MP 001 Weny

20
 Analisis Pengaruh Harga Premium, Kesadaran Lingkunga n dan Pengetahuan Ekologikal terhadap Niat Beli Produk Hijau : Studi Perbandingan Etnis Tiong Hua dan Etnis Melayu di Pontianak Kalimantan Barat Wenny Pebriant i Universitas Tanjungpura Pontianak Email : [email protected]  Abstraksi Penelitian ini bertujuan untuk menguji ada atau tidaknya perbedaan pengaruh harga premium, kesadaran lingkungan dan pengetahuan ekologikal terhadap niat beli produk hijau pada dua etnis yang  berbeda di Pontianak , Kalima ntan Barat. Sampe l digunaka n sebanyak 150 orang responden dengan klasifikasi 75 orang etnis Tiong Hua dan 75 orang etnis Melayu dengan metode  purposive sampling . Hasil analisa data dengan menggunakan one way ANOVA mengindikasikan bahwa tidak terdapat  perbedaan pe ngaruh harga prem ium, kesada ran lingkung an dan pengetah uan ekologik al terhadap niat be li antar dua etnis tersebut. Dengan kata lain sudah terdapat kesamaan persepsi akan pentingnya mengkonsum si produk-produk hijau. Kata Kunci :  Harga Premium, Kesadaran Lingkungan, Pengetahuan Ekologikal, Niat Beli dan  Pangan Organik a. Pendahuluan Green is now mainstream, demikian Ottman memberikan satu simpulan akan kondisi lingkungan sebagai hal yang mutlak dipahami pelaku bisnis (Ottman 2011). Dikatakannya bahwa  green market akan semakin bertumbuh dan dewasa (  grow & mature), memanfaatkan peluang akan memberi peluang meningkatkan market share dalam persaingan. Isu lingkungan semakin  berkembang dengan pesat di kalangan masyarakat dengan adanya  global warming . Meningkatnya perhatian masyarakat membuat semakin banyak perusahaan yang bersedia untuk menerima tanggung jawab lingkungan (  Environmental responsibility) . Strategi  green marketing mulai diterapkan, sebagai jawaban terhadap kepedulian produk yang peka pada lingkungannya (Chen 2008). Tren terhadap pemasaran hijau terus berkembang di seluruh dunia. Di Jerman, sebanyak 88 persen konsumen menyatakan bahwa mereka telah beralih kepada merek-merek  produk yang lebih hijau. Hal itu juga terjadi di Italia sebesar 84 persen dan di Spanyol sebesar 82

description

Analisis Pengaruh Harga Premium, Kesadaran Lingkungan dan Pengetahuan Ekologikal terhadap Niat Beli Produk Hijau : Studi Perbandingan Etnis Tiong Hua dan Etnis Melayu di Pontianak Kalimantan Barat

Transcript of MP 001 Weny

  • Analisis Pengaruh Harga Premium, Kesadaran Lingkungan dan Pengetahuan

    Ekologikal terhadap Niat Beli Produk Hijau :

    Studi Perbandingan Etnis Tiong Hua dan Etnis Melayu di Pontianak

    Kalimantan Barat

    Wenny Pebrianti

    Universitas Tanjungpura Pontianak

    Email : [email protected]

    Abstraksi

    Penelitian ini bertujuan untuk menguji ada atau tidaknya perbedaan pengaruh harga premium,

    kesadaran lingkungan dan pengetahuan ekologikal terhadap niat beli produk hijau pada dua etnis yang

    berbeda di Pontianak, Kalimantan Barat. Sampel digunakan sebanyak 150 orang responden dengan

    klasifikasi 75 orang etnis Tiong Hua dan 75 orang etnis Melayu dengan metode purposive sampling.

    Hasil analisa data dengan menggunakan one way ANOVA mengindikasikan bahwa tidak terdapat

    perbedaan pengaruh harga premium, kesadaran lingkungan dan pengetahuan ekologikal terhadap niat beli

    antar dua etnis tersebut. Dengan kata lain sudah terdapat kesamaan persepsi akan pentingnya

    mengkonsumsi produk-produk hijau.

    Kata Kunci : Harga Premium, Kesadaran Lingkungan, Pengetahuan Ekologikal, Niat Beli dan

    Pangan Organik

    a. Pendahuluan Green is now mainstream, demikian Ottman memberikan satu simpulan akan kondisi

    lingkungan sebagai hal yang mutlak dipahami pelaku bisnis (Ottman 2011). Dikatakannya bahwa

    green market akan semakin bertumbuh dan dewasa (grow & mature), memanfaatkan peluang

    akan memberi peluang meningkatkan market share dalam persaingan. Isu lingkungan semakin

    berkembang dengan pesat di kalangan masyarakat dengan adanya global warming.

    Meningkatnya perhatian masyarakat membuat semakin banyak perusahaan yang bersedia untuk

    menerima tanggung jawab lingkungan (Environmental responsibility). Strategi green marketing

    mulai diterapkan, sebagai jawaban terhadap kepedulian produk yang peka pada lingkungannya

    (Chen 2008). Tren terhadap pemasaran hijau terus berkembang di seluruh dunia. Di Jerman,

    sebanyak 88 persen konsumen menyatakan bahwa mereka telah beralih kepada merek-merek

    produk yang lebih hijau. Hal itu juga terjadi di Italia sebesar 84 persen dan di Spanyol sebesar 82

  • persen. Keinginan terhadap produk yang lebih hijau atau sebut saja gerakan hijau telah meluas

    dari Barat sampai Pacific Rim, Eropa bagian Timur, Africa dan Timur Tengah. Demikianlah

    maka dapat dipahami mengapa banyak perusahaan mengadopsi konsep pemasaran hijau sebagai

    maksud keunggulan bersaing yang berkelanjutan (Oyewole, 2001). Ottman (2011) memberikan

    contoh mengenai manfaat atau keuntungan yang diperoleh konsumen dalam hal penggunaan

    produk-produk hijau seperti dimuat dalam tabel berikut.

