Obstruksif Jaundice

download Obstruksif Jaundice

of 30

Transcript of Obstruksif Jaundice

  • 7/30/2019 Obstruksif Jaundice

    1/30

    OBSTRUKSI JAUNDICE

    PENDAHULUAN

    Ikterus (icterus) berasal dari bahasa Greek yang berarti kuning. Nama lain ikterus adalah

    jaundice yang berasal dari bahasa Perancis jaune yang juga berarti kuning. Dalam hal ini

    menunjukan peningkatan pigmen empedu pada jaringan dan serum. Jadi ikterus adalah warna

    kuning pada sclera, mukosa dan kulit yang disebabkan oleh akumulasi pigmen empedu di dalam

    darah dan jaringan (> 2 mg / 100 ml serum).

    Ada 3 tipe ikterus yaitu ikterus pre hepatika (hemolitik), ikterus hepatika (parenkimatosa)

    dan ikterus post hepatika (obstruksi). Ikterus obstruksi (post hepatika) adalah ikterus yang

    disebabkan oleh gangguan aliran empedu antara hati dan duodenum yang terjadi akibat adanya

    sumbatan (obstruksi) pada saluran empedu ekstra hepatika. Ikterus obstruksi disebut juga ikterus

    kolestasis dimana terjadi stasis sebagian atau seluruh cairan empedu dan bilirubin ke dalam

    duodenum.

    Ada 2 bentuk ikterus obstruksi yaitu obstruksi intra hepatal dan ekstra hepatal. Ikterus

    obstruksi intra hepatal dimana terjadi kelainan di dalam parenkim hati, kanalikuli atau kolangiola

    yang menyebabkan tanda-tanda stasis empedu sedangkan sedangkan ikterus obstruksi ekstra

    hepatal terjadi kelainan diluar parenkim hati (saluran empedu di luar hati) yang menyebabkan

    tanda-tanda stasis empedu . Yang merupakan kasus bedah adalah ikterus obstruksi ekstra hepatal

    sehingga sering juga disebut sebagai surgical jaundice dimana morbiditas dan mortalitas

    sangat tergantung dari diagnosis dini dan tepat.1,4

    1

  • 7/30/2019 Obstruksif Jaundice

    2/30

    DEFINISI

    Ikterus (icterus) berasal dari bahasa Greek yang berarti kuning. Nama lain ikterus adalah

    jaundice yang berasal dari bahasa Perancis jaune yang juga berarti kuning. Dalam hal ini

    menunjukan peningkatan pigmen empedu pada jaringan dan serum. Jadi ikterus adalah warna

    kuning pada sclera, mukosa dan kulit yang disebabkan oleh akumulasi pigmen empedu di dalam

    darah dan jaringan (> 2 mg / 100 ml serum).1

    ETIOLOGI

    Etiologi obstruksi ekstra hepatal dapat berasal dari intra luminer, intra mural dan ekstra

    luminer. Sumbatan intra luminer karena kelainan yang terletak dalam lumen saluran empedu .

    Yang paling sering menyebabkan obstruksi adalah batu empedu. Pada beberapa kepustakaan

    menyebutkan selain batu dapat juga sumbatan akibat cacing ascaris.

    Sumbatan intra mural karena kelainan terletak pada dinding saluran empedu seperti kista duktus

    koledokus, tumor Klatskin, stenosis atau striktur koledokus atau striktur sfingter papilla vater.

    Sumbatan ekstra luminer karena kelainan terletak diluar saluran empedu yang menekan

    saluran tersebut dari luar sehingga menimbulkan gangguan aliran empedu. Beberapa keadaan

    yang dapat m,enimbulkan hal ini antara lain pankreatitis, tumor kaput pancreas, tumor vesika

    fellea atau metastasis tumor di daerah ligamentum hepatoduodenale.

    Pada beberapa kepustakaan disebutkan bahwa etiologi ikterus obstruksi terbanyak oleh

    keganasan. Hatfield et al, melaporkan bahwa etiologi ikterus obstruksi terbanyak adalah 70%

    oleh karsinoma kaput pankreas diikuti oleh 8% batu CBD (common bile duct) dan 2% karsinoma

    kandung empedu sedangkan Little, juga melaporkan hal yang sama dimana etiologi ikterus

    obstruksi 50% oleh keganasan, 17% oleh batu dan 11% oleh trauma.1

    2

  • 7/30/2019 Obstruksif Jaundice

    3/30

    ANATOMI

    Kandung empedu merupakan kantong berbentuk seperti buah alpukat yang terletak tepat

    dibawah lobus kanan hepar. Pada orang dewasa panjangnya sekitar 7-10 cm, yang berfungsi

    untuk menyimpan empedu dengan kapasitas 45 ml. Empedu yang disekresi secara terus

    menerus oleh hati masuk ke saluran empedu yang kecil di dalam hepar. Saluran empedu yang

    kecil-kecil tersebut bersatu membentuk dua saluran yang lebih besar yang keluar dari permukaan

    bawah hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri, yang akan bersatu membentuk duktus

    hepatikus komunis.

    Duktus hepatikus komunis bergabung dengan duktus sistikus membentuk duktus

    koledokus. Pada banyak orang, duktus koledokus bersatu dengan duktus pankreatikus

    membentuk ampulla Vateri (bagian duktus yang melebar pada tempat menyatu) sebelum

    bermuara ke duodenum. Bagian terminal dari kedua saluran dan ampla dikelilingi oleh serabut

    otot sirkular, dikenal sebagai sfingter Oddi.

    A. Duktus Bilier Intrahepatik

    Hujung atau bagian hulu dari biliaris intrahepatik berpangkal dari saluran paling kecil

    yang disebut kanalikulus empedu yang meneruskan curahan sekresi empedu melalui duktus

    interlobaris ke duktus lobaris, dan selanjutnya ke duktus hepatikus di hilus.

    Duktus hepatikus kiri mengaliri 3 segmen hepat kiri (segmen II, III, IV). Duktus hepatikus kiri

    berasal dari hepar dan berakhir di duktus hepatikus kommunis. Setelah melakukan bifurkasio

    pada duktus hepatikus kanan-kiri, duktus epatikus kiri akan turun ke fissure umbilikalis

    sepanjang permukaan bawah segmen IVb di atas dan samping cabang kiri vena porta. Beberapa

    cabang arteri kecil dari lobus quadratus (segmen IV) dan lobus kaudatus (segmen I) masuk ke

    duktus kiri pada daerah ini. Duktus hepatikus kiri membentuk fissure umbilikalis oleh cabang

    segmen III (lateral) dan bagian IVb (medial) duktus. Segmen II dan IVa membentuk cabang

    setelah berjalan mengikuti fissure umbilicalis ventrikal ke arah bawah menuju ligamentum

    falciform.

    B. Duktus Bilier Ekstrahepatik

    Sistem bilier ekstrahepatik berisi bifurkasi dari duktus hepatik kiri dan kanan, duktus

    hepatik kommunis dan duktus bilier, duktus sistikus dan kantung empedu. Duktus hepatik kiri

    dibentuk oleh drainase duktus segmen II, III dan IV dari hepar. Berjalan horizontal sepanjang

    3

  • 7/30/2019 Obstruksif Jaundice

    4/30

    basis segmen IV dengan panjang 2 cm atau lebih. Duktus hepatik kanan dibentuk oleh bagian

    posterior kanan duktus hepatik (segmen VI dan VII) dan anterior kanan (segmen V dan VIII) dan

    merupakan bagian ekstrahepatik yang terpendek. Duktus hepatik kommunis terletak di sebelah

    anterior dari ligamentum ekstrahepatik dan gabungan duktus sistikus.

