Pancasila Sebagai Paradigma Perkembangan IPTEK

11
Pancasila Sebagai Paradigma Perkembangan IPTEK Pancasila bukan merupakan ideologi yang kaku dan tertutup, namun justru bersifat reformatif, dinamis, dan antisipatif. Dengan demikian Pancasilan mampu menyesuaikan dengan perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yaitu dengan tetap memperhatikan dinamika aspirasi masyarakat. Kemampuan ini sesungguhnya tidak berarti Pancasila itu dapat mengubah nilai-nilai dasar yang terkandung, tetapi lebih menekan pada kemampuan dalam mengartikulasikan suatu nilai menjadi aktivitas nyata dalam pemecahan masalah yang terjadi (inovasi teknologi canggih). Kekuatan suatu ideologi itu tergantung pada kualitas dan dimensi yang ada pada ideologi itu sendiri (Alfian, 1992) (dalam internet). Ada beberapa dimensi penting sebuah ideologi, yaitu: a. Dimensi Reality. Yaitu nilai-nilai dasar yang terkandung di dalam ideologi tersebut secara riil berakar dalam hidup masyarakat atau bangsanya, terutama karena nilai-nilai dasar tersebut bersumber dari budaya dan pengalaman sejarahnya. b. Dimensi Idealisme. Yaitu nilai-nilai dasar ideologi tersebut mengandung idealisme yang memberi harapan tentang masa depan yang lebih baik melalui pengalaman dalam praktik kehidupan bersama dengan berbagai dimensinya. c. Dimensi Fleksibility. Maksudnya dimensi pengembangan Ideologi tersebut memiliki kekuasaan yang memungkinkan dan merangsang perkembangan 1

description

aaaaa

Transcript of Pancasila Sebagai Paradigma Perkembangan IPTEK

Pancasila Sebagai Paradigma Perkembangan IPTEKPancasila bukan merupakan ideologi yang kaku dan tertutup, namun justru bersifat reformatif, dinamis, dan antisipatif. Dengan demikian Pancasilan mampu menyesuaikan dengan perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yaitu dengan tetap memperhatikan dinamika aspirasi masyarakat. Kemampuan ini sesungguhnya tidak berarti Pancasila itu dapat mengubah nilai-nilai dasar yang terkandung, tetapi lebih menekan pada kemampuan dalam mengartikulasikan suatu nilai menjadi aktivitas nyata dalam pemecahan masalah yang terjadi (inovasi teknologi canggih). Kekuatan suatu ideologi itu tergantung pada kualitas dan dimensi yang ada pada ideologi itu sendiri (Alfian, 1992)(dalam internet). Ada beberapa dimensi penting sebuah ideologi, yaitu:a. Dimensi Reality. Yaitu nilai-nilai dasar yang terkandung di dalam ideologi tersebut secara riil berakar dalam hidup masyarakat atau bangsanya, terutama karena nilai-nilai dasar tersebut bersumber dari budaya dan pengalaman sejarahnya.b. Dimensi Idealisme.Yaitu nilai-nilai dasar ideologi tersebut mengandung idealisme yang memberi harapan tentang masa depan yang lebih baik melalui pengalaman dalam praktik kehidupan bersama dengan berbagai dimensinya.c. Dimensi Fleksibility.Maksudnya dimensi pengembangan Ideologi tersebut memiliki kekuasaan yang memungkinkan dan merangsang perkembangan pemikiran-pemikiran baru yang relevan dengan ideologi bersangkutan tanpa menghilangkan atau mengingkari hakikat atau jati diri yang terkandung dalam nilai-nilai dasarnya. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) pada hakekatnya merupakan hasil kreatifitas rohani (jiwa) manusia. Atas dasar kreatifitas akalnya, manusia mengembangkan IPTEK untuk mengolah kekayaan alam yang diciptakan Tuhan YME.

Tujuan dari IPTEK ialah untuk mewujudkan kesejahteraan dan peningkatan harkat dan martabat manusia, maka IPTEK pada hakekatnya tidak bebas nilai, namun terikat nilai nilai. Pancasila telah memberikan dasar nilai nilai dalam pengembangan IPTEK, yaitu didasarkan moral ketuhanan dan kemanusiaan yang adil dan beradab.

Dengan memasuki kawasan IPTEK yang diletakan diatas Pancasila sebagai paradigmanya, perlu dipahami dasar dan arah peranannya, yaitu :a. Aspek ontologi

Bahwa hakekat IPTEK merupakan aktivitas manusia yang tidak mengenal titik henti dalam upayanya untuk mencari dan menentukan kebenaran dan kenyataan. Ilmu Pengetahuan harus dipandang secara utuh, dalam dimensinya sebagai :

1. Sebagai masyarakat, menunjukkan adanya suatu academic community yang dalam hidup keseharian para warganya untuk terus menggali dan mengembangkan ilmu pengetahuan.

