Cholestasis Jaundice

21
BAB 1 PENDAHULUAN Salah satu fungsi utama dari hati adalah memproduksi dan mensekresi empedu. Kolestasis terjadi bila terjadi hambatan aliran empedu dan bahan-bahan yang harus diekskresi hati. Tiga penyebab utama kolestasis adalah sindroma hepatitis neonatal, obstruksi mekanik dan sindroma paucity saluran empedu intrahepatal. Diagnosis dini kolestasis sangat penting karena terapi dan prognosa dari masing-masing penyebab sangat berbeda. Pada atresia bilier, bila pembedahan dilakukan pada usia lebih dari 8 minggu mempunyai prognosa buruk. Salah satu tujuan diagnostik yang paling penting pada kasus kolestasis adalah menetapkan apakah gangguan aliran empedu intrahepatik atau ekstrahepatik. 1,2,3 Cholestasis adalah keadaan patologi dimana terdapatnya gangguan pada sekresi maupun ekskresi dari empedu ke duodenum. Penyebab cholestasis ini seharusnya ditemukan pada golden period age (< 10 minggu) untuk memberikan hasil yang lebih baik. Cholestasis jaundice didefenisikan sebagai terdapatnya peningkatan bilirubin terkonjugasi, yang secara umum mengindikasikan terdapatnya kelainan pada sistem hepatobilier. Deteksi dini dari dokter umum serta diagnosis yang akurat dari spesialis anak sangat menentukan kesuksesan terapi dan prognosa yang lebih baik. 1,2,4 1

Transcript of Cholestasis Jaundice

Page 1: Cholestasis Jaundice

BAB 1

PENDAHULUAN

Salah satu fungsi utama dari hati adalah memproduksi dan mensekresi empedu.

Kolestasis terjadi bila terjadi hambatan aliran empedu dan bahan-bahan yang harus diekskresi

hati. Tiga penyebab utama kolestasis adalah sindroma hepatitis neonatal, obstruksi mekanik

dan sindroma paucity saluran empedu intrahepatal. Diagnosis dini kolestasis sangat penting

karena terapi dan prognosa dari masing-masing penyebab sangat berbeda. Pada atresia bilier,

bila pembedahan dilakukan pada usia lebih dari 8 minggu mempunyai prognosa buruk. Salah

satu tujuan diagnostik yang paling penting pada kasus kolestasis adalah menetapkan apakah

gangguan aliran empedu intrahepatik atau ekstrahepatik.1,2,3

Cholestasis adalah keadaan patologi dimana terdapatnya gangguan pada sekresi

maupun ekskresi dari empedu ke duodenum. Penyebab cholestasis ini seharusnya ditemukan

pada golden period age (< 10 minggu) untuk memberikan hasil yang lebih baik. Cholestasis

jaundice didefenisikan sebagai terdapatnya peningkatan bilirubin terkonjugasi, yang secara

umum mengindikasikan terdapatnya kelainan pada sistem hepatobilier. Deteksi dini dari

dokter umum serta diagnosis yang akurat dari spesialis anak sangat menentukan kesuksesan

terapi dan prognosa yang lebih baik.1,2,4

1

Page 2: Cholestasis Jaundice

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Kolestasis adalah kegagalan aliran cairan empedu masuk duodenum dalam jumlah

normal. Gangguan dapat terjadi mulai dari membrana-basolateral dari hepatosit sampai

tempat masuk saluran empedu ke dalam duodenum. Dari segi klinis didefinisikan sebagai

akumulasi zat-zat yang diekskresi kedalam empedu seperti bilirubin, asam empedu, dan

kolesterol didalam darah dan jaringan tubuh. Secara patologi-anatomi kolestasis adalah

terdapatnya timbunan trombus empedu pada sel hati dan sistem bilier.2,4

Kolestasis adalah suatu kondisi patologis akibat gangguan sekresi dan ekskresi

empedu ke duodenum. Etiologi penyakit ini sebaiknya ditemukan pada usia < 10 minggu

kehidupan untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. Atresia bilier ditandai dengan obstruksi

total sistem ekstrahepatik empedu dengan penyebab yang belum diketahui. Satu-satunya

pengobatan yang efektif pada saat ini yaitu dengan prosedur Kasai yang sebaiknya dilakukan

pada usia 8 minggu atau kurang. Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran pola kasus

kolestasis pada bayi.2,4

B. EPIDEMIOLOGI

Kolestasis pada bayi terjadi pada ± 1:25000 kelahiran hidup. Insiden hepatitis

neonatal 1:5000 kelahiran hidup, atresia bilier 1:10000-1:13000, defisiensi α-1 antitripsin

