MP ASI.doc

101
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu indikator yang digunakan untuk menentukan derajat kesehatan masyarakat adalah angka kematian bayi. Kematian bayi berkaitan erat dengan tingkat pendidikan keluarga, keadaan sosial ekonomi keluarga, sistem nilai, adat- istiadat, kebersihan dan kesehatan lingkungan serta pelayanan kesehatan yang tersedia. Selain faktor-faktor diatas kematian bayi juga dipengaruhi oleh masalah persalinan, pemberian imunisasi dan kejadian gizi buruk. Kejadian gizi buruk pada bayi antara lain disebabkan oleh pemberian Air Susu Ibu (ASI) yang salah dan pemberian makanan tambahan yang tidak tepat. Oleh karena itu pola pemberian ASI yang benar dan pemberian makanan tambahan yang tepat perlu diperhatikan (Purnamawati, 2003). 1

Transcript of MP ASI.doc

Page 1: MP ASI.doc

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu indikator yang digunakan untuk menentukan derajat

kesehatan masyarakat adalah angka kematian bayi. Kematian bayi

berkaitan erat dengan tingkat pendidikan keluarga, keadaan sosial ekonomi

keluarga, sistem nilai, adat-istiadat, kebersihan dan kesehatan lingkungan

serta pelayanan kesehatan yang tersedia. Selain faktor-faktor diatas

kematian bayi juga dipengaruhi oleh masalah persalinan, pemberian

imunisasi dan kejadian gizi buruk. Kejadian gizi buruk pada bayi antara

lain disebabkan oleh pemberian Air Susu Ibu (ASI) yang salah dan

pemberian makanan tambahan yang tidak tepat. Oleh karena itu pola

pemberian ASI yang benar dan pemberian makanan tambahan yang tepat

perlu diperhatikan (Purnamawati, 2003).

ASI merupakan makanan paling ideal baik secara fisiologis

maupun secara biologis untuk diberikan kepada bayi diawal

kehidupannya. ASI sanggup memenuhi kebutuhan gizi seorang bayi untuk

masa hidup 4-6 bulan pertama. Anak yang minum ASI akan menghisap

ASI dalam jumlah serta komposisi yang sesuai dengan laju

pertumbuhannya. Bayi sebaiknya sesegera mungkin diberi ASI atau

disusukan setelah lahir, kemudaian dilanjutkan dengan pemberian ASI

eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan, selanjutnya pemberian ASI

1

Page 2: MP ASI.doc

diberikan sampai usia 2 tahun dengan pemberian makanan tambahan

(MP-ASI) dengan benar (Swasono, 1999).

Mengingat sedemikian besar manfaat ASI bagi bayi pada bulan-

bulan pertama dan dampak yang ditimbulkan apabila bayi diberi

makanan tambahan terlalu dini, maka WHO dan Depkes RI telah

mencanangkan anjuran bagi para ibu untuk memberikan ASI secara

eksklusif kepada bayinya. Pada repelita VI diharapkan pencapaian

pemberian ASI secara eksklusif sebesar 80% pada tahun 2000. Namun

pada kenyataannya, pelaksanaan anjuran tersebut masih jauh dari harapan.

Dari berbagai studi diinformasikan bahwa masih banyak ibu yang

memberikan ASI kepada bayinya secara tidak benar. Lebih dari 50%

bayi di Indonesia sudah mendapatkan makanan pendamping ASI

(MP-ASI) pada umur kurang dari 1 bulan. Bahkan pada umur 2-3 bulan,

bayi ada yang sudah mendapat makanan padat (Soenardi, 1999).

Berbagai macam faktor dapat mempercepat pemberian makanan

tambahan, diantaranya adalah tingkat pendidikan, pengetahuan, sosial

budaya (tradisi), ekonomi dan sikap ibu (Satoto, 1992).

Penelitian sudah membuktikan, ASI membuat bayi jauh lebih

sehat, kekebalan meningkat, kecerdasan emosional dan spiritual lebih baik,

IQ pun bisa lebih tinggi dibandingkan dengan anak-anak ketika bayi

tidak diberi ASI eksklusif dan ASI juga mempunyai dampak ekonomi

yang sangat tinggi serta ASI tidak bisa diganti dengan zat makanan

apapun. Para ahli sepakat bahwa pemberian ASI secara eksklusif dapat

2

Page 3: MP ASI.doc

memenuhi kebutuhan gizi bayi sampai dengan usia 4-6 bulan (Swasono,

2005).

Tetapi kenyataannya meskipun ASI eksklusif memiliki banyak

keunggulan, jumlah ibu yang memberikan ASI eksklusif masih minim.

Masih banyak ditemui bahwa bayi sebelum usia 3 bulan telah diberikan

makanan semi padat. Tampaknya sudah menjadi kebiasaan sebagian ibu

di Indonesia untuk memulai pemberian makanan tambahan sejak bayi

berusia 1 bulan dengan memberi makanan utama dari golongan serealia

ditambah dengan beberapa jenis sayur-sayuran dan buah-buahan, telur dan

daging.

Berdasarkan data Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI)

2003-2004 didapatkan proporsi bayi yang mendapat ASI eksklusif pada

kelompok bayi kurang dari 2 bulan 64%, 2-3 bulan 46%, 4-5 bulan 14%.

Sedangkan bayi yang mendapat makanan pendamping ASI dini pada

kelompok usia 2-3 bulan 32% dan kelompok usia 4-6 bulan 69% (BPS,

2003). Selain itu dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Purnamawati

(2003) diperoleh hasil proporsi pemberian MP-ASI pada bayi kelompok

usia 0 bulan sebesar 26.9%, 1 bulan 44.5%, 2 bulan 57%, 3 bulan 64% dan

kelompok usia 4 bulan sebesar 83.3%.

Kebiasaan memberikan makanan tambahan pada bulan pertama

setelah bayi dilahirkan banyak dilakukan oleh ibu terutama di lingkungan

pedesaan. Hal ini didukung penelitian yang dilakukan oleh Wiryo (1999)

diperoleh dari 64% ibu di Nusa Tenggara Barat yang baru saja

3

Page 4: MP ASI.doc

melahirkan dan 76% ibu di Jawa Timur memberikan pada bayinya

pisang yang telah dikunyah ketika belum keluar kolostrum.

Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di

wilayah kerja Puskesmas Rumbai Pekanbaru . Pada awal tahun 2012 jumlah

bayi sebanyak 65 bayi dengan latar belakang tingkat pendidikan, pengetahuan,

sosial budaya dan ekonomi yang heterogen. Dari jumlah tersebut semua bayi

mendapatkan MP-ASI.

Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik

mengambil judul “Faktor-faktor yang berhubungan dengan usia bayi saat

pertama kali mendapatkan MP-ASI di wilayah kerja Puskesmas Rumbai

Pekanbaru”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka dapat dirumuskan

permasalahan, yaitu :

Faktor-faktor yang berhubungan dengan usia bayi saat pertama kali

mendapatkan MP-ASI

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan usia

bayi saat pertama kali mendapatkan MP-ASI di wilayah kerja Puskesmas

Rumbai Pekanbaru

4

Page 5: MP ASI.doc

2. Tujuan Khusus

a. Mendiskripsikan tingkat pendidikan ibu

b. Mendiskripsikan tingkat pengetahuan ibu

c. Mendiskripsikan sosial budaya (tradisi) daerah setempat

d. Mendiskripsikan tingkat ekonomi (pendapatan) keluarga

e. Mendiskripsikan sikap ibu terhadap pemberian MP-ASI

f. Mendiskripsikan usia bayi saat pertama kali menerima MP-ASI

g. Menganalisa hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan usia bayi

saat pertama kali menerima MP-ASI

h. Menganalisa hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang gizi

(ASI dan MP-ASI) dengan usia bayi saat pertama kali menerima MP-

ASI

i. Menganalisa hubungan antara sosial budaya (tradisi) daerah setempat

dengan usia bayi saat pertama kali menerima MP-ASI

j. Menganalisa hubungan antara tingkat ekonomi (pendapatan) keluarga

dengan usia bayi saat pertama kali menerima MP-ASI

k. Menganalisa hubungan antara sikap ibu dengan usia bayi saat pertama

kali menerima MP-ASI

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi profesi

Memberikan masukan untuk mengevaluasi dan meningkatkan

target pencapaian pemberian MP-ASI, serta sebagai pedoman untuk

5

Page 6: MP ASI.doc

mengadakan penyuluhan kesehatan mengenai usia yang tepat

pemberian MP-ASI.

2. Bagi peneliti

Memberikan pengalaman dibidang penelitian serta menambah

pengetahuan.

3. Bagi pendidikan

Menambah referensi bagi dunia pendidikan dan dapat

digunakan sebagai data dasar untuk melaksanakan penelitian

selanjutnya.

4. Bagi masyarakat

Dapat digunakan sebagai pedoman mengenai usia yang tepat

pemberian MP-ASI pada bayi.

E. Bidang Ilmu

Penelitian ini termasuk dalam bidang Ilmu Keperawatan Anak.

