NEURO

66
Osteoporosis ADIF KURNIAWAN 03006005 REFERAT ILMU PENYAKIT SARAF OSTEOPOROSIS DISUSUN UNTUK MEMENUHI SYARAT KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF RSUD KOTA SEMARANG Disusun oleh : ADIF KURNIAWAN 030.06.005 RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA SEMARANG FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI PERIODE 5 Maret 2012 – 7 April 2012 Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Periode 5 Maret – 7 April 2012 1

description

semarang

Transcript of NEURO

Page 1: NEURO

Osteoporosis ADIF KURNIAWAN 03006005

REFERAT ILMU PENYAKIT SARAF

OSTEOPOROSISDISUSUN UNTUK MEMENUHI SYARAT KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF

RSUD KOTA SEMARANG

Disusun oleh :

ADIF KURNIAWAN

030.06.005

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA SEMARANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

PERIODE 5 Maret 2012 – 7 April 2012

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas Trisakti Rumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 5 Maret – 7 April 2012

1

Page 2: NEURO

Osteoporosis ADIF KURNIAWAN 03006005

HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Adif Kurniawan

NIM : 030.06.005

Fakultas : Kedokteran Umum

Universitas : Universitas Trisakti

Tingkat : Program Pendidikan Profesi Dokter

Bidang Pendidikan : Ilmu Penyakit Saraf

Periode Kepaniteraan klinik : Periode 5 Maret 2012 – 7 April 2012

Judul Makalah : osteoporosis

Diajukan : Maret 2012

Pembimbing : dr Dyah Nuraini , Sp.S

TELAH DIPERIKSA DAN DISAHKAN TANGGAL:………………………….

Mengetahui,

Ketua SMF Ilmu Penyakit Saraf

RSUD Kota Semarang, Pembimbing,

(dr.Dyah Nuraini Sp.S) (dr. Dyah Nuraini Sp.S)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas Trisakti Rumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 5 Maret – 7 April 2012

2

Page 3: NEURO

Osteoporosis ADIF KURNIAWAN 03006005

Kata PengantarPuji syukur tak henti-hentinya penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena

atas rahmat-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan referat dengan judul “ OSTEOPOROSIS

“, dengan baik dan tepat waktu.

Referat ini dibuat untuk memenuhi tugas akhir Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf

Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang

periode 5 Maret 2012 – 7 April 2012. Disamping itu, penulis juga bertujuan untuk

menambah pengetahuan tentang” osteoporosis ” kepada para pembaca referat ini.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Dyah Nuraini Sp.S selaku pembimbing

referat dan pembimbing Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf sehingga penulis dapat

menyelesaikan referat ini dengan sebaik-baiknya. Tak lupa juga rasa terima kasih penulis

sampaikan kepada para residen ilmu penyakit saraf yang telah membantu dan memberikan

masukan agar selesainya referat ini.

Penulis telah berusaha agar referat ini dibuat sesempurna mungkin, tetapi penulis

sangat menyadari bahwa kesempurnaan hanya milik Tuhan, untuk itu penulis sangat

mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari para pembaca agar referat ini dapat

menjadi lebih sempurna.

Permohonan maaf penulis sampaikan apabila dalam penulisan referat ini terdapat

kesalahan dan kekurangan dalam referat ini.

Jakarta, 20 Maret 2011

Penulis

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas Trisakti Rumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 5 Maret – 7 April 2012

3

Page 4: NEURO

Osteoporosis ADIF KURNIAWAN 03006005

Daftar Isi

HALAMAN JUDUL..........................................................................................................................1

HALAMAN PENGESAHAN..............................................................................................................2

KATA PENGANTAR........................................................................................................................3

DAFTAR ISI..............................................................................................................................................4

BAB I. PENDAHULUAN..........................................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN............................................................................................................................7

II.1 Fisiologi tulang.............................................................................................................7

II.2 Definisi............. .........................................................................................................10

II.3 epidemiologi.........................................................................................................11

II.4 Etiologi .......................................................................................................................12

II.5 Faktor-faktor resiko....................................................................................................14

II.6 Klasifikasi................................................................................................................14

II.7 Patogenesis ................................................................................................................16

II.8 Gambaran Klinis..........................................................................................................18

II.9 Diagnosis.....................................................................................................................18

II.10 Pemeriksaan Fisik........................................................................................................19

II.11 Pemeriksaan Radiologi................................................................................................19

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas Trisakti Rumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 5 Maret – 7 April 2012

4

Page 5: NEURO

Osteoporosis ADIF KURNIAWAN 03006005

II.12 Pemeriksaan Densitas Tulang.....................................................................................20

II.13 Pengelolaan...............................................................................................................20

II.14 Pencegahan.........................................................................................................39

BAB III KESIMPULAN....................................................................................................................42

BAB IX. DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................43

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Osteoporosis merupakan penyakit metabolisme tulang yang ditandai

pengurangan massa tulang, kemunduran mikroarsitektur tulang dan fragilitas tulang

yang meningkat, sehingga resiko fraktur menjadi lebih besar.1,2,3

Para ahli tulang Indonesia sepakat bahwa dengan meningkatnya harapan hidup

rakyat Indonesia penyakit kerapuhan tulang akan sering dijumpai. Sejak tahun 1990

sampai 2025 akan terjadi kenaikan jumlah penduduk Indonesia sampai 41,4% dan

osteoporosis selalu menyertai usia lanjut baik perempuan maupun laki-laki, meskipun

diupayakan pengobatan untuk mengobati osteoporosis yang sudah terlambat dan

upaya pencegahan dengan mempertahankan massa tulang sepanjang hidup jauh lebih

dianjurkan. 4

Kerapuhan tulang yang disebut sebagai penyakit osteoporosis adalah

pengurangan massa dan kekuatan tulang dengan kerusakan mikroarsitektur dan

fragilitas tulang, sehingga menyebabkan tulang rapuh dan mudah patah. Osteopenia

menunjukkan bahwa telah terjadi penurunan volume tulang. 2,4,6

Insiden osteoporosis lebih tinggi pada wanita dibandingkan laki-laki dan

merupakan problema pada wanita pascamenopause. Osteoporosis di klinik menjadi

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas Trisakti Rumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 5 Maret – 7 April 2012

5

Page 6: NEURO

Osteoporosis ADIF KURNIAWAN 03006005

penting karena problema fraktur tulang, baik fraktur yang disertai trauma yang jelas

maupun fraktur yang terjadi tanpa disertai trauma yang jelas.5

I.2. Tujuan

Penulisan refrerat ini bertujuan untuk mengetahui tentang fisiologi tulang

penyakit osteoporosis yang meliputi definisi, etiologi, epidemiologi faktor risiko,

patogenesis, klasifikasi, diagnosis, pemeriksaan – pemeriksaan, penatalaksanaan serta

pencegahan osteoporosis.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas Trisakti Rumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 5 Maret – 7 April 2012

6

Page 7: NEURO

Osteoporosis ADIF KURNIAWAN 03006005

BAB II

PEMBAHASANII.1 Fisiologi Tulang Normal 5,6,9,12,13

Tulang adalah jaringan dinamis yang terdiri dari 2 fungsi Utama yaitu sebagai struktur

penyokong serta penyimpanan bahan anorganik untuk homeostasis dan sel-sel yang memproduksi

darah pada sumsum tulang. Sel-sel tulang, matrix ekstrasel, hormon yang mengatur kalsium (PTH

dan vitamin D) bekerja sama untuk memperoleh dan memelihara fungsi utama tulang.

Fase tumbuh tulang

Massa tulang mengalami perubahan selama hidup melalui tiga fase yaitu fase tumbuh, fase

konsolidasi, dan fase involusi. Sekitar 90% massa tulang dibentuk pada fase tumbuh. Setelah masa

pertumbuhan, pertumbuhan tulang berhenti sehingga berhenti pula proses pemanjangan tulang. Ini

berarti tinggi badan sudah tidak mungkin bertambah.

Setelah fase pertumbuhan berhenti, mulai fase konsolidasi yang berlangsung 10-15 tahun.

Pada fase ini kepadatan tulang bagian kortikal dan trabekular akan bertambah dan menc apai

puncaknya pada usia 30-35 tahun. Keadaan ini disebut massa tulang puncak (peak bone mass).

Seseorang yang mempunyai massa tulang puncak yang tinggi akan mempunyai kekuatan tulang yang

cukup bila terjadi penurunan densitas tulang akibat usia, sakit berat, atau menurunnya produksi seks

steroid. Pencapaian massa tulang puncak ini ternyata lebih tinggi pada pria daripada wanita.

Untuk jangka waktu tertentu, keadaan massa tulang tetap stabil sampai akhirnya memasuki

fase involusi, yaitu mulai terjadinya pengurangan massa tulang sesuai dengan pertambahan usia.

Pada usia 40-45 tahun, baik pria maupun wanita mulai terjadi proses penipisan massa tulang yang

penyusutannya berkisar 0,3-0,5% per tahun. Seiring dengan turunnya kadar hormon estrogen yang

terjadi secara fisiologis pada wanita, maka kehilangan massa tulang akan meningkat menjadi 2-3%

per tahun yang dimulai sejak masa premenopause dan terus berlangsung sampai 5-10 tahun setelah

menopause. Pada usia lanjut, yaitu setelah usia 65 tahun atau usia geriatrik, kehilangan massa tulang

tetap terjadi, tetapi dengan kecepatan yang lebih rendah.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas Trisakti Rumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 5 Maret – 7 April 2012

7

Page 8: NEURO

Osteoporosis ADIF KURNIAWAN 03006005

Secara keseluruhan, selama hidupnya wanita akan kehilangan 40-50% massa tulangnya,

sedangkan pria hanya sekitar 20-30%. Penurunan massa tulang ini ternyata tidak sama pada seluruh

tulang rangka. Penurunan yang paling cepat terjadi pada tulang-tulang metacarpal, collum femoris,

dan corpus vertebra. Tulang rangka lainnya juga mengalami proses tersebut tetapi berlangsung lebih

lambat.

