Graves Disease

23
Graves Disease William Limadhy 102012241 [email protected] Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No. 6 Kebon Jeruk – Jakarta Barat 11510 Telp: 021-569422061 PENDAHULUAN Penyakit Graves adalah penyakit autoimun dimana tiroid terlalu aktif, menghasilkan jumlah yang berlebihan dari hormon tiroid (ketidakseimbangan metabolisme serius yang dikenal sebagai hipertiroidisme dan tirotoksikosis) dan kelainannya dapat mengenai mata dan kulit. Penyakit Graves merupakan bentuk tirotoksikosis yang tersering dijumpai dan dapat terjadi pada segala usia, lebih sering terjadi pada wanita dibanding pria. Sindroma ini terdiri dari satu atau lebih dari gambaran tirotoksikosis, goiter, ophtalmopathy (exopthalmus), dermopathy (pretibial myxedema) Penyakit Graves adalah nama dari Robert J. Graves untuk dokter yang pertama kali menggambarkannya di Irlandia. Dia yang pertama mengidentifikasi gejala-gejala goiter, palpitasi dan exopthalmus pada tahun 1835. Penyakit ini juga disebut sebagai penyakit Basedow yang dinamai oleh Adolph Jerman Karl van 1

description

Graves Diseasemakalah skenario 4 blok 21

Transcript of Graves Disease

Page 1: Graves Disease

Graves Disease

William Limadhy

102012241

[email protected]

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No. 6 Kebon Jeruk – Jakarta Barat 11510

Telp: 021-569422061

PENDAHULUAN

Penyakit Graves adalah penyakit autoimun dimana tiroid terlalu aktif, menghasilkan jumlah

yang berlebihan dari hormon tiroid (ketidakseimbangan metabolisme serius yang dikenal

sebagai hipertiroidisme dan tirotoksikosis) dan kelainannya dapat mengenai mata dan kulit.

Penyakit Graves merupakan bentuk tirotoksikosis yang tersering dijumpai dan dapat terjadi

pada segala usia, lebih sering terjadi pada wanita dibanding pria. Sindroma ini terdiri dari

satu atau lebih dari gambaran tirotoksikosis, goiter, ophtalmopathy (exopthalmus),

dermopathy (pretibial myxedema)

Penyakit Graves adalah nama dari Robert J. Graves untuk dokter yang pertama kali

menggambarkannya di Irlandia. Dia yang pertama mengidentifikasi gejala-gejala goiter,

palpitasi dan exopthalmus pada tahun 1835. Penyakit ini juga disebut sebagai penyakit

Basedow yang dinamai oleh Adolph Jerman Karl van Basedow, pada tahun 1840. Dia tidak

tahu bahwa Graves telah menggambarkan penyakit yang sama beberapa tahun sebelumnya.

Istilah penyakit Basedow ini lebih sering digunakan di benua Eropa, jika di Amerika, ini

disebut penyakit Graves.1

Saat ini diidentifikasi adanya antibodi IgG sebagai thryoid stimulating antibodies pada

penderita Graves’ hipertiroidisme yang berikatan dan mengaktifkan reseptor tirotropin pada

sel tiroid yang menginduksi sintesa dan pelepasan hormon tiroid. Ada yang mengatakan

bahwa penyakit ini disebabkan oleh multifactor antara genetik, endogen dan factor

lingkungan.

1

Page 2: Graves Disease

ANATOMI dan FISIOLOGI

gambar 1: kelenjar tiroid normal dan yang membesar1

kelenjar tiroid manusia terletak mengitari bagian depan trachea dari bagian atas, kelenjar ini

terdiri 2 lobus yang dihubungkan oleh isthmus. Kelenjar ini diperdarahi A.tiroid superior dan

inferior. Sel-sel yang memproduksi hormone tiroid tersusun dalam folikel dan

mengkonsentrasikan iodin yang digunakan untuk sintesis hormone tiroid, hormone

bersirkulasi adalah tiroksin (T4) dan tri-iodotironin (T3). Kelenjar paratiroid menempel pada

tiroid dan memproduksi hormone paratiroid (parathormon ; PTH). PTH penting dalam

pengontrolan metabolism kalsium dan fosfat. Sel-sel parafolikuler terletak dalam tiroid

tersebar diantara folikel. Sel-sel ini memproduksi kalsitonin yang menghambat resorpsi

kalsium tulang.