    Kategori Produk Manfaat yang di rasakan

    Bola Lampu CFL Menghemat harga, penggunaan yang lebih lama

    Mobil Hybrid Tidak bising, hemat bahan bakar

    Pembersih Alami Keselamatan, pikiran yang damai

    Produk Organik Keselamatan, rasa yang lebih baik

    Mobil Berbagi (Car Sharing) Nyaman dan hemat uang

    Sel Telepon Tenaga Matahari Penggunaan yang lebih lama

    Kertas Daur Ulang Hemat uang

    Harga produk hijau yang dikenal lebih mahal juga terjadi di benua Eropa dan AS. Harga

    produk yang berorientasi hijau memiliki tipikal harga lebih mahal di Eropa dan AS yang

    merupakan refleksi dari biaya tambahan memodifikasi proses produksi, pengemasan dan proses

    pembuangan limbah. Alasan lain menyatakan bahwa harga produk hijau lebih mahal adalah

    persepsi konsumen yang membayar lebih mahal untuk produk hijau. Sebuah survey

    mengindikasikan bahwa konsumen mengatakan bahwa mereka membayar 7-20 persen lebih

    mahal untuk produk-produk yang ramah bagi lingkungan (Reitman, 1992). Di Indonesia masih

    banyak perusahaan yang mengabaikan peraturan-peraturan berkaitan dengan lingkungan hidup.

    Kasus yang paling mencolok adalah pembuangan limbah yang masih sering terjadi, yang paling

    banyak oleh perusahaan kecil menengah tetapi juga ada yang ditengarai dilakukan oleh

    perusahaan-perusahaan besar. Namun paling tidak sudah mulai muncul keinginan banyak

    perusahaan dalam menjual produknya telah beralih menggunakan cara pemasaran hijau. Berikut

    ini adalah apa yang telah dilakukan oleh beberapa perusahaan berkenaan dengan pemasaran hijau

    yang sering menjadi isu utama dalam dunia bisnis sekarang ini. Perusahaan di Indonesia ada

    yang melakukan pemasaran hijau dengan cara yang minimal atau sederhana namun ada juga

    yang melakukannya lebih serius misalnya pabrik otomotif yang menginduk kepada prinsipalnya

  • di luar negeri dimana industry otomotif di luar negeri sudah melakukan pemasaran hijau secara

    komprehensif. Khusus untuk industri mobil Pemerintah RI melalui Menko Perekonomian Hatta

    Rajasa mengatakan akan memberikan insentif kepada produsen mobil yang memproduksi mobil

    ramah lingkungan mulai bulan Agustus 2011.

    Penelitian sebelumnya yang dilakukan pada Kota Metropolitan dan Non Metropolitan oleh

    Junaedi (2008) membuktikan bahwa terdapat perbedaan karakter konsumen hijau berdasarkan

    perbedaan demografi. Penelitian ini dikembangkan dengan menganalisa antiseden pembentuk

    perilaku konsumen hijau yang fokus pada variabel harga premium, kesadaran lingkungan dan

    pengetahuan ekologikal dengan menambahkan efek perbedaan budaya untuk membuktikan

    pendapat yang beredar di masyarakat Kota Pontianak bahwa masyarakat Tiong Hua memiliki

    tingkat kesadaran yang lebih tinggi untuk mengkonsumsi produk-produk hijau (green product)

    yang ditandai dengan munculnya komunitas-komunitas vegetarian yg beranggotakan orang-

    orang toing hua. Pendapat ini di dukung hasil wawancara peneliti kepada pemilik dan karyawan

    di 4 restoran vegetarian terkemuka di Pontianak yang menyatakan bahwa pengunjung restoran

    lebih dari 60% adalah kaum Tiong Hua. Menurut data dari Ensiklopedia Etnis Tionghua (2012)

    komunitas Tionghua di Pontianak menempati urutan pertama sebesar 31,2%, disusul melayu

    26,1 % dan Bugis 13,1%. Lokasi penelitian dipusatkan di Kota Pontianak karena distribusi

    produk-produk hijau seperti pangan organik (buah dan sayur) mudah di dapatkan. Etnis Melayu

    dipilih sebagai pembanding mewakili beberapa etnis lain, karena merupakan penduduk

    mayoritas di Kalimantan Barat.

    b. Kajian Pustaka

    Konsep produk hijau dan konsumen hijau

    Kasali (2005) mendefinisikan, produk hijau (green product) adalah produk yang tidak

    berbahaya bagi manusia dan lingkungannya, tidak boros sumber daya, tidak menghasilkan

    sampah berlebihan, dan tidak melibatkan kekejaman pada binatang. Sebagai pengguna produk

    hijau, terdapat suatu bentuk konsumen corak baru yang menamakan dirinya konsumen hijau

    (green consumer). Nugrahadi (2002) mengemukakan, konsumen hijau adalah konsumen yang

    peduli lingkungan hidup. Elkington (1991) dalam Harsiwi (2004) mengemukakan, konsumen

    hijau merupakan jargon pemasaran yang relatif kecil, tetapi cukup mempengaruhi dan

  • mengembangkan suatu kelompok konsumen yang menggunakan kriteria lingkungan dalam

    memilih barang-barang konsumsi.

    Karakteristik produk hijau

    Karakteristik produk yang dianggap sebagai produk hijau (Herbig, 1999 dalam Lanasier,

    2002), adalah (a) Produk tidak mengandung toxic, (b) Produk lebih tahan lama, (c) Produk

    menggunakan bahan baku yang dapat didaur ulang, dan (d) Produk menggunakan bahan baku

    dari bahan daur ulang. Karakteristik lain mengenai produk hijau sebagaimana dikemukakan oleh

    US Federal Trade Commision dalam Lanasier (2002) adalah (a) Produk yang menggunakan

    bahan non toxic, (b) Produk tidak mengandung bahan yang dapat merusak lingkungan, (c) Tidak

    melakukan uji produk yang melibatkan binatang apabila tidak betul-betul diperlukan, (d) Selama

    penggunaanya tidak merusak lingkungan, (e) Menggunakan kemasan yang sederhana atau

    menyediakan produk isi ulang, (f) Memiliki daya tahan penggunaan yang lama dan (g) Mudah

    diproses ulang setelah pemakaian. Elkington dan kawan-kawan (1990) dalam Moisander (1996)

    merumuskan karakteristik dari produk hijau, yaitu (a) Tidak membahayakan bagi kesehatan

    manusia dan hewan, (b) Tidak merusak lingkungan pada berbagai tingkat kehidupan, termasuk

    dalam memproses, penggunaan, dan penjualan, (c) Tidak menghabiskan bayak energi dan

    sumber daya lainya selama memproses, penggunaan, dan penjualan, (d) Tidak menghasilkan

    sampah yang tidak berguna akibat kemasan dalam jangka waktu yang singkat, (e) Tidak

    melibatkan binatang jika tidak penting yang mengakibatkan kekejaman pada binatang dan (f)

    Tidak menggunakan bahan baku yang dapat mengancam spesies atau lingkungan.

