Oftalmofati Graves
-
Upload
winda-anastesya -
Category
Documents
-
view
43 -
download
12
Transcript of Oftalmofati Graves
Penatalaksanaan dan Diagnosis
Oftalmopati Graves
Winda Anastesya
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Alamat : Jl. Terusan Arjuna No.6 Jakarta Barat
Abstrak : Walaupun oftalmopati Graves sering ditemukan bersamaan dengan penyakit
Graves, sampai saat ini patogenesis oftalmopati belum jelas benar. Bukti - bukti
menunjukkan bahwa efek respons imun pada oftalmopati berbeda dari pada penyakit Graves.
Berbagai kelainan mata dapat terjadi, dari yang paling ringan sampai yang berat.
Eksoftalmus perlu diukur, selain untuk memastikan, juga untuk pengamatan lanjut apakah
membaik atau memburuk setelah mendapat terapi. Retraksi palpebra superior, oftalmoplegi
dan eksoftalmus merupakan penyebab terjadinya kelainan kornea. Edema papil dengan
penurunan visus berat sebagai tanda kelainan saraf optik, merupakan gambaran klasik.
Penatalaksanaan terdiri atas penatalaksnaan untuk hipertiroidisme dan khusus untuk
oftalmopati. Penatalaksanaan untuk oftalmopati terdiri atas medikamentosa, iradiasi
retrobulber, dan tindakan pembedahan. Kortikosteroid masih merupakan pilihan pertama.
Beberapa obat imunosupresif lainnya telah dicoba dengan tingkat keberhasilan yang lebih
rendah dibandingkan dengan kortikosteroid. Sampai saat ini oftalmopati masih merupakan
masalah penting pada penyakit Graves. Bukan hanya patogenesis yang belum jelas,
pengobatan pun sering tidak memuaskan. Diagnosis dini serta penanganan cepat dapat
mencegah kelainan mata yang lebih buruk.
Kata kunci : Oftalmofati Graves, eksoftalmos, retraksi.
Abstract : Although ophthalmopathy occurs most frequently in patients with active Graves
disease until now the pathogenesis is not yet clearly understood. The overall evidence favors
separate immune response defect for opththalmopathy which may vary from mild to a very
severe one. Exophthalmos must measured to confirm the true exophthalmos, besides for
follow up purpose. The triad of upper lid retraction, inability to elevate the eyes and
exophthalmos leads to corneal lesions. Edema of the papil together with severe visual loss
are the classic.
Until now ophthalmopathy represents the major outstanding problem in Graves disease. Not
only the pathogenesis is still obscure, the treatment is often unsatisfactory. Early diagnosis
and therapy may prevent the eye changes to become worse.
Keywords : Graves opthalmopathy, exopthalmos, retraction.
Pendahuluan
Pada tahun 1835 Grave mengutarakan suatu penyakit akibat naiknya metabolisme tubuh
disertai dengan perubahan mata yang dinamakan penyakit Grave atau exofthalmos goiter.
Meningkatnya metabolisme menimbulkan perubahan, dinamakan tirotoksikosis, perubahan di
mata dinamakan oftalmopati.1 Penyebab tersering proptosis unileteral atau bilateral pada
anak dan dewasa adalah penyakit Graves. Terminologi yang digunakan untuk menjelaskan
kelainan mata pada penyakit tiroid sering membingungkan. Pada banyak hipertiroid, sedikit
banyak terjadi suatu oftalmofati yang biasanya ringan. Miopati orbita infiltratif berat dengan
proptosis yang nyata dan pembatasan motilitas terjadi pada sekitar 5% kasus penyakit
Graves. Namun, bentuk yang parah ini juga dapat terjadi pada hipoitiroidisme atau tanpa
kelainan tiroid yang dapat dideteksi.2
Oftalmopati tiroid diperkirakan merupakan suatu penyakit otoimun. Kelainan ini sering
terjadi pada tiroidistis otoimun (Hashimoto). Biasanya dapat ditemukan antitiroglobulin,
antimikrosom, dan antibodi lain, tetapi peran antibodi – antibodi tersebut dalam patogenesis
masih belum jelas. Orbitopati tersebut bisa terjadi sebelum, bersama-sama, atau setelah
penyakit Graves. Yang khas adalah adanya edema jaringan-jaringan orbita disertai endapan
mukoplosakarida, pembengkakan otot-otot ekstraokular, penebalan selubung saraf optik dan
penebalan periost orbita.2,3
Gambaran Klinis
Manifestasi klinis dari oftalmopati Graves disebabkan oleh karena bertambahnya jaringan
otot ekstra-okuler dan jaringan lemak retrobulber. Bertambahnya volum jaringan
retrobulber akan meningkatkan tekanan retrobulber, yang apabila terlalu meningkat akan
mendorong bola mata kedepan dan terjadilah eksoftalmus. Pada pemeriksaan fisik, sekitar
50% dari penderita penyakit Graves disertai dengan berbagai tingkat kelainan mata atau
oftalmopati.3,4 Dengan pemeriksaan ultrasonografi atau CT - scan ternyata bahwa sekitar
98% pada penderita penyakit Graves ditemukan penebalan otot mata ekstra-okuler.5,6Oleh
karena itu prevalensi oftalmopati Graves sangat tergantung cara kita melakukan penelitian,
dengan atau tanpa alat bantu.
