MP 001 Weny
-
Upload
odhenk-khan -
Category
Documents
-
view
8 -
download
0
description
Transcript of MP 001 Weny
-
Analisis Pengaruh Harga Premium, Kesadaran Lingkungan dan Pengetahuan
Ekologikal terhadap Niat Beli Produk Hijau :
Studi Perbandingan Etnis Tiong Hua dan Etnis Melayu di Pontianak
Kalimantan Barat
Wenny Pebrianti
Universitas Tanjungpura Pontianak
Email : [email protected]
Abstraksi
Penelitian ini bertujuan untuk menguji ada atau tidaknya perbedaan pengaruh harga premium,
kesadaran lingkungan dan pengetahuan ekologikal terhadap niat beli produk hijau pada dua etnis yang
berbeda di Pontianak, Kalimantan Barat. Sampel digunakan sebanyak 150 orang responden dengan
klasifikasi 75 orang etnis Tiong Hua dan 75 orang etnis Melayu dengan metode purposive sampling.
Hasil analisa data dengan menggunakan one way ANOVA mengindikasikan bahwa tidak terdapat
perbedaan pengaruh harga premium, kesadaran lingkungan dan pengetahuan ekologikal terhadap niat beli
antar dua etnis tersebut. Dengan kata lain sudah terdapat kesamaan persepsi akan pentingnya
mengkonsumsi produk-produk hijau.
Kata Kunci : Harga Premium, Kesadaran Lingkungan, Pengetahuan Ekologikal, Niat Beli dan
Pangan Organik
a. Pendahuluan Green is now mainstream, demikian Ottman memberikan satu simpulan akan kondisi
lingkungan sebagai hal yang mutlak dipahami pelaku bisnis (Ottman 2011). Dikatakannya bahwa
green market akan semakin bertumbuh dan dewasa (grow & mature), memanfaatkan peluang
akan memberi peluang meningkatkan market share dalam persaingan. Isu lingkungan semakin
berkembang dengan pesat di kalangan masyarakat dengan adanya global warming.
Meningkatnya perhatian masyarakat membuat semakin banyak perusahaan yang bersedia untuk
menerima tanggung jawab lingkungan (Environmental responsibility). Strategi green marketing
mulai diterapkan, sebagai jawaban terhadap kepedulian produk yang peka pada lingkungannya
(Chen 2008). Tren terhadap pemasaran hijau terus berkembang di seluruh dunia. Di Jerman,
sebanyak 88 persen konsumen menyatakan bahwa mereka telah beralih kepada merek-merek
produk yang lebih hijau. Hal itu juga terjadi di Italia sebesar 84 persen dan di Spanyol sebesar 82
-
persen. Keinginan terhadap produk yang lebih hijau atau sebut saja gerakan hijau telah meluas
dari Barat sampai Pacific Rim, Eropa bagian Timur, Africa dan Timur Tengah. Demikianlah
maka dapat dipahami mengapa banyak perusahaan mengadopsi konsep pemasaran hijau sebagai
maksud keunggulan bersaing yang berkelanjutan (Oyewole, 2001). Ottman (2011) memberikan
contoh mengenai manfaat atau keuntungan yang diperoleh konsumen dalam hal penggunaan
produk-produk hijau seperti dimuat dalam tabel berikut.
Kategori Produk Manfaat yang di rasakan
Bola Lampu CFL Menghemat harga, penggunaan yang lebih lama
Mobil Hybrid Tidak bising, hemat bahan bakar
Pembersih Alami Keselamatan, pikiran yang damai
Produk Organik Keselamatan, rasa yang lebih baik
Mobil Berbagi (Car Sharing) Nyaman dan hemat uang
Sel Telepon Tenaga Matahari Penggunaan yang lebih lama
Kertas Daur Ulang Hemat uang
Harga produk hijau yang dikenal lebih mahal juga terjadi di benua Eropa dan AS. Harga
produk yang berorientasi hijau memiliki tipikal harga lebih mahal di Eropa dan AS yang
merupakan refleksi dari biaya tambahan memodifikasi proses produksi, pengemasan dan proses
pembuangan limbah. Alasan lain menyatakan bahwa harga produk hijau lebih mahal adalah
persepsi konsumen yang membayar lebih mahal untuk produk hijau. Sebuah survey
mengindikasikan bahwa konsumen mengatakan bahwa mereka membayar 7-20 persen lebih
mahal untuk produk-produk yang ramah bagi lingkungan (Reitman, 1992). Di Indonesia masih
banyak perusahaan yang mengabaikan peraturan-peraturan berkaitan dengan lingkungan hidup.
Kasus yang paling mencolok adalah pembuangan limbah yang masih sering terjadi, yang paling
banyak oleh perusahaan kecil menengah tetapi juga ada yang ditengarai dilakukan oleh
perusahaan-perusahaan besar. Namun paling tidak sudah mulai muncul keinginan banyak
perusahaan dalam menjual produknya telah beralih menggunakan cara pemasaran hijau. Berikut
ini adalah apa yang telah dilakukan oleh beberapa perusahaan berkenaan dengan pemasaran hijau
yang sering menjadi isu utama dalam dunia bisnis sekarang ini. Perusahaan di Indonesia ada
yang melakukan pemasaran hijau dengan cara yang minimal atau sederhana namun ada juga
yang melakukannya lebih serius misalnya pabrik otomotif yang menginduk kepada prinsipalnya
-
di luar negeri dimana industry otomotif di luar negeri sudah melakukan pemasaran hijau secara
komprehensif. Khusus untuk industri mobil Pemerintah RI melalui Menko Perekonomian Hatta
Rajasa mengatakan akan memberikan insentif kepada produsen mobil yang memproduksi mobil
ramah lingkungan mulai bulan Agustus 2011.
