Obstructive Jaundice Extrahepatic

32
SARI PUSTAKA OBSTRUCTIVE JAUNDICE EXTRAHEPATIC Pembimbing : Prof.dr. J. Boas Saragih, SpPD KGEH Disusun oleh: Virginia Prameswari Kanahau (06-052) Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam Periode 24 Oktober – 17 Desember 2011 FK UKI JAKARTA 2011 1

Transcript of Obstructive Jaundice Extrahepatic

Page 1: Obstructive Jaundice Extrahepatic

SARI PUSTAKA

OBSTRUCTIVE JAUNDICE EXTRAHEPATIC

Pembimbing :

Prof.dr. J. Boas Saragih, SpPD KGEH

Disusun oleh:

Virginia Prameswari Kanahau (06-052)

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam Periode 24 Oktober – 17 Desember 2011

FK UKI JAKARTA 2011

1

Page 2: Obstructive Jaundice Extrahepatic

PENDAHULUAN

Ikterus merupakan perubahan warna kulit, sclera mata atau jaringan lainnya

(membrane mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang

meningkat kadarnya dalam sirkulasi darah 1. Bilirubin dibentuk sebagai akibat

pemecahan cincin heme, akibat metabolisme sel darah merah. Kata ikterus atau

jaundice sendiri berasal dari bahasa Jaune yang berarti kuning. Ikterus sendiri

sebaiknya diperiksa di bawah cahaya terang siang hari dengan melihat sclera mata.

Ikterus yang ringan dapat dilihat paling awal pada sclera mata. Untuk memahami

tentang ikterus, perlu diketahui lebih dulu tentang tahapan metabolisme bilirubin di

dalam tubuh yang berlangsung dalam tiga fase; prehepatik, intrahepatik, dan

pascahepatik, walaupun diperlukan penjelasan akan adanya fase tambahan dalam

tahapan metabolisme bilirubin. Terlihat atau tidaknya ikterus sangat tergantung

dari pigmentasi dan warna kulit seseorang karena itu sebaiknya menggunakan

istilah hiperbilirubinemia yang lebih objektif 2. Ikterus harus dibedakan dari

karotenemia yaitu warna kulit kekuningan yang disebabkan asupan berlebihan

buah-buahan berwarna kuning yang mengandung pigmen lipokrom, misalnya

wortel, papaya, dan jeruk. Pada karotenemia warna kuning tampak terutama pada

telapak tangan dan kaki disamping kulit lainnya, dan sclera pada karotenemia tidak

kuning. Ikterus harus dibedakan dengan kolestasis, dimana biasanya kolestasis

disertai dengan ikterus. Kolestasis sendiri adalah hambatan aliran empedu normal

untuk mencapai duodenum atau yang disebut dengan jaundice obstruktif. 2

Fase Prahepatik : pembentukan bilirubin dan transpor plasma, Fase Intrahepatik :

Liver uptake, Konjugasi, Fase Pascahepatik: Eksresi Bilirubin.

Fase Prahepatik:

