Obstruksi Jaundice Ec.choledocolithiasisedited
-
Upload
kartika-putri-reniastuti -
Category
Documents
-
view
460 -
download
22
Transcript of Obstruksi Jaundice Ec.choledocolithiasisedited
BAB I
STATUS PEMERIKSAAN PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn.D
Umur : 41 tahun
Pekerjaan : TNI AD
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : ASR KODIM 0609 Cimahi
Tanggal Masuk : 11 Agustus 2010
II. ANAMNESIS (Dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis pada
tanggal 12 Agustus 2010 pukul 13.00 WIB)
Keluhan utama : nyeri pada perut kanan atas
Keluhan tambahan : mata dan kulit kuning, gatal di seluruh tubuh, BAK
seperti teh, BAB pucat
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke RSPAD Gatot Soebroto dengan keluhan nyeri perut
kanan atas sejak 1 bulan yang lalu. Sakit diawali dengan nyeri hebat di ulu hati
lalu menjalar ke perut kanan atas yang berlangsung + ½ jam, nyeri dirasakan
menjalar ke punggung dan hilang timbul. Selanjutya keluhan sakit perut kanan
atas hanya muncul setelah aktivitas berat, sebanyak 3 – 4 x/minggu, dengan
intensitas nyeri sedang. Pasien juga mengeluh mata dan badan kuning, gatal di
seluruh tubuh, BAK seperti teh, dan BAB pucat. Pasien tidak mengeluh
adanya demam.
Satu tahun yang lalu, yaitu pada tahun 2009, pasien mengalami
keluhan serupa, pasien lalu berobat ke RS Dustira, Cimahi.Dilakukan USG
[Type text] Page 1
2Presentasi Kasus Choledocolithiasis
dengan hasil ditemukan adanya batu empedu. Pasien disarankan untuk operasi
tetapi pasien menolak dan lebih memilih melakukan pengobatan
alternatif.Setelah mendapat pengobatan alternatif, pasien merasakan adanya
perbaikan keadaan.
Beberapa bulan yang lalu, pasien kembali mengalami nyeri perut
kanan atas. Pasien lalu kembali berobat ke RS Dustira dan dilakukan USG
dengan hasil ditemukannya batu empedu. Pasien lalu dirujuk ke RSPAD Gatot
Soebroto.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat penyakit jantung : disangkal
Riwayat penyakit HT : disangkal
Riwayat penyakit DM : disangkal
Riwayat penyakit ginjal : disangkal
Riwayat alergi obat : disangkal
Riwayat operasi : appendektomi, 10 tahun yang lalu
Riwayat kecelakaan : disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat penyakit jantung : disangkal
Riwayat penyakit HT : disangkal
Riwayat penyakit DM : diakui pada ayah
Riwayat penyakit ginjal : disangkal
Riwayat alergi obat : disangkal
Kehidupan Sosial :
Kebiasaan : diet tinggi lemak
III. PEMERIKSAAN FISIK (Pada tanggal 12 Agustus 2010)
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 2
3Presentasi Kasus Choledocolithiasis
BB : 59 kg
TB : 163 cm
Tanda-tanda Vital :
- Tekanan darah : 110/70 mmHg
- Frekuensi Nadi : 84x/menit, teraba kuat, isi cukup, regular
- Pernapasan : 20 x/menit, reguler, laju napas cukup,
abdominotorakal
- Suhu : 36,5C
Status Generalis
Kepala : Normocephal, rambut berwarna hitam, distribusi
merata dan tidak mudah dicabut.
Kulit : Ikterik (+)
Wajah : Simetris, ekspresi wajar
Mata : Palpebra tidak oedem -/-, pupil bulat isokor +/+,
conjungtiva pucat -/-, sklera ikterik +/+
Hidung : Bentuk normal, deviasi septum tidak ada, secret tidak
ada
Telinga : Bentuk normal, simetris, liang telinga lapang, serumen
tidak ada, pendengaran baik
Mulut & gigi : Bentuk normal, tidak sianosis, lidah tidak kotor
Tenggorokan : Tonsil T1-T1 tenang, faring tidak hiperemis
Leher : Bentuk normal, tidak teraba pembesaran kelenjar getah
bening, dan supraclavicularis
KGB : Tidak teraba membesar
Toraks : Bentuk normochest, dinding thorak tampak
simetris, tidak ada retraksi
Paru :
Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris saat statis dan dinamis,
tidak ada retraksi
Palpasi : Tidak teraba massa, nyeri tekan tidak ada, fremitus
vokal simetris
Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, wheezing -/-, Rhonki -/-
Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 3
4Presentasi Kasus Choledocolithiasis
Jantung & PD :
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak.
Palpasi : Iktus kordisteraba pada ICS V garis midclavicularis
sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung I-II Reguler +/+, murmur dan gallop
Abdomen : Lihat status lokalis
Genitalia : Bentuk normal, testis kanan dan kiri ada
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-)
Status Lokalis
Abdomen :
Inspeksi : Tampak datar, simetris
Auskultasi : BU (+) 8x / menit
Palpasi : Nyeri tekan (+) pada daerah epigastrium dan
hipokondrium kanan, nyeri lepas (-), Murphy sign (-),
hepar dan lien tidak teraba, massa (-).
Perkusi : Nyeri ketok (-), timpani diseluruh regio abdomen
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium (Pada tanggal 12 Agustus 2010 pukul 07.43.15 WIB)
Hematologi
Darah Rutin
Hemoglobin 13,0 (13-18 g/dl)
Hematokrit 40 (40-52 %)
Eritrosit 4,7 (4,3- 6,0juta /μL)
Leukosit 6400 (4800-10800 /μL)
Trombosit 435000* (150000-400000 /μL)
MCV 86 (80-96 fl)
MCH 28 (27-32 pg)
MCHC 32 (32-36 g/dl)
Hitung Jenis
Basofil 0 (0-1 %)
Eosinofil 2 (1-3 %)
Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 4
5Presentasi Kasus Choledocolithiasis
Batang 1* (2-6 %)
Segmen 62 (50-70 %)
Limfosit 33 (20-40 %)
Monosit 2 (2-8 %)
Kimia Darah
Protein Total 5,9* (6-8,5 g/dl)
Albumin 3,7 (3,5-5,0 g/dl)
Globulin 2,2* (2,5-3,5 g/dl)
Bilirubin Total 10,2* (< 1,5 mg/dl)
Bilirubin Direct 6,2* (< 0,3 mg/dl)
Bilirubin Indirect 4,0* (< 1,1 mg/dl)
Alkali Fosfatase (pria) 248* (< 128 U/L)
SGPT (ALT) 22 (< 40 U/L)
SGOT (AST) 36 (< 35 U/L)
Gama GT 272* (< 55 U/L)
Ureum 25 (20-50mg/dl)
Kreatinin 0,5 (0,5-1,5mg/dl)
Asam Urat 2,4* (3,5-7,4 mg/dl)
Natrium 146* (135-145 mEq/L)
Kalium 5,1 (3,5-5,3 mEq/L)
Klorida 112* (97-107 mEq/L)
Glukosa Puasa 104* (70-100 mg/dl)
Glukosa 2 Jam PP 105 (<140 mg/dl)
Urinalisa
Urin Lengkap
Protein - / NEGATIF (negatif)
Glukosa - / NEGATIF (negatif)
Bilirubin + / POS* (negatif)
Eritrosit 1-0-1 (< 2 / LPB)
Leukosit 2-1-2 (< 5 / LPB)
Torak - / NEGATIF (negatif)
Kristal - / NEGATIF (negatif)
Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 5
6Presentasi Kasus Choledocolithiasis
Epitel + / POS (positif)
Lain-lain - / NEGATIF (negatif)
USG Abdomen
Tanggal 30 / 7 / 2010
Kesimpulan :
- Hepar ukuran normal, tekstur parenkim homogeny isoechoic
normal, kontur normal, kapsul tidak menebal, tidak tampak massa
solid maupun kistik. Vena hepatica tidak melebar. Tidak tampak
pelebaran system bilier intra hepatic, system biliar extra hepatic
tidak melebar. Vena porta dalam batas normal. Tidak tampak
koleksi cairan di Morrison Pouch
- Kandung empedu besar normal, dinding menebal, sludge (-),
tampak batu multiple ukuran 1,3cm & 1,2cm.
Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 6
7Presentasi Kasus Choledocolithiasis
Tanggal 10/8/2010
Kesimpulan :
- Tampak batu-batu di dalam gallbladder
- Tampak pelebaran duktus biliaris (duktus hepatikus komunis,
CBD), makin ke distal makin lebar sampai dengan muara CBD
tampak menyempit.
- Duktus pankreatikus tidak melebar, tidak tampak adanya massa
tumor yang jelas di caput pankreas.
Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 7
8Presentasi Kasus Choledocolithiasis
MRI / MRCP
Tanggal 19/8/2010
Hasil :
- Hepar : kedua lobus tidak membesar, intensitas parenkim hepar
normal, homogen, vena porta serta vaskularisasi hepar normal,
tidak tampak nodul patologis, tampak dilatasi duktus hepatikus
kanan-kiri.
- Pancreas : kontur kaput, corpus serta kauda pancreas normal,
duktus normal, SOL (-).
- Kandung empedu : ukuran membesar, dinding tipis regular, tampak
batu dengan diameter 1 cm di lumen kandung empedu.
- Limpa : ukuran normal, intensitas signal normal, homogen. Vena
lienalis tidak melebar, kelenjar supra renal kanan-kiri normal, tidak
membesar.
- Ginjal : ukuran kedua ginjal normal, korteks serta pelviokalises
normal, batu (-), kista simple kecil dengan diameter 3 mm di
korteks pole bawah ginjal kanan.
Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 8
9Presentasi Kasus Choledocolithiasis
- Gaster : kontur serta caliber serta mukosa gaster dbn. Tidak tampak
pembesaran KGB paraaorta.
- MRCP : tampak caliber lumen kandung empedu membesar dengan
batu diameter 1 cm intralumen. Tampak 2 buah batu besar lamellar
dengan diameter 1,2 cm dan 1,3 cm disertai batu kecil multiple di
lumen distal CBD menyebabkan dilatasi proksimal lumen CBD,
duktus hepatikus komunis, sampai duktus hepatikus kanan-kiri
serta duktus sistikus. Caliber lumen duktus pankreatikus normal.
Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 9
10Presentasi Kasus Choledocolithiasis
V. RESUME
Seorang pria usia 41 tahun datang ke RSGS dengan keluhan sakit di
perut kanan atas sejak 1 bulan SMRS. Sakit diawali dengan nyeri hebat di ulu
hati lalu menjalar ke perut kanan atas yang berlangsung + ½ jam, nyeri
dirasakan menjalar ke punggung dan hilang timbul. Selanjutya keluhan sakit
perut kanan atas hanya muncul setelah aktivitas berat, sebanyak 3 – 4
kali/minggu, dengan intensitas nyeri sedang. Pasien juga mengeluh mata dan
badan kuning, gatal di seluruh tubuh, BAK seperti teh, dan BAB pucat. Pasien
tidak mengeluh adanya demam.
Tanda vital dalam batas normal. Pemeriksaan fisik abdomen
didapatkan nyeri tekan (+) pada daerah hipokondrium kanan.