    I. Duktus Biliaris Kommunis / Duktus Choledocus

    Duktus biliaris kommunis memiliki panjang 5-9 cm, dan dibagi atas tiga segmen :

    a. Segmen supra duodenal

    Terletak pada tepi bebas ligamentum hepatoduodenal, sedikit di sebelah dextro-

    anterior a. hepatica communis dan vena porta.

    b. Segmen retroduodenal

    Berada di sebelah dorsal pars superior duodeni, di luar ligamentum hepatoduodenale,

    berjalan sejajar dengan vena portae dan tetap berada di sebelah dextra vena portae.

    c. Segmen intrapankreatik

    Terletak di bagian dorsal caput pankreas, di sebelah ventral vena renalis sinistra dan

    vena cava inferior.

    Duktus sistikus sebagai pintu masuk ke duktus hepatik kommunis menjadi awal dari

    duktus biliaris kommunis, yang akan berjalan inferior ke arah duodenum pada tepi

    bebas omentum ke sebelah kanan arteri hepatic dan anterior vena porta. Duktus

    biliaris kommunis berjalan melewati samping dari bagian pertama duodenum.

    Mukosanya berupa epitel kuboid, dan dindingnya dibentuk oleh jaringan fibrosa

    dengan otot polos yang sedikit jumlahnya.

    II. Duktus Sistikus

    Merupakan lanjutan dari fesica fellea, terletak pada porta hepatic. Duktus sistikus

    berasal dari infundibulum kandung empedu dan bejalan medial dan inferior dan

    bergabung menjadi duktus hepatikus kommunis. Duktus sistikus mempunyai

    diameter 1-3 mm dan panjang antara 1 mm sampai 6 mm. Duktus ini menghubungkan

    kandung empedu dengan duktus biliaris kommunis dan katup berbentuk spiral Heiser

    yang mensuplai aliran keluar.

    4

  • 7/30/2019 Obstruksif Jaundice

    5/30

    Kandung empedu divaskularisasi oleh arteri sistikus yang merupakan percabangan arteri

    hepatik dekstra, sedangkan vena sistikus berasal dari permukaan hati melawati vesika vellea dan

    masuk ke lobus quadratus. Sistem persarafan kandung empedu oleh sistem simpatis dan

    parasimpatis yang keduanya melalui pleksus seliakus. Saraf simpatis preganglionik berasal dari

    level T8 dan T9 sedangkan saraf parasimpatis postganglionik berada pada pleksus seliakus dan

    berjalan sepanjang arteri hepatis dan vena porta menuju kandung empedu. Drainase limfatik

    kendung empedu melewati nodus hepatikus melalui nodus sistikus dekat dengan kollum kandung

    empedu dimana alirannya menuju limfonodus seliakus.2,4,6

    FISIOLOGI METABOLISME

    BILIRUBIN

    5

  • 7/30/2019 Obstruksif Jaundice

    6/30

    Bilirubiin merupakan pigmen tetrapirol yang larut dalam lemak yang berasal dari

    pemecahan sel-sel eritrosit tua dalam sistem monosit makrofag. Masa hidup rata-rata eritrosit

    adalah 120 hari. Setiap hari sekitar 50 cc darah dihancurkan menghasilkan 200 250 mg

    bilirubin. Kini diketahui juga bahwa pigmen empedu sebagian juga berasal dari destruksi

    eritrosit matang dalam sum-sum tulang dan dari hemoprotein lain terutama hati.

    Sebagian besar bilirubin berasal dari pemecahan hemoglobin di dalam sel-sel fagosit

    mononuclear dari sistem retikulo-endotelial terutama dalam lien. Cincin hem setelah dibebaskan

    dari Fe dan globin diubah menjadi biliverdin yang berwarna hijau oleh enzim heme oksigenase.

    Enzim reduktase akan merubah biliverdin menjadi bilirubin yang berwarna kuning. Bilirubin ini

    akan berikatan dengan protein sitosolik spesifik membentuk kompleks protein-pigmen dan

    ditransportasikan melalui darah ke dalam sel hati. Bilirubin ini dikenal sebagai bilirubin yangbelum dikonyugasi (bilirubin I) atau bilirubin indirek berdasarkan reaksi diazo Van den Berg.

    Bilirubin indirek ini tidak larut dalam air dan tidak diekskresi melalui urine.

    Di dalam sel hati albumin dipisahkan dan bilirubin dikonyugasi dengan asam glukoronik

    dan dikeluarkan ke saluran empedu. Bilirubin ini disebut bilirubin terkonyugasi (bilirubin II)

    yang larut dalam air atau bilirubin direk yang memberikan reaksi langsung dengan diazo Van

    den Berg. Didalam hati kira-kira 80% bilirubin terdapat dalam bentuk bilirubin direk

    (terkonyugasi atau bilirubin II).

    Melalui saluran empedu, bilirubin direk akan masuk ke usus halus sampai ke kolon. Oleh

    aktivitas enzim-enzim bakteri dalam kolon glukoronid akan pecah dan bilirubin dirubah menjadi

    mesobilirubinogen, stercobilinogen dan urobilinogen yang sebagian besar diekskresikan ke

    dalam feses. Urobilinogen akan dioksidasi menjadi urobilin yang memberi warna feses. Bila

    terjadi obstruksi total saluran empedu maka tidak akan terjadi pembentukan urobilinogen dalam

    kolon sehingga warna feses seperti dempul (acholic). Urobilinogen yang terbentuk akan

    direabsorbsi dari usus , dikembalikan ke hepar yang kemudian langsung diekskresikan ke dalam

    empedu. Sejumlah kecil yang terlepas dari ekskresi hepar mencapai ginjal dan diekskresi melalui

    urine. 1,2,4

    PATOGENESIS

    6

  • 7/30/2019 Obstruksif Jaundice

    7/30

    Hiperbilirubinemia adalah tanda nyata dari ikterus. Kadar normal bilirubin dalam serum

    berkisar antara 0,3 1,0 mg/dl dan dipertahankan dalam batasan ini oleh keseimbangan antara

    produksi bilirubin dengan penyerapan oleh hepar, konyugasi dan ekskresi empedu.

    Bila kadar bilirubin sudah mencapai 2 2,5 mg/dl maka sudah telihat warna kuning pada

    sklera dan mukosa sedangkan bila sudah mencapai > 5 mg/dl maka kulit tampak berwarna

    kuning .

    Ikterus obstruksi terjadi bila :

    1. Terjadinya gangguan ekskresi bilirubin dari sel-sel parenkim hepar ke sinusoid.

    Hal ini disebut ikterus obstruksi intra hepatal. Biasanya tidak disertai

    dengandilatasi saluran empedu. Obstruksi ini bukan merupakan kasus bedah.

    2. Terjadi sumbatan pada saluran empedu ekstra hepatal. Hal ini disebut sebagai

    ikterus obstruksi ekstra hepatal. Oleh karena adanya

    sumbatan maka akan terjadi dilatasi pada saluran empedu . Karena adanya

    obstruksi pada saluran empedu maka terjadi refluks bilirubin direk (bilirubin

    terkonyugasi atau bilirubi II) dari saluran empedu ke dalam darah sehingga

    menyebabkan terjadinya peningkatan kadar bilirubin direk dalam darah.