    Dari pendapat-pendapat para ahli di atas dapat kita buat suatu kesimpulan tentang

    karakteristik produk hijau, yaitu (a) Produk tidak mengandung toxic, (b) Produk lebih tahan

    lama, (c) Produk menggunakan bahan baku yang dapat didaur ulang, (d) Produk menggunakan

    bahan baku dari bahan daur ulang, (e) Produk tidak menggunakan bahan yang dapat merusak

    lingkungan, (f) Tidak melibatkan uji produk yang melibatkan binatang apabila tidak betul-betul

    diperlukan, (g) Selama penggunaan tidak merusak lingkungan, (h) Menggunakan kemasan yang

    sederhana dan menyediakan produk isi ulang, (i)Tidak membahayakan bagi kesehatan manusia

    dan hewan, (j) Tidak menghabiskan banyak energi dan sumberdaya lainya selama pemrosesan,

    penggunaan, dan penjualan, (k) Tidak menghasilkan sampah yang tidak berguna akibat kemasan

    dalam jangka waktu yang singkat. Sedang istilah Green Consumerism didefinisikan sebagai

    the use of individual consumer preferance to promote less environmentally damaging products

  • and services (Smith,1998). Green consumerism muncul dari kesadaran dan pembentukan

    preferensi konsumen individual terhadap produk yang ingin dikonsumsinya.

    Beberapa studi perilaku konsumen berupaya untuk mengidentifikasi karakteristik konsumen

    yang berwawasan lingkungan yang berkaitan dengan implikasi pemasaran (Ling Yee, 1997;

    Chan, 1999; Vlosky et al 1999; Chan & Lau, 2000; Kalafatis et al., 1999; Follows & Jobber,

    2000; Chan, 2001; Jiuan et al., 2001; Laroche et al, 2001; Fotopoulus & Krystalis, 2002). Studi-

    studi tersebut mencoba mengeksplorasi aspek kepedulian lingkungan dan perilaku pembelian

    yang berwawasan lingkungan. Ottman (2001) menemukan bahwa terdapat kecendrungan

    kepedulian lingkungan yang kuat dan konsumen lebih memilih produk-produk yang ramah

    lingkungan.

    Studi tentang konsumsi yang mendasarkan pada keperilakuan mulai dilakukan setelah

    tahun 1990-an yang lebih memfokuskan pada perilaku pascabeli konsumen, misalnya produk

    kemasan yang dapat didaur ulang, kertas yang dapat didaur ulang, deterjen yang ramah

    lingkungan, produk yang tidak dieksperimenkan pada binatang, aerosol yang tidak merusak

    lapisan ozon, produk kayu yang tidak bersertifikasi, popok bayi sekali pakai, dan bahan pangan

    organik ( Treagear & McGregor, 1994 ; Davies et al., 1995 ; Schlegelmilch et al., 1996 ; Johri &

    Sahasakmontri, 1998 ; Polonsky et al., 1998 ; Vlosky et al., 1999 ; Follows & Jobber, 2000 ;

    Fotopoulus & Krystallis, 2002 ).

    Teori keprilakuan dalam penelitian pemasaran lingkungan yang digunakan setelah tahun

    1990-an lebih memfokuskan pada model struktural sikap tiga komponen, yaitu kognitif, afektif

    dan konatif (Kalafetis et al., 1999 ; Chan, 1999). Ketiga komponen tersebut merupakan

    konstruksi model dari ilmu psikologi yang mendasari terbentuknya dimensi sikap. Hubungan

    antar komponen sikap tersebut telah terbukti dapat menjelaskan dan memprediksi perilaku

    dengan baik (Ajzen, 1988). Namun berdasarkan temuan kajian literatur empiris mengungkap

    adanya hubungan yang tidak konsisten antara sikap dan perilaku pada lingkungan (Martin &

    Simintras, 1995), walaupun telah secara luas diteliti dengan kategori objek penelitian, latar dan

    desain penelitian serta metode pengujian yang berbeda-beda.

    Kajian literatur empiris yang mengadopsi perspektif model sikap tiga komponen, yaitu

    kognitif, afektif dan konatif (Schifman & Kanuk, 2001) mengungkap adanya beragam variabel

    prediktor untuk menjelaskan sikap terhadap kesadaran lingkungan dan keinginan untuk

    membayar dengan harga premium produk ramah lingkungan. Variabel-variabel yang

  • berpengaruh terhadap perilaku yang berwawasan lingkungan dapat di klasifikasikan menjadi

    lima kategori , yaitu demografi, pengetahuan, nilai-nilai, sikap dan perilaku (Ling Yee,1997 ;

    Chan, 1999 ; Chan & Lau, 2000 ; Chan, 2001 ; laroche et al., 1999 ; Follows & Jobber, 2000).

    Hasil temuan studi empiris yang dilakukan Ling Yee (1997) dan Straughan & Robert (1999)

    tentang kesadaran lingkungan berupaya mengidentifikasi variabel demografi sebagai prediktor

    untuk menjelaskan sikap kesadaran lingkungan konsumen dan perilaku konsumsi mereka.

    Variabel demografi misalnya, usia, jenis kelamin, tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, daerah

    domisili merupakan cara yang efisien bagi pemasar untuk melakukan segmentasi pasar pada

    sikap dan perilaku yang bertanggung jawab sosial. Namun, temuan hasil penelitian menunjukkan

    bahwa variabel domografi dan psikososial dalam menjelaskan perilaku kesadaran lingkungan

    masih belum dapat disimpulkan dengan jelas (Ling- Yee, 1997).