1. Pembentukan bilirubin. Sekitar 250-350 mg bilirubin atau sekitar 4 mg per

kg berat badan terbentuk setiap harinya; 70-80% berasal dari pemecahan sel

darah merah yang matang dan 20-30% datang dari protein heme. Sebagian

2

Page 3: Obstructive Jaundice Extrahepatic

dari protein heme dipecah menjadi besi dan produk antara biliverdin dengan

perantaraan enzim hemooksigenasi. Enzim lain biliverdin reduktasi merubah

biliverdin menjadi bilirubin. 1,2

2. Transport Plasma

Bilirubin tidak larut dalam air, sehingga bilirubin yang tidak terkonjugasi ini

akan larut di transportnya dalam plasma dan terikat dengan albumin dan

tidak dapat melalui membrane glomelurus, sehingga tidak muncul di dalam

air seni. Ikatan melemah dalam beberapa keadaan seperti asidosis, dan

beberapa bahan seperti antibiotika teretntu bisa bersaing untuk berikatan

dengan albumin. 1.2

Fase Intrahepatik

3. Liver uptake. Proses pengambilan bilirubin tak terkonjugasi oleh hati dengan

bantuan protein pengikat seperti ligandin atau protein Y. Pengambilan

bilirubin melalui transport aktif dan berjalan cepat. 1

4. Konjugasi. Bilirubin bebas yang terkonsentrasi dalam hati mengalami

konjugasi dengan asam glukoronik dengan bantuan enzim UDP glukoronil

transferase membentuk mono glukoronida dan kemudian menjadi bilirubin

diglukuronida atau bilirubin konjugasi atau bilirubin direk. Konjugasi harus

dilakukan agar bilirubin dapat diekskresi melalui membrane kanalikular ke

dalam empedu dengan perantaraan suatu protein MRP2 (Multi Drug

Resistance Associated Protein2). Sintesa enzim UDP glukoronil transferase

dikode oleh kompleks gen UGP1. Mutasi pada kompleks ini akan

menimbulkan penyakit herediter dengan gangguan konjugasi. 1,2

Fase Pascahepatik

5. Ekskresi bilirubin. Bilirubin konjugasi dikeluarkan ke dalam kanalikulus

bersama bahan lainnya. Anion organic lainnya atau obat dapat

mempengaruhi proses ini. Di dalam usus flora bakteri men “dekonjugasi” dan

mereduksi bilirubin menjadi sterkobilinogen dan mengeluarkan sebagian

besar ke dalam tinja yang member warna cokelat. Sebagian diserap dan

3

Page 4: Obstructive Jaundice Extrahepatic

dikeluarkan kembali ke dalam empedu, dan dalam jumlah kecil mencapai air

seni sebagai urobilinogen. Ginjal dapat mengeluarkan diglukoronida tetapi

tidak bilirubin unkonjugasi. 1

Berdasarkan jenis bilirubin yang meningkat dalam darah, hiperbilirubinemia dibagi

menjadi tiga yaitu hiperbilirubinemia tidak terkonjugasi, hiperbilirubinemia

terkonjugasi, dan hiperbilirubinemia campuran.

KELAINAN METABOLISME BILIRUBIN YANG MENYEBABKAN

HIPERBILIRUBINEMIA TAK TERKONJUGASI

Peningkatan produksi Bilirubin

Hemolisis. Hiperbilirubinemia karena hemolisis murni biasanya ringan dan kadar

bilirubin totalnya tidak lebih dari 4 mg%. Bila didapatkan kadar bilirubin lebih dari

itu umumnya disebabkan oleh gangguan fungsi hati dan hemolisis.

Penurunan Klirens Bilirubin

Gangguan uptake bilirubin, adalah salah satu contoh gangguan uptake bilirubin

adalah sindrom Gilbert, dimana pada sindrom ini terjadi gangguan uptake bilirubin

dan juga gangguan konjugasi.

Gangguan Konjugasi Genetik

KELAINAN METABOLISME BILIRUBIN YANG MENYEBABKAN

HIPERBILIRUBINEMIA TERKONJUGASI

Gangguan fungsi klirens bilirubin yang bersifat familial

HIPERBILIRUBINEMIA TERKONJUGASI YANG DIDAPAT

PEMBAGIAN IKTERUS MENURUT LOKASI PENYEBABNYA

Ikterus prahepatik : akibat bahan pembentuk bilirubin yang berlebihan

4

Page 5: Obstructive Jaundice Extrahepatic

Ikterus hepatic : gangguan uptake bilirubin, sindrom gilbert, obat-

obatan,ganggguan konjugasi, sindrom crigler-najar, gangguan transport (hepatitis,

sirosis, obat-obatan), gangguan ekskresi (sindrom dubin Johnson, sindrom Rotor,

bening Recurrent Intrahepatic Cholestasis, Progressive Familial Intrahepatic

Cholestasis. Ikterus Kolestatik : Hambatan pada kanlikuli biliier; obat-obatan;

hambatan pada duktuli: genetic, sirosis bilier primer; Hambatan pada saluran

empedu: batu empedu, tumor pancreas, dan tumor ampula vateri.

5

Page 6: Obstructive Jaundice Extrahepatic

OBSTRUCTIVE JAUNDICE EXTRAHEPATIC

Causes 3

1. Batu Empedu

Epidemiologi

Batu empedu lebih banyak ditemukan pada wanita dan makin bertambah dengan

meningkatnya usia prevalensi batu empedu bervariasi secara luas diberbagai

Negara dan diantara kelompok-kelompok etnik yang berbeda pada satu Negara.