1:20000. Rasio atresia bilier pada anak perempuan dan anak laki-laki adalah 2:1, sedang pada

hepatitis neonatal, rasionya terbalik.2

Di Kings College Hospital England antara tahun 1970-1990, atresia bilier 377

(34,7%), hepatitis neonatal 331 (30,5%), α-1 antitripsin defisiensi 189 (17,4%), hepatitis lain

94 (8,7%), sindroma Alagille 61 (5,6%), kista duktus koledokus 34 (3,1%).2

Di Instalasi Rawat Inap Anak RSU Dr. Sutomo Surabaya antara tahun 1999-2004 dari

19270 penderita rawat inap, didapat 96 penderita dengan neonatal kolestasis. Neonatal

2

Page 3: Cholestasis Jaundice

hepatitis 68 (70,8%), atresia bilier 9 (9,4%), kista duktus koledukus 5 (5,2%), kista hati 1

(1,04%), dan sindroma inspissated-bile.2

C. METABOLISME BILIRUBIN

Bilirubin adalah pigmen kristal berbentuk jingga ikterus yang merupakan bentuk akhir

dari pemecahan katabolisme heme melalui proses reaksi oksidasi-reduksi. Bilirubin berasal

dari katabolisme protein heme, dimana 75% berasal dari penghancuran eritrosit dan 25%

berasal dari penghancuran eritrosit yang imatur dan protein heme lainnya seperti mioglobin,

sitokrom, katalase dan peroksidase. Metabolisme bilirubin meliputi pembentukan bilirubin,

transportasi bilirubin, asupan bilirubin, konjugasi bilirubin, dan ekskresi bilirubin.2,3,4

Langkah oksidase pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan bantuan

enzim heme oksigenase yaitu enzim yang sebagian besar terdapat dalam sel hati, dan organ

lain. Biliverdin yang larut dalam air kemudian akan direduksi menjadi bilirubin oleh enzim

biliverdin reduktase. Bilirubin bersifat lipofilik dan terikat dengan hidrogen serta pada pH

normal bersifat tidak larut.2,3,4

Pembentukan bilirubin yang terjadi di sistem retikuloendotelial, selanjutnya

dilepaskan ke sirkulasi yang akan berikatan dengan albumin. Bilirubin yang terikat dengan

albumin serum ini tidak larut dalam air dan kemudian akan ditransportasikan ke sel hepar.

Bilirubin yang terikat pada albumin bersifat nontoksik.2,3,4

Pada saat kompleks bilirubin-albumin mencapai membran plasma hepatosit, albumin

akan terikat ke reseptor permukaan sel. Kemudian bilirubin, ditransfer melalui sel membran

yang berikatan dengan ligandin (protein Y), mungkin juga dengan protein ikatan sitotoksik

lainnya. Berkurangnya kapasitas pengambilan hepatik bilirubin yang tak terkonjugasi akan

berpengaruh terhadap pembentukan ikterus fisiologis. 2,3,4

Bilirubin yang tak terkonjugasi dikonversikan ke bentuk bilirubin konjugasi yang

larut dalam air di retikulum endoplasma dengan bantuan enzim uridine diphosphate

glucoronosyl transferase (UDPG-T). Bilirubin ini kemudian diekskresikan ke dalam

kanalikulus empedu. Sedangkan satu molekul bilirubin yang tak terkonjugasi akan kembali

ke retikulum endoplasmik untuk rekonjugasi berikutnya. 2,3,4

3

Page 4: Cholestasis Jaundice

Setelah mengalami proses konjugasi, bilirubin akan diekskresikan ke dalam kandung

empedu, kemudian memasuki saluran cerna dan diekskresikan melalui feces. Setelah berada

dalam usus halus, bilirubin yang terkonjugasi tidak langsung dapat diresorbsi, kecuali

dikonversikan kembali menjadi bentuk tidak terkonjugasi oleh enzim beta-glukoronidase

yang terdapat dalam usus. Resorbsi kembali bilirubin dari saluran cerna dan kembali ke hati

untuk dikonjugasi disebut sirkulasi enterohepatik. 2,3,4

Gambar 1. Metabolisme Bilirubin

D. KLASIFIKASI

Secara garis besar kolestasis dapat diklasifikasikan menjadi:

1. Kolestasis ekstrahepatik, obstruksi mekanis saluran empedu ekstrahepatik

Secara umum kelainan ini disebabkan lesi kongenital atau didapat. Merupakan

kelainan nekroinflamatori yang menyebabkan kerusakan dan akhirnya pembuntuan saluran

empedu ekstrahepatik, diikuti kerusakan saluran empedu intrahepatik. Penyebab utama yang

pernah dilaporkan adalah proses imunologis, infeksi virus terutama CMV dan Retro virus tipe

3, asam empedu yang toksik, iskemia dan kelainan genetik. Biasanya penderita terkesan sehat

4

Page 5: Cholestasis Jaundice

saat lahir dengan berat badan lahir, aktifitas dan minum normal. Ikterus baru terlihat setelah

berumur lebih dari 1 minggu. 10-20% penderita disertai kelainan kongenital yang lain seperti

asplenia, malrotasi dan gangguan kardiovaskuler. Deteksi dini dari kemungkinan adanya

atresia bilier sangat penting sebab efikasi pembedahan hepatik-portoenterostomi (Kasai) akan

menurun apabila dilakukan setelah umur 2 bulan. Pada pemeriksaan ultrasound terlihat

kandung empedu kecil dan atretik disebabkan adanya proses obliterasi, tidak jelas adanya

pelebaran saluran empedu intrahepatik. Gambaran ini tidak spesifik, kandung empedu yang

normal mungkin dijumpai pada penderita obstruksi saluran empedu ekstrahepatal sehingga

tidak menyingkirkan kemungkinan adanya atresi bilier.1,2,4

Gambaran histopatologis ditemukan adanya portal tract yang edematus dengan

proliferasi saluran empedu, kerusakan saluran dan adanya trombus empedu didalam duktuli.

Pemeriksaan kolangiogram intraoperatif dilakukan dengan visualisasi langsung untuk

mengetahui patensi saluran bilier sebelum dilakukan operasi Kasai.1,2,4

2. Kolestasis intrahepatik

a. Saluran Empedu

Digolongkan dalam 2 bentuk, yaitu: (a) Paucity saluran empedu, dan (b)

Disgenesis saluran empedu. Oleh karena secara embriologis saluran empedu

intrahepatik (hepatoblas) berbeda asalnya dari saluran empedu ekstrahepatik (foregut)

maka kelainan saluran empedu dapat mengenai hanya saluran intrahepatik atau hanya

saluran ekstrahepatik saja. Beberapa kelainan intrahepatik seperti ekstasia bilier dan

hepatik fibrosis kongenital, tidak mengenai saluran ekstrahepatik. Kelainan yang

disebabkan oleh infeksi virus CMV, sklerosing kolangitis, Caroli’s disease mengenai

kedua bagian saluran intra dan ekstra-hepatik. Karena primer tidak menyerang sel hati

maka secara umum tidak disertai dengan gangguan fungsi hepatoseluler. Serum

transaminase, albumin, faal koagulasi masih dalam batas normal. Serum alkali

fosfatase dan GGT akan meningkat. Apabila proses berlanjut terus dan mengenai

saluran empedu yang besar dapat timbul ikterus, hepatomegali, hepatosplenomegali,

dan tanda-tanda hipertensi portal.2,4

Paucity saluran empedu intrahepatik lebih sering ditemukan pada saat neonatal

dibanding disgenesis, dibagi menjadi sindromik dan nonsindromik. Dinamakan

paucity apabila didapatkan < 0,5 saluran empedu per portal tract. Contoh dari

5

Page 6: Cholestasis Jaundice

sindromik adalah sindrom Alagille, suatu kelainan autosomal dominan disebabkan

haploinsufisiensi pada gene JAGGED 1. Sindroma ini ditemukan pada tahun 1975

merupakan penyakit multiorgan pada mata (posterior embryotoxin), tulang belakang

(butterfly vertebrae), kardiovaskuler (stenosis katup pulmonal), dan muka yang

spesifik (triangular facial yaitu frontal yang dominan, mata yang dalam, dan dagu

yang sempit). Nonsindromik adalah paucity saluran empedu tanpa disertai gejala

organ lain. Kelainan saluran empedu intrahepatik lainnya adalah sklerosing kolangitis