Pada pemeriksaan lab didapat anomali:
- Trombosit : 435000* (150000-400000 /μL)
Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 10
11Presentasi Kasus Choledocolithiasis
- Batang : 1* (2-6 %)
- Protein Total : 5,9* (6-8,5 g/dl)
- Globulin : 2,2* (2,5-3,5 g/dl)
- Bilirubin Total : 10,2* (< 1,5 mg/dl)
- Bilirubin Direct : 6,2* (< 0,3 mg/dl)
- Bilirubin Indirect : 4,0* (< 1,1 mg/dl)
- Alkali Fosfatase (pria): 248* (< 128 U/L)
- Gama GT : 272* (< 55 U/L)
- Asam Urat : 2,4* (3,5-7,4 mg/dl)
- Natrium : 146* (135-145 mEq/L)
- Klorida : 112* (97-107 mEq/L)
- Glukosa Puasa : 104* (70-100 mg/dl)
- Bilirubin : + / POS* (negatif)
VI. Diagnosis
Obstruksi jaundice ec. choledocolithiasis
VII. DIAGNOSA BANDING
Kolelitiasis
Kolesistitis
Hepatolitiasis
Pancreatitis
VIII.TERAPI
Tindakan Operatif : LE + cholecystectomy + expl CBD +
choledocoduodenostomy
IX. RENCANA PENATALAKSANAAN
Diet rendah lemak
Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 11
12Presentasi Kasus Choledocolithiasis
IVFD RL 20 gtt/menit
Ursodeoksilat
o Urdafalk 3x1 tab
PCT
Ceftriakson 1x2 mg
Ranitidin 2x50 mg inj
Vit. K inj 3x1 amp
Informed consent
Konsul Penyakit Dalam
Konsul Paru
Konsul Jantung
Konsul Anestesi
Th/ Operatif : LE + cholecystectomy + expl CBD +
choledocoduodenostomy
X. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
XI. FOLLOW UP
Tanggal 18/08/2010
S : Gatal
O : TD = 120/70 mmHg, N = 84 x/menit, RR = 20 x/menit, Suhu =
36,5°C
A : Ob. Jaundice ec. susp. Choledocolithiasis
P : - MRCP 19/08/2010
- Diet rendah lemak
- Vit. K inj 3x1 ampul
- Urdafalk 3x1
Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 12
13Presentasi Kasus Choledocolithiasis
Tanggal 19/08/2010
S : Gatal
O : TD = 110/70 mmHg, N = 84 x/menit, RR = 20 x/menit, Suhu =
36,6°C
A : Ob. Jaundice ec. susp. Choledocolithiasis
P : - MRCP hari ini
- Lain-lain lanjutkan
Tanggal 23/08/2010
S : Gatal
O : TD = 110/70 mmHg, N = 84 x/menit, RR = 20 x/menit, Suhu =
36,6°C
A : Ob. Jaundice ec. Choledocolithiasis
P : - Tunggu jadwal operasi
- Terapi lainnya lanjutkan
Tanggal 24/08/2010
S : Gatal
O : TD = 110/70 mmHg, N = 78 x/menit, RR = 20 x/menit, Suhu =
36,6°C
A : Ob. Jaundice ec. Choledocolithiasis
P : - Tunggu jadwal operasi
- Terapi lainnya lanjutkan
Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 13
14Presentasi Kasus Choledocolithiasis
Tanggal 25/08/2010
Pre Operasi
S : Gatal
O : TD = 110/70 mmHg, N = 78 x/menit, RR = 20 x/menit, Suhu =
36,6°C
- asma (-), HT (-), sesak (-), alergi (-)
- Lab : dbn
- ECG : dbn
- Thorak Ro. AP: dbn
A : ASA I acc operasi dengan GA + epidural analgesi
P : - Puasa 8 jam
- Premedikasi Diazepam 2x10mg tab
Tanggal 26/08/2010
S : Gatal
O : TD = 110/80 mmHg, N = 78 x/menit, RR = 20 x/menit, Suhu =
36,5°C
A : Ob. Jaundice ec. Choledocolithiasis
P : Pro cholesystectomy + explorasi hari ini
Instruksi Post-Operasi (dr. Ponco)
- Awasi T, N, R, S, kesadaran
- Puasa sampai BU (+)
- IVFD = RL : DT = 3 : 1 / hari
- Balans cairan tiap 24 jam
- Obat Sulferazon 3x1 g
Flagyl drip 3x500 g
Profenid supp 3x1
Rantin 3x1 amp
Kalnex 3x1 amp
Vit K 3x1 amp
- Hitung produksi drain per 24 jam
- Jaringan VF di PA
Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 14
15Presentasi Kasus Choledocolithiasis
Tanggal 27/08/2010 (POP I)
S : Nyeri luka post-op
O : TD = 120/80 mmHg, N = 72 x/menit, RR = 20 x/menit, Suhu =
36,5°C, BU (+) lemah
A : Post op cholesystectomy + exp CBD + choledocoduodenostomy
P : - Puasa s/d BU + normal
- Drain abdomen 100cc/24 jam serohemoragik
- Terapi obat teruskan
Tanggal 28/08/2010
S : Nyeri luka operasi, BAB (-), Flatus (-)
O : CM, TD = 120/80 mmHg, N = 80 x/menit, RR = 20 x/menit, Suhu =
36,5°C
Abdomen = datar lemas, nyeri tekan di sekitar luka operasi, BU + lemah
Output Input
NGT 200cc IVFD 2300cc
Urine 2200cc
IWL 640cc
Drain 15cc
3055 2300
Balans = -755 cc
Kebutuhan cairan = 2400cc
Kalori = 1800 kkal
Protein = 120 g
A : Post op cholesystectomy + exp CBD + choledocoduodenostomy
P : - IVFD KaenMg 3 + Pan amin G + RL pro balans cairan
- Puasa sampai BU normal
- Therapi lain teruskan
Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 15
16Presentasi Kasus Choledocolithiasis
Tanggal 30/06/2010
S : Nyeri luka op
O : TD = 110/70 mmHg, N = 80 x/menit, RR = 20 x/menit, Suhu = 36°C
A : Post op cholesystectomy + exp CBD + choledocoduodenostomy
P : balans (+) 460, urine kuning pekat
- Diet : cair susu 6 x 200 (lunak)
- Cek bil. Total & bil. Direct
Input Output
RL 500 Urine 1500 / 24 jam
Kaen Mg 1500
Pan Amin G 500
2500 1500
Balans = + 460
- Guyur RL I labu
- Dulcolax 2 x 1 supp
- Drain jangan di aff
- Inj lanjut
- Rantin, Vit. K, Kalnex Stop
Tanggal 31/08/2010
S : Nyeri luka op
O : TD= 110/80 mmHg , N= 84 x/ menit , RR= 24x/ menit, Suhu = 37C
Drain : minimal
Abdomen : dalam batas normal
A : Post op cholesystectomy + exp CBD + choledocoduodenostomy
P : - TPN stop
- IVFD : 30 gtt/menit
- Sulferazon 3x1 g
- Flagyl drip 3x500 mg
- Rantin 3x1 amp
- Profenid supp
- Diet lunak
Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 16
17Presentasi Kasus Choledocolithiasis
Tanggal 01/09/2010
S : Nyeri luka op
O : TD= 110/70 mmHg , N= 88 x/ menit , RR= 24x/ menit, Suhu = 36C,
Abdomen : datar, lembut, BU (+) normal, NT (-), NL (-), DM (-)
Luka operasi : kering, pus (-)
Drain : ± 20 cc, serous
A : Post op cholesystectomy + exp CBD + choledocoduodenostomy
P : - observasi T, N, R, S
- IVFD = RL : D5 = 3 : 1 /hari
- Flagyl drip stop
- rantin 2x1 amp
- sulferazone 3x1 g
- diet: biasa rendah lemak dan
- aff drain hari ini
- mobilisasi bertahap
- infuse habis stop
- obat injeksi ganti oral
R/ Cefadroksil 2x500
As Mef 3x500
Urdafalk 3x1
- Acc rawat jalan
Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 17
18Presentasi Kasus Choledocolithiasis
ANALISA KASUS
Diagnosa Ob. Jaundice ec. Choledocolithiasis ditegakkan berdasarkan :
1. Anamnesa
Riwayat penyakit
- 1 bulan yang lalu, terdapat keluhan nyeri perut kanan atas nyeri
dirasakan menjalar ke punggung dan hilang timbul.
- Pasien juga mengeluh mata dan badan kuning, gatal di seluruh
tubuh.
- BAK seperti teh
- BAB pucat.
- Pasien tidak mengeluh adanya demam.
Faktor resiko
- Pola makan sering mengkonsumsi makanan berlemak
2. Pemeriksaan Fisik
Kulit ikterik (+)
Sclera ikterik +/+
Nyeri tekan (+) di abdomen pada regio hipokondrium kanan
Murphy sign (-)
3. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium peningkatan kadar bilirubin total dan direk
USG Abdomen didapatkan kesan kolelitiasis.
MRCP Abdomen didapatkan kesan multiple koledokolitiasis dengan
diameter terbesar 1,3 cm dan 1,2 cm di distal lumen CBD menyebabkan
obstruksi bilier ekstra dan intra hepatic. Kolelitiasis diameter 1 cm.
Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 18
19Presentasi Kasus Choledocolithiasis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. IKTERUS OBSTRUKTIF
PENDAHULUAN
Penimbunan pigmen dalam tubuh menyebabkan warna kuning pada jaringan yang
dikenal sebagai jaundice atau ikterus. Jaundice biasanya dapat dideteksi pada sclera
(bagian mata yang putih), kulit atau kemih yang menjadi gelap bila bilirubin serum
mencapai 2-3 mg/100 ml. Bilirubin serum normal adalah 0,2-0,9 mg/100ml. Jaringan
permukaan yang kaya dengan elastin, sepeerti sclera dan permukaan bawah lidah
biasanya pertama kali menjadi kuning. Jaundice dapat disebabkan oleh gangguan
prehepatik (pembentukan bilirubin secara berlebihan, gangguan pengambilan bilirubin
tak terkonyugasi oleh heti), intrehepatik (mengenai sel hati,kanalikuli,atau kolangiola)
atau ekstrahepatik (mengenai saluran empedu diluar hati). Salah satu penyebab
gangguan ekstrahepatik adalah batu pada saluran empedu (CBD STONE).
Munculnya jaundice pada pasien adalah sebuah kejadian yang dramatis secara visual.
Jaundice selalu berhubungan dengan penyakit penting, meskipun hasil akhir jangka
panjang bergantung pada penyebab yang mendasari jaundice. Jaundice adalah
gambaran fisik sehubungan dengan gangguan metabolisme bilirubin. Kondisi ini
biasanya disertai dengan gambaran fisik abnormal lainnya dan biasanya berhubungan
dengan gejala-gejala spesifik. Kegunaan yang tepat pemeriksaan darah dan
pencitraan, memberikan perbaikan lebih lanjut pada diagnosa banding. Umumnya,
jaundice non-obstruktif tidak membutuhkan intervensi bedah, sementara jaundice
obstruktif biasanya membutuhkan intervensi bedah atau prosedur intervensi lainnya
untuk pengobatan. (1)
Jaundice merupakan manifestasi yang sering pada gangguan traktus biliaris, dan
evaluasi serta manajemen pasien jaundice merupakan permasalahan yang sering
dihadapi oleh ahli bedah. Serum bilirubin normal berkisar antara 0,5 – 1,3 mg/dL;
ketika levelnya meluas menjadi 2,0 mg/dL, pewarnaan jaringan bilirubin menjadi
Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 19
20Presentasi Kasus Choledocolithiasis
terlihat secara klinis sebagai jaundice. Sebagai tambahan, adanya bilirubin
terkonjugasi pada urin merupakan satu dari perubahan awal yang terlihat pada tubuh
pasien. (2)
Bilirubin merupakan produk pemecahan hemoglobin normal yang dihasilkan dari sel
darah merah tua oleh sistem retikuloendotelial. Bilirubin tak terkonjugasi yang tidak
larut ditransportasikan ke hati terikat dengan albumin. Bilirubin ditransportasikan
melewati membran sinusoid hepatosit kedalam sitoplasma. Enzim uridine
diphosphate–glucuronyl transferase mengkonjugasikan bilirubin tak-terkonjugasi
yang tidak larut dengan asam glukoronat untuk membentuk bentuk terkonjugasi yang
larut-air, bilirubin monoglucuronide dan bilirubin diglucuronide. Bilirubin
terkonjugasi kemudian secara aktif disekresikan kedalam kanalikulus empedu. Pada
ileum terminal dan kolon, bilirubin dirubah menjadi urobilinogen, 10-20%
direabsorbsi kedalam sirkulasi portal. Urobilinogen ini diekskresikan kembali
kedalam empedu atau diekskresikan oleh ginjal didalam urin. (2)
DEFINISI
Ikterus (jaundice) didefinisikan sebagai menguningnya warna kulit dan sklera akibat
akumulasi pigmen bilirubin dalam darah dan jaringan. Kadar bilirubin harus mencapai
35-40 mmol/l sebelum ikterus menimbulkan manifestasi klinik. (3)
Jaundice (berasal dari bahasa Perancis ‘jaune’ artinya kuning) atau ikterus (bahasa
Latin untuk jaundice) adalah pewarnaan kuning pada kulit, sklera, dan membran
mukosa oleh deposit bilirubin (pigmen empedu kuning-oranye) pada jaringan
tersebut. (4)
1. Ikterus
Adalah perubahan warna kuning pada kulit, membrane mukosa, sclera dan organ lain
yang disebabkan oleh peningkatan kadar bilirubin di dalam darah dan ikterus sinonim
dengan jaundice.