6

Page 7: MP ASI.doc

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Air Susu Ibu (ASI)

1. Pengertian ASI

Air Susu Ibu adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein,

laktosa dan garam-garam organik yang di sekresi oleh kedua kelenjar

mamae dari ibu, yang berguna sebagai makanan bayi. Di dalam ASI

terkandung zat-zat gizi yang diperlukan bayi untuk pertumbuhan dan

mengandung zat-zat kekebalan yang sangat penting untuk mencegah

timbulnya penyakit, serta mudah dicerna oleh pencernaan bayi. Dengan

demikian ASI adalah makanan terbaik untuk bayi, oleh sebab itu setiap

bayi setidaknya berhak memperoleh ASI (Riadi, 1997).

ASI eksklusif adalah memberikan ASI saja kepada bayi umur 0–4

bulan tanpa makanan tambahan atau minuman apapun (termasuk air putih)

kecuali obat (Depkes RI, 1998).

Yang dimaksud ASI eksklusif atau pemberian ASI secara eksklusif

adalah bayi hanya diberi ASI saja, tanpa tambahana cairan lain seperti

susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih, dan tanpa tambahan makanan

padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi tim.

Pemberian ini dianjurkan untuk diberikan setidaknya selama 4 bulan,

tetapi bila mungkin sampai 6 bulan (Roesli, 2000).

7

Page 8: MP ASI.doc

Kolostrum merupakan cairan yang pertama kali disekresi oleh

kelenjar payudara. Dimana ASI mengandung lebih banyak protein,

immunoglobulin, mineral dan vitamin tetapi sedikit mengandung lemak

dan hidrat arang. Kolostrum merupakan cairan yang berwarna kekuning-

kuningan, lebih kuning dibandingkan dengan susu yang matur yang

dihasilkan oleh payudara pada hari pertama sampai hari ke empat

(Soetjiningsih, 1997).

2. Sifat Anti Infeksi ASI

Telah diketahui sejak lama bahwa bayi yang disusui oleh ibu,

terjaga dari penyakit infeksi, karena ASI mengandung bermacam-macam

faktor pertahanan tubuh, seperti :

a. Imunoglobulin (Ig) terutama immunoglobulin A (IgA) terdapat banyak

dalam kolostrum dan lebih sedikit dalam ASI. IgA tidak akan diserap

oleh usus, tetapi akan beraksi dalam usus terhadap bakteri dan virus

tertentu. Imunoglobulin dalam ASI merupakan zat yang dapat

memberikan perlindungan terhadap penyakit alergi.

b. Laktoferin, merupakan suatu protein yang mengikat zat besi ASI. Zat

besi yang terikat tersebut tidak dapat digunakan oleh bakteri-bakteri

usus yang berbahaya. Oleh karena itu, pemberian zat besi tambahan

kepada bayi yang disusui harus dicegah, karena dapat mempengarui

daya perlindungan yang diberikan oleh laktoferin.

8

Page 9: MP ASI.doc

c. Lisosim, suatu enzim yang terdapat dalam ASI yang dapat

menghancurkan bakteri-bakteri berbahaya dan juga mempunyai sifat

melindungi terhadap serangan bermacam-macam virus.

d. Sel–sel darah putih selama dua minggu pertama ASI mengandung

sampai 4000 sel-sel darah putih per milliliter. Sel-sel ini ditemukan

mengeluarkan IgA, lisosim dan interferon. Interferon adalah suatu

senyawa yang dapat menghambat aktifitas beberapa macam virus.

e. Faktor bifidus,merupakan suatu karbohidrat yang mengandung

nitrogen, diperlukan untuk pertumbuhan bakteri lactobacillus bifidus,

dimana bakteri ini memproduksi asam laktat dari laktosa yang dapat

menghambat bakteri-bakteri yang berbahaya (Muchtadi, 2002).

3. Komponen ASI

ASI mengandung lebih dari 200 unsur–unsur pokok, antara lain

lemak, karbohidrat, vitamin, mineral, faktor pertumbuhan, hormon, enzim,

zat kekebalan dan sel darah putih. Semua zat ini terdapat secara

proporsional dan seimbang satu sama lainnya.

Protein adalah bahan baku untuk tumbuh, kualitas protein sangat

penting selama tahun pertama kehidupan bayi, karena pada saat ini

pertumbuhan bayi paling cepat. ASI mengandung protein khusus yang

dirancang untuk pertumbuhan bayi manusia. Protein ASI yang utama

adalah whey, dimana whey ini lebih mudah dicerna oleh bayi

(Roesli, 2000).

9

Page 10: MP ASI.doc

Sekitar setengah dari energi yang terkandung dalam ASI berasal ari

lemak yang mudah dicerna dan diserap oleh usus dibandingkan dengan

lemak susu sapi, sebab ASI mengandung lebih banyakenzim pemecah

lemak (lipase).

Laktosa (gula susu) merupakan satu-satunya karbohidrat yang

terdapat dalam air susu murni. Sebagai tambahan dari fungsinya sebagai

sumber energi, didalam usus sebagian laktosa akan diubah menjadi asam

laktat. Didalam usus, asam laktat ini membantu mencegah pertumbuhan

bakteri yang tidak diinginkan dan juga membantu penyerapan kalsium

serta mineral–mineral lainnya.

ASI mengandung lebih sedikit kalsium daripada susu sapi, tetapi

karena lebih mudah diserap, jumlah ini akan mencukupi kebutuhan bayi.

Baik susu sapi maupun ASI mengandung sedikit sekali zat besi. Tetapi

sekitar 75% dari zat besi yang terdapat dalam ASI dapat diserap oleh usus.

Apabila makanan yang dikonsumsi ibu memadai, semua vitamin

yang diperlukan bayi selama empat sampai enam bulan pertama

kehidupannya dapat diperoleh dari ASI (Muchtadi, 2002).

4. Manfaat ASI

Pemberian ASI membantu bayi memulai kehidupannya dengan

baik. Kolostrum mengandung antibodi yang kuat untuk mencegah infeksi

dan membuat bayi menjadi kuat. ASI mengandung campuran yang tepat

dari berbagai bahan makanan yang baik untuk bayi. ASI mudah dicerna

oleh bayi. ASI saja, tanpa makanan tambahan lain merupakan cara terbaik

10

Page 11: MP ASI.doc

untuk memberi makan bayi dalam empat sampai enam bulan pertama

kehidupannya. Sesudah 6 bulan, beberapa bahan makanan yang baik lain

harus ditambahkan ke dalam menu makanan bayi.

Pemberian ASI membantu ibu memulihkan diri dari proses

persalinannya. Pemberian ASI selama beberapa hari pertama membuat

rahim berkontraksi dengan cepat dan memperlambat perdarahan. Wanita

yang menyusui bayinya akan lebih cepat pulih atau turun berat badannya

dari berat badan yang bertambah semasa kehamilan. Ibu yang menyusui,

yang haidnya belum muncul kembali akan kecil kemungkinannya untuk

menjadi hamil. Pemberian ASI adalah cara yang penting bagi ibu untuk

mencurahkan kasih sayangnya pada bayi dan membuat bayi merasa

nyaman.

ASI selalu bersih dan bebas hama yang dapat dapat menyebabkan

infeksi. Pemberian ASI tidak menuntut persiapan khusus, ASI selalu

tersedia dan gratis. Bila ibu memberi ASI bayinya pada waktu diminta

tanpa memberikan makanan tambahan, maka kecil kemungkinannya ia

akan menjadi hamil dalam 6 bulan pertama sesudah melahirkan.

B. Makanan Pendamping ASI (MP–ASI)

1. Pengertian MP – ASI

Bertambahnya usia seorang bayi selalu disertai dengan

meningkatnya kebutuhan akan makanan yang berbeda jenisnya. Bagi bayi

yang berusia 0–6 bulan, pemberian ASI dapat mencukupi untuk

pertumbuhan dam perkembangannya, mengingat ASI merupakan sumber

11

Page 12: MP ASI.doc

zat gizi yang sangat baik untuk bayi. Setelah bayi berusia 6 bulan, ASI

tidak mencukupi kebutuhan gizi bayi, oleh karena itu bayi perlu mendapat

makanan pendamping agar gizinya dapat terpenuhi.

MP–ASI adalah makanan yang diberikan pada bayi mulai umur

4–6 bulan untuk memenuhi kebutuhan energi dan nutrisi lain, yang tidak

dapat dicukupi oleh ASI (Azwar, 2000).

Dari definisi di atas dapat dikatakan, MP–ASI sama dengan

makanan tambahan. Makanan padat sebagai salah satu makanan tambahan

adalah makanan yang lebih padat daripada susu yaitu bubur susu atau nasi

tim. Makanan ini diberikan apabila jumlah ASI sudah tidak mampu

mencukupi kebutuhan bayi lagi. Pemberian makanan tambahan harus

memperhatikan jumlah dan macam makanan tersebut. Selain itu harus

disesuaikan dengan kebutuhan menambah dan melengkapi nutrien, serat

dan selera bayi. Jangan dipaksakan karena dapat menyebabkan gangguan

nafsu makan. Untuk pemberian makanan yang berkualitas dan

berkuantitas yang baik juga sangat penting dari pertumbuhan bayi

(Pudjadi, 1995).