2. Sebagai proses, menggambarkan suatu aktivitas masyarakat ilmiah yang melalui abstraksi, spekulasi, imajinasi, refleksi, observasi, eksperimentasi, komparasi dan eksplorasi mencari dan menemukan kebenaran dan kenyataan.

3. Sebagai produk, adalah hasil yang diperoleh melalui proses, yang berwujud karya karya ilmiah beserta implikasinya yang berwujud fisik ataupun non-fisik.

b. Aspek Epistemologi, bahwa pancasila dengan nilainilai yang terkandung didalamnya dijadikan metode berpikir.

c. Aspek Askiologi, dengan menggunakan nilai-nilai yang terkandung didalam pancasila sebagai metode berpikir, maka kemanfaatan dan efek pengembangan ilmu pengetahuan secara negatif tidak bertentangan dengan ideal dari pancasila dan secara positif mendukung atau mewujudkan nilai-nilai ideal pancasila.

Sila-sila pancasila yang harus menjadi sistem etika dalam pengembangan IPTEK:

Sila ketuhanan yang mahaesa mengkomplementasikan ilmu pengetahuan mencipta, keseimbangan antara rasional dan irasional, antara akal dan kehendak. Berdasarkan sila ini IPTEK tidak hanya memikirkan apa yang ditemukan dibuktikan dan diciptakan tetapi juga dipertimbangkan maksud dan akibatnya apakah merugikan manusia disekitarnya atau tidak. Pengolahan diimbangi dengan melestarikan.

Sila kemanusiaan yang adil dan beradab, memberikan dasar-dasar moralitas bahwa manusia dalam mengembangkan IPTEK harus bersikap beradab karena IPTEK adalah sebagai hasil budaya manusia yang beradab dan bermoral. Oleh karena itu, pengembangan Iptek harus didasarkan pada hakikat tujuan demi kesejahteraan umat manusia. Iptek bukan untuk kesombongan dan keserakahan manusia. Namun, harus diabdikan demi peningkatan harkat dan martabat manusia.

Sila persatuan Indonesia mengkomplementasiakan universalitas dan internasionalisme (kemanusiaan) dalam sila-sila yang lain. Pengembangan IPTEK hendaknya dapat mengembangkan rasa nasionalisme, kebesaran bangsa serta keluhuran bangsa sebagai bagian umat manusia di dunia.

Sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan mendasari pengembangan IPTEK secara demokratis, artinya setiap ilmuan harus memiliki kebebasan untuk mengembangkan IPTEK juga harus menghormati dan menghargai kebebasan orang lain dan juga memiliki sikap yang terbuka untuk dikritik dikaji ulang maupun di bandingkan dengan penemuan lainnya.

Sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia mengkomplementasikan pengembangan IPTEK haruslah menjaga keseimbangan keadilan dalam kehidupan kemanusiaan yaitu keseimbangan keadilan dalam hubungannnya dengan dirinya senndiri maupun dengan Tuhannya, manusia dengan manusia, manusia dengan masyarakat bangsa dan negara, serta manusia dengan alam lingkungannya.

T.Jacob (2000) (dalam internet) berpendapat bahwa Pancasila mengandung hal-hal yang penting dalam pengembangan iptek, yaitu:

1. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, mengingatkan manusia bahwa ia hanyalah makhluk Tuhan yang mempunyai keterbatasan seperti makhluk-makhluk lain, baik yang hidup maupun yang tidak hidup. Ia tidak dapat terlepas dari alam, sedangkan alam raya dapat berada tanpa manusia.

2. Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab, usaha untuk menyejahterakan manusia haruslah dengan cara-cara yang berprikemanusiaan. Desain, eksperimen, ujicoba dan penciptaan harus etis dan tidak merugikan uamat manusia zaman sekarang maupun yang akan datang. Sehingga kita tidak boleh terjerumus mengembangkan iptek tanpa nilai-nilai perikemanusiaan.

3. Sila Persatuan Indonesia, mengingatkan pada kita untuk mengembangkan iptek untuk seluruh tanah air dan bangsa. Dimana segi-segi yang khas Indonesia harus mendapat prioritas untuk dikembangkan secara merata untuk kepentingan seluruh bangsa, tidak hanya atau terutama untuk kepentingan bangsa lain.

4. Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, membuka kesempatan yang sama bagi semua warga negara untuk mengembangkan iptek, dan mengenyam hasilnya, sesuai kemampuan dan keperluan masing-masing.