    Bilirubin direk larut dalam air, tidak toksik dan hanya terikat lemah pada albumin.Oleh karena kelarutan dan ikatan yang lemah pada albumin maka bilirubin direk

    dapat diekskresikan melalui ginjal ke dalam urine yang menyebabkan warna urine

    gelap seperti teh pekat. Urobilin feses berkurang sehingga feses berwarna pucat

    seperti dempul (akholis) . Karena terjadi peningkatan kadar garam-garam empedu

    maka kulit terasa gatal-gatal (pruritus).1,3

    7

  • 7/30/2019 Obstruksif Jaundice

    8/30

    KLASIFIKASI

    Menurut Benjamin IS 1988, klasifikasi ikterus obstruksi terbagi atas 4 tipe yaitu :

    Tipe I : Obstruksi komplit.

    Obstruksi ini memberikan gambaran ikterus. Biasanya terjadi karena tumor kaput

    pancreas, ligasi duktus biliaris komunis, kolangiokarsinoma, tumor parenkim hati primer

    atau sekunder.

    Tipe II : Obstruksi intermiten.

    Obstruksi ini memberikan gejala-gejala dan perubahan biokimia yang khas serta dapatdisertai atau tidak dengan serangan ikterus secara klinik.

    Obstruksi dapat disebabkan oleh karena koledokolitiasis, tumor periampularis, divertikel

    duodeni, papiloma duktus biliaris, kista koledokus, penyakit hati polikistik, parasit intra

    bilier, hemobilia.

    Tipe III : Obstruksi inkomplit kronis.

    Dapat disertai atau tidak dengan gejala-gejala klasik atau perubahan biokimia yang padaakhirnya menyebabkan terjadinya perobahan patologi pada duktus bilier atau hepar.

    Obstruksi ini dapat disebabkan oleh karena striktur duktus biliaris komunis ( kongenital,

    traumatik, kolangitis sklerosing atau post radiotherapy ), stenosis anastomosis bilio-

    enterik, stenosis sfingter Oddi, pankreatitis kronis, fibrosis kistik, diskinesia.

    Tipe IV : Obstruksi segmental.

    Obstruksi ini terjadi bila satu atau lebih segmen anatomis cabang biliaris mengalami

    obstruksi. Obstruksi segmentalini dapat berbentuk obstruksi komplit, obstruksi intermiten

    atau obstruksi inkomplit kronis. Dapat disebabkan oleh trauma (termasuk iatrogenik),

    hepatodokolitiasis, kolangitis sklerosing, kolangiokarsinoma.1

    8

  • 7/30/2019 Obstruksif Jaundice

    9/30

    CHOLELITHIASIS

    PENDAHULUAN

    Cholelithiasis adalah istilah medis untuk penyakit batu empedu. Cholelithiasis adalah

    batu yang terbentuk di saluran empedu, biasanya di kantong empedu. Batu empedu berkembang

    secara asimtomatik, dan mungkin tetap tanpa gejala selama beberapa dekade. Selama kontraksi

    kandung empedu, batu empedu akan bermigrasi ke dalam pembukaan duktus sistikus yang

    seterusnya dapat menghalangi aliran empedu. Obstruksi cairan empedu akan meningkatkan

    tekanan dinding kandung empedu dan seterusnya menimbulkan gejala nyeri kolik pada pasien

    (kolik bilier). Obstruksi duktus sistikus yang berlangsung selama lebih dari beberapa jam, dapat

    menyebabkan peradangan kandung empedu akut (kolesistitis akut).

    Choledocholithiasis mengacu pada kehadiran satu atau lebih batu empedu dalam saluran

    empedu. Biasanya, hal ini terjadi ketika batu empedu melewati dari kantong empedu ke dalam

    saluran empedu umum (common bile duct).

    Cholelithiasis.

    A gallbladder filled with gallstones

    (examined extracorporally after

    laparoscopic cholecystectomy [LC]).

    Batu empedu pada ductus choledocus dapat menyebabkan obstruksi terutama di bagian distal

    ampula Vater yaitu titik di mana saluran empedu umum dan saluran pankreas bergabung

    9

  • 7/30/2019 Obstruksif Jaundice

    10/30

    sebelum membuka ke duodenum. Obstruksi aliran empedu oleh batu pada ampula Vater dapat

    mengakibatkan timbulnya gejala nyeri perut dan ikterik. Bagian proksimal dari obstruksi cairan

    empedu sering menjadi terinfeksi, dan bakteri dapat menyebar dengan cepat kembali sistem

    duktus ke hati untuk menghasilkan proses infeksi yang mengancam jiwa yang disebut ascending

    cholangitis. Obstruksi dari saluran pankreas oleh batu empedu dalam ampula Vater juga dapat

    memicu aktivasi enzim pencernaan pankreas dalam pankreas itu sendiri, menyebabkan

    pankreatitis akut.

    Cholelithiasis kronis dapat menyebabkan fibrosis progresif dan dapat menyebabkan gangguan

    fungsi kandung empedu. Kolesistitis kronis merupakan predisposisi untuk terjadinya kanker

    kandung empedu.

    Ultrasonografi adalah pemeriksaan penunjang yang menjadi pilihan awal dalam kebanyakan

    kasus suspek batu kandung empedu atau penyakit saluran empedu.

    Pengobatan batu empedu tergantung pada stadium penyakit. Batu empedu asimtomatik dapat

    dikelola tanpa pembedahan. Intervensi bedah definitif dengan eksisi kantong empedu

    (kolesistektomi) sebagai tatalaksana pada obstruksi batu empedu yang menimbulkan gejala.

    Kolesistektomi adalah salah satu prosedur yang paling sering dilakukan pada tindakan bedah

    abdomen. Komplikasi penyakit batu empedu mungkin memerlukan manajemen khusus untuk

    meringankan obstruksi dan infeksi.6

    Common bile duct stone (choledocholithiasis). The sensitivity of transabdominal

    ultrasonography for choledocholithiasis is approximately 75% in the presence of

    dilated ducts and 50% for nondilated ducts. Image courtesy of DT Schwartz.

    10

  • 7/30/2019 Obstruksif Jaundice

    11/30

    INSIDENS & EPIDEMIOLOGI

    Insidens dan prevalensi dari kolelithiasis dapat dipengaruhi oleh banyak faktor antaranya

    berupa faktor umur, jenis kelamin, etnik, genetic dan lain-lain. Di Amerika Serikat, kasus batu

    empedu terjadi kurang lebih pada 20 juta orang (10-20% pada orang dewasa), dimana insidens

    pada wanita lebih tinggi dibandingkan pada pria dengan perbandingan 2,5:1, dan terjadi

    peningkatan prevalensi seiring dengan bertambahnya umur yaitu setelah umur 60 tahun, 10-15%

    pada pria dan 20-40% pada wanita. Jumlah batu juga bervariasi pada tiap pasien dari 1 26 000.

    Batu empedu biasanya tidak ditemukan pada anak-anak. Dimulai pada masa pubertas, terjadi

    peningkatan konsentrasi kolestrol pada empedu. Setelah umur 15 tahun, prevalensi batu empedu

    pada wanita meningkat kurang lebih 1% per tahun dan pada pria 0,5% per tahun.

    Faktor resiko pada orang Kaukasian adalah sebesar 50% pada wanita dan 30% pada pria.

    Prevalensi yang sama terdapat pada orang meksiko Amerika dan penduduk asli Amerika,

    sedangkan pada orang Afrika Amerika mempunyai faktor resiko yang sedikit lebih rendah.