2. Tujuan Pemberian MP-ASI

Tujuan pemberian makanan pendamping adalah sebagai

komplemen terhadap ASI agar anak memperoleh cukup energi, protein

dan zat-zat gizi lain (vitamin dan mineral) untuk tumbuh dan berkembang

secara normal (Muchtadi, 2002).

12

Page 13: MP ASI.doc

MP-ASI selain sebagai pelengkap makanan bayi juga berguna

untuk melatih dan membiasakan bayi terhadap makanan yang dimakan

dikemudian hari. Makanan tambahan juga berguna untuk memenuhi

kebutuhan bayi terhadap zat-zat gizi untuk keperluan pertumbuhan dan

perkembangan bayi, jadi makanan tambahan diharapkan dapat menambah

energi, protein, vitamin dan mineral. Disebutkan pula pemberian makanan

padat sebagai makanan tambahan untuk menambah energi dan gizi

(Riadi, 1997).

Berdasarkan hasil penelitian tentang tumbuh kembang balita di

Indonesia, Azrul lebih lanjut menjelaskan bahwa pemberian MP-ASI bagi

bayi penting karena selain mencukupi kekurangan gizi sejak janin dalam

kandungan, ketidaktaatan sang ibu memberikan ASI eksklusif, serta

mencegah terjadinya gangguan tumbuh kembang. Kandungan gizi

MP-ASI harus mencukupi terutama energi dan zat gizi mikro seperti besi

(Fe) dan zink (BSN, 2003).

3. Syarat MP-ASI

Dalam penyusunan standar MP-ASI sebaiknya berpedoman kepada

konsep umum MP-ASI dengan mempertimbangkan syarat mutu, antara

lain :

a. Padat gizi dan seimbang, yaitu kaya energi, cukup protein dengan

mutu tinggi, perbandingan karbohidrat dan lemak berimbang,

kandungan lemak mampu mencukupi kebutuhan asam lemak jenuh

dan tak jenuh, cukup vitamin dan mineral, batasi kandungan serat

13

Page 14: MP ASI.doc

kasar, gula dan garam cukup untuk memeberi rasa serta bersifat

penambahan gizi ASI, dan tercapai kecukupan gizi sehari.

b. Dapat diterima dengan baik, yaitu disukai, dibutuhkan dan terjangkau,

memenuhi nilai sosial ekonomi, budaya dan agama, serta berakar pada

tradisi yang baik.

c. Aman dikonsumsi, yaitu bebas dari gangguan organisme patogen,

bebas dari racun dan bahan-bahan berbahaya.

Codex Alimentarius Comission (1991) telah mempersyaratkan

ditetapkan MP-ASI harus mencukupi kandungan energi minimum 400

kkal/100 gram, protein 15 gram/100 gram dengan skor asam amino 70%

kasein, lemak 10-25 gram/100 gram, asam linoleat 1.4 gram/100 gram

serat kasar maksimum 5 gram/100 gram. Selain itu produk MP-ASI

seringkali ditambahkan berbagai jenis vitamin dan mineral antara lain :

vitamin A, D, E, C, B1, B2, B6, folat, B12, mineral Ca, Fe, iodine dan Zn

(BSN, 2003 ).

Menurut WHO (2003) makanan tambahan yang baik adalah :

a. Kaya energi, protein dan mikronutrient (terutama zat besi, zink,

kalsium, vitamin A, vitamin C, folat)

b. Bersih dan aman :

1) Tidak ada patogen (misal, tidak ada bakteri penyebab penyakit atau

organisme berbahaya lainnya)

2) Tidak ada bahan kimia berbahaya atau toksin

14

Page 15: MP ASI.doc

3) Tidak ada potongan tulang atau bagian yang keras yang membuat

anak tersedak

4) Tidak terlalu panas

c. Tidak terlalu pedas atau asin

d. Mudah dimakan oleh anak

e. Disukai anak

f. Tersedia didaerah sekitar, harganya terjangkau dan mudah disiapkan

C. Usia Pemberian ASI dan MP-ASI

1. Usia yang tepat dalam pemberian ASI

ASI eksklusif adalah memberikan ASI saja kepada bayi usia 0-4

bulan tanpa makanan tambahan atau minuman apapun (termasuk air putih)

kecuali obat (Depkes RI, 1998). ASI eksklusif diberikan pada enam bulan

pertama kehidupan seorang anak (Soraya, 2005). Pemberian ASI eksklusif

adalah bayi hanya diberi ASI saja, tanpa tambahan cairan yang lain

setidaknya selama 4 bulan, tetapi bila mungkin sampai 6 bulan.

2. Usia pemberian MP-ASI

MP-ASI diberikan pada bayi selain ASI, untuk memenuhi

kebutuhan gizi anak mulai usia 3 bulan sampai usia 24 bulan

(Aritonang, 1996). Ketika bayi tumbuh kembang, diet susu tidak cukup

untuk menyokong pertumbuhannya. Bayi membutuhkan nutrisi tambahan

sejak usia 4 bulan meskipun beberapa bayi mungkin belum merasakan

kebutuhan ini (Lewis, 2004).

15

Page 16: MP ASI.doc

Pemberian makanan padat sebagai makanan tambahan dahulu

diberikan seawal mungkin. Tetapi setelah adanya laporan mengenai

bahaya pada bayi maka dianjurkan untuk tidak memberikan makanan

tambahan sebelum bayi berumur 4 bulan (Riadi, 1997).

Makanan bayi yang utama adalah ASI karena ASI mengandung

hampir semua zat gizi dengan komposisi sesuai kebutuhan bayi tetapi

kecukupan komposisinya hanya sampai usia 4 bulan. Cadangan vitamin

dan mineral dalam tubuh bayi yang didapat dari ibu semasa dalam

kandungan dan selama usia 3 bulan sejak lahir sudah menurun, sedangkan

dari ASI kandungan vitamin A dan C serta zat besi sudah tidak begitu

tinggi. Karena itu sejak usia 4 bulan sudah perlu diberikan makanan

tambahan yang mengandung vitamin dan mineral, selain tetap

memberikan ASI.

Pada usia 4 bulan pencernaan bayi mulai kuat. Pemberian MP-ASI

harus setelah usia 4 bulan, karena jika diberikan terlalu dini akan

menurunkan konsumsi ASI dan bayi mengalami gangguan pencernaan

atau diare. Sebaliknya bila MP-ASI diberikan terlambat akan

mengakibatkan anak kurang gizi bila terjadi dalam waktu panjang

(Soenardi, 1999).

16

Page 17: MP ASI.doc

D. Faktor–Faktor Yang Mempengaruhi Pemberian MP-ASI

1. Pendidikan ibu

Tingkat pendidikan ibu sebenarnya bukan satu–satunya faktor yang

menentukan kemampuan ibu dalam menyusui dan menyiapkan hidangan

bergizi. Namun faktor pendidikan dapat mempengaruhi kemampuan ibu

menyerap pengetahuan gizi yang diperoleh. Secara biologi ibu adalah

sumber hidup anak. Anak–anak dari ibu yang mempunyai latar belakang

pendidikan lebih tinggi akan mempunyai kesempatan hidup serta tumbuh

lebih baik. Keterbukaan mereka untuk menerima perubahan atau hal baru

guna pemeliharaan kesehatan anak merupakan suatu penjelasannya.

Tingkat pendidikan ibu banyak menentukan sikap dan tindak tanduknya

dalam menghadapi beberapa masalah (Satoto, 1992).

Penelitian Fatimah Muiz (1994) menyebutkan bahwa kelompok

ibu yang berpendidikan kurang, memberikan makanan tambahan kepada

bayinya 1-2 minggu setelah lahir. Sedangkan kelompok ibu yang

berpendidikan cukup memberikan makanan tambahan setelah bayinya

berusia 1 bulan.

Tingkat pendidikan formal merupakan faktor yang ikut

menentukan mudah tidaknya ibu menyerap dan memahami informasi gizi

yang diperoleh. Semkin tinggi tingkat pendidikan formal ibu, semakin

mudah ia menyerap informasi gizi dan kesehatan sehingga pengetahuan

dan kesehatannya akan baik. Tingkat pendidikan dan pengetahuan yang

tinggi dapat meningkatkan daya tangkap ibu terhadap adanya masalah gizi

17

Page 18: MP ASI.doc

didalam keluarga maupun mengambil tindakan secepatnya

(Fatimah dan Hernanto, 1998).

2. Pengetahuan Ibu

Menurut Notoatmodjo (1997) dalam bukunya Ilmu Kesehatan

Masyarakat, menyatakan pengetahuan/kognitif merupakan domain yang

sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Dari pengalaman

dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih

langgeng daripada yang tidak didasari oleh pengetahuan.

a. Tingkatan Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan yang tercakup

dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu :

1) Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini

adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dan

seluruh bahan yang dipelajari/rangsangan yang telah diterima

dengan cara menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan dan

sebagainya.

2) Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan

secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat

menginterpretasikan materi tersebut secara benar dengan cara

menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya.

18

Page 19: MP ASI.doc

3) Aplikasi (application)

Diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang

telah dipelajari. Aplikasi dapat diartikan penggunaan hukum,

rumus, metode, prinsip dan sebagainya.

