PARADIGMA BARU KEBIJAKAN PENANAMAN MODAL ASING PT...

85
PARADIGMA BARU KEBIJAKAN PENANAMAN MODAL ASING PT FREEPORT INDONESIA SKRIPSI Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Menyelesaikan Program Sarjana Hukum (S.H) pada Program Sarjana Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Oleh : T R I N I D I Y A N I NIM: 11150450000075 PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 2019 M / 1440 H

Transcript of PARADIGMA BARU KEBIJAKAN PENANAMAN MODAL ASING PT...

PARADIGMA BARU KEBIJAKAN PENANAMAN MODAL ASING

PT FREEPORT INDONESIA

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Menyelesaikan Program Sarjana

Hukum (S.H) pada Program Sarjana Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Oleh :

T R I N I D I Y A N I

NIM: 11150450000075

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

2019 M / 1440 H

iv

ABSTRAK

Trini Diyani, NIM. 11150450000075, “PARADIGMA BARU

KEBIJAKAN PENANAMAN MODAL ASING PT FREEPORT

INDONESIA”, Program Studi Hukum Tata Negara Fakultas Syariah dan

Hukum Uiniversitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440

H/2019 M. ix ± 75 halaman. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui perubahan

paradigma tentang kebijakan Penanaman Modal Asing PT. Freeport Indonesia,

serta keterkaitannya dengan kedaulatan negara sesuai dengan Pasal 33 UUD

1945. Mengetahui kebijakan Penanaman Modal Asing di Indonesia dan

mengetahui penerapan kebijakan divestasi dalam pembatasan Penanaman Modal

Asing pada PT Freeport Indonesia. Latar belakang penelitian ini adalah

pengaturan mengenai adanya UU Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman

Modal Asing dan UU Nomor 11 Tahun 1967 Ketentuan-ketentuan Pokok

Pertambangan kemudian diperkuat dengan PP 20 Tahun 1994 tentang

Kepemilikan Saham Asing di Indonesia. Dalam penelitian ini ditemukan upaya

pemerintah dalam menjaga kedaulatan negara dengan dirubahnya UU 11 Tahun

1967 menjadi UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan

Batubara. Tujuan tersebut selaras dengan pedoman perekonomian bangsa yang

termaktub dalam Pasal 33 UUD 1945.

Penelitian ini menggunakan tipe penelitian normatif dengan pendekatan

undang-undang (statute aproach), teori, dokumen-dokumen. Penelitian ini

menggunakan dua bahan hukum, yaitu bahan hukum primer, dan sekunder.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penanaman modal asing bagi

negara berkembang seperti Indonesia mutlak dibutuhkan. Karena sifatnya yang

tidak dapat dihindarkan penanaman modal asing pun bertujuan menunjang

pelaksanaan pembangunan nasional. Penanaman modal asing di Indonesia

menjadi suatu hal yang baik namun juga perlu suatu kehati-hatian dalam

mengelola penanaman modal asing. Bukan berarti dengan dibukanya pintu-pintu

penanaman modal asing justru mengakibatkan eksploitasi sumber daya alam

yang dimiliki Indonesia yang berujung pada perenggutan kedaulatan negara.

Kata Kunci : Penanaman Modal Asing, PT.Freeport, Kedaulatan Negara

Pembimbing : Fathudin, S.H.I, S.H, M.H, M.A.Hum

Daftar Pustaka : Dari tahun 1963 sampai 2019

v

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb...

Segala puji dan syukur tak hentinya terucap kepada Allah SWT, berkat

nikmat, anugerah, dan nikmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan

judul “PARADIGMA BARU KEBIJAKAN PENANAMAN MODAL

ASING PT FREEPORT INDONESIA”

Shalawat serta salam penulis limpah curahkan kepada Nabi Muhammad

SAW, yang telah memimpin umat Islam menuju jalan yang diridhoi Allah SWT.

Dalam meneyelesaikan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan, arahan

dan bimbingan dari berbagai pihak, sehingga dalam kesempatan ini penulis

mengucapkan terima kasih yang amat besar kepada:

1. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, M.A., Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan Para Wakil Dekan.

2. Dr. Maskufa, M.Ag Ketua Program Studi Hukum Tata Negara dan juga

kepada Sri Hidayati, M.Ag Sekretaris Program Studi Hukum Tata Negara

UIN Syarif Hidyatullah Jakarta.

3. Prof. Dr. Amany Burhanuddin Umar Lubis, Lc, M.Ag selaku Dosen

penasihat akademik penulis, yang selalu menjadi inspirator bagi penulis

agar terus lebih baik lagi serta bermanfaat bagi dunia.

4. Fathuddin, Lc, S.H.I, S.H, M.H, M.A.Hum, Dosen pembimbing yang

telah bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran serta kesabaran

dalam membimbing, sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian

skripsi ini dengan tepat waktu.

5. Keluarga Besar Laboratorium Fakultas Syariah dan Hukum, Kepala Lab

Ibu Dr. Hj. Mesraini, S.H, M.Ag terima kasih telah mengizinkan peneliti

vi

mengerjakan skripsi di ruang lab, Bapak Fathuddin, Lc, S.H, S.H.I, M.H,

M.A.Hum selaku dosen pembimbing yang penulis anggap seperti kakak

sendiri, Bapak Izhar Helmi, S.H, M.H, kak Erwin Hikmatiar, S.Sy, S.H,

M.H, kak Muhammad Ikhwan, S.Sy, dan kak Diana Mutia Habibaty,

S.H., M.H.

6. Segenap Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta khususnya dosen Program Studi Hukum Tata Negara yang telah

memberikan ilmu pengetahuan dengan tulus dan ikhlas, semoga Allah

SWT senantiasa membalas jasa-jasa beliau serta menjadikan semua

kebaikan ini sebagai amal jariyah untuk beliau semua.

7. Pimpinan dan segenap staf Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum

UIN Syarif Hidyatullah Jakarta, Pimpinan dan segenap staf Perpustakaan

Utama FSH UIN Syarif Hidyatullah Jakarta, juga Pimpinan dan segenap

staf Perpustakaan Universitas Indonesia yang telah menyediakan fasilitas

yang memadai untuk mengadakan studi kepustakaan guna menyelesaikan

skripsi ini.

8. Kedua orang tuaku tercinta, Bapak Washadi, dan Mamah Roisyah, yang

selalu tulus memberikan semangat, doa serta dorongan moriil mulai dari

pendidikan di taman kanak-kanak, sekolah dasar sampai Perguruan

Tinggi sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini hingga selesai.

Juga Kaka dan adikku tersayang, mas Trisno Hartono, Mba Sutrismi, dan

Kurniawan yang memberikan peneliti hiburan dalam mengerjakan skripsi

ini.

9. Muhammad Syafi’i Ma’arif, S.Ag selaku sahabat, kaka, sekaligus life

partner penulis yang telah memberikan dorongan semangat sedari awal

penulis berkuliah di UIN Syarif Hidayatullah hingga lulus starta satu.

10. Keluarga besar Hukum Tata Negara UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

Ibu Anhar selaku ibu kosan dan Member Kosan One Heart mba Ami,

mba Yuli, dan Indar yang telah memberikan hiburan kepada penulis.

11. Keluarga Besar Kementrian Luar Negeri Direktorat Protokol dan

vii

Konsuler Sub Dit Jasa Konsuler Warga Negara Asing. Kepada pak Eko,

Mba Ayu, Pak Boy, dan Mas Hardi yang selalu memberikan semangat

dan motivasi kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini.

12. Ka Aprian Subhan Dahraini selaku guru kepenulisan karya ilmiah

semenjak penulis duduk di bangku Aliyah hingga lulus strata satu ini.

Terima kasih telah menjadi tempat berkeluh kesah seputar karya ilmiah

dan memberikan dorangan semangat motivasi kepada penulis.

13. Team Works yaitu Tarmizi Kabalmay, Azka Febriawan, dan Rizqi

Pratama Maihaqi, selaku teman sekelas, teman berkeluh kesah, dan

teman magang penulis selama berada di Kementrian Luar Negeri

Republik Indonesia, persahabatan kita tidak sekedar di kampus saja.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi

peneliti dan umumnya bagi pembaca. Sekian terima kasih.

Wassalamualaikum

Jakarta, Mei 2019

Penulis

viii

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................. i

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ........................................................ ii

LEMBAR PERNYATAAN .......................................................................... iv

ABSTRAK ..................................................................................................... v

KATA PENGANTAR ................................................................................... vi

DAFTAR ISI .................................................................................................. ix

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian ................................................................... 1

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah ............................ 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................................... 8

D. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu .................................................. 9

E. Teknik Pengolahan dan Metode Penelitian ........................................ 10

F. Sistematika Penulisan ........................................................................ 14

BAB II KERANGKA KONSEP DAN KAJIAN TEORITIS

A. Kerangka Konsep ............................................................................... 16

1. Paradigma ..................................................................................... 16

2. Kebijakan ..................................................................................... 17

3. Penanaman Modal Asing ............................................................. 19

4. PT. Freeport Indonesia ................................................................. 20

B. Kerangka Teoritik .............................................................................. 21

1. Kedaulatan Negara ....................................................................... 21

2. Kedaulatan Hukum....................................................................... 24

3. Kedaulatan Ekonomi .................................................................... 26

ix

BAB III DINAMIKA KEBIJAKAN PENANAMAN MODAL ASING

(PMA) DI INDONESIA

A. Perspektif Konstitusi tentang Pengelolaan Sumber Daya Alam ........ 29

B. Perangkat Regulasi Penanaman Modal Asing di Indonesia ............... 33

C. Latar Kehadiran PT Freeport di Indonesia ......................................... 39

D. Problem Kontrak Karya PT. Freeport Indonesia................................ 44

BAB IV ANALISIS KEBIJAKAN DIVESTASI SAHAM PT. FREEPORT

INDONESIA

A. Perubahan Status Kontrak Karya PT. Freeport Indonesia ke Izin Usaha

Pertambangan Khusus ....................................................................... 450

B. Penegasan Eksistensi Kedaulatan Negara ......................................... 59

C. Konsistensi Pengamalan Pasal 33 UUD NRI 1945 ........................... 62

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ........................................................................................ 68

B. Saran ................................................................................................... 69

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 70

CURRICULUM VITAE .............................................................................. 75

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Perekonomian dunia saat ini sedang mengalami globalisasi, hal tersebut

dapat dilihat dari semakin maraknya penanaman modal asing pada suatu

perusahaan. Penanaman modal asing yang pesat meniadakan batasan hubungan

ekonomi internasional. Efek yang di timbulkan dari globalisasi ekonomi ini

salah satunya adalah arus teknologi informasi yang begitu cepat kemasyarakat

semakin terlihat dengan berkembangnya perekonomian suatu negara.

Perkembangan teknologi, komunikasi dan informasi di berbagai belahan dunia

mendorong banyak perusahaan-perusahaan di negara pengekspor modal

melakukan efisiensi perekonomiannya agar stabilitas dan peningkatan

produktivitasnya dapat terjamin.1

Di Indonesia, penanaman modal asing menjadi sesuatu yang sifatnya tidak

dapat dihindarkan inevitable, bahkan mempunyai peranan yang sangat penting

dan strategis dalam menunjang pelaksanaan pembangunan nasional. Hal ini

disebabkan pembangunan nasional Indonesia memerlukan pendanaan yang

sangat besar untuk dapat menunjang tingkat pertumbuhan ekonomi yang di

harapkan. Kebutuhan pendanaan tersebut tidak hanya diperoleh dari sumber-

sumber pendanaan dalam negeri, tetapi juga dari luar negeri. Hal itu yang

menyebabkan penanaman modal asing menjadi salah satu sumber pendanaan

luar negeri yang strategis dalam menunjang pembangunan nasional, khususnya

dalam pengembangan sektor riil2 yang pada gilirannya diharapkan akan

berdampak pada pembukaan lapangan pekerjaan secara luas.

1 Hendrik Budi Untung, Hukum Investasi Indonesia, (Jakarta : Sinar Grafika, 2010), h. 32

2Dalam Marzuki yang di sampaikan Pada Acara Pembekalan Nasional : Menata Strategi

Kebijakan Menuju Iklim Investasi yang Kondunsif Lembaga Pengkajian Kebijakan Strategis dan

Pemberdayaan (LPKSP). Pada prinsipnya, investas sektori riil terdiri dari : Investasi yang

dilakukan untuk melakukan ekploitasi terhadap suber daya alam, meliputi pertambangan, agro

industri, perikanan, peternakan dan pariwisata alam.

2

Upaya yang dapat dilakukan untuk mendukung pembangunan nasional

tersebut adalah dengan mengawal jalannya pembangunan serta investasi di

Indonesia. Untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah Indonesia dapat

menjamin kepastian hukum serta menyederhanakan proses atau prosedur

investasi. Oleh karenanya penanaman modal atau investasi merupakan pilar

penting dalam pertumbuhan ekonomi suatu negara yang hendak tumbuh

berkelanjutan yang tentunya memerlukan modal. Namun, bukan berarti

penanaman modal asing di Indonesia menjadi bebas tak terkendali. Dengan

dibukanya keran-keran penanaman modal asing di Indonesia menjadi suatu hal

yang baik namun juga perlu suatu kehati-hatian dalam mengelola penanaman

modal asing. Dibuatnya sebuah regulasi pembatasan penanaman modal asing hal

tersebut berupaya menjaga kedaulatan bangsa agar tidak di eksploitasi oleh

pihak asing.

Awal pertama dilakukannya penananam modal asing di Indonesia tak

terlepas dari kontribusi pemerintah sebagai motor penggerak pembangunan

nasional. Sejak awal Orde Baru hingga era presiden Joko Widodo, berbagai

aturan investasi dibuat, hal tersebut dilakukan untuk merealisasi porsi

kepemilikan penanaman modal asing di Indonesia. Perusahaan Asing pertama

yang menduduki kursi Penanaman Modal Asing (PMA) adalah PT Freeport

Indonesia. Anakan usaha dari perusahan tambang Amerika Serikat FCX ini

mengawali perjalanan usaha di Indonesia dengan bermodalkan perjanjian

Kontrak Karya3 pada 7 April 1967. Sesuai dengan aturan Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 1967 Tentang Penanaman Modal Asing yang baru terbit pada

10 Januari 1967.

Kontrak karya I tahun 1967 ini memberikan hak kepada Freeport untuk

bertindak sebagai kontraktor tunggal dalam mengeksploitasi, eksplorasi serta

memasarkan tembaga lainnya selama 30 tahun di luas lahan 10 ribu hektar di

3 Kontrak Karya adalah kontrak antara Pemerintah RI dengan Perusahaan Penanaman

Modal Asing (PMA) yang memuat persyaratan teknis finansial dan persyaratan lain untuk

melakukan kegiatan usaha pertambangan bahan galian Indonesia, kecuali minyak dan gas bumi,

batubara dan uranium dalam Abrar Saleng, Hukum Pertambangan ,(Yogyakarta: UII Press,

2004), h. 146

3

Kabupaten Mimika, Provinsi Papua. Kontrak karya jilid pertama baru akan habis

masa berlakunya pada tahun 1997. Namun, karena ada temuan cadangan emas

terbesar di gunung tambang Grasberg, maka pada 1991 sebelum berakhirnya

kontrak tersebut, Freeport memperbarui kontrak karya. Kontrak karya jilid II

ditandatangani pada tahun 1991. Pada KK kedua disepakati masa berlaku

kontrak karya 30 tahun dengan periode produksi berakhir pada 2021, serta

kemungkinan perpanjangan dua kali 10 tahun atau baru akan berakhir pada

2041.4 Selama hampir setengah abad keberadaan Freeport di Indonesia, tentunya

menimbulkan berbagai masalah dalam eksploitasi tambang, terutama

menyangkut jatah kepemilikan saham pemerintah Indonesia karena di nilai

kurang optimal.

Pasca kontrak karya 1991, pemerintah hanya memiliki 9,36 persen saham

di PTFI dengan royalti sebesar 1-3, 5 persen dari penjualan bersih. Kontrak

karya jilid kedua ini juga mengharuskan Freeport-McMoRan untuk

mendivestasikan atau menjual 51 persen sahamnya kepada pemerintah secara

bertahap dalam kurun waktu 20 tahun sejak kontrak karya ditandatangani atau

paling lambat pada 2011, sesuai Pasal 24 Kontrak Karya 1991 antara Freeport-

McMoRan dengan Pemerintah.

Periode divestasi tahap pertama berlangsung pada 1991-2001, di mana

Freeport-McMoRan wajib menjual 10 persen saham di PTFI. Periode

selanjutnya 2001-2011, Freeport-McMoRan harus melepas 41 persen lagi

kepemilikan sahamnya di PTFI kepada pihak Indonesia dengan ketentuan saham

sebesar 2 persen setiap tahunnya sampai kepemilikan nasional menjadi 51

persen. Namun, Freeport-McMoRan merasa tidak memiliki kewajiban untuk

melakukan divestasi sebagaimana tercantum dalam kontrak karya 1991. Sebab,

pada 1994, Pemerintah RI menerbitkan PP Nomor 20 Tahun 1994 yang

mengizinkan kepemilikan saham 100 persen dapat dimiliki oleh asing dan

kewajiban divestasi dilakukan setelah 15 tahun berproduksi. Selain itu, PP ini

juga menyatakan perusahaan penanaman modal asing (PMA) tidak wajib

4Jalan Panjang Bawa Freeport ke RI, dari Soeharto hingga RI pada

m.detik.com/finance/energi/d4113404 diunduh pada tanggal 4 Januari 2019 pukul 7.51 WIB

4

mendivestasikan sahamnya kepada pihak Indonesia. PP ini pun menjadi payung

teduh bagi Freeport, hadirnya PP ini dijadikan sebuah tameng berkelit bagi FCX

untuk segera mendivestasikan 51 persen saham PTFI kepada pemerintah

Indonesia. Akibatnya Freeport beroperasi seperti biasa, namun proses divestasi

tak berjalan karena adanya aturan tersebut.

Oleh karenanya guna tetap dapat menjalankan divestasi saham, tahun 2010

pemerintahan di bawah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)

menerbitkan PP Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha

Pertambangan Mineral dan Batubara. Pasal 97 PP ini menyebutkan pemodal

asing pemegang (Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha Pertambangan

Khusus (IUPK) setelah lima tahun sejak produksi wajib melakukan divestasi

saham, sehingga sahamnya paling sedikit 20 persen dimiliki oleh peserta

Indonesia. PP ini kemudian diubah dan dikuatkan lagi menjadi PP Nomor 24

Tahun 2012 dan PP Nomor 77 Tahun 2014, yang mengatur rincian divestasi

antara lain: pada tahun keenam divestasi saham sebesar 20 persen, tahun ketujuh

divestasi saham sebesar 30 persen, tahun kedelapan 37 persen, tahun kesembilan

44 persen, dan tahun kesepuluh 51 persen dari jumlah seluruh saham.

