Nyeri

21
BAB I PENDAHULUAN Nyeri merupakan alasan utama penderita mencari pertolongan medis. nyeri yang dikeluhkan pasien bisa berbeda-beda dan bersifat subyektif, tergantung dari pengalaman nyeri yang selama ini pernah diderita oleh orang tersebut. untuk itu diperlukan beberapa parameter yang dapat digunakan secara luas dan dapat mempermudah tim medis untuk mengklasifikasikan tipe nyeri dan menentukan tatalaksana yang paling baik sehingga penderitaan pasien akibat nyeri dapat dikurangi. Adapun hal ini tidak mudah mengingat nyeri merupakan pengalaman subyektif namun perlu diingat bahwa nyeri memiliki mekanisme fisiologis yang jelas. hal ini cukup membantu ahli medis untuk menghilangkan nyeri yang dialami oleh penderita atau setidaknya mengurangi nyer yang diderita. Hal ini menyebabkan nyeri menjadi topik yang perlu dbahas dan dimengerti sebagai tenaga medis. Hal ini pula yang mendasari penulis untuk menulis mengenai nyeri. Bandar Lampung, 10 Oktober 2014 Penulis………………. 1

description

Nyeri

Transcript of Nyeri

BAB IPENDAHULUANNyeri merupakan alasan utama penderita mencari pertolongan medis. nyeri yang dikeluhkan pasien bisa berbeda-beda dan bersifat subyektif, tergantung dari pengalaman nyeri yang selama ini pernah diderita oleh orang tersebut. untuk itu diperlukan beberapa parameter yang dapat digunakan secara luas dan dapat mempermudah tim medis untuk mengklasifikasikan tipe nyeri dan menentukan tatalaksana yang paling baik sehingga penderitaan pasien akibat nyeri dapat dikurangi. Adapun hal ini tidak mudah mengingat nyeri merupakan pengalaman subyektif namun perlu diingat bahwa nyeri memiliki mekanisme fisiologis yang jelas. hal ini cukup membantu ahli medis untuk menghilangkan nyeri yang dialami oleh penderita atau setidaknya mengurangi nyer yang diderita.Hal ini menyebabkan nyeri menjadi topik yang perlu dbahas dan dimengerti sebagai tenaga medis. Hal ini pula yang mendasari penulis untuk menulis mengenai nyeri.

Bandar Lampung, 10 Oktober 2014Penulis.

BAB IIISIDEFINISI NYERI Menurut International Association for the Study of Pain (IASP), nyeri adalah suatu pengalaman sensori, emosional serta kognitif yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan aktual maupun potensial yang dapat timbul tanpa adanya injuri.Pada Pertemuan Ilmiah Nasional I (PB PAPDI), menyatakan nyeri sebagai perasaan atau pengalaman emosional yang disebabkan dan berhubungan dengan terjadinya kerusakan jaringan tubuh.Menurut Long (1996) , nyeri adalah perasaan yang tidak nyaman,sangat subjektif, dan hanya orang yang mengalami yang dapat mengungkapkan dan menjelaskanya perasaan tersebut.Menurut Priharjo (1992), nyeri merupakan perasaan tidak nyaman baik ringan maupun berat.