Rasio penderita wanita terhadap pria yaitu tiga banding satu pada kelompok usia

dewasa masa reproduktif dan menjadi kurang dari dua banding satu pada usia di

atas 70 tahun, hal ini karena estrogen endogen yang menghambat konversi

enzimatik dari kolesterol menjadi asam empedu sehingga menambah saturasi

kolesterol dari cairan empedu. Progesteron juga menyebabkan gangguan

pengosongan kandung empedu dan bersama estrogen meningkatkan litogenesi

(pembentukan batu di kanalikuli) cairan empedu pada kehamilan

6

Page 7: Obstructive Jaundice Extrahepatic

Faktor resiko untuk batu empedu adalah

Bahan utama yang terkandung dalam cairan empedu adalah asam empedu (80%),

fosfolipid dan kolesterol yang tidak teresterifikasi(4%). Fosfolipid akan terhidrolisis

di dalam usus dan tidak ikut serta dalam siklus entero-hepatik. Sebaliknya asam

empedu akan masuk ke dalam siklus enterohepatik kecuali asam litokolat. Beberapa

asam empedu yang utama adalah asam kolat (cholic acid) dan chendodeoxycholic

acid). Asam empedu adalah molekul menyerupai deterjen, yang dapat melarutkan

substansi yang pada dasarnya tidak larut dalam air seperti kolesterol, pada

konsentrasi milimolar, molekul asam empedu akan beragregasi membentuk agregat

yang disebut dengan misel. Kelarutan suatu kolesterol dalam cairan empedu

tergantung pada perbandingan antara asam empedu dan lesitin, dimana apabila

terjadi perbandingan yang tidak normal akan menyebabkan presipitasi Kristal-

kristal kolesterol dalam cairan empedu sehingga menjadi suatu factor awal

terbentuknya batu kolesterol.

BATU KOLESTEROL

1. Supersaturasi kolesterol terjadi karena sekresi kolesterol bilier yang

berlebihan, atau karena hiposekresi asam empedu. Faktor resiko

7

Page 8: Obstructive Jaundice Extrahepatic

hipersekresi kolesterol bilier antara lain obesitas, kadar estrogen yang

meningkatkan lipoprotein B dan E sehingga uptake kolesterol hepar

meningkat. Progesteron yang tinggi juga akan menghambat konversi

kolesterol menjadi kolesterol ester, kehilangan berat badan dalam waktu

cepat (sehingga terjadi mobilisasi kolesterol jaringan) dan genetic.

2. Nukleasi Kolesterol. Terbentuknya Kristal kolesterol monohidrat penting

dalam terbentuknya batu kolesterol. Beberapa protein yang berperan dalam

nukleasi kolesterol antara lain musin, Alpha 1-acid glycoprotein, Alpha 1

antichymotrypsin, dan fosfolipasi C. Protein-protein ini diduga mempercepat

kristalisasi kolesterol dengan membentuk vesikel kolesterol multilamelar

yang mempunyai kecenderungan lebih besar untuk mengkristal.

3. Disfungsi Kandung Empedu

Disfungsi yang dimaksud disini antara lain perubahan epitel mukosa

kandung empedu dan dismotilitas kandung empedu sehingga menyebabkan

kontraksi kandung empedu yang tidak baik dan menyebabkan stasis

empedu. Beberapa hal lain yang berhubungan dengan hipomotilitas kandung

empedu juga antara lain adalah nutrisi parenteral total yang berkepanjangan,

cedera medulla spinalis, kehamilan, penggunaan kontrasepsi oral, dan DM.

Selain itu dapat juga terbentuk lumpur bilier, yaitu suatu suspense yang

terbentuk dari presipitat kalsium bilirubinat, Kristal-kristal kolesterol dan

mucus, adanya lumpur bilier ini sendiri menandakan adanya dua

abnormalitas yaitu keseimbangan sekresi dan eliminasi musin yang

terganggu.

BATU PIGMEN

Batu pigmen adalah batu saluran empedu dengan kadar kalsium bilirubinat yang

bermakna dan <50% kolesterol. Ada dua jenis batu pigmen yaitu batu pigmen hitam

dan batu pigmen cokelat. Batu pigmen hitam tersusun oleh kalsium bilirubinat,

kalsium karbonnat, kalsium fosfat, glikoprotein musin dan sedikit kolesterol, batu

ini terbentuk berdasarkan konsep pengendapan bilirubin. Faktor resiko yang

menyebabkan terbentuknya batu pigmen hitam antara lain hemolisis, sirosis

8

Page 9: Obstructive Jaundice Extrahepatic

hepatis, dan usia tua. Batu pigmen cokelat berbeda dengan batu pigmen hitam,

dimana batu ini terbentuk di saluran empedu, bahkan setelah kolesistektomi.

