Oleh, - UKSW

29
i Pendidikan Agama sebagai Media Implementasi Pendidikan Multikultural di SD GMIM 16 Pateten Oleh, Chindy Juenti Gabriella Bulamei NIM: 712015071 TUGAS AKHIR Diajukan kepada Program Studi: Ilmu Teologi, Fakultas: Teologi guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains Teologi ( S.Si Teol) Program Studi Ilmu Teologi FAKULTAS TEOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2019

Transcript of Oleh, - UKSW

Page 1: Oleh, - UKSW

i

Pendidikan Agama sebagai Media Implementasi Pendidikan Multikultural di

SD GMIM 16 Pateten

Oleh,

Chindy Juenti Gabriella Bulamei

NIM: 712015071

TUGAS AKHIR

Diajukan kepada Program Studi: Ilmu Teologi, Fakultas: Teologi guna

memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains

Teologi ( S.Si Teol)

Program Studi Ilmu Teologi

FAKULTAS TEOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2019

Page 2: Oleh, - UKSW

ii

Page 3: Oleh, - UKSW

iii

Page 4: Oleh, - UKSW

iv

Page 5: Oleh, - UKSW

v

Page 6: Oleh, - UKSW

vi

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan hanya bagi Tuhan Yesus Kristus,

oleh karena anugerah-Nya yang melimpah, kemurahan dan kasih setia yang besar

sehingga penulis bisa menyelesaikan penulisan tugas akhir demi memenuhi syarat

kelulusan studi strata satu di Universitas Kristen Satya Wacana. Tidak mudah

bagi penulis untuk bisa sampai di tahap ini, tetapi penulis yakin bahwa Tuhan

tidak akan pernah meninggalkan dan akan selalu menyertai dari awal hingga

akhirnya masa perkuliahan ini. Tugas akhir yang berjudul Pendidikan Agama

sebagai Media Implementasi Pendidikan Multikultural, diharapkan dapat berguna

bagi ilmu pengetahuan, baik secara teoritis maupun secara praktis dalam

kehidupan setiap hari.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tugas akhir ini masih jauh dari

kesempurnaan karena menyadari segala keterbatasan yang ada. Untuk itu demi

sempurnanya tugas akhir ini, penulis sangat membutuhkan dukungan dan

sumbangsih pikiran yang berupa kritik dan saran yang bersifat membangun.

Dalam penyusunan Tugas Akhir ini penulis mengucapkan terima kasih

kepada pihak-pihak yang secara langsung maupun tidak langsung berperan

menunjang sehingga penulis bisa sampai di tahap ini. Untuk itu penulis

mengucapkan terima kasih kepada:

1. Kedua orang tua, Papa Carel dan Mama Singtje yang telah berjuang dan

selalu memberikan kasih sayang, cinta, doa, perhatian, dukungan moral

dan materil selama ini, terima kasih telah meluangkan segenap waktu

untuk mendidik, membimbing dan mengiringi perjalanan hidup penulis

untuk menggapai cita-cita.

2. Ka Citra, Ka Eto, Ka Andika, selaku saudara kandung dari penulis yang

tentu saja dengan cinta kasih selalu mendorong, mendoakan dan

memberikan motivasi kepada penulis untuk segera lulus.

3. Kedua pembimbing terkasih Pdt. Dr Tony Tampake dan Pdt. Izak Lattu,

Ph.D terima kasih atas waktu, masukan dan arahannya sehingga penulis

boleh menyelesaikan penulisan tugas akhir ini dengan baik.

Page 7: Oleh, - UKSW

vii

4. Kekasih hati Sergio Primus Makagansa yang dengan setia menemani dari

awal penulisan tugas akhir hingga selesai, yang selalu meluangkan waktu

untuk direpotkan, selalu sabar mendengar keluh kesah dari penulis, terima

kasih untuk segala bantuan yang boleh diberikan kepada penulis.

5. Keluarga besar Bulamei dan Keluarga besar Katiandagho, yang dengan

tulus dan cinta kasih tanpa pamrih selalu membantu penulis di dalam

setiap proses hidup ini.

6. Semua dosen dan staf Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya Wacana

yang boleh memberikan ilmu serta pengalaman untuk menjadi bekal di

masa depan.

7. Suluruh narasumber dan tempat penelitian SD GMIM 16 Pateten yang

telah menerima penulis untuk melakukan penelitian dan berbagi informasi

demi kelancaran penulisan tugas akhir.

8. Teman seperjuangan Angkatan 2015 yang selalu mengisi hari-hari selama

4 tahun ini.

9. Dimitri Januar Bawole, Julio Nendissa, Aditya Pantow, lelaki-lelaki

hebatku yang selalu mengisi hari-hari penulis, terima kasih untuk

persahabatan yang boleh terjalin selama ini.

10. Tamariska Fendy Putri sahabat terbaikku sejak awal masuk kuliah ,

penulis sangat menghargai kehadiran dan semua hal yang pernah dilalui

bersama, terima kasih sudah menjadi sahabat yang tidak pernah lelah

untuk memberikan motivasi sehingga penulis boleh menyelesaikan tugas

akhir dengan semangat dan tidak putus asa.

11. Augita Gabrielle Emmanuella, terima kasih untuk segala bantuan dan

semangat yang boleh diberikan kepada penulis, semoga persahabatan ini

akan tetap terjalin walaupun sudah terpisah antara jarak dan waktu.

12. Merymar boru Marpaung terima kasih untuk persahabatan yang boleh

terjalin, berjuang bersama selama proses perkuliahan, semoga kita tidak

saling melupakan.

13. Yuki Palenewen dan Ester Tani, sahabat kostku, yang selalu memberikan

motivasi agar cepat lulus, terima kasih untuk dorongan dan nasehat-

nasehat yang boleh diberikan kepada penulis.

Page 8: Oleh, - UKSW

viii

14. SHBT yang jauh disana, tidak mengenal jarak dan waktu, selalu

menyemangati penulis sampai saat ini.

15. Sara Melulu terima kasih karena kita pernah belajar dan bertumbuh

bersama dalam suka maupun duka, terima kasih sudah membuat hari-hari

penulis penuh dengan gibahan dan kebahagiaan.

16. Seluruh jemaat GMIM Imanuel Toyopon yang pernah menjadi bagian

selama penulis berproses di Universitas Kristen Satya Wacana

17. Desli adik kost tersayang, terima kasih untuk kebersamaan yang boleh

terjalin selama ini, yang selalu membantu ketika penulis membutuhkan

pertolongan, yang selalu menghibur penulis, bahkan menjadi teman ketika

penulis ingin bercerita tentang sesuatu hal.

18. Anak-anak kost wisma agra dan green house, terima kasih untuk

kebersamaan yang boleh terjalin.

19. Pinaesaan 2015, terima kasih untuk waktu dan kesempatan yang boleh

dilalui bersama, berjuang bersama dalam proses perkuliahan.

20. Anggota Tuak Family yang telah mengisi hari-hari penulis, menemani

penulis untuk mendaki ketika lagi pusing menyelesaikan tugas akhir,

terima kasih untuk pertemanan yang boleh terjalin, semoga group WA kita

akan selalu ramai.

21. Kepada seluruh pihak yang tidak sempat saya sebutkan satu persatu, saya

ucapkan terima kasih.

Penulis

Chindy Juenti Gabriella Bulamei

Page 9: Oleh, - UKSW

ix

Motto

“Jangan seorang pun menganggap engkau rendah karena engkau muda.

Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam

tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam

kesucianmua”

1 Timotius 4:12

“Jika bisa diimpikan, berarti bisa diwujudkan”

Chindy J.G Bulamei

Page 10: Oleh, - UKSW

1

LATAR BELAKANG

Sejak Indonesia menyatakan dirinya sebagai bangsa yang merdeka, negara ini

telah menjadi bangsa yang majemuk. Terdapat beragam suku, budaya, agama, dan adat

istiadat. Indonesia juga menganut agama dan kepercayaan yang beragam seperti Islam,

Katholik, Protestan, Hindu, Budha, Konghucu, serta berbagai macam kepercayaan

lainnya. Keragaman ini akan melahirkan kebudayaan yang berbeda-beda sehingga bangsa

ini termasuk salah satu negara multikultural.

Akan tetapi dalam realitasnya sebagai bangsa yang plural, multikulturalisme

justru baru merupakan isu penting yang sedang hangat dibicarakan di Indonesia. Sebagian

pakar pendidikan yang memberi perhatian terhadap hal ini beranggapan bahwa

masyarakat Indonesia kini membutuhkan pendidikan multikultural. Salah satu tokoh yang

membahas mengenai pendidikan multikultural adalah James A. Banks. Banks

menyatakan bahwa semua peserta didik, terlepas dari kelompok mana mereka berasal,

seperti yang berkaitan dengan gender, etnis, ras, budaya, kelas sosial, agama atau

perkecualiannya harus mengalami kesederajatan Pendidikan di sekolah.1

Istilah

“pendidikan multikultural” secara etimologis terdiri atas dua terma, yaitu pendidikan dan

multikultural. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, pendidikan diartikan sebagai proses

pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha

mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan, atau proses, maupun

perbuatan mendidik. Sedangkan multikultural, merupakan gejala pada seseorang atau

suatu masyarakat yang ditandai oleh kebiasaan menggunakan lebih dari satu

kebudayaan.2

Pendidikan multikultural dimulai dari sekolah-sekolah di Eropa, pada abad 19

ketika mereka mempertimbangkan kurikulum baru ini sesuai dengan kebutuhan jumlah

migran dan imigran yang semakin banyak dari berbagai negara di dunia. Pada tahun 1995

pendidikan Agama Kristen, menganalisis tentang kemajuan pendidikan Agama

multikultural dalam tiga macam program-program gereja yang sesuai dengan pendidikan

Agama.3 Pertama, Gereja sebagai budaya minoritas yang mengakui identitas sebagai

minoritas didalam suatu kebudayaan yang mayoritas. Kedua, Gereja sebagai budaya yang

mayoritas mempelajari kedasaran kultural, termasuk membongkar kantong-kantong

1 Maryam Kurniawati, Pendidikan Kristiani Multikultural, (Tangerang: Bamboo Bridge

Press, 2014), hlm. 99 2 Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2003), hlm. 762.

3 Hope S.Antone, Pendidikan Kristiani Kontekstual: Mempertimbangkan Realitas

Kemajemukan dalam Pendidikan Agama Kristen, (Jakarta: BPK Gunung Mulia,2010), hlm. 29.

Page 11: Oleh, - UKSW

2

imperialisme kultural mereka. Ketiga, Gereja sebagai multikultural, dengan persentase

kelompok etnis berbeda sebagai mayoritas dalam mengalami suatu komunitas serta

berkembang kearah persatuan didalam keberagaman kebudayaan.

Pendidikan multikultural merupakan suatu usaha yang terencana untuk

mewujudkan suasana dalam belajar sehingga dapat diterima oleh peserta didik secara

aktif dalam mengembangkan suatu potensi diri untuk menerima ajaran spiritual

keagamaan. Dalam hasil ini peserta didik harus memiliki karakter yang bersikap

demokratis, pluralis dan humanis, karena konsepsi pendidikan multikultural di terima

oleh semua kalangan agama yang ada di Indonesia tanpa mendeskripsikan agama lain. 4

Dengan demikian, pendidikan multikultural dapat diartikan sebagai proses

pengembangan sikap dan tata laku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha yang

mendewasakan manusia untuk menumbuhkembangkan sikap hormat terhadap identitas-

identitas, budaya, bahkan agama orang lain.

Tujuan utama pendidikan multikultural adalah menanamkan pemikiran lateral,

keanekaragaman, mengubah pendekatan pelajaran dan memberikan peluang yang sama

pada setiap anak.5

Pendidikan multikultural merupakan proses pembelajaran yang

berlangsung terus-menerus dan bukan sebagai suatu yang langsung tercapai. Menurut

Tilaar (1999), fokus pendidikan multikultural tidak lagi diarahkan hanya pada kelompok

rasial, agama, dan kultural domain atau mainstream. 6 Namun dalam hal ini, penulis lebih

memfokuskan pendidikan multikultural dalam mata pelajaran Agama yang ada di

Sekolah Dasar Gereja Masehi Injili di Minahasa 16 Pateten, Sulawesi Utara.

Pateten adalah salah satu Kelurahan di Kecamatan Aertembaga, Kota Bitung,

Sulawesi Utara, yang dalam konteks kehidupan masyarakatnya merupakan masyarakat

religius. Ada 87,4% masyarakat yang beragama Islam dan 12,6% masyarakat yang

beragam Kristen di Kelurahan Pateten. Berikut ini adalah tabel laporan penduduk

menurut Agama di kelurahan Pateten Satu.

4 Antone, Pendidikan Kristiani Kontekstual, 30.

5 Yaya Suryana, H.A Rusdiana, Pendidikan Multikultural, (Bandung: CV Pustaka Setia,

2015), hlm. 199 6 H.A.R.Tilaar, Perubahan Sosial dan Pendidikan: Pengantar Paedagogik Transformatif

Untuk Indonesia, (Jakarta: Grasindo, 2002), hlm.15

Page 12: Oleh, - UKSW

3

Tabel 1. Penduduk Menurut Agama di Kelurahan Pateten.

No

LINGKUNGAN

PEMELUK AGAMA

ISLAM PROTESTAN KATHOLIK JUMLAH

1 LINGKUNGAN I 562 327 - 889

2 LINGKUNGAN II 790 61 - 851

3 LINGKUNGAN III 451 85 - 536

4 LINGKUNGAN IV 1300 15 6 1,321

5 LINGKUNGAN V 570 36 - 606

JUMLAH 3,673 524 6 4,203

Sumber : Data Asli

Di Kelurahan Pateten terdapat 2 (dua) Sekolah Dasar yakni, Sekolah Dasar (SD)

Cokro Aminoto dan SD GMIM 16 Pateten. Setiap sekolah tentu memiliki Yayasannya

masing-masing, begitu juga dengan Sekolah Dasar di Pateten ini, di mana SD Cokro

Aminoto berada di bawah Yayasan Islam dan terkenal dengan sekolah Islam. Sedangkan

SD GMIM 16 Pateten di bawah Yayasan Sinode GMIM. Perlu diketahui Sekolah Dasar

(SD) GMIM 16 Pateten, adalah salah satu sekolah dasar yang banyak diminati peserta

didik di kelurahan Pateten Satu. Peserta didik disekolah ini terdiri dari agama Kristen

dan agama Islam. Peserta didik yang beragama Kristen berjumlah 78 siswa, sedangkan

yang beragama Islam berjumlah 71 siswa.7

Pelajaran pendidikan Agama Kristen di SD GMIM 16 Pateten menggunakan

kurikulum 2013 yang di mana proses pendidikannya lebih berbasis pada pendidikan

multikultural yang telah diajarkan sejak kelas 2 dan 3. Oleh sebab itu, para peserta didik

baik beragama Kristen maupun non Kristen tetaplah mengikuti proses belajar mengajar

dalam pendidikan Agama Kristen. Inilah yang membuat penulis tertarik untuk membahas

bagaimana implementasi pendidikan multikultural dalam mata pelajaran Agama dan

nilai-nilai multikultural apa saja yang di ajarkan pada peserta didik di SD GMIM 16

Pateten.

