Laporan Kasus Obstruksi Jaundice

43
LAPORAN KASUS OBSTRUKSI JAUNDICE Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepanitraan Klinik Senior Pada Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Malikussaleh Rumah Sakit Umum Cut Meutia Aceh Utara Nama : Putri Azka Rinanda, S.Ked NIM : 090610041 Preseptor : Dr. Suhaemi, SpPD, Finasim Bagian : Ilmu Penyakit Dalam

description

kedokteran

Transcript of Laporan Kasus Obstruksi Jaundice

Page 1: Laporan Kasus Obstruksi Jaundice

LAPORAN KASUS

OBSTRUKSI JAUNDICEDiajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepanitraan Klinik

Senior Pada Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Malikussaleh Rumah Sakit Umum

Cut Meutia Aceh Utara

Nama : Putri Azka Rinanda, S.Ked

NIM : 090610041

Preseptor : Dr. Suhaemi, SpPD, Finasim

Bagian : Ilmu Penyakit Dalam

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER UNIVERSITAS MALIKUSSALEH BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM

RUMAH SAKIT UMUM CUT MEUTIA ACEH UTARA TAHUN AJARAN

2013/2014

Page 2: Laporan Kasus Obstruksi Jaundice

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, akhirnya penyusunan Laporan

Kasus yang berjudul “Obstruksi Jaundice” dapat saya selesaikan penulisannya

dalam rangka memenuhi salah satu tugas sebagai ko-asisten yang sedang

menjalani kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu Penyakit Dalam di Rumah Sakit

Umum Cut Meutia.

Dalam menyelesaikan tugas ini, saya mengucapkan terima kasih kepada

Dr. Suhaemi, Sp.PD, Finasim selaku pembimbing dalam penulisan referat dan

sebagai pembimbing selama menjalani kepaniteraan ini. Apabila terdapat

kekurangan dalam menyusun referat ini, saya akan menerima kritik dan saran.

Semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua.

Lhokseumawe, Mei 2014

Putri Azka Rinanda, S. Ked

Page 3: Laporan Kasus Obstruksi Jaundice

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................... i

DAFTAR ISI................................................................................................... ii

STATUS PASIEN........................................................................................... 1

BAB 1. PENDAHULUAN ............................................................................. 14

1.1 Latar Belakang................................................................................ 14

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 4

2.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Hepatobilier................................... 17

2.2 Jaundice.......................................................................................... 24

2.2.1 Definisi.................................................................................. 24

2.2.2 Klasifikasi.............................................................................. 24

2.3 Obtruksi Jaundice........................................................................... 25

2.3.1 Definisi dan Etiologi............................................................. 25

2.3.2 Manifestasi Klinis................................................................. 27

2.3.3 Patofisiologi........................................................................... 28

2.3.4 Diagnosa................................................................................ 29

2.3.5 Pemeriksaan Penunjang......................................................... 32

2.3.6 Penatalaksanaan..................................................................... 39

2.3.7 Komplikasi............................................................................. 40

BAB 3. PENUTUP ......................................................................................... 42

3.1 Kesimpulan..................................................................................... 42

DAFTAR PUSTAKA

Page 4: Laporan Kasus Obstruksi Jaundice

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya

(membran mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang

meningkat konsentrasinya dalam sirkulasi darah. Bilirubin dibentuk sebagai

akibat pemecahan cincin hem, biasanya sebagai akibat metabolisme sel darah

merah. Kata ikterus (jaundice) berasal dari kata Prancis “jaune” yang berarti

kuning. Ikterus sebaiknya diperiksa dibawah cahaya terang siang hari, dengan

melihat sklera mata, dan kalau ini terjadi konsentrasi bilirubin sudah berkisar

antara 2-2,5 mg/dL (34 sampai 43 umol/L). Jika ikterus sudah jelas dapat dilihat

dengan nyata maka bilirubin mengkin sebenarnya sudah mencapai angka 7 mg

%. 1

Munculnya jaundice (ikterus) pada pasien adalah sebuah kejadian yang

dramatis secara visual. Jaundice selalu berhubungan dengan penyakit penting,

meskipun hasil akhir jangka panjang bergantung pada penyebab yang mendasari

jaundice. Jaundice adalah gambaran fisik sehubungan dengan gangguan

metabolisme bilirubin. Kondisi ini biasanya disertai dengan gambaran fisik

abnormal lainnya dan biasanya berhubungan dengan gejala-gejala spesifik.

Kegunaan yang tepat pemeriksaan darah dan pencitraan, memberikan perbaikan

lebih lanjut pada diagnosa banding. Umumnya, jaundice non-obstruktif tidak

membutuhkan intervensi bedah, sementara jaundice obstruktif biasanya

Page 5: Laporan Kasus Obstruksi Jaundice

membutuhkan intervensi bedah atau prosedur intervensi lainnya untuk

pengobatan. 2

Ada 3 tipe ikterus yaitu ikterus pre hepatika (hemolitik), ikterus hepatika

(parenkimatosa) dan ikterus post hepatika (obstruksi). Ikterus obstruksi (post

hepatika) adalah ikterus yang disebabkan oleh gangguan aliran empedu antara

hati dan duodenum yang terjadi akibat adanya sumbatan (obstruksi) pada saluran

empedu ekstra hepatika. Ikterus obstruksi disebut juga ikterus kolestasis dimana

terjadi stasis sebagian atau seluruh cairan empedu dan bilirubin ke dalam

duodenum. 2

Jaundice merupakan manifestasi yang sering pada gangguan traktus

biliaris, dan evaluasi serta manajemen pasien jaundice merupakan permasalahan

yang sering dihadapi oleh ahli bedah. Serum bilirubin normal berkisar antara 0,5

– 1,3 mg/dL; ketika levelnya meluas menjadi 2,0 mg/dL, pewarnaan jaringan

bilirubin menjadi terlihat secara klinis sebagai jaundice. Sebagai tambahan,

adanya bilirubin terkonjugasi pada urin merupakan satu dari perubahan awal

yang terlihat pada tubuh pasien.3

Bilirubin merupakan produk pemecahan hemoglobin normal yang

dihasilkan dari sel darah merah tua oleh sistem retikuloendotelial. Bilirubin tak

terkonjugasi yang tidak larut ditransportasikan ke hati terikat dengan albumin.