Berbeda dengan batu pigmen hitam, batu pigmen cokelat memiliki lebih banyak

komposisi asam lemak bebas, dan diduga pembentukan batu pigmen cokelat ini

terutama akibat infeksi dan stasis.

Hanya sekitar 20-25 % orang dengan batu empedu memiliki gejala yang bisa

menandakan bahwa terdapat batu empedu di dalam tubuhnya. Batu empedu

biasanya ditemukan secara tidak sengaja saat dilakukan USG abdomen dan tetap

asimptomatik pada hampir 80% dari kasus. Gejala pasien dengan batu empedu

adalah hampir selalu terdapatnya kolik bilier. Sekitar 10% pasien dengan batu

empedu bermanifestasi dengan gejala kolesistitis, terdapatnya jaundice obstruktif,

dan pancreatitis. Kolik bilier berasal dari obstruksi dari duktus sistikus ataupun

duktus koledokus (CBD). Akibat adanya sumbatan oleh batu terjadilah distensi dari

viscus sehingga menyebabkan nyeri visceral yang sangat sakit, atau perut yang

terasa penuh pada bagian epigastrium atau pada bagian kuadran kanan atas

abdomen, yang dapat menjalar sampai ke daerah scapula atau bahu sebelah kanan.

Nyeri kolik bilier tersebut biasanya timbul mendadak dan bisa terus bertahan

sampai 15 menit sampai 5 jam. Beberapa pasien mengalami nyeri setelah makan

makanan berlemak dan beberapa pasien lain mengatakn bahwa nyeri tersebut tidak

berhubungan dengan apa yang dia makan sebelumnya. Apabila gejala pasien

dengan batu empedu simptomatik ini ditandai dengan episode nyeri bilier kurang

dari lima jam disebut uncomplicated. Sedangkan jika nyeri bilier ini tetap

berlangsung sampai lima jam dengan penemuan klinis atau laboratories yang

menunjukan gejala kolesistitis, ataupun gejala komplikasi lain disebut dengan

complicated gallstone disease.

9

Page 10: Obstructive Jaundice Extrahepatic

Laboratory and Imaging Studies 3

Hasil pemeriksaan laboratorium yang menunjang diagnosis batu empedu :

1. Ultrasonography—

USG merupakan pemeriksaan method of choice untuk mendiagnosis batu empedu.

USG dilakukan di kuadran kanan atas dan memiliki sensitivitas 95% untuk

mendeteksi batu empedu dengan diameter 1,5 mm atau lebih. Karakteristik dari

batu empedu adalah didapatkanya suatu gambaran ekogenik dengan akustik

shadow di dalam lumen kantung empedu yang bergerak sesuai dengan gravitasi

sesuai dengan posisi pasien.

10

Page 11: Obstructive Jaundice Extrahepatic

Adanya mobilitas –focus echogenic yang sesuai dengan gravitasi ini memudahkan

untuk membedakan batu empedu dengan polip di kantung empedu ataupun

keganasan. USG juga dapat memberitahukan informasi tentang ukuran dari kantung

empedu, ada atau tidaknya penebalan dinding kantung empedu, cairan

pericholecystic (tanda kolesistitis). Apabila terdapat dilatasi dari saluran empedu

hal tersebut akan mengarahkan ke obstruksi pada saluran empedu, dimana jika batu

tersebut terdapat di duktus koledokus, USG hanya memiliki sensitivitas yang rendah

sampai sedang.

2. Computed tomography (CT)

Penggunaan CT scan biasnaya berguna untuk mendeteksi batu empedu, terutama

yang telah mengalami kalsifikasi, namun pemeriksaan ini lebih mahal dan memiliki

paparan yang tinggi terhadap radiasi. Pemeriksaan ini lebih tepat digunakan untuk

mendapatkan visualisasi dari sistem biliaris jika kita mencurigai terdapatnya

obstruksi di saluran bilier.CT is occasionally useful

3. Magnetic resonance imaging (MRI) and cholangiopancreatography

(MRCP)—

11

Page 12: Obstructive Jaundice Extrahepatic

Penggunaan MRI tidak direkomendasikan untuk screening pada batu empedu,

namun pemeriksaan ini berguna untuk mendapatkan visualisasi pada duktus

pankreatikus dan dukutus biliaris. Sensitivitasnya dalam pedekteksian batu saluran

empedu mencapai 85% dan bisa digunakan sebagai alternative dari ERCP sebagai

screening praoperatif untuk menyingkirkan batu saluran empedu pada pasien yang

akan menjalani prosedur cholecystectomy laparoscopic.