4) Analisis (analysis)

Adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi suatu obyek

kedalam komponen-komponen tetapi masih didalam satu struktur

organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. Dapat

ditunjukkan dengan menggambarkan, membedakan,

mengelompokkan dan sebagainya.

5) Sintesis (synthesis)

Adalah menunjuk kepada suatu kemampuan untuk

meletakkan/menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk

keseluruhan yang baru. Ditunjukkan dengan dapat menyusun

formulasi baru dari formulasi yang lama.

6) Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

penilaian terhadap suatu materi. Penilaian itu berdasarkan pada

suatu kriteria yang ditentukan sendiri/menggunakan kriteria-

kriteria yang sudah ada. Dapat ditunjukkan dengan

membandingkan.

19

Page 20: MP ASI.doc

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan

Pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang dipengaruhi oleh

faktor-faktor sebagai berikut :

1) Faktor internal, meliputi :

a) Jasmani

Faktor jasmani diantaranya adalah indera seseorang.

b) Rohani

Faktor rohani diantaranya adalah kesehatan psikis, intelektual,

psikomotor serta kondisi afektif dan kognitif individu.

2) Faktor eksternal, meliputi:

a) Pendidikan

Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam

memberi respon yang datang dari luar. Orang yang

berpendidikan tinggi akan memberi respon yang lebih rasional

terhadap informasi yang datang dan akan sejauh mana

keuntungan yang mungkin akan mereka peroleh dari gagasan

tersebut. Ibu yang berpendidikan, tentu akan banyak

memberikan perubahan terhadap apa yang mereka lakukan

dimasa lalu.

b) Paparan media massa (akses informasi)

Melalui berbagai media baik cetak maupun elektronik, berbagai

informasi dapat diterima oleh masyarakat, sehingga seseorang

yang lebih sering terpapar media massa (TV, radio, majalah,

20

Page 21: MP ASI.doc

pamflet dan lain-lain) akan memperoleh informasi yang lebih

banyak dibandingkan dengan orang yang tidak pernah terpapar

informasi media. Ini berarti paparan media massa

mempengaruhi tingkat pengetahuan yang dimiliki seseorang.

c) Ekonomi (pendapatan)

Dalam memenuhi kebutuhan primer maupun sekunder,

keluarga dengan status ekonomi baik akan lebih mudah

tercukupi disbanding keluarga dengan status ekonomi rendah.

Hal ini akan mempengaruhi kebutuhan akan informasi yang

termasuk kebutuhan sekunder.

d) Hubungan sosial (lingkungan sosial budaya)

Manusia adalah makhluk sosial dimana saling berinteraksi

antara satu dengan lainnya. Individu yang dapat berinteraksi

secara kontinyu akan lebih besar terpapar informasi. Sementara

itu faktor hubungan sosial juga mempengaruhi kemampuan

individu sebagai komonikan untuk menerima pesan menurut

model komunikasi media.

e) Pengalaman

Pengalaman seseorang tentang berbagai hal bisa diperoleh dari

lingkungan kehidupan dalam proses perkembangannya, misal

sering mengikuti kegiatan yang mendidik seperti seminar.

21

Page 22: MP ASI.doc

c. Pengukuran pengetahuan

Pengkuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara

atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari

responden (Notoatmodjo, 2003).

3. Sosial Budaya (tradisi)

Dalam arti sempit kebudayan diartikan sebagai kebudayaan, adat

istiadat atau peradaban manusia. Kesemuanya itu akan mempengaruhi

tingkah laku seseorang. Indonesia kaya akan ragam budaya dan adat

istiadat, kebudayaan yang sudah turun temurun dari biasanya akan sangat

mendarah daging dalam kehidupan seseorang, sehingga sangat

berpengaruh terhadap tingkah laku mereka. Sebagai akibatnya mereka

akan sangat sulit menerima masukan dari dunia luar (Depkes RI, 1999).

Di daerah pedesaan (jawa dan lombok) kebenyakan masyarakat

memeberikan nasi atau pisang sebagai makanan dini sebelum bayi berusia

4 bulan. Bahkan pemberian tersebut dilakukan beberapa saat setelah bayi

lahir. Penyebabnya adalah suatu kebiasaan (cultural) masyarakat yaitu

adanya kekerabatan sosial dari tetangga yang datang pada waktu seorang

ibu melahirkan dan mereka memberikan nasi, madu, ataupun kelapa muda

pada bayi tersebut, dengan alasan kepercayaan tertentu (Wiryo, 2002).

Pemberian makanan tambahan yang sangat dini sudah menjadi

tradisi yang sangat kuat di kalangan masyarakat, yang didasari atas

pertimbangan kompleks ibu-ibu tentang kebutuhan makanan anak.

22

Page 23: MP ASI.doc

Semakin anak kelihatan sehat, semakin jarang anak disusui, semakin

tinggi kesempatan untuk mendapatkan makanan tambahan (Satoto, 1992).

4. Ekonomi (pendapatan) keluarga

Pada keadaan sosial ekonomi yang kurang memuaskan, perlu

dikenalkan makanan tambahan setempat yang terjangkau keluarga. Di

negara-negara industri, hal ini terjadi terutama pada golongan sosial

ekonomi yang paling rendah. Jika dalam keluarga semacam itu ibunya

bekerja di luar rumah dan tidak dapat melanjutkan menyusui anaknya,

penghasilannya mungkin terlalu rendah untuk memungkinkannya

menggunakan menu yang disesuaikan. Dalam hal semacam ini, menu

yang dibuat sendiri di rumah adalah cocok untuk pengenalan makanan

tambahan. Demikian pula, pada penduduk yang kurang mampu di negara

yang sedang berkembang, jika pemberian ASI dihentikan pada saat yang

dini, penggunaan makanan bayi buatan sendiri dan makanan tambahan

adalah sangat penting (Suhardjo, 1992).

5. Sikap ibu

Sikap adalah merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih

tertutup terhadap suatu stimulus atau obyek. Sikap tidak dapat langsung

dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang

tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan kondisi adanya kesesuaian

reaksi terhadap stimulus tertentu. Newcomb salah satu ahli psikologi

sosial menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan

untuk bertindak dan merupakan motif tertentu. Sikap belum merupakan

23

Page 24: MP ASI.doc

suatu tindakan atau aktifitas, akan tetapi adalah merupakan "predisposisi"

tindakan atau perilaku (Notoatmodjo, 2003).

Berbicara mengenai perubahan sikap, maka perlu diperhatikan

3 faktor yang mempengaruhinya, diantaranya :

a. Faktor fungsional atau hedonistik

Seseorang akan lebih mudah mengubah sikapnya jika ia

merasa lebih dihargai atau diperhatikan, sedangkan ia akan menolak

perubahan sikap jika ia merasa bahwa perubahan sikap itu justru akan

menjauhi atau merosotkan harga dirinya.

b. Faktor-faktor informasi

Seseorang lebih mudah menerima hal-hal baru dan mengubah

sikapnya, jika ia berhadapan dengan sesuatu yang menurut

pendapatnya cukup menarik, masuk akal dan tidak bertentangan

dengan pendapat umum.

c. Faktor-faktor yang berhubungan dengan komitmen diri sendiri atau

konsep diri

Hal-hal yang dirasakan sebagai penghambat terhadap

kebebasan akan lebih mudah ditolak dan menyulitkan perubahan

sikap.

Ada 3 tahap perubahan sikap dimana pada masing-masing tahap

bisa terjadi penerimaan atau penolakan terhadap hal yang baru, yang pada

gilirannya akan mempengaruhi terjadi atau tidaknya perubahan sikap

tersebut, adalah :

24

Page 25: MP ASI.doc

a. Perhatian (attention) : subyek dalam tahap ini melihat atau mendengar

sesuatu yang baru

b. Pengertian (comprehension) : subyek mengerti hal yang baru itu

c. Pengalaman (yielding) : subyek mulai melakukan dan mengamalkan

apa yang sudah diketahui dan dimengertinya itu

Allport (1954) menjelaskan bahwa sikap mempunyai 3 komponen

pokok, yaitu :

a. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu obyek

b. Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu obyek

c. Kecenderungan untuk bertindak (trend to behave)

Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh

(total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan,

berfikir, kenyakinan dan emosi memegang peranan penting (Notoatmodjo,

2003).

Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai

tingkatan, yaitu :

a. Menerima (receiving)

Menerima, diartikan bahwa orang (subyek) mau dan

memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek). Misalnya, sikap ibu

terhadap program makanan tambahan dilihat dari kesediaan dan

perhatian ibu terhadap penyuluhan-penyuluhan tentang program

makanan tambahan.

25

Page 26: MP ASI.doc

b. Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan

menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau

mengerjakan tugas yang diberikan, lepas pekerjaan itu benar atau

salah adalah berarti orang menerima ide tersebut.

c. Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan

dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap

tingkat tiga. Misalnya, ibu-ibu yang telah mendapatkan penyuluhan

tentang makanan tambahan mau membagi informasi tersebut kepada

keluarga yang lain adalah suatu bukti bahwa keluarga tersebut telah

mempunyai sikap positif terhadap program makanan tambahan.

d. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya

dengan segala resiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi.