Pada osteoporosis, resorpsi tulang meningkat sehingga kepadatan massa tulang menurun.

Bila massa tulang yang hilang sedemikian besarnya maka benturan ringan pun dapat menyebabkan

fraktur. Pada osteoporosis, tulang-tulang yang sering mengalami fraktur yaitu ruas vertebra, femur

proksimal dan radius distal.

Struktur tulang

Tulang tidak sepenuhnya padat, terdapat rongga-rongga didalamnya yang berfungsi sebagai

saluran untuk jalannya pembuluh darah untuk menyalurkan nutrient. Tulang terdiri dari campuran

bahan organic dan anorganik. Pada tubuh manusia terdapat dua jenis jaringan tulang, 80% tulang

kortikal yaitu struktur tulang yang padat dan kuat serta memberikan kekuatan pada rangka tubuh.

Sedangkan 20% lainnya merupakan tulang trabekular, yaitu struktur jaringan yang mengelilingi

sumsum tulang. Letak tulang kortikal mengelilingi tulang trabekular. Jumlah kedua jenis tulang ini

berbeda pada setiap tulang, bahkan pada tulang yang sama.

Tulang kortikal dan trabekula terdiri dari sel yang tertanam dalam:

a. Matriks organik (osteoid) yang terdiri dari protein yaitu kolagen, glikoprotein,

fosfolipoprotein, proteolipid & mukopolisakarida.

b. Matriks anorganik yang tediri dari garam kalsium terutama kristal hidroksiapatit. Mineral

tulang inilah yang mempunyai peran terbesar dalam mempertahankan kondisi metabolit

yang stabil dan normal.

Tipe sel tulang

Osteoblas

Osteoblas adalah sel utama yang berperan dalam pembentukan tulang dan terletak pada

permukaan luar dari jaringan tulang yang terbentuk. Osteoblas berfungsi untuk mensintesis dan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas Trisakti Rumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 5 Maret – 7 April 2012

8

Page 9: NEURO

Osteoporosis ADIF KURNIAWAN 03006005

mensekresikan matriks organik yang sebagian besar terdiri dari kolagen untuk pembentukan tulang

baru.

Osteoblas yang terperangkap pada matriks tulang yang terbentuk disebut osteosit.

Sedangkan osteoblas yang rata yang ditemukan pada permukaan tulang disebut lining cells. Sel ini

akan mensekresikan enzim yang merangsang osteoklas untuk memulai proses resorpsi.

Osteoklas

Osteoklas merupakan sel dengan banyak inti berasal dari makrofag sumsum tulang atau dari

monosit dalam sirkulasi yang disebut pre osteoklas.

Osteoklas memiliki fungsi utama untuk proses resorpsi yang berfungsi untuk melepaskan

kalsium tulang ke dalam darah dan memulai proses remodeling.

Proses modeling dan remodeling

Merupakan proses pembentukan tulang oleh osteoblas dan penyerapan/resopsi tulang oleh

osteoklas. Proses ini bekerja dalam 2 cara yaitu:

a. Pertama, sel-sel ini bekerja pada saat yang sama pada permukaan yang berbeda, dan proses

ini dinamakan modeling dan berakibat pada bertambahnya massa tulang yang bertujuan

untuk membentuk tulang pada masa pertumbuhan

b. Kedua, sel-sel ini bekerja pada area yang sama pada saat yang berbeda untuk

memperbaharui tulang, dan hasilnya adalah tidak ada perubahan massa tulang atau terjadi

pengurangan massa tulang.

Jaringan tulang manusia secara terus-menerus akan mengalami proses pergantian atau turnover,

dengan membuang jaringan lama dan mengganti dengan jaringan baru. Proses ini dikenal sebagai

siklus remodeling tulang (bone remodelling cycle). Remodeling tulang terdiri atas serangkaian tahap

dan siklus ini pada keadaan normal membutuhkan waktu kira-kira 6 bulan. Proses ini diawali dengan

resorpsi, yaitu hilangnya sejumlah kecil tulang oleh osteoklas, yang produksinya diatur oleh cytokine,

seperti Interleukin-1 (IL-1) dan Interleukin-6 (IL-6). Osteoklas akan mengikis permukaan tulang,

melarutkan mineral dan matriks tulang serta menciptakan resorption pit, yang pada tulang kortikal

disebut Haversian canal, sedangkan pada tulang trabekular disebut Howship’s lacunae. Setelah itu

osteoblas, akan bergerak ke daerah tulang yang hilang, merangsang sintesa dan sekresi konstituen-

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas Trisakti Rumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 5 Maret – 7 April 2012

9

Page 10: NEURO

Osteoporosis ADIF KURNIAWAN 03006005

konstituen matriks tulang yang baru, osteoid. Osteoid terdiri dari kolagen, osteokalsin, dan protein

lainnya. Kemudian osteoid akan mengalami proses mineralisasi dimana kristal yang terdiri dari

kompleks kalsium fosfat akan dideposit.

Proses modeling dan remodeling ini terutama dipengaruhi oleh hormon seperti kalsitonin,

parathormon, vitamin D, dan kalsium. Selain itu terdapat hormon lain yang secara langsung

berperan dalam proses remodeling seperti insulin, growth hormon, hormon sex, glukokortikoid.

Apabila kegiatan antara resorpsi dan pembentukan tulang seimbang secara

berkesinambungan (coupling), maka tidak akan terjadi keadaan osteopenia/osteoporosis.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas Trisakti Rumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 5 Maret – 7 April 2012

10

Page 11: NEURO

Osteoporosis ADIF KURNIAWAN 03006005

II.2 Definisi 2,3,8

www.mindfuleats.com keropos tulang pada osteoporosis

Osteoporosis adalah suatu kondisi berkurangnya masa tulang secara nyata yang

berakibat pada rendahnya kepadatan tulang. Akibatnya tulang menjadi rapuh dan

mudah patah. Menurut Dr. Robert P. Heaney dalam Reitz (1993) penyakit osteoporosis

paling umum diderita oleh orang yang telah berumur, dan paling banyak menyerang

wanita yang telah menopause.

Osteoporosis merupakan penyakit metabolik tulang atau disebut juga penyakit

tulang rapuh atau tulang keropos. Osteoporosis diistilahkan juga dengan penyakit silent

epidemic karena sering tidak memberikan gejala hingga akhirnya terjadi fraktur (patah).

WHO mendefinisikan osteoporosis berdasarkan kepadatan tulang. Dengan

menggunakan pengukuran total massa tulang panggul yang telah distandarisasi, ditarik

kesimpulan massa tulang normal adalah lebih dari 833mg/cm2, osteopenia berada

antara 648mg/cm2 – 833mg/cm2, dan osteoporosis adalah dimana massa tulang kurang

dari 648mg/cm2.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas Trisakti Rumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 5 Maret – 7 April 2012

11

Page 12: NEURO

Osteoporosis ADIF KURNIAWAN 03006005

Osteoporosis bisa menyerang beberapa usia, tapi paling sering menyerang wanita.

80% orang di Amerika dengan osteoporosis adalah wanita. Satu dari 2 perempuan dan

satu dari 4 laki-laki umur 50 tahun mengalami patah tulang karena osteoporosis.

II.3 Epidemiologi 4

Insiden osteoporosis lebih tinggi pada wanita dibandingkan laki-laki dan merupakan

problem pada wanita pascamenopause. Osteoporosis di klinik menjadi penting karena

problem fraktur tulang, baik fraktur yang disertai trauma yang jelas maupun fraktur yang

terjadi tanpa disertai trauma yang jelas.

—-Penelitian Roeshadi di Jawa Timur, mendapatkan bahwa puncak massa tulang dicapai

pada usia 30-34 tahun dan rata-rata kehilangan massa tulang pasca menopause adalah 1,4%

per tahun. Penelitian yang dilakukan di klinik Reumatologi RSCM mendapatkan faktor resiko

osteoporosis yang meliputi usia, lamanya menopause dan kadar estrogen yang rendah,

sedangkan faktor proteksinya adalah kadar estrogen yang tinggi, riwayat barat badan lebih

atau obesitas dan latihan yang teratur.

II.3. Etiologi 5,6,11

Ada 2 penyebab utama osteoporosis, yaitu pembentukan massa puncak tulang

yang selama masa pertumbuhan dan meningkatnya pengurangan massa tulang setelah

menopause. Massa tulang meningkat secara konstan dan mencapai puncak sampai usia

40 tahun, pada wanita lebih muda sekitar 30-35 tahun. Walaupun demikian tulang yang

hidup tidak pernah beristirahat dan akan selalu mengadakan remodelling dan

memperbaharui cadangan mineralnya sepanjang garis beban mekanik. Faktor pengatur

formasi dan resorpsi tulang dilaksanakan melalui 2 proses yang selalu berada dalam

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas Trisakti Rumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 5 Maret – 7 April 2012

12

Page 13: NEURO

Osteoporosis ADIF KURNIAWAN 03006005

keadaan seimbang dan disebut coupling. Proses coupling ini memungkinkan aktivitas

formasi tulang sebanding dengan aktivitas resorpsi tulang. Proses ini berlangsung 12

minggu pada orang muda dan 16-20 minggu pada usia menengah atau lanjut.