4. Endoscopic retrograde cholangiopancreatography

(ERCP)—

ERCP kurang berguna untuk mendeteksi batu di kantung empedu, namun

merupakan suatu method of choice untuk mendeteksi batu di saluran empedu. Tidak

seperti MRI, ERCP memiliki nilai diagnostic dan terapeutik untuk mendapatkan

visualisasi dan ekstraksi dari batu saluran empedu. Diagnosis dengan menilai

papilla vateri, membuat kolangiografi dan biopsi. Tindakan terapi dapat dilakukan

dengan sphinkterektomi, pemasangan endprotehese/stent atau nasobilier drainage.

Dengan ERCP keperluan untuk melakukan eksplorasi koledokus menurun.

Kendalanya adalah membutuhkan keterampilan khusus dan memerlukan fasilitas

radiologi. Alat ini bersifat invasive. 1,2,3

5. PTC

12

Page 13: Obstructive Jaundice Extrahepatic

Percutaneous Transhepatic Cholangiography biasanya dilakukan jika ERCP dan

MRCP tidak dapat dilakukan atau gagal. Selain untuk diagnosis dapat dilanjutkan

sebagai drainase eksterna yaitu PTBD (Percutaneous Transhepatic Biliary Drainage)

6. Endoscopic ultrasound—

Merupakan metode yang paling sensitive dalam mendeteksi batu di daerah ampula.

7. Hepatobiliary scintigraphy—

Merupakan suatu metode imaging diagnostic radionuclide untuk mengevaluasi

fungsi hepatoselular dan keadaan sistem biliaris dengan menilai produksi dan aliran

cairan empedu dari hepar menuju sistem biliaris sampai ke usus kecil. Pemeriksaan

ini tidak terlalu berperan dalam mendeteksi batu empedu ataupun colesistitis,

tetapi lebih berguna untuk mendeteksi obstruksi di duktus sistikus .

2. Koledokolitiasis

Berjalannya batu empedu dari ke dalam CBD terjadi pada 10-15% pasien dengan

batu empedu. Kebanyakan dari batu tersebut adalah batu kolesterol yang berasal

dari kantung empedu. Batu yang berasal dari duktus biliaris biasanya adalah batu

pigmen, kecuali pada pasien dengan defect pada gen ABCB4 dimana menyebabkan

terbentuknya batu kolesterol di duktus biliaris akibat adanya sekresi fosfolipi’d.

Pasien dengan obstruksi CBD oleh batu biasanya mengeluhkan nyeri bilier, seperti

pada obstruksi duktus sistikus, dan terkadang diikuti dengan jaundice. Pasien

dengan obstruksi memiliki peningkatan kadar liver enzyme ALT dan AST pada fase

akut, dan akhirnya menurun meskipun obstruksi tetap berlangsung, selain itu juga

akan terjadi peningkatan enjim Alkaline phospatase, peningkatan bilirubin dan

akhirnya terjadilah jaundice. Pada kasus ini penggunaan transcutaneous abdominal

ultrasonography kurang bermanfaat, pemeriksaan laboratorium sakngat penting

untuk mendapatkan diagnosis diferensial dalam situasi ini. Pemeriksaan yang

bermanfaat pada kasus ini adalah ERC (Endoscopic Retrograde Cholangiography),

selain itu juga dapat digunakan Endosonography atau MRC terutama pada batu yang

kecil (<5mm) dan batu di ampula.

13

Page 14: Obstructive Jaundice Extrahepatic

3. Kolesistitis Akut

Kolestistitis akut merupakan inflamasi dari dinding kantung empedu yang biasanya

didahului oleh adanya batu yang menyebabkan obstruksi dari duktus sistikus.

Respons inflamasi ini dapat berupa : (1) inflamasi mekanik yand disebabkan oleh

peningkatan tekanan intraluminal dan distensi sehingga terjadi iskemia dari

mukosa dan dindind kantung empedu (2) Inflamasi kemis yang disebabkan oleh

pelepasan lysolecithin (akibat aktivase phospolipase pada lecithin di cairan

empedu) dan factor local lainnya (3) inflamasi bacterial, dimana berperan pada 50-

80% pasien dengan kolesistitis akut. Organisme yang paling sering menyebabkan

hal tersebut yang berhasil diisolasi pada kultur cairan empedu antara lain

Eschericia coli, Klebsiella spp, Streptococcus spp, dan Clostridium spp. 4

Gejala dari Kolesistitis akut adalah adanya nyeri bilier yang semakin parah, pada

60-70% pasien mengalami nyeri sebelumnya dan menghilang secara spontan.