KLASIFIKASI NYERI1. Berdasarkan durasi waktu nyeri:a. Nyeri akut, yaitu nyeri yang kurang dari tiga bulan , timbulnya mendadak akibat adanya inflamasi atau trauma, terdapat respon simpatis. Umumnya penderita anxietas dan keluarga suportif.b. Nyeri kronik, yaitu nyeri yang lebih dari tiga bulan, sifatnya hilang timbul atau terus menerus, terdapat tanda respon parasimpatis, dan umumnya penderita depresif sedangkan keluarga lelah.2. Berdasarkan etiologi:a. Nyeri noniseptik, yaitu merupakan nyeri yang rangsang nyerinya timbul oleh mediator nyeri seperti pada paska trauma operasi dan luka bakar.b. Nyeri neuropatik, yaitu nyeri yang timbul akibat kerusakan atau disfungsi saraf, seperti pada diabetes mellitus dan herpes zoster.3. Berdasarkan intensitas nyeri:a. Skala visual analog score: 1-10b. Skala wajah Wong-Baker: tanpa nyeri, nyeri ringan, nyeri sedang, nyeri berat, nyeri tak tertahankan.4. Berdasarkan lokasi:a. Nyeri superfisial, yaitu nyeri pada kulit subkutan yang sifatnya tajam dan terlokasi.b. Nyeri somatic dalam, yaitu nyeri yang berasal dari otot maupun tendo yang sifatnya tumpul dan kurang terlokasi.c. Nyeri visceral, yaitu nyeri yang berasal dari organ internal atau organ pembungkusnya, seperti nyeri kolik gastrointestinal dan kolik ureter.d. Nyeri alih/ referred pain, yaitu nyeri yang berasal dari organ dalam pada tingkat spinal yang disalah artikan oleh penderita sebagai nyeri dari daerah kulit pada segmen spinal yang sama.e. Nyeri proyeksi, yaitu nyeri yang timbul akibat kerusakan saraf yang menyebabkan nyeri dialihkan ke sepanjang tubuh yang diinerfasi oleh saraf yang rusak tersebut, contohnya pada herpes zoster.f. Nyeri phantom, yaitu nyeri yang dihubungkan dengan bagian tubuh yang hilang seperti pada amputasi ekstremitas.MENGUKUR INTESITAS NYERIBerbagai cara dipakai untuk mengukur derajat nyeri, cara yang sederhana dengan menentukan derajat nyeri secara kualitatif, sebagai berikut:a. Nyeri ringan adalah nyeri nyeri yang hilang timbul terutama sewaktu melakukan aktivitas sehari-hari dan hilang pada waktu tidur.b. Nyeri sedang adalah nyeri terus-menerus, aktivitas tergangguyang hanya hilang apabila penderita tertidur.c. Nyeri berat adalah nyeri yang berlangsung terus-menerus sepanjang hari, penderita tidak dapat tidur atau sering terjaga oleh gangguan nyeri sewaktu tidur.Pada saat ini banyak yang menentukan derajat nyeri secara semi-kuantitatif dengan menggunakan penggaris yang diberi angka pada skala 0 yang berarti tidak nyeri sampai 10 untuk nyeri yang maksimal. Cara ini popular disebut: numerical rating score (NRS). Disini secara subjektif penderita diberi penjelasan terlebih dahulu bahwa bila tidak terdapat nyeri maka score adalah 0, sedangkan nyeri terhebat yang tidak tertahankan lagi diberi angka 10. kemudian penderita diminta menentukan derajat nyerinya dalam cakupan antara 0 sampai 10. untuk mempermudah biasanya disodorkan gambaran skala dari 0-10 pada penderita untuk diminta menentukan tempat derajat nyeri yang dideritanya.Cara lain yang sudah popular terlebih dahulu adalah mempergunakan visual analogue scale.Adapun terdapat cara lain yang dikembangkan untuk menilai nyeri yaitu:1. Hayword (1975)Alat mengukur nyeri painometer, Intensitas nyeri sifatnya subjektif dipengaruhi oleh tingkat kesadaran, konsentrasi, jumlah distrasi, tingkat aktivitas, harapan keluarga.

Gambar 1.Painometer

Skala nyeri HaywardTabel 1.Skala nyeri HaywardSKALAKETERANGAN

0Tidak nyeri

1-3Nyeri ringan

4-6Nyeri sedang

7-9Sangat nyeri,masih bisa di kontrol

10Sangat nyeri tidak bisa di kontrol

2. McGill(Mcgillscale)Mengukur nyeri dengan menggunakan 5 angka0 = tidak nyeri1 = nyeri ringan2 = nyeri sedang3 = nyeri berat4 = nyeri sangat berat5 = nyeri hebat