7 Wawancara via telfon dengan Ibu Saronsong selaku Kepala Sekolah SD GMIM 16

Pateten pada 20 Februari pukul 10.23 WITA.

Page 13: Oleh, - UKSW

4

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam Tugas Akhir ini

adalah “Bagaimana Pendidikan Agama di SD GMIM 16 Pateten menjadi media

implementasi Pendidikan Multikultural ?”.

Mengacu pada rumusan masalah diatas maka yang menjadi tujuan penelitian ini

adalah mendeskripsikan pendidikan Agama di SD GMIM 16 Pateten menjadi media

implementasi pendidikan multikultural.

Manfaat penelitian ini diharapakan dapat memberikan manfaat secara teoritis dan

Praktis. Manfaat teoritis, diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmu untuk

mengembangkan pengetahuan baik bagi penulis maupun bagi masyarakat secara umum

terlebih di SD GMIM 16 Pateten. Manfaat Praktis, penelitian ini diharapkan bisa menjadi

acuan untuk menjelaskan tentang pentingnya bertoleransi dalam keberagaman yang ada

disekitar dan saling menghargai satu dengan yang lain. Serta membantu memecahkan dan

mengantisipasi konflik keberagaman yang sering terjadi di sekolah. Penelitian ini juga

diharapkan bisa menjadi referensi bagi sekolah-sekolah lain yang belum

mengimplementasikan pendidikan multikultural lebih khusus dalam ilmu pendidikan

Agama.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dalam pendekatan ini, penulis

membuat sebuah gambaran yang kompleks, laporan terinci dari responden, dan juga

melakukan studi pada situasi yang terjadi dengan pertimbangan bahwa data yang di

peroleh dari penelitian ini adalah data deskriptif kualitatif yang berupa kata-kata dan

kalimat untuk menghasilkan penelitian, lalu menganalisis dari data-data yang

didapatkan.8 Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah field reseach yaitu

penelitian lapangan yang diperoleh langsung dari fakta yang ada dilapangan yaitu berupa

data primer dan sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari

objek yang diteliti.9 Data Sekunder yaitu data yang sudah dalam bentuk jadi seperti

dokumen-dokumen dan publikasi yang ada. Digunakan untuk mendukung dan

menguatkan data primer tentang konsep pendidikan multikultural di SD GMIM 16

Pateten. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan sosiologis,

yaitu sebuah pendekatan yang digunakan untuk mengungkapkan gejala-gejala, situasi

serta relasi masyarakat yang terjadi di Kelurahan Pateten.

Teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan observasi dan menggunakan

8 Bagong Suyanto & Sutinah, Metode Penelitian Sosial, (Jakarta: 2005), hlm.170.

9 Rianto Andi, Metodologi penelitian Sosial dan Hukum (Jakarta: Granit, 2005), hlm. 57.

Page 14: Oleh, - UKSW

5

teknik wawancara. Wawancara merupakan proses interaksi atau komunikasi secara

langsung antara pewawancara dengan responden10

. Bentuk wawancara ini adalah bebas

terpimpin . wawancara ini dilakukan secara mendalam (in depth) tetapi keabsahan ini

tidak terlepas dari pokok permasalahan yang akan ditanyakan kepada responden dan telah

dipersiapkan oleh pewawancara. Informan dalam penelitian ini adalah para guru pendidik

PAK, Kepala Sekolah, beberapa peserta didik baik yang beragama Islam maupun Kristen

dan orang tua dari peserta didik.

Untuk mendapat data yang akurat dan faktual maka penelitian ini berlangsung

atau berlokasi di SD GMIM 16 Pateten, Kota Bitung, Sulawesi Utara. Alasan pemilihan

lokasi ini karena pelajaran Agama yang dipakai di SD GMIM 16 Pateten adalah pelajaran

Agama Kristen sedangkan peserta didik yang ada tidak hanya menganut Agama Kristen

saja, tetapi ada juga siswa-siswi yang menganut agama Islam sehingga peneliti ingin

melihat bagaimana Pendidikan Agama bisa menjadi media implementasi pendidikan

multikultural dalam pembelajaran di sekolah tersebut.

Dalam tulisan ini penulis membagi sistematika penulisan menjadi lima (5)

bagian, bagian pertama yaitu pendahuluan yang berisikan latar belakang, rumusan

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian dan rencana penulisan.

Bagian kedua yaitu landasan teoritis dan konsep tentang Pendidikan multikultural. Bagian

ketiga yaitu hasil penelitian yang meliputi kondisi objektif penelitian di SD GMIM 16

Pateten, implementasi Pendidikan multikultural . Bagian keempat penulis akan

menganalisis bagaimana Pendidikan agama sebagai media implementasi Pendidikan

Multikultural di SD GMIM 16 Pateten. Bagian kelima yaitu, kesimpulan dan saran.

KONSEP DAN TEORI PENDIDIKAN MULTIKULTURAL

a. Definisi Pendidikan Multikultural

Pengertian pendidikan multikultural hingga saat ini belum begitu jelas sehingga

masih banyak pakar pendidikan yang memperdebatkannya. Menurut James Banks

Pendidikan Multikultural merupakan sebuah ide, sebuah gerakan reformasi pendidikan

dan proses. Sebagai sebuah gerakan reformasi, Pendidikan Multikultural berusaha

menciptakan kesempatan yang sama bagi semua peserta yang berasal dari ras, suku,

agama, budaya dan kelas sosial yang berbeda, dan berupaya untuk menciptakan

10

Andi Prastowo, Metode Penelitian Kualitatif dan Perspektif Rancangan Penelitian,

(Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), hlm. 212

Page 15: Oleh, - UKSW

6

kesempatan pendidikan yang sama bagi semua peserta, dengan mengubah lingkungan

pendidikan secara total, sehingga mencerminkan keragaman budaya dan kelompok dalam

suatu masyarakat dan bangsa.11

Banks yakin bahwa pendidikan seharusnya lebih mengarah pada mengajari

mereka bagaimana berpikir daripada apa yang dipikirkan. Siswa perlu disadarkan bahwa

di dalam pengetahuan yang dia terima itu terdapat beraneka ragam interpretasi sesuai

kepentingan masing-masing, dan siswa harus dibiasakan menerima perbedaan.

Hilda Hernandez mengartikan pendidikan multikultural sebagai perspektif yang

mengakui realitas politik, sosial, dan ekonomi yang dialami oleh masing-masing individu

dalam pertemuan manusia yang kompleks dan beragam, baik secara kultur, serta

merefleksikan pentingnya budaya, ras, seksualitas dan gender, etnisitas, agama, status

sosial, ekonomi, dan pengecualian-pengecualian dalam proses pendidikan.12

Dengan kata

lain ruang pendidikan, bisa dijadikan sebagai media transformasi ilmu pengetahuan yang

mampu memberikan nilai-nilai multikulturalisme dengan cara saling menghargai dan

menghormati atas realitas yang beragam.