    Prevalensi kolestrol kolelithiasis pada Negara barat lainnya sama seperti Amerika Serikat, namun

    sedikit lebih rendah pada orang afrika dan asia.

    Pada penelitian di Itali, ditemukan 20% wanita dan 14% pria yang memiliki batu

    empedu. Pada penelitian Danish, prevalensi batu empedu pada usia 30 tahun adalah sebesar 1,8%untuk pria dan 4,8% untuk wanita. Prevalensi batu empedu pada usia 60 tahun sebesar 12,9%

    untuk pria dan 22,4% untuk wanita.2

    11

  • 7/30/2019 Obstruksif Jaundice

    12/30

    DEFINISI

    Merupakan timbunan kristal di dalam kantung empedu atau didalam saluran empedu6

    ETIOLOGI & FAKTOR RESIKO

    Etiologi Kolelitiasis

    Batu kandung empedu atau dikenal juga sebagai gallstones, biliary calculus merupakan

    gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang terbentuk di dalam

    kandung empedu.

    Empedu normal terdiri dari 70% garam empedu (terutama kolik dan asam

    chenodeoxycholic), 22% fosfolipid (lesitin), 4% kolesterol, 3% protein dan 0,3% bilirubin.2

    Etiologi batu empedu masih belum diketahui dengan sempurna namun yang paling penting

    adalah gangguan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis empedu

    dan infeksi kandung empedu.3 Sementara itu, komponen utama dari batu empedu adalah

    kolesterol yang biasanya tetap berbentuk cairan. Jika cairan empedu menjadi jenuh karena

    kolesterol, maka kolesterol bisa menjadi tidak larut dan membentuk endapan di luar empedu.2,4,6

    Faktor Resiko

    Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun, semakin

    banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan untuk terjadinya

    kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara lain :

    1. Jenis Kelamin. Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan

    dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap peningkatan eskresi

    kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan, yang menigkatkan kadar esterogen juga

    meningkatkan resiko terkena kolelitiasis. Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormon

    (esterogen) dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu dan penurunan aktivitas

    pengosongan kandung empedu.

    12

  • 7/30/2019 Obstruksif Jaundice

    13/30

    2. Usia. Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Orang

    dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan orang

    degan usia yang lebih muda.

    3. Berat badan (BMI). Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih

    tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka kadar kolesterol

    dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurasi garam empedu serta mengurangi

    kontraksi/ pengosongan kandung empedu.

    4. Makanan. Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat (seperti setelah operasigatrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat

    menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.

    5. Riwayat keluarga. Orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih besar

    dibandingkann dengan tanpa riwayat keluarga.

    6. Aktifitas fisik. Kurangnya aktifitas fisik berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya

    kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit berkontraksi.

    7. Penyakit usus halus. Penyakit yang dilaporkan berhubungan dengan kolelitiasis adalah crohn

    disease, diabetes, anemia sel sabit, trauma, dan ileus paralitik.

    8. Nutrisi intravena jangka lama. Nutrisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung empedu

    tidak terstimulasi untuk berkontraksi, karena tidak ada makanan/ nutrisi yang melewati intestinal.

    Sehingga resiko untuk terbentuknya batu menjadi meningkat dalam kandung empedu.2,4,6

    13

  • 7/30/2019 Obstruksif Jaundice

    14/30

    FISIOLOGI

    Fungsi utama kandung empedu adalah menyimpan dan memekatkan empedu. Kandung

    empedu mampu menyimpan sekitar 45 ml empedu yang dihasilkan hati. Empedu yang dihasilkan

    hati setiap hari sekitar 500 1000 ml, tidak langsung masuk ke duodenum, akan tetapi setelah

    melewati duktus hepatikus, empedu masuk ke duktus sistikus dan disimpan di kandung empedu.

    Pembuluh limfe dan pembuluh darah mengabsorbsi air dan garam-garam anorganik dalam

    kandung empedu sehingga cairan empedu dalam kandung empedu akan lebih pekat 10 kali lipat

    daripada cairan empedu hati.

    Secara berkala kandung empedu akan mengosongkan isinya ke dalam duodenum melalui

    kontraksi simultan lapisan ototnya dan relaksasi sfingter Oddi. Rangsang normal kontraksi dan

    pengosongan kandung empedu adalah masuknya kimus asam dalam duodenum. Pengosongan

    tersebut dipengaruhi oleh faktor neural, humoral dan rangsang kimiawi. Rangsang vagal

    meningkatkan sekresi empadu, sedangkan saraf splennikus menurunkan sekresi empedu.

    Hormon kolesistikinin (CCK) juga memperantarai kontraksi, hormon ini disekresi oleh mukosa

    usus halus akibat pengaruh makanan berlemak atau produksi lipolitik dapat merangsang nervus

    vagus. Asam hidroklorik, sebagai digesti protein dan asam lemak yang ada di duodenum

    merangsang peningkatan sekresi empedu.

    Substansi terbanyak yang disekresi pada empedu adalah garam-garam empedu, yang

    merupakan setengah dari total solut empedu, juga disekresi dan diekskresi dalam konsentrasi

    besar adalah bilirubin, kolesterol, lesitin dan elektrolit plasma.

    Fungsi empedu yang lain adalah membuang limbah tubuh tertentu (terutama pigmen hasil

    pemecahan sel darah merah dan kelebihan kolesterol) serta membantu proses pencernaan dan

    penyerapan lemak. Garam empedu menyebabkan meningkatnya kelarutan kolesterol, lemak dan

    vitamin larut lemak, sehingga membantu penyerapan dari usus. Hemoglobin yang berasal dari

    14

  • 7/30/2019 Obstruksif Jaundice

    15/30

    penghancuran sel darah merah dirubah menjadi bilirubin (pigmen utama dalam empedu) dan

    dibuang ke dalam empedu. Berbagai protein yang memegang peranan penting dalam fungsi

    empedu juga disekresi dalam empedu.2,6

    PATOFISIOLOGI

    Proses pembentukan batu empedu terjadi karena zat tertentu dalam empedu yang hadir

    dalam konsentrasi yang mendekati batas kelarutannya seterusnya menyebabkan cairan empedu

    terkonsentrasi yang kemudian mengendap untuk membentuk batu kristal mikroskopis. Dalam

    jangka waktu tertentu Kristal mikroskopik akan berubah menjadi batu makroskopik dan

    menyebabkan terjadinya obstruksi saluran empedu.

    Batu empedu yang ditemukan pada kandung empedu di klasifikasikan berdasarkan bahan

    pembentuknya sebagai batu kolesterol, batu pigmen dan batu campuran. Lebih dari 90% batu

    empedu adalah kolesterol (batu yang mengandung >50% kolesterol) atau batu campuran (batu

    yang mengandung 20-50% kolesterol). 10% sisanya adalah batu jenis pigmen, yang mana

    mengandung

  • 7/30/2019 Obstruksif Jaundice

    16/30

    kolesterol atau penurunan relatif asam empedu atau fosfolipid. Peningkatan ekskresi kolesterol

    empedu antara lain dapat terjadi pada keadaan obesitas, diet tinggi kalori dan kolesterol serta

    penggunaan obat yang mengandung estrogen atau klofibrat.

    ii. Pembentukan nidus, nidus dapat berasal dari pigmen empedu, mukoprotein, lendir protein

    lain, bakteri atau benda asing.

    iii. Klistalisasi / presipitasi, penjenuhan kolesterol yang berlebihan tidak dapat membentuk batu,

    kecuali bila ada nidus dan ada proses lain yang menimbulkan kristalisasi.

    iv. Pertumbuhan batu oleh agregasi atau presipitasi lamellar kolesterol dan senyawa lain yang

    membentuk matriks batu. Pertumbuhan batu terjadi karena pengendapan kristal kolesterol di atas

    organik inorganik dan kecepatannya ditentukan oleh kecepatan pelarut dan pengendapan.