Gambar 2.Skala Nyeri McGill

3. Skala wajah Wong-Baker

MEKANISME NYERINyeri muncul sebagai akibat adanya rangsangan algesik pada reseptor nyeri. Zat-zat algesik tersebut antara lain ion K, H, asam laktat, serotonin, bradykinin, histamine, dan prostaglandin. Reseptor nyeri merupakan ujung-ujung bebas serat-serat aferen A delta dan C. Reseptor ini dibangkitkan oleh adanya rangsangan dengan intensitas nyeri, misalnya rangsangan termal, mekanik, elektrik atau rangsangan kimia. Setelah reseptor nyeri diaktifkan, impuls nyeri akan disalurkan ke sentral. Proses dari dimulainya impuls nyeri hingga dirasakannya nyeri ini merupakan sebuah proses elektro-fisiologik yang disebut nosisepsi (nociception).Proses nosisepsi terdiri dari 4 proses yang jelas:1. TransduksiMerupakan proses stimuli nyeri (naxious stimuli) yang diterjemahkan atau diubah menjadi suatu aktivitas listrik pada ujung-ujung saraf.2. TransmisiMerupakan proses penyaluran impuls melalui saraf sensoris menyusul proses trnsduksi. Impuls ini disalurkan oleh serabut A delta dan serabut C sebagai neuron pertama dari perifer ke medulla spinalis.3. ModulasiMerupakan proses interaksi antara sistem analgesic endogen dengan impuls nyeri yang masuk ke kornu posterior medulla spinalis. Sistem analgesic endogen meliputi enkefalin, endorphin, serotonin dan noradrenalin yang mempunya I efek menekan impuls nyeri pada kornu posterior medulla spinalis. Sehinggs kornu posterior adalah pintu gerbang nyeri4. PersepsiMerupakan hasil akhir dari proses interaksi yang kompleks dan unik yang dimulai dari proses transduksi, transmisi, dan modulasi yang menghasilkan perasaan subyektif yang dikenali sebagai sebagai persepsi nyeri.Jalur nyeri di sistem saraf pusat1. Jalur Asenden (transduksi dan transmisi)Serat saraf C dan A- aferen yang menyalurkan impuls nyeri masuk ke dalam medula spinalis di akar saraf dorsal. Serat-serat memisah sewaktu masuk ke korda dan kemudian kembali menyatu di kornu dorsalis (posterior) medula spinalis. Daerah ini menerima, menyalurkan, dan memproses impuls sensorik. Kornu dorsalis medula spinalis dibagi menjadi lapisan-lapisan sel yang disebut lamina. Dua dari lapisan ini (lapisan 2 dan 3), yang disebut substansia gelatinosa, yang sangat penting dalam transmisi dan modulasi nyeri.Dari kornu dorsalis, impuls nyeri dikirim ke neuro-neuron yang menyalurkan informasi ke sisi berlawanan medula spinalis di komisura anterior dan kemudian menyatu di traktus spinothalamikus antero-lateralis, yang naik ke thalamus dan struktur otak lainnya. Dengan demikian, transmisi impuls nyeri di medula spinalis bersifat kontra lateral terhadap sisi tubuh tempat impuls itu berasal.5

Gambar 1. Jalur Ascendens Impuls Nyeri2. Jalur Desenden (modulasi dan persepsi)Daerah-daerah tertentu di otak itu sendiri mengendalikan atau mempengaruhi persepsi nyeri, hipotalamus dan struktur limbik berfungsi sebagai pusat emosional persepsi nyeri, dan korteks frontalis menghasilkan interpretasi dan respon rasional terhadap nyeri. Namun, terdapat variasi yang luas dalam cara individu mempersepsikan nyeri. Salah satu penyebab variasi ini adalah karena sistem saraf pusat (SSP) memiliki beragam mekanisme untuk memodulasi dan menekan rangsangan nosiseptif.Jalur-jalur desenden serat eferen yang berjalan dari korteks serebrum ke bawah ke medula spinalis dapat menghambat atau memodifikasi rangsangan nyeri yang datang melalui suatu mekanisme umpan balik yang melibatkan substansia gelatinosa dan lapisan lain kornu dorsalis. Salah jalur desenden yang telah diidentifikasi sebagai jalur penting dalam sistem modulasi-nyeri atau analgesik adalah jalur yang mencakup tiga komponen berikut :Bagian pertama adalah substansia grisea periakuaduktus (PAG) dan substansia grisea periventrikel (PVG) mesensefalon dan pons bagian atas yang mengelilingi akuaduktus Sylvii.Neuron-neuron dari daerah daerah satu mengirim impuls ke nukleus rafe magnus (NRM) yang terletak di pons bagian bawah dan medula bagian atas dan nukleus retikularis paragigantoselularis (PGL) di medula lateralis.Impuls ditransmisikan dari nukleus ke bawah ke kolumna dorsalis medula spinalis ke suatu kompleks inhibitorik nyeri yang terletak di kornu dorsalis medula spinalis. Zat-zat kimia yang disebut neuroregulator, juga mungkin mempengaruhi masukan sensorik ke medula spinalis. Neuroregulator ini dikenal sebagai neurotransmiter atau neuromodulator. Neurotransmiter adalah neurokimia yang menghambat atau merangsang aktifitas di membran pascasinaps. Zat P (suatu neuropeptida) adalah neurotransmiter spesifik-nyeri yang terdapat di kornu dorsalis medula spinalis. Neurotransmiter SSP lain yang terlibat dalam transmisi nyeri adalah asetilkolin, norepinefrin, epinefrin, dopamin dan serotonin.