Setelah melalui sekelumit peristiwa, FCX akhirnya mengajukan

penawaran resmi divestasi saham kepada Pemerintah RI yaitu tepatnya pada 14

Januari 2016, yang merupakan batas akhir bagi Freeport Indonesia untuk

mengajukan penawaran divestasi saham. Itu sesuai dengan PP Nomor 77 Tahun

2014 yang mengatur tentang penawaran saham kepada pihak Indonesia, satu

tahun setelah PP Nomor 77 Tahun 2014 terbit ditambah penambahan waktu

selama 90 hari. Akhirnya Freeport menyerahkan harga penawaran divestasi

10,64 persen saham senilai $1,7 miliar kepada pemerintah RI namun pemerintah

menawar lebih dari separuh yakni US$ 630 juta dengan alasan sesuai dengan

Permen ESDM Nomor 27 tahun 2013.5

5Jalan Panjang RI ambil Alih Tambang Grassberg dari Freeport pada

cnbcinonesia.com/news diunduh pada tanggal 4 Januari 2019 pukul 7.53 WIB

5

Pada tahun 2017 pemerintah telah mengeluarkan PP Nomor 1 tahun 2017,

ini merupakan perubahan keempat dai PP Nomor 23 tahun 2010 tentang

pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batu bara, yaitu yang

memuat perubahan ketentuan tentang divestasi saham sampai dengan 51 persen

secara bertahap dan kewajiban pemegang KK untuk merubah izinnya menjadi

IUPK. Akhirnya Freeport bersedia mengubah izinnya tersebut yang semula

adalah Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK)

dengan jaminan Investasi jangka panjang terkait dengan perpajakan. Akhirnya

tepat di pertengahan tahun 2018 Presiden Joko Widodo menyatakan Freeport

menyetujui divestasi saham sebesar 51 persen. Pemerintah Indonesia telah

menyepakati nilai akuisisi 51 persen saham milik PT Freeport Indonesia (PTFI)

sebesar US$ 3.85 miliar atau Rp 53,9 triliun (kurs Rp 14. 000). Kesepakatan

tersebut ditandai dengan penandatanganan Head of Agreement (HoA) antara PT

Inalum (Persero) dengan Freeport McMoran selaku induk dari PTFI.6

Sewajarnya setiap hal tentunya memiliki sebuah resiko yang dapat di

timbulkan, tak terkecuali dalam hal penanaman modal asing, dampak negatif

dari investasi asing yang dapat terjadi. Walaupun begitu, peluang

berkembangnya dampak negatif atau kerugian sudah dipertimbangkan dengan

matang oleh pemerintah. Hal ini dilaksanakan melalui peraturan ketat yang

diterapkan pada Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang penanaman

modal. Beberapa dampak negatif yang mungkin terjadi adalah eksploitasi bahan

baku atau sumber daya alam, diskriminasi upah antara tenaga kerja asing dan

Indonesia, serta hilangnya industri kecil dan menengah yang tidak kuat bersaing

dengan perusahaan asing. Berkaitan dengan latar belakang yang telah dipaparkan

penulis, maka penulis bermaksud mengadakan penelitian terhadap perubahan,

dampak, maupun solusi bagi Indonesia. Oleh karena itu penulis bermaksud

mengadakan penelitian dengan judul penelitian “PARADIGMA BARU

KEBIJAKAN PENANAMAN MODAL ASING PT FREEPORT

INDONESIA”

6Harga Beli Saham Freeport Kemahalan ? Ini Penjelasan Dirut Inalum dalam

m.detik.com/finance/energy di unduh pada tanggal 4 Februari 2019 Pukul 11.14 WIB

6

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Rumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Penanaman modal asing mempunyai korelasi yang erat dengan

masalah law enforcement, di mana hal tersebut direalisasikan dalam bentuk

kepastian hukum atas ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku, bukan saja

atas peraturan yang mengatur masalah penanaman modal secara khusus

tetapi juga peraturan-peraturan lainnya baik yang sifatnya sektoral maupun

lintas sektoral. Dengan adanya kepastian hukum maka akan menciptakan

suatu iklim investasi yang kondusif, mengingat para investor asing tidak

akan melakukan investasi di tempat yang tidak memiliki kepastian hukum

(legal certainty) yang dapat menimbulkan suatu resiko (regulatory risk)

yang sangat tinggi. Dari uraian yang ada pada latar belakang masalah

tersebut di atas, maka dapat disebutkan identifikasi masalah dibawah ini

yang akan di jelaskan lebih lanjut, yaitu:

a. Penanaman Modal Asing pada suatu negara memerlukan beberapa

faktor penunjang untuk mengatur kegiatan Investasi tersebut. Salah

satunya adalah produk hukum, dengan adanya kepastian hukum bagi

para investor, pertumbuhan dan pembangunan ekonomi dapat

dijalankan dengan baik.

b. Penanaman modak asing memiliki peranan penting sebagai motor

penggerak pembangunan nasional. Dengan dukungan dan keterlibatan

yang positif dari pemerintah, masyarakat, serta pelaku industri dalam

negeri, investasi asing bisa dikelola menjadi sesuatu yang

menguntungkan bagi negara.

c. Penanaman Modal Asing yang berlebihan dan tidak pada tempatnya

dapat pula membahayakan devisa negara dan kondisi perekonomian

dalam jangka panjang. Salah satu dampak yang terjadi adalah

eksploitasi bahan baku atau sumber daya alam, diskriminasi upah

antara tenaga kerja asing dan Indonesia, serta hilangnya industri kecil

dan menengah yang tidak kuat bersaing dengan perusahaan asing, hal

tersebut tentunya dapat mengganggu kedaulatan negara.

7

d. Penanaman Modal Asing memerlukan payung hukum yang kuat

sebagai upaya menjaga kedaulatan bangsa.

e. Perusahaan asing pertama yang menanamkan modalnya ke Indonesia

adalah PT Freeport Indonesia. Perusahaan ini adalah anakan usaha

dari Amerika Serikat Freeport McMoran yang bergerak di bidang

pertambangan.

f. Lika-liku perjalanan pemerintah Indonesia dalam membuat suatu

kebijakan Pembatasan Penanaman Modal Asing bagi perusahaan-

perusahaan asing yang berminat menanamkan modalnya di Indonesia,

salah satunya bagi anakan usaha FCX yaitu PT Freeport Indonesia.

Awalnya kepemilikan saham freeport untuk Indonesia tidak ada sama

sekali, hingga akhirnya bisa melewati sekelumit peristiwa akuisisi

saham freeport sebesar 51,3% untuk Indonesia.

2. Pembatasan Masalah

Untuk mempermudah pembahasan dalam penulisan skripsi ini, penulis

membatasi masalah yang akan dibahas sehingga pembahasannya lebih jelas

dan terarah sesuai dengan yang diharapkan penulis, maka perlu kiranya

penulis memberikan batasan agar tidak melebar dan terarah. Maka

penelitian ini difokuskan pembahasannya hanya menyangkut masalah

Penanaman Modal Asing di Indonesia dengan studi kasus PT Freeport

Indonesia. Dalam penelitian ini di khususkan mengkaji perubahan

paradigma penanaman modal asing di karenakan di pengaruhi oleh sebuah

regulasi di mana rezim yang berkuasa.

3. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka secara

terperinci masalah yang akan diteliti adalah “Paradigma Baru Kebijakan

Penanaman Modal Asing PT Freeport Indonesia”. Dari masalah di atas

maka dapat diperoleh rumusan penelitian sebagai berikut:

8

a. Bagaimana perubahan paradigma lama ke paradigma baru mengenai

kebijakan penanaman modal asing PT Freeport Indonesia ?

b. Bagaimana implikasi paradigma baru kebijakan penanaman modal

asing PT Freeport Indonesia ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan

Tujuan penelitian yang dilakukan mengenai judul skripsi “Paradigma

Baru Kebijakan Penanaman Modal Asing di Indonesia, Studi Kasus PT

Freeeport Indonesia” adalah:

a. Mengetahui perubahan paradigm lama ke paradigm baru mengenai

kebijakan penanaman modal asing PT Freeport Indonesia.

b. Mengetahui implikasi paradigma baru kebijakan penanaman modal

asing PT Freeport Indonesia ?

2. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian yang dilakukan mengenai Paradigma Baru

Kebijakan Penanaman Modal Asing PT Freeport Indonesia adalah sebagai

berikut:

a. Manfaat Akademis

Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan penelitian lebih lanjut

guna untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang Paradigma

Baru Kebijakan Penanaman Modal Asing di Indonesia.

b. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara praktis

yang sebesar-besarnya, yakni dapat menjadi solusi, sumbangsih atau

menjadi masukanbagi ilmu pengetahuan penanaman modal asing

dan/atau sektor regulasi investasi di Indonesia pada umumnya,

Sektor regulasi investasi di sini adalah sebuah aturan yang

kemudian menjadi solusi yang pengembangan ekonomi lewat

9

penanaman modal namun tetap beerupaya menjaga kedaulatan

bangsa lewat sebuah regulasi yang di ciptakan. Juga untuk

mengetahui seberapa pentingnya investasi asing di Indonesia.

D. Tinjauan (Review) KajianTerdahulu

Sepanjang pengetahuan penulis, penelitian di bidang penanaman modal

asing berkaitan dengan beberapa judul penelitian ini:

1. “Nasionalisasi Perusahaan Modal Asing Studi Prospek Nasionalisasi

Perusahaan Modal Asing di Indonesia”, oleh Agus Salim Feriyaldi,

S.Sy, Mahasiswa Hukum Bisnis pada Program Pascasarjana Fakultas

Hukum Universitas Islam Indonesia pada tahun 2014. Tesis ini

membahas tentang nasionalisasi Pada sumber daya manusia di Indonesia,

di karenakan keadaan sistem teknologi, informasi dan komunikasi yang

terbilang jauh dari negara lainnya. Untuk itu dibutuhkan suatu kebijakan

terkait investasi dan perusahaan modal asing yang mengakomodasi hal

tersebut.

2. “Tinjauan Negatif Investasi Usaha Perikanan Tangkap Indonesia

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2016 Tentang Daftar

Bidang Usaha Tertutup dan Daftar Bidang Usaha Terbuka dengan

Persyaratan di Bidang Penanaman Modal”, oleh Bela Awaliyah

Agustina, Mahasiswa Hukum Bisnis Fakultas Syariah dan Hukum UIN

Syarif Hidayatullah pada tahun 2017. Skripsi ini mengkaji tentang

kedudukan Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2016 dengan peraturan

perundang-undangan lainnya dan keterkaitannya dengan kedaulatan dan

kemandirian ekonomi bangsa. Serta mengetahui manfaat pengaturan

negatif investasi asing usaha perikanan tangkap di Indonesia.

3. “Hukum Penanaman Modal di Indonesia”, Buku karangan Prof. Dr.

Aminuddin Ilmar, S.H., M.H pada tahun 2010. Buku ini menyajikan

kerangka hukum yang membingkai praktik penanaman modal Indonesia,

berkaitan dengan apa yang harus diketahui baik bagi mereka yang ingin

10

melakukan penanaman modal, maupun yang sedang mencari penanaman

modal bagi usaha mereka.

4. “Aspek Hukum Penanaman Modal Asing di Indonesia”,Buku karangan

David Kairupan, S.H., L.L.M pada tahun 2013. Buku ini membahas

tentang penanaman modal asing di Indonesia dari perspektif hukum,

utamanya berkaitan dengan modal yang bersifat ekuitas dalam kacamata

ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini.

5. “Hukum Investasi di Indonesia”, Buku karangan Salim HS., S.H., M.S

dan Budi Sutrisno,S.H., M.Hum pada tahun 2008. Buku ini merupakan

salah satu buku yang bersifat integral karena dalam buku ini, tidak hanya

dikaji investasi dari kacamata hukum semata, tetapi juga dikaji pengaruh

investasi, khususnya investasi asing terhadap pengembangan masyarakat

lokal.

6. “Freeport, Bisnis Orang Kuat VS Kedaulatan Negara”, Buku karangan

Ferdy Hasiman pada tahun 2019. Buku ini mengupas secara rinci setiap

aspek legal,sejarah, implikasinya terhadap perekonomian nasional, dan

daya tarik-menarik kepentingan di seputar pengelolaan pertambangan

PT. Freeport Indonesia. Tentunya buku itu mengulas Freeport, baik dari

sudut pandang sejarah, analisis finansial (Kinerja), hubungan Freeport-

Negara, Freeport Papua, dan rantai bisnis pengusaha-pengusaha yang

selama ini dekat dengan akses kekuasaan.

E. Teknik Pengolahan dan Metode Penelitian

Untuk membantu memudahkan dalam penyusunan skripsi ini, maka

disusun metode7 penelitan sebagai jalan petunjuk yang akan mengarahkan

jalannya penelitian ini, atau dengan kata lain sebagai jalan atau cara dalam

7Metode adalah suatu cara atau jalan sehubungan dengan usaha ilmiah, metode

menyangkut masalah cara kerja, yaitu cara kerja untuk dapat memahami obyek yang menjadi

sasaran ilmu yang bersangkutan dalam Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum,

(Jakarta: UI Press, 2015), h. 5

11

rangka usaha mencari data yang akan digunakan untuk memecahkan suatu

masalah yang ada dalam skripsi ini8, yaitu sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif

yaitu penelitian hukum yang mengkaji hukum tertulis dari berbagai aspek,

yaitu aspek teori, sejarah, filosofi, perbandingan, struktur dan komposisi,

lingkup materi, dan konsistensi.9 Penelitian ini dilakukan untuk

mengetahui untuk menjawab pelaksanaan kebijakan Penanaman Modal

Asing yang diterapkan di Indonesia.

2. Pendekatan

Berdasarkan jenis penelitian hukum normatif (normative law

research), yaitu suatu pendekatan yang mengkaji assas-asas hukum

terhadap kebijakan publik dan ketertkaitan asas-asas doktrinal dengan

hukum-hukum positif, konsep, maupun hukum yang berlaku di

Penanaman Modal Asing. Penelitian ini juga berfokus pada problem

identifikasi yaitu penelitian yang bertujuan untuk menginventarisir dan

kemudian mengklarifikasi permasalahan untuk dicarikan jalan keluar.10

3. Sifat Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif, yaitu

penelitian yang bertujuan untuk memperoleh pemaparan (deskripsi)

secara lengkap, rinci, jelas, dan sistematis tentang Paradigma Baru

Kebijakan Penanaman Modal Asing PT Freeport Indonesia.

8 Arianto Adi, Metode Penelitian Sosial dan Hukum, (Jakarta: Granit, 2004), h. 61

9 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 2010), h. 10

10 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum…, h. 15

12

4. Sumber Data

Data dalam penelitian ini menggunakan data sekunder yang

merupakan data yang diperoleh melalui pihak lain maupaun data primer

yang didapat langsung dari pihak pertama. Untuk data sekunder dalam

penelitian ini berupa data-data media cetak maupun elektronik, buku,

Jurnal, data lembaga surveyor, situs internet. Untuk data primer itu sendiri

melalui BAPEPAM, UU dan dari BKPM serta sumber-sumber lain yang

sesuai dengan tujuan penelitian.

a. Sumber Hukum Primer

Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mencakup

ketentuan- ketentuan peraturan Perundang-undangan yang berlaku

dan mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Dalam penelitian

ini peneliti menggunakan beberapa sumber hukum utama yaitu

Undang-Undang Nomor 1 tahun 1967 Tentang Penanaman Modal

Asing di Indonesia yang kemudian dicabut dan diganti oleh UU No.

25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Asing. Kemudian UU

No. 11 Tahun 1967 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok

Pertambangan yang kemudian dicabut dan digantikan dengan UU

No. 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batu bara.

Peraturan Pemerintan Nomor 17 tahun 1992 Tentang Persyaratan

Pemilikan Saham dalam Perusahaan Penanaman Modal Asing.

Diizinkannya perusahaan penanaman modal asing mendirikan

perusahaan lengan modal saham yang seluruhnya dimiliki oleh

peserta asing, dan peraturan ini dicabut digantikan dengan PP

Nomor 50 tahun 1993 Tentang Perubahan Peraturan Pemerintah

Nomor 17 tahun 1992 Tentang Persyaratan Pemilikan Saham dalam

Perusahaan Penanaman Modal Asing. PP Nomor 20 tahun 1994

Tentang Pemilikan Saham dalam Perusahaan yang didirikan dalam

rangka penanaman modal asing. Peraturan Presiden Nomor 44

Tahun 2016 Tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan

13

Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang

Penanaman Modal sebagai sumber data primer.

b. Sumber Hukum Sekunder

Dalam penelitian ini peneliti juga menggunakan sumber data

sekunder. Bahan hukum sekunder adalah yang memberikan

penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti misalnya hasil

penelitian, buku-buku hukum, skripsi, tesis, disertasi hukum, jurnal,

dan lain-lain. Seperti buku-buku Tentang Hukum Investasi, Hukum

Penanaman Modal Asing di Indonesia, Penanaman Modal Asing,

dan karya tulis yang berkaitan dengan judul penelitian ini.

Dalam literatur lain disebutkan bahwa, bahan hukum

sekunder adalah bahan hukum yag terdiri atas buku-buku teks

(textbooks) yang ditulis para ahli hukum yang berpengaruh (de

herseende leer), jurnal-jurnal hukum, pendapat para sarjana, kasus-

kasus hukum, yurisprudensi, dan hasil-hasil simposium mutakhir

yang berkaitan dengan topik penelitian.

5. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini metode yang digunakan dalam pegumpulan

data adalah metode dokumentasi, yaitu dengan mencatat dan mengcopy

data-data tertulis yang berhubungan dengan masalah penelitian baik dari

sumber dokumen/buku-buku, koran, majalah, internet dan lain lain.

a. Penelitian Kepustakaaan

Kerja mencari bahan di perpustakaan merupakan hal yang tidak

dapat di hindarkan oleh seorang peneliti. Tujuan dan kegunaan studi

kepustakaan pada dasarnya adalah menunjukkan jalan pemecahan

permasalahan penelitian. Teknik ini dilakukan dengan cara

mempelajari buku atau bahan bacaan lainnya yang berhubungan atau

terkait dengan judul penelitian ini guna mendapatkan petunjuk untuk

mendukung penelitian ini.

14

6. Metode Analisis Data

Data yang telah diperoleh kemudian diklasifikasikan menurut

pokok bahasan masing-masing, maka selanjutnya dilakukan analisis data.

Analisis data bertujuan untuk menginterprestasikan data yang sudah

disusun secara sistematis yaitu dengan memberikanpenjelasan. Analisis

data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif, yaitu

menguraikan data secara bermutu dalam bentuk kalimat yang teratur,

runtun, logis, tidak tumpang tindih, dan efektif, sehingga memudahkan

interpretasi data dan pemahaman hasil analisis.

F. Sistematika Penulisan

Untuk dapat mengatahui isi penelitian ini, maka secara singkat akan

disusun dalam 5 bab, yang terdiri dari:

Bab I Pendahuluan. Pada bab ini menjelaskan tentang latar belakang

penelitian, identifikasi, pembatasan dan rumusan masalah, tujuan penelitian,

manfaat penelitian, kerangka pemikiran, review studi terdahulu, sistematika

pembahasan, metodologi penelitian, dan sistematika pembahasan.

Bab II yaitu berisi tentang Kerangka Konsep dan Kajian Teoritis. Dimana

didalamnya terdapat konsep mengenai paradigm, kebijakan, PT Freeport

Indonesia dan penanaman modal asing. Kemudian didalam Kajiann teoritis

memuat teori kedaulatan negara, kedaulatann hukum dan kedaulatan ekonomi

mengenai adanya penanaman modal asing di Indonesia.

Bab III yaitu menjelaskan dinamika kebijakan penanaman modal asing di

Indonesia mengenai Perspektif Konstitusi tentang Pengelolaan Sumber Daya

Alam, Perangkat Regulasi Penanaman Modal Asing di Indonesia, Latar

Kehadiran PT Freeport di Indonesia, Problem Kontrak Karya PT. Freeport

Indonesia

Bab IV yaitu gambaran umum, hasil penelitian dan pembahasan

menguraikan gambaran umum Perubahan Status Kontrak Karya PT. Freeport

Indonesia ke Izin Usaha Pertambangan Khusus, Penegasan Eksistensi

Kedaulatan Negara, Konsistensi Pengamalan Pasal 33 UUD NRI 1945.

15

Bab V yaitu penutup menjelaskan tentang simpulan, dan saran.

16

BAB II

KERANGKA KONSEP DAN KAJIAN TEORITIS

A. Kerangka Konsep

1. Paradigma

Paradigma identik sebagai sebuah bentuk atau model untuk

menjelaskan suatu proses ide secara jelas.1 Paradigma sebagai seperangkat

asumsi-asumsi teoritis umum dan hukum-hukum serta teknik-teknik aplikasi

yang dianut secara bersama oleh para anggota suatu komunitas ilmiah.

Penerimaan sebuah paradigma baru sering membutuhkan sebuah redefinisi

dari ilmu yang sesuai (corresponding).2 Paradigma baru akan tetap bersifat

relatif sejauh bedasarkan keyakinan dan selera intelektual masing-masing

kelompok ilmuan.

Paradigma dapat diartikan sebagai seperangkat keyakinan atau

kepercayaan yang mendasari seseorang dalam melakukan segala tindakan.

Menurut Capra dalam bukunya Tao of Physics menyatakan bahwa paradigma

adalah asumsi dasar yang membutuhkan bukti pendukung untuk asumsi-

asumsi yang ditegakkannya, dalam menggambarkan dan mewarnai

interpretasinya terhadap realita sejarah sains.3 Menurut pemikiran yang lain

yaitu oleh Bhaskar paradigma dapat diartikan seperangkat asumsi yang

dianggap benar apabila melakukan suatu pengamatan supaya dapat dipahami

dan dipercaya dan asumsi tersebut dapat diterima.4 Dengan kata lain bahwa

1“Pengertian Paradigma: Menurut Ahli dan Jenisnya” dalam

https://rocketmanajemen.com/definisi-paradigma/ diunduh pada tanggal 7 Mei 2019 Pukul

5.26 WIB

2“Pengertian Paradigma: Menurut Ahli dan Jenisnya” dalam

https://rocketmanajemen.com/definisi-paradigma/ diunduh pada tanggal 7 Mei 2019 Pukul

5.27 WIB

3 F. Capra, Tao of Physics, (London: Flamingo, 1991), h. 10

4 R. Bhaskar, The Possibility of Naturalisme, (New York: Harvester Wheatsheaf, 1989),

h. 78

17

paradigma adalah sebuah bingkai yang hanya perlu diamati tanpa dibuktikan

karena masyarakat para pendukungnya telah mempercayainya. Hanya tinggal

kita saja yang perlu untuk mencermati dari berbagai macam paradigma yang

ada. Sedangkan menurut Kuhn dalam bukunya The Structure of Scientific

Revolution menyatakan bahwa paradigma adalah gabungan hasil kajian yang

terdiri dari seperangkat konsep, nilai, teknik yang digunakan secara bersama

dalam suatu komunitas untuk menentukan keabsahan suatu masalah berserta

solusinya.5

Paradigma yang muncul setelah paradigma sebelumnya sebagai

paradigma yang selalu berusaha memperbaiki kekurangan-kekurang yang ada

pada paradigma sebelumnya. Pergeseran paradigma akan selalu muncul untuk

mendapatkan realitas yang sebenarnya sesuai dengan masa atau waktu yang

selalu berganti sesuai dengan jaman dan peradaban yang ada di muka bumi

ini.

2. Kebijakan

Kebijakan secara epistimologi berasal dari bahasa Inggris yaitu policy.