M.Ainul Yaqin memahami pendidikan multikultural sebagai strategi pendidikan

yang bisa diaplikasikan pada semua jenis mata pelajaran dengan cara menggunakan

perbedaan-perbedaan kultural yang ada pada siswa, agar proses belajar menjadi efektif

dan mudah, cara ini mampu untuk melatih dan membangun karakter siswa agar bisa

bersikap demokratis, humanis dan pluralis dalam lingkungan mereka.13

Dengan kata lain,

dapat digambarkan melalui sebuah pribahasa “sambil menyelam minum air”. Artinya

selain siswa diharapkan dapat dengan mudah memahami, menguasai dan mempunyai

kompetensi yang baik terhadap mata pelajaran yang diajarkan guru, siswa juga

diharapkan mampu untuk selalu bersikap dan menerapkan nila-nilai demokrasi,

humanisme dan pluralisme di sekolah atau di luar sekolah.14

11

Maryam Kurniawati. Pendidikan Kristiani Multikultural, (Tangerang: Bamboo Bridge

Press, 100. 12

Choirul Mahmud. Pendidikan Multikultural, (Celebon Timur: Pustaka Belajar, 2014),

176. 13

Ainul Yakin. M. Pendidikan Multikultural: Cross Cultural Understanding untuk

Demokrasi dan Keadilan. (Yogyakarta: Pilar Media, 2005), 25. 14 Ainul Yakin. M. Pendidikan Multikultural: Cross Cultural Understanding untuk

Demokrasi dan Keadilan, 26.

Page 16: Oleh, - UKSW

7

Dengan melihat dan memperhatikan beberapa pendapat ahli diatas dapat diambil

beberapa pemahaman, antara lain; pertama, pendidikan multikultural itu berbicara

tentang gerakan reformasi, atau pembaharuan pendidikan yang bertujuan untuk

mengubah struktur lembaga pendidikan supaya semua siswa memiliki kesempatan yang

sama untuk mencapai prestasi akademis disekolah tanpa membeda-bedakan satu dengan

yang lain. Kedua, pendidikan multikultural diartikan sebagai cara pandang tentang

realitas, bahwa realitas itu majemuk sehingga pendidikan multikultural merupakan

respons terhadap perkembangan keragaman populasi sekolah, sebagaimana tuntutan

persamaan hak bagi setiap kelompok. Ketiga, pendidikan multikultural diartikan sebagai

strategi pendidikan, yang memberikan pengertian, pemahaman dan sekaligus pengalaman

kepada peserta didik tentang pentingnya makna semangat kebersamaan, saling

menghormati, saling mengasihi, saling toleran dan saling pengertian antara satu dengan

lainnya walaupun berbeda suku, etnis, ras, bahasa, budaya, agama dan status sosial.

b. Tujuan Pendidikan Multikultural

Salah satu tujuan utama dari pendidikan multikultural adalah mempersiapkan

peserta didik untuk bersikap terbuka dan inklusif, dalam arti memahami dan menerima

perbedaan, mampu menghargai orang lain yang berbeda suku, ras, agama, budaya dan

kelas sosial dengan merekonstruksi segala bentuk stereotip, prasangka dan diskriminasi

suku, ras, agama dan budaya untuk membangun kebersamaan lintas budaya.15

Menurut Tilaar, fokus pendidikan multikultural tidak hanya diarahkan kepada

perbedaan-perbedaan kelompok, ras, dan agama, namun juga keragaman etnik, adat-

istiadat dan budaya. Oleh sebab itu, Bhineka Tunggal Ika merupakan dasar perumusan

pendidikan multikultural di Indonesia. Menurut Tilaar, pendidikan multikultural di

Indonesia bertujuan untuk membina pribadi-pribadi Indonesia yang mempunyai

keragaman etnik dan budaya, memelihara dan mengembangkannya, serta sekaligus

membangun bangsa Indonesia dengan kebudayaan Indonesia sebagamaina yang

diamanatkan UUD 1945, dan pendidikan multikultural hendaknya dijadikan strategi

dalam mengelola kebudayaan melalui mekanisme pendidikan yang menghargai

perbedaan budaya (different of culture).16

Dapat disimpulkan bahwa, tujuan pendidikan multikultural dimaksudkan untuk

menciptakan kehidupan yang harmonis dalam masyarakat yang serba majemuk, untuk

15 Maryam Kurniawati, Pendidikan Kristiani Multikultural, 102. 16 Maryam Kurniawati, Pendidikan Kristiani Multikultural, 104.

Page 17: Oleh, - UKSW

8

membantu peserta didik dalam membangun ketergantungan lintas budaya dan memberi

gambaran positif kepada mereka mengenai perbedaan kelompok.

c. Urgensi Pendidikan Multikultural

Urgensi Pendidikan Multikultural di Indonesia dapat di urai menjadi tiga garis

besar,17

yaitu :

1. Sebagai Sarana Alternatif Pemecahan Konflik

Dalam konteks diskursus pendidikan multikultural, memahami makna dibalik

realitas budaya suatu suku bangsa, itu merupakan hal yang esensial, sehingga

penyelenggaraan pendidikan multikultural dapat dikatakan berhasil bila terbentuk pada

diri siswa dan mahasiswa sikap hidup saling toleran, tidak bermusuhan dan tidak

berkonflik yang disebabkan oleh perbedaan budaya, suku, bahasa, adat istiadat atau

lainnya. 18

2. Supaya Siswa Tidak tercabut dari Akar Budaya

Era globalisai yang terjadi saat ini, selain memberikan banyak memberi banyak

kemudahan dalam kehidupan dengan hadir IPTEK namun dibalik itu pertemuan antar

budaya juga memberikan ancaman bagi generasi muda.19

3. Sebagai Landasan Pengembangan Kurikulum Nasional

Pendidikan multikultural sebagai landasan pengembangan kurikulum menjadi

sangat penting karena kurikulum sebagai titik tolak dalam proses pembelajaran.

Pengembangan kurikulum dengan pendekatan multikultural,20

antara lain:

a) Filosofi kurikulum yang lebih sesuai dengan tujuan, visi dan misi serta

fungsi setiap jenjang pendidikan bukan berdasarkan keseragaman yang

diatur dari pusat.

b) Pembelajaran yang berbasis proses bukan berbasis materi.

c) Teori belajar yang digunakan memperhatikan aspek keragaman sosial dan

menempatkan siswa sebagai anggota aktif masyarakat, bangsa dan dunia.

17 Choirul Mahmud, Pendidikan Multikultural, 216. 18 Choirul Mahmud, Pendidikan Multikultural, 217. 19

Choirul Mahmud, Pendidikan Multikultural, 218. 20

Choirul Mahmud, Pendidikan Multikultural, 222.

Page 18: Oleh, - UKSW

9

d) Evaluasi yang digunakan meliputi keseluruhan aspek kemampuan dan

kepribadian peserta didik bukan hanya penguasaan materi semata.

Dari paparan 3 Urgensi diatas, dapat disimpulkan bahwa kedudukan kebudayaan

dalam pengembangan kurikulum sangat penting mengingat perkembangan pertumbuhan

dan perkembangan peserta didik tidak bisa dilepaskan dari aspek sosial budaya dimana

mereka berada.

d. Pendekatan Pendidikan Multikultural

Bentuk pengembangan pendidikan multikultural di setiap negara berbeda-beda

sesuai dengan permasalahan yang dihadapi setiap negara. Banks (1993) mengemukakan

empat pendekatan proses tranformasi sosial dalam kurikulum pendidikan multikultural di

sekolah yang jika dicermati relevan untuk diimplementasikan di Indonesia 21

, yaitu:

1. Pendekatan Kontribusi (The Contributions Approach)

Mengintegrasikan berbagai budaya dan kelompok untuk mengilustrasikan konsep

dasar, prinsip-prinsip, generalisasi dan teori-teori ke dalam berbagai disiplin ilmu.