Remodelling rate adalah 2-10% massa skelet per tahun (Sudoyo et al., 2006). Proses

remodelling ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor lokal yang menyebabkan

terjadinya satu rangkaian kejadian pada konsep Activation – Resorption – Formation

(ARF). Proses ini dipengaruhi oleh protein mitogenik yang berasal dari tulang yang

merangsang preosteoblas supaya membelah membelah menjadi osteoblas akibat

adanya aktivitas resorpsi oleh osteoklas. Faktor lain yang mempengaruhi proses

remodelling adalah faktor hormonal. Proses remodelling akan ditingkatkan oleh hormon

paratiroid, hormon pertumbuhan dan 1,25 (OH)2 vitamin D. Sedang yang menghambat

proses remodelling adalah kalsitonin, estrogen dan glukokortikoid. Proses-proses yang

mengganggu remodelling tulang inilah yang menyebabkan osteoporosis.

Selain gangguan pada proses remodelling tulang faktor lainnya adalah pengaturan

metabolisme kalsium dan fosfat. Walaupun terdapat variasi asupan kalsium yang besar,

tubuh tetap memelihara konsentrasi kalsium serum pada kadar yang tetap. Pengaturan

homeostasis kalsium serum dikontrol oleh organ tulang, ginjal dan usus melalui

pengaturan paratiroid hormon (PTH), hormon kalsitonin, kalsitriol (1,25(OH)2 vitamin D)

dan penurunan fosfat serum. Faktor lain yang berperan adalah hormon tiroid,

glukokortikoid dan insulin, vitamin C dan inhibitor mineralisasi tulang (pirofosfat dan pH

darah). Pertukaran kalsium sebesar 1.000 mg/harinya antara tulang dan cairan

ekstraseluler dapat bersifat kinetik melalui fase formasi dan resorpsi tulang yang

lambat. Absorpsi kalsium dari gastrointestinal yang efisien tergantung pada asupan

kalsium harian, status vitamin D dan umur. Didalam darah absorpsi tergantung kadar

protein tubuh, yaitu albumin, karena 50% kalsium yang diserap oleh tubuh terikat oleh

albumin, 40% dalam bentuk kompleks sitrat dan 10% terikat fosfat (Sinnathamby,

2010).

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas Trisakti Rumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 5 Maret – 7 April 2012

13

Page 14: NEURO

Osteoporosis ADIF KURNIAWAN 03006005

II.4. Faktor Risiko Osteoporosis 6,7,10

1. Usia

Tiap peningkatan 1 dekade, resiko meningkat 1,4-1,8

2. Genetik

Etnis (kaukasia dan oriental > kulit hitam dan polinesia)

Seks (wanita > pria)

Riwayat keluarga

3. Lingkungan, dan lainnya

Defisiensi kalsium

Aktivitas fisik kurang

Obat-obatan (kortikosteroid, anti konvulsan, heparin, siklosporin)

Merokok, alkohol

Resiko terjatuh yang meningkat (gangguan keseimbangan, licin, gangguan

penglihatan)

Hormonal dan penyakit kronik

o Defisiensi estrogen, androgen

o Tirotoksikosis, hiperparatiroidisme primer, hiperkortisolisme

o Penyakit kronik (sirosis hepatis, gangguan ginjal, gastrektomi)

Sifat fisik tulang

o Densitas (massa)

o Ukuran dan geometri

o Mikroarsitektur

o Komposisi

II.5 Klasifikasi Osteoporosis 6,10

1. Osteoporosis Primer

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas Trisakti Rumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 5 Maret – 7 April 2012

14

Page 15: NEURO

Osteoporosis ADIF KURNIAWAN 03006005

a. Osteoporosis primer tipe 1 adalah osteoporosis pasca menopause. Pada

masa menopause, fungsi ovarium menurun sehingga produksi hormon

estrogen dan progesteron juga menurun. Estrogen berperan dalam proses

mineralisasi tulang dan menghambat resorbsi tulang serta pembentukan

osteoklas melalui produksi sitokin. Ketika kadar hormon estrogen darah

menurun, proses pengeroposan tulang dan pembentukan mengalami

ketidakseimbangan. Pengeroposan tulang menjadilebihdominan

(Wirakusumah, 2007).

b. Osteoporosis primer tipe II adalah osteoporosis senilis yang biasanya terjadi

lebih dari usia 50 tahun. Osteopososis terjadi akibat dari kekurangan kalsium

berhubungan dengan makin bertambahnya usia (Hortono, 2000).

c. Tipe III adalah osteoporosis idiopatik merupakan osteoporosis yang

penyebabnya tidak diketahui.Osteoporosis ini sering menyerang wanita dan

pria yang masih dalam usia muda yang relative jauh lebih muda (Hortono,

2000).

2. Osteoporosis sekunder

Osteoporosis sekunder terjadi kerana adanya penyakit tertentu yang dapat

mempengaruhi kepadatan massa tulang dan gaya hidup yang tidak sehat. Faktor

pencetus dominan osteoporosis sekunder adalah sepeti di bawa ( Wirakusumah,

2007) :

a. Penyakit endokrin : tiroid, hiperparatiriod, hipogonadisme

b. Penyakit saluran cerna yang memyebabkan absorsi gizi kalsium.fosfor. vitamin D)

terganggu.

c. Penyakit keganasan ( kanker)

d. Konsumsi obat –obatan seprti kortikosteriod

e. Gaya hidup yang tidak sehat seperti merokok, kurang olahraga.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas Trisakti Rumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 5 Maret – 7 April 2012

15

Page 16: NEURO

Osteoporosis ADIF KURNIAWAN 03006005

II.6. Patogenesis 6,9,12,13

-Pembentukan ulang tulang adalah suatu proses yang terus menerus. Pada

osteoporosis, massa tulang berkurang, yang menunjukkan bahwa laju resorpsi tulang

pasti melebihi laju pembentukan tulang. Pembentukan tulang lebih banyak terjadi

pada korteks

A. Proses Remodelling Tulang dan Homeostasis Kalsium

Kerangka tubuh manusia merupakan struktur tulang yang terdiri dari

substansi organik (30%) dan substansi mineral yang paling banyak terdiri dari kristal

hidroksiapatit (95%) serta sejumlah mineral lainnya (5%) seperti Mg, Na, K, F, Cl, Sr

dan Pb. Substansi organik terdiri dari sel tulang (2%) seperti osteoblas, osteosit dan

osteoklas dan matriks tulang (98%) terdiri dari kolagen tipe I (95%) dan protein

nonkolagen (5%) seperti osteokalsin, osteonektin, proteoglikan tulang, protein

morfogenik tulang, proteolipid tulang dan fosfoprotein tulang.

Tanpa matriks tulang yang berfungsi sebagai perancah, proses mineralisasi

tulang tidak mungkin dapat berlangsung. Matriks tulang merupakan makromolekul

yang sangat bersifat anionik dan berperan penting dalam proses kalsifikasi dan

fiksasi kristal hidroksi apatit pada serabut kolagen. Matriks tulang tersusun

sepanjang garis dan beban mekanik sesuai dengan hukum Wolf, yaitu setiap

perubahan fungsi tulang akan diikuti oleh perubahan tertentu yang menetap pada

arsitektur internal dan penyesuaian eksternal sesuai dengan hukum matematika.

Dengan kata lain, hukum Wolf dapat diartikan sebagai “bentuk akan selalu mengikuti

fungsi”.

B. Patogenesis Osteoporosis primer

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas Trisakti Rumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 5 Maret – 7 April 2012

16

Page 17: NEURO

Osteoporosis ADIF KURNIAWAN 03006005

Setelah menopause maka resorpsi tulang akan meningkat, terutama pada

dekade awal setelah menopause, sehingga insidens fraktur, terutama fraktur

vertebra dan radius distal meningkat. Estrogen juga berperan menurunkan produksi

berbagai sitokin oleh bone marrow stromal cells dan sel-sel mononuklear, seperti IL-

1, IL-6 dan TNF-α yang berperan meningkatkan kerja osteoklas, dengan demikian

penurunan kadar estrogen akibat menopause akan meningkatkan produksi berbagai

sitokin tersebut sehingga aktivitas osteoklas meningkat.

Untuk mengatasi keseimbangan negatif kalsium akibat menopause, maka

kadar PTH akan meningkat pada wanita menopause, sehingga osteoporosis akan

semakin berat. Pada menopause, kadangkala didapatkan peningkatan kadar kalsium

serum, dan hal ini disebabkan oleh menurunnya volume plasma, meningkatnya

kadar albumin dan bikarbonat, sehingga meningkatkan kadar kalsium yang terikat

albumin dan juga kadar kalsium dalam bentuk garam kompleks. Peningkatan

bikarbonat pada menopause terjadi akibat penurunan rangsang respirasi, sehingga

terjadi relatif asidosis respiratorik.

C. Patogenesis Osteoporosis Sekunder

Selama hidupnya seorang wanita akan kehilangan tulang spinalnya sebesar

42% dan kehilangan tulang femurnya sebesar 58%. Pada dekade ke-8 dan 9

kehidupannya, terjadi ketidakseimbangan remodeling tulang, dimana resorpsi tulang

meningkat, sedangkan formasi tulang tidak berubah atau menurun. Hal ini akan

menyebabkan kehilangan massa tulang, perubahan mikroarsitektur tulang dan

peningkatan resiko fraktur.

Defisiensi kalsium dan vitamin D juga sering didapatkan pada orang tua. Hal

ini disebabkan oleh asupan kalsium dan vitamin D yang kurang, anoreksia,

malabsorpsi dan paparan sinar matahari yang rendah. Defisiensi vitamin K juga akan

menyebabkan osteoporosis karena akan meningkatkan karboksilasi protein tulang

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas Trisakti Rumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 5 Maret – 7 April 2012

17

Page 18: NEURO

Osteoporosis ADIF KURNIAWAN 03006005

misalnya osteokalsin. Penurunan kadar estradiol dibawah 40 pMol/L pada laki-laki

akan menyebabkan osteoporosis, karena laki-laki tidak pernah mengalami

menopause (penurunan kadar estrogen yang mendadak), maka kehilangan massa

tulang yang besar seperti pada wanita tidak pernah terjadi. Dengan bertambahnya

usia, kadar testosteron pada laki-laki akan menurun sedangkan kadar Sex Hormone

Binding Globulin (SHBG) akan meningkat. Peningkatan SHBG akan meningkatkan

pengikatan estrogen dan testosteron membentuk kompleks yang inaktif.