Bilirubin ditransportasikan melewati membran sinusoid hepatosit kedalam

sitoplasma. Enzim uridine diphosphate–glucuronyl transferase

mengkonjugasikan bilirubin tak-terkonjugasi yang tidak larut dengan asam

glukoronat untuk membentuk bentuk terkonjugasi yang larut-air, bilirubin

Page 6: Laporan Kasus Obstruksi Jaundice

monoglucuronide dan bilirubin diglucuronide. Bilirubin terkonjugasi kemudian

secara aktif disekresikan kedalam kanalikulus empedu. Pada ileum terminal dan

kolon, bilirubin dirubah menjadi urobilinogen, 10-20% direabsorbsi kedalam

sirkulasi portal. Urobilinogen ini diekskresikan kembali kedalam empedu atau

diekskresikan oleh ginjal didalam urin.4

Umumnya diagnosis ikterus obstruktif secara klinik ditegakkan dengan

cara imaging. Pemeriksaan ultrasonografi mudah membedakan penyebab ikterus

ekstra hepatik atau intra hepatik dengan melihat pelebaran dari saluran empedu

dengan ketepatan 95%. Tindakan biopsi umumnya hanya dilakukan untuk

evaluasi dari ikterus intra hepatik. Pada kasus tertentu tidak selalu mudah untuk

menegakkan diagnosis ikterus obstruktif ektrahepatik atau intra hepatik. Kadang-

kadang saluran empedu tidak terlihat jelas pada pemeriksaan USG untuk

menentukan letak obstruksi, karena bagian distal saluran empedu sukar terlihat

pada 30-50% kasus, sehingga dibutuhkan pemeriksaan patologi anatomi dengan

tindakan biopsi hepar dalam memastikan diagnosis ikterus obstruktif

ekstrahepatik.8,13-16 Berikut ini dilaporkann sebuah kasus ikterus obstruktif yang

mula-mula tidak bisa ditegakkan diagnosisnya dengan imaging, tetapi kemudian

akhirnya diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan histopatologi.1

Page 7: Laporan Kasus Obstruksi Jaundice

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Hepatobilier

a. Anatomi Kandung Empedu

Kandung empedu merupakan kantong berbentuk bulat lonjong seperti

buah alpukat dengan panjang sekitar 4-6 cm dan berisi 30-60 ml empedu.

Kandung empedu terletak tepat dibawah lobus kanan hati. Kandung empedu

terdiri atas fundus, korpus, infundibulum, dan kolum. Fundus berbentuk bulat dan

biasanya menonjol dibawah pinggir inferior hepar, dimana fundus berhubungan

dengan dinding anterior abdomen setinggi ujung tulang rawan costa IX kanan.

Empedu dibentuk oleh sel-sel hati dan ditampung di dalam kanalikuli. Kemudian

disalurkan ke duktus biliaris terminalis yang terletak di dalam septum inter

lobaris. Saluran ini kemudian keluar dari hati sebagai duktus hepatikus kanan

dan kiri. Kemudian keduanya membentuk duktus biliaris komunis. Pada saluran

ini sebelum mencapai duodenum terdapat cabang ke kandung empedu yaitu

duktus sistikus yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan empedu sebelum

disalurkan ke duodenum. 1

b. Histologi

Saluran empedu dilapisi epitel toraks dengan bentuk seperti kriptus, yang

didalamnya terdapat sel mukus yang berselang-seling. Sel otot polos yang jarang

akan ditemukan di dalam dinding fibrosa duktus utama. Dinding vesika biliaris

memiliki empat lapisan. Daerah fundus, korpus dan infundibulum ditutupi oleh

peritoneum viseralis. Perimuskularis dibawahnya merupakan jaringan lapisan ikat

Page 8: Laporan Kasus Obstruksi Jaundice

dengan penonjolan yang bervariasi dan kaya pembuluh darah dan pembuluh

limfe. Tunika muskularis mengandung serabut otot longitudinalis. Tunika mukosa

dilapisi epitel toraks tinggi, yang bila terjadi peradangan, bisa berinvaginasi secara

dalam untuk membentuk sinus Rokitansky-Aschoff. Sel yang mensekresi mukus

hanya menonjol pada daerah kollum.1

c. Vaskularisasi

Suplai arteri ke batang saluran empedu ekstrahepatik proksimal muncul

dari cabang kecil yang berasal dari arteri hepatika lobaris, dan vaskularisasi

duktus koledokus distal oleh cabang dari arteri gastroduodenalis dan arteri

pankreatikoduodenalis superior. Arteri sistika yang ke vesika biliaris biasanya

berasal dari arteri hepatika dekstra yang terletak posterior lateral terhadap duktus

heaptikus komunis. Selama kolesistektomi, arteri sistika ditemukan pada basis

duktus sistikus dalam segitiga Calot, tiga sisiya dibatasi oleh duktus hepatikus

komunis, duktus sistikus, dan hati. Drainase vena ke batang saluran empedu

ekstrahepatik dan vesika biliaris langsung ke vena porta. 1

d. Sistem Limfatik

Drainase pembuluh limfe batang hepatobiliaris bersifat sentrifugal.