Kelenjar tiroid juga mengandung clear cell atau sel parafolikular atau sel C yang mensintesis

kalsitonin. T3 mempengaruhi pertumbuhan, diferensiasi, dan metabolism. T3 selain disekresi

oleh kelenjar tiroid juga merupakan hasil deiodinasi dari T4 di jaringan perifer. T3 dan T4

disimpan terikat pada 3 protein yang berbeda yaitu glikoprotein tiroglobulin di dalam koloid

dari folikel, prealbumin pengikat tiroksin dan albumin serum. Hanya sedikit T3 dan T4 yang

tidak terikat terdapat dalam sirkulasi darah.1

Pengaturan sekresi hormone tiroid dilakukan oleh TSH (thyroid-stimulating-hormone) dan

adenohipofisis. Sintesis dan pelepasannya dirangsang oleh TRH (thyroitropin-releasing-

hormone) dari hypothalamus. TSH disekresi dalam sirkulasi dan terikat pada reseptor

2

Page 3: Graves Disease

kelenjar tiroid. TSH mengontrol produksi dan pelepasan T3 dan T4. Efek TRH dimodifikasi

oleh T3, peningkatan konsentrasi hormone tiroid, misalnya, mengurangi respons

adenohipofisis terhadap TRH (mengurangi reseptor TRH) sehingga pelepasan TSH menurun

dan sebagai akibatnya kadar T3 dan T4 menurun (umpan balik negative). Sekresi TRH juga

dapat dimodifikasi tidak hanya oleh T3 secara negative (umpan balik) tetapi juga melalui

pengaruh persarafan.

ANAMNESIS

Hal pertama-tama yang harus kita lakukan ketika seorang pasien datang kepada kita adalah

melakukan anamnesis, didalam anamnesis berisikan pertanyaan-pertanyaan penting terkait

kasus, pemeriksaan fisik, penunjang, working diagnosis kita serta different diagnosis kita.

Identitas pasien

Nama. Alamat, tempat tanggal lahir, umur, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan,

status social ekonomi keluarga. Keadaan social ekonomi. Termasuk anamnesis

mengenai factor resiko dan mengenai adanya gangguang aktivitas.

Keluhan utama

Keluhan utama adalah keluhan yang merupakan tujuan utama pasien datang mencari

seorang dokter. Dalam kasus yang akan saya bahas berisikan

“seorang wanita berusia 35 tahun datang ke poliklinik karena sering berdebar-debar,

sesak, keringat banyak terutama di leher, kepala, punggung, meskipun pasien berada

dalam ruangan ber-AC.”

Riwayat penyakit sekarang

Dari scenario di terangkan lagi bahwa pasien sering makan namun berat badannya

malah menurun dan tidak meningkat.

Riwayat penyakit dahulu

Pada kasus ini tidak dijelaskan pasien mengalami penyakit ini seberapa lama

Riwayat makanan

Pada kasus sudah tertera dengan sangat jelas bahwa pasien merasa nafsu makan

meningkat akan tetapi berat badan justru menurun.

Riwayat keluarga

Beberapa pertanyaan penting dapat kita tanyakan kepada pasien terkait penyakitnya

yang dia alami “apakah ada di keluarga yang mengalami hal yang sama ?”

3

Page 4: Graves Disease

PEMERIKSAAN FISIK

1. Keadaan umum

Pada umumnya keadaan penderita lemah dan kesadarannya compos mentis dengan

tanda-tanda vital yang meliputi tensi, nadi, pernafasan, takikardi, dan suhu yang

berubah.2

2. Mata

a. Exopthalmus

b. Von Stelwag Sign : jarang berkedip

c. Joffroy Sign : tidak dapat mengerutkan dahi

d. Rossenbach Sign : tremor palpebara

e. Moebius Sign : mata gak bisa jereng, arah mata kemana-mana

f. Von Grave Sign : palpebral superior gak bisa menutup

3. Aktivitas/istirahat

Insomnia, otot lemah, gangguan koordinasi, kelelahan berat, atrofi otot.

4. Emosional

Mengalami stress yang berat, emosional maupun fisik, emosi labil, dan depresi

5. Makanan/cairan

Kelihangan berat badan yang mendadak, nafsu makan meningkat, makan banyak,

frekuensi makan meningkat, kehausan, mual dan muntah, pembesaran tiroid.

6. Kenyamanan

Tidak bisa bertoleransi terhadap cuaca panas, keringat berlebihan, suhu meningkat

37,4C, kulit hangat dan kemerahan, rambut tipis, mengkilat dan lurus.