RESPON FISIOLOGIS TERHADAP NYERIRespons tubuh terhadap trauma atau nyeri adalah terjadinya reaksi endokrin berupa mobilisasi hormon-hormon katabolik dan terjadinya reaksi imunologik, yang secara umum disebut sebagai respons stres. Respons stres ini sangat merugikan pasien, karena selain akan menurunkan cadangan dan daya tahan tubuh, juga meningkatkan kebutuhan oksigen jantung, mengganggu fungsi respirasi dengan segala konsekuensinya, serta akan mengundang resiko terjadinya tromboemboli, yang pada gilirannya meningkatkan morbiditas dan mortalitas.1. Respon endokrinRangsang nosiseptif menyebabkan respons hormonal bifasik, artinya terjadi pelepasan hormon katabolik seperti katekolamin, kortisol, angiotensin II, ADH, ACTH, GH dan glukagon, sebaliknya terjadi penekanan sekresi hormon anabolik seperti insulin. Hormon katabolik akan menyebabkan hiperglikemia melalui mekanisme resistensi terhadap insulin dan proses glukoneogenesis, selanjutnya terjadi katabolisme protein dan lipolisis. Kejadian ini akan menimbulkan balans nitrogen negatif. Aldosteron, kortisol, ADH menyebabkan terjadinya retensi Na dan air. Katekolamin merangsang reseptor nyeri sehingga intensitas nyeri bertambah. Dengan demikian terjadilah siklus vitriosus.2. Efek Nyeri Terhadap Kardiovaskular dan RespirasiPelepasan Katekolamin, Aldosteron, Kortisol, ADH dan aktifasi Angiotensin II akan menimbulkan efek pada kardiovaskular. Hormon-hormon ini mempunyai efek langsung pada miokardium atau pembuluh darah dan meningkatkan retensi Na dan air. Angiotensin II menimbulkan vasokonstriksi. Katekolamin menimbulkan takikardia, meningkatkan kontraktilitas otot jantung dan resistensi vaskular perifer, sehingga terjadilah hipertensi. Takikardia serta disritmia dapat menimbulkan iskemia miokard. Ditambah dengan retensi Na dan air, maka timbullah resiko gagal jantung kongesti.Bertambahnya cairan ekstraselluler di paru-paru akan menimbulkan kelainan ventilasi perfusi. Nyeri di daerah dada atau abdomen akan menimbulkan peningkatan tonus otot di daerah tersebut sehingga dapat muncul resiko hipoventilasi, kesulitan bernafas dalam dan mengeluarkan sputum, sehingga penderita mudah mengalami penyulit atelektasis dan hipoksemia.3. Efek Nyeri Terhadap sistem Organ Yang LainPeningkatan aktivitas simpatis akibat nyeri menimbulkan inhibisi fungsi saluran cerna. Gangguan pasase usus sering terjadi pada penderita nyeri. Terhadap fungsi immunlogik, nyeri akan menimbulkan limfopenia, leukositosis, dan depresi RES. Akibatnya resistensi terhadap kuman patogen menurun, Kemudian, terhadap fungsi koagulasi, nyeri akan menimbulkan perubahan viskositas darah, fungsi platelet. Terjadi peningkatan adesivitas trombosit. Ditambah dengan efek katekolamin yang menimbulkan vasokonstriksi dan immobilisasi akibat nyeri, maka akan mudah terjadi komplikasi trombosis.4. Efek Nyeri Terhadap Mutu KehidupanNyeri, menyebabkan pasien sangat menderita, tidak mampu bergerak, tidak mampu bernafas dan batuk dengan baik, susah tidur, tidak enak makan/dan minum, cemas, gelisah, perasaan tidak akan tertolong dan putus asa. Keadaan seperti ini sangat mengganggu kehidupan normal penderita sehari-hari. Mutu kehidupannya sangat rendah, bahkan sampai tidak mampu untuk hidup mandiri layaknya orang sehat. Oleh karena itu penatalaksanaan nyeri pada hakikatnya tidak saja tertuju kepada mengurangi atau memberantas rasa nyeri itu, melainkan bermaksud menjangkau peningkatan mutu kehidupan pasien, sehingga ia dapat kembali menikmati kehidupan yang normal dalam keluarga maupun lingkungannya.