Istilah lain menyebutkan kebijaksanaan berasal dari kata wisdom.6 Pengertian

dari kebijakan dikemukakan oleh Anderson dalam buku Wahab “Analisis

Kebijakan: dari Formulasi ke Implementasi Kebijakan Negara”, menurutnya

paradigma merupakan sebuah tindakan yang secara sengaja dilakukan oleh

seorang aktor atau sejumlah aktor berkenaan dengan adanya masalah atau

persoalan tertentu yang dihadapi.7 Kebijakan adalah prinsip atau cara

bertindak yang dipilih untuk mengarahkan pengambilan keputusan. Menurut

5 T.S Kuhn, The Structure of Scientific Revolution. Peran Paradigma Dalam Revolusi

Sains. Edisi Terjemahan, (Bandung: Rosda Karya, 1962), h. 23

6 Hikmat atau hikmah (bahasa Inggris: Wisdom adalah suatu pengertian dan

pemahaman yang dalam mengenai orang, barang, kejadian atau situasi, yang menghasilkan

kemampuan untuk menerapkan persepsi, penilaian dan perbuatan sesuai pengertian tersebut.

7Solichin Abdul Wahab, Analisis Kebijakan: dari Formulasi ke Implementasi

Kebijakan Negara, (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), h. 3

18

Ealau dan Kenneth Prewitt yang dikutip Charles O. Jones, kebijakan adalah

sebuah ketetapan yang berlaku yang dicirikan oleh perilaku yang konsisten

dan berulang, baik oleh yang membuatnya maupun oleh mereka yang

mentaatinya.8

Kemudian ada definisi lain yang disampaikan Carl Friedrich yang

penting juga didiskusikan. Menurutnya kebijakan adalah suatu tindakan yang

mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau

pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya

hambatan-hambatan tertentu seraya mencari peluang-peluang untuk mencapai

tujuan atau mewujudkan sasaran yang diinginkan.9 Kebijakan dalam makna

seperti ini mengkin berupa suatu deklarasi mengenai suatu dasar pedoman

bertindak, suatu arah tindakan tertentu, suatu program mengenai aktivitas-

aktivitas tertentu atau suatu rencana.

Pengertian lainnya dikemukakan oleh Harold Laswell dan Abraham

Kaplan dalam buku Nugroho yang mendefinisikan kebijakan sebagai suatu

program yang diproyeksikan dengan tujuan-tujuan tertentu, nilai-nilai

tertentu, dan prakti praktik tertentu (a projected program of goals, values,

and practices).10 Kebijakan yang diusulkan tersebut ditujukan untuk

memanfaatkan potensi sekaligus mengatasi hambatan yang ada dalam rangka

mencapai tujuan tertentu.

Lebih lanjut Richard Rose dalam buku Budi Winarno menyarankan

bahwa kebijakan hendaknya dipahami sebagai serangkaian kegiatan yang

sedikit banyak berhubungan beserta konsekuensi-konsekuensinya bagi

8 Charles O Jones, An Introduction to the Study of Public Policy, (Belmont, CA :

Wadswort, 1970), h. 25

9 Carl J Friedrich, Man and His Government, (New York: McGraw-Hill, 1963), h. 71

10 Nugroho Dwidjowijoto, Manajemen Pemberdayaan. Sebuah Pengantar dan

Panduan Untuk Pemberdayaan Masyarakat, (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2008), h. 53

19

mereka yang bersangkutan daripada sebagai suatu keputusan tersendiri.11

Berdasarkan definisi ini Rose menegaskan bahwa kebijakan dipahami sebagai

arah atau pola kegiatan dan bukan sekedar suatu keputusan untuk melakukan

sesuatu.

3. Penanaman Modal Asing

Penanaman modal atau lebih sering disebut investasi menurut Todaro

bahwa sumber daya yang akan digunakan untuk meningkatkan pendapatan

dan konsumsi di masa yang akan datang disebut sebagai investasi. Istilah

Penanaman Modal Asing merupakan terjemahan dari bahasa inggris yaitu

foreign investment. Pengertian Penanaman Modal Asing ditemukan dalam

pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal

Asing. Penanaman Modal Asing adalah hanya meliputi modal asing secara

langsung yang dilakukan menurut atau berdasarkan ketentuan-ketentuan

undang-undang dan digunakan untuk menjalankan usaha di Indonesia.12

Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang

Penanaman Modal, menyebutkan Penanaman Modal Asing adalah kegiatan

menanamkan modal untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik

Indonesia yang dilakukan oleh Penanaman Modal Asing, baik yang

menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan

penanaman modal dalam negeri.

Unsur-unsur Penanaman Modal Asing dalam definisi di atas dapat

meliputi:

1. Dilakukan secara langsung, artinya investor secara langsung

menangggung semua resiko yang akan dialami dari penanaman modal

tersebut.

2. Menurut Undang-undang, artinya bahwa modal asing yang di

investasikan di Indonesia oleh investor asing harus didasarkan pada

11 Budi Winarno, Teori dan Proses Kebijakan Publik, (Yogyakarta: Media Pressindo,

2002), h. 20

12 Dilihat dalam UU RI Nomor 1 Tahun 1967 Tentang Penanaman Modal Asing

20

subtansi, prosedur, dan syarat-syarat yang telh ditentukan dalam

peraaturan Perundang-undangan yang berlaku dan ditetapkan oleh

pemerintahan Indonesia.

3. Digunakan untuk menjalankan perusahaan di Indonesia, artinya modal

yang ditanamkan oleh investor asing digunakan untuk menjalankan

perusahaan di Indonesia harus berstatus sebagai Badan Hukum.

4. PT. Freeport Indonesia

Freeport-McMoRan (FCX) merupakan suatu perusahaan tambang

internasional terkemuka dengan kantor pusat di Phoenix, Arizona, Amerika

Serikat. FCX mengoperasikan aset yang besar, dengan cadangan tembaga,

emas dan molybdenum yang signifikan. Portofolio aset FCX meliputi

kawasan mineral Grasberg di Papua, Indonesia, hingga gurun-gurun di Barat

Daya Amerika Serikat,dan operasi penambangan yang signifikan di Amerika

Utara dan Amerika Selatan, termasuk kawasan mineral Morenci yang

berskala besar di Arizona dan operasi Cerro Verde di Peru. FCX merupakan

perusahaan publik penghasil tembaga terbesar di dunia. Saham FCX

diperdagangkan di New York Stock Exchange dengan symbol “FCX”.13

PT Freeport Indonesia sendiri merupakan perusahaan tambang mineral

afiliasi dari Freeport-McMoRan (FCX) dan saat ini bekerjasama dengan PT

Indonesia Asahan Aluminium (Persero) (Inalum). PTFI menambang dan

memproses bijih menghasilkan konsentrat yang mengandung tembaga, emas

dan perak. PTFI memasarkan konsentrat ke seluruh penjuru dunia dan

terutama ke smelter14 tembaga dalam negeri, PT Smelting. PTFI ini

13 “Profil PT. Freeport Indonesia” https://ptfi.co.id diunduh pada tanggal 20 April 2019

pukul 23.00 WIB

14 Smelter itu sendiri adalah sebuah fasilitas pengolahan hasil tambang yang berfungsi

meningkatkan kandungan logam seperti timah, nikel, tembaga, emas, dan perak hingga

mencapai tingkat yang memenuhi standar sebagai bahan baku produk akhir. Proses tersebut

telah meliputi pembersihan mineral logam dari pengotor dan pemurnian. Pembangunan

Smelter di wajibkan bagi seluruh perusahaan tambang di indonesia. Baik perusahaan besar

maupun kecil. Setidaknya sudah ada 66 perusahan yang sedang melakukan pembangunan

smelter saat tulisan ini dibuat. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik

mengatakan 66 perusahaan tersebut bagian dari 253 perusahaan pemegang izin usaha

21

beroperasi di dataran tinggi terpencil di Pengunungan Sudirman, Kabupaten

Mimika, Provinsi Papua, Indonesia.15

Tambang di kawasan mineral Grasberg, Papua - Indonesia merupakan

salah satu deposit tembaga dan emas terbesar di dunia. PTFI saat ini

menambang pada fase akhir tambang terbuka Grasberg. PTFI tengah

mengerjakan beberapa proyek pada kawasan mineral Grasberg sehubungan

dengan pengembangan beberapa tambang bawah tanah berkadar tinggi yang

berskala besar dan berumur panjang. Secara total, semua tambang bawah

tanah ini diharapkan menghasilkan tembaga dan emas skala besar sehubungan

dengan peralihan dari tambang terbuka Grasberg.

B. Kerangka Teoritik

1. Kedaulatan Negara

Kedaulatan berasal dari bahasa Arab “daulah” yang artinya kekuasaan

tertinggi. Dalam bahasa latin sendiri disebut suprenus, sedangkan dalam

bahasa Inggris disebut sovereignty, dalam bahasa Perancis disebut

“soiuverainete”, bahasa Belanda disebut dengan istilah “souvereyn”, bahasa

Italia disebut dengan istilah “sperenus” yang berarti tertinggi.16 Kedaulatan

dari berbagai bahasa itu dapat diartikan sebagai wewenang satu kesatuan

politik.

Pengertian kedaulatan dengan makna kekuasaan yang tertingi di dalam

suatu organisasi atau negara, sudah dikenal oleh Aristoteles dan sarjana-

sarjana hukum Romawi. Sarjana-sarjana dari Abad menengah lazim

menggunakan pengertian-pengertian yang serupa maknanya dengan istilah

pertambangan (IUP) yang menandatangani pakta integritas sejak Peraturan Menteri No.7/2012

diterbitkan. Dalam http://www.indoshe.com/arti-fungsi-dan-pengertian-smelter-pertambangan/

diunduh pada tanggal 12 Mei 2019 pukul 22.30 WIB

15 “Profil PT. Freeport Indonesia” https://ptfi.co.id diunduh pada tanggal 20 April 2019

pukul 18.49 WIB

16 Jimly Asshidiqie, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia: Pasca Reformasi,

(Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer, 2008), h. 158.

22

“superanus” itu summa potestas atau plenitudo potestatis, yang berarti

wewenang tertinggi dari sesuatu kesatuan politik.17 Dengan demikian,

kedaulatan bisa ditafsirkan sebagai suatu kuasa mutlak yang ada pada sesuatu,

baik pada orang pemimipin ataupun pada suatu pemerintahan negara, rakyat

dan sebagainya.18

Suatu negara dapat saja lahir dan hidup tetapi itu belum berarti bahwa

negara tersebut mempunyai kedaulatan, karena kedaulatan merupakan

kekuasaan tertinggi yang dimiliki oleh suatu Negara untuk secara bebas

melakukan berbagai kegiatan sesuai kepentingannya asal saja kegiatan

tersebut tidak bertentangan dengan hukum internasional. Sesuai konsep

hukum internasional kedaulatan memiliki tiga aspek utama yaitu:19

1. Aspek ekstern kedaulatan adalah hak bagi setiap Negara untuk secara

bebas menentukan hubungannya dengan berbagai Negara atau

kelompok-kelompok lain tampa tekanan atau pengawasan dari Negara

lain.

2. Aspek intern kedaulatan ialah hak atau wewenang eksklusif suatu

Negara untuk menentukan bentuk lembaga-lembaganya, cara kerja

lembaga-lembaganya tersebut dan hak untuk membuat undang-undang

yang diinginkannya serta tindakan-tindakan untuk mematuhi.

3. Aspek territorial kedaulatan berarti kekuasaan penuh dan eksklusif yang

dimiliki oleh Negara atas individu-individu dan benda-benda yang

terdapat di wilayah tersebut.

Kedaulatan adalah konsep mengenai kekuasaan tertinggi dalam negara.

Mahmud Yunus selain memberikan makna dasar dari kata duwal ini, seperti

17 Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Kostitusionalitas Indonesia, Sekretariat Jenderal

dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, (Jakarta: , 2006),h. 119

18 Hasanuddin Yusuf Adam, Elemen-Elemen Politik Islam, cet ke-I, (Yogyakarta: AK

Group Bekerjasama dengan Ar-Raniry Press, Darussalam Banda Aceh, 2006), h. 61.

19 Boer Mauna, Hukum Internasional Pengertian Peranan dan Fungsi dalam Era

Dinamika Global, (Jakarta: PT. Alumni, 2008 ), h. 24

23

berganti atau perubahan juga memberi arti kerajaan, negara atau kekuasaan.20

Kedaulatan menurut Jack H. Nagel sebagaimana dikutip Jimly Asshiddiqie

mempunyai dua arti penting meliputi lingkup kekuasaan dan jangkauan

kekuasaan. Lingkup kedaulatan mencakup aktivitas atau kegiatan dalam

fungsi kedaulatan, sedangkan jangkauan kedaulatan berkaitan dengan siapa

yang menjadi subjek dan pemegang kedaulatan.21 Konsep kedaulatan dalam

alam pikiran modern pertama kali dikemukakan oleh Jean Bodin.

Selanjutnya, konsep ini terus berkembang dan tercatat beberapa nama penting

disinggung setiap kali berbicara tentang kedaulatan, yaitu Thomas Hobbes,

George Jellinek, John Locke dan Jean Jacques Rousseau.22 Konsep tersebut

dikembangkan sebagai reaksi atas kekuasaan yang terlalu besar dari kaum

penguasa negara dan gereja, khusus pada abad pertengahan di Eropa.23

Menurut Richard Foley sendiri suatu negara mendapatkan kedaulatan

dalam suatu wilayah karena ia mampu menciptakan dan mempertahankan

tertib sosial, dan meningkatkan kesejahteraan hidup penduduk yang tinggal di

area kekuasaan negara bersangkutan.24 Cara berfikir ini disebut juga teori

negara utilitarian.25 Klaim utilitarian bisa dengan mudah diterima sebab

20 M. Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta: Yayasan Penyelenggara

Penterjemahan Al-Qur’an, 1989), h. 132

21 Jimly Asshidiqie, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia: Pasca Reformasi,.....,

h. 76

22 Menurut Bodin, setiap entitas politik yang berdaulat mempunyai otoritas yang

absolute, indivisible, and permanent, lihat Scott Gordon, Controlling the state:

constitutionalism from ancient Athens to today, (Harvard University Press, paperback edition,

2002), h. 22

23 Sebuah upaya perbaikan dan kembali kepada ajaran gereja yang lurus pada zaman

renaisance, gerakan revolusi ini berupa sikap kritis terhadap penyimpangan-penyimpangan

yang dilakukan oleh pihak gereja Katolik pada waktu itu terutama adanya penjualan surat

pengampunan dosa, revolusi gereja ini di prakasai oleh seorang tokoh bernama Martin Luther.

24 Richard Foley, Plato‟s undividable line contradiction and method in Republic VI.

Journal of the History of Philosophy Gillette, h. 21-23

25Utilitarianisme adalah suatu teori dari segi etika normatif yang menyatakan bahwa

suatu tindakan yang patut adalah yang memaksimalkan penggunaan (utility), biasanya

didefinisikan sebagai memaksimalkan kebahagiaan dan mengurangi penderitaan.

24

dalam dunia modern, negara menjadi satu satunya institusi terorganisir yang

mampu menegakan tatanan masyarakat.

Lee D dan N. Smith dalam karangan bukunya Small State Discourses in

the International Political Economy, berpendapat bahwa bentuk negara kecil

(small state) lebih efektif daripada negara besar, dan karena itu negara harus

dibagi menjadi unit-unit yang lebih kecil dalam konteks struktur maupun

teritori, sehingga kontrol sosial lebih mudah diterapkan.26 Namun di sisi lain,

penganut gagasan empire state menolak asumsi teori small state. Menurut

teori empire state27, negara-negara yang terpisah-pisah sebaiknya

dipersatukan oleh satu negara kuat dan besar, dianeksasi, supaya tercipta

sistem bernegara yang lebih kokoh dan stabil.28 Maka Indonesia sebagai

negara yang memiliki beragam macam wilayah mestinya dapat memaksa

siapa pun dalam wilayah teritorialnya untuk tunduk dan patuh terhadap

kebijakan yang dijalankannya.

2. Kedaulatan Hukum

Kedaulatan hukum atau dalam bahasa Belanda disebut (Rechts-

souvereiniteit) adalah sebuah teori yang kekuasan tertinggi yang terdapat

dalam sebuah negara adalah hukum. Hukum yang berdaulat berarti bahwa

hukum itu tidak mengakui suatu kesatuan yang lebih tinggi dari pada

"Utilitarianisme" berasal dari kata Latin utilis, yang berarti berguna, bermanfaat, berfaedah,

atau menguntungkan. Dalam Mangunhardjana A, Isme-isme dalam Etika dari A sampai Z.

(Jogjakarta: Kanisius, 1997), h. 228-231.

26 Lee D. & Smith N, Small State Discourses in the International Political Economy,

Third World Quarterly, 2010, 37(1) h. 1091-1105

27 Pemikiran David Harvey, Alex Callnicos, hingga Peter Gowan, menjelaskan bahwa

Empire State sendiri bermakna memerintah (imperare) yang lazim di beri hak disebut

imperium yaitu raja, jadi empire state adalah sebuah kebijakan di mana sebuah negara besar

dapat memegang atau mengendalikan sebuah pemerintahan. Pada zaman dahulu kebesaran

seorang raja di ukur menurut luas daerahnya, maka apabila raja suatu daerah ingin memperluas

daerah kerajaan bisa dilakukan dengan cara menaklukan negara-negara lain. Dalam Rizky Alif

Alvian, Teori Imperialisme Baru dan Debat Marxisme-Realisme dalam Ilmu Hubungan

Internasional, Jurnal Politik Internasional Vol. 18 No. 1 h. 1-17

28 McCormick J, The European Superpower, (New York: Palgrave Macmillan, 2007),

h. 67

25

kekuasaannya sendiri dengan perkataan lain dengan adanya hukum, negara

memiliki hak monopoli dari pada kekuasaan. Walaupun demikian kekuasaan

tertinggi ini mempunyai batas batasnya. Ruang berlaku kekuasaan tertinggi

ini dibatasi oleh batas-batas wilayah Negara itu artinya suatu Negara hanya

memiliki kekuasaan tertinggi di dalam batas-batas wilayahnya.29

Menurut Immanuel Kant dalam bukunya Methaphysiche

Ansfangsgrunde der Rechtslehre, teori kedaulatan hukum menunjukkan

bahwa kekuasaan yang tertinggi bukan terletak di tangan raja dan bukan juga

berada di tangan negara, melainkan berada ditangan hukum.30 Negara hanya

sebagai organisasi sosial yang tunduk kepada hukum. Kekuasaan negara

harus berpijak dan berlandaskan hukum. Hukum harus dipandang sebagai

sumber dari segala sumber kekuasaan dalam negara maksudnya kekuasaan

yang dimiliki oleh pemerintah itu didapat atau diatur oleh hukum yang

berlaku di negara itu, sehingga kekuasaan itu sah berdasarkan hukum yang

berlaku. Sejalan dengan teori Immanuel Kant menurut Hugo de Groot hukum

harus dijunjung tinggi oleh segenap warga negara dan pemerintah, maka

semuanya harus menghormati dan mematuhi hukum yang berlaku. Barang

siapa yang melanggar hukum harus dikenakan sanksi, tanpa kecuali.31

Kedaulatan hukum di Indonesia secara tegas dinyatakan pada Pasal 1

Ayat 3 UUD 1945 yang berbunyi "Negara Indonesia adalah negara hukum."

Dalam maksud pasal diatas mengamanatkan bahwa Indonesia merupakan

negara hukum. Oleh karena itu semua masyarakat termasuk pemimpin negara

harus tunduk kepada hukum dan semua orang memiliki kedudukan yang

sama didepan hukum.

29 Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-konsep Hukum dalam Pembangunan (Kumpulan

Karya Tulis), (Bandung: Alumni, 1996), h. 16-17

30 Immanuel Kant dalam bukunya Methaphysiche Ansfangsgrunde der Rechtslehre,

dilihat pada M. Tahir Azhary, Negara Hukum, (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), h. 73-74

31 ‘Aliran Hukum Alam’ https://e-dokumen .kemenag .go.id /files/ WE8qk JdK134

6383974.pdf diunduh pada tanggal 12 Mei 2019 pukul 15.8 WIB

26

3. Kedaulatan Ekonomi

Secara umum Hukum Internasional mengakui bahwa setiap Negara

memiliki kedaulatan untuk mengatur perekonomiannya sendiri tanpa ada

campur tangan dan intervensi dari pihak Negara lain. Kedaulatan merupakan

bentuk eksistensi dari suatu Negara. Karena itu dalam Hukum Internasional

Negara adalah subjek hukum yang par exellence dibandingkan dengan

subjek-subjek Hukum Internasional lainnya.32 Negara memilki kebebasan

untuk menentukan dan membuat peraturan sendiri tentang segala sesuatu

yang berada dalam wilayahnya. Baik itu peraturan hukum, sosial, budaya,

termasuk ekonomi. Artinya Negara memiliki kekuasaan tertinggi untuk

mengatur dan menetapkan sendiri kebijakan ekonominya baik dalam wilayah

yurisdiksinya maupun dalam wilayah dunia Internasional. Kedaulatan Negara

dalam menentukan kebijakan ekonominya diakui oleh Hukum Internasional

dan tak ada satupun yang menyangkal esksistensi kedaulatan Negara terkait

pengaturan ekonominya.33

Secara umum kedaulatan Negara terkait ekonominya terbagi menjadi

dua bagian, yaitu, kedaulatan ekonomi internal dan kedaulatan ekonomi

eksternal.34 Secara umum, yang dimaksud dengan kedaulatan internal atau

biasa disebut dengan kedaulatan yang dimiliki oleh Negara adalah

melaksanakan kekuasaan monopoli dalam wilayah yurisdiksinya. Aspek

paling penting dalam hal ini adalah hak suatu Negara atas pembangunan, dan

hak ini merupakan prinsip yang diakui dalam Hukum Internasional.35

Indonesia sebagai Negara pun tentu memiliki kedaulatan ini. Maka dari itu

Pemerintah harus memainkan perannya dalam kegiatan dan kehidupan

32 Huala Adolf, Hukum Ekonomi Internasional Suatu Pengantar, (Jakarta: Rajawali

Press, 1997), h. 243

33 Huala Adolf, Hukum Ekonomi Internasional Suatu Pengantar,... h. 245

34 Ronald A. Brand, External Sovereignty And Internasional Law, dalam Huala Adolf,

Hukum Ekonomi Internasional Suatu Pengantar, h. 247.