2. Ikterus Fisiologis
Ikterus fisiologis menurut Tarigan (2003) dan Callhon (1996) dalam Schwats (2005)
adalah ikterus yang memiliki karakteristik sebagai berikut:
Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 20
21Presentasi Kasus Choledocolithiasis
• Timbul pada hari kedua – ketiga
• Kadar bilirubin indirek setelah 2 x 24 jam tidak melewati 15 mg % pada neonatus
cukup bulan dan 10 mg % per hari pada kurang bulan
• Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg % perhari
• Kadar bilirubin direk kurang dari 1 mg %
• Ikterus hilang pada 10 hari pertama
• Tidak mempunyai dasar patologis
3. Ikterus Pathologis/ hiperbilirubinemia
Ikterus patologis/hiperbilirubinemia adalah suatu keadaan dimana kadar konsentrasi
bilirubin dalam darah mencapai nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan
kern ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan
dengan keadaan yang patologis. Ikterus yang kemungkinan menjadi patologis atau
hiperbilirubinemia dengan karakteristik sebagai berikut :
a. Menurut Surasmi (2003) bila :
• Ikterus terjadi pada 24 jam pertama sesudah kelahiran
• Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg % atau > setiap 24 jam
• Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg % pada neonatus < bulan dan 12,5 %
pada neonatus cukup bulan
• Ikterus disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi enzim G6PD dan
sepsis)
• Ikterus disertai berat lahir < 2000 gr, masa gestasi < 36 minggu, asfiksia, hipoksia,
sindrom gangguan pernafasan, infeksi, hipoglikemia, hiperkapnia, hiperosmolalitas
darah.
b. Menurut tarigan (2003), adalah :
Suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai yang
mempunyai potensi untuk menimbulkan Kern Ikterus kalau tidak ditanggulangi
dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis. Brown
menetapkan hiperbilirubinemia bila kadar bilirubin mencapai 12 mg % pada cukup
bulan, dan 15 mg % pada bayi yang kurang bulan. Utelly menetapkan 10 mg % dan
15 mg %.
4. Kern Ikterus
Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak. Kern
Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 21
22Presentasi Kasus Choledocolithiasis
Ikterus ialah ensefalopati bilirubin yang biasanya ditemukan pada neonatus cukup
bulan dengan ikterus berat (bilirubin lebih dari 20 mg %) dan disertai penyakit
hemolitik berat dan pada autopsy ditemukan bercak bilirubin pada otak. Kern ikterus
secara klinis berbentuk kelainan syaraf spatis yang terjadi secara kronik.
ANATOMI SISTEM HEPATOBILIER
Pengetahuan yang akurat akan anatomi hati dan traktus biliaris, dan hubungannya
dengan pembuluh darah penting untuk kinerja pembedahan hepatobilier karena
biasanya terdapat variasi anatomi yang luas. Deskripsi anatomi klasik pada traktus
biliaris hanya muncul pada 58% populasi. (4)
Hepar, kandung empedu, dan percabangan bilier muncul dari tunas ventral
(divertikulum hepatikum) dari bagian paling kaudal foregut diawal minggu keempat
kehidupan. Bagian ini terbagi menjadi dua bagian sebagaimana bagian tersebut
tumbuh diantara lapisan mesenterik ventral: bagian kranial lebih besar (pars hepatika)
merupakan asal mula hati/hepar, dan bagian kaudal yang lebih kecil (pars sistika)
meluas membentuk kandung empedu, tangkainya menjadi duktus sistikus. Hubungan
awal antara divertikulum hepatikum dan penyempitan foregut, nantinya membentuk
duktus biliaris. Sebagai akibat perubahan posisi duodenum, jalan masuk duktus
biliaris berada disekitar aspek dorsal duodenum. (4)
Sistem biliaris secara luas dibagi menjadi dua komponen, jalur intra-hepatik dan
ekstra-hepatik. Unit sekresi hati (hepatosit dan sel epitel bilier, termasuk kelenjar
peribilier), kanalikuli empedu, duktulus empedu (kanal Hearing), dan duktus biliaris
intrahepatik membentuk saluran intrahepatik dimana duktus biliaris ekstrahepatik
(kanan dan kiri), duktus hepatikus komunis, duktus sistikus, kandung empedu, dan
duktus biliaris komunis merupakan komponen ekstrahepatik percabangan biliaris. (4)
Duktus sistikus dan hepatikus komunis bergabung membentuk duktus biliaris. Duktus
biliaris komunis kira-kira panjangnya 8-10 cm dan diameter 0,4-0,8 cm. Duktus
biliaris dapat dibagi menjadi tiga segmen anatomi: supraduodenal, retroduodenal, dan
intrapankreatik. Duktus biliaris komunis kemudian memasuki dinding medial
duodenum, mengalir secara tangensial melalui lapisan submukosa 1-2 cm, dan
memotong papila mayor pada bagian kedua duodenum. Bagian distal duktus
Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 22
23Presentasi Kasus Choledocolithiasis
dikelilingi oleh otot polos yang membentuk sfingter Oddi. Duktus biliaris komunis
dapat masuk ke duodenum secara langsung (25%) atau bergabung bersama duktus
pankreatikus (75%) untuk membentuk kanal biasa, yang disebut ampula Vater. (4)
Traktus biliaris dialiri vaskular kompleks pembuluh darah disebut pleksus vaskular
peribilier. Pembuluh aferen pleksus ini berasal dari cabang arteri hepatika, dan
pleksus ini mengalir kedalam sistem vena porta atau langsung kedalam sinusoid
hepatikum. (4)
JENIS BILIRUBIN
Menuru Klous dan Fanaraft (1998) bilirubin dibedakan menjadi dua jenis yaitu:
1. Bilirubin tidak terkonjugasi atau bilirubin indirek atau bilirubin bebas yaitu
bilirubin tidak larut dalam air, berikatan dengan albumin untuk transport dan
komponen bebas larut dalam lemak serta bersifat toksik untuk otak karena bisa
melewati sawar darah otak.
2. bilirubin terkonjugasi atau bilirubin direk atau bilirubin terikat yaitu bilirubin larut
dalam air dan tidak toksik untuk otak.
METABOLISME NORMAL BILIRUBIN
Bilirubin berasal dari hasil pemecahan hemoglobin oleh sel retikuloendotelial, cincin
heme setelah dibebaskan dari besi dan globin diubah menjadi biliverdin yang
berwarna hijau. Biliverdin berubah menjadi bilirubin yang berwarna kuning. Bilirubin
ini dikombinasikan dengan albumin membentuk kompleks protein-pigmen dan
ditransportasikan ke dalam sel hati. Bentuk bilirubin ini sebagai bilirubin yang belum
dikonjugasi atau bilirubin indirek berdasar reaksi diazo dari Van den Berg, tidak larut
dalam air dan tidak dikeluarkan melalui urin. Didalam sel inti hati albumin
dipisahkan, bilirubin dikonjugasikan dengan asam glukoronik yang larut dalam air
dan dikeluarkan ke saluran empedu. Pada reaksi diazo Van den Berg memberikan
reaksi langsung sehingga disebut bilirubin direk. (5)
Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 23
24Presentasi Kasus Choledocolithiasis
Bilirubin indirek yang berlebihan akibat pemecahan sel darah merah yang terlalu
banyak, kekurangmampuan sel hati untuk melakukan konjugasi akibat penyakit hati,
terjadinya refluks bilirubin direk dari saluran empedu ke dalam darah karena adanya
hambatan aliran empedu menyebabkan tingginya kadar bilirubin didalam darah.
Keadaan ini disebut hiperbilirubinemia dengan manifestasi klinis berupa ikterus. (5)
ETIOLOGI
Sumbatan saluran empedu dapat terjadi karena kelainan pada dinding saluran
misalnya adanya tumor atau penyempitan karena trauma (iatrogenik).Batu empedu
dan cacing askaris sering dijumpai sebagai penyebab sumbatan di dalam lumen
saluran.Pankreatitis, tumor kaput pankreas, tumor kandung empedu atau anak sebar
tumor ganas di daerah ligamentum hepatoduodenale dapat menekan saluran empedu
dari luar menimbulkan gangguan aliran empedu.
Beberapa keadaan yang jarang dijumpai sebagai penyebab sumbatan antara lain kista
koledokus, abses amuba pada lokasi tertentu, divertikel duodenum dan striktur
sfingter papila vater.
Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 24
25Presentasi Kasus Choledocolithiasis
Ringkasnya etiologi disebabkan oleh: koledokolitiasis, kolangiokarsinoma, karsinoma
ampulla, karsinoma pankreas, striktur bilier.
Etiologi hiperbilirubin antara lain :
1. Peningkatan produksi
• Hemolisis, misalnya pada inkompalibilitas yang terjadi bila terdapat ketidaksesuaian
golongan darah dan anak pada penggolongan rhesus dan ABO.
• Perdarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran
• Ikatan bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolic yang terdapat
pada bayi hipoksia atau asidosis
• Defisiensi G6PD (Glukosa 6 Phostat Dehidrogenase)
• Breast milk jaundice yang disebabkan oleh kekurangannya pregnan 3 (alfa), 20
(beta), diol (steroid)
• Kurangnya enzim glukoronil transferase, sehingga kadar bilirubin indirek meningkat
misalnya pada BBLR
• Kelainan congenital
2. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya
hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya sulfadiazine.
3. Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksin
yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti infeksi,
toksoplasmasiss, syphilis.
4. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ektra hepatic.
5. Peningkatan sirkulasi enterohepatik, misalnya pada ileus obstruktif.
KLASIFIKASI
Jaundice obstruktif selalu ditunjuk sebagai post-hepatik sejak defeknya terletak pada
jalur metabolisme bilirubin melewati hepatosit. Bentuk lain jaundice ditunjuk sebagai
jaundice non-obstruktif. Bentuk ini akibat defek hepatosit (jaundice hepatik) atau
sebuah kondisi pre-hepatik. (1)
PATOFISIOLOGI IKTERUS (PENYAKIT KUNING)
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Keadaan yang
sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban bilirubin pada sel hepar
Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 25
26Presentasi Kasus Choledocolithiasis
yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran
eritrosit, polisitemia.
Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar
bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadarprotein Y dan Z berkurang, atau
pada bayi hipoksia, asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar
bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasihepar atau neonatus yang
mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu.
Pada derajat tertentu bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh.
Toksisitas terutama ditemukan ada bilirubin indirek yang bersifat sukar larut dalamair
tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada
sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus darah otak. Kelainan yang terjadi pada
otak disebut Kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada syaraf pusat
tersebut mungkin akan timbul apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl.
Mudah tidaknya kadar bilirubin melewati darah otak ternyata tidak hanya tergantung
pada keadaan neonatus. Bilirubin indirek akan mudak melewati darah otak apabila
bayi terdapat keadaan Berat Badan Lahir Rendah, hipoksia, dan hipolikemia.