    Harga Premium

    Harga akan tergantung kepada produk yang akan dijual. Harga terendah dari produk adalah

    minimal sedikit lebih tinggi dari biaya dan tidak melebihi kemapuan permintaan. Terkadang

    dijumpai adanya produk yang untuk memproduksinya membutuhkan minimal biaya yang lebih

    tinggi dari produk sejenis lain. Dalam bahasan ini adalah produk hijau. Sebuah produk akan

    mendapat kriteria sebagai produk hijau jika memenuhi persyaratan atau standar. Dengan adanya

    persyaratan ini, tentu saja akan membutuhkan tambahan proses untuk sebuah produk hijau.

    Penambahan nilai ini akan membuat biaya meningkat, yang kemudian menjadikan harga produk

    hijau menjadi lebih mahal dari produk biasa. Istilah yang digunakan untuk harga dari produk

    yang lebih tinggi harganya dari produk lain adalah harga premium.

    Harga premium cendrung lebih tinggi karena adanya kualitas dan ketersediaan produk

    dipasar. Harga yang tinggi ini karena biaya produksi yang tinggi dan ketersediaan produk yang

    rendah sehingga konsumen harus mengeluarkan upaya lebih untuk memperolehnya. Menurut

    Suryadi (2011) didalam blog ilmiahnya menerangkan bahwa harga permium adalah penetapan

  • harga setinggi mungkin dalam kurun waktu tertentu karena posisi produk yang dominan di pasar.

    Secara logika, tentu saja semua konsumen cendrung memilih produk dengan harga yang rendah,

    terkecuali adanya sesuatu yang ingin dimiliki dari produk tersebut. Konsumen yag mau

    membayar lebih untuk produk hijau percaya bahwa perusahaan melaksanakan tanggung jawab

    sosialnya pada lingkungan (Laroche et al., 2001, dalam Junaedi, 2008:24).

    Konsumen yang peduli kepada lingkungan akan memahami bahwa harga produk hijau lebih

    tinggi dari produk biasa. Bagi konsumen yang memiliki kesadaran lingkungan yang baik, tentu

    tidak terlalu memperhartikan permasalahan biaya premium ini. Tetapi bagi mereka yang belum

    memiliki kesadaran yang tinggi dengan harga premium, atau sadar tetapi terkendala dengan

    kemampuan beli yang dimiliki, tentu saja akan membuat harga premium menjadi alasan besar

    untuk tidak membelinya.

    H1 : ada perbedaan pengaruh antara harga premium terhadap niat beli produk hijau antara

    etnis Melayu dengan etnis Tiong Hua

    Kesadaran lingkungan dan Pengetahuan Ekologikal

    Kesadaran sosial konsumen dirasakan seseorang berupaya untuk mempertimbangkan

    perilaku belinya berkaitan dengan polusi terhadap pengaruh sosial lingkungan sekitarnya.

    Kesadaran lingkungan menurut Webster, Follows & Jobber (2000) dalam Junaedi (2006:405)

    adalah konsumen yang mengingat akan akibat secara umum dari konsumsi pribadi atau usaha.

    Kesadaran lingkungan adalah bentuk kepedulian dari masyarakat untuk lebih memandang

    lingkungan sekitar. Banyak sekali kebaikan yang timbul jika masyarakat memiliki kesadaran

    lingkungan, salah satunya adalah dengan memiliki perilaku beli produk hijau. Kesadaran

    =terbentuk jika memiliki pemahaman. Konsumen yang memiliki kesadaran lingkungan adalah

    mereka yang memahami atau memiliki wawasan lingkungan.

  • Kesadaran lingkungan muncul karena adanya pemahaman akan lingkungan dan dampak

    baik buruknya dari pola kehidupan yang dijalani seorang konsumen. Untuk menumbuhkan

    kesadaran lingukungan adalah dengan melakukan penyebaran infomasi terkait kepada

    masyarakat seluas mungkin agar terbentuknya pemahaman yang tinggi akan lingkungan.

    Dibutuhkan media dalam melakukannya. Konsumsi berbagai media menurut Fotopoulos dan

    Krystallis (2002) dalam Junaedi (2008:27) diduga berpengaruh terhadap motif pembelian

    produk-produk yang bertanggung jawab pada lingkungan. Hal ini disebabkan oleh makin tinggi

    seseorang mengakses atau mengkonsumsi media tertentu akan menambah pengetahuan

    ekologikal seseorang sehingga konsumen lebih memiliki kesadaran pada lingkungan dan

    memiliki komitmen untuk membeli produk pangan organik.

    Lingkungan media yang menjadi sumber informasi konsumen juga dapat membentuk

    segmen pasar yang hendak dipilih menjadi target (Haley, 1995 dalam Junaedi, 2008:27).

    Informasi yang diperoleh konsumen akan mempengaruhi pemahaman pengetahuan ekologikal

    konsumen. Sumber informasi ini didapatkan seseorang dari berbagai sumber media, misalnya

    televisi, surat kabar, majalah, tabloid dan artikel ilmiah. Informasi tentang lingkungan dapat juga

    diperoleh dari teman, keluarga, dokter, ahli kesehatan atau secara formal dari promosi

    perusahaan. Dalam pemilihan media pada kenyataannya juga dapat mengindikasi karakteristik

    demografi dari segmen konsumen yang dipilih sebagai konsumen yang memiliki kepedulian dan

    kesadaran terhadap lingkungan.

    H2 : ada perbedaan pengaruh antara kesadaran lingkungan terhadap niat beli produk hijau

    antara etnis Melayu dengan etnis Tiong Hua

    H3 : ada perbedaan pengaruh antara pengetahuan ekologikal terhadap niat beli produk

    hijau antara etnis Melayu dengan etnis Tiong Hua

  • Niat beli

    Keputusan dalam memilih suatu produk memang keputusan yang dilematis. Ada berbagai aspek

    yang harus dipertimbangkan dalam memutuskan hal tersebut. Mulai dari biaya, target yang akan

    dituju, proses mengikatkan ekuitas sebuah brand pada ekuitas model, dan yang tidak kalah

    penting adalah adanya niat (intention) dari konsumen.