Unsur-unsur budaya seperti makanan, tarian, musik, kerajinan tangan dari berbagai

kelompok etnis di pelajari, namun perhatian terhadap makna dan pentingnya unsur-unsur

itu dalam komunitas-komunitas etnisnya kurang diperhatikan. Dengan pendekatan ini,

peserta didik melihat unsur-unsur budaya itu sebagai sesuatu yang asing dan terpisah

dari pengalaman hidup mereka sendiri, karena pengintegrasiannya hanya pada

permukaan.

2. Pendekatan Aditif (The Additive Approach)

Pendidik menambahkan isi, konsep, tema dan perspektif budaya-budaya lain ke

dalam kurikulum, namun tidak mengubah stuktur, tujuan dan karektiristiknnya yang

mendasar.

3. Pendekatan Transformasi (Transformation Approach)

Pada level ini, asumsi-asumsi mendasar dari kurikulum diubah agar menolong

peserta didik melihat konsep, isu, tema dan masalah dari perspektif dan sudut pandang

beberapa etnis yang berbeda.

4. Pendekatan Aksi Sosial (The Social Action Approach)

21

Yaya Suryana dan Rusdiana. Pendidikan Multikultural Suatu Upaya Penguatan Jati

Diri Bangsa: Konsep, Prinsip dan Implementasi, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2015), 211.

Page 19: Oleh, - UKSW

10

Level ini bertujuan memampukan dan menolong peserta berefleksi sosial secara

kritis, dan terlibat dalam melakukan perubahan sosial. Tujuan penting dari Pendidikan

Multikultural adalah untuk membantu peserta didik memperoleh pengetahuan, dan

komitmen yang diperlukan untuk membuat keputusan reflektif dan melakukan aksi

personal, sosial dan sipil untuk mempromosikan demokrasi dan kehidupan demokratis.

Keempat pendekatan ini merupakan kebijakan dalam praktik pendidikan sehingga

harus ada dalam situasi pembelajaran yang aktual dan harus diintegrasikan ke dalam

kurikulum secara terus menerus.

HASIL PENELITIAN

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian bertempat di SD GMIM 16 Pateten, Kelurahan Pateten,

Kecamatan Aertembaga, Kota Bitung dan terletak di Provinsi Sulawesi Utara. SD GMIM

16 Pateten, merupakan sekolah yang didirikan oleh anggota jemaat GMIM Nazareth

Pateten pada tahun 1960-an karena adanya kebutuhan pengembangan ilmu pendidikan di

Kelurahan Pateten. Perjalanan pendidikan SD GMIM Nazareth Pateten dimulai dengan

satu ruang belajar (satu kelas). Seiring berjalannya waktu SD GMIM Nazareth Pateten

terus berkembang menjadi sekolah dasar yang mendidik anak-anak dari kelas 1-6. 22

SD GMIM 16 Pateten memiliki visi terbentuknya manusia yang beriman

Kristiani, berintelektual, berwawasan lingkungan, serta berbudaya. Misi SD GMIM 16

Pateten adalah menyelenggarakan pendidikan untuk membentuk dan mengembangkan

kepribadian peserta didik secara Kristiani, terwujudnya anak didik yang cerdas sehingga

menghasilkan lulusan yang berinteraktual dengan mutu tinggi, membangun citra sekolah

sebagai mitra terpecaya ditengah masyarakat, menyelenggarakan proses pembelajaran

yang aktif, kreatif, efektif, inovatif dan variatif dalam rangka mengembangkan

kemampuan dan potensi peserta didik, menerapkan sistem penilaian yang outentik dalam

pembelajaran tematik terpadu, menumbuh kembangkan minat bakat peserta didik melalui

extrakulikuler, membudayakan kegiatan 5 S yaitu senyum, salam, sapa, sopan, santun

pada seluruh warga sekolah, menciptakan lingkungan sekolah yang aman, nyaman,

rindang, yang berwawasan lingkungan.

22 Wawancara dengan Ibu Femy Lumempouw (selaku mantan Kepala Sekolah SD

GMIM 16 Pateten), yang dilaksanakan pada tanggal 15 September 2019.

Page 20: Oleh, - UKSW

11

Tujuan dari SD GMIM 16 Pateten adalah menjadi sekolah sebagai pusat budaya,

demokratis, mandiri, bertanggung jawab, dan beriman Kristiani, memberikan bekal

kemandirian dan kesiapan dalam mengikuti pendidikan selanjutnya kepada peserta didik,

melatih kompetensi speserta didik melalui proses pembelajaran, mengembangkan

berbagai kegiatan dalam proses belajar dikelas berbasis pendidikan budaya sekolah dan

berkarakter budaya bangsa serta berwawasan lingkungan, mengembangkan budaya

sekolah yang konduktif untuk mencapai tujuan pendidikan dasar, menciptakan guru yang

berkompeten dan professional, serta menumbuhkembangkan peran masyarakat dalam

bidang pendidikan.

Guru-guru dan karyawan yang mengajar di SD GMIM 16 Pateten berjumlah 11

orang yang terdiri atas 6 Guru PNS, 2 Guru Honor, 1 Guru Yayasan, 1 pegawai dan 1

penjaga sekolah.23

Peserta didik yang berada di SD GMIM 16 Pateten berjumlah 122

orang, 73 orang yang beragama Kristen dan 49 orang yang beragama islam. 24

Faktor sarana dan prasarana sangat mempengaruhi proses belajar mengajar di

sekolah. Oleh sebab itu dari pihak sekolah wajib mengusahakan keberadaannya, yakni

dengan jalan tertib dan teratur sesuai dengan fungsi dan tujuan dari alat-alat tersebut serta

memeliharanya dengan cara sebaik mungkin. Sarana dan fasilitas yang dimiliki SD

GMIM 16 Pateten meliputi: 6 ruang kelas, 1 ruang kantor, 1 ruang perpustakaan, 1

gudang, 4 kamar mandi dan 1 ruang untuk penjaga sekolah.25

Gambaran Umum Pendidikan Agama di SD GMIM 16 Pateten

Peserta didik di SD GMIM 16 Pateten tidak hanya yang beragama Kristen tetapi

ada juga yang beragama Islam, hal ini sangat berpengaruh pada mata pelajaran Agama.

Pada tahun 1985 jemaat GMIM Nazareth Pateten mengijinkan Guru Agama Islam untuk

mengajar di SD GMIM 16 Pateten, kurang lebih hal ini berjalan hampir 10 tahun.

Berbagai usulan dan pertimbangan Jemaat sebagai pemilik sekolah, sehingga pada tahun

1995 disepakati untuk mata pelajaran agama, hanya berlaku pelajaran Agama Kristen

23 Wawancara dengan Bpk. Stenly Tumilantouw, S.Pd, (selaku Kepala Sekolah SD

GMIM 16 Pateten), yang dilaksanakan pada tanggal 12 september 2019. 24

Wawancara dengan Bpk. Stenly Tumilantouw, S.Pd, (selaku Kepala Sekolah SD

GMIM 16 Pateten), yang dilaksanakan pada tanggal 12 september 2019. 25

Wawancara dengan Bpk. Stenly Tumilantouw, S.Pd, (selaku Kepala Sekolah SD

GMIM 16 Pateten), yang dilaksanakan pada tanggal 12 september 2019.