Kurang lebih 80 - 85 % bilirubin berasal dari penghancuran eritrosit tua. Sisanya 15 -
20 % bilirubin berasal dari penghancuran eritrosit muda karena proses eritropoesis
yang inefektif di sumsum tulang, hasil metabolisme proein yang mengandung heme
lain seperti sitokrom P-450 hepatik, katalase, peroksidase, mioglobin otot dan enzim
yang mengandung heme dengan distribusi luasGangguan metabolisme bilirubin dapat
terjadi lewat salah satu dari keempat mekanisme ini : Over produksi, Penurunan
ambilan hepatic, Penurunan konjugasi hepatic, Penurunan eksresi bilirubin ke dalam
empedu (akibat disfungsi intrahepatik atau obstruksi mekanik ekstrahepatik)
1. Over produksi
Peningkatan jumlah hemoglobin yang dilepas dari sel darah merah yang
sudah tua atau yang mengalami hemolisis akan meningkatkan produksi
bilirubin. Penghancuran eritrosit yang menimbulkan hiperbilirubinemia
paling sering akibat hemolisis intravaskular (kelainan autoimun,
mikroangiopati atau hemoglobinopati) atau akibat resorbsi hematom yang
besar. Ikterus yang timbul sering disebut ikterus hemolitik.Konjugasi dan
transfer bilirubin berlangsung normal, tetapi suplai bilirubin tak
terkonjugasi melampaui kemampuan sel hati. Akibatnya bilirubin tak
terkonjugasi meningkat dalam darah. Karena bilirubin tak terkonjugasi
Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 26
27Presentasi Kasus Choledocolithiasis
tidak larut dalam air maka tidak dapat diekskresikan ke dalam urine dan
tidak terjadi bilirubinuria. Tetapi pembentukkan urobilinogen meningkat
yang mengakibatkan peningkatan ekskresi dalam urine feces (warna
gelap).Beberapa penyebab ikterus hemolitik : Hemoglobin abnormal
(cickle sel anemia hemoglobin), Kelainan eritrosit (sferositosis heriditer),
Antibodi serum (Rh. Inkompatibilitas transfusi), Obat-obatan.
2. Penurunan ambilan hepatic
Pengambilan bilirubin tak terkonjugasi dilakukan dengan memisahkannya
dari albumin dan berikatan dengan protein penerima. Beberapa obat-
obatan seperti asam flavaspidat, novobiosin dapat mempengaruhi uptake
ini.
3. Penurunan konjugasi hepatic
Terjadi gangguan konjugasi bilirubin sehingga terjadi peningkatan
bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini disebabkan karena defisiensi enzim
glukoronil transferase. Terjadi pada : Sindroma Gilberth, Sindroma Crigler
Najjar I, Sindroma Crigler Najjar II
4. Penurunan eksresi bilirubin ke dalam empedu (akibat disfungsi
intrahepatik atau obstruksi mekanik ekstrahepatik)
Gangguan ekskresi bilirubin dapat disebabkan oleh kelainan intrahepatik
dan ekstrahepatik, tergantung ekskresi bilirubin terkonjugasi oleh hepatosit
akan menimbulkan masuknya kembali bilirubin ke dalam sirkulasi
sistemik sehingga timbul hiperbilirubinemia. Kelainan hepatoseluler dapat
berkaitan dengan : reaksi obat, hepatitis alkoholik serta perlemakan hati
oleh alkohol. ikterus pada trimester terakhir kehamilan hepatitis virus,
sindroma Dubin Johnson dan Rotor, Ikterus pasca bedah.Obstruksi saluran
bilier ekstrahepatik akan menimbulkan hiperbilirubinemia terkonjugasi
yang disertai bilirubinuria. Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik dapat
total maupun parsial. Obstruksi total dapat disertai tinja yang alkoholik.
Penyebab tersering obstruksi bilier ekstrahepatik adalah : sumbatan batu
empedu pada ujung bawah ductus koledokus, karsinoma kaput pancreas,
karsinoma ampula vateri, striktura pasca peradangan atau operasi.
Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 27
28Presentasi Kasus Choledocolithiasis
DIAGNOSIS
Langkah pertama pendekatan diagnosis pasien dengan ikterus ialah melalui
anamnesis, pemeriksaan fisik yang teliti serta pemeriksaan faal hati. (5)
Anamnesis ditujukan pada riwayat timbulnya ikterus, warna urin dan feses, rasa gatal,
keluhan saluran cerna, nyeri perut, nafsu makan berkurang, pekerjaan, adanya kontak
dengan pasien ikterus lain, alkoholisme, riwayat transfusi, obat-obatan, suntikan atau
tindakan pembedahan. (5)
Diagnosa banding jaundice sejalan dengan metabolisme bilirubin (Tabel 1). Penyakit
yang menyebabkan jaundice dapat dibagi menjadi penyakit yang menyebabkan
jaundice ‘medis’ seperti peningkatan produksi, menurunnya transpor atau konjugasi
hepatosit, atau kegagalan ekskresi bilirubin; dan ada penyakit yang menyebabkan
jaundice ‘surgical’ melalui kegagalan transpor bilirubin kedalam usus. Penyebab
umum meningkatnya produksi bilirubin termasuk anemia hemolitik, penyebab
dapatan hemolisis termasuk sepsis, luka bakar, dan reaksi transfusi. Ambilan dan
konjugasi bilirubin dapat dipengaruhi oleh obat-obatan, sepsis dan akibat hepatitis
virus. Kegagalan ekskresi bilirubin menyebabkan kolestasis intrahepatik dan
hiperbilirubinemia terkonjugasi. Penyebab umum kegagalan ekskresi termasuk
hepatitis viral atau alkoholik, sirosis, kolestasis induksi-obat. Obstruksi bilier
ekstrahepatik dapat disebabkan oleh beragam gangguan termasuk koledokolitiasis,
striktur bilier benigna, kanker periampular, kolangiokarsinoma, atau kolangitis
sklerosing primer. (2) Ketika mendiagnosa jaundice, dokter harus mampu membedakan
antara kerusakan pada ambilan bilirubin, konjugasi, atau ekskresi yang biasanya
diatur secara medis dari obstruksi bilier ekstrahepatik, yang biasanya ditangani oleh
ahli bedah, ahli radiologi intervensional, atau ahli endoskopi. Pada kebanyakan kasus,
anamnesis menyeluruh, pemeriksaan fisik, tes laboratorium rutin dan pencitraan
radiologis non-invasif membedakan obstruksi bilier ekstrahepatik dari penyebab
jaundice lainnya. Kolelitiasis selalu berhubungan dengan nyeri kuadran atas kanan
dan gangguan pencernaan. Jaundice dari batu duktus biliaris umum
biasanya sementara dan berhubungan dengan nyeri dan demam (kolangitis). Serangan
jaundice tak-nyeri bertingkat sehubungan dengan hilangnya berat badan diduga
Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 28
29Presentasi Kasus Choledocolithiasis
sebuah keganasan/malignansi. Jika jaundice terjadi setelah kolesistektomi, batu
kandung empedu menetap atau cedera kandung empedu harus diperkirakan. (2)
Gambaran Klinis
Jaundice, urin pekat, feses pucat dan pruritus general merupakan ciri jaundice
obstruktif. Riwayat demam, kolik bilier, dan jaundice intermiten mungkin diduga
kolangitis/koledokolitiasis. Hilangnya berat badan, massa abdomen, nyeri yang
menjalar ke punggung, jaundice yang semakin dalam, mungkin ditimbulkan
karsinoma pankreas. Jaundice yang dalam (dengan rona kehijauan) yang intensitasnya
berfluktuasi mungkin disebabkan karsinoma peri-ampula. Kandung empedu yang
teraba membesar pada pasien jaundice juga diduga sebuah malignansi ekstrahepatik
(hukum Couvoissier).
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi perabaan hati, kandung empedu, limpa, mencari tanda-
tanda stigmata sirosis hepatis, seperti spider naevi, eritema palmaris, bekas garukan di
kulit karena pruritus, tanda-tanda asites. Anemi dan limpa yang membesar dapat
dijumpai pada pasien dengan anemia hemolitik. Kandung empedu yang membesar
menunjukkan adanya sumbatan pada saluran empedu bagian distal yang lebih sering
disebabkan oleh tumor (dikenal hukum Courvoisier). (5)
Hukum Courvoisier
“Kandung empedu yang teraba pada ikterus tidak mungkin disebabkan oleh batu
kandung empedu”. Hal ini biasanya menunjukkan adanya striktur neoplastik tumor
(tumor pankreas, ampula, duodenum, CBD), striktur pankreatitis kronis, atau
limfadenopati portal. (3)
Pemeriksaan Laboratorium
Tes laboratorium harus dilakukan pada semua pasien jaundice termasuk serum
bilirubin direk dan indirek, alkali fosfatase, transaminase, amilase, dan hitung sel
darah lengkap. Hiperbilirubinemia (indirek) tak terkonjugasi terjadi ketika ada
peningkatan produksi bilirubin atau menurunnya ambilan dan konjugasi hepatosit.
Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 29
30Presentasi Kasus Choledocolithiasis
Kegagalan pada ekskresi bilirubin (kolestasis intrahepatik) atau obstruksi bilier
ekstrahepatik menyebabkan hiperbilirubinemia (direk) terkonjugasi mendominasi.
Elevasi tertinggi pada bilirubin serum biasanya ditemukan pada pasien dengan
obstruksi maligna, pada mereka yang levelnya meluas sampai 15 mg/dL yang diamati.
Batu kandung empedu umumnya biasanya berhubungan dengan peningkatan lebih
menengah pada bilirubin serum (4 – 8 mg/dL). Alkali fosfatase merupakan penanda
yang lebih sensitif pada obstruksi bilier dan mungkin meningkat terlebih dahulu pada
pasien dengan obstruksi bilier parsial. (2)
Pemeriksaan faal hati dapat menentukan apakah ikterus yang timbul disebabkan oleh
gangguan pada sel-sell hati atau disebabkan adanya hambatan pada saluran empedu.
Bilirubin direk meningkat lebih tinggi dari bilirubin indirek lebih mungkin disebabkan
oleh sumbatan saluran empedu dibanding bila bilirubin indirek yang jelas meningkat.
Pada keadaan normal bilirubin tidak dijumpai di dalam urin. Bilirubin indirek tidak
dapat diekskresikan melalui ginjal sedangkan bilirubin yang telah dikonjugasikan
dapat keluar melalui urin. Karena itu adanya bilirubin lebih mungkin disebabkan
akibat hambatan aliran empedu daripada kerusakan sel-sel hati. Pemeriksaan feses
yang menunjukkan adanya perubahan warna feses menjadi akolis menunjukkan
terhambatnya aliran empedu masuk ke dalam lumen usus (pigmen tidak dapat
mencapai usus). (2)
Pemeriksaan Penunjang
USG
Pemeriksaan pencitraan pada masa kini dengan sonografi sangat membantu dalam
menegakkan diagnosis dan dianjurkan merupakan pemeriksaan penunjang pencitraan
yang pertama dilakukan sebelum pemeriksaan pencitraan lainnya. Dengan sonografi
dapat ditentukan kelainan parenkim hati, duktus yang melebar, adanya batu atau
massa tumor. Ketepatan diagnosis pemeriksaan sonografi pada sistem hepatobilier
untuk deteksi batu empedu, pembesaran kandung empedu, pelebaran saluran empedu
dan massa tumor tinggi sekali. Tidak ditemukannya tanda-tanda pelebaran saluran
empedu dapat diperkirakan penyebab ikterus bukan oleh sumbatan saluran empedu,
sedangkan pelebaran saluran empedu memperkuat diagnosis ikterus obstruktif. (2)
Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 30
31Presentasi Kasus Choledocolithiasis
Keuntungan lain yang diperoleh pada penggunaan sonografi ialah sekaligus kita dapat
menilai kelainan organ yang berdekatan dengan sistem hepatobilier antara lain
pankreas dan ginjal. Aman dan tidak invasif merupakan keuntungan lain dari
sonografi. (2)
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan foto polos abdomen kurang memberi manfaat karena sebagian besar batu
empedu radiolusen. Kolesistografi tidak dapat digunakan pada pasien ikterus karena
zat kontras tidak diekskresikan oleh sel hati yang sakit. (5)
Pemeriksaan endoskopi yang banyak manfaat diagnostiknya saat ini adalah
pemeriksaan ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancre atography). Dengan
bantuan endoskopi melalui muara papila Vater kontras dimasukkan kedalam saluran
empedu dan saluran pankreas. Keuntungan lain pada pemeriksaan ini ialah sekaligus
dapat menilai apakah ada kelainan pada muara papila Vater, tumor misalnya atau
adanya penyempitan. Keterbatasan yang mungkin timbul pada pemeriksaan ini ialah
bila muara papila tidak dapat dimasuki kanul. (5)
Adanya sumbatan di saluran empedu bagian distal, gambaran saluran proksimalnya
dapat divisualisasikan dengan pemeriksaan Percutaneus Transhepatic
Cholangiography (PTC). Pemeriksaan ini dilakukan dengan penyuntikan kontras
melalui jarum yang ditusukkan ke arah hilus hati dan sisi kanan pasien. Kontras
disuntikkan bila ujung jarum sudah diyakini berada di dalam saluran empedu.