26

Page 27: MP ASI.doc

E. Kerangka Teori

Sumber : Satoto (1992), Notoatmodjo (1997) dan (2003), Depkes RI (1999)

Tingkat pendidikan

Tingkat pengetahuan

Sosial budaya (tradisi)

Ekonomi (pendapatan)

Sikap ibu

Usia bayi saat pertama kali menerima MP-ASI

27

Faktor-faktor yang mempengaruhi

pemberian MP-ASI

Page 28: MP ASI.doc

F. Kerangka Konsep

Variabel bebas Variabel terikat

G. Variabel Penelitian

Variabel adalah suatu ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota

suatu kelompok (benda, situasi, orang) yang berbeda dengan yang dimiliki

oleh kelompok tersebut (Nursalam, 2001).

Dalam penelitian ini digunakan dua variabel, yaitu :

1. Variabel Independent (bebas)

Adalah suatu stimulasi aktifitas yang dimanipulasi oleh peneliti untuk

menciptakan suatu dampak pada variabel dependent (Nursalam, 2001).

Variabel Independent dalam penelitian ini adalah tingkat pendidikan,

pengetahuan, sosial budaya (tradisi), ekonomi (pendapatan) keluarga,

sikap ibu.

2. Variabel Dependent (terikat)

Adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel independent

(Notoatmodjo, 2002).

Variabel dependent dalam penelitian ini adalah usia bayi pertama kali

menerima MP-ASI.

28

Tingkat pendidikanTingkat pengetahuan

Sosial budaya (tradisi)

EkonomiSikap ibu

Usia bayi saat pertama kali menerima MP-ASI

Page 29: MP ASI.doc

H. Hipotesa

Adapun hipotesa dalam penelitian ini adalah :

a. Ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan usia bayi saat

pertama kali menerima MP-ASI

b. Ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang ASI dan MP-ASI

dengan usia bayi saat pertama kali menerima MP-ASI

c. Ada hubungan antara sosial budaya (tradisi) daerah setempat dengan

usia bayi saat pertama kali menerima MP-ASI

d. Ada hubungan antara tingkat ekonomi (pendapatan) keluarga dengan

usia bayi saat pertama kali menerima MP-ASI

e. Ada hubungan antara sikap ibu dengan usia bayi saat pertama kali

menerima MP-ASI

29

Page 30: MP ASI.doc

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah deskriptif korelasional yaitu penelitian yang

diarahkan untuk menjelaskan hubungan antara dua variabel yaitu variabel

bebas dengan variabel terikat (Notoatmodjo, 2002). Sedangkan pendekatan

yang digunakan adalah cross sectional yaitu pengambilan data pada suatu

waktu tertentu, dimana data tersebut dapat menggambarkan pada waktu

tertentu (Muslim, 1996).

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah seluruh objek/subjek dengan karakteristik tertentu

yang akan diteliti (Alimul, 2003). Populasi dalam penelitian ini adalah

seluruh ibu yang memiliki bayi usia 1 hari - 11 bulan serta memberikan

MP-ASI di wilayah kerja Puskesmas Tambak Aji yaitu sebanyak 65 orang.

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan

“sampling” tertentu untuk bisa memenuhi atau mewakili populasi

(Arikunto, 2002).

Sampling adalah proses pengambilan sampel dari populasi untuk

dapat mewakili populasi (Notoatmodjo, 2000). Apabila populasi atau

obyeknya kurang dari 100 lebih baik diambil semua, sehingga

30

Page 31: MP ASI.doc

penelitiannya merupakan penelitian populasi (Arikunto, 2002). Karena di

wilayah kerja Puskesmas Tambak Aji jumlah ibu yang memilki bayi usia

1 hari - 11 bulan serta memberikan MP-ASI ada 65 orang, maka diambil

keseluruhan sebagai sampel.

C. Variabel, Definisi Operasional dan Skala Penelitian

No. Definisi operasional Alat ukur Cara ukur Hasil ukur Skala

1. Usia bayi saat pertama kali menerima MP-ASI

Kuesioner bagian I

Dihitung dalam bulan

Dinyatakan dalam bulan

Interval

2. Pendidikan formal terakhir

Kuesioner bagian I

Sesuai yang diakui pemerintah

Dinyatakan dalam tahun

interval

3. Kemampuan ibu memahami dan menjawab pertanyaan tentang gizi

Kuesioner bagian II

Kuesioner terdiri dari 10 pertanyaan. Point a nilai 3, point b nilai 2, point c nilai 1

Skor nilai 1-30

interval

4. Tradisi turun temurun untuk memberikan MP-ASI

Kuesioner bagian III

Kuesioner terdiri dari 10 pertanyaan. Bila jawaban sesuai dengan kunci jawaban nilai 2, bila tidak sesuai nilai 1.

Skor nilai 1-20

interval

5. Penghasilan keluarga dalam satu bulan

Kuesioner bagian I

berdasarkan UMRSemarang

Dinyatakan dalam rupiah

interval

6. Reaksi/sikap ibu terhadap pemberian MP-ASI

Kuesioner bagian IV

Kuesioner terdiri dari 10 pernyataan. Sikap positif : sangat setuju (4), setuju (3), tidak setuju (2), sangat tidak setuju (1). sikap negatif : sangat setuju (1), setuju (2), tidak setuju (3), sangat tidak setuju (4).

Skor nilai 1-40

interval

31

Page 32: MP ASI.doc

D. Metode Pengumpulan Data

1. Instrumen penelitian

Menurut Alimul (2003), alat ukur dengan cara subyek diberikan

angket atau kuesioner dengan beberapa pertanyaan kepada responden.

Pembuatan kuesioner ini mengacu parameter yang sudah dibuat oleh

peneliti terhadap penelitian yang akan dilakukan.

Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner

mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner

tersebut (Notoatmodjo, 2002). Pertanyaan dibagian pertama digunakan

untuk mengetahui identitas responden, bagian kedua untuk mengetahui

pengetahuan ibu tentang ASI dan MP-ASI, bagian ketiga untuk

mengetahui sosial budaya (tradisi) dan bagian keempat digunakan untuk

mengetahui sikap ibu. Apabila ada responden yang mengalami kesulitan

dalam membaca kuesioner, maka peneliti akan membantu membacakan

kuesioner.

Setelah kuesioner sebagai alat penelitian selesai disusun, kemudian

dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Uji kuesionar diuji cobakan

terhadap 20 responden di wilayah Tambak Aji Semarang.

a. Uji validitas

Uji validitas yang akan digunakan untuk mengukur relevan

tidaknya pengukuran dan pengamatan yang dilakukan pada penelitian

(Notoatmodjo, 2002). Pada pengujian validitas kuesioner dilakukan

dengan uji korelasi antara skor (nilai) tiap-tiap item pertanyaan

32

Page 33: MP ASI.doc

terhadap skor total seluruh pertanyaan dengan menggunakan uji

Pearson Product Moment (Notoatmodjo, 2002) yang rumusnya

sebagai berikut :

R =

Keterangan :

R : Koefisien korelasi X : Variabel independent

N : Banyaknya sampel Y : Variabel dependent

Hasil pengujian menunjukkan bahwa masing-masing item

pertanyaan pada variabel pengetahuan, sosial budaya (tradisi) dan

sikap menunjukkan sebagai indikator yang valid. Hal ini ditunjukkan

dengan nilai koefisien korelasi (r) masing-masing variabel lebih besar

dari r tabel (0,444). Untuk pengetahuan didapatkan nilai r sebesar

0,924 , sosial budaya (tradisi) didapatkan nilai r sebesar 0,787 dan

sikap didapatkan nilai r sebesar 0,887.

b. Uji reliabilitas

Pengujian reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan

internal consistency, yaitu melakukan uji coba sekali saja kemudian

hasil yang diperoleh dianalisa dengan teknik tertentu. Dalam

penelitian ini, peneliti menggunakan rumus alpha cronbach.

Instrument dinyatakan reliabel jika reliabilitas internal seluruh

instrument > 0,6.

Hasil pengujian reliabilitas menunjukkan bahwa ketiga

variabel yaitu pengetahuan, sosial budaya (tradisi) dan sikap memiliki

nilai > 0,6. untuk pengetahuan didapatkan nilai sebesar 0,9581 ,

33

Page 34: MP ASI.doc

sosial budaya (tradisi) didapatkan nilai sebesar 0,9105 , sikap

didapatkan nilai sebesar 0,9121. Hal ini berarti bahwa ketiga

variabel tersebut reliabel.

2. Pengumpulan data

Pengumpulan data merupakan langkah awal dalam mendapatkan

data penelitian. Maka sebelum dilakukan pengumpulan data pada

penelitian ini dimulai dengan melakukan perizinan dari pihak Fakultas

Ilmu Keperawatan dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Semarang

yang ditujukan kepada tempat penelitian yaitu Puskesmas Tambak Aji

Semarang. Setelah mendapat izin dan persetujuan dari tempat penelitian,

barulah melakukan penelitian. Apabila ada responden yang mengalami

kesulitan dalam membaca kuesioner, maka peneliti akan membantu

membacakan kuesioner. Data yang diperoleh :

a. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari responden pada

saat penelitian dengan menggunakan kuesioner. Data tersebut meliputi

identitas, pengetahuan, sosial budaya dan sikap ibu dalam pemberian

MP-ASI pada bayi.

b. Data sekunder yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data

bayi yang berumur 0-11 bulan yang diperoleh dari Puskesmas Tambak

Aji Semarang.