    Beberapa pengertian dari niat beli (Setiawan dan Ihwan, 2004 dalam Lestari, 2012:25) adalah

    sebagai berikut:

    1) Niat beli juga mengindikasikan seberapa jauh orang mempunyai kemauan untuk membeli. 2) Niat beli menunjukkan pengukuran kehendak seseorang dalam membeli. 3) Niat beli berhubungan dengan perilaku membeli yang terus menerus.

    Niat beli hijau adalah niat pembelian terhadap produk ramah lingkungan / produk hijau. Niat

    beli adalah hasil dari keinginan calon konsumen untuk membeli produk yang kuat karena adanya

    kemauan dan adanya kesempatan untuk memperoleh produk tersebut. Niat beli konsumen

    merupakan suatu kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan

    mempergunakan barang yang ditawarkan. Tahap-tahap proses perilaku konsumen dalam

    pembelian produk adalah pengenalan masalah, pencarian informasi, penilaian alternatif,

    keputusan pembelian dan perilaku setelah pembelian (Kotler, 1998:212).

    Menurut Chan (1999) dalam Junaedi (2008:25) menyebutkan bahwa niat beli hijau adalah

    komitmen pada aktivitas-aktivitas yang mendukung keramahan lingkungan. Konsumen yang

    memiliki niat beli hijau adalah mereka yang berkomitmen dengan kemauannya dalam menjaga

    kelestarian lingkungan.

    c. Metode Penelitian

    Populasi yang menjadi obyek dalam penelitian ini adalah konsumen yang tahu, paham atau

    memiliki informasi mengenai produk ramah lingkungan khusunya pangan organik (green

    product). Pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah non probabilistik

    sampling, yaitu setiap elemen dalam populasi tidak memiliki probabilitas yang sama untuk

  • menjadi sampel (Cooper & Emory, 1995 ; Coper & Schlinder, 2001). Sampel yang diambil

    berjumlah 150 responden , dengan perincian 75 responden dari etnis Tiong Hua dan 75

    responden dari etnis Melayu. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode survei,

    yaitu menggunakan kuesioner yang berisi butir-butir pengukur konstruk atau variabel yang

    digunakan dalam penelitian ini. Kuesioner berupa daftar pertanyaan yang berisi tentang

    kesadaran lingkungan, pengetahuan ekologikal, niat pembelian produk hijau, dan perilaku

    pembelian yang di lengkapi dengan pertanyaan pendahualuan mengenai karakteristik demografi

    responden. Kuesioner digunakan untuk mendapatkan data primer. Sedangkan data sekunder

    dikumpulkan melalui studi pustaka dari buku, data tentang perkembangan dan penggunaan

    produk pangan organik, berbagai penelitian sebelumnya dan teori yang terkait dengan topik

    penelitian, untuk menyusun tinjauan pustaka dan penggunaan alat analisis. Semua pengukuran

    konstruk dalam penelitian ini dengan item pertanyaan dengan lima point skala Likert dari sangat

    tidak setuju (STS) sampai sangat setuju (SS). Penelitian ini menggunakan skala Likert untuk

    mengukur konstruk dari sangat tidak setuju (skor 1), tidak setuju (skor 2), netral (skor 3), setuju

    (skor 4) dan sangat setuju (skor 5). Tiga konstruk meluputi tiga item, dua konstruk meliputi

    empat item, satu konstruk meliputi lima item dan satu konstruk meliputi dua item sehingga total

    berjumlah 24 item ( 3x3),(2x4),(1x5) dan (1x2). Teknik analisis data dimaksudkan untuk

    mengetahui ada tidaknya perbedaan rata-rata persepsi diantara masing-masing kelompok responden.

    Karena diantara masing-masing kelompok responden yang diuji tersebut saling independen, maka

    pengujian dilakukan dengan menggunakan alat analisa analysis of variance (ANOVA). Sebelum uji

    hipotesis dilakukan, terlebih dulu dilakukan uji validitas dan realibilitas instrumen yang digunakan.

    Apabila instrumen tersebut valid dan reliable (handal) maka hasil penelitian dapat menggambarkan

    keadaan yang sebenarnya.