7. Seksualitas

Libido menurun, menstruasi sedikit atau tidak sama sekali, dan impotensi

Pemeriksaan fisik tiroid

Inspeksi

Posisi pasien agak kebelakang dan perhatikan pergerakan tiroid ketika menelan,

simetris atau tidak ?2

Palpasi

Lakukan palpasi di sekitar daerah tiroid, raba dan perhatikan apakah ada perbesaran

atau tidak. Perhatikan bentuk dan konsistensi dari kelenjar tiroid itu sendiri.

4

Page 5: Graves Disease

Auskultasi

Pada kelenjar tiroid yang membesar, dapat terdengar bruit yang sinkron dengan

murmur sistolik, diastolic ataupun continuous murmur. Bruit terdengar pada

hipertiroid.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan kadar serum dalam darah

Pemeriksaan minimal yang harus dikerjakan bila ada kecurigaan hipertiroid adalah FT4 dan

TSHs. Apabila didapatkan peningkatan FT4 dan penurunan TSHs, maka diagnosis hipertiroid

dapat ditegakkan.

Apabila FT4 dan TShs keduanya meningkat, maka dicurigai adatanya tumor pituitary yang

memproduksi TSH.2

Apabila FT4 normal sedangkan TSHs rendah, maka FT3 harus diperiksa juga, diagnosis

Graves disease stadium awal dan T3-secreting toxic nodules dapat ditegakkan apabila FT3

meningkat. Apabila FT3 rendah pada euthyroid sick syndrome atau pada penderita yang

mendapatkan terapi dopamine atau kortikosteroid.

Hipertiroid dengan atau tanpa goiter apabila tidak disertai dengan exopthalmus harus

dilakukan radioiodine uptake. Bila didapatkan peningkatan uptake, maka diagnosis Graves

disease dan toxic nodulas goiter dapat ditegakkan. Radioiodine uptake yang rendah

didapatkan pada hipertiroidisme yang baik, tiroiditis Hashimoto fase akut, pengobatan

dengan levotyroxin, dan jarang pada struma ovarii.2

Dokter juga dapat mempertimbangkan tes immunoglobulin thyroid-stimulating, karena

antibody tiroid harus diukur (hamper semua pasien dengan hipertiroidisme Graves memiliki

terdeteksi TSHR-AB atau Tes Antibodi TSH). Pengukuran thyroid stimulating

immunoglobulin (TSI) adalah yang paling akurat ukuran antibody tiroid. Mereka yang

menjadi positif dalam 60-90% anak dengan penyakit Graves. Jika TSI tidak tinggi, maka

penyerapan yodium radioaktif harus dilakukan; hasil tinggi dengan pola menyebar khas dari

penyakit Graves.

Hasil tes fungsi hati harus diperoleh untuk memantau toksisitas hati yang disebabkan oleh

thioamides (obat antitiroid).

5

Page 6: Graves Disease

Penyakit Graves dapat berhubungan dengan anemia normositik, rendah-normal untuk sedikit

tertekan jumlah WBC (white blood cell) total dengan limfositosis relative dan monocytosis,

rendah normal untuk jumlah trombosit sedikit tertekan. Thionamides jarang dapat

menyebabkan efek samping hematologi yang parah, tapi rutin skrining untuk peristiwa langka

tidak hemat biaya.

Investigasi ginekomastia yang terkait dengan penyakit Graves dapat mengungkapkan seks

meningkat pengikat hormone tingkat globulin dan penurunan tingkat testosterone bebas.

Penyakit Graves dapat memperburuk control diabetes dan dapat tercermin oleh peningkatan

hemoglobin A1C pada pasien diabetes. Sebuah progil lipid puasa mungkin menunjukkan

penurunan kadarkolesterol total dan penurunan tingkat trigliserida.

Indeks Wayne

Indeks Wayne merupakan table yang sengaja di buat untuk mengerahui bahwa pasien

mengalami hipertiroid, tentunya pada pemeriksaan penunjang untuk kasus ini tidak

bergantung kepada pemeriksaan ini saja melainkan tetap membutuhkan pemeriksaan

penunjang dari berbagai alat.3

Gambar 2 : indeks wayne3

6

Page 7: Graves Disease

USG

Pemeriksaan ini dilakukan untuk membedakan apakah massa yang ada merupakan massa

yang solid atau kistik, namun tidak dapat membedakan massa jinak atau ganas. Pemeriksaan

ini juga dilakukan untuk guiding saat biopsy.3

Thyroid needle biopsy

Tes ini untuk dilakukan untuk membedakan apakah nodul tersebut merupakan cold nodule

(tumor jinak) atau hot nodule (bukan tumor)

WORKING DIAGNOSIS

Penyakit graves timbul pada usia 20-30 tahun dan lebih sering timbul pada perempuan

daripada laki-laki. Pada graves terdapat 2 kelompok gambaran utama yaitu tiroidal dan

ekstratiroidal. Dan keduanya berkemungkinan tidak tampak.