Penelitian sebelumnya yang dilakukan pada Kota Metropolitan dan Non Metropolitan oleh
Junaedi (2008) membuktikan bahwa terdapat perbedaan karakter konsumen hijau berdasarkan
perbedaan demografi. Penelitian ini dikembangkan dengan menganalisa antiseden pembentuk
perilaku konsumen hijau yang fokus pada variabel harga premium, kesadaran lingkungan dan
pengetahuan ekologikal dengan menambahkan efek perbedaan budaya untuk membuktikan
pendapat yang beredar di masyarakat Kota Pontianak bahwa masyarakat Tiong Hua memiliki
tingkat kesadaran yang lebih tinggi untuk mengkonsumsi produk-produk hijau (green product)
yang ditandai dengan munculnya komunitas-komunitas vegetarian yg beranggotakan orang-
orang toing hua. Pendapat ini di dukung hasil wawancara peneliti kepada pemilik dan karyawan
di 4 restoran vegetarian terkemuka di Pontianak yang menyatakan bahwa pengunjung restoran
lebih dari 60% adalah kaum Tiong Hua. Menurut data dari Ensiklopedia Etnis Tionghua (2012)
komunitas Tionghua di Pontianak menempati urutan pertama sebesar 31,2%, disusul melayu
26,1 % dan Bugis 13,1%. Lokasi penelitian dipusatkan di Kota Pontianak karena distribusi
produk-produk hijau seperti pangan organik (buah dan sayur) mudah di dapatkan. Etnis Melayu
dipilih sebagai pembanding mewakili beberapa etnis lain, karena merupakan penduduk
mayoritas di Kalimantan Barat.
b. Kajian Pustaka
Konsep produk hijau dan konsumen hijau
Kasali (2005) mendefinisikan, produk hijau (green product) adalah produk yang tidak
berbahaya bagi manusia dan lingkungannya, tidak boros sumber daya, tidak menghasilkan
sampah berlebihan, dan tidak melibatkan kekejaman pada binatang. Sebagai pengguna produk
hijau, terdapat suatu bentuk konsumen corak baru yang menamakan dirinya konsumen hijau
(green consumer). Nugrahadi (2002) mengemukakan, konsumen hijau adalah konsumen yang
peduli lingkungan hidup. Elkington (1991) dalam Harsiwi (2004) mengemukakan, konsumen
hijau merupakan jargon pemasaran yang relatif kecil, tetapi cukup mempengaruhi dan
-
mengembangkan suatu kelompok konsumen yang menggunakan kriteria lingkungan dalam
memilih barang-barang konsumsi.
Karakteristik produk hijau
Karakteristik produk yang dianggap sebagai produk hijau (Herbig, 1999 dalam Lanasier,
2002), adalah (a) Produk tidak mengandung toxic, (b) Produk lebih tahan lama, (c) Produk
menggunakan bahan baku yang dapat didaur ulang, dan (d) Produk menggunakan bahan baku
dari bahan daur ulang. Karakteristik lain mengenai produk hijau sebagaimana dikemukakan oleh
US Federal Trade Commision dalam Lanasier (2002) adalah (a) Produk yang menggunakan
bahan non toxic, (b) Produk tidak mengandung bahan yang dapat merusak lingkungan, (c) Tidak
melakukan uji produk yang melibatkan binatang apabila tidak betul-betul diperlukan, (d) Selama
penggunaanya tidak merusak lingkungan, (e) Menggunakan kemasan yang sederhana atau
menyediakan produk isi ulang, (f) Memiliki daya tahan penggunaan yang lama dan (g) Mudah
diproses ulang setelah pemakaian. Elkington dan kawan-kawan (1990) dalam Moisander (1996)
merumuskan karakteristik dari produk hijau, yaitu (a) Tidak membahayakan bagi kesehatan
manusia dan hewan, (b) Tidak merusak lingkungan pada berbagai tingkat kehidupan, termasuk
dalam memproses, penggunaan, dan penjualan, (c) Tidak menghabiskan bayak energi dan
sumber daya lainya selama memproses, penggunaan, dan penjualan, (d) Tidak menghasilkan
sampah yang tidak berguna akibat kemasan dalam jangka waktu yang singkat, (e) Tidak
melibatkan binatang jika tidak penting yang mengakibatkan kekejaman pada binatang dan (f)
Tidak menggunakan bahan baku yang dapat mengancam spesies atau lingkungan.
Dari pendapat-pendapat para ahli di atas dapat kita buat suatu kesimpulan tentang
karakteristik produk hijau, yaitu (a) Produk tidak mengandung toxic, (b) Produk lebih tahan
lama, (c) Produk menggunakan bahan baku yang dapat didaur ulang, (d) Produk menggunakan
bahan baku dari bahan daur ulang, (e) Produk tidak menggunakan bahan yang dapat merusak
lingkungan, (f) Tidak melibatkan uji produk yang melibatkan binatang apabila tidak betul-betul
diperlukan, (g) Selama penggunaan tidak merusak lingkungan, (h) Menggunakan kemasan yang
sederhana dan menyediakan produk isi ulang, (i)Tidak membahayakan bagi kesehatan manusia
dan hewan, (j) Tidak menghabiskan banyak energi dan sumberdaya lainya selama pemrosesan,
penggunaan, dan penjualan, (k) Tidak menghasilkan sampah yang tidak berguna akibat kemasan
dalam jangka waktu yang singkat. Sedang istilah Green Consumerism didefinisikan sebagai
the use of individual consumer preferance to promote less environmentally damaging products
-
and services (Smith,1998). Green consumerism muncul dari kesadaran dan pembentukan
preferensi konsumen individual terhadap produk yang ingin dikonsumsinya.