Pembuluh dari parenkim hati dan batang saluran empedu intrahepatik

berkonvergensi pada porta hepatis dan berjalan sepanjang duktus hepatikus

komunis di dalam ligamentum hepatoduodenale untuk memasuki sisterna khili

dan kemudian duktus torasikus. Limfe vesika biliaris berdrainsase sepanjang

duktus sistikus ke dalam jalinan ini. Pada kolesistisis, kelenjar limfe yang

membesar khas bisa ditemukan pada kollum vesika biliaris (nodus limfatikus

Page 9: Laporan Kasus Obstruksi Jaundice

duktus sistikus) maupun pada sambungan duktus sistikus dengan koledokus serta

sepanjang bagian supraduodenal distal dari duktus koledokus. 1

e.. Persyarafan Sistem Saluran Empedu

Persyarafan otonom batang saluran empedu terdiri dari serabut saraf

simpatis nervus vagus) dan simpatis (torasika) yang mengikuti jalannya suplai

vaskular. Persyarafan vagus muncul dari vagus anterior serta penting dalam

mempertahankan tonus dan kontraktilitas vesika biliaris. Serabut simpatis aferen

memperantarai nyeri kolik biliaris. Sebagian produksi empedu dipengaruhi oleh

kendali otonom.

Gambar 1 anatomi sistem hepatobilier

Page 10: Laporan Kasus Obstruksi Jaundice

f. Fisiologi

Salah satu fungsi hati adalah untuk mengeluarkan empedu, normalnya

antara 600- 1200 ml/hari. Kandung empedu mampu menyimpan sekitar 45 ml

empedu. Diluar waktu makan, empedu disimpan untuk sementara di dalam

kandung empedu, dan di akan mengalami pemekatan sekitar 50 %. Fungsi primer

dari kandung empedu adalah memekatkan empedu dengan absorpsi air dan

natrium. Kandung empedu mampu memekatkan zat terlarut yang kedap, yang

terkandung dalam empedu hepatik 5-10 kali dan mengurangi volume nya 80-90%.

Empedu dialirkan sebagai akibat kontraksi dan pengosongan parsial kandung

empedu. 1

Mekanisme ini diawali dengan masuknya makanan berlemak kedalam

duodenum. Lemak menyebabkan pengeluaran hormon kolesistokinin dari mukosa

duodenum, hormone kemudian masuk kedalam darah, menyebabkan kandung

empedu berkontraksi. Pada saat yang sama, otot polos yang terletak pada ujung

distal duktus coledokus dan ampula relaksasi, sehingga memungkinkan masuknya

empedu yang kental ke dalam duodenum. 1

Garam – garam empedu dalam cairan empedu penting untuk emulsifikasi

lemak dalam usus halus dan membantu pencernaan dan absorbsi lemak. Proses

koordinasi dari kedua aktifitas ini disebabkan oleh dua hal berikut ini yaitu :

a. Hormonal :Zat lemak yang terdapat pada makanan setelah sampai duodenum

akan merangsang mukosa sehingga hormon Cholecystokinin akan terlepas.

Hormon ini yang paling besar peranannya dalam kontraksi kandung empedu. 1

Page 11: Laporan Kasus Obstruksi Jaundice

b. Neurogen :Stimulasi vagal yang berhubungan dengan fase Cephalik dari sekresi

cairan lambung atau dengan refleks intestino-intestinal akan menyebabkan

kontraksi dari kandung empedu. (3)

Empedu

Empedu secara primer terdiri dari air, lemak organic dan elektrolit yang

secara normal disekresi oleh hepatosit. Garam empedu, lesitin, dan kolesterol

merupakan komponen terbesar (90%) cairan empedu. Sisanya adalah bilirubin,

asam lemak, dan garam anorganik. Garam empedu adalah steroid yang dibuat oleh

hepatosit dan berasal dari kolesterol. Pengaturan produksinya dipengaruhi

mekanisme umpan balik yang dapat ditingkatkan sampai 20 kali produksi normal

kalau diperlukan.

Menurut Guyton &Hall, 1997 empedu melakukan dua fungsi penting

yaitu:

a. Empedu memainkan peranan penting dalam pencernaan dan absorpsi lemak,

karena asam empedu membantu mengemulsikan partikel-partikel lemak yang

besar menjadi partikel yang lebih kecil dengan bantuan enzim lipase yang

disekresikan dalam getah pancreas serta asam empedu membantu transpor dan

absorpsi produk akhir lemak yang dicerna menuju dan melalui membran mukosa

intestinal.

b. Empedu bekerja sebagai suatu alat untuk mengeluarkan beberapa produk

buangan yang penting dari darah, antara lain bilirubin, suatu produk akhir dari

penghancuran hemoglobin, dan kelebihan kolesterol yang di bentuk oleh sel- sel

hati.