    Batu kolestrol (mengandung 70% kolestrol)

    Batu pigmen

    Batu pigmen merupakan 10% dari total kasus batu empedu, mengandung

  • 7/30/2019 Obstruksif Jaundice

    17/30

    larut. Dari penelitian yang dilakukan didapatkan adanya hubungan erat antara infeksi bakteri dan

    terbentuknya batu pigmen coklat. Baik enzim -glukoronidase endogen maupun yang berasal

    dari bakteri ternyata mempunyai peran penting dalam pembentukan batu pigmen ini. Umumnya

    batu pigmen cokelat ini terbentuk di saluran empedu dalam empedu yang terinfeksi.

    Batu kalsium bilirubinat

    b. Batu pigmen hitam

    Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti bubuk dan kaya akan sisa

    zat hitam yang tak terekstraksi.Batu pigmen hitam adalah tipe batu yang banyak ditemukan pada

    pasien dengan hemolisis kronik atau sirosis hati. Batu pigmen hitam ini terutama terdiri dari

    derivat polymerized bilirubin. Patogenesis terbentuknya batu ini belum jelas. Umumnya batu

    pigmen hitam terbentuk dalam kandung empedu dengan empedu yang steril. Hal yang

    berpengaruh terhadap terbentuknya batu berpigmen coklat seperti kolonisasi bakteri di kantong

    empedu dan statis intraduktal.

    6.3. Batu campuran

    Batu campuran antara kolesterol dan pigmen dimana mengandung 20-50% kolesterol.

    Batu kandung empedu dapat berpindah ke dalam duktus koledokus melalui duktus sistikus. Di

    dalam perjalanannya melalui duktus sistikus, batu tersebut dapat menimbulkan sumbatan aliran

    empedu secara parsial ataupun komplit sehingga menimbulkan gejala kolik bilier. Pasase

    berulang batu empedu melalui duktus sistikus yang sempit dapat menimbulkan iritasi dan

    perlukaan sehingga dapat menimbulkan peradangan dinding duktus dan striktur. Apabila batu

    17

  • 7/30/2019 Obstruksif Jaundice

    18/30

    berhenti di dalam duktus sistikus dikarenakan diameter batu yang terlalu besar atau pun karena

    adanya striktur, batu akan tetap berada di sana sebagai batu duktus sistikus.

    Kolelitiasis asimtomatis biasanya diketahui secara kebetulan, sewaktu pemeriksaan

    ultrasonografi, foto polos abdomen, atau perabaan saat operasi. Pada pemeriksaan fisik atau

    laboratorium biasanya tidak ditemukan kelainan.

    Pembentukan batu empedu dapat dibagi menjadi empat tahap: (1) pembentukan empedu

    yang supersaturasi, (2) nukleasi atau pembentukan inti batu, (3) Klistalisasi / presipitasi dan (4)

    berkembang karena bertambahnya pengendapan. Kelarutan kolesterol merupakan masalah yang

    terpenting dalam pembentukan semua batu, kecuali batu pigmen. Supersaturasi empedu dengan

    kolesterol terjadi bila perbandingan asam empedu dan fosfolipid (terutama lesitin) dengan

    kolesterol turun di bawah angka tertentu. Secara normal kolesterol tidak larut dalam media yang

    mengandung air. Empedu dipertahankan dalam bentuk cair oleh pembentukan koloid yang

    mempunyai inti sentral kolesterol, dikelilingi oleh mantel yang hidrofilik dari garam empedu dan

    lesitin. Jadi sekresi kolesterol yang berlebihan, atau kadar asam empedu rendah, atau terjadi

    sekresi lesitin, merupakan keadaan yang litogenik.

    Pembentukan batu dimulai hanya bila terdapat suatu nidus atau inti pengendapan kolesterol.

    Pada tingkat supersaturasi kolesterol, kristal kolesterol keluar dari larutan membentuk suatu

    nidus, dan membentuk suatu pengendapan. Pada tingkat saturasi yang lebih rendah, mungkin

    bakteri, fragmen parasit, epitel sel yang lepas, atau partikel debris yang lain diperlukan untuk

    dipakai sebagai benih pengkristalan.

    Admirall & Sand mengemukakan konsep bahwa jika kadar kolesterol relative dalam

    cairan empedu melebihi konstanta kelarutannya, maka lemak yang berlebihan itu akan memadat

    dan memulai terjadinya pembentukan batu. Pembentukan cairan empedu yang kaya akan

    kolesterol secara teoritis dapat berasal dari peningkatan kolesterol ataupun penurunan sekresi

    fosfolipid atau garam empedu oleh hepar. Hubungan segitiga antara kadar kolesterol, garam

    empedu, dan fosfolipid dalam cairan empedu biasanya digambarkan secara grafis dengan

    koordinat segitiga.

    Kelarutan tiga komponen besar cairan empedu (garam empedu, lesitin, dan kolesterol)

    ditempatkan dalam koordinat segitiga. Titik P menunjukkan cairan empedu yang terdiri atas

    garam empedu 80%, kolesterol 5%, dan lesitin 15%. Garis ABC menunjukkan kelarutan

    18

  • 7/30/2019 Obstruksif Jaundice

    19/30

    kolesterol maksimal sebagai fungsi dari konsentrasi lesitin dan garam empedu yang bervariasi.

    Bila kombinasi garam empedu, kolesterol dan leseitin turun di bawah garis ABC, maka cairan

    empedu akan berwujud sebagai cairan micelle fase tunggal. Bila kandungan di atas berada garis

    ABC, terjadi supersaturasi kolesterol dan pembentukan Kristal kolesterol.3,4,6

    GEJALA KLINIS

    Penyakit batu empedu memiliki 4 tahap :

    1. Tahap litogenik , pada kondisi ini mulai terbentuk batu empedu.

    2. Batu empedu asimptomatik, pada tahap ini pasien tidak mengeluh akan sesuatu sehingga tidak

    memerlukan penanganan medis. Karena banyak terjadi, batu empedu biasanya muncul bersama

    dengan keluhan gastroitestinal lainnya. Beberapa penelitian menunjukkan batu empedu

    menyebabkan nyeri abdomen kronik, heartburn, distress postprandial, rasa kembung, serta

    adanya gas dalam abdomen, konstipasi dan diare. Dispepsia yang terjadi karena makan makanan

    berlemak sering salah dikaitkan dengan batu empedu, dimana irritable bowel syndrome atau

    refluks gastroesofageal merupakan penyebab utamanya.

    3. Kolik bilier, episode dari kolik bilier bersifat sporadik dan tidak dapat diperkirakan. Pasien

    menunjukan nyeri terlokalisir pada epigastrium atau kuadran kanan atas dan akan

    menggambarkan nyeri dirasakan sampai ke daerah ujung scapula kanan. Dari onset nyeri, nyeri

    akan meningkat stabil sekitar 10 menit dan cenderung meningkat selama beberapa jam sebelum

    mulai mereda. Nyeri bersifat konstan dan tidak berkurang dengan emesis, antasida, defekasi atau

    perubahan posisi. Nyeri mungkin juga bersamaan dengan mual dan muntah.