Beberapa studi perilaku konsumen berupaya untuk mengidentifikasi karakteristik konsumen
yang berwawasan lingkungan yang berkaitan dengan implikasi pemasaran (Ling Yee, 1997;
Chan, 1999; Vlosky et al 1999; Chan & Lau, 2000; Kalafatis et al., 1999; Follows & Jobber,
2000; Chan, 2001; Jiuan et al., 2001; Laroche et al, 2001; Fotopoulus & Krystalis, 2002). Studi-
studi tersebut mencoba mengeksplorasi aspek kepedulian lingkungan dan perilaku pembelian
yang berwawasan lingkungan. Ottman (2001) menemukan bahwa terdapat kecendrungan
kepedulian lingkungan yang kuat dan konsumen lebih memilih produk-produk yang ramah
lingkungan.
Studi tentang konsumsi yang mendasarkan pada keperilakuan mulai dilakukan setelah
tahun 1990-an yang lebih memfokuskan pada perilaku pascabeli konsumen, misalnya produk
kemasan yang dapat didaur ulang, kertas yang dapat didaur ulang, deterjen yang ramah
lingkungan, produk yang tidak dieksperimenkan pada binatang, aerosol yang tidak merusak
lapisan ozon, produk kayu yang tidak bersertifikasi, popok bayi sekali pakai, dan bahan pangan
organik ( Treagear & McGregor, 1994 ; Davies et al., 1995 ; Schlegelmilch et al., 1996 ; Johri &
Sahasakmontri, 1998 ; Polonsky et al., 1998 ; Vlosky et al., 1999 ; Follows & Jobber, 2000 ;
Fotopoulus & Krystallis, 2002 ).
Teori keprilakuan dalam penelitian pemasaran lingkungan yang digunakan setelah tahun
1990-an lebih memfokuskan pada model struktural sikap tiga komponen, yaitu kognitif, afektif
dan konatif (Kalafetis et al., 1999 ; Chan, 1999). Ketiga komponen tersebut merupakan
konstruksi model dari ilmu psikologi yang mendasari terbentuknya dimensi sikap. Hubungan
antar komponen sikap tersebut telah terbukti dapat menjelaskan dan memprediksi perilaku
dengan baik (Ajzen, 1988). Namun berdasarkan temuan kajian literatur empiris mengungkap
adanya hubungan yang tidak konsisten antara sikap dan perilaku pada lingkungan (Martin &
Simintras, 1995), walaupun telah secara luas diteliti dengan kategori objek penelitian, latar dan
desain penelitian serta metode pengujian yang berbeda-beda.
Kajian literatur empiris yang mengadopsi perspektif model sikap tiga komponen, yaitu
kognitif, afektif dan konatif (Schifman & Kanuk, 2001) mengungkap adanya beragam variabel
prediktor untuk menjelaskan sikap terhadap kesadaran lingkungan dan keinginan untuk
membayar dengan harga premium produk ramah lingkungan. Variabel-variabel yang
-
berpengaruh terhadap perilaku yang berwawasan lingkungan dapat di klasifikasikan menjadi
lima kategori , yaitu demografi, pengetahuan, nilai-nilai, sikap dan perilaku (Ling Yee,1997 ;
Chan, 1999 ; Chan & Lau, 2000 ; Chan, 2001 ; laroche et al., 1999 ; Follows & Jobber, 2000).
Hasil temuan studi empiris yang dilakukan Ling Yee (1997) dan Straughan & Robert (1999)
tentang kesadaran lingkungan berupaya mengidentifikasi variabel demografi sebagai prediktor
untuk menjelaskan sikap kesadaran lingkungan konsumen dan perilaku konsumsi mereka.
Variabel demografi misalnya, usia, jenis kelamin, tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, daerah
domisili merupakan cara yang efisien bagi pemasar untuk melakukan segmentasi pasar pada
sikap dan perilaku yang bertanggung jawab sosial. Namun, temuan hasil penelitian menunjukkan
bahwa variabel domografi dan psikososial dalam menjelaskan perilaku kesadaran lingkungan
masih belum dapat disimpulkan dengan jelas (Ling- Yee, 1997).
Harga Premium
Harga akan tergantung kepada produk yang akan dijual. Harga terendah dari produk adalah
minimal sedikit lebih tinggi dari biaya dan tidak melebihi kemapuan permintaan. Terkadang
dijumpai adanya produk yang untuk memproduksinya membutuhkan minimal biaya yang lebih
tinggi dari produk sejenis lain. Dalam bahasan ini adalah produk hijau. Sebuah produk akan
mendapat kriteria sebagai produk hijau jika memenuhi persyaratan atau standar. Dengan adanya
persyaratan ini, tentu saja akan membutuhkan tambahan proses untuk sebuah produk hijau.
Penambahan nilai ini akan membuat biaya meningkat, yang kemudian menjadikan harga produk
hijau menjadi lebih mahal dari produk biasa. Istilah yang digunakan untuk harga dari produk
yang lebih tinggi harganya dari produk lain adalah harga premium.
Harga premium cendrung lebih tinggi karena adanya kualitas dan ketersediaan produk
dipasar. Harga yang tinggi ini karena biaya produksi yang tinggi dan ketersediaan produk yang
rendah sehingga konsumen harus mengeluarkan upaya lebih untuk memperolehnya. Menurut
Suryadi (2011) didalam blog ilmiahnya menerangkan bahwa harga permium adalah penetapan
-
harga setinggi mungkin dalam kurun waktu tertentu karena posisi produk yang dominan di pasar.