Page 12: Laporan Kasus Obstruksi Jaundice

Metabolisme bilirubin

Bilirubiin merupakan pigmen tetrapirol yang larut dalam lemak yang

berasal dari pemecahan sel-sel eritrosit tua dalam sistem monosit makrofag. Masa

hidup rata-rata eritrosit adalah 120 hari. Setiap hari sekitar 50 cc darah

dihancurkan menghasilkan 200 – 250 mg bilirubin. Kini diketahui juga bahwa

pigmen empedu sebagian juga berasal dari destruksi eritrosit matang dalam sum-

sum tulang dan dari hemoprotein lain terutama hati. Sebagian besar bilirubin

berasal dari pemecahan hemoglobin di dalam sel-sel fagosit mononuclear dari

sistem retikulo-endotelial terutama dalam lien. Cincin hem setelah dibebaskan

dari Fe dan globin diubah menjadi biliverdin yang berwarna hijau oleh enzim

heme oksigenase.1Enzim reduktase akan merubah biliverdin menjadi bilirubin

yang berwarna kuning. Bilirubin ini akan berikatan dengan protein sitosolik

spesifik membentuk kompleks protein-pigmen dan ditransportasikan melalui

darah ke dalam sel hati. Bilirubin ini dikenal sebagai bilirubin yang belum

dikonyugasi (bilirubin I) atau bilirubin indirek berdasarkan reaksi diazo Van den

Berg. Bilirubin indirek ini tidak larut dalam air dan tidak diekskresi melalui urine.

Di dalam sel hati albumin dipisahkan dan bilirubin dikonyugasi dengan asam

glukoronik dan dikeluarkan ke saluran empedu

Page 13: Laporan Kasus Obstruksi Jaundice

. Bilirubin ini disebut bilirubin terkonyugasi (bilirubin II) yang larut dalam

air atau bilirubin direk yang memberikan reaksi langsung dengan diazo Van den

Berg. Didalam hati kira-kira 80% bilirubin terdapat dalam bentuk bilirubin direk

(terkonyugasi atau bilirubin II). Melalui saluran empedu, bilirubin direk akan

masuk ke usus halus sampai ke kolon. Oleh aktivitas enzim-enzim bakteri dalam

kolon glukoronid akan pecah dan bilirubin dirubah menjadi mesobilirubinogen,

stercobilinogen dan urobilinogen yang sebagian besar diekskresikan ke dalam

feses. Urobilinogen akan dioksidasi menjadi urobilin yang memberi warna feses.

Bila terjadi obstruksi total saluran empedu maka tidak akan terjadi pembentukan

urobilinogen dalam kolon sehingga warna feses seperti dempul (acholic).

Urobilinogen yang terbentuk akan direabsorbsi dari usus , dikembalikan ke hepar

yang kemudian langsung diekskresikan ke dalam empedu. Sejumlah kecil yang

terlepas dari ekskresi hepar mencapai ginjal dan diekskresi melalui urine.

knx

gambar 2. Metabolisme Bilirubin

Page 14: Laporan Kasus Obstruksi Jaundice

2.2 Jaundice

2.2.1 Definisi

Ikterus (icterus) berasal dari bahasa Greek yang berarti kuning. Nama lain

ikterus adalah “jaundice” yang berasal dari bahasa Perancis “jaune” yang juga

berarti kuning. Dalam hal ini menunjukan peningkatan pigmen empedu pada

jaringan dan serum. Jadi ikterus adalah warna kuning pada sclera, mukosa dan

kulit yang disebabkan oleh akumulasi pigmen empedu di dalam darah dan

jaringan (> 2 mg / 100 ml serum). 1.4

2.2.2 Klasifikasi Jaundice

Klasifikasi umum jaundice: pre-hepatik, hepatik dan post-hepatik. Jaundice

obstruktif selalu ditunjuk sebagai post-hepatik sejak defeknya terletak pada jalur

metabolisme bilirubin melewati hepatosit. Bentuk lain jaundice ditunjuk sebagai

jaundice non-obstruktif. Bentuk ini akibat defek hepatosit (jaundice hepatik) atau

sebuah kondisi pre-hepatik.2

2.3 Obstruksi Jaundice

2.3.1 Definisi dan Etiologi

Obstruksi jaundice dapat terjadi akibat adanya hambatan saluran empedu.

Sumbatan saluran empedu dapat terjadi karena kelainan pada dinding saluran

misalnya adanya tumor atau penyempitan karena trauma (iatrogenik). Batu

empedu dan cacing askaris sering dijumpai sebagai penyebab sumbatan di dalam

lumen saluran. Pankreatitis, tumor kaput pankreas, tumor kandung empedu atau

anak sebar tumor ganas di daerah ligamentum hepatoduodenale dapat menekan

saluran empedu dari luar menimbulkan gangguan aliran empedu.5

Page 15: Laporan Kasus Obstruksi Jaundice

Beberapa keadaan yang jarang dijumpai sebagai penyebab sumbatan antara

lain kista koledokus, abses amuba pada lokasi tertentu, divertikel

duodenum dan striktur sfingter papila vater.6

Penyebab terjadinya jaundice obstruktif adalah adanya obstruktif

post hepatik yang antara lain disebabkan oleh 6 :

1. Obstruksi dalam lumen saluran empedu:

Batu

Parasit (ascaris)

2. Kelainan di dinding saluran empedu

Atresia bawaan

Striktur traumatic

Tumor saluran empedu

3. Penekanan saluran empedu dari luar

Tumor caput pancreas

Tumor ampula Vateri

Pankreatitis

Metastasis di dalam ligamentum hepaoduodenale

Page 16: Laporan Kasus Obstruksi Jaundice

Gambar 3. Etiologi Obstruksi Jaundice

2.3.2 Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala yang timbul antara lain:

a. Ikterus, hal ini disebabkan penumpukkan bilirubin terkonjugasi yang

ada dalam darah yang merupakan pigmen warna empedu.

b. Nyeri perut kanan atas, nyeri yang dirasakan tergantung dari penyebab

dan beratnya obstruktif. Dapat ditemui nyeri tekan pada perut kanan

atas maupun kolik bilier.