PENATALAKSANAAN NYERILandasan-landasan yang dianjurkan dalam penatalaksanaan nyeri:1. mengutamakan pendekatan klinis, termasuk pendekatan psikoterapi dalam artikata yang seluas-luasnya.2. mengikutsertakan pasien dan keluarganya, serta menjelaskan kemungkinan-kemungkinan terapi klinis yang tersedia.3. menganjurkan pasien dan keluarganhya untuk memberikan laporan yang benar dan terperinci tentang rasa nyeri dan lain-lain yang dianggapnya penting untuk diketahui oleh dokter, sehingga kerjasama antara dokter dan pasien dapat tercipta dalam suasana saling mempercayai satu sama lain.Modalitas Terapi AnalgetikMekanisme Kerja Obat AnalgetikObat analgetik pada dasarnya terbagi dua, yaitu yang bekerja di perifer dan yang bekerja di sentral. Golongan obat AINS (anti inflamasi non steroid) berkerja di perifer dengan cara menghambat pelepasan mediator sehingga aktivitas enzim siklooksigenase terhambat dan sintesa prostaglandin tidak terjadi. Pada golongan opioid, bekerja di sentral dengan cara menempati reseptor di kornu dorsalis medulla spinalis sehingga terjadi penghambatan pelepasan transmitter dan perangsangan ke saraf spinal tidak terjadi.a. Mekanisme kerja AINS Enzim siklooksigenase (COX) adalah enzim yang mengkatalisa sintesa prostaglandin dari asam arakhidonat. Prostaglandin memediasi sejumlah proses ditubuh termasuk proteksi lambung dari sekresi yang dirangsang inflamasi dan nyeri, mempertahankan perfusi ginjal dan agregasi trombosit. Obat AINS menghambat produksi dari enzim COX yang selanjutnya menurunkan induksi prostaglandin. Hasilnya ada dua yaitu, positif (analgesia, antiinflamasi) dan negatif (ulkus lambung, penurunan perfusi ginjal dan perdarahan).

Tabel. Analgesic Non- Opiad

Nama ObatSediaanDosis HarianT (jam)

IbuprofenTablet, sirup600-1200 mg1-2

DiclofenacTablet, supositoria, injeksi, krim75-150 mg1-2

NaproxenTablet, suspense, supositoria500-1000 mg14

PiroxicamKapsul, supositoria, krim, injeksi10-30 mg35/>35

KetorolacTablet, injeksi10-30 mg4

IndometacinKapsul, suspense, supositoria50-200 mg4

Asam MefenamatTablet, kapsul1500 mg4

b. Mekanisme Kerja Opioid Terdapat 4 tempat yang telah diidentifikasi dimana opioid dapat bekerja untuk menghilangkan nyeri. Ketika morfin atau jenis opioid lain diberikan kepada pasien maka terjadi : 1. Aktivasi reseptor opioid di midbrain dan turning on sistem desending (melalui disinhibisi). 2. Aktivasi reseptor opioid pada transmisi sel second-order untuk mencegah transmisi ascending dari sinyal nyeri.3. Aktivasi reseptor opioid di sentral terminal C-fiber di medula spinalis, mencegah pelepasan neurotranmiter nyeri.4. Aktivasi reseptor opioid di perifer untuk menghambat aktivasi dari nosiseptor yang dapat melepaskan mediator inflamasi. Ketamin dapat berinteraksi dengan reseptor opioid yaitu, mu, delta, dan kappa. Meskipun mekanisme pastinya belum sepenuhnya dimengerti, ketamin sebagai non kompetitif antagonis reseptor NMDA (N-Methyl D-Aspartat) berperan dalam menghambat sentisisasi sentral. Pada proses sensitisasi sentral, salah satu neurotransmiter yang berperan adalah glutamate. Glutamat merupakan asam amino dan berperan sebagai neurotranmiter eksitatori. Melekatnya glutamat di membran post synaps akan menyebabkan transmisi impuls saraf dan menyebabkan saraf turun ambang nyerinya. Keadaan ini menyebabkan timbulnya allodinia dan hiperalgesia. Ketamin akan menduduki reseptor NMDA dan bukannya glutamat, sehingga mengurangi fase awal dari sensitisasi sentral.