Namun pada serangan selanjutnya, nyeri semakin hebat di perut kanan atas.

Biasanya pada. Selain itu juga dapat timbul demam low-grade, pada pemeriksaan

perut kanan atas akan teraba lunak, dan pada 20-50% pasien kantung empedu yang

keras dan membesar dapat teraba. Pada beberapa pasien saat menarik napas atau

batuk juga dapat menyebabkan sakit (Murphy sign). Mirizzi’s syndrome yaitu

suatu komplikasi yang jarang terjadi dimana suatu batu empedu yang impacted

(tersumbat) di duktus sistikus atau di leher kandung empedu sehingga

menyebabkan kompresi dari CBD (Common Bile Duct) dan menyebabkan obstruksi

dari CBD dan jaundice.

4. Kolesistitis Kronik

Inflamasi kronik dari dinding kandung empedu biasanya selalu berhubungan

dengan terdapatnya batu empedu akibat dari kolesistitis akut atau subakut atau dari

iritasi mekanik akibat batu empedu.

5. Kolangitis

14

Page 15: Obstructive Jaundice Extrahepatic

Infeksi dari traktus biliaris yang dapat bersifat akut ataupun kronik dan gejala yang

timbul akibat inflamasi yang terjadi, dimana penyebab utamanya antara lain adanya

obstruksi dari aliran cairan empedu. 75% pasien dengan kolangitis akut memiliki

bakteri pada kultur cairan empedunya. Karakteristik dari kolangitis akut adalah

adanya nyeri bilier, jaundice, dan demam spiking (tinggi ) disertai dengan menggigil

(Charcot’s triad). Pada kultur darah biasanya didapatkan hasil positif dan disertai

dengan leukositosis.

6. Kelainan Kongenital

- Atresia Bilier dan Hypoplasia. Gambaran klinis dari atresia bilier dan hypoplasia

ini adalah timbulnya jaundice obstruktif pada awal bulan kehidupan seseorang,

dengan faeces yang pucat. Ketika atresia bilier dicurigai berdasarkan gejala klinis,

laboratorium, dan gambaran radiologi, diagnosis dipastikan dengan dilakukannya

eksplorasi bedah dan cholangiography operatif. Sekitar 10% kasus atresia bilier

dapat diobati dengan roux en Y choledochojejunostomy, dengan prosedur Kasai

(Hepatic protoensterotomy) dengan harapan agar dapat mengembalikan aliran

cairan empedu.

- Choledocal Cyst. Dilatasi duktus sistikus kongenital

- Congenital Biliary Ectasia. Dilatasi dari duktus intrahepatic disertai radikula mayor

intrahepatic (Caroli’s disease), inter dan intralobular duktus (Congenital Hepatic

Fibrosis) atau keduanya.

7. Carcinoma Ampula Vater6

Carcinoma dari ampula Vater , merupakan tumor malignant yang jarang, berasal

dari 2 cm bagian distal akhir dari CBD, dimana ia akan melewati dinding duodenum

dan ampula papil.

15

Page 16: Obstructive Jaundice Extrahepatic

CBD akan bersatu dengan duktus pankreatikus Wirsung yang membentuk suatu

channel yang keluar melalui ampula ke duodenum. Bagian distal dari CBD melebar

(membentuk ampula Vater) dan dikelilingi spinchter Oddi. Carcinoma ampulla Vater

ini timbul biasanya diawali oleh obstruksi traktus bilier. Carcinoma ini lebih banyak

pada laki-laki. Carcinoma pada ampula vater biasanya berupa adenocarcinoma.

Pada separuh kasus tumor ampula vater juga disertai dengan metastasis ke lymph

node. Pada review 118 adenocarcinoma di daerah biliopancreatic, tipe

adenocarcinoma ini memiliki prognosis yang lebih buruk daripada carcinoma

duodenum.

8. Tumor Kantung Empedu (Carcinoma of the Gallblader)

Carcinoma kantung empedu merupakan neoplasma yang jarang, muncul pada

pasien tua. Pada 70% kasus berhubungan dengan batu empedu, dan resiko tersebut

berhubungan dengan lamanya batu empedu tersebut berada. Angka kejadian tumor

ini dua kali lebih sering pada wanita dibandingkan laki-laki. Kebanyakan tumor

primer ini merupakan adenokarsinoma.