35 Asif H. Qureshi dan Andreas R. Zileger, International Economic Law, Sweet &

Maxwell, london, 2007

27

perekonomian bangsa. Karena ada keterikatan yang sangat kuat antara

Pemerintah dengan pilihan sistem ekonomi suatu Negara. Apakah suatu

Negara itu akan menganut sistem ekonomi liberal (Free Entreprise System),

sistem ekonomi terpimpin (Guided Economic Sytem), sistem ekonomi

campuran (Mixed System).36

Sebagai Negara merdeka Indonesia memiliki sistem ekonomi tersendiri,

yang didasarkan pada demokrasi dan Pancasila. Sistem ekonomi ini adalah

sistem demokrasi ekonomi yang telah dirumuskan oleh Mohammad Hatta

kedalam UUD 1945, yaitu Pasal 33. Demokrasi ekonomi ini dapat dilihat

pada penjelasan UUD 1945 Pasal 33. Sebagaimana dikutip oleh Sri-Edi

Swasono: 37

“Perekonomian berdasar atas demokrasi ekonomi, kemakmuran

bagi semua orang! Sebab itu cabang-cabang produksi yang penting bagi

Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak harus dikuasai

oleh Negara. Kalau tidak tampuk produksi jatuh ketangan orang-seorang

yang berkuasa dan rakyat yang banyak ditindasnya”

Dari penjelasan di atas dapat diketahui dengan baik, bahwa

perekonomian Indonesia seharusnya berdasarkan demokrasi, yang berusaha

mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia tanpat terkecuali.

Karena itu sangat penting bagi Pemerintah untuk memperhatikan kembali

sistem ekonomi yang sedang diterapkan saat ini, dan kembali kepada

semangat ekonomi UUD 1945.

Secara sadar sejak Indonesia merdeka dan menetapkan UUD 1945 telah

dengan tegas di gariskan kebijaksanaan nasional untuk melakukan

“transformasi ekonomi” dan “transformasi sosial”. Dalam kehidupan

36 Abdul Rachman Panetto, Peranan Pemerintah Dalam Kegiatan Dan Kehidupan

Ekonomi, dalam Abdul Madjid dan sri-Edi Swasono, Wawasan Ekonomi Pancasila, (Jakarta,

Penerbit UI, 1981), h. 30

37Sri-Edi Swasono, Ekonomi Demokrasi Keterkaitan Usaha Partisifatif Vs Konsentrasi

Ekonomi, makalah disampaikan pada seminar Pancasila Sebagai Ideologi Dalam Berbagai

Bidang Kehidupan Bermasyarakat, Jakarta, 24-26 Oktober 1989

28

ekonomi makna transformasi ekonomi berhakikat “merubah sistem ekonomi

kolonial yang subordinatif menjadi sistem ekonomi nasional yang

demokratis”. Para pendiri Republik dengan sangat bijaksana dan hati-hati

menghindari kemungkinan terjadinya chaos dalam pelaksanaan transformasi

ekonomi itu.

29

BAB III

DINAMIKA KEBIJAKAN PENANAMAN MODAL ASING (PMA) DI

INDONESIA

A. Perspektif Konstitusi tentang Pengelolaan Sumber Daya Alam

Konstitusi adalah cerminan dan jabaran dari nilai-nilai yang terkandung

dalam dasar negara Pancasila sebagai cita hukum negara Indonesia atau sebagai

sumber dari segala hukum dari NKRI. Karena itu, Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 memberi amanat untuk melindungi segenap

bangsa dan seluruh wilayah Kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia

serta memajukan kesejahteraan rakyat dengan mengelola sumber daya alam

Indonesia.1 Berlandaskan teori kedaulatan negara oleh Richard Foley, suatu

negara mendapatkan kedaulatan dalam suatu wilayah karena ia mampu

menciptakan dan mempertahankan tertib sosial, dan meningkatkan kesejahteraan

hidup penduduk yang tinggal di area kekuasaan negara bersangkutan.2 Sebuah

negara dalam hal ini pemerintah memiliki wewenang untuk menentukan dan

mengatur segala sesuatu yang masuk dan keluar dari wilayahnya.

Teori kedaulatan negara menurut Jean Bodin bahwa kekuasaan penuh dan

eksklusif yang dimiliki oleh negara atas individu-individu dan benda-benda yang

terdapat di wilayah tersebut. Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang

Minyak dan Gas Bumi menegaskan bahwa pembangunan nasional harus

diarahkan kepada terwujudnya kesejahteraan rakyat dengan melakukan reformasi

di segala bidang kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila dan

UUD 1945, sehingga sebagai sumber daya alam strategis tak terbarukan,

peraturan terhadap pertambangan minyak dan gas bumi diharapkan dapat

1 Dwi Kherisna Payadnya dan I Wayan Suarbha, Kewenangan Pemerintah Daerah

dalam mengelola Sumber Daya Alam, Jurnal Fakultas Hukum Universitas Udayana, h. 5

2 Richard Foley, Plato‟s undividable line contradiction and method in Republic VI.

Journal of the History of Philosophy Gillette,… h. 21

30

menciptakan kegiatan usaha minyak dan gas bumi yang mandiri, andal,

transparan, berdaya saing, efisien, berwawasan pelestarian lingkungan, dan

mendorong perkembangan potensi dan peranan nasional serta memberikan

landasan hukum bagi langkah-langkah pembaharuan dan penataan atas

penyelenggaraan pengusahaan minyak dan gas.3

Terkait dengan tujuan negara sebagaimana sejalan dengan tersebut di atas,

maka dalam Batang Tubuh UUD 1945, yaitu pada Pasal 33 ayat (3), ditentukan

bahwa bumi dan air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai

oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Istilah hak

menguasai negara atas tanah yang semula berasal dari Pasal 33 UUD Dasar 1945,

yang kemudian dijabarkan dalam Pasal 2 ayat (2) UUPA menunjukan arti bahwa

negara bertindak sebagai pemilik tanah.

Sejalan dengan tujuan negara, Nkambo Mugerwa dalam bukunya Subject of

International Law mengatakan bahwa salah satu aspek yang berkaitan dengan

teori kedaulatan negara ialah aspek territorial dimana kedaulatan berarti

kekuasaan penuh dan eksklusif yang dimiliki oleh negara atas individu-individu

dan benda-benda yang terdapat di wilayah tersebut. Hak menguasai negara atas

tanah bersumber dari hak bangsa Indonesia, pada hakikatnya merupakan

penugasan pelaksanaan kewenangan bangsa yang mengandung unsur hukum

publik. Tugas mengelola seluruh tanah tidak mungkin dilakukan secara bersama

oleh bangsa Indonesia, maka dalam penyelenggaraannya, bangsa Indonesia

sebagai pemegang hak dan pengemban amanat tersebut menguasakan kepada

negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat.4

Keseluruhan UU tersebut menunjukkan bahwa hak menguasai negara pada

prinsipnya memberi wewenang kepada negara untuk mengatur atau mengurus

3 Lihat pada UU RI Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi

https://jdih.kemenkeu.go.id/fullText/2001/22TAHUN2001UU.htm diunduh pada tanggal 13

Mei 2019 pukul 6.22 WIB

4 Nkambo Mugerwa, Subjects of international Law, Edited by Max Sorensen, (New

York: Mac Millan, 1968), h. 253 dapat dilihat di Boer Mauna, Hukum Internasional

Pengertian Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika Global, (Jakarta: PT. Alumni, 2008 ),

h.24

31

penguasaan dan penggunaan SDA tersebut. Kewenangan tersebut merupakan

kewenangan yang berkarakter publik, artinya penguasaan oleh negara tersebut

hanya memberi wewenang kepada negara untuk mengatur dan mengurus

penguasaan dan peruntukan SDA tersebut. Kewenangan yang berkarakter publik

tersebut ditegaskan oleh Pasal 2 ayat (2) UUPA menyatakan bahwa kewenangan

dari hak menguasai negara meliputi:

a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan

dan pemeliharaan bumi, air dan ruang-angkasa tersebut;5

b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-

orang dengan bumi, air dan ruang angkasa; 6

c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-

orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan

ruang angkasa.7

Indonesia merupakan negara yang kaya dengan sumber daya alamnya, baik

sumber daya alam hayati maupun sumber daya alam non-hayati. Kekayaan

sumber daya alam yang melimpah merupakan suatu anugerah dari Tuhan yang

Maha Kuasa yang harus dijaga bagi kelangsungan hidup rakyat Indonesia saat ini

dan untuk generasi yang akan datang.

Sebagai negara dengan sumber daya alam melimpah, Indonesia memiliki

mekanisme pengelolaan sumber daya alam sendiri. Oleh karenanya pada tahun

1967 telah diterbitkan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-

ketentuan Pokok Pertambangan, yang kemudian digantikan dengan Undang-

undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU

No. 4 Tahun 2009). Dalam konsideran UU No. 4 Tahun 2009, disebutkan bahwa

5 Kewenangan negara sebagaimana dimaksud pada huruf ‘a’ tersebut dijabarkan lebih

lanjut dalam beberapa pasal pada Bab I UUPA, khususnya Pasal 14.

6 Penjabaran wewenang negara pada huruf ‘b’ lebih lanjut diatur dalam Pasal 4, 6-11

dan ketentuan dalam Bab II UUPA.

7 Sedangkan wewenang negara pada huruf ‘c’ merujuk pada ketentuan Pasal 12, 13, 26

dan 49 UUPA.

32

mineral dan batu bara yang terkandung dalam wilayah hukum pertambangan

Indonesia merupakan kekayaan alam tak terbarukan sebagai karunia Tuhan Yang

Maha Esa yang mempunyai peranan penting dalam memenuhi hajat hidup orang

banyak, karena itu pengelolaannya harus dikuasai oleh negara untuk memberi

nilai tambah secara nyata bagi perekonomian nasional dalam usaha mencapai

kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara berkeadilan.

Sejumlah pasal dalam UU Minerba yang tidak hanya mengandung salah

satu prinsip pengelolaan sumber daya alam, tetapi mencakup sejumlah aspek yang

terdapat dalam lebih dari satu prinsip, hal ini dapat dicermati dari Pasal 2 (tentang

asas dan tujuan).8 Pasal tersebut di atas mengandung makna bahwa pengelolaan

sumber daya tambang mineral dan batubara mengharuskan terpenuhinya prinsip-

prinsip keadilan, demokrasi dan kelestarian. Prinsip demokrasi dalam pengelolaan

sumber daya dalam UU Minerba terkait dengan desentralisasi kewenangan dan

tanggung jawab Pemerintah dan pemerintah daerah. Undang-Undang No. 4 Tahun

2009 tentang Mineral Tambang dan Batubara Tanah dan lautan Indonesia

mengandung sejumlah besar sumber daya mineral dan batubara. Indonesia adalah

produsen nomor dua di dunia dalam timah dan nikel, dan produsen terbesar

keempat dalam tembaga. Indonesia juga merupakan penghasil emas, bauksit, bijih

besi dan mineral lainnya.9

Selain itu Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas

Bumi yang mengindikasi kegiatan usaha minyak dan gas bumi tidak hanya

berasaskan ekonomi kerakyatan, kemakmuran dan kesejahteraan rakyat banyak,

tetapi pada akhirnya wawasan lingkungan menjadi tujuan akhir dari segala bentuk

upaya negara dalam kegiatan usaha dan mengelola sumber daya minyak dan gas

bumi. Pasal 2 menyatakan: Penyelenggaraan kegiatan usaha Minyak dan Gas

Bumi yang diatur dalam Undang-undang ini berasaskan ekonomi kerakyatan,

keterpaduan, manfaat, keadilan, keseimbangan, pemerataan, kemakmuran

8“Pertambangan mineral dan/atau batubara dikelola berasaskan (a) manfaat, keadilan,

dan keseimbangan; (b) keberpihakan kepada kepentingan bangsa; (c) partisipatif, transparansi,

dan akuntabilitas; (d) berkelanjutan dan berwawasan lingkungan”.

9 Syahrir Ika, Kebijakan Hilirisasi Mineral: Reformasi Kebijakan untuk Meningkatkan

Penerimaan Negara, (Kajian Ekonomi KeuanganVol.1No.1(2017), h. 46

33

bersama dan kesejahteraan rakyat banyak, keamanan, keselamatan, dan kepastian

hukum serta berwawasan lingkungan.

Prinsip Demokrasi dalam pengelolaan minyak dan gas bumi diatur dalam

Pasal 4 ayat (3) yang menyatakan bahwa Pemerintah sebagai pemegang Kuasa

Pertambangan. Kuasa Pertambangan adalah wewenang yang diberikan Negara

kepada Pemerintah untuk menyelenggarakan kegiatan Eksplorasi dan

Eksploitasi.10 Selain itu terdapat pula prinsip Pelestarian, dimana UU Minerba

menetapkan sejumlah rambu yang berfokus kepada aspek konservasi. Dalam

kaitan ini, Pasal 8 ayat (1); Pasal 10; dan Pasal 27 mengamanatkan untuk

memperhatikan aspek kelestarian lingkungan dalam usaha pertambangan.

Demikian pula, Pasal 95 sampai Pasal 99 secara jelas mengatur kewajiban pelaku

usaha pertambangan untuk menerapkan kaidah-kaidah konservasi lingkungan

dalam pelaksanaan usaha pertambangan.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa UU Minerba secara umum telah

mengakomodasi prinsip-prinsip kedaulatan negara dan prinsip pengelolaan

sumber daya alam dan lingkungan hidup sebagaimana amanat Pasal 33 ayat (3)

UUD NRI Tahun 1945, karena Pasal-pasal dalam UU dimaksud telah memenuhi

asas keadilan, demokrasi, dan keberlanjutan fungsi dan manfaat sumber daya

alam. Amanah konstitusi inilah yang seyogyanya menjadi panduan dasar dari

apapun yang akan dikerjakan berkait dengan pengolahan kekayaan alam

Indonesia. Termasuk di sini dengan keberadaan PTFI di Papua, Indonesia.

B. Perangkat Regulasi Penanaman Modal Asing di Indonesia

Indonesia memiliki perangkat peraturan perundang-undangan dibuat khusus

terkait penanaman modal asing yang ada di Indonesia. Undang-Undang ini

mengalami pasang surut, sesuai kebutuhan dan kondisi perekonomian politik

Indonesia. Penanaman Modal Asing di Indonesia diatur pertama kali dalam

Undang-Undang Nomor 78 Tahun 1958, kemudian dirubah dan diganti dengan

10 Dilihat pada UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak Gas dan Bumi

https://jdih.kemenkeu.go.id/fulltext/2001/22TAHUN2001UU.htm diunduh pada tanggal 13

Mei 2019 pukul 6.29 WIB

34

Undang-Undang Nomor 15 Prp. Tahun 1960, yang kemudian dicabut dan diganti

kembali dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1965. Setelah Undang-Undang

ini, Pemerintah duat tahun kemudian lahirlah Undang-Undang Nomor 1 tahun

1967 tentang Penanaman Modal Asing atau dapat disingkat dengan UUPMA.

Sebagai pasangan dari UUPMA ini, pada tahun 1968 Pemerintah mengeluarkan

Undang-Undang Nomor 6 tentang penanaman modal dalam negeri, atau yang

biasa disebut dengan PMDN. 11

Selanjutnya dilakukan perubahan dan penambahan kembali atas Undang-

Undang Nomor 1 tahun 1967 dengan Undang-Undang Nomor 11 tahun 1970.

Adapun Undang-Undang Nomor 6 tahun 1958 diubah dan ditambah kembali

dengan Undang-Undang Nomor 12 tahun 1970. Kemudian pada pada tahun 2007

kedua Undang-Undang, UUPMA dan UUPMDN, disatukan dalam satu undang-

undang saja, yaitu Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 Tentang Penanaman

Modal.12

Penanaman modal asing di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor

25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UU Penanaman Modal) yang

merupakan pengganti dari Undang-Undang Penanaman Modal yang lama, yaitu

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing

(UUPMA) dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal

Dalam Negeri (UUPMDN). Berbeda dengan dengan UUPMA dan UUPMDN

yang melakukan pembedaan pengaturan antara penanaman modal asing dan

penanaman modal dalam negeri, maka dalam UU Penanaman Modal yang berlaku

sekarang, masalah penanaman modal asing maupun dalam negeri diatur dalam

satu kesatuan. Pembedaan Penanaman Modal asing dan Penanaman Modal dalam

Negeri masih dilakukan dalam konteks mengidentifikasi asalnya modal tersebut,

apakah berasal dari sumber dalam negeri atau dari luar negeri, atau berdasrkan

pihak yang melakukan penanaman modal tersebut, apakah investor lokal/domestik

atau investor asing.

11 David Kairupan, Aspek Hukum Penanaman Modal Asing di Indonesia, (Jakarta:

Kencana Prenada Media, 2014), h. 11

12 David Kairupan, Aspek Hukum Penanaman Modal Asing di Indonesia,…..., h. 11

35

UU Penanaman Modal tidak mencakup pengaturan penanman modal di

bidang perbankan, asuransi, usaha sekuritas (perusahaan efek), dan lembaga

pembiayaan. Bidang usaha perbankan diatur secara khusus dalam Undang-

Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana diubah dengan

Undang-undang No. 10 Tahun 1998 (UU Perbankan), Undang-Undang 21 Tahun

2008 tentang Perbankan Syariah dan Berada di bawah otoritas Bank Indonesia.

UU Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing di Indonesia

mengatakan bahwa penggunaan modal asing perlu dimanfaatkan secara maksimal

untuk mempercepat pembangunan ekonomi Indonesia serta digunakan dalam

bidang-bidang dan sektor-sektor.13 Namun kekurangan pada UU ini terletak pada

kelonggaran-kelonggaran yang diberikan pemerintah kepada korporasi, sehingga

hal tersebut mengancam kedaulatan negara sebagai pemilik SDA. Untuk itu

dilakukan perubahan sebuah regulasi untuk menyempurnakan regulasi yang sudah

pernah ada. Ditegaskan dalam UU Nomor 25 Tahun 2007 perubahan UU Nomor 1

Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing, pemerintah memperketat

penanaman modal asing di Indonesia melalui perubahan KK menjadi IUPK. Hal

tersebut dilakukan untuk melindungi kedaulatan negara semata.

Adapun bidang usaha asuransi diatur secara khusus berdasarkan Undang-

Undang No. 1992 tentang Usaha Perasuransian (UU Asuransi) dan bidang usaha

sekuritas diatur berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar

Modal (UU Pasar Modal),14 di mana keduanya berada di bawah pembinaan dan

pengawasan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lemabaga Keuangan

(BAPEPAM-LK) yang merupakan badan di bawah Kementrian Keuangan.

Bidang usaha pembiayaan atau multifinance yang mencakup sewa guna usaha

(leasing), anjak piutang (factoring), usaha kartu kredit (credit card) dan/atau

pembiayaan konsumen (consumer finance) tidak diatur dalam suatu undang-

13 Lihat dalam UU Nomor 1 Tahun 1967 pada konsideran huruf F

14Dalam UU Pasar Modal, bidang usaha sekuritas dikenal dengan istilah perusahaan

efek yang didefinisikan sebagai pihak yang melakukan kegiatan usaha sebagai penjamin emisi

efek (underwriting), perantara pedagang efek (brokerage) dan/atau manajer investasi (fund

management). Lihat Pasal 1 angka (21) UU Pasar Modal.

36

undang khusus, tetapi diatur dalam Peraturan Presiden No. 9 Tahun 2009 tentang

Lembaga Pembiayaan yang menggantikan Keputusan Presiden No. 61 Tahun

1998 tentang Lembaga Pembiayaan, di mana pelaksanaannya diatur lebih lanjut

dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan

Pembiayaan.15

Sedangkan bidang usaha modal ventura (Venture Capital) diatur

berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 18/PMK.010/2012 tentang

Perusahaan Modal Ventura Pembinaan dan pengawasan perusahaan pembiayaan

dilakukan oleh Kementrian Keuangan dan selain itu perusahaan pembiayaaan juga

diwajibkan menyampaikan tembusan laporan rutinnya kepada Bank Indonesia.16

Pengaturan penanaman modal asing berdasarkan UU Penanaman Modal

selanjutnya diatur dalam berbagai instrumen peraturan perundang-undangan yang

sifatnya cukup kompleks, karena mencakup pengaturan yang sifatnya

multidimensi. Berikut adalah beberapa peraturan pelaksana dari UU Penanaman

Modal yang perlu diperhatikan dalam pemahaman awal mengenai kedudukan dan

pengaturan penanaman modal asing di Indonesia:

1. Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2008 tentang Pedoman Pemberian

Insentif dan Pemberian Kemudahan Penanaman Modal di Daerah;

2. Peraturan Presiden No. 76 Tahun 2007 tentang Kriteria dan Persyaratan

Penyususnan Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang

Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal;

3. Peraturan Presiden No. 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu

Pintu di Bidang Penamanan Modal;

15 David Kairupan, Aspek Hukum Penanaman Modal Asing di Indonesia,…..., h. 13

16 Berdasarkan pasal 5 juncto Pasal 48 Peraturan Menteri Keuangan No.

84/PMK.012/2006 perusahaan pembiayaan yang melakukan kegiatan usaha kartu kredit,

sepanjang berkaitan dengan system pembayaran wajib mengikuti ketentuan Bank Indonesia.