    d. Hasil Analisis

    Karakteristik Responden

    Keterangan

    Kelompok peserta Jumlah Responden

    Melayu Tiong hoa

    Jumlah % Jumlah % Jumlah %

    A. Umur

    15 20 19 26,0 % 27 37,5 % 46 31,7 %

    21 25 9 12,3 % 5 6,9 % 14 9,7 %

  • 26 30 3 4,1 % 8 11,1 % 11 7,6 %

    30 35 11 15,1 % 10 13,9 % 21 14,5 %

    > 35 31 42,5 % 22 30,6 % 53 36,6 %

    Jumlah 73 100,0 % 72 100,0 % 145 100,0 %

    B. Gender

    Laki-Laki 33 45,2 % 35 48,6 % 68 46,9 %

    Perempuan 40 54,8 % 37 51,4 % 77 53,1 %

    Jumlah 73 100,0 % 72 100,0 % 145 100,0 %

    C. Pendidikan Terakhir

    SD 3 4,1 % 4 5,6 % 7 4,8 %

    SMP 4 5,5 % 4 5,6 % 8 5,5 %

    SMA 47 64,4 % 48 66,7 % 95 65,5 %

    S1 16 21,9 % 15 20,8 % 31 21,4 %

    S2 3 4,1 % 1 1,4 % 4 2,8 %

    Jumlah 73 100,0 % 72 100,0 % 145 100,0 %

    D. Pekerjaan

    PNS 15 20,5 % 3 4,2 % 18 12,4 %

    Swasta 7 9,6 % 15 20,8 % 22 15,2 %

    Mahasiswa 21 28,8 % 27 37,5 % 48 33,1 %

    Wirausaha 10 13,7 % 7 9,7 % 17 11,7 %

    lain-lain 20 27,4 % 20 27,8 % 40 27,6 %

    Jumlah 73 100,0 % 72 100,0 % 145 100,0 %

    E. Daerah Domisili

    Dalam Kota 71 97,3 % 71 98,6 % 142 97,9 %

    Luar Kota 2 2,7 % 1 1,4 % 3 2,1 %

    Jumlah 73 100,0 % 72 100,0 % 145 100,0 %

    F. Status

    Menikah 43 58,9 % 34 47,2 % 77 53,1 %

    Belum menikah 29 39,7 % 33 45,8 % 62 42,8 %

    Janda / duda 1 1,4 % 5 6,9 % 6 4,1 %

    Jumlah 73 100,0 % 72 100,0 % 145 100,0 %

    G. Pendapatan

    < Rp 3.000.000 36 49,3 % 22 30,6 % 58 40,0 %

    Rp 3.000.000 - Rp

    6.000.000 27 37,0 % 22 30,6 % 49 33,8 %

    Rp 6.000.001 - Rp

    9.000.000 7 9,6 % 22 30,6 % 29 20,0 %

    Rp 9.000.001 - RP

    12.000.000 1 1,4 % 3 4,2 % 4 2,8 %

    > Rp 12.000.000 2 2,7 % 3 4,2 % 5 3,4 %

  • Jumlah 73 100,0 % 72 100,0 % 145 100,0 %

    H. Pilihan Pasar

    Pasar Tradisional 22 30,1 % 19 26,4 % 41 28,3 %

    Swalayan 38 52,1 % 42 58,3 % 80 55,2 %

    Warung terdekat 13 17,8 % 9 12,5 % 22 15,2 %

    Pedagang Keliling 0 0,0 % 2 2,8 % 2 1,4 %

    Jumlah 73 100,0 % 72 100,0 % 145 100,0 %

    Data olahan, 2012

    Mudahnya pengenalan dan penyebaran informasi melalui media cetak maupun elektronik

    memungkinkan mereka yang berusia 15 20 tahun sudah memiliki pemahaman tentang produk

    hijau, meski dengan tingkat pendidikan rata-rata SMA. Konsumsi terhadap produk hijau, dalam

    hal ini pangan organic tidak lagi menjadi barang asing yang di tunjang oleh tingkat pendapatan

    antara 3 juta sampai 6 juta perbulan meski dengan status mahasiswa. Hal lain yang

    menggambarkan kecendrungan sudah terbiasanya perilaku hijau di tunjang oleh perilaku belanja

    konsumen yang mayoritas belanja di supermarket dengan ketersedian pangan organik yang

    bervariasi.

    Hasil Uji Reliabilitas dan Validitas

    Hasil uji reliabilitas menunjukan bahwa semua variabel pertanyaan dapat memberikan hasil yang

    bisa digunakan didalam penelitian menujukan angka cronbachs alfa yang lebih dari 0,60.

    Berikut tabel yang menunjukan hasil uji reliabel dari penelitian ini.

    Tabel Hasil Uji Reliabilitas

    Variabel Cronbach alpha

    PR 0,703

    KN 0,863

    EN 0,851

    INT 0,818

    Action 0,855

    Sumber : Data Olahan, 2012

    Selanjutnya adalah uji validitas. Pengujian validitas menunjukkan ukuran yang benar-benar

    mengukur apa yang akan diukur. Jadi dapat dikatakan semakin tinggi validitas suatu alat test,

    maka alat test tersebut semakin mengenai pada sasarannya, atau semakin menunjukkan apa yang

    seharusnya diukur. Suatu test dapat dikatakan mempunyai validitas tinggi apabila test tersebut

  • menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur sesuai dengan makna dan tujuan yang

    ditest.

    Penelitian ini menggunakan 38 item test sebagai komponen pertanyaan dari 4 variabel uji. Dari

    data yang kami dapat dengan melakukan uji validitas, terdapat 9 item yang tidak valid karena

    mempunyai pearson corelation yang kurang dari 0,60 (Nunnally, 1967). Akan tetapi kisaran

    nilai terendah berada pada nilai 0.49 sehingga peneliti memutuskan tetap menggunakan semua

    item pertanyaan untuk di analisis.

    Tabel Hasil Uji Validitas

    Variabel Nomor

    item

    Item

    pertanyaan

    Pearson

    Corelation

    keterangan

    validitas

    Price

    (harga)

    1 pr1 0,740 Valid

    2 pr2 0,692 Valid

    3 pr3 0,571 tidak valid

    4 pr4 0,697 Valid

    5 pr5 0,688 Valid

    Knowladge

    (pegetahuan)

    6 kn1 0,537 Valid

    7 kn2 0,716 Valid

    8 kn3 0,724 Valid

    9 kn4 0,676 Valid

    10 kn5 0,695 Valid

    11 kn6 0,556 Valid

    12 kn7 0,524 Valid

    13 kn8 0,622 Valid

    14 kn9 0,682 Valid

    15 kn10 0,632 Valid

    16 kn11 0,675 Valid

    17 kn12 0,602 Valid

    En

    (Kesadaran)

    18 en1 0,501 Valid

    19 en2 0,590 Valid

    20 en3 0,691 Valid

    21 en4 0,761 Valid

    22 en5 0,687 Valid

    23 en6 0,606 Valid

    24 en7 0,703 Valid

    25 en8 0,496 tidak valid

  • Data Olahan, 2012

    Berdasarkan pada hasil verifikasi terhadap data yang diperoleh, maka jumlah hipotesis yang

    akan diuji dalam penelitian ada tiga hipotesis. Semua hipotesis tersebut diuji dengan

    menggunakan alat analisa one-way ANOVA. Sebelum dilakukan pengujian hipotesis, terlebih

    dahulu akan dilakukan pengujian asumsi. Pengujian asumsi meliputi pengujian normalitas

    sebaran. Pengujian normalitas sebaran menggunakan Kolmogorov Smirnov. Tujuan pengujian ini

    adalah untuk mengetahui apakah sampel telah diambil secara random dari populasinya dan

    apakah data yang dianalisis telah memenuhi kriteria berdistribusi normal. Hasil pengujian

    menunjukkan bahwa keempat variabel yang diuji, yaitu harga premium, kesadaran lingkungan,

    pengetahuan ekologikal dan niat beli tidak berdistribusi normal dengan memiliki nilai statistik

    yang signifikan. Walaupun data tidak berdistribusi normal penelitian tetap dilakukan karena

    ANOVA tetap robust dilakukan walaupun data tidak memenuhi asumsi normalitas (Hair et al.,

    2006). Pengujian kedua adalah pengujian homogenitas (kesamaan varians), yang dilakukan

    dengan tujuan untuk menguji apakah masing-masing kelompok sampel berasal dari populasi

    yang sama dan varians masing-masing kelompok homogen atau tidak berbeda. Pengujian asumsi

    ini menggunakan Levene-test dapat dilakukan bersamaan dengan pengujian normalitas data,

    maupun dengan ANOVA (one-way ANOVA). Hasil perhitungan menunjukkan lima dari enam

    variabel memiliki varians yang sama, dengan taraf signifikansi semuanya di atas 0,05.