E. Metode Pengolahan dan Analisis Data

1. Metode pengolahan data

34

Page 35: MP ASI.doc

Data yang sudah terkumpul kemudian dilakukan pengolahan

dengan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Editing

Editing dalam penelitian ini berupa kegiatan pengecekan kelengkapan,

kejelasan, konsistensi dan keragaman data.

b. Koding (pengkodean)

Yaitu mengklarifikasi jawaban-jawaban yang ada menurut macamnya

klasifikasi. Dilakukan dengan cara memberi skor terhadap item-item

yang perlu diberi skor seperti pengkodean 1 untuk baik, 2 untuk cukup,

3 untuk kurang serta Y untuk ya dan T untuk tidak. Koding dilakukan

dengan cara menandai masing-masing jawaban dengan kode angka,

kemudian dalam lembaran kertas memudahkan dibaca.

c. Skoring

Pada tahap ini memberikan nilai pada data sesuai skor terhadap item

yang perlu diberi skor seperti pengukuran pengetahuan yaitu dikatakan

baik jika nilainya 21-30, cukup jika nilainya 11-20 dan kurang jika

nilainya 1-10.

d. Tabulating (pentabulasian)

Memasukkan data-data dari hasil penelitian kedalam tabel-tabel sesuai

kriteria.

e. Entry data (memasukkan data)

35

Page 36: MP ASI.doc

Tahap terakhir yaitu memasukkan data dari kuesioner kedalam paket

program komputer yang proses pengolahaan datanya menggunakan

komputer dengan aplikasi program SPSS for MS Window release 11.0

2. Analisis data

Analisis data dilakukan menggunakan komputer program SPSS for

MS Windows release 11.0. dengan analisis statistik sebagai berikut :

a. Analisis univariat

Analisis ini digunakan untuk memberikan gambaran umum

terhadap data hasil penelitian. Data tersebut disajikan dalam bentuk

tabel distribusi frekuensi sebagai bahan informasi meliputi : usia bayi

saat pertama menerima MP-ASI, pengetahuan, pendidikan, sosial

budaya (tradisi), ekonomi (pendapatan) dan sikap ibu.

b. Analisis bivariat

Analisa bivariat digunakan untuk menguji hipotesa. Sebelum

dilakukan pengujian hipotesa, terlebih dahulu melakukan uji

kenormalan data dengan uji Kolmogorof Smirnov untuk menentukan

jenis statistik yang digunakan dalam pengujian hipotesa. Data yang

diperoleh dari tiap variabel ternyata berdistribusi tidak normal,maka

digunakan uji Spearman Rank. Pengujian menggunakan tingkat

kepercayaan 95%.

F. Etika penelitian

36

Page 37: MP ASI.doc

Dalam melakukan penelitian ini peneliti mendapat rekomendasi dari

program studi S1 Keperawatan dan permintaan izin ke Puskesmas Tambak

Aji. Setelah mendapatkan persetujuan barulah melakukan penelitian dengan

menekankan masalah etika meliputi :

1. Informed Concent (surat persetujuan)

Lembar persetujuan ini diberikan kepada responden yang diteliti disertai

judul penelitian dan tujuan penelitian. Bila subjek menolak maka peneliti

tidak memaksa dan tetap menghormati hak-hak responden.

2. Anonimity (tanpa nama)

Untuk menjaga kerahasiaan identitas subjek, peneliti tidak akan

mencantumkan nama pada lembar pengumpulan data.

3. Confidentiality

Kerahasiaan informasi atau data yang didapatkan dari responden sangat

dijamin oleh peneliti.

G. Jadwal Penelitian

Terlampir

37

Page 38: MP ASI.doc

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Tambak Aji

Semarang, yaitu wilayah Wonosari pada tanggal 12 Agustus 2007. Penelitian

ini dilakukan pada saat posyandu. Pertama sebelum pembagian kuesioner,

peneliti menjelaskan dulu tentang penelitian yang akan dilakukan mengenai

tujuan, manfaat dan petunjuk pengisian kuesioner kemudian membagikan

kuesioner langsung pada responden. Hasil pengisian kuesioner dikumpulkan

langsung pada akhir pertemuan.

1. Analisis Univariat

a. Usia bayi saat pertama menerima MP-ASI

Tabel 4.1 Distribusi frekuensi usia bayi saat pertama menerima MP-ASI di wilayah kerja Puskesmas Tambak Aji Semarang, 2007.

Usia Bayi (bulan) Frekuensi %

0-3 26 40

4-6 39 60

Jumlah 65 100

Dari tabel 4.1 dapat dilihat bahwa sebagian besar bayi

menerima MP-ASI pada usia 4-6 bulan yaitu 39 orang (60%) dan

sisanya diberikan pada usia 0-3 bulan yaitu 26 orang (40%).

38

Page 39: MP ASI.doc

b. Tingkat Pendidikan Ibu

Tabel 4.2 Distribusi frekuensi tingkat pendidikan ibu di wilayah kerja Puskesmas Tambak Aji Semarang, 2007.

Tingkat Pendidikan Frekuensi %

6-9 tahun (Dasar) 19 29,2

10-14 tahun (menengah) 35 53,8

> 15 tahun (tinggi) 11 17

Jumlah 65 100

Dari tabel 4.2 dapat dilihat bahwa sebagian besar tingkat

pendidikan ibu menengah yaitu 35 orang (53,8%), pendidikan dasar

sebanyak 19 orang (29,2%), dan pendidikan tinggi sebanyak 11 orang

(17%).

c. Tingkat Pengetahuan ibu

Tabel 4.3 Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan ibu di wilayah kerja Puskesmas Tambak Aji Semarang, 2007.

Tingkat Pengetahuan Frekuensi %

1-10 (kurang) - -

11-20 (cukup) 19 29,2

21-30 (baik) 46 70,8

Jumlah 65 100

Dari tabel 4.3 dapat dilihat bahwa sebagian besar tingkat

pengetahuan ibu baik yaitu 46 orang (70,8%), sedangkan 19 orang

(29,2%) termasuk cukup.

39

Page 40: MP ASI.doc

d. Sosial Budaya (tradisi)

Tabel 4.4 Distribusi frekuensi sosial budaya (tradisi) di wilayah kerja Puskesmas Tambak Aji Semarang, 2007.

Sosial budaya

(tradisi)Frekuensi %

1-10 (buruk) 20 30,8

11-20 (baik) 45 69,2

Jumlah 65 100

Dari tabel 4.4 dapat dilihat bahwa sebagian besar sosial budaya

(tradisi)nya termasuk baik yaitu 45 orang (69,2%) dan sisanya yaitu 20

orang (30,8%) termasuk buruk.

e. Tingkat Pendapatan Keluarga

Tabel 4.5 Distribusi frekuensi tingkat pendapatan keluarga di wilayah kerja Puskesmas Tambak Aji Semarang, 2007.

Tingkat pendapatan Frekuensi %

< 640.000 (rendah) 13 20

640.000-1.000.000 (sedang) 29 44,6

> 1.000.000 (tinggi) 23 35,4

Jumlah 65 100

Dari tabel 4.5 dapat dilihat bahwa sebagian besar tingkat

pendapatan keluarga sedang yaitu sebanyak 29 orang (44,6%),

sedangkan untuk pendapatan rendah sebanyak 13 orang (20%), dan

pendapatan tinggi sebanyak 23 orang (35,4%).

40

Page 41: MP ASI.doc

f. Sikap Ibu

Tabel 4.6 Distribusi frekuensi sikap ibu terhadap pemberian MP-ASI di wilayah kerja Puskesmas Tambak Aji Semarang, 2007.

Sikap ibu Frekuensi %

1-20 (negatif) 29 44,6

21-40 (positif) 36 55,4

Jumlah 65 100

Dari tabel 4.6 dapat dilihat bahwa sebagian besar sikap ibu

positif terhadap pemberian MP-ASI yaitu 36 orang (55,4%) dan

sisanya yaitu 29 orang (44,6%) negatif.

2. Analisis Bivariat

Analisa bivariat digunakan untuk menguji hipotesa. Sebelum

dilakukan pengujian hipotesa, terlebih dahulu melakukan uji kenormalan

data dengan uji Kolmogorof Smirnov untuk menentukan jenis statistik

yang digunakan dalam pengujian hipotesa. Hasil uji Kolmogorof Smirnov

dapat dilihat pada tabel 4.7

Tabel 4.7 Hasil Uji Kolmogorof Smirnov

Variabel Nilai Kolmogorof Smirnov

P-value Keterangan

Pendidikan ibu 2,854 0,000 Tidak normal

Pengetahuan ibu 1,383 0,044 Tidak normal

Sosial budaya (tradisi) 1,588 0,013 Tidak normal

Pendapatan 1,685 0,007 Tidak normal

Sikap ibu 2,099 0,000 Tidak normal

Usia bayi saat pertama menerima MP-ASI

1,814 0,003 Tidak normal

41

Page 42: MP ASI.doc

Berdasarkan tabel 4.7 dapat dilihat bahwa variabel pendidikan ibu,

pengetahuan ibu, sosial budaya (tradisi), pendapatan, sikap ibu dan usia

bayi saat pertama menerima MP-ASI berdistribusi tidak normal (p-value <

0,05), sehingga untuk menguji hubungan antara variabel tersebut

digunakan uji korelasi Spearman Rank. Hasil uji korelasi Spearman Rank

dapat dilihat pada tabel 4.8.