Ciri-ciri tiroidal berupa goiter akibat hyperplasia kelenjar tiroid dan hipermetabolisme akibat

sekresi hormone tiroid yang berlebihan. Gejala hipermetabolisme tersebut merupakan gejala

aktivitas simpatis yang berlebihan. Pasien akan mengeluh lelah, gemetar, tidak tahan panas,

keringatan semakin banyak bila panas, kulit lembab, berat badan menurun, nafsu makan

meningkat, palpitasi, takikardi, diare, kelemahan otot dan atrofi otot.4

Manifestasi ekstratiroidal adalah oftalmopati dan infiltrasi kulit local yang biasanya terbatas

pada tungkai bawah.

Penyakit graves timbul dari mekanisme autoimun. Dalam serum pasien ini ditemukan

antibody IgG. Antibody IgG ini berinteraksi dengan thyroglobulin, thyroid peroxidase,

sodium iodide symporter dan reseptor TSH. Efek hipertiroid yang ditimbulkan disebabkan

terutama oleh karena interaksi antibody dengan reseptor TSH. Sebagai akibat interaksi ini

antibody tersebut dapat merangsang fungsi tiroid tanpa bergantung pada TSH.

Immunoglobulin yang merangsang tiroid ini (TSI) mungkin disebabkan suatu kelainan

imunitas yang bersifat herediter yang memungkinkan kelompokan limfosit tertentu dapat

bertahan, berkembangbiak dan mensekresi immunoglobulin stimulator sebagai respon

terhadap beberapa factor perangsang. Respon imun yang sama ini juga berperan untuk

oftalmopati yang ditemukan pada pasien-pasien tersebut. Penyakit graves dikaitkan dengan

anemia pernisiosa, vitiligo, DM tipe 1, insufisiensi adrenal autoimun, scleroderma,

myasthenia gravis, sindrom Sjögren, rheumatoid arthritis, dan SLE.

7

Page 8: Graves Disease

DIFFERENT DIAGNOSIS

Subakut Tiroiditis

Disebut juga infective thyroiditis, infeksi oleh bakteri atau jamur. Bentuk khas infeksi

bacterial ini ialah tiroiditis septik akut. Kuman penyebab nya antara lain staphylococcus

aureus, penyebaran langsung dari jaringan sekitarnya, saluran getah bening, trauma langsung

dan duktus tiroglosus yang persisten. Kelainan yang terjadi dapat disertai abses atau tanpa

abses. Gejala klinis berupa nyeri di leher mendadak, malaise, demam, menggigil, dan

takikardi. Nyeri bertambah pada pergerakan leher dan gerakan menelan. Daerah tiroid

membengkak dengan tanda-tanda radang lain dan sangat nyeri tekan. Pemeriksaan

laboratorium menunjukkan leukositosis, LED meningkat.4

Toxic adenoma

Toxic adenomna adalah “hot” nodul pada tiroid scintiscan, dengan follicular adenoma, tirosit

ini aktif dan secara langsung mensekresikan hormone tiroid secara berlebihan sampai ke titik

dimana terjadi nya mutasi pada G-protein dari reseptor TSH. Toxic adenoma biasanya terjadi

pada pria/wanita dengan usia lebih dari 40 tahun dengan nodul tiroid yang biasanya terdeteksi

dengan ultrasonography. Pasien ini biasanya asymptomatic. Toxic adenoma sering ditemukan

secara tidak sengaja pada pasien dengan cardiac arrhythmias, palpitas, berat badan menurun,

nafas pendek, dan atau kelemahan otot.4

Toxic Multinodular Goiter

Gejala klinis pada penyakit ini adalah pasien dengan toxic multinodular goiter biasanya

merupakan orang lansia dan mempunya beberapa gelaja otot seperti otot melemah, berat

badan turun dan di sertai dengan aritmia.

Temuan pada pemeriksaan laboratorium nya adalah serum TSH terjadi penekanan, FT4

sedikit meningkat, dan FT3 sangat meningkat. Pada penyakit ini tidak ditemukan

autoantibodi terhadap tiroid dan gejala opththalmopathy.