c. Warna urin gelap (Bilirubin terkonjugasi). Urin yang berwarna gelap

karena adanya bilirubin dalam urin.

d. Feces seperti dempul (pucat/akholis). Hal ini disebabkan karena

adanya sumbatan aliran empedu ke usus yang mengakibatkan bilirubin

Sirosis hepatis Abs

es

hepar

Carsinoma

StrikturCa Caput

Batu

Ascaris

Page 17: Laporan Kasus Obstruksi Jaundice

di usus berkurang atau bahkan tidak ada sehingga tidak terbentuk

urobilinogen yang membuat feces berwarna pucat.

e. Pruritus yang menetap. Adanya pruritus menunjukkan terakumulasinya

garam empedu di subkutan yang menyebabkan rasa gatal.

f. Anoreksia, nausea dan penurunan berat badan. Gejala ini menunjukkan

adanya gangguan pada traktus gastrointestinal.

g. Demam

h. Pembesaran hepar dan kandung empedu (Courvoisier sign).7

2.3.3 Patofisiologi Obstruksi Jaundice

Empedu merupakan sekresi multi-fungsi dengan susunan fungsi, termasuk

pencernaan dan penyerapan lipid di usus, eliminasi toksin lingkungan, karsinogen,

obat-obatan, dan metabolitnya, dan menyediakan jalur primer ekskresi beragam

komponen endogen dan produk metabolit, seperti kolesterol, bilirubin, dan

berbagai hormon.2

Pada obstruksi jaundice, efek patofisiologisnya mencerminkan ketiadaan

komponen empedu (yang paling penting bilirubin, garam empedu, dan lipid) di

usus halus, dan cadangannya, yang menyebabkan tumpahan pada sirkulasi

sistemik. Feses biasanya menjadi pucat karena kurangnya bilirubin yang mencapai

usus halus. Ketiadaan garam empedu dapat menyebabkan malabsorpsi,

mengakibatkan steatorrhea dan defisiensi vitamin larut lemak (A, D, K); defisiensi

vitamin K bisa mengurangi level protrombin. Pada kolestasis berkepanjangan,

seiring malabsorpsi vitamin D dan Ca bisa menyebabkan osteoporosis atau

osteomalasia.2

Page 18: Laporan Kasus Obstruksi Jaundice

Retensi bilirubin menyebabkan hiperbilirubinemia campuran. Beberapa

bilirubin terkonjugasi mencapai urin dan menggelapkan warnanya. Level tinggi

sirkulasi garam empedu berhubungan dengan, namun tidak menyebabkan,

pruritus. Kolesterol dan retensi fosfolipid menyebabkan hiperlipidemia karena

malabsorpsi lemak (meskipun meningkatnya sintesis hati dan menurunnya

esterifikasi kolesterol juga punya andil); level trigliserida sebagian besar tidak

terpengaruh.3

Penyakit hati kolestatik ditandai dengan akumulasi substansi hepatotoksik,

disfungsi mitokondria dan gangguan pertahanan antioksidan hati. Penyimpanan

asam empedu hidrofobik mengindikasikan penyebab utama hepatotoksisitas

dengan perubahan sejumlah fungsi sel penting, seperti produksi energi

mitokondria. Gangguan metabolisme mitokondria dan akumulasi asam empedu

hidrofobik berhubungan dengan meningkatnya produksi oksigen jenis radikal

bebas dan berkembangnya kerusakan oksidatif.1

2.3.4. Diagnosa Obstruksi Jaundice

Langkah pertama pendekatan diagnosis pasien dengan ikterus ialah

melalui anamnesis, pemeriksaan fisik yang teliti serta pemeriksaan faal hati.

1. Anamnesis

Anamnesis ditujukan pada riwayat timbulnya ikterus, warna urin dan

feses, rasa gatal, keluhan saluran cerna, nyeri perut, nafsu makan berkurang,

pekerjaan, adanya kontak dengan pasien ikterus lain, alkoholisme, riwayat

transfusi, obat-obatan, suntikan atau tindakan pembedahan.2

Page 19: Laporan Kasus Obstruksi Jaundice

2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik meliputi perabaan hati, kandung empedu, limpa,

mencari tanda-tanda stigmata sirosis hepatis, seperti spider naevi, eritema

palmaris, bekas garukan di kulit karena pruritus, tanda-tanda asites. Anemi dan

limpa yang membesar dapat dijumpai pada pasien dengan anemia hemolitik.

Kandung empedu yang membesar menunjukkan adanya sumbatan pada saluran

empedu bagian distal yang lebih sering disebabkan oleh tumor (dikenal hukum

Courvoisier).5

Hukum Courvoisier : “Kandung empedu yang teraba pada ikterus tidak

mungkin disebabkan oleh batu kandung empedu”.

Hal ini biasanya menunjukkan adanya striktur neoplastik tumor (tumor pankreas,

ampula, duodenum, CBD), striktur pankreatitis kronis, atau limfadenopati portal.7

Pemeriksaan faal hati dapat menentukan apakah ikterus yang timbul disebabkan

oleh gangguan pada sel-sel hati atau disebabkan adanya hambatan pada saluran

empedu.1

Diagnosa klinis untuk pemeriksaan jaundice obstruktif antara lain : 2

a. Peningkatan level bilirubin direk (terkonjugasi) (> 0,4 mg/ml), Normal

= 0,1-0,3 mg/ml.

b. Peningkatan level bilirubin indirek (tak terkonjugasi) (> 0,8 mg/ml),

Normal = 0,2-0,8 mg/ml.

c. Tidak adanya bilirubin dalam urin atau peningkatan bilirubin urin

(konsentrasi tinggi dalam darah).