    Sedangkan satu variabel lagi yaitu variabel perilaku (signifikansi 0,000) tidak memiliki varians

    yang sama dengan kata lain memiliki varians yang berbeda.

    26 en9 0,562 Valid

    27 en10 0,629 Valid

    28 en11 0,648 Valid

    29 en12 0,548 Valid

    Int

    (Niat)

    30 int1 0,658 Valid

    31 int2 0,807 Valid

    32 int3 0,790 Valid

    33 int4 0,775 Valid

    34 int5 0,788 Valid

    Action

    (Perilaku)

    35 act1 0,822 Valid

    36 act2 0,829 Valid

    37 act3 0,865 Valid

    38 act4 0,840 Valid

  • Uji Homogenitas dan Netralitas

    Variabel Levene-Test Asymp.Sign

    Harga Premium 0.293 0.000

    Kesadaran Lingkungan 3.332 0.000

    Pengetahuan Lingkungan 0.641 0.000

    Niat Beli 0.060 0.000

    Perilaku 0.000 0.000

    Sumber : Data Olahan, 2012

    Menurut Cooper & Schindler (2003), instrumen yang menggunakan skala interval/likert dapat

    menggunakan statistik parametrik. Ryon & Haber (1982) menyatakan bahwa sepanjang ukuran

    sampel cukup besar (lebih besar atau sama dengan 30), distribusi sampel rata-rata mendekati

    distribusi normal. Oleh karena itu peneliti akan tetap menggunakan statistik parametrik,

    meskipun asumsi yaitu sampel berasal dari distribusi normal dan populasi juga memiliki varians

    sama sebagian tak terpenuhi. Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan analysis of

    variance (ANOVA) untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan persepsi antara keempat

    kelompok responden yang diteliti. Dalam melakukan uji hipotesis one-way ANOVA dapat

    dihitung dengan bantuan program komputer paket SPSS 16. Nilai yang diperoleh dibanding

    dengan tingkat signifikansi yang ditetapkan pada penelitian ini yaitu 5%.

    Hasil Pengujian Hipotesis

    Statistik Uji Hipotesis

    ANOVA

    Sum of Squares df Mean Square F Sig.

    Pr Between Groups 13.347 1 13.347 1.165 .282

    Within Groups 1661.319 145 11.457

    Total 1674.667 146

    Kn Between Groups 88.255 1 88.255 2.169 .143

    Within Groups 5900.167 145 40.691

    Total 5988.422 146

    En Between Groups 30.681 1 30.681 .807 .370

    Within Groups 5511.986 145 38.014

  • Total 5542.667 146

    Int Between Groups .784 1 .784 .071 .790

    Within Groups 1603.066 145 11.056

    Total 1603.850 146

    Sumber : Data Olahan, 2012

    a. Pengujian Hipotesis 1 : Ada perbedaan pengaruh Harga Premium (PR) terhadap

    Niat Beli (INT) produk hijau antara etnis Melayu dengan etnis Tiong Hua

    Hasil pengujian hipotesis yang disajikan pada Tabel diatas menunjukkan nilai F-test

    variabel PR sebesar 1.165 dengan nilai signifikansi sebesar 0,282. Hasil ini berarti bahwa

    dengan menggunakan tingkat sebesar 0,05, maka secara statistis H0

    diterima dan H1

    ditolak. Sehingga dapat dinyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan persepsi yang

    signifikan antara etnis melayu dengan etnis toing hua.

    b. Pengujian Hipotesis 2 : Ada perbedaan pengaruh Kesadaran Lingkungan (KN)

    terhadap Niat Beli (INT) produk hijau antara etnis Melayu dengan etnis Tiong Hua

    Hasil pengujian hipotesis yang disajikan pada Tabel 4.7 menunjukkan nilai F-test

    variabel KN sebesar 2.169 dengan nilai signifikansi sebesar 0,143. Hasil ini berarti

    bahwa dengan menggunakan tingkat sebesar 0,05, maka secara statistis H0

    diterima dan

    H1

    ditolak. Sehingga dapat dinyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan persepsi yang

    signifikan antara etnis melayu dengan etnis Tiong hua. Hasil ini memberikan bukti bahwa

    tidak ada pengaruh kesadaran lingkungan terhadap niat beli antar kedua etnis.

    c. Pengujian Hipotesis 3 : Ada perbedaan pengaruh Pengetahuan Ekologikal (EN)

    terhadap Niat Beli (INT) produk hijau antara etnis Melayu dengan etnis Tiong Hua

    Hasil pengujian hipotesis yang disajikan pada Tabel 4.5 menunjukkan nilai F-test

    variabel EN sebesar 0.807 dengan nilai signifikansi sebesar 0,370. Hasil ini berarti bahwa

    dengan menggunakan tingkat sebesar 0,05, maka secara statistis H0

    diterima dan H1

    ditolak. Sehingga dapat dinyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan persepsi yang

    signifikan antara etnis melayu dengan etnis toing hua.

  • Pembahasan

    Produk ramah lingkungan memiliki biaya yang relative tinggi, harga yang mahal karena biaya

    produksi tinggi dan ketersediaan produk rendah sehingga konsumen harus mengeluarkan upaya

    lebih untuk memperolehnya (Wibowo, 2011). Untuk kota Pontianak tingginya harga produk

    hijau tidak mempengaruhi niat untuk membeli dan tidak ada perbedaan antar etnis melayu dan

    toing hua. Hasil ini sejalan dengan temuan Vlosky et al., (1999) dan Laroche el al., (2001)

    bahwa konsumen yang memiliki kesadaran tinggi terhadap lingkungan akan memilih produk-

    produk yang ramah lingkungan walaupun harganya relative lebih mahal. Sebagian besar masih

    menggunakan produk non hijau untuk memenuhi kebutuhan. Selain alasan selera dan manfaat

    produk non hijau yang lebih mereka pilih, juga alasan ketersediaan. Belum banyak produk-

    produk hijau yang dengan mudah di dapatkan di tempat perbelanjaan mereka sehingga

    alternative produk non hijau masih menjadi pilihan.