Tabel 4.8 Hasil uji korelasi Spearman Rank

Variabel r P-value Keterangan

Pendidikan ibu dengan usia bayi saat

pertama menerima MP-ASI0,346 0,005 Ada hubungan

Pengetahuan ibu dengan usia bayi

saat pertama menerima MP-ASI0,354 0,004 Ada hubungan

Sosial budaya (tradisi) dengan usia

bayi saat pertama menerima MP-ASI0,340 0,006 Ada hubungan

Pendapatan dengan usia bayi saat

pertama menerima MP-ASI0,259 0,037 Ada hubungan

Sikap ibu dengan usia bayi saat

pertama menerima MP-ASI0,254 0,041 Ada hubungan

Dari hasil penelitian secara keseluruhan seperti pada tabel 4,8,

terlihat bahwa terdapat hubungan yang lemah antara variable tersebut,

karena p-value < 0,05 dan nilai r berada diantara 0 - 0,5.

42

Page 43: MP ASI.doc

a. Hubungan antara Tingkat Pendidikan Ibu dengan Usia Bayi saat pertama menerima MP-ASI

Hubungan antara Tingkat Pendidikan Ibu dengan Usia Bayi

saat pertama menerima MP-ASI dapat dilihat pada gambar 4.1.

Gambar 4.1 Scatter plot Hubungan antara Tingkat Pendidikan Ibu dengan Usia Bayi saat pertama menerima MP-ASI

Terlihat dari scatter plot diatas menunjukkan bahwa tingkat

pendidikan ibu mempunyai hubungan positif dengan usia bayi saat

pertama menerima MP-ASI, yang berarti semakin tinggi tingkat

pendidikan ibu maka semakin tepat usia pemberian MP-ASI kepada

bayi dan sebaliknya, semakin rendah tingkat pendidikan ibu maka

semakin dini usia pemberian MP-ASI.

Hasil analisa data dengan uji Spearman Rank untuk mengetahui

korelasi antara tingkat pendidikan ibu dengan usia bayi saat pertama

menerima MP-ASI diperoleh nilai r = 0,346 dengan p-value = 0,005.

Oleh karena p-value < 0,05 dan r berada antara 0-0,5 maka ada

hubungan positif yang lemah antara tingkat pendidikan ibu dengan

usia bayi saat pertama menerima MP-ASI di wilayah kerja Puskesmas

Tambak Aji.

43

Page 44: MP ASI.doc

b. Hubungan antara Tingkat Pengetahuan Ibu dengan Usia Bayi saat pertama menerima MP-ASI

Hubungan antara Tingkat Pengetahuan Ibu dengan Usia Bayi

saat pertama menerima MP-ASI dapat dilihat pada gambar 4.2.

Gambar 4.2 Scatter plot Hubungan antara Tingkat Pengetahuan Ibu dengan Usia Bayi saat pertama menerima MP-ASI

Terlihat dari scatter plot diatas menunjukkan bahwa tingkat

pengetahuan ibu mempunyai hubungan positif dengan usia bayi saat

pertama menerima MP-ASI, yang berarti semakin tinggi tingkat

pengetahuan ibu maka semakin tepat usia pemberian MP-ASI kepada

bayi dan sebaliknya, semakin rendah tingkat pengetahuan ibu maka

semakin dini usia pemberian MP-ASI.

Hasil analisa data dengan uji Spearman Rank untuk mengetahui

korelasi antara tingkat pengetahuan ibu dengan usia bayi saat pertama

menerima MP-ASI diperoleh nilai r = 0,354 dengan p-value = 0,004.

Oleh karena p-value < 0,05 dan r berada antara 0-0,5 maka ada

hubungan positif yang lemah antara tingkat pengetahuan ibu dengan

usia bayi saat pertama menerima MP-ASI di wilayah kerja Puskesmas

Tambak Aji.

44

Page 45: MP ASI.doc

c. Hubungan antara Sosial Budaya (Tradisi) dengan Usia Bayi saat pertama menerima MP-ASI

Hubungan antara sosial budaya (tradisi) dengan Usia Bayi saat

pertama menerima MP-ASI dapat dilihat pada gambar 4.3.

Gambar 4.3 Scatter plot Hubungan antara sosial budaya (tradisi) dengan Usia Bayi saat pertama menerima MP-ASI

Terlihat dari scatter plot diatas menunjukkan bahwa sosial

budaya (tradisi) mempunyai hubungan positif dengan usia bayi saat

pertama menerima MP-ASI, yang berarti semakin baik sosial budaya

(tradisi) maka semakin tepat usia pemberian MP-ASI kepada bayi dan

sebaliknya, semakin buruk sosial budaya (tradisi) maka semakin dini

usia pemberian MP-ASI.

Hasil analisa data dengan uji Spearman Rank untuk mengetahui

korelasi antara sosial budaya (tradisi) dengan usia bayi saat pertama

menerima MP-ASI diperoleh nilai r = 0,340 dengan p-value = 0,006.

Oleh karena p-value < 0,05 dan r berada antara 0-0,5 maka ada

hubungan positif yang lemah antara sosial budaya (tradisi) dengan usia

bayi saat pertama menerima MP-ASI di wilayah kerja Puskesmas

Tambak Aji.

45

Page 46: MP ASI.doc

d. Hubungan antara Tingkat Pendapatan Keluarga dengan Usia Bayi saat pertama menerima MP-ASI

Hubungan antara tingkat pendapatan keluarga dengan Usia

Bayi saat pertama menerima MP-ASI dapat dilihat pada gambar 4.4.

Gambar 4.4 Scatter plot Hubungan antara tingkat pendapatan keluarga dengan Usia Bayi saat pertama menerima MP-ASI

Terlihat dari scatter plot diatas menunjukkan bahwa tingkat

pendapatan keluarga mempunyai hubungan positif dengan usia bayi

saat pertama menerima MP-ASI, yang berarti semakin tinggi tingkat

pendapatan keluarga maka semakin tepat usia pemberian MP-ASI

kepada bayi dan sebaliknya, semakin rendah tingkat pendapatan

keluarga maka semakin dini usia pemberian MP-ASI.

Hasil analisa data dengan uji Spearman Rank untuk mengetahui

korelasi antara tingkat pendapatan keluarga dengan usia bayi saat

pertama menerima MP-ASI diperoleh nilai r = 0,259 dengan p-value =

0,037. Oleh karena p-value < 0,05 dan r berada antara 0-0,5 maka ada

hubungan positif yang lemah antara tingkat pendapatan keluarga

dengan usia bayi saat pertama menerima MP-ASI di wilayah kerja

Puskesmas Tambak Aji.

46

Page 47: MP ASI.doc

e. Hubungan antara Sikap Ibu dengan Usia Bayi saat pertama menerima MP-ASI

Hubungan antara sikap ibu dengan Usia Bayi saat pertama

menerima MP-ASI dapat dilihat pada gambar 4.5.

Gambar 4.5 Scatter plot Hubungan antara sikap ibu dengan Usia Bayi saat pertama menerima MP-ASI

Terlihat dari scatter plot diatas menunjukkan bahwa sikap ibu

mempunyai hubungan positif dengan usia bayi saat pertama menerima

MP-ASI, yang berarti semakin positif sikap ibu maka semakin tepat

usia pemberian MP-ASI kepada bayi dan sebaliknya, semakin negatif

sikap ibu maka semakin dini usia pemberian MP-ASI.

Hasil analisa data dengan uji Spearman Rank untuk mengetahui

korelasi antara sikap ibu dengan usia bayi saat pertama menerima MP-

ASI diperoleh nilai r = 0,254 dengan p-value = 0,041. Oleh karena p-

value < 0,05 dan r berada antara 0-0,5 maka ada hubungan positif

yang lemah antara sikap ibu dengan usia bayi saat pertama menerima

MP-ASI di wilayah kerja Puskesmas Tambak Aji.

47

Page 48: MP ASI.doc

B. Pembahasan

1. Analisis Univariat

a. Usia bayi saat pertama menerima MP-ASI

Dari 65 responden diketahui bahwa sebagian besar

memberikan MP-ASI kepada bayinya pada usia 4 bulan yaitu

sebanyak 39 responden (60%) dan sisanya yaitu 26 responden (40%)

memberikan MP-ASI pada usia 0-3 bulan.

Menurut Sara Lewis (2004) bayi membutuhkan nutrisi

tambahan sejak usia 4 bulan, meskipun beberapa bayi mungkin belum

merasakan kebutuhan ini. Riadi (1997) juga menganjurkan untuk tidak

memberikan makanan tambahan sebelum bayi berumur 4 bulan.