9. Tumor Saluran Empedu (Tumor of the Bile Duct)

Pada tumor duktus bilier primer tidak berhubungan dengan riwayat kolelitiasis dan

angka kejadian pada wanita disbanding laki-laki sama. Kebanyakan tumor ini

berupa adenokarsinoma yang terletak di dalam hepar atau di CBD.

10. Tumor Usus Halus

16

Page 17: Obstructive Jaundice Extrahepatic

Benign : polip adematosa ataupun villous. Selain itu juga terdapat Polypoid

hamartoma yang bersifat soliter. Pada polip jenis ini jarang menimbulkan

keganasan. Selain itu juga terdapat Familial adenomatous polyposis yang ditandai

dengan polip intestinal dan colon yang multiple. Polip jenis ini memiliki

kecenderungan untuk menjadi ganas.

Malignant :

- Adenocarcinoma

- Gastrointestinal Stromal Tumor. Tumor yang berasal dari jaringan

mesenkim, 15% penyebab keganasan di usus halus.

11. Tumor Pankreas

Tumor pancreas merupakan kanker yang paling sering nomer dua dalam keganasan

gastrointestinal dan penyebab keempat dalam kematian yang terkait kanker. Rate 5

– years survival nya kurang dari 4%. Penyakit ini lebih sering muncul pada laki-laki

dibanding wanita. Tumor ini jarang timbul sebelum usia 45 tahun, namun

insidennya meningkat setelah usia 70 tahun. Tumor pancreas berasal dari tiga tipe

sel epitel yang ditemukan di pancreas, yaitu sel acinar, sel ductal, dan sel endokrin.

Kebanyakan tumor (90%) berasal dari sel ductal. Sekitar 70% tumor duktal terletak

di caput pancreas.

Manifestasi klinis yang paling sering pada pasien dengan tumor pancreas :

12. Trauma dan Striktur

17

Page 18: Obstructive Jaundice Extrahepatic

Timbulnya strikutr pada duktus biiliaris ekstrahepatik disebabkan oleh trauma

bedah yang terjadi pada 1 dari 500 cholecystotomies. Striktur dapat muncul dengan

kebocoran bilirubin atau pembentukan abses setelah operasi atau dengan obstruksi

bilier atau kolangitis sampai dua tahun sejak trauma. Diagnosis dapat ditegakan

dengan PCT (Percutaneous Cholangiography ataupun dengan Endoscopic

Cholangiography).

13. Kolangitis Sklerosing Primer (Primary Sclerosing Cholangitis)

Suatu peradangan kronik saluran empedu intrahepatik dan ekstrahepatik yang

ditandai dengan fibrosis, striktur, dan obliterasi saluran empedu. Prevalensi

penyakit ini adalah 6-8 kasus/100.000 penduduk dan 70% dari penderitanya

adalah laki-laki dengan usia antara 24-45 tahun. Pada penderita penyakit ini

ditemukan factor imunologis yaitu dijumpai beberapa antibody pada penderita

yaitu ANCA (Antineutrophil Cytoplasmic Antibodies) sebanyak 65-84%,

Anticardiolipin antibodies 66%, Antinuclear antibodies (ANA) 53%, dan

Antiendothelial cell antibody (AECA) >35%. Selain itu juga ditemukan

Antimitochondrial autoantibodies (AMA) dan antismoothmuscle antibodies (ASMA)

dengan frekuensi yang rendah pada penderita penyakit ini. PSC diduga

berhubungan dengan factor genetic Human Leucocyte Antigen (HLA)

Pada penyakit ini pemeriksaan yang merupakan goal standard adalah dengan

ERCP/PTC dimana dapat dilihat kelainan khas pada saluran empedu intrahepatik

dan ekstrahepatik yaitu iregularitas yang difus, striktur multiple dan stenosis

berbagai ukuran. Apabila pasien tidak dapat diperiksa dengan ERCP atau PTC maka

dapat digunakan MRC, hanya saja apabila menggunakan MRC tidak dapat

menggambarkan saluran-saluran empedu segmental intrahepatik jika tidak

melebar.

18

Page 19: Obstructive Jaundice Extrahepatic

Tabel Evaluasi Diagnostik Duktus Biliaris 5

PENATALAKSANAAN

Tindakan Umum

Tirah baring, pemberian cairan intravena, diet ringan tanpa lemak dan

menghilangkan nyeri dengan obat analgetik.

Antibiotika

19

Page 20: Obstructive Jaundice Extrahepatic

Diberikan antibiotic untuk mengobati septicemia dan mencegah peritonitis dan

empiema.