Tidak ada korelasi antara beratnya kelainan mata dan tingkat kelainan fungsi tiroid.2
Bahkan sekitar 10-20% penderita dengan oftalmopati yang jelas, dijumpai pada mereka tanpa
tanda hipertiroidisme klinis maupun laboratorium.7 Dari 127 penderita dengan kelainan mata
yang dilaporkan oleh Wiersinga 77% ditemukan pada penyakit hipertiroidisme Graves, 20%
pada keadaan eutiroidisme, bahkan 2% pada hipotiroidisme. Dari jumlah penderita tersebut,
dilihat hubungan manifestasi klinik oftalmopati dan kejadian hipertiroidisme, tampak bahwa
39,4% oftalmopati ditemukan bersamaan dengan hipertiriodisme, 19,6% kelainan mata
mendahului hipertiroidisme, dan 41,0% kelainan mata ditemukan setelah adanya
hipertiroidisme.8Walaupun oftalmopati Graves dapat ditemukan pada semua umur, tetapi
oftalmopati berat lebih sering ditemukan pada umur tua.
Proptosis yang berkaitan dengan penyakit tiroid ditandai oleh retraksi kelopak mata, yang
membedakannya dengan proptosis oleh penyebab lain. Lagoftalmos terjadi akibat proptosis
dan retraksi kelopak, dan pajanan kornea merupakan salah satu faktor bahkan pada kasus
yang ringan. Miopati okular biasanya berawal sebagai infiltrasi limfositik dan edema oto
rektus. Seiring dengan waktu, otot-otot yang meradang menjadi fibrotik dan mengalami
restriksi menetap. Mata mungkin tertambat sehingga terjadi peningkatan intraokular apabila
pengukuran dilakukan sewaktu mata melihat keatas.
Diplopia biasanya mulai dilapang pandang bagian atas karena miopati infiltratif yang
mengenai otot rektus inferior. Semua otot ekstraokular akhirnya dapat terkena, dan mungkin
tidak terdapat posisi melihat yang bebas dari diplopia. Otot-otot ekstraokular dapat
mengalami pembesaran masif dan selain membatasi pergerakan mata – dapat menekan
nervus optikus. Neuropati optikus kompresif sering timbul pada pembesaran aspek posterior
otot-otot yang tidak disertai proptosis berat. Tanda-tanda dini adalah defek pupil eferen,
gangguan penglihatan warna, dan hilangnya ketajaman penglihatan ringan. Dapat terjadi
kebutaan apabila tidak diatasi.2-4
Gejala dimata menyerupai efek simpatis berupa ; celah mata melebar, lagoftalmos dan
berkurangnya kedip mata. Mata kelihatan menonjol, tetapi bila diukur masih dalam batas
normal, keadaan ini disebabkan karena melebarnya celah mata.1
Eksoftalmos
Pada waktu melihat kebawah, kelopak mata atas ketinggalan (gejala Graefe)
Frekuensi mengedip berkurang (gejala Stellwag)
Insufisiensi kenvergensi (gejala Mobius)
Pada saat penderita memandang lurus kedepan sklera akan tampak di limbus superior
( gejala Dalrymple).