Faktor lain yang juga ikut berperan terhadap kehilangan massa tulang pada

orang tua adalah faktor genetik dan lingkungan (merokok, alkohol, obat-obatan,

imobilisasi lama). Resiko fraktur yang juga harus diperhatikan adalah resiko terjatuh

yang lebih tinggi pada orang tua dibandingkan orang yang lebih muda. Hal ini

berhubungan dengan penurunan kekuatan otot, gangguan keseimbangan dan

stabilitas postural, gangguan penglihatan, lantai yang licin atau tidak rata,

II.7. Gambaran Klinis 7,11,12

Gambaran klinis yang bisa didapatkan dengan penderita osteoporosis adalah:

-Nyeri tulang

Nyeri terutama terasa pada tulang belakang yang intensitas serangannya meningkat pada

malam hari.

-Deformitas tulang

Dapat terjadi fraktur traumatic pada vertebra dan menyebabkan kifosis anguler yang dapat

menyebabkan medulla spinalis tertekan sehingga dapat terjadi paraparesis.

Seorang dokter harus waspada terhadap kemungkinan osteoporosis bila didapatkan :

Patah tulang akibat trauma yang ringan.

Tubuh makin pendek, kifosis dorsal bertambah, nyeri tulang.

Gangguan otot (kaku dan lemah)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas Trisakti Rumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 5 Maret – 7 April 2012

18

Page 19: NEURO

Osteoporosis ADIF KURNIAWAN 03006005

Secara kebetulan ditemukan gambaran radiologik yang khas.

II.8. Diagnosis 9,10

Diagnosis osteoporosis umumnya secara klinis sulit dinilai, karena tidak ada rasa

nyeri pada tulang saat osteoporosis terjadi walau osteoporosis lanjut. Khususnya pada

wanita-wanita menopause dan pasca menopause, rasa nyeri di daerah tulang dan

sendi dihubungkan dengan adanya nyeri akibat defisiensi estrogen. Masalah rasa nyeri

jaringan lunak (wallaca tahun1981) yang menyatakan rasa nyeri timbul setelah

bekerja, memakai baju, pekerjaan rumah tangga, taman dll. Jadi secara anamnesa

mendiagnosis osteoporosis hanya dari tanda sekunder yang menunjang terjadinya

osteoporosis seperti

Tinggi badan yang makin menurun.

Obat-obatan yang diminum.

Penyakit-penyakit yang diderita selama masa reproduksi, klimakterium.

Jumlah kehamilan dan menyusui.

Bagaimana keadaan haid selama masa reproduksi.

Apakah sering beraktivitas di luar rumah , sering mendapat paparan matahari

cukup.

Apakah sering minum susu, Asupan kalsium lainnya.

Apakah sering merokok, minum alkohol

II.9. Pemeriksaan Fisik 7

Tinggi badan dan berat badan harus diukur pada setiap penderita osteoporosis.

Demikian juga gaya berjalan penderita osteoporosis, deformitas tulang, nyeri spinal.

Penderita dengan osteoporosis sering menunjukkan kifosis dorsal atau gibbus dan

penurunan tinggi badan.

II.10. Pemeriksaan Radiologi 7

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas Trisakti Rumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 5 Maret – 7 April 2012

19

Page 20: NEURO

Osteoporosis ADIF KURNIAWAN 03006005

Gambaran radiologik yang khas pada osteoporosis adalah penipisan korteks dan

daerah trabekuler yang lebih lusen. Hal ini akan tampak pada tulang-tulang vertebra

yang memberikan gambaran picture-frame vertebra.

II.11. Pemeriksaan Densitas Massa tulang (Densitometri) 3

Densitas massa tulang berhubungan dengan kekuatan tulang dan resiko fraktur .

untuk menilai hasil pemeriksaan Densitometri tulang, digunakan kriteria kelompok

kerja WHO, yaitu:

1. Normal bila densitas massa tulang di atas -1 SD rata-rata nilai densitas massa

tulang orang dewasa muda (T-score)

2. Osteopenia bila densitas massa tulang diantara -1 SD dan -2,5 SD dari T-score.

3. Osteoporosis bila densitas massa tulang -2,5 SD T-score atau kurang.

4. Osteoporosis berat yaitu osteoporosis yang disertai adanya fraktur.

II.12. Pengelolaan 7,10,11,12,13

Tujuan pengelolaan osteoporosis bukan hanya untuk menurunkan resorpsi tulang

dan meningkatkan densitas tulang, tetapi yang terpenting adalah mencegah fraktur.

Pilar pengobatan osteoporosis

I. Edukasi dan pencegahan

II. Latihan dan rehabilitasi

III. Pengobatan medikamentosa

A. Antiresorptive Agents

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas Trisakti Rumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 5 Maret – 7 April 2012

20

Page 21: NEURO

Osteoporosis ADIF KURNIAWAN 03006005

B. Bone Forming Agents

IV. Pembedahan

Edukasi dan pencegahan

1. Anjurkan penderita untuk melakukan aktifitas fisik yang teratur untuk memelihara

kekuatan, kelenturan dan koordinasi sistem neuromuskular serta kebugaran,

sehingga dapat mencegah resiko terjatuh. Berbagai latihan yang dapat dilakukan

meliputi berjalan 30-60 menit/hari, bersepeda maupun berenang.

2. Jaga asupan kalsium 1000-1500 mg/hari, baik melalui makanan sehari-hari maupun

suplementasi.

3. Hindari merokok dan minum alkohol.

4. Diagnosis dini dan terapi yang tepat terhadap defisiensi testosteron pada laki-laki

dan menopause awal pada wanita.

5. Kenali berbagai penyakit dan obat-obatan yang dapat menimbulkan osteoporosis.

6. Hindari mengangkat barang-barang yang berat pada penderita yang sudah pasti

osteoporosis.

7. Hindari berbagai hal yang dapat menyebabkan penderita terjatuh, misalnya lantai

yang licin, obat-obatan sedatif dan obat anti hipertensi yang dapat menyebabkan

hipotensi ortistatik.

8. Hindari defisiensi vitamin D, terutama pada orang-orang yang kurang terpajan sinar

matahari atau pada penderita dengan fotosensitifitas, misalnya SLE. Bila diduga ada

defisiensi vitamin D, maka kadar 25(OH)D serum harus diperiksa. Bila 25(OH)D serum

menurun, maka suplementasi vitamin D 400 IU/hari atau 800 IU/hari pada orang tua

harus diberikan. Pada penderita dengan gagal ginjal, suplementasi 1,25(OH)2D harus

dipertimbangkan.

9. Hindari peningkatan ekskresi kalsium lewat ginjal dengan membatasi asupan

Natrium sampai 3 gram/hari untuk meningkatkan reabsorpsi kalsium di tubulus

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas Trisakti Rumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 5 Maret – 7 April 2012

21

Page 22: NEURO

Osteoporosis ADIF KURNIAWAN 03006005

ginjal. Bila ekskresi kalsium urin >300 mg/hari, berikan diuretik tiazid dosis rendah

(HCT 25 mg/hari).

10. Pada penderita yang memerlukan glukokortikoid dosis tinggi dan jangka panjang,

usahakan pemberian glukokortikoid pada dosis serendah mungkin dan sesingkat

mungkin.

11. Pada penderita artritis reumatoid dan arthritis inflamasi lainnya, sangat penting

mengatasi aktifitas penyakitnya, karena hal ini akan mengurangi nyeri dan

penurunan densitas massa tulang akibat arthritis inflamatif yang aktif.

Latihan dan program rehabilitasi

Latihan dan program rehabilitasi sangat penting bagi penderita osteoporosis karena

dengan latihan yang teratur, penderita akan menjadi lebih lincah, tangkas dan kuat otot-

ototnya sehingga tidak mudah terjatuh. Selain itu latihan juga akan mencegah perburukan

osteoporosis karena terdapat rangsangan biofisikoelektrokemikal yang akan meningkatkan

remodeling tulang.

Pada penderita yang belum mengalami osteoporosis, maka sifat latihan adalah

pembebanan pada tulang, sedangkan pada penderita yang sudah osteoporosis, maka

latihan dimulai dengan latihan tanpa beban, kemudian ditingkatkan secara bertahap

sehingga mencapai latihan beban yang adekuat.

Selain latihan, bila dibutuhkan maka dapat diberikan alat bantu (ortosis), misalnya korset

lumbal untuk penderita yang mengalami fraktur korpus vertebra, tongkat atau alat bantu

berjalan lainnya, terutama pada orang tua yang terganggu keseimbangannya.

Hal lain yang juga harus diperhatikan adalah mencegah resiko terjatuh, misalnya

menghindari lantai atau alas kaki yang licin; pemakaian tongkat atau rel pegangan tangan,

terutama di kamar mandi atau kakus, perbaikan penglihatan, misalnya memperbaiki

penerangan, menggunakan kaca mata dan lain sebagainya. Pada umumnya fraktur pada

penderita osteoporosis disebabkan oleh terjatuh dan resiko terjatuh yang paling sering

justru terjadi di dalam rumah, oleh sebab itu tindakan pencegahan harus diperhatikan

dengan baik, dan keluarga juga harus dilibatkan dengan tindakan-tindakan pencegahan ini.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas Trisakti Rumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 5 Maret – 7 April 2012

22

Page 23: NEURO

Osteoporosis ADIF KURNIAWAN 03006005

Pengobatan medikamentosa

Saat ini telah dikembangkan berbagai obat-obatan yang dapat menjadi alternative

terapi farmakologis untuk osteoporosis. Pemilihan obat tidak hanya tergantung pada

efektivitas obat tetapi juga pertimbangan-pertimbangan lain seperti efek samping, harga

dan ketersediaan obat.

