuk dari hasil-hasil penelitian sebelumnya mengenai persoalan yang sama

atau mirip.

Dalam penelitian kuantitatif jumlah teori yang digunakan sesuai dengan

jumlah variabel yang diteliti, sedangkan dalam penelitian kualitatif yang bersifat

holistik,jumlah teori yang harus dimiliki oleh penelitian kualitatif jauh lebih

banyak karena harus disesuaikan dengan fenomena yang berkembang di lapangan.

Penelitian kualitatif akan lebih profesional kalau menguasai semua teori

sehingga wawasannya akan manjadi lebih luas,dan dapat menjadi instrument

Paradigma dan Perspektif Riset Komunikasi Page 14

Page 15: Paradigma Penelitian

penelitian yang baik.teori bagi penelitian kualitatif akan berfungsi sebangai bekal

untuk bias memahami konteks sosial secara lebih luas dan mendalam.

Walaupun peneliti kulitatif dituntu untuk mengguasai teori yang luas dan

mendalam , namun dalam menglaksanakan penelitian kualitatif, peneliti kualitatif

harus mampu melaksanakan teori yang di miliki tersebut dan tidak digunakan

sebagai panduan untuk wawancara, dan observasi. Peneliti kualitatif di tuntut

dapat menggali data berdasarkan apa yang diucapkan, dipasakan, dilakukan oleh

partisipan atau sumber data. Peneliti kualitatif harus bersifat “ perspektif emic”

artinya memperoleh data bukan “sebagaimana seharusnya”, bukan

berdasarkan,apa yang terjadi dilapangan, yang di alami, dirasakan, dan difikirkan

oleh partisipan/sumber data.

Oleh karena itu peneliti kualitatif harus berbekal teori yang luas sehingga

mampu menjadi “human instrument “ yang baik. Dalam hal ini Bong and Gall

1988 menyatakan bahwa “Qualitative research is much more difficult to do well

than quantitative research because the data collected are usually subjective and the

main measurement tool for collcted data is the investigator himself”. Peneliti

kualitatif lebih sulit bili dibandingkan dengan penelitian kualitatif, karena data

yang terkumpul bersifat subjektif dan instrument sebagai alat pengumpul data

adalah peneliti itu sendiri.

Untuk dapat menjadi instrument penelitianyang baik, peneliti kualitatif di

tuntut untuk memiliki wawsan teoritis maupun wawasan yang trkait dengan

konteks sosial yang di teliti yang berupa niai, budaya, keyakinan, hukum, adapt

istiadat yang terjadi dan berkembang pada konteks sosial tersebut. Bila peneliti

tidak memiliki wawasan yang luas ,maka peneliti akan sulit membuka pertanyaan

kepada sumber data, sulit memehami apa yang terjadi, tidak akan dapat

melakukan analisis secara induktif terhadap data yang di peroleh. Sebagai contoh

seseorang peneliti bidang kesehatan saja akan mengalami kesulitan.

Paradigma dan Perspektif Riset Komunikasi Page 15

Page 16: Paradigma Penelitian

Demikian juga peneliti yang berlatar belakang pendidikan, akan sulit

untuk bertanya dan memahami bidang antropologi. Peneliti kualitatif di tuntut

mampu mengorganisasikan semua teori yang dibaca. Landasan teori yang di

tuliskan dalam proposal penelitian lebih berfungsi untuk menunjukan seberapa

jauh peneliti walaupun masih permasalahan tersebut bersifat sementara itu. Oleh

karena itu landasan teori yang dikemukakan tidak merupakan harga mati, tetapi

bersifat sementara.

Peneliti kualitatif setuju di tuntut untuk melakukan grounded research,

yaitu menemukan teori berdasarkan data yang di peroleh di lapangan atau situasi

sosial.

2.3. Implikasi Metodologi dalam Penelitian Kualitatif

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1990. 920. Metodologi adalah

kembangan dari kata metode atau cara jadi metodologi adalah ilmu tentang

metode. Sedangkan Penelitian berasal dari kata teliti yang memiliki makna

cermat; seksama. Kemudian dikembangkan menjadi meneliti yang berarti

memeriksa (menyelidiki, dsb). Kemudian dikembangkan lagi menjadi penelitian

yaitu: pemeriksaan yang teliti, Dan kualitatif adalah berdasarkan mutu. Penelitian

adalah suatu kegiatan monopoli para ahli. Dalam artian ahli di bidangnya masing-

masing(Arikunto,2006.1).

Jadi metodologi penelitian adalah sebuah ilmu tentang metode atau cara

untuk melakukan sebuah pemeriksaan secara teliti namun semua itu harus

berdasarkan mutu. Maksudnya ilmu tentang cara untuk melakukan pemeriksaan

secara teliti namun yang diteliti itu bermutu atau penting untuk diteliti dan

dibutuhkan penjelasan terhadap bahan yang akan diteliti tersebut.

Kemudian digabungkan dengan pemikiran aliran positivisme menjadi sebuah ilmu

tentang cara untuk melakukan pemeriksaan secara teliti namun yang diteliti itu

bermutu atau penting untuk diteliti dan dibutuhkan penjelasan terhadap bahan

yang akan diteliti tersebut dengan berpandangan positif atau pada fakta-fakta.

Paradigma dan Perspektif Riset Komunikasi Page 16

Page 17: Paradigma Penelitian

Namun dalam hal penyajian, penelitian kualitatif tidak boleh lepas dari cara

penyajiannya yakni secara deskriptif.

Menurut Gulo didalam bukunya yang berjudul Metodologi penelitian

secara simpel di menjelaskan Melakukan sebuah penelitian diperlukan proses

langkah-langkah yang sistematis, analistis, empiris, dan terkendali. Dan proses

inilah yang dinamakan metodologi penelitian. Metodologi penelitian membantu

sipeneliti untuk melakukan tahap-tahap penelitian yang lebih efisien.

Secara filosofik, metode penelitian merupakan bagian dari ilmu

pengetahun yang mempelajari bagaimana prosedur kerja mencari kebenaran.

Prosedur kerja mencari kebenaran sebagai filsafat dikenal sebagai filsafat

epistemologi. Karena kualitas kebenaran yang diperoleh dalam berilmu

pengetahuan terkait langsung dengan kualitas prosedur kerjanya (Noeng, hal 8).

Disisi lain secara logika metodologi penelitian merupakan ilmu yang

mempelajari tentang metoda-metoda penelitian, ilmu tentang alat-alat penelitian.

Dilingkungan filsafat, logika dikenala sebagai ilmu tentang alat untuk mencari

kebenaran. Bila ditata dalam sistematika, metodologi penelitian merupakan bagian

dari logika (Noeng, 2000,hal 9)

Paradigma dan Perspektif Riset Komunikasi Page 17

Page 18: Paradigma Penelitian

Daftar Pustaka

Muhadjir, Noeng.2000. Metode Penelitian Kualitatif. Jogyakarta: Raka Sarasin

Bazuki, Heru, Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu-Ilmu Kemanusiaan dan Budaya, Jakarta: Gunadarma Press, 2006.Griffiths, Martin

Eriyanto, (2001). Analisis Wacana, Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LKiS,

Noeng, Muhadjir. Metode Penelitian Sosial . Surakarta: LembagaPengembangan Pendidikan, 1998

Hamad, Ibnu. 2004. Konstruksi Realitas Politik di Media Massa sebuah Study Critical Discourse Analysis Discourse. Jakarta: Granit

Paradigma dan Perspektif Riset Komunikasi Page 18