    4. Komplikasi kolelitiasis, terjadi ketika batu persisten masuk ke dalam duktus biliar sehingga

    menyebabkan kantung empedu menjadi distended dan mengalami inflamasi progresif.

    Sebagian besar (90-95%) kasus kolesistitis akut disertai kolelithiasis dan keadaan timbul akibat

    obstruksi duktus sistikus yang menyebabkan peradangan organ tersebut. Respon peradangan

    dapat dicetuskan 3 faktor:

    a) Inflamasi mekanik yang dicetuskan oleh kenaikan tekanan intra lumen dan distensi

    menyebabkan iskemia mokusa dan dinding kandung empedu.

    b) Inflamasi kimiawi akibat pelepasan lesitin dan faktor jaringan lokal lainnya.

    c) Inflamasi bakteri yang memegang peran pada sebagian besar pasien dengan kolesistitis akut.5,6

    19

  • 7/30/2019 Obstruksif Jaundice

    20/30

    DIAGNOSIS

    1. Anamnesis

    Setengah sampai duapertiga penderita kolelitiasis adalah asimtomatis. Keluhan yang

    mungkin timbul adalah dispepsia yang kadang disertai intoleran terhadap makanan berlemak.

    Pada yang simtomatis, Pasien biasanya datang dengan keluhan utama berupa nyeri di daerah

    epigastrium atau nyeri/kolik pada perut kanan atas atau perikondrium yang mungkin berlangsung

    lebih dari 15 menit, dan kadang beberapa jam. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan

    tetapi pada 30% kasus timbul tiba-tiba.

    Kadang pasien datang dengan mata dan tubuh menjadi kuning, badan gatal-gatal, kencing

    berwarna seperti teh, tinja berwarna seperti dempul. Penyebaran nyeri pada punggung bagian

    tengah, skapula, atau ke puncak bahu, disertai mual dan muntah.

    Lebih kurang seperempat penderita melaporkan bahwa nyeri berkurang setelah

    menggunakan antasida. Kalau terjadi kolelitiasis, keluhan nyeri menetap dan bertambah pada

    waktu menarik nafas dalam

    Hal-hal yang perlu ditanyakan lebih lanjut kepada pasien adalah:

    - perjalanan penyakit akut/kronis

    - riwayat keluarga

    - nyeri atau tidak; ikterus tanpa nyeri biasanya disebabkan karena keganansan

    - riwayat minum obat sebelumnya

    - kelainan gastrointestinal, seperti nyeri epigastrium, mual, muntah

    - demam, nafsu makan menurun; lebih cenderung ke hepatitis

    - anemia ada atau tidak

    2. Pemeriksaan Fisik

    Pasien dengan stadium litogenik atau batu asimptomatik tidak memiliki kelainan dalam

    pemeriksaan fisis.

    Selama serangan kolik bilier, terutama pada saat kolesistitis akut, pasien akan mengalami nyeri

    palpasi / nyeri tekan dengan punktum maksimum didaerah letak anatomis kandung empedu.

    Diketahui dengan adanya tanda Murphy positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita

    menarik nafas panjang karena kandung empedu yang meradang tersentuh ujung jari tangan

    20

  • 7/30/2019 Obstruksif Jaundice

    21/30

    pemeriksa dan pasien berhenti menarik nafas. Riwayat ikterik maupun ikterik cutaneus dan

    sklera dan bisa teraba hepar.

    PEMERIKSAAN PENUNJANG

    1. Pemeriksaan laboratorium

    Meliputi pemeriksaan:

    A. Darah rutin : anemia/tidak, lekositosis/tidak

    Urine : bilirubin , urobilin (+)

    Tinja : pucat

    B. Test Faal Hati

    1. Bilirubin total: meningkat

    2. SGOT, SGPT: meningkat

    Merupakan enzim yang disintesis dalam konsentrasi tinggi di dalam hepatosit. Peningkatan

    dalam aktivitas serum sering menunjukkan kelainan saluran hati.

    3. Alkali fosfatase: meningkat

    Merupakan enzim yang disintesis dalam sel epitel saluran empedu. Pada obstruksi aktivitas

    serum meningkat karena saluran ductus meningkatkan sintesis ini.

    4. Kadar kolesterol: meningkat

    5. Protrombin time: meningkat

    Pasien dengan kolelitiasis tanpa komplikasi atau tipe kolik bilier simple memiliki nilai

    laboratorium yang normal.

    Kolelitiasis akut berhubungan dengan leukositosis PMN, serta bisa disertai dengan peningkatan

    enzim hati.

    Koledokolitiasis dengan obstruksi duktus biliar akut akan menyebabkan peningkatan akut

    jumlah SGOT dan SGPT serta peningkatan alkali fosfatase dan serum bilirubin tetap dalam

    beberapa hari.

    2. Pemeriksaan radiologis

    21

  • 7/30/2019 Obstruksif Jaundice

    22/30

    Foto polos Abdomen

    Walaupun teknik ini murah, tetapi jarang dilakukan pada kolik bilier sebab nilai

    diagnosisnya rendah dan tidak memberikan gambaran yang khas. Foto polos kadang-kadang

    dapat bermanfaat, tetapi tidak bisa mengenal kebanyakan patologi saluran empedu. Hanya 15%

    batu empedu mengandung cairan empedu berkadar kalsium untuk memungkinkan identifikasi

    pasti. Jarang terjadi kalsifikasi yang hebat pada dinding vesica billiaris (Vesica billiaris porselen)

    atau empedu susu kalsium dapat dilihat dengan foto polos karena bersifat radioopak.

    (3,16,17,18).

    Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops, kandung empedu

    kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran

    udara dalam usus besar, di fleksura hepatika

    Ultrasonografi (USG)

    Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk

    mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun ekstra

    hepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena fibrosis

    atau udem yang diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus

    koledokus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh udara di dalam usus. Dengan USG

    punktum maksimum rasa nyeri pada batu kandung empedu yang ganggren lebih jelas daripadadengan palpasi biasa. Merupakan metode non-invasif yang sangat bermanfaat dan merupakan

    pilihan pertama untuk mendeteksi kolelitiasis dengan ketepatan mencapai 95%. Kriteria batu

    kandung empedu pada USG yaitu dengan acoustic shodowing dari gambaran opasitas dalam

    kandung empedu. Walaupun demikian ,manfaat USG untuk mendiagnosis BSE relatif rendah.

    Pemeriksaan USG perlu dilakukan untuk menentukan penyebab obstruksi. Yang perlu

    diperhatikan adalah :

    Besar, bentuk dan ketebalan dinding kandung empedu. Bentuk kandung empedu yang

    normal adalah lonjong dengan ukuran 2 3 X 6 cm, dengan ketebalan sekitar 3 mm.

    Saluran empedu yang normal mempunyai diameter 3 mm. Bila diameter saluran empedu

    lebih dari 5 mm berarti ada dilatasi. Bila ditemukan dilatasi duktus koledokus dan saluran

    22

  • 7/30/2019 Obstruksif Jaundice

    23/30

    empedu intra hepatal disertai pembesaran kandung empedu menunjukan ikterus obstrusi

    ekstra hepatal bagian distal. Sedangkan bila hanya ditemukan pelebaran saluran empedu

    intra hepatal saja tanpa disertai pembesaran kandung empedu menunjukan ikterus

    obstruksi ekstra hepatal bagian proksimal artinya kelainan tersebut di bagian proksimal

    duktus sistikus.