Obat-obatan ini dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :

A. Agen-agen yang menghambat kecepatan hilangnya massa tulang, bekerja dengan

menurunkan kecepatan resorpsi tulang (antiresorptive)

B. Agen-agen yang mendukung formasi tulang (bone forming agents)

A. Antiresorptive Agents

1. Bisfosfonat

Yang termasuk dalam kelompok bifosfonat adalah :

Generasi I : Etidronate (Didronel®)

Clodronate

Generasi II : Alendronate (Fosamax®)

Pamidronate (Aredia®)

Tiludronate (Skelid®)

Ibandronate

Golongan III : Risedronate (Actonel®)

Merupakan pilihan utama untuk pengobatan osteoporosis. Kelompok agen ini

bekerja dengan menghambat resorpsi tulang, dimana bifosfonat akan dideposit pada

permukaan tulang sehingga menghambat kerja osteoclast.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas Trisakti Rumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 5 Maret – 7 April 2012

23

Page 24: NEURO

Osteoporosis ADIF KURNIAWAN 03006005

Secara farmakodinamik, absorpsi bisfosfonat sangat buruk, sehingga harus

diberikan dalam keadaan perut kosong dengan dibarengi 2 gelas air putih (240 ml)

dan setelah itu penderita harus dalam posisi tegak selama 30 menit. Sementara jenis

minuman lain seperti kopi, teh, susu dan jus buah justru akan menghambat absorpsi

obat-obatan golongan bifosfonat. Bisfosfonat generasi I juga memiliki efek samping

lain, yaitu mengganggu mineralisasi tulang, sehingga tidak boleh diberikan secara

kontinu, harus siklik, misalnya etidronat dan klodronat. Efek samping bisfosfonat

adalah refluks esofagitis dan hipokalsemia. Oleh sebab itu, penderita yang

memperoleh asupan bisfosfonat harus diperhatikan asupan kalsiumnya.

Dari berbagai penelitian dengan bisfosfonat, ternyata obat ini juga

mempunyai efek yang baik untuk pencegahan dan pengobatan osteoporosis akibat

steroid karena dapat meningkatkan BMD pada daerah lumbal. Hasil perbaikan massa

tulang baru tampak setelah 2-3 bulan.

Penelitian terbaru tahun 2005 menunjukkan bahwa dosis bisfosfonat 1x

seminggu lebih baik dibandingkan 1x sehari dalam hal kepatuhan dan

kesinambungan dalam terapi yang akan berdampak pada hasil terapi.

Penggunaan Etidronate akan menyebabkan hambatan pada mineralisasi

tulang. Pemberian dosis 20 mg/kgBB menyebabkan osteomalacia, sehingga perlu

perhatian khusus untuk pemberian jangka panjang. Salah satu upaya pencegahan

gangguan proses mineralisasi adalah dengan pemberian dosis intermiten. Pada uji

klinik membuktikan pemberian etidronate intermiten dosis 400 mg per hari selama 2

minggu, dilanjutkan 3 bulan tanpa terapi akan meningkatkan massa tulang selama

beberapa tahun tanpa efek samping osteomalacia dan mengurangi kejadian fraktur

vertebra.

Alendronate merupakan agen bifosfonat yang lebih poten sebagai

antiresorpsi dan antimineralisasi sehingga lebih efektif dalam menekan turnover

tulang tanpa resiko osteomalacia. Obat ini telah disetujui penggunaannya oleh FDA

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas Trisakti Rumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 5 Maret – 7 April 2012

24

Page 25: NEURO

Osteoporosis ADIF KURNIAWAN 03006005

untuk terapi pencegahan dan pengobatan osteoporosis menopause maupun

osteoporosis akibat terapi glukokortikoid. Untuk pengobatan kasus osteoporosis,

dosis alendronate yang telah ditetapkan adalah 10 mg per hari, sedangkan dosis

pencegahan adalah 5 mg per hari. Saat ini telah tersedia dosis 1 kali seminggu yang

telah disepakati untuk terapi pencegahan dan pengobatan osteoporosis post

menopause. Agen ini juga terbukti dapat meningkatkan densitas tulang pada pria

dengan osteoporosis.

Golongan bifosfonat lain yaitu Pamidronate, mempunyai aktivitas yang mirip

dengan alendronate dan telah disetujui untuk terapi hiperkalsemia pada keganasan.

Cara pemberian obat ini adalah dengan infus intravena dengan dosis 60-90 mg

selama lebih dari 4 jam. Pamidronate tidak dapat diberikan per oral karena

menimbulkan esofagitis yang parah. Obat ini dapat diberikan pada pasien yang tidak

dapat mentoleransi alendronate.

Risedronate, merupakan agen bifosfonat terbaru yang lebih poten dari

alendronate dalam mencegah resopsi tulang. Obat ini juga telah disetujui FDA

sebagai terapi pencegahan dan pengobatan osteoporosis post menopause dan

osteoporosis akibat terapi glukokortikoid. Agen ini tidak begitu mengiritasi esofagus.

Makanan, kalsium, zat besi, vitamin, mineral, antasida yang mengandung

alumunium, magnesium, dan kalsium dapat menghambat absorpsi risedronate. Oleh

karena itu sebaiknya pemberian risedronate sebaiknya pagi hari sebelum makan

bersama segelas air putih dan baru boleh makan atau minum 30 menit sesudahnya.

Penggunaan bisfosfonat selain untuk osteoporosis

Osteogenesis imperfekta Pamidronat

Kalsifikasi ekstraskeletal Etidronat

Hiperkalsemia akibat keganasan Klodronat, Pamidronat, Zoledronat

1. Selective Estrogen Receptor Modulators (SERMs)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas Trisakti Rumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 5 Maret – 7 April 2012

25

Page 26: NEURO

Osteoporosis ADIF KURNIAWAN 03006005

Akibat efek samping pendarahan vagina dan keganasan terutama kanker

payudara, pada wanita yang mendapat terapi sulih hormon dengan estrogen, maka

saat ini dikembangkan senyawa yang aksi kerjanya seperti estrogen tapi hanya pada

jaringan tertentu saja, dikenal sebagai Selective Estrogen Receptor Modulators

(SERMs). SERMs pertama yang dikenal adalah tamoksifen. Merupakan agonis

estrogen di hati, tulang, dan uterus tapi bekerja sebagai antiestrogen di payudara

dan hipotalamus.

Dan yang terbaru adalah raloxifene, agonis estrogen di hati dan tulang tetapi

tidak aktif di endometrium dan sebagai antagonis estrogen di payudara dan otak.

Pada wanita post menopause, raloxifene meningkatkan densitas mineral tulang dan

dapat mengurangi resiko fraktur kompresi vertebrae. Pada penelitian terhadap 251

wanita pasca menopause, ternyata raloksifen dapat menurunkan kadar kolesterol 5-

10% tanpa merangsang endometrium dan menurunkan petanda resorpsi dan

formasi tulang sama dengan estrogen.

Pemberian raloksifen peroral akan diabsorpsi dengan baik dan mengalami

metabolisme di hati. Raloksifen akan menyebabkan kecacatan janin, sehingga tidak

boleh diberikan pada wanita yang hamil atau berencana untuk hamil.

Dosis raloxifene yang disetujui FDA untuk pencegahan osteoporosis adalah 60

mg per hari. Efek samping yang sering terjadi adalah hot flushes, peningkatan resiko

terjadinya bekuan darah (blood clot) termasuk trombosis vena dalam dan embolisme

paru. Sementara mastalgia lebih banyak didapatkan pada wanita yang mendapat

estrogen.

Efek samping ini biasanya terjadi dalam 4 bulan pertama pengobatan. Pasien

dengan terapi ini sebaiknya menghindari imobilitas lama seperti perjalanan jauh

untuk menghindari terjadinya blood clot.

2. Terapi sulih hormon

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas Trisakti Rumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 5 Maret – 7 April 2012

26

Page 27: NEURO

Osteoporosis ADIF KURNIAWAN 03006005

Preparat estrogen mempunyai peranan penting dalam mempertahankan

integritas tulang dan telah mendapat pengakuan dari FDA untuk pencegahan dan

pengobatan osteoporosis. Estrogen akan menekan resorpsi tulang dengan

pematangan osteoclast. Sebagai terapi tunggal, dosis minimal estrogen diberikan

sebanyak 0,625 mg per hari untuk mempertahankan densitas mineral tulang.

Penggunaan estrogen oral dan transdermal akan menekan turnover tulang dan

mempertahankan massa tulang. Penggunaan selama 5 tahun dibutuhkan untuk

proteksi terhadap fraktur panggul.

Sebuah penelitian menunjukkan bahwa wanita yang mengkonsumsi selama 5

tahun atau lebih akan mengurangi resiko semua jenis fraktur sebanyak 60%.

Penghentian estrogen akan membuat kehilangan massa tulang secara cepat.

Sementara wanita yang menerima terapi sulih hormon selama 10 tahun atau lebih

akan berkurang resiko fraktur sebanyak 75% dibanding dengan wanita tanpa sulih

hormon.

Untuk mengurangi resiko kanker endometrium akibat pengunaan estrogen,

dianjurkan untuk menggunakan preparat progesteron pada wanita dengan uterus

yang utuh. Pilihannya adalah pada progestin derivate 19-noretisteron (cth:

noretindron) yang mempunyai kemampuan meningkatkan massa tulang jika

diberikan bersama dengan estrogen.

Waktu pemberian paling tepat untuk memulai terapi sulih hormon adalah

pada saat menopause dini. Pemberian estrogen yang dimulai pada usia 70-80 tahun

tetap memberikan manfaat terhadap tulang. Yang penting adalah sekali pemberian

terapi estrogen telah dimulai, pemberian harus tetap untuk jangka panjang bahkan

mungkin untuk seumur hidup. Tetap harus dipertimbangkan efek samping kanker

payudara sebesar 30%, begitu juga dengan efek samping lainnya seperti trombosis

vena dalam dan gangguan batu empedu.