Kelopak mata akan sukar dibalik (gejala Gifford)
Selain itu, didapatkan: retraksi kelopak mata atas bawah (mata membelalak = staring
eyes), gerakan bola mata terhambat (terutama pada waktu melihat keatas), dan
tekanan intraokular meninggi pada waktu penderita berusaha memandang ke atas.3,4
Eksoftalmos dapat dijumpai pada beberapa penderita, tetapi dalam keadaan ringan
saja. Untuk diagnosis penyakit Grave tidak perlu menemukan adanya eksoftalmus.
Gejala lain penyakit tersebut diatas adalah edema kelopak mata dan konjungtiva,
pembendungan vena bola mata, perubahan papil saraf optik dan kelumpuhan otot.
Penderita dengan penyakit Grave yang klasik menunjukkan gejala: pembesaran tiroid,
tiroktosikosis, kelainan pada kelopak mata, dan eksoftalmos, yang dapat uniteral
maupun bilateral. Apabila bilateral, maka pada mata satu lebih nyata dari mata yang
lain. Apabila proptosis nyata pada satu mata, kita sering menduga adanya suatu
tumor. Bila ada retraksi kelopak mata, lagoftalmos, kita condong ke penyakit Grave,
tetapi pemeriksaan klinik lainnya tidak boleh diabaikan. Bila ada pembengkakan
kelopak mata atas, kita condong ke penyakit Graves, bila tidak ada, kita condong ke
arah tumor.
Pada eksoftalmos lanjut, isi orbita mengalami perubahan patologik. Otot-otot
penggerak bola mata ukurannya beberapa kali lebih besar daripada normal disebabkan
oleh edema dan proliferasi sel. Pada stadium yang lebih lanjut mengalami fibrosis,
yang membentuk jaringan sikatariks tebal, sedangkan yang bukan jaringan tidak
mengalami perubahan, juga diikuti dengan meningkatnya jaringan ikat, lemak dan
air.1-4
Penatalaksanaan oftalmofati graves
Penatalaksanaan oftalmopati Graves mula-mula adalah untuk mempertahankan
hidrasi kornea. Penatalaksanaan terdiri atas penatalaksnaan untuk hipertiroidisme dan
khusus untuk oftalmopati. Penatalaksanaan untuk oftalmopati terdiri atas
medikamentosa, iradiasi retrobulber, dan tindakan pembedahan. Kortikosteroid masih
merupakan pilihan pertama. Beberapa obat imunosupresif lainnya. Seiring dengan
perkembangan penyakit, masalah diplopia, proptosis, dan neuropati optikus kompresif
harus ditangani.2
Pengobatan diberikan bila eksoftalmos bertambah progresif, sehingga kelopak mata
sukar menutup sempurna waktu tidur, maka perlu dilakukan tindakan pencegahan,
yaitu : memberikan emullien substance, 5% methyl cellulose/ mineral oil diteteskan
pada mata setiap malam sebelum tidur untuk mencegah kekeringan kornea.1
Penatalaksanaan kasus yang parah sulit dan bersifat multidisiplin. Harus dilakukan
pemantauan aktivitas metabolik, pemberian 131I untuk ablasi, atau pemberian
suplemen hormon sesuai indikasi oleh ahli endokrin.2,3
Kortikostreid oral (prednison, 60-100 mg/h) mungkin berguna untuk mengontrol fase
akut miopati infiltratif. Adanya penyulit dan efek samping membatasi penggunaan
kortikosteroid sebagai terapi pemeliharaaan jangka panjang. Radiasi orbita efektif
untuk fase aktif penyakit. Kemosis dan tanda-tanda pembengkakan jaringan lunak
biasanya membaik. Diplopia dan proptosis mungkin akan berkurang.
Neuropati kompresi tahap dini juga mungkin dapat dikurangi dengan terapi radiasi,
tetapi neuropati yang tidak responsif terhadap penatalaksanaan medis adalah indikasi
untuk dekompresi orbita secara bedah. Telah diciptakan beberapa pendekatan untuk
memperbesar volume orbita dengan fraktur dinding-dinding tulang. Metode pilihan
adalah fraktur dasar orbita ke sinus maksilaris dan dinding medial ke sinus etmoidalis.
Proptosis dapat dikurangi dengan pembedahan, tetapi terdapat risiko yang cukup
besar infeksi orbita kecil. Karena itu, tindakan dekompresi yang semata-mata
dilakukan atas alasan kosmetik masih diperdebatkan.
Retraksi kelopak mata lebih sering menggangu dibandingkan dengan proptosis - baik
secara fungsional, karena adanya keratitis pajanan, maupun secar kosmetis.