Page 20: Laporan Kasus Obstruksi Jaundice

d. Peningkatan urobilinogen (> 4 mg/24 jam) tergantung pada kemampuan

hati untuk mengabsorbsi urobilinogen dari sistem portal, Normal = 0-4

mg/hari.

e. Menurunnya urobilinogen fekal (< 40 mg/24 jam), Normal = 40-280

mg/hari, karena tidak mencapai usus.

f. Peningkatan alkalin fosfat dan level kolesterol karena tidak dapat

diekskresi ke kandung empedu secara normal.

g. Pada kasus penyakit hati yang sudah parah, penurunan level kolesterol

mengindikasikan ketidakmampuan hati untuk mensintesisnya.

h. Peningkatan garam empedu yang menyebabkan deposisi di kulit,

sehingga menimbulkan pruritus.

i. Pemanjangan waktu PTT (Prothrombin Time) (> 40 detik) dikarenakan

penurunan absorbsi vitamin K.

Page 21: Laporan Kasus Obstruksi Jaundice

2.3.5. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium

Tes laboratorium harus dilakukan pada semua pasien jaundice termasuk

serum bilirubin direk dan indirek, alkali fosfatase, transaminase, amilase, dan

hitung sel darah lengkap. Hiperbilirubinemia (indirek) tak terkonjugasi terjadi

ketika ada peningkatan produksi bilirubin atau menurunnya ambilan dan

konjugasi hepatosit. Kegagalan pada ekskresi bilirubin (kolestasis intrahepatik)

atau obstruksi bilier ekstrahepatik menyebabkan hiperbilirubinemia (direk)

terkonjugasi mendominasi. Elevasi tertinggi pada bilirubin serum biasanya

ditemukan pada pasien dengan obstruksi maligna, pada mereka yang levelnya

IkterusCek Urobilin & Bilirubin

Urobilin –Bilirubin urin+ +Bilirubin Direct >

Urobilin +Bilirubin urin + Bilirubin Direct +Bilirubin Indirect +

Urobilin ++Bilirubin urin -Bilirubin Direct NBilirubin Indirect >

Obstruksi:- Intra hepatic

- Extra hepatic

Parenkim- HepatitisCirrhosis Hepatoma

Hemolitik

USG:Bile duct dilatation

Intra hepatal : hepatitisExtra hepatal

CT scanPTCERCP MRI

TumorBatu

Gambar Flow chart pasien dengan ikterus

Page 22: Laporan Kasus Obstruksi Jaundice

meluas sampai 15 mg/dL yang diamati. Batu kandung empedu umumnya biasanya

berhubungan dengan peningkatan lebih menengah pada bilirubin serum (4 – 8

mg/dL). Alkali fosfatase merupakan penanda yang lebih sensitif pada obstruksi

bilier dan mungkin meningkat terlebih dahulu pada pasien dengan obstruksi bilier

parsial.1

Bilirubin direk meningkat lebih tinggi dari bilirubin indirek lebih mungkin

disebabkan oleh sumbatan saluran empedu dibanding bila bilirubin indirek yang

jelas meningkat. Pada keadaan normal bilirubin tidak dijumpai di dalam urin.

Bilirubin indirek tidak dapat diekskresikan melalui ginjal sedangkan bilirubin

yang telah dikonjugasikan dapat keluar melalui urin. Karena itu adanya bilirubin

lebih mungkin disebabkan akibat hambatan aliran empedu daripada kerusakan sel-

sel hati. Pemeriksaan feses yang menunjukkan adanya perubahan warna feses

menjadi akolis menunjukkan terhambatnya aliran empedu masuk ke dalam lumen

usus (pigmen tidak dapat mencapai usus).8

2. Hematologi

Meningkatnya level serum bilirubin dengan kelebihan fraksi bilirubin

terkonjugasi. Serum gamma glutamyl transpeptidase (GGT) juga meningkat pada

kolestasis. Umumnya, pada pasien dengan penyakit batu kandung empedu

hiperbilirubinemia lebih rendah dibandingkan pasien dengan obstruksi maligna

ekstra-hepatik. Serum bilirubin biasanya < 20 mg/dL. Alkali fosfatase meningkat

10 kali jumlah normal. Transaminase juga mendadak meningkat 10 kali nilai

normal dan menurun dengan cepat begitu penyebab obstruksi dihilangkan.

Meningkatnya leukosit terjadi pada kolangitis. Pada karsinoma pankreas dan

Page 23: Laporan Kasus Obstruksi Jaundice

kanker obstruksi lainnya, bilirubin serum meningkat menjadi 35-40 mg/dL, alkali

fosfatase meningkat 10 kali nilai normal, namun transamin tetap normal.1

Penanda tumor seperti CA 19-9, CEA dan CA-125 biasanya meningkat

pada karsinoma pankreas, kolangiokarsinoma, dan karsinoma peri-ampula, namun

penanda tersebut tidak spesifik dan mungkin saja meningkat pada penyakit jinak

percabangan hepatobilier lainnya.3

2. Pencitraan1

Tujuan dibuat pencitraan adalah:

a. memastikan adanya obstruksi ekstrahepatik (yaitu membuktikan apakah

jaundice akibat post-hepatik dibandingkan hepatik),

b. untuk menentukan level obstruksi,

c. untuk mengidentifikasi penyebab spesifik obstruksi,

d. memberikan informasi pelengkap sehubungan dengan diagnosa yang

mendasarinya (misal, informasi staging pada kasus malignansi).