Terapi pengganti hormonal

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas Trisakti Rumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 5 Maret – 7 April 2012

27

Page 28: NEURO

Osteoporosis ADIF KURNIAWAN 03006005

a. Pada wanita pasca menopause

Estrogen terkonyugasi 0,3125-1,25mg/hari, dikombinasi dengan

medroksiprogesteron asetat 2,5-10mg/hari, setiap hari secara kontinu. Untuk

mendeteksi kemungkinan kanker payudara, harus dilakukan mammografi

sebelum pemberian terapi hormonal, kemudian diulang setiap tahun.

b. Pada wanita pra-menopause

Estrogen terkonyugasi diberikan pada hari 1 s/d 25 siklus haid, sedangkan

medroksiprogesteron diberikan pada hari 15 s/ 25 siklus haid. Kemudian kedua

obat tersebut dihentikan pemberiannya pada hari 26 s/d 28 siklus haid, sehingga

penderita mengalami haid. Hari 29, dianggap sebagai hari 1 siklus berikutnya dan

pemberian obat dapat diulang kembali seperti semula.

c. Pada laki-laki

Pada laki-laki yang jelas menderita defisiensi testosteron, dapat dipertimbangkan

pemberian testosteron.

Terapi Estrogen Alami 11

Cara yang lebih aman untuk mendapatkan tambahan estrogen dari luar

adalah dengan mengkonsumsi bahan makanan alami yang mengandung

fitoestrogen. Fitoestrogen merupakan senyawa kimia yang berasal dari hormon

tumbuhan – fito artinya tumbuhan – yang memiliki struktur kimia menyerupai

hormon estrogen pada tubuh manusia.

Fitoestrogen berfungsi meningkatkan aktivitas estrogen dalam tubuh. Pada

masa perimenopause atau masa menopause di mana kadar estrogen sangat rendah,

asupan fitoestrogen mampu berfungsi sebagai estrogen yang melindungi tubuh dari

sindrom menopause dan osteoporosis. Berlawanan dengan terapi estrogen,

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas Trisakti Rumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 5 Maret – 7 April 2012

28

Page 29: NEURO

Osteoporosis ADIF KURNIAWAN 03006005

fitoestrogen aman digunakan oleh penderita tumor payudara. Fitoestrogen bahkan

diduga keras dapat digunakan untuk terapi kanker.

Bentuk utama fitoestrogen adalah lignan dan isoflavonoid. Lignan diubah

menjadi komponen yang strukturnya sama dengan estrogen oleh aktivitas bakteri

dalam pencernaan. Sedangkan isoflavonoid berperan sebagai estrogen lemah yang

berfungsi sebagai antiestrogen yang menghambat estrogen sintetis.

Bukti tidak langsung dari keuntungan penggunaan fitoestrogen yang

berkaitan dengan metabolisme tulang ditemukan dari penelitian tentang ipriflavone

(7-isopro-poxyisoflavone), yang merupakan isoflavone sintetik yang telah terbukti

efektif dalam mempertahankan dan mencegah kehilangan massa tulang dengan

pemberian dosis 200-600 mg/hari.

Lebih jauh lagi, konsumsi isoflavone dalam dosis tinggi menunjukkan

peningkatan yang signifikan pada hasil BMD dan kepadatan vertebrae lumbal, tapi

tidak pada tulang-tulang rangka lainnya. Dalam penelitian ini, dosis yang dibutuhkan

adalah konsumsi kacang kedelai 40 g/hari yang mengandung 225 isoflavon/hari.

Bagaimanapun juga, hal ini masih sulit untuk diterapkan pada pasien untuk

mengkonsumsi 225 mg isoflavon/hari dalam bentuk kacang kedelai maupun

olahannya.

Zat gizi lain yang dapat meningkatkan kadar estrogen pada wanita

menopause adalah boron. Menurut studi Human Nutritional Laboratorium USDA,

boron dalam dosis 3mg/hari diyakini dapat menggandakan kadar estrogen dalam

tubuh wanita menopause. Selain itu boron juga dapat menurunkan kehilangan

kalsium sampai 40% dan meningkatkan kemampuan tubuh memanfaatkan estrogen.

Biasanya, makan yang tinggi kandungan boron-nya juga mengandung fitoestrogen.

Bahan makanan seperti buah-buahan, sayur-sayuran, polong-polongan, kandungan

boron-nya lebih tinggi dibandingkan gandum, padi-padian dan produk hewani.

Urutan bahan makanan yang mengandung:

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas Trisakti Rumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 5 Maret – 7 April 2012

29

Page 30: NEURO

Osteoporosis ADIF KURNIAWAN 03006005

Lignan Isoflavonoid Boron

Kacang kedelai, gandum, bawang putih, biji bunga matahari,asparagus, wortel, beras, ubi jalar, jagung, brokoli, kembang kol, bawang merah, pir.

Apel, anggur, bawang putih, brokoli, cabe, kol, kacang kedelai, stroberi, ketimun, tomat, wortel.

Stroberi, kol, apel, asparagus, seledri, brokoli, tomat, pir, anggur, ketimun, bawang merah, bayam, wortel, ubi jalar, kacang kedelai, pisang, mangga, gandum, papaya, jagung, jeruk mandarin, alpukat

Sumber: Elaine Magee, 1996

Phytoestrogens main class Phytoestrogens form Phytoestrogens form, found in

Isoflavones Genistin (glycosides of genistein)

Daidzin (glycosides of daidzein)

Glycitin (glycosides of glycetein)

Genistein

Daidzein

Glycetein

Equol (daidzein metabolit)

Plants (soybean)

Plants (soybean)

Plants (soybean)

Humans (derives from plant phytoestrogens)

Humans (derives from plant phytoestrogens)

Humans (derives from plant phytoestrogens)

Humans (derives from plant phytoestrogens)

Lignans Matieresinol

Secoisolariciresinol

Enterodiol

Plants

Plants

Humans (derived from plant phytoestrogens)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas Trisakti Rumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 5 Maret – 7 April 2012

30

Page 31: NEURO

Osteoporosis ADIF KURNIAWAN 03006005

Enterolactone

Humans (derived from plant phytoestrogens)

Sumber: Wang H, Murphy PA. Isoflavone composition of American and Japanese soybeans in Iowa: effect of variety, crop year, and location. J Agric Food Chem 1994; 42: 1674-7.

3. Kalsitonin

Kalsitonin merupakan obat yang telah direkomendasikan oleh FDA untuk

pengobatan penyakit-penyakit yang meningkatkan resorpsi tulang dan hiperkalsemia

yang diakibatkannya, seperti penyakit Paget, osteoporosis dan hiperkalsemia pada

keganasan. Kalsitonin merupakan penghambat kuat proses resorpsi tulang oleh

osteoclast dan dapat meningkatkan densitas mineral tulang pada pasien

osteoporosis.

Preparat ini berasal dari salmon kalsitonin dan human kalsitonin yang

dihasilkan oleh sel C kelenjar tiroid. Terapi dengan kalsitonin 200 U per hari dengan

preparat semprot hidung terbukti dapat mengurangi resiko insiden fraktur kompresi

vertebra sebesar 40% pada wanita dengan osteoporosis. Beberapa studi

menunjukkan keunikan sifat kalsitonin yang dapat mengurangi sifat rasa nyeri untuk

sementara pada fraktur akibat osteoporosis.

Saat ini kalsitonin tersedia dalam bentuk suntikan subkutan dan

intramuscular serta semprot hidung. Pemberian intranasal mempermudah

penggunaannya daripada preparat injeksi yang pertama kali diproduksi.

Kalsitonin telah mendapat pengakuan dari FDA untuk pengobatan

osteoporosis tapi belum diakui sebagai terapi pencegahan, kecuali bagi pasien yang

membutuhkan perlindungan tulang vertebrae yang tidak dapat menerima terapi

sulih hormon dan yang tidak dapat mentoleransi preparat bifosfonat.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas Trisakti Rumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 5 Maret – 7 April 2012

31

Page 32: NEURO

Osteoporosis ADIF KURNIAWAN 03006005

Efek samping yang biasanya terjadi adalah nausea dan flushing. Pengunaan

preparat intranasal dapat menyebabkan iritasi hidung, hidung berair dan perdarahan

hidung. Sementara efek samping akibat pemberian suntikan adalah reaksi

kemerahan pada kulit tempat suntikan, skin rash dan flushing. Pada sekitar separuh

pasien mendapatkan kalsitonin lebih dari 6 bulan, ternyata terbentuk antibodi yang

akan mengurangi efektifitas kalsitonin.

4. Kalsium

Suplementasi kalsium merupakan bagian penting dari penanganan pasien-

pasien osteoporosis. Seiring dengan peningkatan usia, keseimbangan kalsium akan

berubah. Jumlah kalsium yang diserap semakin kecil. Total kebutuhan sehari yang

direkomendasikan untuk pria dan wanita usia lanjut adalah 1500 mg. Pada orang

tua, kalsium berguna mengurangi turnover tulang dan meningkatkan massa tulang.

Beberapa penelitian terakhir menyebutkan bahwa pemberian suplemen kalsium

akan menurunkan insiden terjadinya fraktur. Manfaat pemberian kalsium akan lebih

nyata pada masa menopause lanjut daripada menopause dini.

Pada dewasa muda, kalsium penting untuk pertambahan tulang. Sementara

pada anak-anak dan remaja, kalsium mempunya peranan dalam meningkatkan

densitas mineral tulang. Dengan memberikan kalsium yang adekuat selama masa

anak-anak akan membantu pencapaian puncak masa tulang yang lebih tinggi saat

dewasa dan mengurangi resiko fraktur pada masa tua.