neonatal, sindroma hiper IgM, sindroma imunodefisiensi yang menyebabkan

kerusakan pada saluran empedu. 2,4

b. Kelainan hepatosit

Kelainan primer terjadi pada hepatosit menyebabkan gangguan pembentukan dan

aliran empedu. Hepatosit neonatus mempunyai cadangan asam empedu yang sedikit,

fungsi transport masih prematur, dan kemampuan sintesa asam empedu yang rendah

sehingga mudah terjadi kolestasis. Infeksi merupakan penyebab utama yakni virus,

bakteri, dan parasit. Pada sepsis misalnya kolestasis merupakan akibat dari respon

hepatosit terhadap sitokin yang dihasilkan pada sepsis. 2,4

Hepatitis neonatal adalah suatu deskripsi dari variasi yang luas dari neonatal

hepatopati, suatu inflamasi nonspesifik yang disebabkan oleh kelainan genetik,

endokrin, metabolik, dan infeksi intra-uterin. Mempunyai gambaran histologis yang

serupa yaitu adanya pembentukan multinucleated giant cell dengan gangguan lobuler

dan serbukan sel radang, disertai timbunan trombus empedu pada hepatosit dan

kanalikuli. Diagnosa hepatitis neonatal sebaiknya tidak dipakai sebagai diagnosa

akhir, hanya dipakai apabila penyebab virus, bakteri, parasit, gangguan metabolik

tidak dapat ditemukan. 2,4

E. PATOFISIOLOGI

Empedu adalah cairan yang disekresi hati berwarna hijau kekuningan merupakan

kombinasi produksi dari hepatosit dan kolangiosit. Empedu mengandung asam empedu,

kolesterol, phospholipid, toksin yang terdetoksifikasi, elektrolit, protein, dan bilirubin

terkonjugasi. Kolesterol dan asam empedu merupakan bagian terbesar dari empedu sedang

bilirubin terkonjugasi merupakan bagian kecil. Bagian utama dari aliran empedu adalah

6

Page 7: Cholestasis Jaundice

sirkulasi enterohepatik dari asam empedu. Hepatosit adalah sel epetelial dimana permukaan

basolateralnya berhubungan dengan darah portal sedang permukaan apikal (kanalikuler)

berbatasan dengan empedu. Hepatosit adalah epitel terpolarisasi berfungsi sebagai filter dan

pompa bioaktif memisahkan racun dari darah dengan cara metabolisme dan detoksifikasi

intraseluler, mengeluarkan hasil proses tersebut kedalam empedu. Salah satu contoh adalah

penanganan dan detoksifikasi dari bilirubin tidak terkonjugasi (bilirubin indirek). Bilirubin

tidak terkonjugasi yang larut dalam lemak diambil dari darah oleh transporter pada membran

basolateral, dikonjugasi intraseluler oleh enzim UDPGTa yang mengandung P450 menjadi

bilirubin terkonjugasi yang larut air dan dikeluarkan kedalam empedu oleh transporter mrp2.

mrp2 merupakan bagian yang bertanggungjawab terhadap aliran bebas asam empedu.

Walaupun asam empedu dikeluarkan dari hepatosit kedalam empedu oleh transporter lain,

yaitu pompa aktif asam empedu. Pada keadaan dimana aliran asam empedu menurun, sekresi

dari bilirubin terkonjugasi juga terganggu menyebabkan hiperbilirubinemia terkonjugasi.

Proses yang terjadi di hati seperti inflamasi, obstruksi, gangguan metabolik, dan iskemia

menimbulkan gangguan pada transporter hepatobilier menyebabkan penurunan aliran empedu

dan hiperbilirubinemi terkonjugasi. 2,4

Perubahan fungsi hati pada kolestasis

Pada kolestasis yang berkepanjangan terjadi kerusakan fungsional dan struktural:

A. Proses transpor hati

Proses sekresi dari kanalikuli terganggu, terjadi inversi pada fungsi polaritas dari

hepatosit sehingga elminasi bahan seperti bilirubin terkonyugasi, asam empedu, dan lemak

kedalam empedu melalui plasma membran permukaan sinusoid terganggu. 2,4

B. Transformasi dan konyugasi dari obat dan zat toksik

Pada kolestasis berkepanjangan efek detergen dari asam empedu akan menyebabkan

gangguan sitokrom P-450. Fungsi oksidasi, glukoronidasi, sulfasi dan konyugasi akan

terganggu. 2,4

C. Sintesis protein

Sintesis protein seperti alkali fosfatase dan GGT, akan meningkat sedang produksi serum

protein albumin-globulin akan menurun. 2,4

D. Metabolisme asam empedu dan kolesterol

Kadar asam empedu intraseluler meningkat beberapa kali, sintesis asam empedu dan

kolesterol akan terhambat karena asam empedu yang tinggi menghambat HMG-CoA

7

Page 8: Cholestasis Jaundice

reduktase dan 7 alfa-hydroxylase menyebabkan penurunan asam empedu primer sehingga

menurunkan rasio trihidroksi/dihidroksi bile acid sehingga aktifitas hidropopik dan

detergenik akan meningkat. Kadar kolesterol darah tinggi tetapi produksi di hati menurun

karena degradasi dan eliminasi di usus menurun. 2,4

E. Gangguan pada metabolisme logam

Terjadi penumpukan logam terutama Cu karena ekskresi bilier yang menurun. Bila kadar

ceruloplasmin normal maka tidak terjadi kerusakan hepatosit oleh Cu karena Cu mengalami

polimerisasi sehingga tidak toksik. 2,4

F. Metabolisme cysteinyl leukotrienes

Cysteinyl leukotrienes suatu zat bersifat proinflamatori dan vasoaktif dimetabolisir dan

dieliminasi dihati, pada kolestasis terjadi kegagalan proses sehingga kadarnya akan

meningkat menyebabkan edema, vasokonstriksi, dan progresifitas kolestasis. Oleh karena

diekskresi diurin maka dapat menyebabkan vaksokonstriksi pada ginjal. 2,4

G. Mekanisme kerusakan hati sekunder

1. Asam empedu, terutama litokolat merupakan zat yang menyebabkan kerusakan

hati melalui aktifitas detergen dari sifatnya yang hidrofobik. Zat ini akan

melarutkan kolesterol dan fosfolipid dari sistim membran sehingga intregritas

membran akan terganggu. Maka fungsi yang berhubungan dengan membran

seperti Na+, K+-ATPase, Mg++-ATPase, enzim-enzim lain dan fungsi transport

membran dapat terganggu, sehingga lalu lintas air dan bahan-bahan lain melalui

membran juga terganggu. Sistim transport kalsium dalam hepatosit juga

terganggu. Zat-zat lain yang mungkin berperan dalam kerusakan hati adalah

bilirubin, Cu, dan cysteinyl leukotrienes namun peran utama dalam kerusakan hati

pada kolestasis adalah asam empedu. 2,4

2. Proses imunologis

Pada kolestasis didapat molekul HLA I yang mengalami display secara abnormal

pada permukaan hepatosit, sedang HLA I dan II diekspresi pada saluran empedu

sehingga menyebabkan respon imun terhadap sel hepatosit dan sel kolangiosit.

Selanjutnya akan terjadi sirosis bilier. 2,4

8

Page 9: Cholestasis Jaundice

F. MANIFESTASI KLINIS

Tanpa memandang etiologinya, gejala klinis utama pada kolestasis bayi adalah

ikterus, tinja akholik, dan urine yang berwarna gelap. Selanjutnya akan muncul manifestasis

klinis lainnya, sebagai akibat terganggunya aliran empedu dan bilirubin.3,4

Gambaran klinis pada kolestasis umumnya disebabkan karena keadaan-keadaan:

1. Terganggunya aliran empedu masuk ke dalam usus: 3,4

- Tinja akolis/hipokolis

- Urobilinogen/sterkobilinogen dalam tinja menurun/negatif

- Urobilinogen dalam air seni negatif

- Malabsorbsi lemak dan vitamin yang larut dalam lemak

- Steatore

- Hipoprotrombinemia

2. Akumulasi empedu dalam darah3,4

- Ikterus

- Gatal-gatal

- Hiperkolesterolemia

3. Kerusakan sel hepar karena menumpuknya komponen empedu3,4

Anatomis

- Akumulasi pigmen

- Reaksi peradangan dan nekrosis

Fungsional

- Gangguan eksresi (alkali fosfatase dan gama glutamin transpeptidase meningkat)

- Transaminase serum menigkat (ringan)