Dekompresi tidak selalu menghilangkan retraksi kelopak, tetapi koreksi retraksi
sedikit banyak dapat menutupi proptosis. Retraksi kelopak diperbaiki dengan tindakan
bedah.1,2 Retraksi kelopak mata atas bawah (aponeurosis dan otot-otot simpatis) dapat
diperpanjang dengan memasang suatu spacer misalnya sklera bank mata. Retraksi
kelopak yang ringan (2 mm) dapat dikoreksi hanya dengan memutuskan retraktor dari
batas tarsal bagian atas. Bedah strabismus sebaiknya jangan dilakukansampai miopati
telah menetap. Dapat dilakukan teknik sutura adjustable. Sebagian besar pasien dapat
memperoleh paling sedikit suatu daerah penglihatan binokular bercitra tunggal pada
posisi menatap tertentu. Diplopia torsional, akibat keterlibatan otot oblikus,
mempersulit penatalaksanaan. Sebagian pasien mengalami diplopia yang sulit diatasi
walaupun telah dilakukan berbagai macam koreksi.2
Penutup
Kemana penderita harus dirujuk, selalu merupakan pertanyaan bagi dokter yang
menerima penderita dengan hipertiroidisme Graves disertai oftalmopati, internist
ataukah dokter mata? Sebaiknya ada suatu klinik terpadu (seperti di luar negeri)
dimana duduk bersama internis/endokrinologis, spesialis mata, radioterapis, dan ahli
kedokteran nuklir. Pemberian kortikosteroid dosis tinggi dengan berbagai efek
samping apalagi harus jangka lama dengan sendirinya memerlukan pengawasan oleh
internist. Demikian juga dengan pemberian imunosupresif yang juga mempunyai efek
samping. Memutuskan untuk dilakukan tindakan bedah pada oftalmopati maligna
harus ditentukan oleh dokter spesialis mata. Iradiasi retrobulber perlu pertimbangan
seorang radioterapis, dan pemberian 131I pada penderita hipertiroidisme dengan
oftalmopati harus mendapat pertimbangan seorang ahli kedoketran nuklir untuk
mencegah memburuknya oftalmopati.
Oftalmopati Graves adalah suatu keadaan yang meresahkan oleh karena sering tidak
memberikan kepuasan pada penderita baik dari sisi penyakitnya maupun dari sisi
kosmetik. Oleh karena itu penatalaksanaan terpadu oleh dokter yang khusus ahli
dalam bidang ini sangat dibutuhkan. .
telah dicoba dengan tingkat keberhasilan yang lebih rendah dibandingkan dengan
kortikosteroid. Sampai saat ini oftalmopati masih merupakan masalah penting pada
penyakit Graves. Bukan hanya patogenesis yang belum jelas, pengobatan pun sering
tidak memuaskan. Diagnosis dini serta penanganan cepat dapat mencegah kelainan
mata yang lebih buruk.
Daftar Pustaka
1. Ilyas S, Mailangkay HHB, Taim H, Saman RR, Simarmata M, Widodo SP, editor.
Ilmu penyakit mata. Edisi ke-1. Jakarta : CV Sagung Seto; 2002 : 88-87.
2. Suyono JY, editor. General opthalomogy. Edisi ke-14. Jakarta: Widya Meka;
2000: 261-5.
3. Hollwich F. Opthalmology.2nded. 1998: 313-4.
4. Ilyas S, Mailangkay HHB, Taim H, Saman RR, Simarmata M, Widodo SP, editor.
Ilmu penyakit mata. Edisi ke-2. Jakarta : CV Sagung Seto; 2005: 102-3.
5. Adam JMF. Oftalmopati graves,epidemiologi,klasifikasi dan penatalaksanaan.
2006; 3-19.
6. Werner SC, Coleman DJ, Frauzen LA. Ultrasonographic evidence of a consistent
orbital involvement in Graves disease. N Engl J Med.1974; 290:1447-50.
7. Toft A, Cambell I, Seth J. Diagnosis and management endocrine disease, Oxford,
Blackwell Scient. Pub 1981: 187 -188
8. Wiersinga WM, Smit T, Vander Gaag R, Koornneef L. Temporal relationship
between onset of Graves opthalmopathy and onset of thyroid Graves disease. J
Endocrinol Invest 1988; 11: 615-9.