EPIDEMIOLOGI

Penyakit Graves adalah penyebab paling utama dari hipertiroid (60-90% dari semua kasus),

kurang lebih dari 15% penderita mempunyai predisposisi genetic, dengan kurang dari 50%

dari penderita mempunyai autoantibodi tiroid dalam sirkulasi darah. Angka kejadian pada

8

Page 9: Graves Disease

wanita sebanyak 5x lipat daripada laki-laki dengan usia bervariasi antara 20-40 tahun

(perempuan : laki-laki dari kejadian 5:1 – 10:1). Graves juga merupakan penyebab paling

umum dari hipertiroid berat, serta yang disertai dengan tanda-tanda lebih dan gejala klinis

dan kelainan laboratorium dibandingkan dengan bentuk ringan dari hipertiroidisme. 30-50%

orang dengan penyakit Graves juga akan menderita ophthalmopathy Graves (tonjolan dari

salah satu atau kedua mata), yang disebabkan oleh paradangan pada otot mata yang

menyerang autoantibody.5

ETIOLOGI dan FAKOR PREDISPOSISI

Penyakit Graves merupakan suatu penyakit autoimun yaitu saat tubuh menghasilkan antibody

yang menyerang komponen spesifik dari jaringan itu sendiri, maka penyakit ini dapat timbul

secara tiba-tiba dan penyebabnya masih belum diketahui. Hal ini disebabkan oleh

autoantibodi tiroid (TSHR-Ab) yang mengaktifkan reseptor TSH (TSHR), sehingga

merangsang tiroid sintesis dan sekresi hormon, dan pertumbuhan tiroid (menyebabkan

gondok membesar difus). Keadaan yang dihasilkan dari hipertiroidisme bisa menyebabkan

konstelasi dramatis tanda neuropsikologis fisik dan gejala.

Saat ini diidentifikasi adanya antibody IgG sebagai thyroid stimulating antibodies pada

penderita Graves’ hipertiroidisme yang berikatan dan mengaktifkan reseptor tirotropin pada

sel tiroid yang menginduksi sintesa dan pelepasan hormone tiroid.

Terdapat beberapa faktor predisposisi :

1. Genetik

Riwayat keluarga dikatakan 15x lebih besar dibandingkan populasi umum untuk terkena

Graves. Gen HLA yang berada pada rangkaian kromosom ke-6 (6p21.3) ekspresinya

mempengaruhi perkembangan penyakit autoimun ini. Molekul HLA terutama kelas II

yang berada pada sel T di timus memodulasi respons imun sel T terhadap reseptor

limfosit T (T lymphocyte receptor/TcR) selama terdapat antigen. Interaksi ini merangsang

aktivasi T helper limfosit untuk membentuk antibodi. T supresor limfosit atau factor

supresi yang tidak spesifik (IL-10 dan TGF-β) mempunyai aktifitas yang rendah pada

penyakit autoimun kadang tidak dapat membedakan mana T helper mana yang disupresi

sehingga T helper yang membentuk antibody yang melawan sel induk akan eksis dan

meningkatkan proses autoimun.5

9

Page 10: Graves Disease

2. Wanita

Wanita lebih sering terkena penyakit ini karena modulasi respons imun oleh estrogen. Hal

ini disebabkan karena epitope ekstraseluler TSHR homolog dengan fragmen pada

reseptor LH dan homolog dengan fragmen pada reseptor FSH

3. Status gizi dan berat badan lahir rendah sering dikaitkan dengan prevalensi timbulnya

penyakit autoantibodi tiroid.

4. Stress juga dapat sebagai faktor inisiasi untuk timbulnya penyakit lewat jalur

neuroendokrin.

5. Merokok dan hidup di daerah dengan defisiensi iodium.

6. Toxin, infeksi bakteri dan virus. Bakteri Yersinia enterocoliticayang mempunyai protein

antigen pada membran selnya yang sama dengan TSHR pada sel folikuler kelenjar tiroid

diduga dapat mempromosi timbulnya penyakit Graves’ terutama pada penderita yang

mempunyai faktor genetik. Kesamaan antigen bakteri atau virus dengan TSHR atau

perubahan struktur reseptor terutama TSHR pada folikel kelenjar tiroid karena mutasi

atau biomodifikasi oleh obat, zat kimia atau mediator inflamasi menjadi penyebab

timbulnya autoantibodi terhadap tiroid dan perkembangan penyakit ini.5

7. Periode post partum dapat memicu timbulnya gejala hipertiroid.

8. Pada sindroma defisiensi imun (HIV), penggunaan terapi antivirus dosis tinggi highly

active antiretroviral theraphy (HAART) berhubungan dengan penyakit ini dengan

meningkatnya jumlah dan fungsi CD4 sel T.