Secara logika, tentu saja semua konsumen cendrung memilih produk dengan harga yang rendah,
terkecuali adanya sesuatu yang ingin dimiliki dari produk tersebut. Konsumen yag mau
membayar lebih untuk produk hijau percaya bahwa perusahaan melaksanakan tanggung jawab
sosialnya pada lingkungan (Laroche et al., 2001, dalam Junaedi, 2008:24).
Konsumen yang peduli kepada lingkungan akan memahami bahwa harga produk hijau lebih
tinggi dari produk biasa. Bagi konsumen yang memiliki kesadaran lingkungan yang baik, tentu
tidak terlalu memperhartikan permasalahan biaya premium ini. Tetapi bagi mereka yang belum
memiliki kesadaran yang tinggi dengan harga premium, atau sadar tetapi terkendala dengan
kemampuan beli yang dimiliki, tentu saja akan membuat harga premium menjadi alasan besar
untuk tidak membelinya.
H1 : ada perbedaan pengaruh antara harga premium terhadap niat beli produk hijau antara
etnis Melayu dengan etnis Tiong Hua
Kesadaran lingkungan dan Pengetahuan Ekologikal
Kesadaran sosial konsumen dirasakan seseorang berupaya untuk mempertimbangkan
perilaku belinya berkaitan dengan polusi terhadap pengaruh sosial lingkungan sekitarnya.
Kesadaran lingkungan menurut Webster, Follows & Jobber (2000) dalam Junaedi (2006:405)
adalah konsumen yang mengingat akan akibat secara umum dari konsumsi pribadi atau usaha.
Kesadaran lingkungan adalah bentuk kepedulian dari masyarakat untuk lebih memandang
lingkungan sekitar. Banyak sekali kebaikan yang timbul jika masyarakat memiliki kesadaran
lingkungan, salah satunya adalah dengan memiliki perilaku beli produk hijau. Kesadaran
=terbentuk jika memiliki pemahaman. Konsumen yang memiliki kesadaran lingkungan adalah
mereka yang memahami atau memiliki wawasan lingkungan.
-
Kesadaran lingkungan muncul karena adanya pemahaman akan lingkungan dan dampak
baik buruknya dari pola kehidupan yang dijalani seorang konsumen. Untuk menumbuhkan
kesadaran lingukungan adalah dengan melakukan penyebaran infomasi terkait kepada
masyarakat seluas mungkin agar terbentuknya pemahaman yang tinggi akan lingkungan.
Dibutuhkan media dalam melakukannya. Konsumsi berbagai media menurut Fotopoulos dan
Krystallis (2002) dalam Junaedi (2008:27) diduga berpengaruh terhadap motif pembelian
produk-produk yang bertanggung jawab pada lingkungan. Hal ini disebabkan oleh makin tinggi
seseorang mengakses atau mengkonsumsi media tertentu akan menambah pengetahuan
ekologikal seseorang sehingga konsumen lebih memiliki kesadaran pada lingkungan dan
memiliki komitmen untuk membeli produk pangan organik.
Lingkungan media yang menjadi sumber informasi konsumen juga dapat membentuk
segmen pasar yang hendak dipilih menjadi target (Haley, 1995 dalam Junaedi, 2008:27).
Informasi yang diperoleh konsumen akan mempengaruhi pemahaman pengetahuan ekologikal
konsumen. Sumber informasi ini didapatkan seseorang dari berbagai sumber media, misalnya
televisi, surat kabar, majalah, tabloid dan artikel ilmiah. Informasi tentang lingkungan dapat juga
diperoleh dari teman, keluarga, dokter, ahli kesehatan atau secara formal dari promosi
perusahaan. Dalam pemilihan media pada kenyataannya juga dapat mengindikasi karakteristik
demografi dari segmen konsumen yang dipilih sebagai konsumen yang memiliki kepedulian dan
kesadaran terhadap lingkungan.
H2 : ada perbedaan pengaruh antara kesadaran lingkungan terhadap niat beli produk hijau
antara etnis Melayu dengan etnis Tiong Hua
H3 : ada perbedaan pengaruh antara pengetahuan ekologikal terhadap niat beli produk
hijau antara etnis Melayu dengan etnis Tiong Hua
-
Niat beli
Keputusan dalam memilih suatu produk memang keputusan yang dilematis. Ada berbagai aspek
yang harus dipertimbangkan dalam memutuskan hal tersebut. Mulai dari biaya, target yang akan
dituju, proses mengikatkan ekuitas sebuah brand pada ekuitas model, dan yang tidak kalah
penting adalah adanya niat (intention) dari konsumen.
Beberapa pengertian dari niat beli (Setiawan dan Ihwan, 2004 dalam Lestari, 2012:25) adalah
sebagai berikut:
1) Niat beli juga mengindikasikan seberapa jauh orang mempunyai kemauan untuk membeli. 2) Niat beli menunjukkan pengukuran kehendak seseorang dalam membeli. 3) Niat beli berhubungan dengan perilaku membeli yang terus menerus.
Niat beli hijau adalah niat pembelian terhadap produk ramah lingkungan / produk hijau. Niat
beli adalah hasil dari keinginan calon konsumen untuk membeli produk yang kuat karena adanya
kemauan dan adanya kesempatan untuk memperoleh produk tersebut. Niat beli konsumen
merupakan suatu kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan
mempergunakan barang yang ditawarkan. Tahap-tahap proses perilaku konsumen dalam
pembelian produk adalah pengenalan masalah, pencarian informasi, penilaian alternatif,
keputusan pembelian dan perilaku setelah pembelian (Kotler, 1998:212).