Page 21: Oleh, - UKSW

12

saja, mengingat SD GMIM 16 Pateten adalah milik Yayasan GMIM jadi peserta didik

yang beragama Islam harus mengikuti peraturan dan ketentuan yang berlaku.26

SD GMIM 16 Pateten saat ini menggunakan kurikulum 2013 di mana pada mata

pelajaran pendidikan agama Kristen tidak hanya disebut sebagai pendidikan agama

Kristen tetapi pendidikan agama Kristen dan budi pekerti.27

Oleh karena itu, sebagai guru

pendidikan agama Kristen dalam melakukan perencanaan pelaksanaan pembelajaran

memantau terlebih dahulu hal- hal atau nilai-nilai yang layak untuk mengembangkan

karakter peserta didik. Sehingga materi yang disiapkan dapat sesuai dengan kebutuhan

peserta didik.28

Tujuan Pendidikan Agama Kristen di SD GMIM 16 Pateten

Berdasarkan wawancara dengan Guru PAK diperoleh data bahwa tujuan dari

Pendidikan Agama Kristen adalah membentuk peserta didik menjadi manusia yang

beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia dan mampu

menjaga kedamaian dan kerukunan hubungan antarumat beragama, serta mampu

mengembangkan kemampuan peserta didik dalam memahami, menghayati, dan

mengamalkan nilai-nilai agama yang menyerasikan penguasaannya dalam ilmu

pengetahuan, teknologi dan seni.29

Pada dasarnya fungsi PAK dimaksudkan untuk

menyampaikan Injil atau Kabar Baik, yang disajikan dalam dua aspek, yaitu aspek Allah

Tritunggal dan Karya-Nya, dan aspek Nilai- nilai Kristiani. Pemahaman terhadap Allah

dan karya-Nya harus tampak dalam kehidupan keseharian peserta didik. Ini merupakan

dua aspek yang ada dalam seluruh materi pembelajaran PAK dari SD sampai SMA/SMK.

30

26

Wawancara dengan Sekertaris Jemaat GMIM Nazareth Pateten. 27

Wawancara dengan Ibu Siska Masoko, S.Pak (selaku Guru Pendidikan Agama Kristen

di SD GMIM 16 Pateten), yang dilaksanakan pada tanggal 13 September 2019. 28

Wawancara dengan Ibu Siska Masoko, S.Pak (selaku Guru Pendidikan Agama Kristen

di SD GMIM 16 Pateten), yang dilaksanakan pada tanggal 13 September 2019. 29 Wawancara dengan Ibu Siska Masoko, S.Pak (selaku Guru Pendidikan Agama Kristen

di SD GMIM 16 Pateten), yang dilaksanakan pada tanggal 13 September 2019. 30 Wawancara dengan Ibu Siska Masoko, S.Pak (selaku Guru Pendidikan Agama Kristen

di SD GMIM 16 Pateten), yang dilaksanakan pada tanggal 13 September 2019.

Page 22: Oleh, - UKSW

13

Pembelajaran Pendidikan Agama Kristen di SD GMIM 16 Pateten

Ada dua model pendekatan pembelajaran, yaitu model pendekatan yang berpusat

pada Guru dan pendekatan yang berpusat pada peserta didik. Kedua model pendekatan

pembelajaran tersebut di atas adalah pendekatan yang dapat dipelajari oleh guru PAK,

khususnya model pembelajaran yang berpusat pada peserta didik untuk diterapkan dalam

proses belajar-mengajar di sekolah. Pendidikan Agama Kristen dapat menjadi sarana atau

media dalam membantu peserta didik berjumpa dengan Allah di mana pertemuan itu

bersifat personal, sekaligus nampak dalam sikap hidup sehari-hari yang dapat disaksikan

serta dapat dirasakan oleh orang lain, baik guru, teman, keluarga maupun masyarakat.31

Dengan demikian, pendekatan pembelajaran PAK bersifat berpusat pada peserta didik,

yang memanusiakan manusia, demokratis, menghargai peserta didik sebagai subyek

dalam pembelajaran, menghargai keanekaragaman peserta didik, memberi tempat bagi

peranan Roh Kudus. Dalam proses seperti ini, kebutuhan peserta didik merupakan

kebutuhan utama yang harus terakomodir dalam proses pembelajaran.

Proses Pembelajaran PAK adalah proses pembelajaran yang mengupayakan

peserta didik mengalami pembelajaran melalui aktivitas-aktivitas kreatif yang difasilitasi

oleh Guru. Penjabaran kompetensi dalam pembelajaran PAK dirancang sedemikian rupa

sehingga proses dan hasil pembelajaran PAK memiliki bentuk-bentuk karya, unjuk kerja

dan perilaku atau sikap yang merupakan bentuk-bentuk kegiatan belajar yang dapat

diukur melalui penilaian sesuai kriteria pencapaian.

Implementasi Pendidikan Multikultural dalam Pendidikan Agama di SD GMIM 16

Pateten

Pendidikan Multikultural yang diterapkan di SD GMIM 16 Pateten tidak

merupakan satu mata pelajaran yang dirancang secara khusus tetapi dimasukan dalam

mata pelajaran yang ada yaitu pada mata pelajaran Agama. Bahan ajaran yang dipakai

sesuai dengan Kurikulum 2013. Pendidikan multikultural yang diajarkan bagi para siswa

tentunnya tidak terlepas dari sikap toleransi, kebersamaan, HAM, demokratisasi, dan

saling menghargai. 32

Berdasarkan wawancara dengan guru kelas IV-VI diperoleh data

31 Wawancara dengan Ibu Siska Masoko, S.Pak (selaku Guru Pendidikan Agama Kristen

di SD GMIM 16 Pateten), yang dilaksanakan pada tanggal 13 September 2019. 32

Wawancara dengan Ibu Siska Masoko, S.Pak (selaku Guru Pendidikan Agama Kristen

di SD GMIM 16 Pateten) yang dilaksanakan pada tanggal 13 September 2019.

Page 23: Oleh, - UKSW

14

bahwa cara yang dilakukan guru untuk menanamkan nilai-nilai pendidikan multikultural

salah satunya yaitu dengan menyisipkan nilai-nilai karakter dalam setiap kegiatan

pembelajaran .33

Hal tersebut sangat berharga bagi bekal hidup mereka di kemudian hari

dan sangat penting untuk tegaknya nilai-nilai kemanusiaan.

Peneliti melakukan observasi pada tanggal 14 Agustus 2019 untuk melihat proses

pelaksanaan pendidikan agama di SD GMIM 16 Pateten. Mayoritas agama yang dianut

oleh siswa di SD GMIM 16 Pateten tersebut beragama Kristen, akan tetapi siswa yang

beragama Islam juga diperkenankan mengikuti proses pembelajaran agama Kristen yang

sedang berlangsung. Mereka boleh saja meninggalkan kelas dan juga boleh berada di

dalam kelas, itu semua tergantung siswa masing-masing. Tidak ada paksaan dan

diskriminasi terhadap mereka yang memiliki keyakinan yang berbeda.34

Dalam hal ini

peneliti melakukan wawancara dengan Bpk. Stenly Tumilantouw, S.Pd selaku Kepala

Sekolah di SD GMIM 16 Pateten, dan hasilnya sebagai berikut:35

“ Selama ini proses pembelajaran Agama berjalan lancar, tidak ada konflik

yang terjadi karena berbeda agama atau keyakinan. Peserta didik di SD

GMIM ini terlihat sudah sadar dengan adanya keberagaman disekitar mereka.