9. Multipel sklerosis yang mendapat terapi Campath-1H monoclonal antibodi secara

langsung, mempengaruhi sel T yang sering disertai kejadian hipertiroid.

10. Terapi dengan interferon α

PATOFISIOLOGIS

Hipertiroidisme pada penyakit Graves’ disebabkan oleh aktivasi reseptor tiroid oleh thyroid

stimulating hormone receptor antibodies yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid atau diluar

kelenjar tiroid (kelenjar limfe dan sumsum tulang) atau disebabkan proses imunologi yang

menyebabkan penurunan dari sel T suppressor sehingga sel T helper akan meningkat

(multiplikasi) dan akan merangsang sel B untuk memproduksi TSH receptor antibodies. TSH

receptor antibodies akan berikatan dengan TSH receptor pada kelenjar tiroid, meningkatkan

cyclic AMP dependent dan merangsang epithel folikular kelenjar tiroid untuk memproduksi

tiroksin dan triiodotironin (T4 dan T3) serta merangsang terjadinya hipertrophi dan hiperplasi

10

Page 11: Graves Disease

kelenjar tiroid. Berikatannya Thyroid Stimulating Antibodi dengan reseptor TSH akan

merangsang proses inflamasi dengan pengeluaran faktor-faktor inflamasi (sitokin)

interleukin-1, tumor necrosis factor a (TNF-a) dan interferon-γ yang akan merangsang

ekspresi molekul adhesi CD54 dan molekul regulator CD40 dan HLA class II sehingga sel

akan mengalami proses inflamasi. Mekanisme ikatan dan aktifasi antara thyroid stimulating

antibodies dengan receptor tirotropin (TSH receptor) tidak diketahui dengan pasti. Suatu studi

mengatakan thyroid stimulating antibodies akan bergabung dengan epitope yang sesuai pada

domain ekstraseluler reseptor tirotropin.6

Ada 3 jenis autoantibodi terhadap reseptor TSH, yaitu:

Thyroid-stimulating imunoglobulin (TSI): antibodi ini (terutama Imunoglobulin   G)

bertindak sebagai LATS (Long-Acting Stimulan Tiroid), mengaktifkan sel-sel dengan

cara yang lebih lama dan lebih lambat dari hormon thyroid-stimulating normal (TSH),

yang menyebabkan produksi tinggi hormon tiroid.

Tiroid growth imunoglobulin (TGI): antibodi ini mengikat langsung ke reseptor

TSH dan yang terlibat dalam pertumbuhan folikel tiroid.

Thyrotropin Binding-inhibitor Imunoglobulin (TBII): antibodi ini menghambat TSH

dengan reseptornya, dengan demikian menyebabkan fungsi thyroid menurun.

GEJALA KLINIS

Pada penderita usia muda pada umumnya didapatkan palpitasi, nervous, mudah capek,

hiperkinesia, diare, keringat berlebihan, tidak tahan terhadap udara panas dan lebih suka

udara dingin.7

Pada penderita di atas 60 tahun yang menonjol adalah manifestasi kardiovaskuler dan miopati

dengan keluhan utama adalah palpitasi, sesak waktu melakukan aktivitas, tremor, nervous,

dan penurunan berat badan.

Gejala lain didapatkan juga penurunan berat badan tanpa disertai penurunan nafsu makan,

kelenjar tiroid membesar, didapatkan tanda-tanda mata tirotoksikosis (exopthalmus) dan

umumnya terjadi takikardi ringan. Kelemahan otot dan kehilangan massa otot terutama pada

kasus berat yang ditandai penderita biasanya tidak mampu berdiri dari kursi tanpa bantuan.

11

Page 12: Graves Disease

Dermopati merupakan penebalan pada kulit terutama pada tibia bagian bawah sebagai akibat

dari penumpukan glikoaminoglikan (non pitting edema). Keadaan ini sangat jarang, hanya

terjadi pada 2-3 % penderita.

Secara rinci, Gejala-gejala penyakit Graves’ dalam berbagai sistem, adalah sebagai berikut:

Umum – Kelelahan, kelemahan

Dermatologic - Hangat, lembab, kulit halus, berkeringat; halus rambut; onycholysis;

vitiligo, alopecia; pretibial myxedema

Neuromuskular - Getaran, kelemahan otot proksimal, kelelahan mudah, kelumpuhan

periodik pada orang dari kelompok etnis rentan

Kerangka - Sakit punggung, peningkatan risiko untuk patah tulang

Kardiovaskular - Palpitasi, dyspnea pada aktivitas, nyeri dada.