Menurut Chan (1999) dalam Junaedi (2008:25) menyebutkan bahwa niat beli hijau adalah
komitmen pada aktivitas-aktivitas yang mendukung keramahan lingkungan. Konsumen yang
memiliki niat beli hijau adalah mereka yang berkomitmen dengan kemauannya dalam menjaga
kelestarian lingkungan.
c. Metode Penelitian
Populasi yang menjadi obyek dalam penelitian ini adalah konsumen yang tahu, paham atau
memiliki informasi mengenai produk ramah lingkungan khusunya pangan organik (green
product). Pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah non probabilistik
sampling, yaitu setiap elemen dalam populasi tidak memiliki probabilitas yang sama untuk
-
menjadi sampel (Cooper & Emory, 1995 ; Coper & Schlinder, 2001). Sampel yang diambil
berjumlah 150 responden , dengan perincian 75 responden dari etnis Tiong Hua dan 75
responden dari etnis Melayu. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode survei,
yaitu menggunakan kuesioner yang berisi butir-butir pengukur konstruk atau variabel yang
digunakan dalam penelitian ini. Kuesioner berupa daftar pertanyaan yang berisi tentang
kesadaran lingkungan, pengetahuan ekologikal, niat pembelian produk hijau, dan perilaku
pembelian yang di lengkapi dengan pertanyaan pendahualuan mengenai karakteristik demografi
responden. Kuesioner digunakan untuk mendapatkan data primer. Sedangkan data sekunder
dikumpulkan melalui studi pustaka dari buku, data tentang perkembangan dan penggunaan
produk pangan organik, berbagai penelitian sebelumnya dan teori yang terkait dengan topik
penelitian, untuk menyusun tinjauan pustaka dan penggunaan alat analisis. Semua pengukuran
konstruk dalam penelitian ini dengan item pertanyaan dengan lima point skala Likert dari sangat
tidak setuju (STS) sampai sangat setuju (SS). Penelitian ini menggunakan skala Likert untuk
mengukur konstruk dari sangat tidak setuju (skor 1), tidak setuju (skor 2), netral (skor 3), setuju
(skor 4) dan sangat setuju (skor 5). Tiga konstruk meluputi tiga item, dua konstruk meliputi
empat item, satu konstruk meliputi lima item dan satu konstruk meliputi dua item sehingga total
berjumlah 24 item ( 3x3),(2x4),(1x5) dan (1x2). Teknik analisis data dimaksudkan untuk
mengetahui ada tidaknya perbedaan rata-rata persepsi diantara masing-masing kelompok responden.
Karena diantara masing-masing kelompok responden yang diuji tersebut saling independen, maka
pengujian dilakukan dengan menggunakan alat analisa analysis of variance (ANOVA). Sebelum uji
hipotesis dilakukan, terlebih dulu dilakukan uji validitas dan realibilitas instrumen yang digunakan.
Apabila instrumen tersebut valid dan reliable (handal) maka hasil penelitian dapat menggambarkan
keadaan yang sebenarnya.
d. Hasil Analisis
Karakteristik Responden
Keterangan
Kelompok peserta Jumlah Responden
Melayu Tiong hoa
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
A. Umur
15 20 19 26,0 % 27 37,5 % 46 31,7 %
21 25 9 12,3 % 5 6,9 % 14 9,7 %
-
26 30 3 4,1 % 8 11,1 % 11 7,6 %
30 35 11 15,1 % 10 13,9 % 21 14,5 %
> 35 31 42,5 % 22 30,6 % 53 36,6 %
Jumlah 73 100,0 % 72 100,0 % 145 100,0 %
B. Gender
Laki-Laki 33 45,2 % 35 48,6 % 68 46,9 %
Perempuan 40 54,8 % 37 51,4 % 77 53,1 %
Jumlah 73 100,0 % 72 100,0 % 145 100,0 %
C. Pendidikan Terakhir
SD 3 4,1 % 4 5,6 % 7 4,8 %
SMP 4 5,5 % 4 5,6 % 8 5,5 %
SMA 47 64,4 % 48 66,7 % 95 65,5 %
S1 16 21,9 % 15 20,8 % 31 21,4 %
S2 3 4,1 % 1 1,4 % 4 2,8 %
Jumlah 73 100,0 % 72 100,0 % 145 100,0 %
D. Pekerjaan
PNS 15 20,5 % 3 4,2 % 18 12,4 %
Swasta 7 9,6 % 15 20,8 % 22 15,2 %
Mahasiswa 21 28,8 % 27 37,5 % 48 33,1 %
Wirausaha 10 13,7 % 7 9,7 % 17 11,7 %
lain-lain 20 27,4 % 20 27,8 % 40 27,6 %
Jumlah 73 100,0 % 72 100,0 % 145 100,0 %
E. Daerah Domisili
Dalam Kota 71 97,3 % 71 98,6 % 142 97,9 %
Luar Kota 2 2,7 % 1 1,4 % 3 2,1 %
Jumlah 73 100,0 % 72 100,0 % 145 100,0 %
F. Status
Menikah 43 58,9 % 34 47,2 % 77 53,1 %
Belum menikah 29 39,7 % 33 45,8 % 62 42,8 %
Janda / duda 1 1,4 % 5 6,9 % 6 4,1 %
Jumlah 73 100,0 % 72 100,0 % 145 100,0 %
G. Pendapatan
< Rp 3.000.000 36 49,3 % 22 30,6 % 58 40,0 %
Rp 3.000.000 - Rp
6.000.000 27 37,0 % 22 30,6 % 49 33,8 %
Rp 6.000.001 - Rp
9.000.000 7 9,6 % 22 30,6 % 29 20,0 %
Rp 9.000.001 - RP
12.000.000 1 1,4 % 3 4,2 % 4 2,8 %
> Rp 12.000.000 2 2,7 % 3 4,2 % 5 3,4 %
-
Jumlah 73 100,0 % 72 100,0 % 145 100,0 %
H. Pilihan Pasar
Pasar Tradisional 22 30,1 % 19 26,4 % 41 28,3 %
Swalayan 38 52,1 % 42 58,3 % 80 55,2 %
Warung terdekat 13 17,8 % 9 12,5 % 22 15,2 %
Pedagang Keliling 0 0,0 % 2 2,8 % 2 1,4 %
Jumlah 73 100,0 % 72 100,0 % 145 100,0 %
Data olahan, 2012
Mudahnya pengenalan dan penyebaran informasi melalui media cetak maupun elektronik
memungkinkan mereka yang berusia 15 20 tahun sudah memiliki pemahaman tentang produk
hijau, meski dengan tingkat pendidikan rata-rata SMA. Konsumsi terhadap produk hijau, dalam
hal ini pangan organic tidak lagi menjadi barang asing yang di tunjang oleh tingkat pendapatan
antara 3 juta sampai 6 juta perbulan meski dengan status mahasiswa. Hal lain yang
menggambarkan kecendrungan sudah terbiasanya perilaku hijau di tunjang oleh perilaku belanja
konsumen yang mayoritas belanja di supermarket dengan ketersedian pangan organik yang
bervariasi.