37

4. Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha yang

Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang

Penanaman Modal;17

5. Peraturan Kepala BKPM No. 6 Tahun 2011 tentang Tata Cara

Pelaksanaan, Pembinann, dan Pelaporan Pelayanan Terpadu Satu Pintu di

Bidang Penanaman Modal;18

6. Peraturan Kepala BKPM No. 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata

Cara Permohonan Penanaman Modal;

7. Peraturan Kepala BKPM No. 13 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata

Cara Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal sebagaiamana diubah

dengan Peraturan Keapala BKPM No. 7 Tahun 2010;

8. Peraturan Kepala BKPM No. 14 Tahun 2009 tentang Sistem Pelayanan

Informasi dan Perizinan Investasi seacara Elektronik;

9. Peraturan Kepala BKPM No. 89/SK/2007 tentang Pedoman dan Tata Cara

Permohonan Fasilitas Pajak Penghasilan bagi Perusahaan Penanaman

Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah

Tertentu;\

10. Peraturan Kepala BKPM No. 12 Tahun 2011 tentang Pedoman dan Tata

Cara Pengajuan Permohonan Fasilitas Pembebasan atau Pengurangan

Pajak Penghasilan Badan.

11. Peraturan Presiden No. 44 Tahun 2016 tentang daftar bidang usaha yang

tertutup dan daftar bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan di

bidang penanaman modal

Pengaturan prosedur penanaman modal asing di Indonesia berkembang

sangat dinamis sejak terjadinya reformasi pada sekitar tahun 1999, terlebih sejak

17 Peraturan ini di dalam praktik sering disebut sebagai Negative List karena merupakan

acuan dalam mengidentifikasi bidang-bidang usaha manakah yang terbuka untuk penanaman

modal atau yang terbuka dengan persyaratan tertentu. Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2010

menggantikan Negative List sebelumnya sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden No. 77

Tahun 2007 juncto Peraturan Presiden No. 111 Tahun 2007

18 Peraturan ini menggantikan Peraturan Kepala BKPM No. 11 Tahun 2009 tentang hal

yang sama.

38

di berlakukannya otonomi daerah. Hal ini dikarenakan urusan pemerintah di

bidang penanaman modal yang semula ada di tangan pemerintah lalu dialihkan

kepada pemerintah daerah baik itu pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah

kabupaten atau pemerintah daerah kota.19

Selain peraturan perundang-undangan yang mengatur secara langsung

masalah penanaman modal sebagaimana disebutkan di atas, peraturan perundang-

undangan di bidang lainnya juga perlu diperhatikan, seperti peraturan yang

mengatur masalah kewenangan pemberian izin sehubungan dengan penanaman

modal, lingkungan hidup, ketenagakerjaan, perpajakan, keapabeanan, pertanahan,

alih teknologi (transfer of techology), persaingan usaha yang sehat, perlindungan

konsumen, hak atas kekayaan intelektual, peraturan-peraturan yang bersifat

sektoral seperti telekomunkasi, perhubungan, industri, perdagangan,

pertambangan, perkebunan, kehutanan, atau bahkan peraturan-peraturan yang

ditetapkan oleh pemerintah daerah.20 Dalam konteks aspek internasional,

perangkat peraturan yang meratifikasi konvensi-konvensi atau perjanjian-

perjanjian internasional yang terkait dengan masalah penanaman modal juga perlu

kiranya diperhatikan antara lain:

1. Undang-Undang No. 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement

Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan

Organisasi Perdagangan Dunia) yang di dalamnya mencakup kesepakatan-

kesepakatan mengenai Trade Related Aspect of Intelectual Property Rights

(TRIPS), dan the General Afreement on Trade in Service (GATS);

2. Keputusan Presiden No. 31 Tahun 1986 tentang Pengesahan Convention

Establishing the Multilateral Investment Guarantee Agency;

3. Keputusan Presiden No. 34 Tahun 1981 tentang Pengesahan Convention on

the Recognition and Enforcement of Foreign Arbital Awards;

4. Undang-Undang No. 32 Tahun 1968 tentang Persetujuan atas Konvensi

tentang Penyelesaian Perselisihan antara Negara dan Warga Negara Asing

19 David Kairupan, Aspek Hukum Penanaman Modal Asing di Indonesia,…..., h. 14

20 David Kairupan, Aspek Hukum Penanaman Modal Asing di Indonesia,…. h. 17

39

mengenai Penanaman Modal (Convention on the Settlement of Investmen

Disputes between States and Nationals of Other States)

5. Perjanjian-perjanjian internasional yang berhubungan dengan kerja sama

internasional lainnya yang bersifat bilateral (Bilateral Invesment Treaty)

maupun multilateral (Asia Pacific Economic Cooperation, Asean Free

Trade Agreement, Asean China Free Trade Agreement)

Selain itu terdapat pula peraturan perundang-undangan yang melengkapi

peraturan perundang-undangan Penanaman Modal Modal Asing. Berikut adalah

beberapa peraturan tentang Pertambangan Mineral yang perlu diperhatikan dalam

pemahaman awal mengenai Peraturan Pertambangan Mineral:

1. UU Nomor 11 Tahun 1967 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok

Pertambangan sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 4 Tahun 2009

Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara

2. Peraturan Pemerintah No. 77 Tahun 2014 perubahan ketiga atas Peraturan

Pemerintah No. 23 Tahun 2010 tentang pelaksanaan kegiatan usaha

pertambangan mineral dan batubara.

3. Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 2017 perubahan keempat atas Peraturan

Pemerintah No. 23 Tahun 2010 tentang pelaksanaan kegiatan usaha

pertambangan mineral dan batubara.

C. Latar Kehadiran PT. Freeport Indonesia

Sejarah Freeport di Indonesia adalah sejarah eksploitasi kekayaan alam di

Indonesia yang dianggap tidak adil dan merugikan rakyat, bahkan ada yang

menganggapnya sebagai perampokan yang dilegalkan terhadap kekayaan sumber

daya alam Indonesia.21 Kekayaan bumi Papua telah mengundang perhatian orang-

orang di belahan dunia Eropa. Pada tahun 1760-an eksplorasi dilakukan, meski

sebatas temuan benda-benda aneh dan langka. Seseorang yang bernama Rumphius

21 Oleh Moh. Mahfud MD Guru Besar Hukum Tata Negara/Ketua Mahkamah

Konstitusi 2008-2013 dalam Fredy Hasiman, Bisnis Orang Kuat VS Kedaulatan Negara,

(Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara, 2019), h. vi

40

menjangkau bagian barat di dekat kawasan perniagaan dari daerah Ambon.22

Jelang akhir abada ke-19, sekitar Perang Dunia II eksplorasi serius mulai

dilakukan. Burung Cenderawasih, menjadi salah satu daya tarik kuat keindahan

alam Papua.

Jauh sebelumnya pada tahun 1623, Jan Cartensz telah berlayar di sepanjang

pesisir tenggara kepulauan Papua. Jan Cartensz menjadi orang pertama yang

melihat puncak tertinggi yang menutupi salju. Nama Cartensz, kemudian

diabadikan untuk nama gunung itu, yang kini dikenal orang Papua dalam Bahasa

Amungkal, Nemangkawi.23 Kemudian pada tahun 1936 sebuah kelompok

ekspedisi melakukan perjalanan ke pegunungan Cartensz dan berhasil mencapai

puncaknya.24 Selanjutnya pada April 1960 Forbes Wilson datang ke Timika

melakukan ekspedisi ke Grasberg.25 Tujuh tahun sesudah Forbes Wilson

menemukan kandungan emas di Nemangkawi, atau beberapa minggu setelah

Soeharto dilantik sebagai Presiden pada 7 April 1967, eksploitasi dimulai.

Soeharto memberikan lisensi ke perusahaan tambang Amerika Serikat,

Freeport Sulphur, sekarang Freeport McMoran, untuk menambang di Pegunungan

Hetzberg di Kabupaten Fakfak, Irian Barat. Kini sebagian besar masuk area

konsesi Freeport di Mimika. Masuknya Freeport ke Papua didukung dengan

lahirnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing,

22 Sri Surani Kertikasari Dkk, Ekologi Papua: Seri Ekologi Indonesia Jilid VI, (Jakarta:

Yayasan Pustaka Obor Indonesia dan Conservation International, 2012), h. 18

23 Sri Surani Kertikasari Dkk, Ekologi Papua: Seri Ekologi Indonesia Jilid VI,…h. 23

24 Kelompok ekspedisi tersebut terdiri dari Anton Hendrik Colijn, First Julius Wissel,

dan Jean Jacques Dozy. Ekspedisi tersebut dikenal dengan ekspedisi Colinjn, yang kemudian

menjadi catatan penting bagi kelompok lain yang mengkeksplorasi sumber kekayaan di bumi

Papua.

25 Forbes Wilson ditemani tokoh suku Amungme, Moses Kilangin, yang dikenal

sebagai perintis gereja di Timika. Forbes Wilson dan Moses Kilangin menempuh perjalanan

melalui rute sungai Mawati, menyeberangi sungai Tsinga.Dari lembah Tsinga menuju arah

barat lembah Waa, kemudian mereka mengikuti rute tim ekspedisi Colijn. Dalam Yopi

Kilangin, Yafet Kambay, Kris Ansaka (Ed.), Moses Kilangin Uru Me Ki, (Timika: Penerbit

Tabura, 2009), h. 139

41

yang disahkan pada 10 Januari 1967.26 Sedangkan pada saat itu, Indonesia secara

defakto masih dipimpin Soekarno. Diketahui perusahaan konsultan Amerika Van

Sickle Associates, yang berkantor pusat di Denver, membantu para pejabat Orde

Baru untuk menyusun materi Undang-Undang PMA sejak September 1966.

Freeport dan investor asing memandang Soekarno sebagai orang yang anti

kapitalis dan anti kolonialisme, sehingga Freeport dan investor asing kurang

menyukai kepemimpinan Soekarno di Indonesia. Ketika soekarno dipaksa

menyerahkan kekuasannya kepada Soeharto pada 12 Maret 1967 hal tersebut

merupakan sebuah momentum besar yang ditunggu-tunggu oleh Freeport dan

investor asing. Satu bulan kemudian tepatnya pada tanggal 7 April 1967 UU PMA

disahkan, Pemerintah dan Freeport kemudian menandatangani KK pertama. Hal

ini ada kaitannya dengan lobi-lobi Elsworkth Bunker yang mengusulkan New

York Agreement 1962 dan Rome Agreement 1969.27

Ketika di telaah lebih dalam, pasal-pasal dalam Kontrak Karya

merefleksikan relasi kekuasaan Orde Baru dalam mencari legitimasi politik atas

sengketa status politik Papua Barat dan Pemerintah Indonesia. Soeharto

membutuhkan dukungan AS, yang diam-diam berencana melangkahi Perjanjian

New York yang didukung Perserikatan Bangsa-Bangsa. Khususnya pasal 22 (1)

yang menjamin hak atas pilihan bebas dan pasal 18 (D) yang mensyaratkan

seluruh orang dewasa Papua harus diperbolehkan mengikuti Pepera untuk

memilih Merdeka atau bergabung dengan Indonesia.28

26 UU Penanaman Modal Asing (PMA) telah di desain sejak awal melibatkan pihak

asing untuk merumuskan UU tersebut. Ketika pecahnya peristiwa G30S dan melemahnya

posisi soekarno pada April 1966, Freeport memberitahu Departemen Luar Negeri AS bahwa

mereka membutuhkan suatu legitimasi untuk iklim investasi yang layak, oleh karenanya

hadirlah UU PMA tersebut. Dalam AS Bradley R. Shimpson, Ekonomi dengan Guns: Amerika

Serikat, CIA dan Munculnya Pembangunan Rezim Orde Baru yang Otoriter, (Jakarta:

Gramedia, 2011), h. 311-314

27 Lihat pada https://westpapua.net/docs/books/boo1/part3 diunduh pada tanggal 20

April 2019 pukul 22.59 WIB

28 Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) adalah referendum yang diadakan pada tahun

1969 di Papua Barat untuk menentukan status daerah bagian Barat Pulau Papua, antara milik

Belanda atau Indonesia. Terdapat pada New York Agreement pasal 18 yang mengatakan

bahwa akan membuat pengaturan, dengan bantuan dan partisipasi PBB perwakilan dan

42

Soeharto berharap masuknya Freeport ke Papua Barat sebelum proses

Pepera pada 1969 bisa memperkuat posisi Indonesia merebut wilayah Papua

Barat. Sementara bagi Freeport dan Amerika Serikat, mendukung Papua Barat

masuk ke Indonesia lebih menguntungkan untuk memperoleh kepastian

mengeksploitasi sumber daya alam.29

Kontrak Karya adalah dasar hukum bagi Freeport Indonesia untuk memulai

operasi tambang di Erstberg, Papua. Ironisnya, Kontrak Karya itu disusun oleh

Freeport Indonesia atas perintah pemerintahan era Soeharto. Kontrak Karya

disusun dengan alasan bahwa investasi di Erstberg pada tahun-tahun itu akan

menelan biaya besar. Fakta bahwa Kontrak Karya adalah buah pikiran dari

Freeport.30

Sebenarnya Izin pertambangan di Indonesia dalah jenis konsensi yang

syarat-syarat perjanjiannya sangat menguntungkan kepentingan dalam negeri, di

antaranya:

a. Freeport akan menyerahkan seluruh peralatan yang dibawa ke Indonesia

kepada Pemerintah RI

b. Pendapatan, terutama yang berkaitan dengan valuta asing, akan di awasi

oleh Pemerintah Indonesia

c. Manajemen proyek akan dilaksanakan pemerintah dengan keterlibatan

terbatas Freeport dalam hal arahan teknis

d. Saat Freeport sudah balik modal, pemerintah akan mengambil alih proyek

Namun bentuk perjanjian konsensi seperti di atas tidak disukai Freeport.

Sehingga sebagai gantinya, Freeport menyusun sendiri perjanjian yang

menguntungkan pihaknya dan menempatkan perusahaan asing sebagai mitra yang

stafnya, untuk memberikan orang-orang di wilayah, kesempatan untuk melaksanakan

kebebasan memilih.

29 David Kairupan, Aspek Hukum Penanaman Modal Asing di Indonesia,…, h. 23

30 Diperkuat oleh informasi yang disampaikan oleh George S. Mealey (seorang geolog

yang bekerja untuk Freeport) dalam bukunya Grasberg. Dilihat pada Ferdy Hasiman, Bisnis

Orang Kuat VS Kedaulatan Negara,…h. 71

43

sejajar dengan pemerintah. Hal yang paling mengejutkan adalah ketika seluruh

rancangan Kontrak Karya yang dibuat Freeport diterima oleh Pemerintah

Indonesia.31 Alasannya, kontrak bagi hasil di sektor minyak dan gas yang

dirancang Soekarno tidak menarik minat investor, seperti Freeport Indonesia yang

harus mengeluarkan dana investasi awal senilai US300 juta.

Pengoperasian Tambang Freeport di Papua dengan nama PT Freeport

Indonesia dimulai dari tambang terbuka Erstberg yang secara resmi dibuka

Presiden Soeharto pada Maret 1973. Kawasan itu selesai ditambang pada 1980-an

dan mewariskan lubang sedalam 360 meter. Tahun 1988, PT Freeport mengeruk

cadangan raksasa lainnya di Grasberg. Eksploitasi itu mengeruk sekitar 7.3 juta

ton tembaga dan 727.7 ton emas. Pada Juni 2005, lubang tambang Grasberg

mencapai diameter 2.4 km di kawasan seluas 449 hektare, kedalaman 800 meter.32

Kedepan Freeport Indonesia berencana akan menutup tambang emas

terbuka Grasberg dan menggantinya operasi tambang bawah tanah pada 2016.

Tambang bawah tanah Grasberg ini akan memproduksi 200.000 ton material per

hari. Hingga akhir 2010 lalu. Freeport Indonesia memproduksi 235.000 ton bijih

emas per hari dengan proyeksi emas 1.7 juta ons.33 Rencana itu diumumkan

sesudah runtuhnya terowongan Big Gossan pada 14 Mei 2013, yang memakan

korban 28 karyawan dan 10 orang luka-luka. Menurut CEO Freeport McMoran

Copper Gold Inc, Richard C. Adkerson bahwa Freeport telah mempunyai rekam

jejak yang bagus tentang pengoperasiaan tambang bawah tanah, terutama soal

31 Markus Haluk, Menggugat Freeport Suatu Jalan Penyelesaian Konflik, (Jayapura:

Penerbit Deiyai, 2014), h. 4

32 Siti Maimunah, Freeport: Bagaimana Pertambangan Emas dan Tembaga Raksasa

Menjajah Indonesia, (Jakarta: JATAM dan WALHI, 2006), h. 11

33 Freeport Pastikan Tutup Tambang Terbuka Terbesar di Dunia, dalam

https://ekonomi.kompas.com/read/2013/05/23/17513927/freeport.pastikan.tutup.tambang.terbu

ka.terbesar.di.dunia di unduh pada tanggal 21 April 2019 pukul 9.53 WIB

44

keselamatan kerja. Diperkirakan ada 18 juta ton cadangan tembaga dan 1.430 ton

cadangan emas hingga tahun 2041.34

D. Problem Kontrak Karya PT. Freeport Indonesia

Pertambangan Grasberg dan Ersberg yang dilaksanakan Freeport,

merupakan pertambangan mineral pertama di Indonesia, yaitu pengusahaan

terhadap mineral berupa logam mulia yang meliputi tembaga, emas, perak, platina

dan palladium. Pertambangan ini dilakukan melalui kerja sama antara Pemerintah

Indonesia dengan PT Freeport Indonesia. Diketahui bahwa perundingan yang

terjadi antara Pemerintah dengan PT Freeport berlangsung dengan tidak adil,

karena pihak Pemerintah Indonesia saat itu hanya diwakili oleh seorang pengacara

dari PT Freeport Indonesia. Hal ini terjadi karena pengetahuan dari pihak

Pemerintah sangat minim terkait penanaman modal asing dan pertambangan.

Masuknya Freeport ke Indonesia ketika kondisi negara ini sedang tidak siap

dan kacau. Demokrasi tidak berjalan dan politik tidak stabil. Negara tidak paham

ke mana arah perekonomian berjalan. Dalam ketidakberdayaan seperti itu,

Freeport Indonesia masuk bak penyelamat yang bisa mendatangkan investasi

besar bagi negara. Negara tidak berpikir panjang dan beranggapan investasi

tambang Ersberg hanya berlaku satu atau dua tahun saja. Negara tidak

membayangkan bahwa ekonomi itu soal masa depan, seperti dikatakan ekonom

Paul Krugmen.35

Seandainya saja sedikit berpikir lebih bijak saat Kontrak Karya

ditandatangani, pemerintah pasti akan berpikir bahwa suatu saat nanti, tambang

ini akan sangat potensial dan sangat menguntungkan. Pemerintah seharusnya

mengevaluasi data cadangan tembaga dan emas di Ersberg atau membaca hasil

penelitian para geolog yang selama beberapa tahun melakukan penelitian di

34 Freeport Pastikan Tutup Tambang Terbuka Terbesar di Dunia, dalam

https://ekonomi.kompas.com/read/2013/05/23/17513927/freeport.pastikan.tutup.tambang.terbu

ka.terbesar.di.dunia di unduh pada tanggal 21 April 2019 pukul 9.57 WIB

35 Ferdy Hasiman, Bisnis Orang Kuat VS Kedaulatan Negara, … h. 37

45

gunung Ersberg, dari hasil evaluasi itulah pemerintah mendesain kontrak yang

luwes, lentur, dan fleksibel agar tidak merugikan kepentingan rakyat Indonesia.36

Setelah Indonesia merdeka tidak ada perkembangan yang signifikan dalam

sektor pengelolaan sumber daya alam yang ada. Sehingga pada tahun 1967 pada

masa pemerintahan Soeharto, pemerintah Indonesia merumuskan kontrak karya.

Kontrak karya pertama diberikan kepada PT. Freeport Sulphure (sekarang PT.

Freeport Indonesia).37

Pada awal negosiasi dengan PT. Freeport, pemerintah menawarkan sekema

Bagi Hasil seperti halnya yang diterapkan dalam pertambangan migas. Namun

PT. Freeport menyatakan bahwa model Kontrak Bagi Hasil tidak sesuai jika

diterapkan pada pertambangan tembaga. Setelah tidak memiliki argumentasi lain,

pemerintah justru menawarkan PT. Freeport untuk membuat kerangka kontrak

sendiri. Alhasil PT. Freeport membuat kontraknya sendiri yang selanjutnya

disebut Kontrak Karya.38

Di dalam Kontrak Karya tersebut, semua urusan manajemen dan operasional

diserahkan kepada perusahaan yang melakukan eksplorasi. Negara selaku pihak

yang menguasai sumber-sumber pertambangan justru tidak punya wewenang dan

kedaulatan untuk melakukan kontrol atas bekerjanya perusahaan itu. Negara

hanya mendapatkan royalti yang telah ditetapkan dalam kontrak sesuai dengan

kesepakatan. Syarat-syarat di dalam Kontrak Karya sangat menguntungkan

Freeport daripada Pemerintah Indonesia sendiri.39

Kontrak karya yang ditandatangani pada awal masa pemerintahan Presiden

Soeharto diberikan kepada Freeport sebagai kontraktor eksklusif tambang

36 Ferdy Hasiman, Bisnis Orang Kuat VS Kedaulatan Negara,… h. 121

37 Markus Haluk, Menggugat Freeport Suatu Jalan Penyelesaian Konflik,… h. 4

38 Markus Haluk, Menggugat Freeport Suatu Jalan Penyelesaian Konflik,…h. 4

39 “Akuisisi Saham Freeport Tak Serta Merta Untungkan Masyarakat Papua",

https://tirto.id/akuisisi-saham-freeport-tak-serta-merta-untungkan- masyarakat- papua- dctu. di

unduh pada tanggal 13 Mei 2019 pukul 10.53 WIB

46

Ertsberg di atas wilayah 10 Km persegi. Pada 1989, pemerintah Indonesia kembali

mengeluarkan izin eksplorasi tambahan untuk 61.000 hektar. Berdasarkan

Kontrak Karya II yang ditandatangani tahun 1991, masa berlaku kontrak Freeport

akan berakhir pada tahun 2021. Kontrak Karya ini ditandatangani pada tahun

1967 berdasarkan UU Nomor 11 tahun 1967 untuk masa 30 tahun terakhir.