Computed Tomography (CT) adalah pemeriksaan radiologi yang dapat
memperlihatkan serial irisan-irisan hati. Adanya kelainan hati dapat diperlihatkan
lokasinya dengan tepat. (5)
Untuk diagnosis kelainan primer dari hati dan kepastian adanya keganasan dilakukan
biopsi jarum untuk pemeriksaan histopatologi. Biopsi jarum tidak dianjurkan bila ada
tanda-tanda obstruksi saluran empedu karena dapat menimbulkan penyulit kebocoran
saluran empedu. (5)
JAUNDICE OBSTRUKTIF
Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 31
32Presentasi Kasus Choledocolithiasis
Hambatan aliran empedu yang disebabkan oleh sumbatan mekanik menyebabkan
terjadinya kolestasis yang disebut sebagai ikterus obstruktif saluran empedu, sebelum
sumbatan melebar. Aktifitas enzim alkalifosfatase akan meningkat dan ini merupakan
tanda adanya kolestasis. Infeksi bakteri dengan kolangitis dan kemudian pembentukan
abses menyertai demam dan septisemia yang tidak jarang dijumpai sebagai penyulit
ikterus obstruktif. (5)
Patofisiologi jaundice obstruktif
Empedu merupakan sekresi multi-fungsi dengan susunan fungsi, termasuk pencernaan
dan penyerapan lipid di usus, eliminasi toksin lingkungan, karsinogen, obat-obatan,
dan metabolitnya, dan menyediakan jalur primer ekskresi beragam komponen
endogen dan produk metabolit, seperti kolesterol, bilirubin, dan berbagai hormon. (4)
Pada obstruksi jaundice, efek patofisiologisnya mencerminkan ketiadaan komponen
empedu (yang paling penting bilirubin, garam empedu, dan lipid) di usus halus, dan
cadangannya, yang menyebabkan tumpahan pada sirkulasi sistemik. Feses biasanya
menjadi pucat karena kurangnya bilirubin yang mencapai usus halus. Ketiadaan
garam empedu dapat menyebabkan malabsorpsi, mengakibatkan steatorrhea dan
defisiensi vitamin larut lemak (A, D, K); defisiensi vitamin K bisa mengurangi level
protrombin. Pada kolestasis berkepanjangan, seiring malabsorpsi vitamin D dan Ca
bisa menyebabkan osteoporosis atau osteomalasia. (4)
Retensi bilirubin menyebabkan hiperbilirubinemia campuran. Beberapa bilirubin
terkonjugasi mencapai urin dan menggelapkan warnanya. Level tinggi sirkulasi garam
empedu berhubungan dengan, namun tidak menyebabkan, pruritus. Kolesterol dan
retensi fosfolipid menyebabkan hiperlipidemia karena malabsorpsi lemak (meskipun
meningkatnya sintesis hati dan menurunnya esterifikasi kolesterol juga punya andil);
level trigliserida sebagian besar tidak terpengaruh. (4)
Penyakit hati kolestatik ditandai dengan akumulasi substansi hepatotoksik, disfungsi
mitokondria dan gangguan pertahanan antioksidan hati. Penyimpanan asam empedu
hidrofobik mengindikasikan penyebab utama hepatotoksisitas dengan perubahan
sejumlah fungsi sel penting, seperti produksi energi mitokondria. Gangguan
metabolisme mitokondria dan akumulasi asam empedu hidrofobik berhubungan
Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 32
33Presentasi Kasus Choledocolithiasis
dengan meningkatnya produksi oksigen jenis radikal bebas dan berkembangnya
kerusakan oksidatif. (4)
Etiologi jaundice obstruktif
Sumbatan saluran empedu dapat terjadi karena kelainan pada dinding saluran
misalnya adanya tumor atau penyempitan karena trauma (iatrogenik). Batu empedu
dan cacing askaris sering dijumpai sebagai penyebab sumbatan di dalam lumen
saluran. Pankreatitis, tumor kaput pankreas, tumor kandung empedu atau anak sebar
tumor ganas di daerah ligamentum hepatoduodenale dapat menekan saluran empedu
dari luar menimbulkan gangguan aliran empedu. (5)
Beberapa keadaan yang jarang dijumpai sebagai penyebab sumbatan antara lain kista
koledokus, abses amuba pada lokasi tertentu, divertikel duodenum dan striktur
sfingter papila vater. (5)
Ringkasnya etiologi disebabkan oleh: koledokolitiasis, kolangiokarsinoma, karsinoma
ampulla, karsinoma pankreas, striktur bilier. (4)
Gambaran klinis jaundice obstruktif
Jaundice, urin pekat, feses pucat dan pruritus general merupakan ciri jaundice
obstruktif. Riwayat demam, kolik bilier, dan jaundice intermiten mungkin diduga
kolangitis/koledokolitiasis. Hilangnya berat badan, massa abdomen, nyeri yang
menjalar ke punggung, jaundice yang semakin dalam, mungkin ditimbulkan
karsinoma pankreas. Jaundice yang dalam (dengan rona kehijauan) yang intensitasnya
berfluktuasi mungkin disebabkan karsinoma peri-ampula. Kandung empedu yang
teraba membesar pada pasien jaundice juga diduga sebuah malignansi ekstrahepatik
(hukum Couvoissier). (4)
Pemeriksaan pada jaundice obstruktif
1. Hematologi (4)
Meningkatnya level serum bilirubin dengan kelebihan fraksi bilirubin terkonjugasi.
Serum gamma glutamyl transpeptidase (GGT) juga meningkat pada kolestasis.
Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 33
34Presentasi Kasus Choledocolithiasis
Umumnya, pada pasien dengan penyakit batu kandung empedu hiperbilirubinemia
lebih rendah dibandingkan pasien dengan obstruksi maligna ekstra-hepatik. Serum
bilirubin biasanya < 20 mg/dL. Alkali fosfatase meningkat 10 kali jumlah normal.
Transaminase juga mendadak meningkat 10 kali nilai normal dan menurun dengan
cepat begitu penyebab obstruksi dihilangkan.
Meningkatnya leukosit terjadi pada kolangitis. Pada karsinoma pankreas dan kanker
obstruksi lainnya, bilirubin serum meningkat menjadi 35-40 mg/dL, alkali fosfatase
meningkat 10 kali nilai normal, namun transamin tetap normal.
Penanda tumor seperti CA 19-9, CEA dan CA-125 biasanya meningkat pada
karsinoma pankreas, kolangiokarsinoma, dan karsinoma peri-ampula, namun penanda
tersebut tidak spesifik dan mungkin saja meningkat pada penyakit jinak percabangan
hepatobilier lainnya.
1. Pencitraan (4)
Tujuan dibuat pencitraan adalah: (1) memastikan adanya obstruksi ekstrahepatik
(yaitu membuktikan apakah jaundice akibat post-hepatik dibandingkan hepatik), (2)
untuk menentukan level obstruksi, (3) untuk mengidentifikasi penyebab spesifik
obstruksi, (4) memberikan informasi pelengkap sehubungan dengan diagnosa yang
mendasarinya (misal, informasi staging pada kasus malignansi)
USG : memperlihatkan ukuran duktus biliaris, mendefinisikan level obstruksi,
mengidentifikasi penyebab dan memberikan informasi lain sehubuungan dengan
penyakit (mis, metastase hepatik, kandung empedu, perubahan parenkimal hepatik).
USG : identifikasi obstruksi duktus dengan akurasi 95%, memperlihatkan batu
kandung empedu dan duktus biliaris yang berdilatasi, namun tidak dapat diandalkan
untuk batu kecil atau striktur. Juga dapat memperlihatkan tumor, kista atau abses di
pankreas, hepar dan struktur yang mengelilinginya.
CT : memberi viasualisasi yang baik untuk hepar, kandung empedu, pankreas, ginjal
dan retroperitoneum; membandingkan antara obstruksi intra- dan ekstrahepatik
dengan akurasi 95%. CT dengan kontras digunakan untuk menilai malignansi bilier.
Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 34
35Presentasi Kasus Choledocolithiasis
ERCP dan PTC : menyediakan visualisasi langsung level obstruksi. Namun prosedur
ini invasif dan bisa menyebabkan komplikasi seperti kolangitis, kebocoran bilier,
pankreatitis dan perdarahan.
EUS (endoscopic ultrasound) : memiliki beragam aplikasi, seperti staging malignansi
gastrointestinal, evaluasi tumor submukosa dan berkembang menjadi modalitas
penting dalam evaluasi sistem pankreatikobilier. EUS juga berguna untuk mendeteksi
dan staging tumor ampula, deteksi mikrolitiasis, koledokolitiasis dan evaluasi striktur
duktus biliaris benigna atau maligna. EUS juga bisa digunakan untuk aspirasi kista
dan biopsi lesi padat.
Magnetic Resonance Cholangio-Pancreatography (MRCP) merupakan teknik
visualisasi terbaru, non-invasif pada bilier dan sistem duktus pankreas. Hal ini
terutama berguna pada pasien dengan kontraindikasi untuk dilakukan ERCP.
Visualisasi yang baik dari anatomi bilier memungkinkan tanpa sifat invasif dari
ERCP. Tidak seperti ERCP, MRCP adalah murni diagnostik.
Penatalaksanaan jaundice obstruktif
Pada dasarnya penatalaksanaan pasien dengan ikterus obstruktif bertujuan untuk
menghilangkan penyebab sumbatan atau mengalihkan aliran empedu. Tindakan
tersebut dapat berupa tindakan pembedahan misalnya pengangkatan batu atau reseksi
tumor. Upaya untuk menghilangkan sumbatan dapat dengan tindakan endoskopi baik
melalui papila Vater atau dengan laparoskopi. (5)
Bila tindakan pembedahan tidak mungkin dilakukan untuk menghilangkan penyebab
sumbatan, dilakukan tindakan drainase yang bertujuan agar empedu yang terhambat
dapat dialirkan. Drainase dapat dilakukan keluar tubuh misalnya dengan pemasangan
pipa nasobilier, pipa T pada duktus koledokus atau kolesistotomi. Drainase interna
dapat dilakukan dengan membuat pintasan biliodigestif. Drainase interna ini dapat
berupa kolesisto-jejunostomi, koledoko-duodenostomi, koledoko-jejunostomi atau
hepatiko-jejunostomi. (5)
Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 35
36Presentasi Kasus Choledocolithiasis
B. CHOLELITHIASIS
Definisi
Kolelitiasis disebut juga batu empedu, gallstones, biliarycalculus.