Hasil Uji Reliabilitas dan Validitas
Hasil uji reliabilitas menunjukan bahwa semua variabel pertanyaan dapat memberikan hasil yang
bisa digunakan didalam penelitian menujukan angka cronbachs alfa yang lebih dari 0,60.
Berikut tabel yang menunjukan hasil uji reliabel dari penelitian ini.
Tabel Hasil Uji Reliabilitas
Variabel Cronbach alpha
PR 0,703
KN 0,863
EN 0,851
INT 0,818
Action 0,855
Sumber : Data Olahan, 2012
Selanjutnya adalah uji validitas. Pengujian validitas menunjukkan ukuran yang benar-benar
mengukur apa yang akan diukur. Jadi dapat dikatakan semakin tinggi validitas suatu alat test,
maka alat test tersebut semakin mengenai pada sasarannya, atau semakin menunjukkan apa yang
seharusnya diukur. Suatu test dapat dikatakan mempunyai validitas tinggi apabila test tersebut
-
menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur sesuai dengan makna dan tujuan yang
ditest.
Penelitian ini menggunakan 38 item test sebagai komponen pertanyaan dari 4 variabel uji. Dari
data yang kami dapat dengan melakukan uji validitas, terdapat 9 item yang tidak valid karena
mempunyai pearson corelation yang kurang dari 0,60 (Nunnally, 1967). Akan tetapi kisaran
nilai terendah berada pada nilai 0.49 sehingga peneliti memutuskan tetap menggunakan semua
item pertanyaan untuk di analisis.
Tabel Hasil Uji Validitas
Variabel Nomor
item
Item
pertanyaan
Pearson
Corelation
keterangan
validitas
Price
(harga)
1 pr1 0,740 Valid
2 pr2 0,692 Valid
3 pr3 0,571 tidak valid
4 pr4 0,697 Valid
5 pr5 0,688 Valid
Knowladge
(pegetahuan)
6 kn1 0,537 Valid
7 kn2 0,716 Valid
8 kn3 0,724 Valid
9 kn4 0,676 Valid
10 kn5 0,695 Valid
11 kn6 0,556 Valid
12 kn7 0,524 Valid
13 kn8 0,622 Valid
14 kn9 0,682 Valid
15 kn10 0,632 Valid
16 kn11 0,675 Valid
17 kn12 0,602 Valid
En
(Kesadaran)
18 en1 0,501 Valid
19 en2 0,590 Valid
20 en3 0,691 Valid
21 en4 0,761 Valid
22 en5 0,687 Valid
23 en6 0,606 Valid
24 en7 0,703 Valid
25 en8 0,496 tidak valid
-
Data Olahan, 2012
Berdasarkan pada hasil verifikasi terhadap data yang diperoleh, maka jumlah hipotesis yang
akan diuji dalam penelitian ada tiga hipotesis. Semua hipotesis tersebut diuji dengan
menggunakan alat analisa one-way ANOVA. Sebelum dilakukan pengujian hipotesis, terlebih
dahulu akan dilakukan pengujian asumsi. Pengujian asumsi meliputi pengujian normalitas
sebaran. Pengujian normalitas sebaran menggunakan Kolmogorov Smirnov. Tujuan pengujian ini
adalah untuk mengetahui apakah sampel telah diambil secara random dari populasinya dan
apakah data yang dianalisis telah memenuhi kriteria berdistribusi normal. Hasil pengujian
menunjukkan bahwa keempat variabel yang diuji, yaitu harga premium, kesadaran lingkungan,
pengetahuan ekologikal dan niat beli tidak berdistribusi normal dengan memiliki nilai statistik
yang signifikan. Walaupun data tidak berdistribusi normal penelitian tetap dilakukan karena
ANOVA tetap robust dilakukan walaupun data tidak memenuhi asumsi normalitas (Hair et al.,
2006). Pengujian kedua adalah pengujian homogenitas (kesamaan varians), yang dilakukan
dengan tujuan untuk menguji apakah masing-masing kelompok sampel berasal dari populasi
yang sama dan varians masing-masing kelompok homogen atau tidak berbeda. Pengujian asumsi
ini menggunakan Levene-test dapat dilakukan bersamaan dengan pengujian normalitas data,
maupun dengan ANOVA (one-way ANOVA). Hasil perhitungan menunjukkan lima dari enam
variabel memiliki varians yang sama, dengan taraf signifikansi semuanya di atas 0,05.