Pernapasan – Dispnea

Gastrointestinal - motilitas usus meningkat dengan peningkatan frekuensi buang air

besar

Ophthalmologic - Tearing, sensasi berpasir di mata, fotofobia, nyeri mata, mata

menonjol (exopthalmus) , diplopia, kehilangan penglihatan

Ginjal - Poliuria, polydipsia

Hematologi - Mudah memar

Metabolik - Panas intoleransi, penurunan berat badan meskipun nafsu makan

meningkat.

Endokrin / reproduksi - periode menstruasi yang tidak teratur, penurunan volume

menstruasi, ginekomastia, impotensi

Psikiatri - Gelisah, cemas, lekas marah, insomnia

Gambaran klinis dari Laboratorium, adalah :

Apabila ada kecurigaan hipertiroid maka yang diperiksa adalah FT4 (free tiroksin),

FT3 dan TSHs.

Pemeriksaan thyroid antibody diantaranya adalah Tg Ab (Thyroglobulin Antibodi)

dan TPO Antibodi (Thyroperoxidase Antibodi) biasanya positif pada penderita

Graves’ disease dan Hashimoto’s thyroiditis tetapi untuk TSH-R Ab (stimulating)

adalah khas untuk Graves’ disease.

technetium scan biasanya digunakan untuk mengevaluasi ukuran kelenjar dan adanya

nodul “hot” atau “cold”.

12

Page 13: Graves Disease

PENATALASANAAN

Walaupun yang mendasari penyakit Graves ini adalah suatu proses autoimun, namun ada

beberapa penatalaksanaan ditujukan untuk mengendalikan hipertiroidnya, yaitu :8

Obat anti tiroid

PTU (Propyl thiouracyl) pada umumnya dosis awal adalah 100-150 mg setiap 6 jam,

setelah 4-8 minggu dosis diturunkan menjadi 50-200 mg sekali atau dua kali dalam

sehari. Keuntungan PTU dibandingkan dengan methimazole adalah bahwa PTU dapat

menghambat konversi T4 menjadi T3 sehingga lebih efektif dalam menurunkan

hormone tiroid secara cepat.

Methimazole mempunyai duration of action yang lebih panjang sehingga lebih

banyak digunakan sebagai single dose. Dosis awal dimulai dengan 40 mg setiap pagi

selama 1-2 bulan dan selanjutnya dosis diturunkan menjadi 5-20 mg setiap pagi

sebagai dosis rumatan. Terapi diberikan sampai mengalami remisi spontan, pada

sekitar 20-40% mengalami perbaikan dalam 6 bulan sampai 15 tahun. Observasi

diperlukan dalam jangka panjang oleh karena angka kekambuhan sangat tinggi yaitu

sekitar 50% - 60% penderita.

Terapi pembedahan

Pada penderita dengan kelenjar gondok yang besar atau dengan goiter multinoduler

maka tiroidektomi subtotal merupakan pilihan. Operasi baru bisa dikerjakan setelah euthyroid

dan dua minggu sebelum operasi penderita diberikan solutio lugol dengan dosis 5 tetes dua

kali sehari. Pemberian solutio lugol bertujuan untuk mengurangi vaskularisasi kelenjar

sehingga akan mempermudah jalannya operasi. Pada sebagian penderita Graves’ disease

membutuhkan suplemen hormone tiroid setelah dilakukan tiroidektomi. Komplikasi

pembedahan adalah hipoparatiroidisme dan terjadi kerusakan pada nervus recurrent

laryngeal.9

Indikasi operasi adalah :

1. Pasien umur muda dengan struma yang besar serta tidak mempan dengan Obat Anti

Tiroid.

2. Pada wanita hamil (trimester kedua) yang memerlukan Obat Anti Tiroid dosis   tinggi.

3. Alergi terhadap Obat Anti Tiroid, pasien tidak bisa menerima iodium radioaktif.

13

Page 14: Graves Disease

4. Adenoma toksik atau struma multinodular toksik.

5. Pada penyakit grave yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul.

Terapi Radioaktif Iodine

Dengan menggunakan I131, setelah menggunakan iodine radioaktif, kelenjar akan

mengecil dan menjadi eutiroid setelah 6-12 minggu. Pada orang tua dan mempunyai penyakit

dasar jantung, tirotoksikosis yang berat atau ukuran kelenjar yang besar (>100 gr) harus

diterapi dengan methimazole sampai eutiroid dulu kemudian methimazole di stop selama 5-7

hari baru diterapi dengan I131.