Istilah kolelitiasis dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung
empedu, dapat juga terjadi di dalam saluran empedu yang disebut
koledokolitiasis. Batu kandung empedu merupakan gabungan beberapa
unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang terbentuk di dalam
kandung empedu.6
Anatomi
Kandung empedu (Vesica fellea) adalah kantong berbentuk buah
pear yang terletak pada permukaan visceral hepar dengan panjang 4-6 cm
dan berisi 30-60 ml empedu.Vesica fellea dibagi menjadi fundus, corpus dan
collum.Fundus berbentuk bulat dan biasanya menonjol dibawah pinggir
inferior hepar, dimana fundus berhubungan dengan dinding anterior
abdomen setinggi ujung rawan costa IX kanan.Corpus bersentuhan dengan
permukaan visceral hati dan arahnya keatas, belakang dan kiri. Collum
dilanjutkan sebagai duktus cysticus, panjang 1-2 cm dan diameter 2-3 mm,
yang berjalan dalam omentum minus untuk bersatu dengan sisi kanan ductus
hepaticus comunis membentuk duktus koledokus. Peritoneum mengelilingi
fundus vesica fellea dengan sempurna menghubungkan corpus dan collum
dengan permukaan visceral hati.5
Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 36
Gambar 1. Letak anatomi Kandung Empedu
37Presentasi Kasus Choledocolithiasis
Pembuluh arteri kandung empedu adalah a. cystica, cabang a.
hepatica kanan. V. cystica mengalirkan darah lengsung kedalam vena porta.
Sejumlah arteri yang sangat kecil dan vena – vena juga berjalan antara hati
dan kandung empedu.5
Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi lymphatici cysticae yang
terletak dekat collum vesica fellea.Dari sini, pembuluh limfe berjalan
melalui nodi lymphatici hepaticum sepanjang perjalanan a. hepatica menuju
ke nodi lymphatici coeliacus. Saraf yang menuju kekandung empedu berasal
dari plexus coeliacus.5
Fisiologi
Vesica fellea berperan sebagai resevoir empedu dengan kapasitas
sekitar 50 ml. Vesica fellea mempunya kemampuan memekatkan empedu.
Dan untuk membantu proses ini, mukosanya mempunyai lipatan – lipatan
permanen yang satu sama lain saling berhubungan. Sehingga permukaanya
tampak seperti sarang tawon. Sel- sel thorak yang membatasinya juga
mempunyai banyak mikrovilli.5
Empedu dibentuk oleh sel-sel hati ditampung di dalam kanalikuli.
Kemudian disalurkan ke duktus biliaris terminalis yang terletak di dalam
septum interlobaris. Saluran ini kemudian keluar dari hati sebagai duktus
hepatikus kanan dan kiri. Kemudian keduanya membentuk duktus biliaris
komunis. Pada saluran ini sebelum mencapai doudenum terdapat cabang ke
kandung empedu yaitu duktus sistikus yang berfungsi sebagai tempat
penyimpanan empedu sebelum disalurkan ke duodenum.7
Empedu dialirkan sebagai akibat kontraksi dan pengosongan parsial
kandung empedu. Mekanisme ini diawali dengan masuknya makanan
berlemak kedalam duodenum. Lemak menyebabkan pengeluaran hormon
kolesistokinin dari mukosa duodenum, hormon kemudian masuk kedalam
darah, menyebabkan kandung empedu berkontraksi. Pada saat yang sama,
otot polos yang terletak pada ujung distal duktus coledokus dan ampula
relaksasi, sehingga memungkinkan masuknya empedu yang kental ke dalam
duodenum. Garam-garam empedu dalam cairan empedu penting untuk
Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 37
38Presentasi Kasus Choledocolithiasis
emulsifikasi lemak dalam usus halus dan membantu pencernaan dan
absorbsi lemak.5
Proses koordinasi kedua aktifitas ini disebabkan oleh dua hal yaitu :
1. Hormonal :
Zat lemak yang terdapat pada makanan setelah sampai duodenum
akan merangsang mukosa sehingga hormon Cholecystokinin akan
terlepas. Hormon ini yang paling besar peranannya dalam kontraksi
kandung empedu.
2. Neurogen :
Stimulasi vagal yang berhubungan dengan fase Cephalik dari
sekresi cairan lambung atau dengan refleks intestino-intestinal akan
menyebabkan kontraksi dari kandung empedu.
Rangsangan langsung dari makanan yang masuk sampai ke
duodenum dan mengenai Sphincter Oddi. Sehingga pada keadaan
dimana kandung empedu lumpuh, cairan empedu akan tetap keluar
walaupun sedikit.
Pengosongan empedu yang lambat akibat gangguan neurologis maupun
hormonal memegang peran penting dalam perkembangan inti batu. 1
Komposisi Cairan Empedu
Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 38
Gambar 2. Alur pengosongan kandung empedu
39Presentasi Kasus Choledocolithiasis
Komposisi Cairan Empedu, yaitu:6
Komponen Dari Hati Dari Kandung Empedu
Air 97,5 gm % 95 gm %
Garam Empedu 1,1 gm % 6 gm %
Bilirubin 0,04 gm % 0,3 gm %
Kolesterol 0,1 gm % 0,3 – 0,9 gm %
Asam Lemak 0,12 gm % 0,3 – 1,2 gm %
Lecithin 0,04 gm % 0,3 gm %
Elektrolit - -
1) Garam Empedu
Asam empedu berasal dari kolesterol. Asam empedu dari hati ada
dua macam yaitu Asam Deoxycholat dan Asam Cholat. Fungsi garam
empedu antara lain:
a) Menurunkan tegangan permukaan dari partikel lemak yang terdapat
dalam makanan, sehingga partikel lemak yang besar dapat dipecah
menjadi partikel-partikel kecil untuk dapat dicerna lebih lanjut.
b) Membantu absorbsi asam lemak, monoglycerid, kolesterol dan vitamin
yang larut dalam lemak.
Garam empedu yang masuk ke dalam lumen usus oleh kerja kuman-kuman
usus dirubah menjadi deoxycholat dan lithocholat. Sebagian besar (90 %)
garam empedu dalam lumen usus akan diabsorbsi kembali oleh mukosa usus
sedangkan sisanya akan dikeluarkan bersama feses dalam bentuk lithocholat.
Absorbsi garam empedu tersebut terjadi disegmen distal dari ilium. Sehingga
bila ada gangguan pada daerah tersebut misalnya oleh karena radang atau
reseksi maka absorbsi garam empedu akan terganggu. 4
2) Bilirubin
Hemoglobin yang terlepas dari eritrosit akan pecah menjadi heme
dan globin. Heme bersatu membentuk rantai dengan empat inti pyrole
menjadi bilverdin yang segera berubah menjadi bilirubin bebas. Zat ini di
dalam plasma terikat erat oleh albumin. Sebagian bilirubin bebas diikat oleh
zat lain (konjugasi) yaitu 80 % oleh glukuronide. Bila terjadi pemecahan sel
Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 39
40Presentasi Kasus Choledocolithiasis
darah merah berlebihan misalnya pada malaria maka bilirubin yang
terbentuk sangat banyak.4
Epidemiologi
Insiden kolelitiasis atau batu kandung empedu di Amerika Serikat
diperkirakan 20 juta orang yaitu 5 juta pria dan 15 juta wanita. Pada
pemeriksaan autopsy di Amerika, batu kandung empedu ditemukan pada 20
% wanita dan 8 % pria.1
Insiden batu kandung empedu dan penyakit saluran empedu di
Indonesia diduga tidak jauh berbeda dengan angka di negara lain di Asia
Tenggara.2
Banyak penderita batu kandung empedu asimtomatik dan ditemukan
secara kebetulan pada waktu dilakukan foto polos abdomen, USG, atau saat
operasi untuk tujuan yang lain.3
Etiologi
Penyebab pasti dari batu empedu belum diketahui. Satu teori
menyatakan bahwa kolesterol dapat menyebabkan supersaturasi empedu di
kandung empedu. Setelah beberapa lama, empedu yang telah mengalami
supersaturasi menjadi mengkristal dan memulai membentuk batu. Tipe lain
batu empedu adalah batu pigmen. Batu pigmen tersusun oleh kalsium
bilirubin, yang terjadi ketika bilirubin bebas berkombinasi dengan kalsium.
(Williams, 2003)
Faktor Resiko
Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini.
Namun, semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin
besar kemungkinan untuk terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko tersebut
antara lain :8, 9
1. Jenis Kelamin. Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena
kolelitiasis dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon
esterogen berpengaruh terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh
kandung empedu. Kehamilan, yang menigkatkan kadar esterogen juga
meningkatkan resiko terkena kolelitiasis. Penggunaan pil kontrasepsi dan
Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 40
41Presentasi Kasus Choledocolithiasis
terapi hormon (esterogen) dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung
empedu dan penurunan aktivitas pengosongan kandung empedu.9
2. Usia. Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan
bertambahnya usia. Orang dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk
terkena kolelitiasis dibandingkan dengan orang dengan usia yang lebih
muda. 8, 9
3. Berat badan (BMI). Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi,
mempunyai resiko lebih tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan
dengan tingginya BMI maka kadar kolesterol dalam kandung empedu
pun tinggi, dan juga mengurasi garam empedu serta mengurangi
kontraksi/ pengosongan kandung empedu. 8, 9
4. Makanan. Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat
(seperti setelah operasi gatrointestinal) mengakibatkan gangguan
terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan
kontraksi kandung empedu. 9
5. Riwayat keluarga. Orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis
mempunyai resiko lebih besar dibandingkan dengan orang tanpa riwayat
keluarga.8, 9
6. Aktifitas fisik. Kurangnya aktifitas fisik berhungan dengan peningkatan
resiko terjadinya kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung
empedu lebih sedikit berkontraksi. 8
7. Penyakit usus halus. Penyakit yang dilaporkan berhubungan dengan
kolelitiasis adalah crohn disease, diabetes, anemia sel sabit, trauma, dan
ileus paralitik. 8
8. Nutrisi intravena jangka lama. Nutrisi intravena jangka lama
mengakibatkan kandung empedu tidak terstimulasi untuk berkontraksi,
karena tidak ada makanan/nutrisi yang melewati intestinal. Sehingga
resiko untuk terbentuknya batu menjadi meningkat dalam kandung
empedu. 8
Patofisiologi
Avni Sali tahun 1984 membagi batu empedu berdasarkan komponen
yang terbesar yang terkandung di dalamnya. Hal ini sesuai dengan
pembagian dari Tetsuo Maki tahun 1995 sebagai berikut :
Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 41
42Presentasi Kasus Choledocolithiasis
1. Batu kolesterol dimana paling sedikit 50 % adalah kolesterol. Ini bisa
sebagai :
Batu Kolesterol Murni
Batu Kombinasi
Batu Campuran (Mixed Stone)
2. Batu bilirubin dimana garam bilirubin kadarnya paling banyak, kadar
kolesterolnya paling banyak 25 %. Ini dapat berupa :
Batu Ca bilirubinat atau batu pigmen calcium
Batu pigmen murni
3. Batu empedu lain yang jarang. Sebagian ahli lain membagi batu empedu
menjadi :
a. Batu Kolesterol
b. Batu Campuran (Mixed Stone)
c. Batu Pigmen.
Batu Kolesterol
Pembentukan batu Kolesterol melalui tiga fase :
a) Fase Supersaturasi
Kolesterol, phospolipid (lecithin) dan garam empedu adalah
komponen yang tak larut dalam air. Ketiga zat ini dalam perbandingan
tertentu membentuk micelle yang mudah larut. Di dalam kandung
empedu ketiganya dikonsentrasikan menjadi lima sampai tujuh kali lipat.
Pelarutan kolesterol tergantung dari rasio kolesterol terhadap lecithin dan
garam empedu, dalam keadaan normal antara 1 : 20 sampai 1 : 30. Pada
keadaan supersaturasi dimana kolesterol akan relatif tinggi rasio ini bisa
mencapai 1 : 13. Pada rasio seperti ini kolesterol akan mengendap.4
Kadar kolesterol relatif tinggi pada keadaan sebagai berikut :
Peradangan dinding kandung empedu dimana absorbsi air, garam
empedu dan lecithin jauh lebih banyak.