Sedangkan satu variabel lagi yaitu variabel perilaku (signifikansi 0,000) tidak memiliki varians
yang sama dengan kata lain memiliki varians yang berbeda.
26 en9 0,562 Valid
27 en10 0,629 Valid
28 en11 0,648 Valid
29 en12 0,548 Valid
Int
(Niat)
30 int1 0,658 Valid
31 int2 0,807 Valid
32 int3 0,790 Valid
33 int4 0,775 Valid
34 int5 0,788 Valid
Action
(Perilaku)
35 act1 0,822 Valid
36 act2 0,829 Valid
37 act3 0,865 Valid
38 act4 0,840 Valid
-
Uji Homogenitas dan Netralitas
Variabel Levene-Test Asymp.Sign
Harga Premium 0.293 0.000
Kesadaran Lingkungan 3.332 0.000
Pengetahuan Lingkungan 0.641 0.000
Niat Beli 0.060 0.000
Perilaku 0.000 0.000
Sumber : Data Olahan, 2012
Menurut Cooper & Schindler (2003), instrumen yang menggunakan skala interval/likert dapat
menggunakan statistik parametrik. Ryon & Haber (1982) menyatakan bahwa sepanjang ukuran
sampel cukup besar (lebih besar atau sama dengan 30), distribusi sampel rata-rata mendekati
distribusi normal. Oleh karena itu peneliti akan tetap menggunakan statistik parametrik,
meskipun asumsi yaitu sampel berasal dari distribusi normal dan populasi juga memiliki varians
sama sebagian tak terpenuhi. Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan analysis of
variance (ANOVA) untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan persepsi antara keempat
kelompok responden yang diteliti. Dalam melakukan uji hipotesis one-way ANOVA dapat
dihitung dengan bantuan program komputer paket SPSS 16. Nilai yang diperoleh dibanding
dengan tingkat signifikansi yang ditetapkan pada penelitian ini yaitu 5%.
Hasil Pengujian Hipotesis
Statistik Uji Hipotesis
ANOVA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Pr Between Groups 13.347 1 13.347 1.165 .282
Within Groups 1661.319 145 11.457
Total 1674.667 146
Kn Between Groups 88.255 1 88.255 2.169 .143
Within Groups 5900.167 145 40.691
Total 5988.422 146
En Between Groups 30.681 1 30.681 .807 .370
Within Groups 5511.986 145 38.014
-
Total 5542.667 146
Int Between Groups .784 1 .784 .071 .790
Within Groups 1603.066 145 11.056
Total 1603.850 146
Sumber : Data Olahan, 2012
a. Pengujian Hipotesis 1 : Ada perbedaan pengaruh Harga Premium (PR) terhadap
Niat Beli (INT) produk hijau antara etnis Melayu dengan etnis Tiong Hua
Hasil pengujian hipotesis yang disajikan pada Tabel diatas menunjukkan nilai F-test
variabel PR sebesar 1.165 dengan nilai signifikansi sebesar 0,282. Hasil ini berarti bahwa
dengan menggunakan tingkat sebesar 0,05, maka secara statistis H0
diterima dan H1
ditolak. Sehingga dapat dinyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan persepsi yang
signifikan antara etnis melayu dengan etnis toing hua.
b. Pengujian Hipotesis 2 : Ada perbedaan pengaruh Kesadaran Lingkungan (KN)
terhadap Niat Beli (INT) produk hijau antara etnis Melayu dengan etnis Tiong Hua
Hasil pengujian hipotesis yang disajikan pada Tabel 4.7 menunjukkan nilai F-test
variabel KN sebesar 2.169 dengan nilai signifikansi sebesar 0,143. Hasil ini berarti
bahwa dengan menggunakan tingkat sebesar 0,05, maka secara statistis H0
diterima dan
H1
ditolak. Sehingga dapat dinyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan persepsi yang
signifikan antara etnis melayu dengan etnis Tiong hua. Hasil ini memberikan bukti bahwa
tidak ada pengaruh kesadaran lingkungan terhadap niat beli antar kedua etnis.
c. Pengujian Hipotesis 3 : Ada perbedaan pengaruh Pengetahuan Ekologikal (EN)
terhadap Niat Beli (INT) produk hijau antara etnis Melayu dengan etnis Tiong Hua
Hasil pengujian hipotesis yang disajikan pada Tabel 4.5 menunjukkan nilai F-test
variabel EN sebesar 0.807 dengan nilai signifikansi sebesar 0,370. Hasil ini berarti bahwa
dengan menggunakan tingkat sebesar 0,05, maka secara statistis H0
diterima dan H1
ditolak. Sehingga dapat dinyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan persepsi yang
signifikan antara etnis melayu dengan etnis toing hua.
-
Pembahasan
Produk ramah lingkungan memiliki biaya yang relative tinggi, harga yang mahal karena biaya
produksi tinggi dan ketersediaan produk rendah sehingga konsumen harus mengeluarkan upaya
lebih untuk memperolehnya (Wibowo, 2011). Untuk kota Pontianak tingginya harga produk
hijau tidak mempengaruhi niat untuk membeli dan tidak ada perbedaan antar etnis melayu dan
toing hua. Hasil ini sejalan dengan temuan Vlosky et al., (1999) dan Laroche el al., (2001)
bahwa konsumen yang memiliki kesadaran tinggi terhadap lingkungan akan memilih produk-
produk yang ramah lingkungan walaupun harganya relative lebih mahal. Sebagian besar masih
menggunakan produk non hijau untuk memenuhi kebutuhan. Selain alasan selera dan manfaat
produk non hijau yang lebih mereka pilih, juga alasan ketersediaan. Belum banyak produk-
produk hijau yang dengan mudah di dapatkan di tempat perbelanjaan mereka sehingga
alternative produk non hijau masih menjadi pilihan.