Beberapa jenis kalsium yang banyak diresepkan adalah karbonat, laktat,

glukonat, sitrat, fosfat termasuk hidrokxyapatite. Kalsium sitrat diabsorpsi lebih

efisien dibanding yang lain dan cocok untuk orang-orang yang tidak memiliki cukup

asam lambung karena bisa diserap lebih banyak daripada kalsium karbonat.

Ada pendapat yang mengatakan bahwa intake lebih dari 1500 mg per hari

akan dapat mengatasi kehilangan kalsium usus. Tetapi, intake sebesar atau lebih dari

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas Trisakti Rumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 5 Maret – 7 April 2012

32

Page 33: NEURO

Osteoporosis ADIF KURNIAWAN 03006005

200 mg per hari dapat menyebabkan konstipasi. Suplemen kalsium sebaiknya

dikonsumsi bersama dengan makanan.

Daftar kandungan kalsium per 100gr bahan makanan

Kelompok Bahan Makanan

Bahan Makanan Mg Ca/100 gr bahan

Susu dan produknya Susu sapi

Susu kambing

Susu manusia

Keju

Yoghurt

116

129

33

90-1180

150

Ikan Teri kering

Rebon

Teri segar

Sarden kalengan (dg tulang)

1200

769

500

354

Sayuran Daun papaya

Bayam

Sawi

Brokoli

353

267

220

110

Kacang-kacangan

dan hasil olahannya

Kacang panjang

Susu kedelai (250 ml)

Tempe

Tahu

347

250

129

124

Serealia Jali

Havermut

213

53

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas Trisakti Rumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 5 Maret – 7 April 2012

33

Page 34: NEURO

Osteoporosis ADIF KURNIAWAN 03006005

Sumber: Wolf AD, Dixon AJ. Osteoporosis: A Clinical Guide, 2nd ed, Martin Dunitz, London 1998; Daftar Komposisi Bahan Makanan, Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI, Penerbit Bhratara, Jakarta 1996.

5. Vitamin D

Peran utama vitamin D adalah meningkatkan efisiensi penyerapan kalsium di

dalam usus. Pada orang tua persediaan vitamin D dalam tubuh biasanya makin

menipis. Hal ini terjadi karena kurangnya paparan terhadap sinar matahari dan

produksi kalsitriol (1,25 dihidroksikolekalsiferol) di ginjal inadekuat.

Kalsitriol dibutuhkan dalam proses pematangan osteoclast. Pada keadaan

defisiensi vitamin D, proses mineralisasi tulang akan terganggu. Dengan

penambahan vitamin D akan memulihkan pembentukan tulang. Kalsitriol

merangsang sintesa dari osteokalsin serta protein pengikat kalsium pada matrix

tulang.

Kebutuhan vitamin D sehari yang dianjurkan adalah 400-800 IU per hari.

Sebuah studi terhadap 3000 wanita menunjukkan pemberian vitamin D 800 IU dan

kalsium 1200 mg menurunkan resiko fraktur non-vertebra dan fraktur tulang panggul

sebesar 25%.

Vitamin D diindikasikan pada orang-orang tua yang tinggal di Panti Werda

yang kurang terpapar sinar matahari, tetapi tidak diindikasikan pada populasi Asia

yang banyak terpapar sinar matahari.

6. Diuretik Golongan Thiazide

Walaupun bukan merupakan antiresorpsi yang utama, thiazide dapat

mengurangi ekskresi kalsium urine sehingga dapat mengurangi kehilangan massa

tulang pada pasien hiperkalsemia.

B. Bone Forming Agents

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas Trisakti Rumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 5 Maret – 7 April 2012

34

Page 35: NEURO

Osteoporosis ADIF KURNIAWAN 03006005

1. Fluor

Natrium fluorida meningkatkan massa tulang dengan merangsang aktivitas

osteoblast. Dengan pemberian 30-60 mg per hari, fluor akan dapat meningkatkan

densitas mineral tulang vertebrae. Namun demikian, insiden fraktur juga meningkat

pada orang-orang yang menerima suplemen fluor tersebut. Setelah diselidiki,

ternyata dosis yang digunakan terlalu tinggi, yaitu 75 mg per hari. Hal ini

mengakibatkan kekuatan tulang menurun sehingga mempermudah terjadinya resiko

fraktur. Sebuah studi menunjukkan pemberian fluor tanpa suplemen kalsium akan

menyebabkan osteomalacia. Tetapi pemberian fluor disertai suplemen kalsium yang

adekuat akan meningkatkan keseimbangan kalsium, meningkatkan mineral tulang,

serta meningkatkan volume tulang trabekular. Efek samping yang dapat terjadi pada

pemberian fluor adalah mual-muntah, atralgia, arthritis. Efek samping ini akan

berkurang pada pemberian bersama makanan. Saat ini fluor belum disetujui FDA

untuk pengobatan osteoporosis.

2. Androgen

Defisiensi testosteron merupakan penyebab utama osteoporosis pada pria

dan merupakan terapi pengganti yang secara signifikan akan meningkatkan massa

tulang. Pemberian jangka panjang pada wanita dengan osteoporosis akan

meningkatkan massa tulang. Namun penggunaannya dibatasi karena efek virilisasi.

3. Hormon Paratiroid

Aksi utama hormon ini adalah merangsang osteoblast, walaupun terdapat

juga aksi peningkatan resorpsi tulang. PTH memberikan efek anabolik pada tulang

trabekular, tapi juga menyebabkan efek pengurangan tulang kortikal. Karena terapi

PTH meningkatkan turnover tulang, baik formasi maupun resorpsi, sebaiknya pasien

juga diberi antiresorpsi, seperti estrogen dan bifosfonat. Dengan demikian efek

formasi tulang PTH akan lebih besar dari efek resorpsinya.

Daftar obat osteoporosis yang ada di Indonesia

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas Trisakti Rumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 5 Maret – 7 April 2012

35

Page 36: NEURO

Osteoporosis ADIF KURNIAWAN 03006005

Kelompok Nama generik Nama dagang

Kemasan Dosis

Bifosfonat Risedronat Actonel Tablet, 35mg Osteoporosis: 35mg, seminggu sekali

Alendronat Alovel

Osteofar

Voroste

Nichospor

Tablet 10mg Osteoporosis: 10mg/hari setiap hari

Pamidronat Aredia Vial 15mg/10ml,

30mg/10ml,

60mg/5ml

Hiperkalsemia akibat keganasan, osteolisis akibat keganasan: 60-90mg, per-drip selama 4 jam

Klodronat Bonefos

Ostac

Vial 300mg/5ml

Hiperkalsemia akibat keganasan, osteolisis akibat keganasan: 300mg/hari, per-drip selama 2 jam, 5 hari berturut-turut

Zoledronat Zometa Vial 4mg Hiperkalsemia akibat keganasan: 4mg per-drip dalam 15 menit, dapat diulang dalam waktu 7 hari. Metafisis tulang: 4mg per-drip dalam 15 menit, tiap 3-4 minggu sekali.

SERMs Raloksifen Evista Tab, 60mg Osteoporosis: 60mg/hari setiap hari

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas Trisakti Rumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 5 Maret – 7 April 2012

36

Page 37: NEURO

Osteoporosis ADIF KURNIAWAN 03006005

Kalsitonin Kalsitonin Miacalcic Amp, 50mg/ml, 100mg/ml

Nasal spray 200 IU/dosis

Osteoporosis: 200 IU /Nasal spray/hari

Hormon seks Estrogen terkonjugasi alamiah

Premarin Tab, 0,3mg, 0,625mg, 1,25mg

Sindrom defisiensi estrogen: 0,3-1,25mg/hari.

Osteoporosis: 0,625-1,25mg/hari dikombinasi dengan MPA 2,5-5 hari.

Medroksiprogesteron asetat (MPA)

Provera Tab 2,5mg, 20mg

2,5-5mg/hari sebagai kombinasi dengan estrogen

Testosteron undecanoate

Andriol Tablet 40 mg Hipogonadisme, osteoporosis akibat defisiensi androgen: 120-160mg/hari selama 2-3 minggu, dilanjutkan dosis pemeliharaan 40-120mg/hari

Kombinasi testosterone propionate, testosterone fenilpro-pionat, testosterone dekanoat

Sustanon “250”

Vial, 250mg/ml Hipogonadisme, osteoporosis akibat defisiensi androgen: 1ml IM, 3-4 minggu sekali

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas Trisakti Rumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 5 Maret – 7 April 2012

37

Page 38: NEURO

Osteoporosis ADIF KURNIAWAN 03006005

Vitamin D Kalsitriol Rocaltrol

Kolkatriol

Softcap, 0,25mg

Osteoporosis, osteodistrofi renal, hiper-paratiroidisme, refractory rickets: 0,25mcg, 1-2kali/hari

Alfakalsidol One-alpha Kapsul 0,25mg, 1,0mg

Hipokalsemia, osteodistrofi renal: 1,0mcg/hari

Kalsium Kalsium karbonat Bubuk Suplementasi kalsium: 500mg, 2-3kali perhari

Kalsium hidrogenfosfat

Dumocalcin Tablet, 500 mg Suplementasi kalsium: 1 tablet, 2-3kali perhari

Pembedahan

Pembedahan pada penderita osteoporosis dilakukan bila terjadi fraktur, terutama fraktur

panggul. Beberapa prinsip yang harus diperhatikan pada terapi bedah penderita

osteoporosis adalah :

1. Penderita osteoporosis usia lanjut dengan fraktur, bila diperlukan tindakan bedah,

sebaiknya segera dilakukan sehingga dapat dihindari imobilisasi lama dan komplikasi

fraktur yang lebih lanjut.

2. Tujuan terapi bedah adalah untuk mendapatkan fiksasi yang stabil, sehingga

mobilisasi penderita dapat dilakukan sedini mungkin.