TERAPI NON BEDAH

Litolisis dengan asam empedu peroral

Dapat digunakan dua asam empedu yaitu AKDK (Asam Kenodeoksikolat) dan AUDK

(asam ursodeoksikolat) untuk pelarutan batu empedu. Kedua asam empedu ini akan

menkan sintesis kolesterol di hati dengan menghambat hidroksi metal glutaril CoA

(HMG-CoA) reduktase dan meningkatkan aktivitas dari 7a-Hidroksilase untuk

meningkatkan sintesis asam empedu. Dosis yang digunakan adalah 8-12

mg/kgBB/hari. Batu yang dapat diterapi adalah batu kolesterol non kalsifikasi di

dalam kandung empedu dengan diameter <5mm.

Terapi pelarutan secara kontak

Solven (Bahan pelarut) yang dapat melarutkan kolesterol dimasukan langsung ke

dalam kandung empedu secara perkutan dengan dituntun oleh USG. Solven yang

digunakan adalah MTBE (Metil Terbutil Etan) dan melarutkan kolesterol dalam satu

sampai tiga hari. Bisa digunakan pada batu kolesterol kecil tanpa kalsifikasi. Namun

saat ini terapi ini sudah ditinggalkan

ESWL (Extracorporal Shock Wave Lithotrypsi)

Metode ini mengkombinasikan dua cara yakni terapi oral asam empedu dan

fragmentasi batu empedu. Dengan ESWL akan menghasilkan gelombang dengan

amplitude tinggi dan menghasilkan fragmen-fragmen batu kecil <3 mm sehingga

dapat melalui duktus sistikus dan suktus koledokus dan dibuang ke duodenum.

TERAPI BEDAH

Penyakit sistem bilier yang sering membutuhkan intervensi bedah adalah hambatan

saluran ekstrahepatik, misalnya berupa batu atau tumor yang menekan saluran.

Prabedah

20

Page 21: Obstructive Jaundice Extrahepatic

Dilakukan drainage pra bedah untuk menurunkan tekanan intrabilier. Cairan

empedu dapat dikeluarkan dengan drainase eksterna (T-Tube, PTBD,

kolesistotomi).

Saat Bedah

Dilakukan drainase dengan meletakan T-Tube di duktus koledokus atau

kolesistostomi. Dilakukan bila keadaaan umum buruk, ada gangguan fungsi

hemostasis, infeksi berat, ataupun tumor yang tidak dapat direseksi atau di bypass.

Percutaneous Therapy

Percutaneous Therapy ini dapat dilakukan pada pasien dengan resiko tinggi, dimana

apabila dilakukan intervensi bedah berhubungan erat dengan peningkatan angka

morbiditas maupun mortalitas. Pendekatan dengan Percutaneous Therapy menjadi

pilihan yang lebih aman daripada pembedahan yang bersifat invasive. Percutaneous

ini dapat mencapai kantung empedu melalui dua rute : transperitoneal dan

transhepatic. Namun yang lebih mudah adalah melalui rute transhepatic. Ada dua

jenis tindakan yang dapat dilakukan dengan metode ini yaitu Percutaneous

cholecystolithotomy yang membuat suatu puncturing di dalam kantung empedu,

kemudian mengangkat semua batu empedu dengan chole cystoscope. Prosedur ini

lebih menguntungkan karena semua batu empedu dapat diangkat dengan cepat.

Cara kedua adalah Percutaneous cholelithotripsy jika batu empedu terlalu besar

21

Page 22: Obstructive Jaundice Extrahepatic

untuk diangkat dapat dilakukan disintegrasi dengan : ultrasonic lithotripter,

electrohydraulic lithotripter dan YAG laser. 7

Bypass Biliodigestive yaitu bila tumor tidak dapat direseksi atau pada batu

dengan duktus koledokus yang fibrotic, pasase ke distal tidak lancer, batu

intrahepatik, batu berupa lumpur. Yang sering dilakukan adalah Roux-en-Y

koledoko jejunostomi. 7

Whipple Procedure Pancreaticoduodenoctomy.

Dimana kantung empedu, CBD, sebagian duodenum dan kepala pancreas diangkat.

Ada beberapa variasi Whipple procedure:

Standard Whipple with lymph node dissection:

22

Page 23: Obstructive Jaundice Extrahepatic

23

Page 24: Obstructive Jaundice Extrahepatic

Radical Whipple with lymph node dissection

Pylorus Preserving – preservasi dari pylorus

Klasik – 40% bagian dari gaster diangkat

24