Untuk variabel kesadaran lingkungan dan pengetahuan ekologikal muncul karena adanya
pemahaman akan lingkungan dan dampak baik buruknya dari pola kehidupan yang dijalani
seorang konsumen. Untuk menumbuhkan kesadaran lingkungan adalah dengan melakukan
penyebaran infomasi terkait kepada masyarakat seluas mungkin agar terbentuknya pemahaman
yang tinggi akan lingkungan. Dibutuhkan media dalam melakukannya. Konsumsi berbagai
media menurut Fotopoulos dan Krystallis (2002) dalam Junaedi (2008:27) diduga berpengaruh
terhadap motif pembelian produk-produk yang bertanggung jawab pada lingkungan. Hal ini
disebabkan oleh makin tinggi seseorang mengakses atau mengkonsumsi media tertentu akan
menambah pengetahuan ekologikal seseorang sehingga konsumen lebih memiliki kesadaran
pada lingkungan dan memiliki komitmen untuk membeli produk pangan organik. Lingkungan
media yang menjadi sumber informasi konsumen juga dapat membentuk segmen pasar yang
hendak dipilih menjadi target (Haley, 1995 dalam Junaedi, 2008:27). Informasi yang diperoleh
-
konsumen akan mempengaruhi pemahaman pengetahuan ekologikal konsumen. Sumber
informasi ini didapatkan seseorang dari berbagai sumber media, misalnya televisi, surat kabar,
majalah, tabloid dan artikel ilmiah. Informasi tentang lingkungan dapat juga diperoleh dari
teman, keluarga, dokter, ahli kesehatan atau secara formal dari promosi perusahaan. Dalam
pemilihan media pada kenyataannya juga dapat mengindikasi karakteristik demografi dari
segmen konsumen yang dipilih sebagai konsumen yang memiliki kepedulian dan kesadaran
terhadap lingkungan. Temuan ini sejalan dengan hasil penelitian Junaedi (2008) bahwa
seseorang yang sadar untuk tetap selalu menjaga tanggung jawab lingkungan ternyata akan
meningkatkan komitmen konsumen untuk mengaktualisasikan pembelian konsumen pada produk
yang ramah lingkungan.
Penutup
Keterbatasan Penelitian
Jumlah sampel yang kecil bisa menjadi penyebab lemahnya hasil penelitian untuk di
generalisasi. Jumlah responden mahasiswa yang besar juga bisa menjadi pemicu belum
maksimalnya hasil penelitian dalam mengungkap variabel yang di angkat. Karena aspek harga,
kesadaran dan pengetahuan ekologikal tidak akan bersinergi dengan niat beli jika responden
belum bekerja atau belum memperoleh penghasilan sendiri. Sehingga pemenuhan kebutuhan
sekedar pada aspek primer, belum pada aspek lingkungan dan kesehatan.
Saran
Penelitian dapat dikembangkan dengan memasukkan efek moderasi demografi yang beragam
guna memperkaya analisa serta dapat langsung memasukkan variabel perilaku konsumen
sehingga tidak sebatas pada niat membeli saja.
DAFTAR PUSTAKA
Ajzen, Icek. 1988. Attitudes,Personality, and Behavior, Open University Press, Milton
Keynes, UK
-
Chan, Ricky Y.K. 2001. Determinants of Chinese Consumers Green Purchase
Behavior, Psychology & Marketing: 338-357
Chan, Ricky Y.K. 1999. Environmental Attitudes and Behaviorof Consumers in China,
Journal of International Consumer Marketing
Cooper , D.R dan Schindler. 2001. Business Research Methods, Seventh Edition, Mc
Graw Hill International.
Cooper , D.R dan C.W. Emory. 1995. Business Research Methods, Fifth Edition,
Chicago: Richard D. Irwin, Inc
Elkington. 1991. Green Marketing in the New Millenium,.Journal of Consumer
Marketing: 558-559
Follows, Scott B., dan David Jobber.2000. Environmentally Responsible Purchase
Behavior: a test of consumer model, European Journal of Marketing: 723-746
Fotopoulus, Christos, dan Athanasios Krystallis.2002a. Organic Product Avoidance,
Reasons for Rejection and Potential Buyers Identification in a Countrywide
Survey, British Food Journal: 233-260
Hair, Joseph F., Rolph E. Anderson, Ronald L. Tatham, dan William C. Black. 1998.
Multivariate Data Analysis, Fifth Edition, Prentice Hall International, Inc
Ling Ye, Li. 1997. Effect of Collectivist Orientation and Ecological Attitudeon Actual
Environmental Commitment, Journal of International Consumer Marketing : 31-
53
Ottman, J.A. 1995. Green Marketing: Challenges and Opportunities for the New
Marketing Age, NTC Publishing Group, Lincolwood.
Ottman, Jacquelyn A. 2011. The New Rules of Green Marketing. Greenleaf Publishing,
Sheffield, England.
Oyewole, Philemon. 2001. Social Costs of Environmental Justice Associated with
the Practise of Green Marketing. Journal of Business Ethics, Vol. 29.
Vlosky, Richard P., Lucie K. Ozzane dan Renee J. Fentenot. 1999. A Conceptual
Model of US ConsumerWillingness to Pay for Environmentally Wood Product,
Journal of Consumer Marketing: 122-136
-
Setyo F. Wibowo. 2011. Karakteristik Konsumen Berwawasan Lingkungan dan
Hubungannya dengan Keputusan Membeli Produk Ramah Lingkungan ,
Econosains volume IX, no.2