    Ada tidaknya massa padat di dalam lumen yang mempunyai densitas tinggi disertai

    bayangan akustik (acustic shadow), dan ikut bergerak pada perubahan posisi, hal ini

    menunjukan adanya batu empedu. Pada tumor akan terlihat massa padat pada ujung

    saluran empedu dengan densitas rendah dan heterogen.

    Bila tidak ditemukan tanda-tanda dilatasi saluran empedu berarti menunjukan adanya

    ikterus obstruksi intra hepatal.

    Kolesistografi

    Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena relatif murah,

    sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah dan

    ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan ileus paralitik, muntah, kadar bilirubun

    serum diatas 2 mg/dl, kehamilan, okstruksi pilorus, dan hepatitis karena pada keadaan-keadaan

    tersebut kontras tidak dapat mencapai hati. Cara ini memerlukan lebih banyak waktu dan

    persiapan dibandingkan ultrasonografi Pemeriksaan kolesitografi oral lebih bermakna pada

    penilaian fungsi kandung empedu.

    Penataan hati dengan HIDA

    Metode ini bermanfaat untuk menentukan adanya obstruksi di duktus sistikus misalnya karena

    batu. Juga dapat berguna untuk membedakan batu empedu dengan beberapa nyeri abdomen akut.

    HIDA normalnya akan diabsorpsi di hati dan kemudian akan disekresi ke kantong empedu dan

    dapat dideteksi dengan kamera gamma. Kegagalan dalam mengisi kantong empedu menandakan

    adanya batu sementara HIDA terisi ke dalam duodenum.

    23

  • 7/30/2019 Obstruksif Jaundice

    24/30

    Computed Tomografi Scan (CT Scan)

    CT scan juga merupakan metode pemeriksaan yang akurat untuk menentukan adanya batu

    empedu, Pelebaran saluran empedu dan koledokolitiasis. Walaupun demikian, teknik ini jauh

    lebih mahal dibanding USG.

    Percutaneus Transhepatic Cholangiographi (PTC)

    Tujuan pemeriksaan PTC ini untuk melihat saluran bilier serta untuk menentukan letak penyebab

    sumbatan. Dengan pemeriksaan ini dapat diperoleh gambaran saluran empedu di proksimal

    sumbatan.

    Bila kolestasis karena batu akan memperlihatkan pelebaran pada duktus koledokus dengan didalamnya tampak batu radiolusen. Bila kolestasis karena tumor akan tampak pelebaran saluran

    empedu utama (common bile duct) dan saluran intra hepatal dan dibagian distal duktus

    koledokus terlihat ireguler oleh tumor.

    ERCP (ENDOSCOPIC RETROGRADE CHOLANGIO PANCREATOGRAPHY)

    Pemeriksaan ERCP dilakukan untuk menentukan penyebab dan letak sumbatan antara lain :

    a. Koledokolitiasis, akan terlihat defek pengisian (filling defect) dengan batas tegas

    pada duktus koledokus disertai dilatasi saluran empedu.

    b. Striktur atau stenosis dapat disebabkan oleh kelainan di luar saluran empedu

    (ekstra duktal) yang menekan misalnya oleh kelainan jinak atau ganas. Striktur

    atau stenosis umumnya disebabkan oleh fibrosis akibat peradangan lama , infeksi

    kronis, iritasi oleh parasit, iritasi oleh batu maupun trauma operasi. Contoh yang

    ekstrim pada kolangitis oriental atau kolangitis piogenik rekuren dimana pada

    saluran-saluran empedu intra hepatic dan ekstra hepatic ada bagian-bagian yang

    striktur dan ada bagian-bagian yang dilatasi atau ekstasia akibat obstruksi kronis

    disertai timbulnya batu, batu empedu akibat kolestasis dan infeksi bakteri.

    Striktur akibat keganasan saluran empedu seperti adenokarsinoma dan kolangio-

    karsinoma bersifat progresif sampai menimbulkan obstruksi total. Kelainan jinak

    24

  • 7/30/2019 Obstruksif Jaundice

    25/30

    ekstra duktal akan terlihat gambaran kompresi duktus koledokus yang berbentuk

    simetris.

    Tumor ganas akan mengadakan kompresi pada duktus koledokus yang berbentuk

    ireguler.

    c. Tumor ganas intra duktal akan terlihat penyumbatan lengkap berbentuk ireguler

    dan dan menyebabkan pelebaran saluran empedu bagian proksimal. Gambaran

    semacam ini akan tampak lebih jelas pada PTC, sedangkan pada ERCP akan

    tampak penyempitan saluran empedu sebelah distal tumor.

    d. Tumor kaput pankreas akan terlihat pelebaran saluran pankreas . Pada daerah

    obstruksi tampak dinding yang ireguler.

    Pada ikterus obstruksi ekstra hepatal dimana dari hasil ERCP sudah dapat

    memastikan penyebab obstruksi dimana bila :

    o Penyebabnya adalah batu (koledokolitiasis) sebaiknya dilakukan

    papilotomi untuk mengeluarkan batunya.

    o Penyebabya adalah tumor, perlu dilakukan tindakan pembedahan.

    Bila pada pemeriksaan USG tidak ditemukan dilatasi saluran empedu

    dan hasil pemeriksaan ERCP tidak menunjang kelainan ekstra hepatal

    maka ini merupakan ikterus obstruksi intra hepatal.2,4,6

    25

  • 7/30/2019 Obstruksif Jaundice

    26/30

    PENATALAKSANAAN

    Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan pengobatan. Nyeri yang hilang-

    timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan menghindari atau mengurangi makanan berlemak.

    Jika batu kandung empedu menyebabkan serangan nyeri berulang meskipun telah dilakukan

    perubahan pola makan, maka dianjurkan untuk menjalani pengangkatan kandung empedu

    (kolesistektomi). Pengangkatan kandung empedu tidak menyebabkan kekurangan zat gizi dan

    setelah pembedahan tidak perlu dilakukan pembatasan makanan.

    Pilihan penatalaksanaan antara lain:

    1. Kolesistektomi terbuka

    Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien dengan kolelitiasis simtomatik.

    Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi adalah cedera duktus biliaris yang terjadi

    pada 0,2% pasien. Angka mortalitas yang dilaporkan untuk prosedur ini kurang dari 0,5%.

    Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh

    kolesistitis akut.

    2. Kolesistektomi laparaskopi

    Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun 1990 dan sekarang ini sekitar 90%

    kolesistektomi dilakukan secara laparoskopi. 80-90% batu empedu di Inggris dibuang dengan

    cara ini karena memperkecil resiko kematian dibanding operasi normal (0,1-0,5% untuk operasi

    normal) dengan mengurangi komplikasi pada jantung dan paru.2 Kandung empedu diangkat

    melalui selang yang dimasukkan lewat sayatan kecil di dinding perut.

    Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa adanya kolesistitis akut. Karena

    semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli bedah mulai melakukan prosedur ini pada

    pasien dengan kolesistitis akut dan pasien dengan batu duktus koledokus. Secara teoritis

    keuntungan tindakan ini dibandingkan prosedur konvensional adalah dapat mengurangi

    perawatan di rumah sakit dan biaya yang dikeluarkan, pasien dapat cepat kembali bekerja, nyeri

    menurun dan perbaikan kosmetik. Masalah yang belum terpecahkan adalah kemanan dari

    prosedur ini, berhubungan dengan insiden komplikasi seperti cedera duktus biliaris yang

    mungkin dapat terjadi lebih sering selama kolesistektomi laparaskopi.