Kemudian pada masa pemerintahan Presiden Soeharto, setelah diundangkannya

UU No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan UU No. 11 Tahun

1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan, Freeport resmi

beroperasi di Indonesia. Sebelumnya pada masa pemerintahan Soekarno, Freeport

Sulphur Co Incorporated (sekarang Freeport-McMoran Copper & Gold, Inc) tidak

dapat melakukan usaha eksplorasi pertambangan di Kabupaten Mimika. Sebab,

Presiden Soekarno pada waktu itu tidak menginginkan kekayaan alam Indonesia

dikelola pihak asing.

Kontrak Karya I Freeport ditandatangani pada tanggal 5 April 1967 dan

berlaku dalam kurun waktu 30 tahun Pada tanggal 30 Desember 1991,

ditandatangani Kontrak Karya II yang mengakhiri Kontrak Karya I. Di dalam

Kontrak Karya II perusahaan Freeport Sulphur Co, Incorporated berganti menjadi

PT Freeport Indonesia (PTFI). Kontrak Karya kedua ini berlaku 30 tahun dengan

periode produksi akan berakhir di tahun 2021.40

Besaran royalti yang dibayarkan PTFI selama ini lebih rendah dari yang

diwajibkan dalam Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2003 tentang Tarif atas

Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada Departemen Energi dan

Sumber Daya Mineral. Sejak diberlakukan PP No.45/2003, PTFI seharusnya

membayar 3,75% royalti untuk emas, 4% untuk tembaga, dan 3,25 % untuk perak,

dari harga jual per kilogram (kg). Namun pada kenyataannya, PTFI masih

membayarkan tarif royalti kepada Indonesia sesuai dengan Kontrak Karya tahun

40 Pada PT Freeport Indonesia https://ptfi.co.id/ diunduh pada tanggal 9 Mei 2019

pukul 15.11 WIB

47

1991, yakni sebesar 1,5% untuk tembaga, dan 1% untuk emas dan perak, dari

harga jual per kg.41

Pada tahun 1991 luas wilayah ekplorasi Freeport adalah 2,6 Juta Ha,

sedangkan pada tahun 2012 seluas 212.950 Ha. PTFI menyatakan bahwa luas

wilayah Kontrak Karya Freeport blok B tersebut hanya tinggal 7,78% dari total

luas wilayah eksplorasi di tahun 1991. PTFI saat ini memiliki saham 90,64% yang

terdiri dari Freeport McMoRan Copper& Gold Inc sebesar 81,28% dan anak

perusahaan yaitu PT. Indocopper Investama sebesar 9,36%. Selebihnya adalah

milik Pemerintah Indonesia yaitu 9,36%.42

Bukan hanya itu, payung hukum Kontrak Karya sangat bertentangan dengan

Konstitusi UUD 1945. Kontrak Karya meletakkan negara sejajar dengan

korporasi. Korporasi diletakkan pada posisi yang sejajar dengan pemerintah.

Karena “disejajarkan”, negara kemudian tidak bisa memerintah korporasi. Posisi

negara , menjadi inferior sebatas penjaga kontrak.

Posisi kontrak yang seperti ini, sampai sekarang, masih ngotot

dipertahankan Freeport Indonesia, meskipun sudah ada peubahan rezim di sector

pertambangan mineral pasca diterbitkannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun

2009 (UU Minerba). Dengan adanya UU baru, rezim tambang harus beralih dari

Kontrak Karya menjadi IUP. Itulah sebabnya dalam UU Minerba, ada perintah

kepeda pemerintah untuk melakukan Renegosiasi Kontrak satu tahun setelah UU

itu berlaku atau terhitung sejak tahun 2010.43

Kontrak Karya itu diubah menjadi Izin Usaha Pertambangan (IUP), karena

dianggap tidak menguntungkan Indonesia sebagai negara yang berdaulat. Dalam

Kontrak Karya, hubungan antara korporasi dan pemerintah bersifat simetris.

41‘Dalam Kajian KPK 2014’ https: //www. kpk. go. id/images /pdf/ laptah /Laporan

%20Tahuna n%20KPK%202014.pdf diunduh pada tanggal 9 Mei 2014 pukul 15.13 WIB

42‘Dalam PT Freeport Indonesia’ https://ptfi.co.id/ diunduh pada tanggal 9 Mei 2019

pukul 15.14 WIB

43 Ferdy Hasiman, Bisnis Orang Kuat VS Kedaulatan Negara,….h. 34

48

Pemerintah menjadi pihak yang kalah karena korporasi berada di atas negara tentu

jelas, karena negara membutuhkan investasi yang akhirnya diinjak-injak

korporasi. Resikonya, negara menjadi tidak berdaulat atas sumber daya alam

(SDA). Konstitusi UUD NRI 1945 yang menegaskan bahwa tugas negara adalah

mengendalikan kekayaan pertambangan untuk kesejahterahan rakyat.44

Kepemilikan saham minoritas oleh Pemerintah Indonesia ini tidak dapat

ditambahkan, karena terjebak aturan divestasi saham yang dibuat oleh Pemerintah

masa lalu. Freeport tidak terkena aturan kewajiban divestasi saham karena adanya

Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 1994 yang mengizinkan investasi asing

secara penuh. Namun bukan berarti pemerintah kehilangan akal untuk mencari

solusi perebutan hak kedaulatan negara tersebut. Menilik kekeliruan penerapan

kebijakan dimasa lalu kemudian pemerintah menyiapkan suatu regulasi yang bisa

menjadi tombak untuk merebut hak kedaulatan negara. Diubahnya UU Nomor 11

Tahun 1967 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan ke UU Nomor 4

Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara menjadi angin segar

bagi negara sendiri.

Derasnya investasi asing seperti PTFI ke Indonesia memang menjadi sebuah

problematika. Dikaitkan dengan Pasal 33 UUD 1945, UU Nomor 4 Tahun 2009

tentang Mineral dan Batu bara tak sekadar mewajibkan para investor asing dalam

pertambangan mineral merenegosiasi kontrak kerja, tetapi juga wajib

melaksanakan perintah Undang-Undang. Pada perjalanannya ketentuan Kontrak

Karya menjadi hal yang harus ditinjau secara bersama pasca terbitnya Undang-

Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara

(selanjutnya disebut UU Minerba) menjadi momentum perubahan mendasar

penyelenggaraan usaha pertambangan mineral dan batubara di Indonesia.

44Ditegaskan dalam Pasal 33 Ayat 3 UUD 1945 dan ”Perekonomian nasional

diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi

berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga

keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional” Sebagaimana pada teori kedaulatan

negara menurut Richard Foley, bahwa kedaulatan suatu negara ditujukan untuk

mensejahterahkan rakyatnya, dalam Richard Foley, Plato‟s undividable line contradiction

and method in Republic VI. Journal of the History of Philosophy Gillette,… h. 21

49

Modal asing layaknya Freeport Indonesia sebenarnya memang diperlukan

agar menumbuhkan etos pasar. Namun, pemerintah tidak bisa mengharapkan

modal asing yang memiliki karakter yang tidak sesuai dengan pasal 33 UUD

1945. Masuknya modal asing harus disertai kapasitas negara sebagai

pegawas/penjaga. Persoalannya, pemerintah rapuh berhadapan dengan modal

asing. Apparat negara, aparat kemanan, dan petugas bea cukai telah berkongsi

dengan korporasi tambang demi mengamankan tambang Freeport hanya dengan

alasan menjaga asset. Tugas negara yang paling utama adalah mengatur roda

bisnis dan pelaku usaha agar tidak serakah, tidak membuat rakyat miskin, dan

merusak keutuhan alam. Negara harus hadir dalam merancang regulasi agar

korporasi tidak serampangan dalam mengeksploitasi alam, atau sesuka hati

mencari untung dan mengabaikan warga negara yang miskin.

50

BAB IV

KEBIJAKAN DIVESTASI SAHAM PT. FREEPORT INDONESIA

A. Perubahan Status Kontrak Karya ke Izin Usaha Pertambangan Khusus

Kontrak Karya (KK) adalah sesuatu yang menguntungkan bagi Freeport

Indonesia. Kontrak Karya menjadi alat hukum bagi Freeport Indonesia untuk

mendulang banyak uang dari tembaga dan emas di Erstberg, Grasberg, dan

tambang underground (Tambang Bawah Tanah ) di Papua. Dengan KK Freeport

dapat lebih leluasa melakukan ekspansi bisnis dan mengeksplorasi tembaga dan

emas di Papua. Setelah menambang habis emas dan tembaga di Erstberg (1971-

1988), Freeport Indonesia meninggalkan lubang menganga tanpa reklamasi

pascatambang. Setelah itu, perusahaan tambang ini berpindah mengeksplorasi

pegunungan emas dan tembaga di Grasberg (1988-sekarang). Kita masih

menunggu apakah nasib Grasberg nantinya akan sama seperti Erstberg: tanpa

reklamasi pasca tambang dan kerusakan ekosistem alam dibiarkan begitu saja.

Mulai tahun 2018, Freeport Indonesia menambang di pertambangan underground.

Kita juga akan menunggu setelah tahun 2041 nanti, seperti apa kondisi tambang-

tambang underground itu.1

Terkait subtansi Kontrak Karya yang menjadi fokus utama dalam hal

kepemilikan saham oleh host country dimana dalam hal ini Indonesia,

menginginkan sejumlah saham sebagaimana kesepakatan dalam Kontrak Karya.

Sebagaimana posisi pemerintah selaku regulator menjadi satu kekuatan ketika

suatu hal berimplikasi langsung pada kepentingan negara dan untuk kesejahteraan

rakyat, maka secara tegas negara harus hadir dan melakukan upaya-upaya

mengembalikan kepentingan negara sebagaimana amanah pasal 33 Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yaitu ayat (2) menyatakan,

cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat

1 Ferdy Hasiman, Bisnis Orang Kuat VS Kedaulatan Negara, (Jakarta:PT. Kompas

Media Nusantara, 2019), h. 130

51

hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Sedangkan ayat (3) menyatakan bumi,

air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan

dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.2

Indonesia sebelumnya memakai konsep kontrak karya/perjanjian karya

dalam bidang pertambangan, dimana negara diposisikan sebagai pelaku bisnis hal

ini sebagaimana yang diatur dalam ketentuan UU No. 11 Tahun 1967 tentang

Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan, dalam Pasal 10 istilah yang

digunakan adalah perjanjian karya, dimana dalam pasal tersebut diatur sebagai

berikut:

1. Menteri dapat menunjukan pihak lain sebagai kontraktor apabila

diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang belum atau

tidak dapat dilaksanakan sendiri oleh Instansi Pemerintah atau Perusahaan

negara yang bersangkutan selaku pemegang kuasa pertambangan.

2. Dalam mengadakan perjanjian karya dengan kontraktor seperti yang

dimaksud dalam ayat (1) pasal ini Instansi Pemerintah atau Perusahaan

negara harus berpegang pada pedoman-pedoman, petunjuk-petunjuk, dan

syarat-syarat yang diberikan oleh Menteri.

3. Perjanjian karya tersebut dalam ayat (2) pasal ini mulai berlaku sesudah

disahkan oleh Pemerintah setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan

Rakyat apabila menyangkut eksploitasi golongan a sepanjang mengenai

bahan-bahan galian yang ditentukan dalam pasal 13 Undang-undang ini

dan/atau yang perjanjian karyanya berbentuk penanaman modal asing.

Seiring berkembangnya dunia pertambangan di Indonesia kemudian DPR

RI merubah UU No. 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan Pokok Pertambangan dan

menggantinya dengan UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan

Batubara. Setelah terbit UU tersebut kontrak karya yang dibuat pada zaman Orde

Baru harus berubah menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). UU

Minerba memerintahkan dengan tegas bahwa Kontrak Karya harus berakhir,

2 Rosyidah Rakhmawati, Hukum Penanaman Modal di Indonesia dalam Menghadapi

Era Global, (Malang : Bayumedia Publishing, 2003), h. 8.

52

karena dianggap tidak adil bagi negara dan rakyat Papua. Namun sepertinya

pemerintah tidak menghapuskan secara total mengenai ketentuan aturan kontrak

yang telah ada sebelumnya, hal tersebut dapat dilihat dalam Pasal 169 a UU

Minerba bahwa dalam UU tersebut secara jelas masih mengakui adanya kontrak

karya yang menyebutkan bahwa:

“Kontrak Karya dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan

batubara yang telah ada sebelum berlakunya Undang-Undang ini tetap

diberlakukan sampai jangka waktu berakhirnya kontrak/perjanjian”

Ketentuan tersebut tentu menimbulkan ketidakjelasan posisi pemerintah

dalam hal pengelolaan pertambangan. Walaupun dalam hal ini pemerintah

kedudukanya lebih tinggi sebagai governmnent bukan sebagai pelaku business

namun pengakuan terhadap adanya Kontrak Karya merupakan ketidaktegasan

pemerintah dalam perubahan rezim perizinan pengelolaan sumber daya alam di

Indonesia.3 Pada tahun 2017 Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral

mengeluarkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 5

Tahun 2017 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan

Pengolahan dan Pemurnian Mineral di Dalam Negeri. Pasal 17 Permen ESDM

No. 5 Tahun 2017 menyebutkan, pemegang Kontrak Karya dapat melakukan

penjualan hasil pengolahan ke luar negeri dalam jumlah tertentu paling lama lima

tahun dengan ketentuan melakukan perubahan bentuk pengusahaan

pertambangannya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus Operasi Produksi

dan membayar bea keluar serta memenuhi batasan minimum pengolahan.4

Konversi KK menjadi IUPK ini tentu sesuatu yang tidak menyenangkan

bagi Freeport Indonesia. Sejak UU Minerba terbit tahun 2009, Freeport Indonesia

3 Arman Nefi, Irawan Malebra, dan Dyah Puspitasari Ayuningtyas, Implikasi

Keberlakuan Kontrak Karya PT. Freeport Indonesia Pasca UU No. 4 Tahun 2009 tentang

Pertambangan Mineral dan Batu Bara, Jurnal Hukum & Pembangunan 48 No. 1 (2018), h.

140

4 Lihat pada Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 5 Tahun 2017

tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian

Mineral di Dalam Negeri https: //www. esdm.g o.id/assets /media /content /PERMEN _05_

TAHUN _2017.pdf diunduh pada tanggal 13 Mei 2019 pukul 11.06 WIB

53

terus berkelit bahwa bisnis tambang perusahaan itu masih berpedoman pada

Kontrak Karya. Pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono yang mencoba

melakukan renegosiasi Kontrak juga berkali-kali menemukan jalan buntu karena

Freeport Indonesia selalu bersembunyi di balik Kontrak Karya.5

Betapa tidak, dengan konversi Kontrak Karya menjadi IUPK, Freeport

Indonesia wajib mendivestasikan 51% saham ke pihak nasional, membangun

pabrik smelter, dan menaikkan pajak. Konsekuensi-konsekuensi seperti ini tentu

bukan sesuatu yang mudah bagi Freeport Indonesia. Selama ini, Freeport

McMoran mengontrol 91% saham Freeport Indonesia dan 9% sisanya dimiliki

pemerintah melalui BUMN.

Oleh karena itu, Freeport Indonesia melakukan berbagai cara agar Kontrak

Karya tetap menjadi basis bagi ekspansi bisnisnya. Freeport Indonesia berkali-kali

mengancam akan menggugat Pemerintah Indonesia ke arbitrase internasional.

Budiono juga melakukan tekanan akan melakukan pemutusan hubungan kerja

(PHK) jika ekspor tidak diberikan. Di sisi lain, pemerintah sendiri seakan sangat

takut karena jika prosuksi turun, penerimaan negara juga akan mengalami

penurunan sehingga neraca perdagangan bisa mengalami kerugian. Pada waktu

itu, SBY sangat menjaga kestabilan postur makroekonomi Indonesia agar tidak

diserang lawan politik dan dianggap sebagai rezim yang gagal. Padahal langkah

SBY-Boediono tersebut merupakan boomerang. Ketakutan diserang oleh lawan

politik justru membuat konversi KK menjadi IUPK sesuai perintah UU Minerba

gagal di eksekusi. Resikonya, negara menjadi tidak berdaulat atas sumber daya

alam (SDA). Konstitusi UUD 1945 menegaskan bahwa tugas negara adalah

mengendalikan kekayaan pertambangan untuk kesejahteraan rakyat.6

Divestasi saham adalah amanat UU No. 4 Tahun 2009 tentang

Pertambangan Mineral dan Batu bara sebagaiamana yang diperintahakan

konstitusi UUD 1945, pertambangan strategis harus dikelola oleh negara untuk

5 Ferdy Hasiman, Bisnis Orang Kuat VS Kedaulatan Negara,….., h. 133

6 Ferdy Hasiman, Bisnis Orang Kuat VS Kedaulatan Negara,….., h. 130

54

kesejahteraan rakyat. Komposisi saham negara harus lebih besar dari perusahaan

asing. Itulah sebabnya dalam pembelian saham Freeport Indonesia, negara harus

memiliki 51% saham. Selama bertahun-tahun Freeport Mcmoran mengontrol

91.64% saham Freeport Indonesia yang menambang di Grasberg, Papua, sisanya

9.36% (inalum). Karena negara sudah memiliki 9.36% saham Freeport Indonesia,

maka Freeport Indonesia harus mendivestasikan 41.64% saham ke pihak

nasional.7

Dengan itu, Inalum sebagai wakil negara mengontrol 51% saham Freeport

Indonesia. Dari 51% saham Freeport Indonesia ini nanti, 10%saham akan

diserahkan ke Pemerintah Daerah Papua, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah

daerah Mimika sebagai basis operasi tambang Freeport Indonesia. Mekanisme

seperti ini sudah dilakukan zaman Joko Widodo-Jusuf Kala. Jika PT Freeport

Indonesia ingin melakukan penjualan hasil pengolahan ke luar negeri maka harus

mengajukan perubahan status dari kontrak karya menjadi Izin Usaha

Pertambangan Khusus. Berdasarkan siaran pers Kementerian Energi dan Sumber

Daya Mineral Nomor 00115.Prs/04/SJI/2017, tanggal 29 Agustus 2017 tentang

Kesepakatan Final Perundingan Antara Pemerintah dan PT Freeport Indonesia

dihasilkan hal-hal sebagai berikut:8

1. Landasan hukum yang mengatur hubungan antara Pemerintah dan PT

Freeport Indonesia akan berupa Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK),

bukan berupa Kontrak Karya (KK).

2. Divestasi saham PT Freeport Indonesia sebesar 51% untuk kepemilikan

Nasional Indonesia. Hal-hal teknis terkait tahapan divestasi dan waktu

pelaksanaan akan dibahas oleh tim dari Pemerintah dan PT Freeport

Indonesia.

7 Ferdy Hasiman, Bisnis Orang Kuat VS Kedaulatan Negara,….., h. 181

8https://www.esdm.go.id/id/media-center/arsip-berita/kesepakatan-final perundingan

antara –pemerinta h-dan-pt-freeport-indonesia, “Kesepakatan Final Perundingan Antara

Pemerintah dan PT Freeport Indonesia” diunduh pada tanggal 22 April 2019 pukul 22.22 WIB

55

3. PT Freeport Indonesia membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian

atau smelter selama 5 tahun, atau selambat-lambatnya sudah harus selesai

pada 2022, kecuali terdapat kondisi force majeur.

4. Stabilitas penerimaan negara. Penerimaan negara secara agregat lebih

besar dibanding penerimaan melalui Kontrak Karya selama ini, yang

didukung dengan jaminan fiskal dan hukum yang terdokumentasi untuk

PT Freeport Indonesia.

Setelah PT Freeport Indonesia menyepakati 4 poin di atas, sebagaimana

diatur dalam IUPK maka PT Freeport Indonesia akan mendapatkan perpanjangan

masa operasi maksimal 2x10 tahun hingga tahun 2041.9 Status Freeport yang

semula berupa Kontrak Karya (KK) dan memiliki kedudukan sama dengan

pemerintah pun kini telah berubah menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus

(IUPK) dimana negara sebagai pemberi izin memiliki posisi lebih tinggi terhadap

perusahaan pemegang izin. "Landasan hukum yang mengatur hubungan antara

Pemerintah dan Freeport akan berupa IUPK, bukan berupa KK. Ke depan tidak

ada lagi KK, tapi IUPK. Ada stabilitas penerimaan negara yang besarannya akan

lebih baik dari pada KK", berdasarkan ungkapan dari Menteri Energi dan Sumber

Daya Mineral, Ignasius Jonan.10

Mekanisme divestasi saham sebenarnya sudah ada dalam PP No. 24/2012

tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambanagan Mineral dan Batu bara.