- Gangguan ekskresi sulfobromoftalein

- Asam empedu dalam serum meningkat

9

Page 10: Cholestasis Jaundice

Gambar 2. Manifestasi Kolestasis

G. DIAGNOSIS

Tujuan utama evaluasi bayi dengan kolestasis adalah membedakan antara kolestasis

intrahepatik dengan ekstrahepatik sendini mungkin. Diagnosis dini obstruksi bilier

ekstrahepatik akan meningkatkan keberhasilan operasi. Kolestasis intrahepatik seperti sepsis,

galaktosemia atau endrokinopati dapat diatasi dengan medikamentosa.2,3,4,5

Anamnesis

a. Adanya ikterus pada bayi usia lebih dari 14 hari, tinja akolis yang persisten harus

dicurigai adanya penyakit hati dan saluran bilier.

b. Pada hepatitis neonatal sering terjadi pada anak laki-laki, lahir prematur atau berat

badan lahir rendah. Sedang pada atresia bilier sering terjadi pada anak perempuan

dengan berat badan lahir normal, dan memberi gejala ikterus dan tinja akolis lebih

awal.

c. Sepsis diduga sebagai penyebab kuning pada bayi bila ditemukan ibu yang demam atau

disertai tanda-tanda infeksi.

d. Adanya riwayat keluarga menderita kolestasis, maka kemungkinan besar merupakan

suatu kelainan genetik/metabolik (fibro-kistik atau defisiensi α1-antitripsin). 2,3,4,5

10

Page 11: Cholestasis Jaundice

Pemeriksaan fisik

Pada umumnya gejala ikterik pada neonatus baru akan terlihat bila kadar bilirubin

sekitar 7 mg/dl. Secara klinis mulai terlihat pada bulan pertama. Warna kehijauan bila kadar

bilirubin tinggi karena oksidasi bilirubin menjadi biliverdin. Jaringan sklera mengandung

banyak elastin yang mempunyai afinitas tinggi terhadap bilirubin, sehingga pemeriksaan

sklera lebih sensitif. 2,3,4,5

Dikatakan pembesaran hati apabila tepi hati lebih dari 3,5 cm dibawah arkus kosta

pada garis midklavikula kanan. Pada perabaan hati yang keras, tepi yang tajam dan

permukaan noduler diperkirakan adanya fibrosis atau sirosis. Hati yang teraba pada

epigastrium mencerminkan sirosis atau lobus Riedel (pemanjangan lobus kanan yang

normal). Nyeri tekan pada palpasi hati diperkirakan adanya distensi kapsul Glisson karena

edema. Bila limpa membesar, satu dari beberapa penyebab seperti hipertensi portal, penyakit

storage, atau keganasan harus dicurigai. Hepatomegali yang besar tanpa pembesaran organ

lain dengan gangguan fungsi hati yang minimal mungkin suatu fibrosis hepar kongenital.

Perlu diperiksa adanya penyakit ginjal polikistik. Asites menandakan adanya peningkatan

tekanan vena portal dan fungsi hati yang memburuk. Pada neonatus dengan infeksi

kongenital, didapatkan bersamaan dengan mikrosefali, korioretinitis, purpura, berat badan

rendah, dan gangguan organ lain. 2,3,4,5

Alagille mengemukakan 4 keadaan klinis yang dapat menjadi patokan untuk

membedakan antara kolestasis ekstrahepatik dan intrahepatik. Dengan kriteria tersebut

kolestasis intrahepatik dapat dibedakan dengan kolestasis ekstrahepatik ± 82% dari 133

penderita. Moyer menambah satu kriteria lagi gambaran histopatologi hati. 2,3,4,5

11

Page 12: Cholestasis Jaundice

Tabel 1. Kriteria Klinis Membedakan Intrahepatik dan Ekstrahepatik

Gambar 3. Algoritma Diagnosis Kolestasis

12

Page 13: Cholestasis Jaundice

Pemeriksaan Penunjang

Pada bayi dengan kolestasis harus dibedakan antara kolestasis intra atau ekstrahepatal

dengan tujuan utama memperbaiki/mengobati keadaan-keadaan yang memang dapat

diperbaiki/diobati. Sebagai tahap pertama dalam pendekatan diagnosa, harus dibuktikan

apakah ada kelainan hepatobilier atau tidak. Pemeriksaan yang perlu dilakukan pada tahap ini

adalah: 2,3,4,5

Hapusan darah tepi

Bilirubin dalam air seni

Sterkobilin dalam air seni

Tes fungsi hepar standar: SGOT, SGPT, alkali fosfatase serta serum protein.