    26

  • 7/30/2019 Obstruksif Jaundice

    27/30

    3. Disolusi medis

    Masalah umum yang mengganggu semua zat yang pernah digunakan adalah angka kekambuhan

    yang tinggi dan biaya yang dikeluarkan. Zat disolusi hanya memperlihatkan manfaatnya untuk

    batu empedu jenis kolesterol. Penelitian prospektif acak dari asam xenodeoksikolat telah

    mengindikasikan bahwa disolusi dan hilangnya batu secara lengkap terjadi sekitar 15%. Jika obat

    ini dihentikan, kekambuhan batu tejadi pada 50% pasien. Kurang dari 10% batu empedu

    dilakukan cara ini adalah sukses. Disolusi medis sebelumnya harus memenuhi criteria terapi non

    operatif diantaranya batu kolesterol diameternya < 20 mm, batu kurang dari 4 batu, fungsi

    kandung empedu baik dan duktus sistik paten.

    4. Disolusi kontak

    Meskipun pengalaman masih terbatas, infus pelarut kolesterol yang poten (Metil-Ter-Butil-Eter

    (MTBE)) ke dalam kandung empedu melalui kateter yang diletakkan per kutan telah terlihat

    efektif dalam melarutkan batu empedu pada pasien-pasien tertentu. Prosedur ini invasif dan

    kerugian utamanya adalah angka kekambuhan yang tinggi (50% dalam 5 tahun).

    5. Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL)

    Sangat populer digunakan beberapa tahun belakang ini, analisis biaya-manfaat pad saat ini

    memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya terbatas pada pasien yang telah benar-benar

    dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini.

    6. Kolesistotomi

    Kolesistotomi yang dapat dilakukan dengan anestesia lokal bahkan di samping tempat tidur

    pasien terus berlanjut sebagai prosedur yang bermanfaat, terutama untuk pasien yang sakitnya

    kritis.

    7. Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)

    Pada ERCP, suatu endoskop dimasukkan melalui mulut, kerongkongan, lambung dan ke dalam

    usus halus. Zat kontras radioopak masuk ke dalam saluran empedu melalui sebuah selang di

    dalam sfingter oddi. Pada sfingterotomi, otot sfingter dibuka agak lebar sehingga batu empedu

    yang menyumbat saluran akan berpindah ke usus halus. ERCP dan sfingterotomi telah berhasil

    dilakukan pada 90% kasus. Kurang dari 4 dari setiap 1.000 penderita yang meninggal dan 3-7%

    mengalami komplikasi, sehingga prosedur ini lebih aman dibandingkan pembedahan perut.

    ERCP saja biasanya efektif dilakukan pada penderita batu saluran empedu yang lebih tua, yang

    kandung empedunya telah diangkat. 2,4,6

    27

  • 7/30/2019 Obstruksif Jaundice

    28/30

    KOMPLIKASI

    Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita kolelitiasis :

    1. Obstruksi duktus sistikus

    2. Kolik bilier

    3. Kolesistitis akut

    4. Perikolesistitis

    5. Pankreatitis

    6. Perforasi

    7. Kolesistitis kronis

    8. Hidrop kandung empedu

    9. Empiema kandung empedu

    10. Fistel kolesistoenterik

    11. Batu empedu sekunder (2-6% penderita, saluran menciut dan batu empedu muncul lagi)

    12. Ileus batu empedu (gallstone ileus)

    Kolesistokinin yang disekresi oleh duodenum karena adanya makanan mengakibatkan

    menghasilkan kontraksi kandung empedu, sehingga batu yang tadi ada dalam kandung empedu

    terdorong dan dapat menutupi duktus sistikus, batu dapat menetap ataupun dapat terlepas lagi.

    Apabila batu menutupi duktus sitikus secara menetap maka mungkin akan dapat terjadi mukokel,

    bila terjadi infeksi maka mukokel dapat menjadi suatu empiema, biasanya kandung empedu

    dikelilingi dan ditutupi oleh alat-alat perut (kolon, omentum), dan dapat juga membentuk suatu

    fistel kolesistoduodenal. Penyumbatan duktus sistikus dapat juga berakibat terjadinya kolesistitis

    akut yang dapat sembuh atau dapat mengakibatkan nekrosis sebagian dinding (dapat ditutupi alat

    sekitarnya) dan dapat membentuk suatu fistel kolesistoduodenal ataupun dapat terjadi perforasi

    kandung empedu yang berakibat terjadinya peritonitis generalisata.

    Batu kandung empedu dapat maju masuk ke dalam duktus sistikus pada saat kontraksi

    dari kandung empedu. Batu ini dapat terus maju sampai duktus koledokus kemudian menetap

    asimtomatis atau kadang dapat menyebabkan kolik. Batu yang menyumbat di duktus koledokus

    juga berakibat terjadinya ikterus obstruktif, kolangitis, kolangiolitis, dan pankretitis.

    Batu kandung empedu dapat lolos ke dalam saluran cerna melalui terbentuknya fistel

    kolesitoduodenal. Apabila batu empedu cukup besar dapat menyumbat pada bagian tersempit

    28

  • 7/30/2019 Obstruksif Jaundice

    29/30

    saluran cerna (ileum terminal) dan menimbulkan ileus obstruksi. 2,4,6

    PROGNOSIS

    Bahaya akut dari ikterus obstruksi adalah terjadinya infeksi saluran empedu (kolangitis

    akut), terutama apabila terdapat nanah di dalam saluran empedu dengan tekanan tinggi seperti

    kolangitis piogenik akut atau kolangitis supuratifa. Kematian terjadi akibat syok septic dan

    kegagalan berbagai organ. Selain itu sebagai akibat obstruksi kronis dan atau kolangitis kronis

    yang berlarut-larut pada akhirnya akan terjadi kegagalan faal hati akibat sirosis biliaris. Ikterus

    obstruksi yang tidak dapat dikoreksi baik secara medis kuratif maupun tindakan pembedahan

    mempumnyai prognosis yang jelek diantaranya akan timbul sirosis biliaris.1

    Bila penyebabnya adalah tumor ganas mempunyai prognosis jelek. Penyebab morbiditasdan mortalitas adalah:

    a. Sepsis khususnya kolangitis yang menghancurkan parenkim hati.

    b. Hepatic failure akibat obstruksi kronis saluran empedu.

    c. Renal failure.

    d. Perdarahan gastro intestinal.

    DAFTAR PUSTAKA

    29

  • 7/30/2019 Obstruksif Jaundice

    30/30

    1. Adeyinka, Adisa Charles. JAUNDICE. Associated professor of Surgery.Abia State

    University Teaching Hospital. ABA Nigeria

    2. Lesmana L.A, Batu Empedu. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I, Edisi III, Balai

    Penerbit FKUI, Jakarta, 1996, hal. 380-90

    3. Price S.A, Wilson L.M,Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, EGC,

    Jakarta, 1994, Hal. 453.

    4. Podolsky D.K, Issel B.K, Penyakit Kandung Empedu dan Duktus Biliaris, Harrison;

    Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam, Volume 4, Edisi 13, EGC, Jakarta, 2000, Hal.

    1688-1693

    5. Greg M, Neil B, Joanna C. Oxford Handbook Of Clinical Surgery, Edisi III, Penerbit

    Oxford University Press Inc, New York. 2011. Hal. 295-303

    6. Douglas M.H, Medscape Refferences, Cholelithiasis. Diunduh dari :

    http://emedicine.medscape.com/article/175667-overview pada tanggal

    22.10.2012

    30

    http://emedicine.medscape.com/article/175667-overviewhttp://emedicine.medscape.com/article/175667-overview