9 Pasal 31-32 Kontrak Karya berbunyi : “ Subject to the provisions here in contained

this agreement shall have in initial term of 30 years from the date of the signing of this

agreement, provided that the company shall be entitled to apply for two successive ten year

extensions of such term, subject to government approval. The government will not

unreasonably wthold or delay such approval. Such application by the company may be made

at any time during the term of this agreement, including any prior extension.” Freeport

menginterpretasikan bahwa Kontrak Karya yang berakhir di tahun 2021 masih berhak

diperpanjang untuk 20 tahun lamanya, sampai 2041. Pemerintah Indonesia tidak akan

menahan atau menunda persetujuan tersebut secara tidak wajar, tanpa ada penjelasan atau

definisi lebih lanjut apa yang masuk dalam kategori tidak wajar. Jika pemerintah tidak

memperpanjang kontrak sampai 2041, perbedaan interpretasi tersebut akan dibaawa Freeport

ke arbitrase internasional. Dalam Ferdy Hasiman, Bisnis Orang Kuat VS Kedaulatan

Negara,…. h. 30

10 “Jonan Sebut Freeport Akhirnya Setuju KK Berubah jadi IUPK” dalam

https://suara.com>bisnis diunduh pada tanggal 23 April 2019 pukul 5.47 WIB

56

Melalui PP ini pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha

Pertambangan Khusus (IUPK) asing wajib mendivestasikan saham 51% saham

secara bertahap. Perubahan status dari KK ke IUPK Divestasi saham yang

dilakukan PT Freeport Indonesia merupakan kewajiban yang diatur dalam

Undang-undang No 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara,

kemudian aturan pelaksananya PP No. 1 tahun 2017 menekankan kembali bahwa

secara bertahap dengan detail divestasi sahamnya, pada pasal 97 ayat (1) para

Pemegang IUP dan IUPK dalam rangka penanaman modal asing, setelah 5 (lima)

tahun sejak berproduksi wajib melakukan divestasi sahamnya secara bertahap,

sehingga pada tahun kesepuluh sahamnya paling sedikit 51% (lima puluh satu

persen) dimiliki peserta Indonesia. Kepemilikan saham peserta Indonesia

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam setiap tahun setelah akhir tahun

kelima sejak produksi tidak boleh kurang dari persentase sebagaimana ketentuan

pasal 97 ayat (2) yaitu :11

a. tahun keenam 20% (dua puluh persen);

b. tahun ketujuh 30% (tiga puluh persen);

c. tahun kedelapan 37% (tiga puluh tujuh persen);

d. tahun kesembilan 44% (empat puluh empat persen);

e. tahun kesepuluh 51% (lima puluh satu persen), dari jumlah seluruh saham.

Pemerintah mewajibkan divestasi sebesar 51% atau lebih besar dari minimal

30% sebagaimana diamanatkan PP No. 1 Tahun 2017, setelah 50 tahun lebih

perusahaan raksasa tersebut mengeruk kekayaan tambang Pulau Papua, Indonesia.

Akhirnya tepat pada 12 Juli 2018, pemerintah Indonesia, Freeport McmoRan dan

Rio Tinto sepakat untuk menandatangani HoA. Inalum setuju mengeluarkan dana

sebesar US$3,85 miliar untuk membeli 40% PI Rio Tinto di PTFI dan 100%

11 “Divestasi saham PT Freeport Indonesia” http://esdm.go.id/index.php/

publikasi/list_publikasi/1004 diunduh pada tanggal 23 April 2019 pukul 5.48 WIB

57

saham Freeport di PT Indocopper Investama 9,36% saham di PTFI. Genaplah

sudah Indonesia mengusai mayoritas 51% saham Freeport.12

Selain hal di atas, dengan adanya jaminan fiskal dan hukum, penerimaan

devisa negara yang diterima akan lebih besar bila dibandingkan dengan KK.

Penguasaan 51% saham Freeport akan memberikan beberapa manfaat ekonomi,

yakni peningkatan pendapatan dari deviden, pendapatan pajak dan royalti yang

akan ditentukan dari besaran pendapatan tahun berjalan PTFI. Berdasarkan

laporan keuangan 2017 yang telah diaudit, PTFI membukukan pendapatan sebesar

US$4,44 miliar, naik dari US$3,29 miliar di 2016. PTFI juga membukukan laba

bersih sebesar US$1,28 miliar pada 2017, naik dari US$579 juta pada 2016.13

Selain itu, pendapatan kekayaan deposit emas dengan nilai cadangan

diperkirakan sebesar US$42 miliar, cadangan tembaga US$116 miliar, dan

cadangan perak US$2,5 miliar. Total cadangan terbukti (proven) mencapai

US$160 miliar atau setara Rp2.290 triliun. Cadangan itu diperkirakan dapat

dieksplorasi dan eksploitasi hingga 2060. Demikian juga dengan pembangunan

smelter, selain memberikan nilai tambah dari pengolahan konsentrat menjadi

emas, perak, dan tembaga, juga membuka lapangan pekerjaan untuk dipekerjakan

di sejumlah smelter yang akan dibangun.14

Perubahan KK menjadi IUPK berimplikasi langsung pada penguatan peran

negara. Negara menjadi berdaulat sehingga bisa menuntut korporasi menaikkan

penerimaan negara dan kewajiban pembangunan smelter agar industri dalam

negeri mekar. Berbeda dengan KK yang meletakkan pemerintah sejajar dengan

korporasi. KK membuat negara tidak berdaulat atas SDA. Implikasinya, potensi

12 Ferdy Hasiman, Bisnis Orang Kuat VS Kedaulatan Negara,….., h. 182

13 Kontrak Karya dan IUPK Jadi Akar Masalah Freeport, Apa Bedanya? https: //finance .detik

.com/energi/d-3428820/kontrak-karya-dan-iupk-jadi-akar-masalah-freeport-apa-bedanya di unduh pada

tanggal 22 April 2019 pukul 17.29 WIB

14 Kontrak Karya dan IUPK Jadi Akar Masalah Freeport, Apa Bedanya? https: //finance .detik

.com/energi/d-3428820/kontrak-karya-dan-iupk-jadi-akar-masalah-freeport-apa-bedanya di unduh pada

tanggal 22 April 2019 pukul 17.30 WIB

58

kekayaan pertambangan yang begitu besar gagal mengangkat kesejahterahan

rakyat. Lingkungan tidak terurus dan pembagian keuntungan tidak adil. Tidak

berlebihan jika dikatakan, korporasi tidak ada bedanya seperti kangker yang hanya

peduli pada pertumbuhannya sendiri dan lupa bahwa ia hidup dalam komunitas

social. Melalui IUPK, peran negara menguat seperti yang diperintahkan konstitusi

UUD 1945 yang mengamanatkan pertambangan strategis harus dikendalikan

negara untuk kesejahteraan rakyat.

Dengan berubah menjadi IUPK, Freeport wajib membangun smelter dan

mendivestasikan 51% sahamnya kepada pihak nasional. Karena pemerintah

Indonesia telah mengantongi 9.34% saham, maka saham Freeport yang akan

dilepas menjadi sebesar 41.64%. berdasarkan aturan itu pemerintah pusat

memiliki first right untuk mengakuisisi saham Freeport.15 Ini membuktikan bahwa

penyelesaian perundingan secara baik bersama PT Freeport menunjukan

kebijakan yang dikeluarkan pemerintah adalah pemerintah untuk menjaga

kedaulatan sumber daya mineral Indonesia. Perundingan antara Pemerintah

Indonesia dengan PT Freeport Indonesia (FI) telah memasuki babak akhir.

Semenjak diberlakukan Peraturan Pemerintah (PP) No. 1/2017 tentang Perubahan

Keempat PP No. 23/2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan

Mineral dan Batubara dan aturan turunannya, menandai awal pengembalian

Freeport ke pangkuan ibu pertiwi, tetapi juga mengembalikan kedaulatan SDA

kepada NKRI dalam pengelolaan tambang di bumi Papua.16

B. Penegasan Eksistensi Kedaulatan Negara

Secara umum kegiatan penanaman modal asing di suatu negara dibatasi oleh

peraturan-peraturan dari negara asal investor asing tersebut governance by the

home nation, negara tuan rumah di mana investor asing menanamkan modalnya

15 Ferdy Hasiman, Bisnis Orang Kuat VS Kedaulatan Negara,….., h. 73

16 “Mengembalikan Kedaulatan di Tanah Papu a” https ://media indonesia .com/read

/detail/ 178536-mengembalikan-kedaulatan-di-tanah-papua diunduh pada tanggal 13 Mei 2019

pukul 05.03 WIB

59

dan juga hukum internasional yang terkait governance by multi nation

organizations and international law.17 Pengaturan termasuk pembatasan-

pembatasan di bidang penanaman modal asing oleh negara tuan rumah pada

dasarnya merupakan kewenangan negara tersebut yang berasal dari kedaulatannya

sovereignty.18 Namun demikian kedaulatan negara tuan rumah tersebut juga

dibatasi oleh hukum internasional termasuk konvensi-konvensi internasional di

mana negara tersebut menjadi pesertanya, seperti kesepakatan World Trade

Organization di bidang Trade Related Investment Measure.

Dalam kaitannya di atas pada kasus antara PT. Freeport Indonesia dengan

negara Indonesia adalah posisi negara dalam kapasitas sebagai pemilik bahan

tambang (principal), dan pihak lain sebagai mitra kontraknya sebagai pelaksana

pengusahaan bahan. Peran negara sebagai aktor utama dalam pengusahaan dan

penguasaan bidang pertambangan sangatlah besar. Penanaman Modal Asing pada

sektor tambang ini negara melakukan kerja sama dengan kontraktor dalam hal

pengusahaan bahan tambang dengan Pemerintah Indonesia. Padahal seharusnya

sebuah negara tidak di belakangi oleh sebuah perusahaan. Karena sebuah negara

posisinya lebih tinggi daripada perusahaan, dengan begitu perusahaan

membelakangi sebuah negara.

Kerjasama dilakukan melalui hubungan bilateral negara dengan negara

bukan negara dengan perusahaan, dapat dikatakan bahwa pemerintah Indonesia

sebagai suatu negara yang berdaulat, telah meninggalkan immunitasnya (waiver

immunity) dan masuk ke dalam suatu tindakan komersial (jure gestiones).

Semestinya sebagai pemilik bahan tambang, pemerintah Indonesia memiliki

bargaining position19 yang lebih tinggi dibandingkan dengan para kontraktor,

17 Ralph H. Folsom, Michael W. Gordon and John A. Spanogle, Jr., Principles of

International Bussines Transactions, Trade, and Economic Relations, (Thomson West: 2005),

h. 557-556

18 M. Sornajarah, The International Law Foreign Invesment, 2nd (Cambridge: 2004), h.

97

19 Bargaining sendiri adalah penawaran atau perjanjian tukar menukar barang atau jasa.

Bargaining berhubungan dengan perdagangan dimana ada pelaksanaan perjanjian antara kedua

belah pihak untuk melakukan pertukaran barang atau jasa.dengan perjanjian tersebut maka

kedua belah pihak bisa dengan leluasa untuk melakukan tawar menawar harga. Dalam

60

namun karena faktor kurangnya pengetahuan mengenai potensi sumber daya alam

Indonesia, mengakibatkan faktanya kedudukannya menjadi tidak seimbang.

Segala aktivitas eksplorasi, eksploitasi atau bentuk pengusahaan lainnya atas

sumber-sumber kemakmuran dan sumber daya alam di sebuah negara serta

penanaman modal asing yang dibutuhkan untuk melaksanakan kegiatan

pengusahaan tersebut harus sejalan dengan aturan dan prasyarat-prasyarat yang

dirasakan perlu oleh negara dan orang-orang yang ada di dalamnya. Hal ini

memberikan kewenangan kepada negara untuk memberikan otorisasi,

pembatasan, atau bahkan larangan atas dilakukannya aktivitas pengusahaan

tersebut.

Berhadapan dengan korporasi sekelas Freeport, pemerintah akan diuji.

Kedaulatan negara dan ketegasan pemerintah benar-benar dipertaruhkan. Maka,

pemerintah yang kuat sangat dibutuhkan berhadapan dengan korporasi raksasa

seperti ini, yakni korporasi yang membuat kita bergantung kepadanya, baik secara

fiskal, nasib pekerja, maupun pembangunan daerah. Pemerintah yang kuat

mencerminkan Trisakti Bung Karno: kedaulatan politik terkait dengan penguasaan

dan manfaat atas SDA berhadapan korporasi. Kemandirian ekonomi terkait

dengan kedaulatan dan daya tahan energy untuk kesejahterahan rakyat. Sementara

itu, dari aspek budaya, Indonesia harus beralih dari budaya liberalisasi-yang

cenderung tunduk pada aturan lembaga multilateral-menuju bangsa yang

berkepribadian.20

Tanda-tanda kedaulatan negara itu sudah kelihatan pada era pemerintahan

Presiden Joko Widodo, yakni ketika pemerintah berjuang mengubah Kontrak

Karya Freeport Indonesia menjadi IUPK. “Orang-orang kuat” yang banyak

mengais untung dari Freeport Indonesia selama ini dibuat hampir tak berdaya.

perdagangan dikenal dengan perdaganagn positif atau posisi tawar menawar. Tawar menawar

atau bargaining ini hamper selalu terjadi pada saat jual beli atau pertukaran barang atau jasa

berlangsung. Bargaining akan dilakukan oleh penjual dan pembeli dimana jika salah satu pihak

memiliki bargaining positif maka dia berhak untuk mengambil keputusan terhadap pihak lain

yang memiliki posisi bargaianing yang lebih rendah.

20 Ferdy Hasiman, Bisnis Orang Kuat VS Kedaulatan Negara, h. 17

61

Kekuatan magis “orang-orang kuat untuk membantu Freeport Indonesia sudah

usang. Freeport tidak bisa lagi mendekat ke Istana melalui “orang-orang kuat”.

Cara seperti ini bisa dipastikan tidak ampuh. Berbeda dengan era pemerintahan

sebelumnya, Presiden Joko Widodo sudah mengambil jarak dengan korporasi. Ia

sudah memberikan mandat kepada menteri-menterinya untuk segera mengubah

Kontrak Karya menjadi IUPK.21

Pada era pemerintahan Presiden Joko Widodo, Freeport Indonesia tidak bisa

lagi mencari sandaran-sandaran. Lobi-lobi yang dilakukan negara asal Freeport

misalnya melalui kedatangan Wakil Presiden Amerika Serikat ke Indonesia tidak

mempan. Lobi-lobi kaum globalis tak laku. Freeport Indonesia harus tunduk

kepada negara. Dengan demikian negara berangsur-angsur akan berdaulat atas

korporasi. Presiden Joko Widodo berdaulat penuh atas keputusannya sendiri.

Proses konversi Kontrak Karya menjadi IUPK memang memerlukan waktu yang

panjang dan jalan berliku. Akan tetapi, negara harus tangguh berhadapan dengan

orang kuat. Ketangguhan Presiden Joko Widodo membuat orang-orang kuat tidak

memiliki peran sama sekali dalam gelanggang negosiasi Kontrak Karya dengan

Feeport Indonesia. Meskipun lobi-lobi bisnis dari luar datang silih berganti, hal itu

tidak bisa mempengaruhi keputusan pemerintah. Kontrak Karya, dengan begitu,

segera mengubah status Izin Usaha Pertambangan Khusus.22

Perubahan itu harus dilakukan menyusul penetapan PP No. 1 Tahun 2007

sebagai perubahan keempat atas PP No. 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan

Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu bara, Peraturan Menteri No. 5

Tahun 2017, dan Peraturan Menteri No. 6/2017. Dengan berubah menjadi IUPK,

Freeport wajib membangun pabrik smelter dalam lima tahun kedepan, pengenaan

bea keluar paling banyak 10%, dan divestasi saham ke pihak nasional sebesar

51%. Tanpa mengubah status KK menjadi IUPK, Freeport tidak diizinkan

mengekspor konsetrat tembaga.

21 Ferdy Hasiman, Bisnis Orang Kuat VS Kedaulatan Negara, h. 43

22 Ferdy Hasiman, Bisnis Orang Kuat VS Kedaulatan Negara,…, h. 230

62

Divestasi 51% saham PT. Freeport Indonesia adalah ujian terberat bagi

kedaulatan negara atas korporasi tambang yang merampas kekayaan alam

Indonesia. Pemenrintah telah menginstruksikan Freeport Indonesia agar

mengkonversi Kontrak Karya menjadi IUPK dengan kewajiban divestasi 51%

saham ke pihak nasional; pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN/BUMD

dan swasta nasional. Divestasi 51% saham Freeport tetap menjadi opsi yang

paling sulit. Sulit karena divestasi Freeport melibatkan kepentingan pengusaha

global-lokal.23

Rezim yang berani mengubah Kontrak Karya menjadi IUPK dalah

pemerintah yang tegas dan berdaulat. Selama ini belum ada satupun rezim yang

berani mengubah Kontrak Karya menjadi IUPK, karena hegemoni pengusaha

lokal dan global yang banyak mendapat untung dari Freeport. Selain itu, Freeport

berani menekan pemerintah dengan cara merumahkan para pekerja yang

berakibatkan masalah social-politik di Papua dan penerimaan negara. Hanya

rezim yang kuat yang berani mengubah Kontrak Karya Freeport. Hal tersebut

perlu kita apresiasi langkah berani yang ditempuh kepemimpinan era Presiden

Joko Widodo yang telah menyelesaikan divestasi saham Freeport Indonesia.

C. Konsistensi Pengamalan Pasal 33 UUD 1945 NRI 1945

Sebagai wujud nyata penerapan Pasal 33 UUD 1945 dalam peraturan

perundang-undangan di Indonesia, pertama kali dituangkan dalam Undang-

undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria

(UUPA), yang pada Pasal 2 ayat (1), ditegaskan bahwa bumi, air dan ruang

angkasa termasuk kekayaan alam di dalamnya pada tingkat yang tertinggi

dikuasai oleh negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat. Ketentuan yang

terdapat dalam 33 ayat 3 UUD 1945 dan Pasal 2 ayat (1) UUPA, memberikan

kewenangan kepada negara untuk mengatur pengelolaan aspek-aspek dalam

23 Ferdy Hasiman, Bisnis Orang Kuat VS Kedaulatan Negara,…., h. 310

63

bidang agraria, yang lazim dikenal dengan istilah asas hak mengusai negara, dan

melalui hak menguasai negara, maka negara selaku badan penguasa harus

senantiasa mengendalikan atau mengarahkan pengelolaan fungsi bumi, air dan

ruang angkasa, serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya sesuai dengan

peraturan dan kebijakan yang ada, yaitu dalam lingkup penguasaan secara yuridis

yang beraspek publik.24

Pasal 33 UUD 1945 merupakan landasan konstitusional bagi

penyelenggaraan sistem perekonomian yang berorientasi pada kesejahteraan (ayat

1) yang dilakukan dengan melakukan “penguasaan negara” atas cabang-cabang

produksi (ayat 2) dan sumber daya agraria (ayat 3). Merujuk pada rumusan ini,

semua bentuk kegiatan usaha berbasis lahan, termasuk di dalamnya kegiatan

usaha pertambangan, harus dilakukan dalam kerangka “penguasaan negara” untuk

menjamin sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, demikian pun dengan aktivitas

pertambangan Freeport di Papua. Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) Pasal

33 ayat (3) menyatakan bahwa:

“bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai

oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Adanya penegasan dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-

besarnya kemakmuran rakyat”

Hal tersebut mencerminkan pentingnya setiap pengelolaan dan

pendayagunaan hanya dapat dilakukan dengan adanya izin dari negara dan

diperuntukkan bagi kesejahteraan rakyat. Selain itu, negara diberi wewenang

untuk mengatur dan mengawasi tata cara pengelolaan bahan tambang dalam

bentuk peraturan perundang-undangan.25 Berdasarkan ketentuan Pasal 33 UUD

1945 tersebut, maka pada prinsipnya negara diberi tugas untuk mengatur dan

24 Rachmat Trijono, Hak Menguasai Negara di Bidang Pertanahan, (Jakarta: Badan

Pembinaan Hukum Nasional, 2015), h. 23

25 Salah satu regulasi yang mengatur tata cara pengelolaan bahan tambang tercantum

dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambanagan Mineral dan Batubara

(minerba)

64

mengelola sumber daya alam yang ada di wilayah kekuasaan negara Indonesia

untuk kesejahteraan rakyat. Tugas pengaturan dan pengelolaan ini merupakan

amanat konstitusi kepada negara.

Mengacu pada teori kedaulatan negara menurut Richard Foley, bahwa suatu

negara memiliki kekuasaan untuk mengatur segala-galanya dan negara

berdasarkan kedudukannya memiliki kewenangan untuk peraturan hukum.26 Hal

tersebut dituju untuk menciptakan sebauh masyarakat yang tertib, adil, dan

sejahtera. Teori lain yang mendukung teori kekuasaan ini seperti yang

disampaikan oleh J.J. Rousseau menyebutkan bahwa kekuasaan negara sebagai

suatu badan atau organisasi rakyat bersumber dari hasil perjanjian masyarakat

(contract soscial) yang esensinya merupakan suatu bentuk kesatuan yang

membela dan melindungi kekuasaan bersama, kekuasaan pribadi dan milik setiap

individu.27 Dalam hal ini pada hakikatnya kekuasaan bukan kedaulatan, namun

kekuasaan negara itu juga bukanlah kekuasaan tanpa batas, sebab ada beberapa

ketentuan hukum yang mengikat dirinya seperti hukum alam dan hukum Tuhan

serta hukum yang umum pada semua bangsa yang dinamakan leges imperii.