I. USG

Pemeriksaan pencitraan pada masa kini dengan sonografi sangat

membantu dalam menegakkan diagnosis dan dianjurkan merupakan pemeriksaan

penunjang pencitraan yang pertama dilakukan sebelum pemeriksaan pencitraan

lainnya. Dengan sonografi dapat ditentukan kelainan parenkim hati, duktus yang

melebar, adanya batu atau massa tumor. Ketepatan diagnosis pemeriksaan

sonografi pada sistem hepatobilier untuk deteksi batu empedu, pembesaran

kandung empedu, pelebaran saluran empedu dan massa tumor tinggi sekali. Tidak

ditemukannya tanda-tanda pelebaran saluran empedu dapat diperkirakan penyebab

Page 24: Laporan Kasus Obstruksi Jaundice

ikterus bukan oleh sumbatan saluran empedu, sedangkan pelebaran saluran

empedu memperkuat diagnosis ikterus obstruktif.1

Pada pemeriksaan USG akan memperlihatkan ukuran duktus biliaris,

mendefinisikan level obstruksi, mengidentifikasi penyebab dan memberikan

informasi lain sehubungan dengan penyakit (mis, metastase hepatik, kandung

empedu, perubahan parenkimal hepatik). Identifikasi obstruksi duktus dengan

akurasi 95%, memperlihatkan batu kandung empedu dan duktus biliaris yang

berdilatasi, namun tidak dapat diandalkan untuk batu kecil atau striktur. Juga

dapat memperlihatkan tumor, kista atau abses di pankreas, hepar dan struktur yang

mengelilinginya.1

II. Pemeriksaan Radiologi1,5

a. Pemeriksaan foto polos abdomen kurang memberi manfaat karena sebagian

besar batu empedu radiolusen. Kolesistografi tidak dapat digunakan pada pasien

ikterus karena zat kontras tidak diekskresikan oleh sel hati yang sakit.

b. CT-scan : memberi viasualisasi yang baik untuk hepar, kandung empedu,

pankreas, ginjal dan retroperitoneum; membandingkan antara obstruksi intra-

dan ekstrahepatik dengan akurasi 95%. CT dengan kontras digunakan untuk

menilai malignansi bilier.

c. ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancre atography) dan PTC

(Percutaneus Transhepatic Cholangiography) : menyediakan visualisasi

langsung level obstruksi. Namun prosedur ini invasif dan bisa menyebabkan

komplikasi seperti kolangitis, kebocoran bilier, pankreatitis dan perdarahan.

Page 25: Laporan Kasus Obstruksi Jaundice

d. EUS (endoscopic ultrasound) : memiliki beragam aplikasi, seperti staging

malignansi gastrointestinal, evaluasi tumor submukosa dan berkembang menjadi

modalitas penting dalam evaluasi sistem pankreatikobilier. EUS juga berguna

untuk mendeteksi dan staging tumor ampula, deteksi mikrolitiasis,

koledokolitiasis dan evaluasi striktur duktus biliaris benigna atau maligna. EUS

juga bisa digunakan untuk aspirasi kista dan biopsi lesi padat.

e. MRCP (Magnetic Resonance Cholangio-Pancreatography): merupakan

teknik visualisasi terbaru, non-invasif pada bilier dan sistem duktus pankreas.

Hal ini terutama berguna pada pasien dengan kontraindikasi untuk dilakukan

ERCP. Visualisasi yang baik dari anatomi bilier memungkinkan tanpa sifat

invasif dari ERCP. Tidak seperti ERCP, MRCP adalah murni diagnostik.

2.3.6. Penatalaksanaan Obstruksi Jaundice

Pengobatan ikterus sangat bergantung penyakit dasar penyebabnya.

Beberapa gejala yang cukup mengganggu misalnya gatal (pruritus) pada keadaan

kolestasis intrahepatik, pengobatan penyakit dasarnya sudah mencukupi. Pruritus

pada keadaan irreversibel (seperti sirosis bilier primer) biasanya responsif

terhadap kolestiramin 4-16 g/hari PO dalam dosis terbagi dua yang akan mengikat

garam empedu di usus. Kecuali jika terjadi kerusakan hati yang berat,

hipoprotrombinemia biasanya membaik setelah pemberian fitonadion (vitamin

K1) 5-10 mg/hari SK untuk 2-3 hari.1

Pemberian suplemen kalsium dan vitamin D dalam keadaan kolestasis

yang ireversibel, namun pencegahan penyakit tulang metabolik mengecewakan.

Suplemen vitamin A dapat mencegah kekurangan vitamin yang larut lemak ini

Page 26: Laporan Kasus Obstruksi Jaundice

dan steatorrhea yang berat dapat dikurangi dengan pemberian sebagian lemak

dalam diet dengan medium chain trigliceride.1

Selama ini titik berat jaundice obstruktif ditujukan kepada eradikasi

bakteri dengan pemberian antibiotika empedu pengganti, pemberian laktulosa dan

terapi pembedahan. Penatalaksanaan terapi ini sangat efektif bila dilakukan pada

fase dini dari ikterus obstruktif, akan tetapi hasilnya terbukti menjadi kurang

efektif bila dilakukan pada penderita yang sudah berlangsung lama, karena adanya

pengingkatan risiko gangguan fungsi ginjal.6

Terapi pembedahan untuk mengembalikan fungsi aliran empedu dari hepar

ke duodenum adalah melakukan drenase interna yang dilakukan secara langsung

dengan menyambungkan kembali saluran empedu ke usus halus. Bila hal ini tidak

memungkinkan karena keadaan penderita terlalu lemah untuk dilakukan

pembedahan besar, maka dalam keadaan darurat dapat dilakukan drainase

eksterna dengan melakukan pemasangan pipa saluran melalui kulit ditembuskan

ke hepar sampai ke saluran empedu (Percutaneous Transhepatal Drainage).