    Untuk variabel kesadaran lingkungan dan pengetahuan ekologikal muncul karena adanya

    pemahaman akan lingkungan dan dampak baik buruknya dari pola kehidupan yang dijalani

    seorang konsumen. Untuk menumbuhkan kesadaran lingkungan adalah dengan melakukan

    penyebaran infomasi terkait kepada masyarakat seluas mungkin agar terbentuknya pemahaman

    yang tinggi akan lingkungan. Dibutuhkan media dalam melakukannya. Konsumsi berbagai

    media menurut Fotopoulos dan Krystallis (2002) dalam Junaedi (2008:27) diduga berpengaruh

    terhadap motif pembelian produk-produk yang bertanggung jawab pada lingkungan. Hal ini

    disebabkan oleh makin tinggi seseorang mengakses atau mengkonsumsi media tertentu akan

    menambah pengetahuan ekologikal seseorang sehingga konsumen lebih memiliki kesadaran

    pada lingkungan dan memiliki komitmen untuk membeli produk pangan organik. Lingkungan

    media yang menjadi sumber informasi konsumen juga dapat membentuk segmen pasar yang

    hendak dipilih menjadi target (Haley, 1995 dalam Junaedi, 2008:27). Informasi yang diperoleh

  • konsumen akan mempengaruhi pemahaman pengetahuan ekologikal konsumen. Sumber

    informasi ini didapatkan seseorang dari berbagai sumber media, misalnya televisi, surat kabar,

    majalah, tabloid dan artikel ilmiah. Informasi tentang lingkungan dapat juga diperoleh dari

    teman, keluarga, dokter, ahli kesehatan atau secara formal dari promosi perusahaan. Dalam

    pemilihan media pada kenyataannya juga dapat mengindikasi karakteristik demografi dari

    segmen konsumen yang dipilih sebagai konsumen yang memiliki kepedulian dan kesadaran

    terhadap lingkungan. Temuan ini sejalan dengan hasil penelitian Junaedi (2008) bahwa

    seseorang yang sadar untuk tetap selalu menjaga tanggung jawab lingkungan ternyata akan

    meningkatkan komitmen konsumen untuk mengaktualisasikan pembelian konsumen pada produk

    yang ramah lingkungan.

    Penutup

    Keterbatasan Penelitian

    Jumlah sampel yang kecil bisa menjadi penyebab lemahnya hasil penelitian untuk di

    generalisasi. Jumlah responden mahasiswa yang besar juga bisa menjadi pemicu belum

    maksimalnya hasil penelitian dalam mengungkap variabel yang di angkat. Karena aspek harga,

    kesadaran dan pengetahuan ekologikal tidak akan bersinergi dengan niat beli jika responden

    belum bekerja atau belum memperoleh penghasilan sendiri. Sehingga pemenuhan kebutuhan

    sekedar pada aspek primer, belum pada aspek lingkungan dan kesehatan.

    Saran

    Penelitian dapat dikembangkan dengan memasukkan efek moderasi demografi yang beragam

    guna memperkaya analisa serta dapat langsung memasukkan variabel perilaku konsumen

    sehingga tidak sebatas pada niat membeli saja.

    DAFTAR PUSTAKA

    Ajzen, Icek. 1988. Attitudes,Personality, and Behavior, Open University Press, Milton

    Keynes, UK

  • Chan, Ricky Y.K. 2001. Determinants of Chinese Consumers Green Purchase

    Behavior, Psychology & Marketing: 338-357

    Chan, Ricky Y.K. 1999. Environmental Attitudes and Behaviorof Consumers in China,

    Journal of International Consumer Marketing

    Cooper , D.R dan Schindler. 2001. Business Research Methods, Seventh Edition, Mc

    Graw Hill International.

    Cooper , D.R dan C.W. Emory. 1995. Business Research Methods, Fifth Edition,

    Chicago: Richard D. Irwin, Inc

    Elkington. 1991. Green Marketing in the New Millenium,.Journal of Consumer

    Marketing: 558-559

    Follows, Scott B., dan David Jobber.2000. Environmentally Responsible Purchase

    Behavior: a test of consumer model, European Journal of Marketing: 723-746

    Fotopoulus, Christos, dan Athanasios Krystallis.2002a. Organic Product Avoidance,

    Reasons for Rejection and Potential Buyers Identification in a Countrywide

    Survey, British Food Journal: 233-260

    Hair, Joseph F., Rolph E. Anderson, Ronald L. Tatham, dan William C. Black. 1998.

    Multivariate Data Analysis, Fifth Edition, Prentice Hall International, Inc

    Ling Ye, Li. 1997. Effect of Collectivist Orientation and Ecological Attitudeon Actual

    Environmental Commitment, Journal of International Consumer Marketing : 31-

    53

    Ottman, J.A. 1995. Green Marketing: Challenges and Opportunities for the New

    Marketing Age, NTC Publishing Group, Lincolwood.

    Ottman, Jacquelyn A. 2011. The New Rules of Green Marketing. Greenleaf Publishing,

    Sheffield, England.

    Oyewole, Philemon. 2001. Social Costs of Environmental Justice Associated with

    the Practise of Green Marketing. Journal of Business Ethics, Vol. 29.

    Vlosky, Richard P., Lucie K. Ozzane dan Renee J. Fentenot. 1999. A Conceptual

    Model of US ConsumerWillingness to Pay for Environmentally Wood Product,

    Journal of Consumer Marketing: 122-136

  • Setyo F. Wibowo. 2011. Karakteristik Konsumen Berwawasan Lingkungan dan

    Hubungannya dengan Keputusan Membeli Produk Ramah Lingkungan ,

    Econosains volume IX, no.2