Orang-orang gemuk dimana sekresi kolesterol lebih tinggi sehingga
terjadi supersaturasi.
Diet tinggi kalori dan tinggi kolesterol (western diet).
Pemakaian obat anti kolesterol sehingga mobilitas kolesterol jaringan
tinggi.
Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 42
43Presentasi Kasus Choledocolithiasis
Pool asam empedu dan sekresi asam empedu turun misalnya pada
gangguan ileum terminale akibat peradangan atau reseksi (gangguan
sirkulasi enterohepatik).
Pemakaian tablet KB (estrogen) menyebabkan sekresi kolesterol
meningkat dan kadar chenodeoxycholat rendah, padahal
chenodeoxycholat efeknya melarutkan batu kolesterol dan
menurunkan saturasi kolesterol. Penelitian lain menyatakan bahwa
tablet KB pengaruhnya hanya sampai tiga tahun.
b) Fase Pembentukan inti batu
Inti batu yang terjadi pada fase II bisa homogen atau heterogen.
Inti batu heterogen bisa berasal dari garam empedu, calcium bilirubinat
atau sel-sel yang lepas pada peradangan. Inti batu yang homogen berasal
dari kristal kolesterol sendiri yang menghadap karena perubahan rasio
dengan asam empedu.1
c) Fase Pertumbuhan batu menjadi besar
Untuk menjadi batu, inti batu yang sudah terbentuk harus cukup
waktu untuk bisa berkembang menjadi besar. Pada keadaan normal
dimana kontraksi kandung empedu cukup kuat dan sirkulasi empedu
normal, inti batu yang sudah terbentuk akan dipompa keluar ke dalam
usus halus. Bila konstruksi kandung empedu lemah, kristal kolesterol
yang terjadi akibat supersaturasi akan melekat pada inti batu tersebut.1
Hal ini mudah terjadi pada penderita diabetes melitus, kehamilan,
pada pemberian total parenteral nutrisi yang lama, setelah operasi trunkal
vagotomi, karena pada keadaan tersebut kontraksi kandung empedu
kurang baik. Sekresi mucus yang berlebihan dari mukosa kandung
empedu akan mengikat kristal kolesterol dan sukar dipompa keluar. 1
Batu bilirubin/batu pigmen
Batu bilirubin dibagi menjadi dua kelompok :
a. Batu Calcium bilirubinat (batu infeksi)
b. Batu pigmen murni (batu non infeksi)
Pembentukan batu bilirubin terdiri dari 2 fase :
a) Saturasi bilirubin
Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 43
44Presentasi Kasus Choledocolithiasis
Pada keadaan non infeksi, saturasi bilirubin terjadi karena
pemecahan eritrosit yang berlebihan, misalnya pada malaria dan
penyakit Sicklecell. Pada keadaan infeksi saturasi bilirubin terjadi karena
konversi konjugasi bilirubin menjadi unkonjugasi yang sukar larut.
Konversi terjadi karena adanya enzim b glukuronidase yang dihasilkan
oleh Escherichia Coli. Pada keadaan normal cairan empedu mengandung
glokaro 1,4 lakton yang menghambat kerja glukuronidase.1
b) Pembentukan inti batu
Pembentukan inti batu selain oleh garam-garam calcium dan sel
bisa juga oleh bakteri, bagian dari parasit dan telur cacing. Tatsuo Maki
melaporkan bahwa 55 % batu pigmen dengan inti telur atau bagian
badan dari cacing ascaris lumbricoides. Sedangkan Tung dari Vietnam
mendapatkan 70 % inti batu adalah dari cacing tambang. 1
Gejala dan Tanda
Menurut buku ajar Ilmu Penyakit Dalam, kolelitiasis dibagi menjadi 2, yaitu:
1) Kolelitiasis Asimtomatik (50-60%)
2) Kolelitiasis Simtomatik
Penderita batu kandung empedu baru memberi keluhan bila batu
tersebut bermigrasi menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus,
sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari yang tanpa gejala
(asimptomatik), ringan sampai berat karena adanya komplikasi.10
Gejalanya antara lain:
1. Rasa nyeri dan kolik bilier. Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu
empedu, kandung empedu akan mengalami distensi dan akhirnya
infeksi. Pasien akan menderita panas dan mungkin teraba massa padat
pada abdomen. Pasien dapat mengalami kolik bilier disertai nyeri hebat
pada abdomen kuadaran kanan atas yang menjalar ke punggung atau
bahu kanan; rasa nyeri ini biasanya disertai mual dan muntah dan
bertambah hebat dalam makan makanan dalam porsi besar. Pada
sebagian pasien rasa nyeri bukan bersifat kolik melainkan persisten.
Serangan kolik bilier semacam ini disebabkan kontraksi kandung
Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 44
45Presentasi Kasus Choledocolithiasis
empedu yang tidak dapat mengalirkan empedu keluar akibat
tersumbatnya saluran oleh batu. Dalam keadaan distensi, bagian fundus
kandung empedu akan menyentuh dinding abdomen pada daerah
kartilago kosta 9 dan 10 kanan. Sentuhan ini menimbulkan nyeri tekan
yang mencolok pada kuadran kanan atas ketika pasien melakukan
inspirasi dalam dan menghambat pengembangan rongga dada.
2. Ikterus. Obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam dudodenum
akan menimbulkan gejala yang khas, yaitu: getah empedu yang tidak
lagi dibawa kedalam duodenum akan diserap oleh darah dan
penyerapan empedu ini membuat kulit dan menbran mukosa berwarna
kuning. Keadaan ini sering disertai dengan gejal gatal-gatal pada kulit.
3. Perubahan warna urine dan feses. Ekskresi pigmen empedu oleh
ginjal akan membuat urine berwarna sangat gelap. Feses yang tidak
lagi diwarnai oleh pigmen empedu akan tampak kelabu, dan biasanya
pekat yang disebut “Clay-colored”.
4. Defisiensi vitamin. Obstruksi aliran empedu juga akan mengganggu
absorbsi vitamin A, D, E, K yang larut lemak. Karena itu pasien dapat
memperlihatkan gejala defisiensi vitamin-vitamin ini jika obstruksi
bilier berlangsung lama. Defisiensi vitamin K dapat mengganggu
pembekuan darah yang normal. (Smeltzer, 2002)
5. Regurgitasi gas berupa flatus dan sendawa
Diagnosa
Diagnosa pasti dari batu empedu yaitu dengan melihat hasil dari
pemeriksaan-pemeriksaan penunjang, yaitu :
1. Pemeriksaan darah
Tidak ada pemeriksaan yang spesifik untuk batu kandung
empedu, kecuali bila terjadi komplikasi kolesistitis akut bisa didapatkan
leukositosis, kenaikan kadar bilirubin darah dan fosfatase alkali.
2. Radiografi
Kolesistografi. Kolesistografi digunakan bila USG tidak tersedia
Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 45
46Presentasi Kasus Choledocolithiasis
atau bila hasil USG meragukan. Kolangiografi oral dapat dilakukan
untuk mendeteksi batu empedu dan mengkaji kemampuan kandung
empedu untuk melakukan pengisian, memekatkan isinya, berkontraksi
serta mengosongkan isinya. Oral kolesistografi tidak digunakan bila
pasien jaundice karena liver tidak dapat menghantarkan media kontras ke
kandung empedu yang mengalami obstruksi.(Smeltzer, 2002)
Foto dengan pemberian kontras baik oral maupun intravena
diharapkan batu yang tembus sinar akan terlihat. Jika kandung empedu
tidak tervisualisasikan sebaiknya dilakukan pemeriksaan ulang dengan
dosis ganda zat kontras. Goldberg dan kawan-kawan menyatakan bahwa
reliabilitas pemeriksaan kolesistografi oral dalam mengindentifikasikan
batu kandung empedu kurang lebih 75 %. Bila kadar bilirubin serum
lebih dari 3 mg% kolesistografi tidak dikerjakan karena zat kontras tidak
diekskresi ke saluran empedu.
3. Radiologi
• Foto Polos Abdomen
Kurang lebih 10 % dari batu kandung empedu bersifat radio opak
sehingga terlihat pada foto polos abdomen.
• USG
Penggunaan USG dalam mendeteksi batu di saluran empedu
sensitivitasnya sampai 98 % dan spesifitas 97,7 %. Keuntungan lain
Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 46
Gambar 3. Kolesistogram
47Presentasi Kasus Choledocolithiasis
dari pemeriksaan cara ini adalah mudah dikerjakan, aman karena
tidak infasif dan tidak perlu persiapan khusus. Ditambah pula bahwa
USG dapat dilakukan pada penderita yang sakit berat, alergi kontras,
wanita hamil dan tidak tergantung pada keadaan faal hati.Ditinjau
dari berbagai segi keuntungannya, Ugandi menganjurkan agar
pemeriksaan USG dipakai sebagai langkah pemeriksaan awal.
Dengan pemeriksaan ini bisa ditentukan lokasi dari batu tersebut, ada
tidaknya radang akut, besar batu, jumlah batu, ukuran kandung
empedu, tebal dinding, ukuran CBD (Common Bile Duct) dan jika
ada batu intraduktal.
Pemeriksaan USG telah menggantikan kolesistografi oral sebagai
prosedur diagnostik pilihan karena pemeriksaan ini dapat dilakukan
dengan cepat dan akurat, dan dapat digunakan pada penderita
disfungsi hati dan ikterus.Disamping itu, pemeriksaan USG tidak
membuat pasien terpajan radiasi inisasi. Prosedur ini akan
memberikan hasil yang paling akurat jika pasien sudah berpuasa
pada malam harinya sehingga kandung empedunya berada dalam
keadan distensi. Penggunaan ultra sound berdasarkan pada
gelombang suara yang dipantulkan kembali.Pemeriksan USG dapat
mendeteksi kalkuli dalam kandung empedu atau duktus koleduktus
yang mengalami dilatasi.
4. ERCP (Endoscopic Retrograde Colangiopancreatografi)
Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 47
Gambar 4. USG Kandung Empedu
48Presentasi Kasus Choledocolithiasis
Pemeriksaan ini memungkinkan visualisasi struktur secara
langsung yang hanya dapat dilihat pada saat laparatomi. Pemeriksaan ini
meliputi insersi endoskop serat optik yang fleksibel ke dalam esofagus
hingga mencapai duodenum pars desendens. Sebuah kanula dimasukan
ke dalam duktus koleduktus serta duktus pankreatikus, kemudian bahan
kontras disuntikan ke dalam duktus tersebut untuk menentukan
keberadaan batu di duktus dan memungkinkan visualisassi serta evaluasi
percabangan bilier. (Smeltzer, 2002)
5. Tomografi Komputer
Keunggulan Tomografi Komputer adalah dengan memperoleh
potongan obyek gambar suara secara menyeluruh tanpa tumpang tindih
dengan organ lain. Karena mahalnya biaya pemeriksaan, maka alat ini
bukan merupakan pilihan utama.
Penatalaksanaan
a) Operatif
Kolesistektomi. Terapi terbanyak pada penderita batu kandung
empedu adalah dengan operasi.Kolesistektomi dengan atau tanpa
eksplorasi duktus komunis tetap merupakan tindakan pengobatan
untuk penderita dengan batu empedu simptomatik.
Pembedahan untuk batu empedu tanpa gejala masih diperdebatkan,
banyak ahli menganjurkan terapi konservatif. Sebagian ahli lainnya
berpendapat lain mengingat “silent stone” akhirnya akan
menimbulkan gejala-gejala bahkan komplikasi, maka mereka sepakat
bahwa pembedahan adalah pengobatan yang paling tepat yaitu
kolesistektomi efektif dan berlaku pada setiap kasus batu kandung
empedu kalau keadaan umum penderita baik. Indikasi kolesistektomi
sebagai berikut :
Adanya keluhan bilier apabila mengganggu atau semakin sering
atau berat.
Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 48
49Presentasi Kasus Choledocolithiasis
Adanya komplikasi atau pernah ada komplikasi batu kandung
empedu.
Adanya penyakit lain yang mempermudah timbulnya komplikasi
misalnya Diabetes Mellitus, kandung empedu yang tidak tampak
pada foto kontras dan sebagainya.
Kolesistostomi. Beberapa ahli bedah menganjurkan kolesistostomi
dan dekompresi cabang-cabang saluran empedu sebagai tindakan
awal pilihan pada penderita kolesistitis dengan resiko tinggi yang
mungkin tidak dapat diatasi kolesistektomi dini. Indikasi dari
kolesistostomi adalah:
Keadaan umum sangat buruk misalnya karena sepsis, dan
Penderita yang berumur lanjut, karena ada penyakit lain yang
berat yang menyertai, kesulitan teknik operasi dan
Tersangka adanya pankreatitis.
Kerugian dari kolesistostomi mungkin terselipnya batu sehingga
Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 49
Gambar 5. Kolisistektomi per Laparotomi
50Presentasi Kasus Choledocolithiasis
sukar dikeluarkan dan kemungkinan besar terjadinya batu lagi kalau
tidak diikuti dengan kolesistektomi.
b) Non Operatif
Terapi Disolusi
Penggunaan garam empedu yaitu asam Chenodeodeoxycholat
(CDCA) yang mampu melarutkan batu kolesterol invitro, secara
invivo telah dimulai sejak 1973 di klinik Mayo, Amerika Serikat juga
dapat berhasil, hanya tidak dijelaskan terjadinya kekambuhan.1
Pengobatan dengan asam empedu ini dengan sukses
melarutkan sempurna batu pada sekitar 60 % penderita yang diobati
dengan CDCA oral dalam dosis 10 – 15 mg/kg berat badan per hari
selama 6 sampai 24 bulan.
Penghentian pengobatan CDCA setelah batu larut sering
timbul rekurensi kolelitiasis.Pemberian CDCA dibutuhkan syarat
tertentu yaitu :
Wanita hamil
Penyakit hati yang kronis
Kolik empedu berat atau berulang-ulang
Kandung empedu yang tidak berfungsi.1
Efek samping pengobatan CDCA yang terlalu lama
menimbulkan kerusakan jaringan hati, terjadi peningkatan
transaminase serum, nausea dan diare. Asam Ursodioxycholat
(UDCA) merupakan alternatif lain yang dapat diterima dan tidak
mengakibatkan diare atau gangguan fungsi hati namun harganya
lebih mahal. Pada saat ini pemakaiannya adalah kombinasi antara
CDCA dan UDCA, masing-masing dengan dosis 7,5 mg/kg berat
badan/hari. Dianjurkan dosis terbesar pada sore hari karena
kejenuhan cairan empedu akan kolesterol mencapai puncaknya pada
malam hari. 1
Mekanisme kerja dari CDCA adalah menghambat kerja dari
enzim HMG Ko-a reduktase sehingga mengurangi sintesis dan
Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 50
51Presentasi Kasus Choledocolithiasis
ekskresi kolesterol ke dalam empedu. Kekurangan lain dari terapi
disolusi ini selain harganya mahal juga memerlukan waktu yang
lama serta tidak selalu berhasil.1
Extracorporeal Shock Wave Lithotripsi (ESWL)
ESWL merupakan litotripsi untuk batu empedu dimana dasar
terapinya adalah disintegrasi batu dengan gelombang kejut sehingga
menjadi partikel yang lebih kecil.Pemecahan batu menjadi partikel
kecil bertujuan agar kelarutannya dalam asam empedu menjadi
meningkat serta pengeluarannya melalui duktus sistikus dengan
kontraksi kandung empedu juga menjadi lebih mudah.1
Setelah terapi ESWL kemudian dilanjutkan dengan terapi
disolusi untuk membantu melarutkan batu kolesterol. Kombinasi dari
terapi ini agar berhasil baik harus memenuhi beberapa kriteria
mengingat faktor efektifitas dan keamanannya, yaitu :
1) Kriteria Munich :
Terdapat riwayat akibat batu tersebut (simptomatik).
Penderita tidak sedang hamil.
Batu radiolusen
Tidak ada obstruksi dari saluran empedu
Tidak terdapat jaringan paru pada jalur transmisi gelombang
kejut ke arahbatu.
2) Kriteria Dublin :
Riwayat keluhan batu empedu
Batu radiolusen
Batu radioopak dengan diameter kurang dari 3 cm untuk batu
tunggal atau bila multiple diameter total kurang dari 3 cm
dengan jumlah maksimal 3.
Fungsi konsentrasi dan kontraksi kandung empedu baik.1
Terapi ESWL sangatlah menguntungkan bila dipandang dari
Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 51
52Presentasi Kasus Choledocolithiasis
sudut penderita karena dapat dilakukan secara rawat jalan, sehingga
tidak mengganggu aktifitas penderita.Demikian juga halnya dengan
pembiusan dan tindakan pembedahan yang umumnya ditakutkan
penderita dapat dihindarkan.Namun tidak semua penderita dapat
dilakukan terapi ini karena hanya dilakukan pada kasus selektif.Di
samping itu penderita harus menjalankan diet ketat, waktu
pengobatan lama dan memerlukan biaya yang tidak sedikit, serta
dapat timbul rekurensi setelah pengobatan dihentikan. Faal hati yang
baik juga merupakan salah satu syarat bentuk terapi gabungan ini ,
karena gangguan faal hati akan diperberat dengan pemberian asam
empedu dalam jangka panjang.
ESWL dapat dikatakan sangat aman serta selektif dan tidak
infasif namun dalam kenyataannya masih terdapat beberapa
komplikasi yang dapat terjadi misalnya rasa sakit di hipokondrium
kanan, kolik bilier, pankreatitis, ikterus, pendarahan subkapsuler hati,
penebalan dinding dan atropi kandung empedu. 4
c) Dietetik
Prinsip perawatan dietetic pada penderita batu kandung empedu
adalah memberi istirahat pada kandung empedu dan mengurangi rasa
sakit, juga untuk memperkecil kemungkinan batu memasuki duktus
sistikus.Di samping itu untuk memberi makanan secukupnya untuk
memelihara berat badan dan keseimbangan cairan tubuh.1
Pembatasan kalori juga perlu dilakukan karena pada umumnya
batu kandung empedu tergolong juga ke dalam penderita obesitas. Bahan
makanan yang dapat menyebabkan gangguan pencernaan makanan juga
harus dihindarkan.10
Kadang-kadang penderita batu kandung empedu sering menderita
konstipasi, maka diet dengan menggunakan buah-buahan dan sayuran
yang tidak mengeluarkan gas akan sangat membantu.Syarat-syarat diet
pada penyakit kandung empedu yaitu :
Rendah lemak dan lemak diberikan dalam bentuk yang mudah
dicerna.
Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 52
53Presentasi Kasus Choledocolithiasis
Cukup kalori, protein dan hidrat arang. Bila terlalu gemuk jumlah
kalori dikurangi.
Cukup mineral dan vitamin, terutama vitamin yang larut dalam
lemak.
Tinggi cairan untuk mencegah dehidrasi.
Makanan yang tidak merangsang.
Komplikasi
Komplikasi kolelitiasis dapat berupa2 :
Kolesistitis akut yang dapat menimbulkan perforasi dan peritonitis
- Nyeri akut di perut kuadran kanan atas yang kadang-kadang
menjalar ke belakang skapula.
- Rangsang peritoneal lokal dapat ditemukan (Murphy sign), berupa
nyeri tekan yang bertambah saat penderita menarik napas panjang
karena kandung empedu yang meradang tersentuh ujung jari
tangan pemeriksa dan penderita berhenti menarik napas. Disertai
dengan nyeri lepas dan defans muskular dinding abdomen.
- Bisa disertai mual dan muntah.
- Demam sekitar 380C.
- Jumlah leukosit dapat meningkat ringan.
- Ikterus derajat ringan (bilirubin < 4,0 mg/dl)
Kolesistitis kronik
- Riwayat kolik bilier berulang.
- Dispepsia, rasa penuh di epigastrium dan nausea khususnya setelah
makan makanan berlemak tinggi.
- Tidak ada demam dan leukosit normal.
Ikterus obstruktif
Kolangitis
Kolangiolitis piogenik
Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 53
54Presentasi Kasus Choledocolithiasis
Fistel bilioenterik
Ileus batu empedu
Pankreatitis
Perubahan keganasan
Batu empedu dari duktus koledokus dapat masuk ke dalam
duodenum melalui papila Vater dan menimbulkan kolik, iritasi, perlukaan,
udem dan striktur papila Vater.
Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 54
55Presentasi Kasus Choledocolithiasis
DAFTAR PUSTAKA
1. C. Devid, Jr. Sabiston (1994), Sistem Empedu, Sars MG, L John Cameron,
Dalam Buku Ajar Bedah, Edisi 2, hal 121, Penerbit EGC, Jakarta.
2. Fauci, Braunwald, Kasper, Hauser. Harrison’s Principle of Internal
Medicine, 17th edition. 2008
3. Sjamsuhidajat R, Wim de jong, 2003. Kolelitiasis; Buku Ajar Ilmu Bedah,
Ed Revisi, hal. 570 – 577, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta.
4. Lee Sp, Selijima J, Gallstone, In : Yamanda T, Alpers DH, Owying C,
Powel DW, Silverstein FE, eds. Text book of gastro enterology. New York :
J.B. Lippincot Come; 1991 : 94 : 1996 – 84.
5. Fauci, Braunwald, Kasper, Hauser. Harrison’s Principle of Internal
Medicine, 17th edition. 2008
6. Frederick J. Suchy. Diseases of the Gallbladder. Nelson textbook of
paediatric, 17th edition. 2004
7. Guyton AC, Hall JE. Sistem Saluran Empedu dalam: Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran. Edisi ke-9. Jakarta: EGC, 1997. 1028-1029.
8. Ahmed A, Cheung R. Management of gallstones and their complication.
American Family Physician. Avaliable from :
http://www.aafp.org/afp/20000315/contents.html.
9. Mansjoer A. etal, 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I, Ed.3.hal 510-
512. Penerbit Media Aesculapius, FKUI, Jakarta. Available from:
http://medlinux.blogspot.com/2008/12/kolelitiasis.html. [diakses tanggal 22
Agustus 2010]
10. Reksoprodjo S. 1995. Ikterus dalam bedah, Dalam Ahmadsyah I, Kumpulan
Kuliah Ilmu Bedah, hal 71 – 77, Bina Rupa Aksara, Jakarta. Available from:
http://medlinux.blogspot.com/2008/12/kolelitiasis.html. [diakses tanggal 22
Agustus 2010]
11. Dorlan WA Newman. Kamus Kedokteran Dorlan. Edisi 29.Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.2002. Maryan Lee F, Chiang W. Cholelithiasis.
Available from:
Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 55
56Presentasi Kasus Choledocolithiasis
http://www.emedicine.com/emerg/Gastrointestinal/topic97.htm . [diakses
tanggal 22 Agustus 2010]
12. Richard S. Snell, 2002, Anatomi klinik, edisi 3, bag. 1, hal 265 – 266,
Penerbit EGC, Jakarta. Available from:
http://medlinux.blogspot.com/2008/12/kolelitiasis.html. [diakses tanggal 22
Agustus 2010]
13. NN. Cholelithiasis. Available from:
http://www.7.com/HealthManagement/ManagingYourHealth/HealthReferen
ce. [diakses tanggal 22 Agustus 2010]
14. Clinic Staff. Gallstones. Available from:
http://www.6clinic.com/health/digestive-system. [diakses tanggal 22
Agustus 2010]
15. Lesmana, L.A, 2006, Batu Empedu, Dalam Noer. S, Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, Jilid I edisi IV, hal 481-483, Balai Penerbit FK UI, Jakarta.
16.
Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 56