Bagi yang Kristen biasanya melakukan ibadah bersama setiap hari jumat pagi

di lapangan sekolah, untuk yang muslim mereka dapat melakukan ibadah di

luar sekolah karena sekolah ini juga berdekatan dengan Masjid, kalau mau

ikut ibadah di lapangan juga boleh, tergantung pilihan anak-anak.”

Penerapan pendidikan multikultural bukan hanya dilakukan dalam pendidikan

formal melainkan juga dalam pendidikan non formal, misalnya dalam perayaan-perayaan

hari besar Agama semua peserta didik dan semua guru juga ikut berpartisipasi. Apabila

yang beragama Islam merayakan lebaran, yang beragama Kristen akan membuat dan

menulis sebuah kartu ucapan serta dihias sedemikian rupa kemudian diberikan kepada

siswa atau guru yang sedang merayakan. Begitu juga sebaliknya, jika yang beragama

Kristen sedang merayakan natal, siswa-siswi yang beragama Islam akan ikut membantu

memberikan kartu ucapan, memberikan kue natal, dan lain sebagainya.36

Dengan begitu

mereka akan merasa saling memiliki satu dengan yang lain.

33 Wawancara dengan Guru Kelas IV-VI 34

Observasi pada tanggal 15 Agustus 2019 35

Wawancara dengan Bpk. Stenly Tumilantouw, S.Pd, (selaku Kepala Sekolah SD

GMIM 16 Pateten), yang dilaksanakan pada tanggal 12 september 2019 36 Wawancara dengan siswa kelas 6.

Page 24: Oleh, - UKSW

15

Implementasi pendidikan multikultural di SD GMIM 16 Pateten menggunakan

pendekatan kontribusi, yaitu mulai dari kelas I sampai kelas III, diajak untuk melihat

tempat-tempat ibadah dari berbagai agama, diajak untuk menengok teman sekolah yang

yang sedang sakit, mendengarkan lagu-lagu daerah lain, memperkenalkan tokoh-tokoh

pejuang dari berbagai daerah baik dalam Negeri maupun luar Negeri.37

Substansi

pendidikan multikultural pada tahap ini adalah menanamkan kepada siswa bahwa

manusia yang hidup didunia ini sangat beragam, Untuk kelas IV, V, VI sudah mulai

mampu memahami makna pendekatan aditif, yaitu dengan cara: Melengkapi

perpustakaan dengan buku-buku cerita rakyat dari berbagai daerah dan negara lain,

memimpin doa sebelum dan sesudah pembelajaran secara bergantian berdasarkan nomor

absen peserta didik, mengadakan diskusi kelompok. Pendekatan aditif ini dilakukan untuk

menanamkan pengetahuan yang luas serta memberikan motivasi bagi peserta didik untuk

mencari tahu lebih banyak dengan membaca, melihat di internet, bertanya kepada orang

yang lebih tahu dan lain sebagainya.

Implementasi Pendidikan multikultural di SD

GMIM 16 Pateten juga menggunakan pendekatan aksi sosial, yang ini dilaksanakan

dengan cara: ketika penggalangan dana di Gereja atau di Masjid seluruh peserta didik,

guru, staf, dan karyawan juga ikut berpartisipasi dalam kegiatan penggalangan dana

tersebut.

Berdasarkan hasil penelitian, guru sudah mengintegrasikan nilai-nilai

multikultural ke dalam setiap kegiatan pembelajaran, dalam mengembangkan Pendidikan

Multikultural tidak hanya dilakukan proses mengajar dalam kelas tetapi kegiatan luar

kelas seperti ekstrakurikuler. Guru menciptakan pembelajaran yang dialogis dan interaktif

dengan menerapkan berbagai metode pembelajaran. Guru juga menciptakan suasana

belajar yang memungkinkan siswa untuk berkompetisi secara sehat melalui berbagai

penugasan dan metode pembelajaran lainnya. 38

Analisa Implementasi Pendidikan Multikultural dalam perspektif teori

Pada bab ini penulis akan membahas lebih lanjut tentang implementasi

pendidikan multikultural dalam pendidikan Agama di SD GMIM 16 Pateten. Isi dari Bab

II akan dipakai untuk melakukan analisa lebih lanjut dari hasil paparan yang diungkap

dalam Bab III.

37

Wawancara dengan Ibu Siska Masoko, S.Pak (selaku Guru Pendidikan Agama Kristen

di SD GMIM 16 Pateten), yang dilaksanakan pada tanggal 13 September 2019. 38 Wawancara dengan Ibu Siska Masoko, S.Pak (selaku Guru Pendidikan Agama Kristen

di SD GMIM 16 Pateten) yang dilaksanakan pada tanggal 13 September 2019.

Page 25: Oleh, - UKSW

16

Peserta didik yang menimba ilmu di SD GMIM 16 Pateten memiliki latar

belakang keberagaman yang luar biasa, inilah yang membuat sekolah ini menarik dan

berbeda dengan sekolah yang ada di Kota Bitung lainnya. Siswa-siswi di SD GMIM 16

Pateten ini dapat hidup rukun dan damai karena komunikasi dan pertemuan mereka tidak

hanya ketika berada di dalam lingkungan sekolah tetapi juga ketika berada di luar

sekolah, mereka tetap belajar dan bermain bersama hal ini setara dengan teori Hilda

Hernandez yang mengartikan pendidikan multikultural sebagai perspektif yang mengakui

realitas politik, sosial, dan ekonomi yang dialami oleh masing-masing individu dalam

pertemuan manusia yang kompleks dan beragam, baik secara kultur, serta merefleksikan

pentingnya budaya, ras, seksualitas dan gender, etnisitas, agama, status sosial, ekonomi,

dan pengecualian-pengecualian dalam proses pendidikan.39

SD GMIM 16 Pateten merupakan sekolah yang didirikan oleh Sinode Gereja

Masehi Injili di Minahasa. Sejak awal berdirinya, SD GMIM 16 telah diajarkan dan

dibekali dengan nilai-nilai multikultural. Dari proses pembekalan dan pembelejaran

tentang nilai-nilai multikultural yang ditanamkan sejak siswa awal masuk sekolah,

menjadikan siswa-siswi di SD GMIM 16 ini memiliki sikap saling menghormat, serta

saling menghargai sesama. Selain itu, siswa-siswinya juga sangat ramah, sopan dan

mudah bersosialisasi. Dari hasil wawancara dan observasi dapat disimpulkan bahwa

penerapan pendidikan multikultural bisa direalisasikan dimana saja, boleh di dalam

lingkungan sekolah dan boleh diluar lingkungan sekolah.

Berdasarkan teori Banks tentang pendidikan multikultural, SD GMIM 16 Pateten

menggunakan pendekatan kontribusi, pendekatan aditif dan pendekatan transformasi.

Pendekatan kontribusi, penulis melihat bagaimana kinerja dari para guru dalam mengkaji

kurikulum yang ada, dengan mengenalkan budaya dari berbagai daerah tanpa mengubah

nilai dari budaya tersebut, sehingga siswa dengan mudah mengerti akan keberagaman

yang ada.40

Pendekatan aditif, terdiri dari penambahan materi, konsep, tema dan

perspektif ke dalam kurikulum, pencapaian pada pendekatan level ke-2 ini merupakan

pendekatan yang mendasar dalam pendidikan multikultural karena, peserta didik hanya

diajak untuk mengenal dan memahami keragaman budaya dalam setiap masing-masing

kelompok. Belum sampai kepada penambahan isu-isu dan melakukan aksi sosial, manfaat

dari teori Banks dalam pencapaian pendekatan level ke-2 ini, membantu peserta didik

agar cakap berpartisipasi penuh dalam kehidupan masyarakat secara kreatif, inovatif dan

39

Lihat teori, hlm 7. 40

Lihat teori, hlm 11.