Patient Controlled Analgesia (PCA)Patient Controlled Analgesia (PCA) menjadi populer ketika diketahui bahwa kebutuhan individu untuk opioid bervariasi. Oleh karena itu disusun suatu sistem di mana pasien dapat mengelola analgesia intravena mereka sendiri dan mentitrasi dosis titik akhir penghilang rasa sakit mereka sendiri menggunakan mikroprosesor kecil yang dikontrol dengan sejenis pompa. Berbagai perangkat komersial sekarang tersedia untuk tujuan ini.. Dengan demikian mereka dapat menyesuaikan tingkat analgesia yang diperlukan, menurut keparahan rasa sakit. Secara teori, tingkat plasma dari analgesik akan relatif konstan dan efek samping yang disebabkan oleh fluktuasi tingkat plasma akan dihilangkan.Untuk mencapai keberhasilan dan keamanan analgesia dengan PCA maka pasien harus mengerti apa yang perlu dilakukan dan ini harus dijelaskan secara rinci sebelum operasi. Hampir setiap obat opioid telah digunakan untuk PCA. Secara teori, obat yang ideal harus memiliki onset yang cepat, durasi kerja sedang, dan memiliki margin keselamatan yang luas antara efektivitas dan efek samping. Pilihan biasanya tergantung pada ketersediaan, preferensi pribadi dan pengalaman. Sekali pilihan telah dibuat parameter-parameter lainnya perlu ditentukan termasuk ukuran bolus dosis, jangka waktu minimum antara dosis (kunci-habis) dan dosis maksimum yang diperbolehkan.Morfin adalah obat yang paling populer dan akan digunakan sebagai contoh. Dosis ideal morfin telah ditemukan yaitu 1mg. Namun, tinjauan ulang diperlukan dalam setiap kasus untuk memastikan bahwa analgesia telah memadai. Tujuan jangka waktu minimum antar dosis adalah untuk mencegah terjadinya overdosis. Jangka waktu minimum antar dosis harus cukup lama untuk dosis sebelumnya memiliki efek. Dalam prakteknya, jangka waktu ini berkisar antara 5 dan 10 menit cukup untuk sebagian besar opioid. Dalam prakteknya, adalah lebih logis untuk menerima bahwa persyaratan analgesik pasien akan sangat bervariasi dan beberapa pasien mungkin memerlukan jumlah yang sangat besar untuk mencapai nyeri yang memadai.Pasien yang menggunakan PCA biasanya mentitrasi analgesia mereka ke titik di mana mereka merasa nyaman dan bukannya rasa bebas nyeri. Alasan untuk hal ini adalah tidak jelas tetapi mungkin berkaitan dengan kekhawatiran akan overdosis, kebutuhan untuk kontak dengan anggota staf rumah sakit dan harapan setelah operasi.Tabel 4. Analgesic OpioidObat (konsentrasi)Dosis (bolus)Durasi (menit)

Morfin (1mg/ml)0.5-2.55-10

Petidin5-255-1

Metadon0.5-2.58-20

Fentanil0.01-0.023-10

DAFTAR PUSTAKA1. Soenarjo, Jatmiko HD.Anestisiologi.Semarang:IDSAI,2010.h.295-72. Mangku IG, Senapathi TGA. Buku ajar ilmu anesthesia dan reanimasi. Jakarta:Indeks,2010.h.217-233. Latief SA. Petunjuk praktis anestesiologi.Ed 2. Jakarta: Bagian anestesiologi dan terapi intensif FKUI; 2002.p.74-83.4. Gwinnutt CL. Anastesi klinis.Ed3.Jakarta: EGC; 2012.p.102-9. 5. Mahajan R, Nathanson M. Anaesthesia. London ; Elsevier Churchill Livingstone. 2006

4