5. Sila Keadilan sosial, memperkuat keadilan yang lengkap dalam alokasi dan perlakuan, dalam pemutusan, pelaksanaan,perolehan hasil dan pemikiran resiko, dengan memaksimalisasi kelompok-kelompok minimum dalam pemanfaatan pengembangan teknologi.

Pemahaman pancasila melalui kelima silanya secara universal dapat masuk kedalam tatanan pembangunan Indonesia melalui perkembangan IPTEK. Pentingnya keselerasan diantara keduanya menjanjikan hubungan yang harmonis dalam membangun sebuah negara yang dicita-citakan. Namun, pada kenyataanya sangat sulit untuk menyeimbangkan keduanya, karena masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang plural, tidak jarang di antara masyarakat tersebut tidak memiliki etika dalam menggunakan teknologi. Hal tersebut sangat tergantung kepada tingkah laku manusia. Tidak setiap tingkah laku itu memberikan jaminan. Hanya tingkah laku tertentu saja yang dapat menjamin, yaitu tingkah laku yang bertanggung jawab. Artinya, yang berdasarkan pada prinsip keadilan, yakni melakukan perbuatan sebagai kewajiban atas hak yang layak bagi seseorang menurut posisi, fungsi dan keberadaannya.

Peraturan perundangan, sebagai salah satu teknik bernegara, harus mampu menghidupi warganya dalam suasana tenteram damai, dan bahagia karena hal ini merupakan wujud ketentraman, kedamaian, dan kebahagiaan negara itu sendiri. Dengan demikian cara-cara pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi seharusnya berkiblat kepada kelima sila pancasila yang dapat dijadikan pedoman dalam menjalankan hak dan kewajiban sebagai basis ketenteraman bernegara.

Pengembangan dan penguasaan dalam IPTEK (ilmu pengetahuan dan teknologi) merupakan salah satu syarat menuju terwujudnya kehidupan masyarakat bangsa yang maju dan modern. Pengembangan dan penguasaan IPTEK menjadi sangat penting untuk dikaitkan dengan kehidupan global yang ditandai dengan persaingan. Namun pengembangna IPTEK bukan semata-mata untuk mengejar kemajuan material melainkan harus memperhatikan aspek-aspek spiritual, artinya pengembangan IPTEK harus diarahkan untuk mencapai kebahagiaan lahir dan batin.

Pancasila merupakan satu kesatuan dari sila-sila yang merupakan sumber nilai, kerangka pikir serta asas moralitas bagi pembangunan IPTEK. Sehingga bangsa yang memiliki pengembangan hidup pancasila, maka tidak berlebihan apabila pengembangan IPTEK harus didasarkan atas paradigma pancasila. Syarat dan kondisi dikembangkannya iptek yang pancasialis :

a. Adanya keyakinan akan kebenaran nilai-nilai Pancasila dalam diri setiap ilmuwan

b. Adanya situasi yang kondusif secara kultural, yaitu harus adanya semangat pantang menyerah untuk mencari kebenaran ilmiah yang belum selesai, dan adanya kultur bahwa disiplin merupakan suatu kebutuhan bukan sebagai beban atau paksaan.

c. Adanya situasi yang kondusif secara struktural, bahwa perguruan tinggi harus terbuka wacana akademisnya, kreatif, inovatif, dan mengembangkan kerja sama dengan bidang-bidang yang berbeda

Hasil iptek harus dapat dipertanggungjawabkan akibatnya, baik pada masa lalu, sekarang, maupun masa depan. Oleh karena itu, diperlukan suatu aturan yang mampu menjadikan pancasila sebagai roh bagi perkembangan iptek di Indonesia. Dalam hal ini pancasila mampu berperan memberikan beberapa prinsip etis pada iptek sebagai berikut.

a. Martabat manusia sebagai subjek, tidak boleh diperalat oleh iptek.

b. Harus dihindari kerusakan yang mengancam kemanusiaan.

c. Iptek harus sedapat mungkin membantu manusia melepaskan kesulitan-kesulitan hidupnya.

d. Harus dihindari adanya monopoli iptek.

e. Harus ada kesamaan pemahaman antara ilmuwan dan agamawan. Bahwa iman dalam agama harus memancar dalam ilmu dan ilmu menerangi jalan yang telah ditunjukkan oleh iman. Hal ini sesuai dengan ucapan Einstein, yaitu without religion is blind, religion science is lame (ilmu tanpa agama adala buta, agama tanpa ilmu adalah lumpuh). PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK

Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan Negara, etika politik menuntut agar kekuasaan dalam Negara dijalankan sesuai dengan asas legalitas (legitimasi hukum), yaitu dijalankan sesuai dengan hukum yang berlaku, disahkan dan dijalankan secara demokratis (legitimasi demokrasi), dan dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip moral (legitimasi moral). Pancasila sebagai suatu sistem filsafat memiliki tiga dasar tersebut. Dalam pelaksanaan penyelenggaraan Negara, baik itu yang berhubungan dengan kekuasaan, kebijakan umum, pembagian serta kewenangan harus berdasarkan prinsip-prinsip yang terkandung dalam pancasila. Dengan demikian, pancasila merupakan sumber moralitas dalam proses penyelenggaraan Negara, terutama dalam hubungannya dengan legitimasi kekuasaan dan hukum. Pelaksanaan kekuasaan dan penegakan hukum dinilai bermoral jika selalu berdasarkan pancasila, bukan berdasarkan kepentingan penguasa belaka. Jadi pancasila merupakan tolok ukur moralitas suatu penggunaan kekuasaan dan penegakan hukum.Negara Indonesia berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Pernyataan tersebut secara normative merupakan artikulasi sila Ketuhanan Yang Maha Esa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Akan tetapi harus diingat, pernyataan tersebut bukan sebuah penegasan bahwa Indonesia adalah Negara teokrasi yang mendasarkan kekuasaan Negara dan penyelenggaraan Negara berdasarkan legitimasi religious, dimana kekuasaan kepala Negara bersifat absolute atau mutlak. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa lebih berkaitan legitimasi moral. Artinya, proses penyelenggaraan Negara dan kehidupan Negara tidak boleh diarahkan pada paham anti Tuhan dan anti agama, akan tetapi kehidupan dan penyelenggaraan Negara harus selalu berdasarkan nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa. Dengan demikian sila pertama merupakan legitimasi moral religious bagi bangsa Indonesia.

Selain berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, Negara Indonesia juga harus berkemanusiaan yang adil dan beradab. Dengan kata lain, kemanusiaan yang adil dan beradab memberikan legitimasi moral kemanusiaan dalam penyelenggaraan Negara. Negara pada prinsipnya adalah persekutuan hidup manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Manusia merupakan dasar kehidupan serta pelaksanaan dan penyelenggaraan Negara. Oleh karena itu asas-asas kemanusiaan mempunyai kedudukan mutlak dalam kehidupan Negara dan hukum, sehingga jaminan hak asasi manusia harus diberikan kepada setiap warga Negara. Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab mempunyai keterkaitan yang sangat erat dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Kedua sila tersebut memberikan legitimasi moral religius (sila Ketuhanan Yang Maha Esa) dan legitimasi moral kemanusiaan (sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab) dalam kehidupan dan proses penyelenggaraan Negara, sehingga Negara Indonesia terjerumus ke dalam Negara kekuasaan.

Sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan juga merupakan sumber etika politik bagi bangsa Indonesia. Sila ini menegaskan bahwa Negara berasal dari rakyat dan segala kebijakan dan kekuasaan diarahkan senantiasa untuk rakyat. Sila ini memberikan legitimasi demokrasi bagi penyelenggaraan Negara. Oleh karena itu, dalam proses penyelenggaraan Negara, segala kebijakan, kewenangan dan kekuasaan harus dikembalikan kepada rakyat. Dengan demikian, aktivitas politik praktis yang menyangkut kekuasaan ekseekutif, legislatif dan yudikatif serta konsep pengambilan keputusan, pengawasan dan partisipasi harus berdasarkan legitimasi dari rakyat.

Sila keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia memberikan legitimasi hukum (legalitas) dalam kehidupan dan penyelenggaraan Negara. Indonesia merupakan Negara hukum yang selalu menjunjung tinggi aspek keadilan sosial. Keadilan sosial merupakan tujuan dalam kehidupan Negara, yang menunjukkan setiap warga Negara Indonesia mendapatkan perlakuan adil dalam bidang hukum, politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan. Oleh karena itu, untuk mencapai aspek keadilan tersebut, kehidupan dan penyelenggaraan Negara harus senantiasa berdasarkan hukum yang berlaku. Pelanggaran terhadap prinsip-prinsip keadilan dalam kehidupan Negara, yang bisa mengakibatkan hancurnya tatanan hidup kenegaraan serta terpecahnya persatuan dan kesatuan bangsa.

Nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila pancasila harus dijadikan patokan bagi setiap penyelenggara Negara dan rakyat Indonesia. Nilai-nilai tersebut harus diimplementasikan dalam berbagai bidang kehidupan, sehingga pada akhirnya akan terbentuk suatu pemerintahan yang etis serta rakyat yang bermoral pula.

7