Sejalan dengan kedua teori di atas, maka kekuasaan negara atas sumber

daya alam bersumber dari rakyat yang dikenal dengan hak bangsa. Negara dalam

hal ini, dipandang sebagai yang memiliki karakter sebagai suatu lembaga

masyarakat umum, sehingga kepadanya diberikan wewenang atau kekuasaan

untuk mengatur, mengurus dan memelihara (mengawasi) pemanfaatan seluruh

potensi sumber daya alam yang ada dalam wilayahnya secara intensif. Keterkaitan

26 Notonagoro, Politik Hukum dan Pembangunan Agraria, (Jakarta: Bina Aksara,

1984), h. 99.

27 R. Wiratno, dkk, Ahli-Ahli Pikir Besar tentang Negara dan Hukum (Jakarta: PT.

Pembangunan, 1958), h. 176

65

dengan hak penguasaan negara dengan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat akan

mewujudkan kewajiban negara sebagai berikut:28

a. Segala bentuk pemanfaatan (bumi dan air) serta hasil yang didapat

(kekayaan alam), harus secara nyata meningkatkan kemakmuran dan

kesejahteraan masyarakat. Melindungi dan menjamin segala hak-hak

rakyat yang terdapat di dalam atau di atas bumi, air dan berbagai kekayaan

alam tertentu yang dapat dihasilkan secara langsung atau dinikmati

langsung oleh rakyat.

b. Mencegah segala tindakan dari pihak manapun yang akan menyebabkan

rakyat tidak mempunyai kesempatan atau akan kehilangan haknya dalam

menikmati kekayaan alam.

c. Ketiga kewajiban di atas menjelaskan segala jaminan bagi tujuan hak

penguasaan negara atas sumber daya alam yang sekaligus memberikan

pemahaman bahwa dalam hak penguasaan itu, negara hanya melakukan

pengurusan (bestuursdaad), pengolahan (beheersdaad), dan mengawasi

(toezichthoudensdaad) cabang cabang produksi yang penting bagi negara.

Penguasaan untuk mengatur artinya negara harus mengatur peruntukan

pengelolaan serta pengusahaan atas pertambangan. Disamping itu juga negara

harus hadir dalam rangka mengurus dan pengelolaan cabang-cabang produksi

sumber daya alam termasuk didalamnya pertambangan. Setelah dilakukan langkah

tersebut negara wajib hadir dalam rangka mengelola dan mengawasi cabang

cabang public service tersebut supaya hasilnya dapat dipergunakan untuk sebesar

besarnya kemakmuran rakyat.29

28 Ibr Supancana, Hak Penguasaan Negara Terhadap Sumber Daya Alam UU Nomor 22

Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, (Jakarta: Departemen Hukum dan Hak Asasi

Manusia, 2008), h. 18

29Nanik Trihastutik, Tanah Tambang dan Masyarakat Hukum Adat, (Bandar Lampung:

Idept Publishing, 2014), h. x

66

Pada saat Kontrak Karya ditandatangani, masih belum diketahui berapa nilai

mineral yang terkandung di dalam area kontrak. Di lain sisi, jangka waktu antara

penandatanganan kontrak sampai ditemukannya cadangan mineral mencapai 12

tahun. Berkaitan dengan hal ini, terdapat masalah yang muncul ketika cadangan

mineral yang ditemukan di area kontrak sangat besar sedangkan tuntutan

kewajiban yang ringan bagi kontraktor. Hal ini sangat merugikan pihak Indonesia,

sebab di dalam Kontrak Karya tidak ada klausul yang mengatur kemungkinan

ditemukannya cadangan mineral yang sangat banyak.30 Dengan adanya kontrak

karya tersebut, Indonesia hanya sebagai ladang pencarian keuntungan pemilik

modal asing yang mengekploitasi kekayaan nasional. Lantas bagaimana

perwujudan dari Pasal 33 UUD 1945 dalam pengelolaan kekayaan nasional untuk

menjamin kesejahteraan rakyat.

Padahal peran Negara sebagai aktor utama dalam pengusahaan dan

penguasaan bidang pertambangan ini sangatlah besar. Dalam bidang

pertambangan umum seperti pertambangan emas, tembaga, dan perak, sistem

kontrak yang digunakan adalah Kontrak Karya (KK) yang mulai dikenal pada

tahun 1967 dengan diundangkannya UU No. 1 Tahun 1967 tentang PMA dan UU

No. 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan

menyatakan bahwa: Sistem KK pertama kali diterapkan pada saat

ditandatanganinya 17 perusahaan pertambangan.31

30Nanik Trihastuti, Hukum Kontrak Karya: Pola Kerja Sama Pengusaha Pertambangan

di Indonesia, (Malang: Setara Press, 2013), h. 5-6

31 17 perusahaan pertambangan itu adalah: PT Adaro Indonesia (Generasi I), PT

Kendilo Coal Indonesia (Generasi I), PT Batubara Duaribu Abadi (Generasi III), PT Firman

Ketaun Perkasa (Generasi III), PT Perkasa Inakakerta (Generasi III), PT Teguh Sinar Abadi

(Generasi III), PT Wahana Baratama Mining (Generasi III), PT Insani Bara Perkasa (Generasi

III),PT Interex Sacra Raya (Generasi III), PT Lanna Harita Indonesia (Generasi III), PT

Singlurus Pratama (Generasi III), PT Mantimin Coal Mining (Generasi III), PT Multi

Tambang Jaya Utama (Generasi III), PT Santan Batubara (Generasi III), PT Sarwa Sembada

Karya Bumi (Generasi III), PT Tambang Damai (Generasi III), PT Pendopo Energi Batubara

(Generasi III) PT Kalimantan Energi Lestari (Generasi III), dalam Marulak Pardede, Implikasi

Hukum Kontrak Karya Pertambangan terhadap Kedaulatan Negara, Jurnal Penelitian Hukum,

(Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Hukum, 2018), h. 6

67

Hak penguasaan negara dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945,

membenarkan negara untuk mengusahakan sumber daya alam yang berkaitan

dengan public utilities dan public sevices. Atas dasar pertimbangan filosofis

(semangat dasar dari perekonomian ialah usaha bersama dan kekeluargaan),

strategis (kepentingan umum), politik (mencegah monopoli dan oligopoli). Negara

dalam hal ini adalah pemerintah memberikan panduan berupa kebijakan dalam

rangka pengelolaan dan penguasaan pertambangan. Termasuk juga didalamnya

mengelola pengusahaan pertambangan secara mandiri maupun dengan melakukan

kerjasama dengan pihak ketiga.32

Tujuan penguasaan oleh negara (pemerintah) adalah agar kekayaan nasional

tersebut dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran seluruh rakyat

Indonesia. Dalam bidang pertambangan, penguasaan negara dalam lingkup

pengusahaan (hak pengusahaan) tidak hanya menjadi monopoli pemerintah saja,

tetapi juga diberikan hak kepada orang dan/atau badan hukum untuk

mengusahakan bahan galian dalam wilayah hukum pertambangan di Indonesia.

Namun yang perlu ditegaskan bahwa dalam hal pengalihan dan hak penguasaan,

negara dapat menggunakan Pertambangan sebagai salah satu industri yang masuk

ke dalam kelompok sumber daya alam, berpotensi menjadi instrumen penting

dalam mencapai kemakmuran rakyat.33

Pemerintah Indonesia tetap harus konsisten memegang amanat penggunaan

sebesar-sebesarnya kekayaan alam untuk kemakmuran rakyat sebagaimana diatur

dalam Pasal 33 ayat (3) UUD Tahun 1945, UU Minerba, dan peraturan

pelaksanaannya, serta ketentuan yang diberlakukan harus mengacu atau sejalan

dengan nafas Pasal 33 UUD 1945 tersebut. DPR dalam hal ini memiliki peran

penting melalui pelaksanaan fungsi pengawasan dengan terus memberikan

dukungan kepada pemerintah untuk memperjuangkan kepentingan negara.

32 Dalam UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu bara, dalam

https://jdih.kemenkeu.go.id/fullText/2009/4TAHUN2009UU.HTM diunduh pada tanggal 12

Mei 2019 pukul 11.38

33 Marulak Pardede, Implikasi Hukum Kontrak Karya Pertambangan terhadap

Kedaulatan Negara,….h. 7

68

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pemaparan pada bab-bab sebelumnya, penulis mengambil

kesimpulan bahwa:

1. Dalam kebijakan penanaman modal sebagaimana diatur dalam Undang-

Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang perubahan UU 1 Tahun 1967

tentang Penanaman Modal Asing di Indonesia ditetapkan kebijakan

penanaman modal di Indonesia sebagai dasar atau landasan bagi pemerintah

untuk mengatur dan mengarahkan, serta mengembangkan penanaman modal

di Indonesia dalam hal ini PT Freeport Indonesia. Adanya pembaruan

kebijakan penanaman modal tersebut memberi batasan dan arahan terhadap

suatu tindakan atau perbuatan pemerintah untuk melakukan suatu hal yang

berkenaan dengan kepentingan negara. Berkenaan dengan kebijakan

penanaman modal asing di Indonesia, berimplikasi pada pengembalian

martabat konstitusi UUD 1945 yang selama ini memaksa kedaulatan negara

untuk tunduk terhadap korporasi asing.

2. Kebijakan pemerintah merubah KK menjadi IUPK menunjukan langkah

strategis pemerintah untuk menjaga kedaulatan negara dari para tangan

asing. Sesuai dengan teori kedaulatan negara menurut Richard Foley, wujud

nyata perubahan KK menjadi IUPK berimplikasi langsung pada penguatan

peran negara. Ditegaskan dalam UU Nomor 4 tahun 2009 tentang

Pertambangan Mineral dan Batu Bara eksistensi negara sebagai pemilik

wilayah menjadi berdaulat sehingga bisa menuntut korporasi menaikkan

penerimaan negara dan kewajiban pembangunan smelter agar industri dalam

negeri mekar. Melalui IUPK, peran negara menguat seperti yang

diperintahkan konstitusi UUD 1945 yang mengamanatkan pertambangan

strategis harus dikendalikan negara untuk kesejahteraan rakyat.

69

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, bahwa terkait paradigm baru kebijakan

penanaman modal asing PT Freeport Indonesia:

1. Penulis memberikan saran kepada pemerintah Indonesia untuk terus

mengawal jalannya pengusahaan pertambangan dalam hal ini Freeport

Indonesia.

2. Mengenai UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan

Batu bara yang saat ini sedang di revisi. Pemerintah lebih memperhatikan isi

dari UU tersebut agar disetiap isinya lebih mendetail dari UU minerba

sebelumnya, mulai dari masuknya Holding Minerba, tata cara penetapan

wilyah pertambangan, hingga perubahan kewenangan dari pemerintah

kota/kabupaten ke pemerintah provinsi yang menggunakan istilah umum

sebagai pemerintah daerah.

70

DAFTAR PUSTAKA

A, Mangunhardjana. 1997. Isme-isme dalam Etika dari A sampai Z. Kanisius.

Jogjakarta.

Adam, Hasanuddin Yusuf. 2006. Elemen-Elemen Politik Islam, cet ke-I. AK

Group Bekerjasama dengan Ar-Raniry Press, Darussalam Banda Aceh.

Yogyakarta.

Adi, Arianto. 2004. Metode Penelitian Sosial dan Hukum. Granit. Jakarta.

Adolf, Huala. 1997. Hukum Ekonomi Internasional Suatu Pengantar. Rajawali

Press. Jakarta.

Asshidiqie, Jimly. 2008. Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia: Pasca

Reformasi. PT Bhuana Ilmu Populer. Jakarta.

2006. Konstitusi dan Kostitusionalitas Indonesia, Sekretariat

Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI. Jakarta.

Azhary, M. Tahir. 1992. Negara Hukum. Bulan Bintang. Jakarta.

Bodin, Jean. 2002. Scott Gordon, Controlling the state: constitutionalism from

ancient Athens to today. Harvard University Press. Paperback Edition.

Cambridge USA.

Chapra, F. 1989. The Possibility of Naturalisme. Harvester Wheatsheaf. New

York.

D, Lee dan Smith N. 2010. Small State Discourses in the International Political

Economy. Third World Quarterly.

Dwidjowijoto, Nugroho. 2008. Manajemen Pemberdayaan. Sebuah Pengantar

dan Panduan Untuk Pemberdayaan Masyarakat. Elex Media Komputindo.

Jakarta.

Folsom, Ralph H, Michael W. Gordon and John A. Spanogle, Jr. 2005. Principles

of International Bussines Transactions, Trade, and Economic Relations.

Thomson West.

Friedrich, Carl J. 1963. Man and His Government. McGraw-Hill. New York.

Haluk, Markus. 2014. Menggugat Freeport Suatu Jalan Penyelesaian Konflik.

71

Penerbit Deiyai. Jayapura.

Hasiman, Ferdy. 2019. Bisnis Orang Kuat VS Kedaulatan Negara. PT. Kompas

Media Nusantara. Jakarta.

Hatta, Mohammad. 1977. Penjabaran Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945.

Mutiara. Jakarta.

Hayati, Tri, dkk. 2005. Konsep Penguasaan Negara di Sektor Sumber Daya Alam

berdasarkan Pasal 33 UUD 1945. Sekretariat Jenderal MKRI dan CLGS

FHUI. Jakarta.

Ika, Syahrir. 2017. Kebijakan Hilirisasi Mineral: Reformasi Kebijakan untuk

Meningkatkan Penerimaan Negara. Kajian Ekonomi Keuangan Negara.

J, McCormick J. 2007. The European Superpower. Palgrave Macmillan. New

York.

Jones, Charles O. 1970. An Introduction to the Study of Public Policy. Wadswort.

Belmont.

Kairupan, David. 2014. Aspek Hukum Penanaman Modal Asing di Indonesia.

Kencana Prenada Media. Jakarta.

Kertikasari, Sri Surani Dkk. 2012. Ekologi Papua: Seri Ekologi Indonesia Jilid

VI. Yayasan Pustaka Obor Indonesia dan Conservation International.

Jakarta.

Kuhn, T.S. 1962. The Structure of Scientific Revolution. Peran Paradigma Dalam

Revolusi Sains. Edisi Terjemahan. Rosda Karya. Bandung.

Kusumaatmadja, Mochtar. 1996 Konsep-konsep Hukum dalam Pembangunan

(Kumpulan Karya Tulis). Alumni. Bandung.

Maimunah, Siti. 2006. Freeport: Bagaimana Pertambangan Emas dan Tembaga

Raksasa Menjajah Indonesia. JATAM dan WALHI. Jakarta.

Manan, Bagir. 1995. Pertumbuhan dan Perkembangan Konstitusi Suatu Negara.

Mandar Maju. Bandung.

Mauna, Boer. 2008. Hukum Internasional Pengertian Peranan dan Fungsi dalam

Era Dinamika Global. PT. Alumni. Jakarta.

Mugerwa, Nkambo. 1968. Subjects of international Law, Edited by Max

72

Sorensen. Mac Millan. New York.

Notonagoro. 1984. Politik Hukum dan Pembangunan Agraria. Bina Aksara.

Jakarta.

Panetto, Abdul Rachman. 1981. Peranan Pemerintah Dalam Kegiatan Dan

Kehidupan Ekonomi, dalam Abdul Madjid dan sri-Edi Swasono, Wawasan

Ekonomi Pancasila. Penerbit UI. Jakarta.

Qureshi, Asif H. dan Andreas R. Zileger. 2007. International Economic Law,

Sweet & Maxwell. London.

Rakhmawati, Rosyidah. 2003. Hukum Penanaman Modal di Indonesia dalam

Menghadapi Era Global. Bayumedia Publishing. Malang.

Saleng, Abrar. 2004. Hukum Pertambangan .UII Press. Yogyakarta.

Shimpson, AS Bradley R. 2011. Ekonomi dengan Guns: Amerika Serikat, CIA

dan Munculnya Pembangunan Rezim Orde Baru yang Otoriter. Gramedia.

Jakarta.

Soekanto, Soerjono. 2015. Pengantar Penelitian Hukum. UI Press. Jakarta.

Sornajarah, M. 2004. The International Law Foreign Investment 2nd, Cambridge.

Supancana, Ibr. 2008. Hak Penguasaan Negara Terhadap Sumber Daya Alam UU

Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Jakarta. Departemen

Hukum dan Hak Asasi Manusia

Trihastutik, Nanik. 2014. Tanah Tambang dan Masyarakat Hukum Adat. Idept

Publishing. Bandar Lampung .

Untung, Hendrik Budi. 2010. Hukum Investasi Indonesia. Sinar Grafika. Jakarta.

Wahab, Solichin Abdul. 2005. Analisis Kebijakan: dari Formulasi ke

Implementasi Kebijakan Negara Bumi Aksara. Jakarta.

Winarno, Budi. 2002. Teori dan Proses Kebijakan Publik. Media Pressindo.

Yogyakarta.

Wiratno, R, dkk. 1958. Ahli-Ahli Pikir Besar tentang Negara dan Hukum. PT.

Pembangunan. Jakarta.

Yamin, Muhammad. 1954. Proklamasi dan Konstitusi. Djembatan. Jakarta.

Yunus, M. Mahmud. 1989. Kamus Arab-Indonesia. Yayasan Penyelenggara

73

Penterjemahan Al-Qur’an. Jakarta.

JURNAL

Alvian, Rizky Alif. Teori Imperialisme Baru dan Debat Marxisme-Realisme

dalam Ilmu Hubungan Internasional, Jurnal Politik Internasional Vol. 18

No. 1

Foley, Richard. Plato‟s undividable line contradiction and method in

Republic VI. Journal of the History of Philosophy Gillette.

Pardede, Marulak. 2018. , Implikasi Hukum Kontrak Karya Pertambangan

terhadap Kedaulatan Negara, Jurnal Penelitian Hukum. Jakarta. Pusat

Penelitian dan Pengembangan Hukum.

Payadna, Dwi Kherisna dan I Wayan Suarbha. Kewenangan Pemerintah

Daerah dalam mengelola Sumber Daya Alam. Jurnal Fakultas Hukum

Universitas Udayana. Bali.

Nefi, Arman, Irawan Malebra, dan Dyah Puspita Ayuningtyas. 2018.

Implikasi Keberlakuan Kontrak Karya PT. Freeport Indonesia Pasca UU

No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Jurnal

Hukum & Pembangunan 48 No. 1

WEBSITE

http://www.indoshe.com/arti-fungsi-dan-pengertian-smelter-pertambangan/

http://esdm.go.id/index.php/ publikasi/list_publikasi/1004

https: //finance .detik .com/energi/d-3428820/kontrak-karya-dan-iupk-jadi-akar-

masalah-freeport-apa-bedanya

https: //www. kpk. go. id/images /pdf/ laptah /Laporan %20Tahuna

n%20KPK%202014.pdf

74

https://cnbcinonesia.com/news

https://e-dokumen.kemenag.go.id/files/WE8qkJdK1346383974.pdf

https://ekonomi.kompas.com/read/2013/05/23/17513927/freeport.pastikan.tutup

.tambang.terbuka.terbesar.di.dunia

https://m.detik.com/finance/energi/d4113404

https://mediaindonesia.com/read/detail/178536-mengembalikan-kedaulatan-di-

tanah-papua

https://ptfi.co.id

https://rocketmanajemen.com/definisi-paradigma/

https://suara.com>bisnis

https://westpapua.net/docs/books/boo1/part3

https://www.esdm.go.id/id/media-center/arsip-berita/kesepakatan-final

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

UU RI Nomor 1 Tahun 1967 Tentang Penanaman Modal Asing

UU Nomor 11 Tahun 1967 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan

Undang- Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambanagan Mineral dan

Batubara (minerba)

Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 2017 perubahan keempat atas Peraturan

Pemerintah No. 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha

Pertambangan Mineral dan Batubara

75

CURRICULUM VITAE

TRINI DIYANI lahir 28 Februari 1997 di Brebes Jawa

Tengah. Alumnus SDN 09 Pagi Pejaten Timur Jakarta

Selatan (2003-2009). Penulis melanjutkan pendidikan

sekolah menegah pertama di SMPN 273 Jakarta (2009-

2012), kemudian penulis menyelesaikan pendidikan

madrasah aliyah di MAN 13 Jakarta (2012-2015).

Sewaktu di SMP penulis menjuarai beberapa

perlombaan tarik suara se-DKI Jakarta yang

diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan dan

Kebudayaan. Di Aliyah Penulis menjuarai Karya Tulis Ilmiah Nasional dan

Internasional. Penulis pernah membuat Essay Tax National yang diselenggarakan

oleh Universitas Indonesia (2013), kemudian membuat Karya Tulis Ilmiah Al-

Qur’an yang diselenggarakan Universitas Brawijaya Malang (2014). Saat ini

penulis tengah menyelesaikan pendidikan jenjang Strata Satu pada program studi

Hukum Tata Negara (2015-2019). Di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta penulis pernah membuat beberapa jurnal salah satunya

tentang “Implementasi Whistleblowing System Sebagai Upaya Menumbuhkan

Kepercayaan Politik Terhadap Lembaga DPR RI (2017)”.