3. Asupan kalsium tetap harus diperhatikan pada penderita yang menjalani tindakan

bedah sehingga mineralisasi callus menjadi sempurna.

4. Walaupun telah dilakukan tindakan bedah, pengobatan medikamentosa

osteoporosis dengan bifosfonat atau raloksifen, atau terapi pengganti hormonal,

maupun kalsitonin tetap harus diberikan.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas Trisakti Rumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 5 Maret – 7 April 2012

38

Page 39: NEURO

Osteoporosis ADIF KURNIAWAN 03006005

Evaluasi hasil pengobatan

Evaluasi hasil pengobatan dapat dilakukan dengan mengulang pemeriksaan

densitometri setelah 1-2 tahun pengobatan dan dinilai peningkatan densitasnya. Bila dalam

waktu 1 tahun tidak terjadi peningkatan maupun penurunan densitas massa tulang, maka

pengobatan sudah dianggap berhasil, karena resorpsi tulang sudah dapat ditekan.

Selain mengulang pemeriksaan densitas massa tulang, maka pemeriksaan petanda

biokimia tulang juga dapat digunakan untuk evaluasi pengobatan. Penggunaan petanda

biokimia tulang dapat menilai hasil terapi lebih cepat yaitu dalam waktu 3-4 bulan setelah

pengobatan. Yang dinilai adalah penurunan kadar berbagai petanda resorpsi dan formasi

tulang.

II.13. Pencegahan 8,12,13

Pencegahan osteoporosis dapat dibagi tiga bagian :

1. Pencegahan Primer

Upaya terbaik ini paling murah dan mudah, antara lain caranya:

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas Trisakti Rumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 5 Maret – 7 April 2012

39

Page 40: NEURO

Osteoporosis ADIF KURNIAWAN 03006005

Mengkonsumsi makanan yang mengandung kalsium, seperti sayuran hijau, jeruk,

sitrun, makanan laut.

- Melakukan latihan fisik dengan unsur pembebanan pada anggota gerak dan

penekanan pada tulang, misalnya jalan kaki, jogging, aerobik. Latihan yang

berlebihan tidak dianjurkan karena bisa mengganggu menstruasi.

- Hindari faktor yang menghambat penyerapan kalsium atau mengganggu

pembentukan tulang seperti merokok, minum alkohol, konsumsi obat yang

mengakibatkan osteoporosis.

2. Pencegahan Sekunder

- Konsumsi kalsium dilanjutkan pada periode menopause.

- Terapi Sulih Hormon (TSH). Setiap perempuan pada saat menopause

mempunyai resiko osteoporosis. Salah satu yang dianjurkan adalah

pemakaian ERT (Estrogen Replacement Therapy) pada mereka yang tidak ada

kontraindikasi. ERT menurunkan risiko fraktur sampai 50% pada panggul

tulang dari vertebra.

- Latihan fisik yang bersifat spesifik dan individual. Prinsipnya sama dengan

latihan beban dan tarikan (stretching) pada aksis tulang. Latihan tak dapat

dilakukan secara massal karena perlu mendapat supervisi dari tenaga medis.

- Calcitonin, bekerja menghambat resorpsi tulang dan dapat meningkatkan

massa tulang apabila digunakan selama dua tahun.

- Vitamin D dan thiazide, tergantung kebutuhan pasien. Vitamin D membantu

tubuh menyerap dan memanfaatkan kalsium. Sekitar 25 Hydroxi vitamin D

dianjurkan diminum setiap hari bagi pasien yang menggunakan suplemen

kalsium.

3. Pencegahan Tertier

Setelah pasien mengalami fraktur, jangan dibiarkan melakukan gerak

(mobilisasi) terlalu lama. Sejak awal perawatan, disusun rencana mobilisasi, mulai

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas Trisakti Rumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 5 Maret – 7 April 2012

40

Page 41: NEURO

Osteoporosis ADIF KURNIAWAN 03006005

mobilisasi pasif sampai aktif dan berfungsi mandiri. Beberapa obat yang bermanfaat

adalah bisphosponate, calcitonin, atau NSAID bila ada nyeri.

Dari sudut rehabilitasi medis, pemakaian ortosespiral/korset dan

program fisioterapi/okupasi terapi akan mengembalikan kemandirian pasien secara

optimal. Pemahaman pasien dan keluarganya tentang osteoporosis diharapkan

menambah kepedulian dan selanjutnya berperilaku hidup sehat sesuai pedoman

pencegahan osteoporosis.

Faktor-faktor pencegah osteoporosis :

- Menjaga asupan kalsium yang cukup, sekitar 1000-1500 mg/hari.

- Latihan teratur, terutama latihan beban untuk menjaga densitas massa

tulang dan menguatkan otot.

- Kenali secara dini kemungkinan defisiensi testosteron pada laki-laki.

- Hindari merokok dan minuman alkohol.

- Hindari obat-obatan dan jamu yang dapat memicu osteoporosis. Bila harus

minum obat tertentu, misalnya steroid, harus di bawah pengawasan dokter.

- Hindari resiko terjatuh.

- Hindari kekurangan vitamin D, terutama pada orang tua.

Algoritma Pengelolaan Osteoporosis 8

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas Trisakti Rumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 5 Maret – 7 April 2012

41

Page 42: NEURO

Osteoporosis ADIF KURNIAWAN 03006005

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas Trisakti Rumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 5 Maret – 7 April 2012

42

Diduga osteoporosis:

Fraktur pada trauma ringan, atau Gambaran osteopenia pada foto Rontgen, atauKeadaan klinis yang berhubungan dengan resiko osteoporosis

Penilaian faktor resiko osteoporosis

Pemeriksaan densitas massa tulang

T-score >-1

Tanpa pengobatanUlang densitometri

tulang bila ada indikasi

T-score -1 s/d -2,5 T-score < -2,5

Pencegahan osteoporosis

Dipertimbangkan pemberian obat bila didapatkan > 2 faktor resiko

Ulang densitometri setelah 2 tahun

Pengobatan osteoporosis

Lanjutkan tindakan pencegahan

Ulang densitometri setelah 1 tahun atau petanda biokimia tulang setelah 3-4 bulan

Page 43: NEURO

Osteoporosis ADIF KURNIAWAN 03006005

BAB III

KESIMPULAN

1. Osteoporosis adalah suatu kondisi berkurangnya masa tulang secara nyata yang

berakibat pada rendahnya kepadatan tulang.

2. Dua penyebab osteoporosis adalah pembentukan massa puncak tulang selama

masa pertumbuhan dan meningkatnya pengurangan massa tulang setelah

menopause.

3. Faktor resiko terjadinya osteoporosis, yaitu usia, genetik, lingkungan.

4. Osteoporosis terbagi menjadi primer dan sekunder. Osteoporosis primer adalah

osteoporosis pasca menopause dan sekunder biasanya terjadi pada usia lebih dari 50

tahun.

5. gambaran klinis dari osteoporosis adalah nyeri tulang dan deformitas tulang

6. Terapi osteoporosis bertujuan bukan hanya untuk menurunkan resorpsi tulang dan

meningkatkan densitas tulang, tetapi yang terpenting adalah mencegah fraktur

7. Pencegahan osteoporosis meliputi, pencegahan primer, sekunder dan tertier

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas Trisakti Rumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 5 Maret – 7 April 2012

43

Page 44: NEURO

Osteoporosis ADIF KURNIAWAN 03006005

DAFTAR PUSTAKA

1. Kaniawati, M., Moeliandari, F, 2003, Penanda Biokimia untuk Osteoporosis.Forum Diagnosticum Prodia Diagnostics Educational Services. No 1: hal. 1–18

2. Hammett, Stabler CA, 2004. Osteoporosis from pathophysiology to treatment. In: Washington American Assosiation for Clinical Chemistry Press.p. 1-86

3. Sennang AN, Mutmainnah, Pakasi RDN, Hardjoeno, 2006. Analisis KadarOsteokalsin Serum Osteopenia dan Osteoporosis. Dalam Indonesian Journal of clinical pathology and medical laboratory, Vol.12, No.2: hal 49-52

4. Djokomoeljanto R, 2003. Postmenopausal osteoporosis. Patofisiologi dan dasar pengobatan. Simposium Osteoporosis Postmenopausal. Semarang: p.1-12

5. Rasjad C.Kelainan Metabolik dan Endokrin Pada Tulang. Dalam : Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi. Edisi 3. Jakarta: Yarsif Watampone, 2008:176-193

6. Setiyo hadi, Bambang. Osteoporosis. Dalam: Aru WS, Bambang S. Idrus A, Marcellus SK, Siti S. Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam Edisi IV jilid 2. Pusat Penerbit Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta 2007: 1259-1274.

7. Broto, R. 2004. Manifestasi Klinis dan Penatalaksanaan Osteoporosis. Dexa Media No. 2 Vol 17: 47 – 57

8. Hortono, M, 2000. Mencegah dan Mengatasi Osteoporosis. Puspa Swara. Jakarta.

9. Lane NE. 2003. Osteoporosis. Jakarta. Raja Grafindo Persada.

10. Panduan diagnosis dan pengelolaan osteoporosis. Ikatan Reumatologi Indonesia. Jakarta, 2005.

11. NN.Bone resorption inhibitor. 2006 April 19. Available from : http://www.anti-aging-drugs.com/osteoporosis.htm

12. NN. Osteoporosis. 2012 Maret 17. Available from : http://id.wikipedia.org/wiki/Osteoporosis

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas Trisakti Rumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 5 Maret – 7 April 2012

44

Page 45: NEURO

Osteoporosis ADIF KURNIAWAN 03006005

13. NN. Osteoporis. 2012 Maret 17 . Available from : http://www.medicastore.com/osteoporosis/

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas Trisakti Rumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 5 Maret – 7 April 2012

45