Terapi Medik Lain

1. Pada saat terjadi tirotoksikosis akut preparat penyekat beta adrenergik (beta blocker)

sangat membantu untuk mengendalikan takikardi, hipertensi dan atrial fibrilasi. Selain

itu, Beta blocker juga dapat membantu menurunkan hormone tiroid melalui

mekanisme menghambat konversi T4 menjadi T3.

2. Nutrisi yang adekuat dan multivitamin.

KOMPLIKASI

Komplikasi Graves’ disease adalah krisis tiroid (thyroid storm). Krisis tiroid adalah kondisi

hipermetabolik yang mengancam jiwa dan ditandai oleh demam tinggi dan disfungsi sistem

kardiovaskular, sistem saraf, dan sistem saluran cerna. Awalnya, timbul hipertiroidisme yang

merupakan kumpulan gejala akibat peningkatan kadar hormon tiroid yang beredar dengan

atau tanpa kelainan fungsi kelenjar tiroid. Ketika jumlahnya menjadi sangat berlebihan,

terjadi kumpulan gejala yang lebih berat, yaitu tirotoksikosis. Krisis tiroid merupakan

keadaan dimana terjadi dekompensasi tubuh terhadap tirotoksikosis tersebut. Tipikalnya

terjadi pada pasien dengan tirotoksikosis yang tidak terobati atau tidak tuntas terobati yang

dicetuskan oleh tindakan operatif, infeksi, atau trauma. Gambaran klinisnya ialah distress

berat, sesak napas, takikardia, hiperpireksia, lemah, bingung, delirium,muntah, diare.

Pengobatan terdiri dari suportif dan obat antitiroid-karbimasol 15-20 mg tiap 6 jam atau PTU

150-250 mg tiap 6 jam. Lugol 10 tetes tiap 8 jam. Pengaruh adrenergik diobati dengan

memasukkan hati-hati propanolol 1-2 mg iv. Dosis ini dapat diulang tiap setengah jam

dengan monitor EKG. Kemudian dapat diteruskan dengan Propanolol 40 mg tiap 8 jam.

Pengobatan suportif berupa rehidrasi dengan cairan infuse, kompres dingin, oksigen.10

14

Page 15: Graves Disease

PROGNOSIS

Pada umumnya penyakit Graves’ mengalami periode remisi dan eksaserbasi, namun pada

beberapa penderita setelah terapi tetap pada kondisi eutiroid dalam jangka lama, beberapa

penderita dapat berlanjut ke hipotiroid. Follow up jangka panjang diperlukan untuk penderita

dengan penyakit Graves’.10

DAFTAR PUSTAKA

1. Schteingart DE. Gangguan kelenjar tiroid. Dalam Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Price, SA. Wilson LM. Edisi 6. Volume 2. 2006. Jakarta:Penerbit buku kedokteran EGC. p 1225-1236.

2. Bauer DC. McPhee SJ. Thyroid disease. Dalam Lange pathophysiology of disease. McPhee SJ. Ganong WF. Edisi 5. 2006. New York:Lange medical book. p 567-588.

3. Hipertiroid. Dalam Kapita selekta kedokteran. Mansjoer A. Triyanti K. Savitri R. Wardhani WK. Setiowulan W. Edisi 3. Jilid 1. 2000. Jakarta:Media aescapularis. h 594-595.

4. Santoso M. Endokrin metabolic. Dalam Standar pelayanan medis penyakit dalam. 2003. Jakarta: Bidang penerbitan yayasan diabetes Indonesia. h. 29-32.

5. Wartofsky L. Penyakit tiroid. Dalam Harrison prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Edisi 13. Volume 5. Editor: Asdie AH. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC.

6. Corwin. E J, Patofisiologi, Edisi 1, EGC, Jakarta, 2001: hal 263 – 265

7. Subekti, I, Makalah Simposium Current Diagnostic and Treatment Pengelolaan

Praktis Penyakit Graves, FKUI, Jakarta, 2001: hal 1 – 5

8. Harrison, Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam, alih bahasa Prof.Dr.Ahmad H. Asdie,

Sp.PD-KE, Edisi 13, Vol.5, EGC, Jakarta, 2000: hal 2144 – 2151

9. Djokomoeljanto. Tirotoksikosis-Penyakit Graves. Dalam Tiroidologi klinik Edisi 1.

Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 2007. Hal 220-281

10. Noer HMS, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 1, Edisi 3, Balai Penerbit Fakultas

Kedokteran UI, Jakarta, 1996: hal 725 – 778

15