Bila dari pemeriksaan tersebut masih meragukan, dilakukanpemeriksaan lanjutan yang

lebih sensitif seperti BSP/kadar asam empedu dalam serum. Bila fasilitas terbatas dapat

hanya dengan melihat pemeriksaan bilirubin air seni. Hasi positif menunjukkan adanya

kelainan hepatobilier. 2,3,4,5

Untuk pemeriksaan terhadap infeksi yang penting adalah: 2,3,4,5

1. Virus:

Virus hepatotropik : HAV, HBV, non A non B, virus delta

TORCH

Virus lain : EBV, Coxsackie’s B, varisela-zoster

2. Bakteri

Terutama bila klinis mencurigakan infeksi leptospira, abses piogenik

3. Parasit

Toksoplasma, amuba, leismania, penyakit hidatid

Bahan toksisk, terutama obat/makanan hepatotoksik

4. Pemeriksaan kelainan metabolik yang penting:

Galaktosemia, fruktosemia

Tirosinosis: asam amino dalam air seni

Fibrosis kistik

Penyakit wilson

Defisiensi alfa-1 antitripsin

5. Data tentang saluran empedu diperoleh melalui pemeriksaan

Rose Bengal Excretion (RBE)

Hida scan

13

Page 14: Cholestasis Jaundice

USG

Biopsi hepar

H. PENATALAKSANAAN

Pengobatan paling rasional untuk kolestasis adalah perbaikan aliran empedu ke dalam

usus. Pada prinsipnya ada beberapa hal pokok yang menjadi pedoman dalam

penatalaksanaannya, yaitu: 2,3,4,5

1. Sedapat mungki mengadakan perbaikan terhadap adanya gangguan aliran empedu

2. Mengobati komplikasi yang telah terjadi akibat adanya kolestasis

3. Memantau sedapat mungkin untuk mencegah kemungkinan terjadinya keadaan fatal

yang dapat mengganggu proses regenerasi hepar

4. Melakukan usaha-usaha yang dapat mencegah terjadinya gangguan pertumbuhan

5. Sedapat mungkin menghindari segala bahan/keadaan yang dapat

mengganggu/merusak hepar

Dalam hal ini pengobatan dibagi dalam 2 golongan besar, yaitu: 2,3,4,5

1. Tindakan medis

Perbaikan aliran empedu: pemberian fenobarbital dan kolestiramin, asam

ursodioksikolik

Aspek gizi: lemak sebaiknya diberikan dalam bentuk MCT (medium chain

triglyceride) karena malabsorbsi lemak.

Diberikan tambahan vitamin larut lemak (A,D,E, dan K)

2. Tindakan bedah

Tujuan untuk mengadakan perbaikan langsung kelainan saluran empedu yang ada

Operasi Kasai (hepatoportoenterostomy procedure)

Diperlukan untuk mengalirkan empedu keluar dari hati, dengan menyambungkan usus

halus langsung dari hati untuk menggantikan saluran empedu. Untuk mencegah

terjadinya komplikasi sirosis, prosedur ini dianjurkan untuk dilakukan sesegera

mungkin, diupayakan sebelum anak berumur 90 hari. Perlu diketahui bahwa operasi

kasai bukanlah tatalaksana defenitif dari atresia biliaris, namun setidaknya tindakan

ini dapat memperbaiki prognosis anak dan memperlambat perjalanan menuju

kerusakan hati.

14

Page 15: Cholestasis Jaundice

Gambar 4. Prosedur Operasi Kasai

15

Page 16: Cholestasis Jaundice

BAB 3

KESIMPULAN

Deteksi dini dari kolestasis neonatal merupakan tantangan bagi dokter dan dokter

spesialis anak. Kunci utama adalah kesadaran adanya kolestasis pada bayi yang mengalami

ikterus pada usia diatas 2 minggu. Dengan ditemukannya peningkatan kadar bilirubin

terkonyugasi maka proses diagnosa untuk mencari penyebab harus segera dilakukan agar

mendapatkan hasil yang optimal dalam pengobatan maupun pembedahan. Kegagalan dalam

deteksi dini etiologi kolestasis menyebabkan terlambatnya tindakan sehingga mempengaruhi

prognosis.

16