Apabila keadaan penderita sudah stabil kembali, maka ppenderita harus segera

dilakukan pembedahan interna (DI).6

2.3.7. Komplikasi

Salah satu penyulit dari drainase interna pada ikterus obstruktif adalah

gagal ginjal akut (GGA). GGA pada penderita ikterus obstruktif lanjut pasca

drenase interna sampai saat ini masih merupakan komplikasi klinis yang

mempunyai risiko kematian tinggi. Pada penderita ikterus obstruktif lanjut yang

mengalami tindakan pembedahan sering mengalami komplikasi pasca operatif.

Page 27: Laporan Kasus Obstruksi Jaundice

Komplikasi ini berhubunga dengan endoktoksemia sistemik terjadi melalui 2

mekanisme yang pertama, tidak adanya empedu pada traktus gastrointestinal yang

bersifat “detergen like” sehingga terjadi transolakasi endotoksin melalui mukosa

usus. Dengan tidak adanya empedu dan cinjugated bilirubin di traktus

gastrointestinal akan menganggu funngsi barier usus sehingga terjadi over growth

bakteri, terutama bakteri gram negatif, yang dapat menyebabkan translokasi

bakteri maupun endotoksinnya kedalam sirkulasi. Mekanisme kedua, ikterus

obstruktif menyebabkan menurunnya fungsi kupffer sebagai “clearance of

endotoxin” sehingga endotoksin semakin meningkat di dalam sirkulasi.6

Perubahan hemodinamika ginjal yang terjadi pada pasien denga ikterus

obstruktif bersifat reversible. Oleh karena itu harus segera dilakukan intervensi

optimal untuk mencegah semakin memburuknya fungsi ginjal. Pencegahan

terjadinya gagal ginjal akut pada pembedahan ikterus obstruktif dengan

melakukan ekspansi volume cairan dari intaseluler menuju ekstraseluler dan

menurunkan terjadinya endotoksinemia.6

Komplikasi yang terjadi pada ikterus obstruktif adalah sepsis primer,

perdarahan gastrointestinal, koagulopati, gangguan penyembuhan luka bedah dan

gagal ginjal akut (GGA).6

Page 28: Laporan Kasus Obstruksi Jaundice

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Secara umumnya, obstruksi jaundice adalah perubahan warna kulit, sclera

mata atau jaringan lainnya (mebran mukosa) yang menjadi kuning karena

pewarnaan bilirubin yang meningkat konsentrasinya dalam sirkulasi darah.

Obstruksi jaundice dapat terjadi akibat adanya hambatan saluran empedu.

Sumbatan saluran empedu dapat terjadi karena kelainan pada dinding saluran

empedu misalnya adanya tumor atau penyempitan karena trauma (iatrogenik).

Manifestasi klinis dari obtruksi jaundice dapat berupa mata, badan menjadi

kuning, urine berwarna pekat seperti teh, badan terasa gatal (pruritus), disertai

atau tanpa kenaikan suhu badan, disertai atau tanpa kolik perut kanan atas,

kadang-kadang feses berwarna keputih-putihan seperti dempul. Tergantung dari

penyebab ikterus obstruksi. Untuk diagnosis dari obetruksi jaundice bisa

dilakukan dengan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

Dilakukan pemeriksaan labolatorium yang meliputi pemeriksaan darah, urine dan

feses rutin. Pemeriksaan fungsi hati bisa dijumpai adanya kenaikan dari bilirubin

direct (tekonjugasi), alkali fosfatase meningkat 2-3 kali diatas normal. Serum

transminase (SGOT, SGPT) dan Gamma GT sedikit meninggi. Selain itu juga bisa

dilakukan pencitraan untuk menentukan penyebab obstruksi seperti pemeriksaan

USG, CT Scan abdomen, ERCP (Endoskopic Retrograde Cholangio

Pancreatography) dll.

Page 29: Laporan Kasus Obstruksi Jaundice

Pengobatan ikterus sangat bergantung penyakit dasar penyebabnya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Lesmana L.: Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid I. Edisi 3. Jakarta : Balai

Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2000. 380-384.

2. I J Beckingham. 2001. ABC Of Diseases Of Liver, Pancreas, And Biliary

System Gallstone Disease. Dalam: British Medical Journal Vol 13, Januari

2001: 322 (7278): 91–94. Available from :

http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?artid=1119388 [diakses

pada tanggal 10 April 2014].

3. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta :

Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2005. 570-579.

4. Price, Sylvia Anderston. Patofisiologi Konsep Klinis Preose-Proses Penyakit.

Jilid 1. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1994. Schwartz S, Shires G,

Spencer F. Prinsip-prinsip Ilmu Bedah (Principles of Surgery). Edisi 6. Jakarta

: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2000. 459-464.

5. Schwartz S, Shires G, Spencer F. Prinsip-prinsip Ilmu Bedah (Principles of

Surgery). Edisi 6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2000. 459-464.

6. Kasper Dennis, Harrison Tinsley Randolph. 2005. Harrison Principle’s of

Internal Medicine 16th. New York: Mc Graw Hills Publishing. 1880-1890

7. Sujono Hadi. 1983. Nyeri Epigastrik Penyebab dan Pengelolaannya. Dalam:

Cermin Dunia Kedokteran No. 4, 1983: 29. Available From:

http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/03_NyeriEpigastrik.pdf/03_NyeriEpigas

trik.html [diakses pada tanggal 10 April 2014.

Page 30: Laporan Kasus Obstruksi Jaundice