Page 26: Oleh, - UKSW

17

imaginatif, juga untuk membantu peserta didik memiliki sikap dan perilaku positif dan

kritis dalam menghadapi keberagaman budaya, suku, ras dan agama. Pendekatan

transformasi (the transformation approach) yakni apabila membentuk kelompok diskusi

tiap kelompok terdiri dari siswa yang berbeda latar belakang seperti kemampuan, jenis

kelamin, status sosial ekonomi, agama, agar mereka dapat saling belajar kelebihan dan

kekurangan masing- masing.41

Dengan adanya perbedaan dalam kelompoknya siswa akan

belajar menghargai orang lain. Penerapan pendidikan multikultural dilakukan guru

dengan menciptakan pembelajaran yang dialogis dan interaktif dengan menerapkan

berbagai metode pembelajaran. Salah satu dimensi pendidikan multikultural yaitu

dimensi pendidikan yang sama/adil (equitable pedagogy), dengan bentuk kerjasama , dan

bukan dengan cara-cara yang kompetitif. Guru selalu memfariasikan tempat duduk siswa

sehingga siswa tidak merasa bosan dalam mengikuti pembelajaran di kelas. Ketika

pembelajaran guru membagi kelompok diskusi secara heterogen.

Pendidikan multikultural diharapkan membantu para siswa dalam

mengembangkan proses identifikasi atau pengenalan anak didik terhadap budaya, suku

bangsa, dan masyarakat global. Pengenalan kebudayaan maksudnya anak dikenalkan

dengan berbagai jenis tempat ibadah, lembaga kemasyarakatan dan sekolah, pengenalan

suku bangsa artinya anak dilatih untuk bisa hidup sesuai dengan kemampuannya dan

berperan positif sebagai salah seorang warga dari masyarakatnya. Peserta didik

diharapkan memiliki sebuah pemahaman tentang bagaimana mereka bisa mengambil

peran dalam peraturan kehidupan global yang dia hadapi. Pemahaman keberagamaan

yang multikultural berarti menerima adanya keragaman ekspresi budaya yang

mengandung nilai-nilai kemanusiaan dan keindahan. Pemahaman yang humanis adalah

mengakui pentingnya nilai-nilai kemanusiaan dalam beragama, artinya seorang yang

beragama harus dapat mengimplementasikan nilai-nilai kemanusiaan; menghormati hak

asasi orang lain, peduli terhadap orang lain dan berusaha membangun perdamaian bagi

seluruih umat manusia.

Sesuai dengan teori tentang urgensi pendidikan multikultural diatas, saat ini

pendidikan multikultural berperan untuk menyiapkan bangsa Indonesia untuk siap

menghadapi arus budaya luar di era globalisasi dan penulis melihat bahwa seluruh pihak

yang ada di SD GMIM 16 Pateten mampu memahami dan mengaplikasikannya. 42

Penerapan nilai-nilai multikultural di lingkungan SD GMIM 16 Pateten sangat didukung

41

Lihat teori, hlm 12. 42

Lihat teori, hlm 9.

Page 27: Oleh, - UKSW

18

oleh seluruh warga sekolah, mulai dari kepala sekolah, guru-guru, staff ataupun karyawan

dan siswa-siswa SD GMIM 16 Pateten. Terbukti dengan jika ada acara yang diadakan

oleh sekolah, semua pihak yang ada disekolah akan terlibat dan membantu dengan

sukarela. Peserta didik di SD GMIM 16 Pateten di latih untuk membangun paradigma

tentang keberagaman dengan menanamkan nilai-nilai yang diajarkan dalam setiap agama

yaitu kebenaran, kemanusiaan, perdamaian dan keadilan agar kerukunan antar umat

beragama tetap harmonis dan saling melengkapi. Jadi jelaslah bahwa Pendidikan

multikultural itu sangat penting untuk diterapkan di sekolah agar sekolah menjadi lahan

atau tempat untuk menghapus prasangka, dan sekaligus untuk melatih dan membangun

karakter siswa agar mampu bersikap demokratis, humanis dan pluralis.

KESIMPULAN

Berdasarkan data di lapangan, teori dan analisis yang ada bahwa implementasi

Pendidikan Multikultural dapat disimpulkan bahwa :

1. Pendidikan multikultural dalam pendidikan Agama di SD GMIM 16

Pateten sudah terlaksana, serta peserta didik dan pendidik juga bisa

mengikuti dan melaksanakan dengan baik.

2. Salah satu tujuan penting dari konsep pendidikan multikultural adalah

untuk membantu semua siswa agar memperoleh pengetahuan, sikap, dan

keterampilan yang diperlukan dalam menjalankan peran-peran se-efektif

mungkin pada masyarakat demokrasi pluralistik serta diperlukan untuk

berinteraksi, bernegosiasi dan berkomunikasi dengan warga dari kelompok

beragam agar tercipta tatanan masyarakat bermoral yang berjalan untuk

kebaikan bersama.

3. Pendidikan multikultural memang berkaitan dengan mata pelajaran Agama

akan tetapi Pendidikan multikultural juga bisa dipelajari pada semua mata

pelajaran yang ada di sekolah.

Page 28: Oleh, - UKSW

19

DAFTAR PUSTAKA

Andi , Rianto. Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum . Jakarta: Granit, 2005.

Antone, Hope.S. Pendidikan Kristiani Kontekstual: Mempertimbangkan Realitas

Kemajemukan dalam Pendidikan Agama . Jakarta: Gunung Mulia , 2010.

Baidhawy, A. Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural. Jakarta: Erlangga,

2005.

Depdiknas. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka , 2003.

Kurniawati, Maryam. Pendidikan Kristiani Multikultural. Tangerang: Bamboo

Bridge Press, 2014.

Mahmud, Choirul. Pendidikan Multikultural. Celebon Timur: Pustaka Belajar,

2014.

Maslikhah. Quo Vadis Pendidikan Multikultural . Salatiga: Temprima Media,

2007.

Naim, N, and A Sauqi. Pendidikan Multikultural Konsep dan Aplikasi.

Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2007.

Prastowo, A. Metode Penelitian Kualitatif dan Perspektif Rancangan Penelitian.

Yogyakarta: A-Ruzz Media, 2011.

Sugiono. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta, 2014.

Suryana , R. Pendidikan Multikultural. Bandung: CV Pustaka, 2015.

Suyanto, Bagong, and Sutinah. Metode Penelitian Sosial. Jakarta, 2005.

Tilaar, H. Perubahan Sosial dan Pendidikan: Pengantar Paedagogik

Transformatif Untuk Indonesia. Jakarta: Grasindo, 2002.

Tirtaharddja. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Renika Cipta, 2015.

Yakin, Ainul. Pendidikan Multikultural: Cross Cultural Understanding untuk

Demokrasi dan Keadilan. Yogyakarta: Pilar Media, 2005.

Yangin, P. Gereja dan Pendidikan Multikultural. Yogyakarta: Kanisius, 2010.

Page 29: Oleh, - UKSW

20

Zubaedi. Telaah Konsep Multikulturalisme dan Implementasi Dalam Dunia

Pendidikan. Yogyakarta, 2013.

Jurnal Online

Muh Sain Hanafy, Pendidikan Multikultural dan Dinamika Ruang Kebangsaan,

http://journal.uin-

allauddin.ac.id/index.php/diskursus_islam/article/download/198/145, diakses

tanggal 5 Mei 2019 pukul 08.30