Hal ini juga sejalan dengan pernyataan Tuti Soenardi (1999)

pada usia 4 bulan pencernaan bayi mulai kuat, pemberian MP-ASI

harus setelah 4 bulan, karena jika terlalu dini akan menurunkan

konsumsi ASI dan bayi mengalami gangguan pencernaan atau diare.

b. Pendidikan ibu

Berdasarkan tabel 4.2 yang terdiri dari 65 responden, ternyata

responden dengan pendidikan dasar sebanyak 19 orang (29,2%),

pendidikan menengah 35 orang (53,8%) dan pendidikan tinggi 11

orang (17%). Dengan demikian sebagian besar tingkat pendidikan

responden adalah pendidikan menengah.

Tingkat pendidikan formal merupakan factor yang ikut

menentukan mudah tidaknya responden menyerap informasi gizi yang

48

Page 49: MP ASI.doc

diperoleh. Semakin tinggi tingkat pendidikan formal responden,

semakin mudah ia menyerap informasi gizi dan kesehatan sehingga

pengetahuan dan kesehatannya akan baik. Tingkat pendidikan dan

pengetahuan yang tinggi dapat meningkatkan daya tangkap ibu

terhadap adanya masalah gizi didalam keluarga maupun mengambil

tindakan secepatnya (Fatimah dan Hernanto, 1998).

c. Pengetahuan ibu

Berdasarkan tabel 4.3 yang terdiri dari 65 responden, ternyata

responden dengan pengetahuan kurang tidak ada, pengetahuan cukup

sebanyak 19 orang (29,2%) dan pengetahuan baik sebanyak 46 orang

(70,8%). Dengan demikian sebagian besar tingkat pengetahuan

responden adalah baik.

Menurut Notoatmodjo (1997) pengetahuan/kognitif merupakan

domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.

Berdasarkan fenomena yang diamati peneliti bahwa

pengetahuan seseorang akan meningkat jika orang tersebut sering

membaca atau mendengar informasi tentang suatu hal. Pengetahuan

seseorang biasanya diperoleh dari pengalaman yang berasal dari

berbagai macam sumber, misalnya media massa, elektronik, buku,

majalah atau tenaga kesehatan. Demikian pula dengan responden,

sebagian besar memperoleh informasi tentang ASI dan MP-ASI dari

buku dan tenaga kesehatan setempat.

49

Page 50: MP ASI.doc

d. Sosial budaya (tradisi)

Berdasarkan tabel 4.4 yang terdiri dari 65 responden, ternyata

sebanyak 20 orang (30,8%) memiliki sosial budaya (tradisi) buruk,

sedangkan sebanyak 45 orang (69,2%).sosial budaya (tradisi) baik

Dengan demikian sebagian besar responden sosial budaya (tradisi)nya

adalah baik.

Kebudayaan diartikan sebagai adat istiadat atau peradaban

manusia yang kesemuanya akan mempengaruhi tingkah laku

seseorang. Dimana kebudayaan yang sudah turun temurun dari leluhur

biasanya akan sangat berpengaruh terhadap tingkah laku mereka

(Depkes RI, 1994).

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ibu yang

bijaksana akan memahami seluk beluk mengenai MP-ASI, terutama

mengenai kapan MP-ASI harus diberikan, jenis, bentuk dan

jumlahnya. Perilaku yang dibentuk oleh kebiasaan, bisa dipengaruhi

oleh sosial budaya (tradisi) daerah sempat.

e. Pendapatan keluarga

Berdasarkan tabel 4.5 yang terdiri dari 65 responden, ternyata

yang memiliki pendapatan kurang sebanyak 13 orang (20%),

pendapatan sedang sebanyak 29 orang (44,6%) dan pendapatan tinggi

sebanyak 23 orang (35,4%). Dengan demikian sebagian besar

pendapatan keluarga termasuk sedang.

50

Page 51: MP ASI.doc

Pada penduduk yang kurang mampu dinegara yang sedang

berkembang jika pemberian ASI dihentikan pada saat yang dini,

penggunaan MP-ASI yang cocok adalah sangat penting sehingga perlu

dikenalkan makanan tambahan setempat yang terjangkau oleh keluarga

(Suhardjo, 1992).

f. Sikap ibu

Berdasarkan tabel 4.6 yang terdiri dari 65 responden, ternyata

sebanyak 29 orang (44,6%) memiliki memiliki sikap negatif terhadap

pemberian MP-ASI, sedangkan sisanya sebanyak 36 orang (55,4%)

memiliki sikap positif terhadap pemberian MP-ASI. Dengan demikian

sebagian besar sikap responden positif terhadap pemberian MP-ASI.

Sikap adalah merupakan reaksi atau respon seseorang yang

masih tertutup terhadap suatu stimulus atau obyek. Sikap secara nyata

menunjukkan kondisi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus

tertentu. Sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu menerima,

diartikan bahwa orang mau memperhatikan obyek, merespon diartikan

memberikan jawaban bila ditanya, menghargai yang diartikan dengan

mengajak orang lain untuk mendiskusikan suatu masalah dan

bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dipilihnya dengan segala

resiko (Notoatmdjo, 2003).

Dari hasil penelitian sikap positif dari responden diwujudkan

dalam bentuk separti memberikan MP-ASI pada usia 4 bulan tetapi

masih tetap memberikan ASI.

51

Page 52: MP ASI.doc

2. Analisis Bivariat

a. Hubungan antara Tingkat Pendidikan Ibu dengan usia bayi saat

pertama menerima MP-ASI

Dari analisis korelasi dapat disimpulkan ada hubungan antara

tingkat pendidikan ibu dengan usia bayi saat pertama menerima MP-

ASI, yang artinya usia pertama pemberian MP-ASI adalah 4 bulan. Hal

ini disebabkan karena sebagian besar responden berpendidikan

menengah.

Hasil penelitian ini sesuai dengan pernyataan Satoto (1992)

bahwa faktor pendidikan dapat mempercepat pemberian MP-ASI atau

makanan tambahan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan

oleh Fatimah Muiz (1994) yang menyatakan bahwa ibu yang

berpendidikan kurang memberikan makanan tambahan kepada bayinya

1-2 minggu setelah lahir, sedangkan kelompok ibu yang berpendidikan

cukup memberikan makanan tambahan setelah bayinya berusia 1

bulan.

Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi pendidikan ibu,

maka usia bayi saat pertama menerima MP-ASI akan semakin

bertambah pula.

b. Hubungan antara Tingkat Pengetahuan Ibu dengan usia bayi saat

pertama menerima MP-ASI

Dari analisis korelasi dapat disimpulkan ada hubungan antara

tingkat pengetahuan ibu dengan usia bayi saat pertama menerima MP-

52

Page 53: MP ASI.doc

ASI, yang artinya usia pertama pemberian MP-ASI adalah 4 bulan. Hal

ini disebabkan karena sebagian besar responden berpengetahuan baik.

Hasil penelitian ini sesuai dengan pernyataan Satoto (1992)

bahwa faktor pengetahuan dapat mempercepat pemberian makanan

tambahan atau MP-ASI. Pengetahuan merupakan domain yang sangat

penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo,2003).

Berdasarkan fenomena yang diamati oleh peneliti, sebagian besar

responden memperoleh informasi tentang MP-ASI dari buku dan

petugas kesehatan setempat dan menerapkan 6 tingkatan pengetahuan

seperti yang dikemukakan oleh Notoatmodjo (2003) yang dimulai dari

tahu, memahami, mengaplikasikan/menggunakan, menganalisis/

membedakan, mensintesis dan yang terakhir mengevaluasi

/membandingkan.

Hal ini menunjukkan bahwa semakin baik tingkat pengetahuan

ibu maka usia bayi saat pertama menerima MP-ASI semakin

bertambah pula.

c. Hubungan antara Sosial Budaya (Tradisi) dengan usia bayi saat

pertama menerima MP-ASI

Dari analisis korelasi dapat disimpulkan ada hubungan antara

sosial budaya (tradisi) dengan usia bayi saat pertama menerima MP-

ASI, yang artinya usia pertama pemberian MP-ASI adalah 4 bulan. Hal

ini disebabkan karena sosial budaya (tradisi) daerah setempat baik.

53

Page 54: MP ASI.doc

Pemberian makanan tambahan sudah menjadi tradisi yang

sangat kuat di kalangan masyarakat, yang didasari atas pertimbangan

kompleks ibu-ibu tentang kebutuhan makanan anak (Satoto, 1992). Di

daerah pedesaan kebanyakan masyarakat terbiasa memberikan nasi

atau pisang sebagai makanan tambahan kepada bayi (Wiryo, 2002).

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa responden

termasuk bijaksana karena memahami seluk beluk tentang MP-ASI

sehingga dapat menerapkan ketentuan-ketentuan pemberian MP-ASI.

Hal ini menunjukkan bahwa semakin baik sosial budaya

(tradisi) maka semakin bertambah pula usia bayi saat pertama

menerima MP-ASI.

d. Hubungan antara Tingkat Pendapatan Keluarga dengan usia bayi

saat pertama menerima MP-ASI

Dari analisis korelasi dapat disimpulkan ada hubungan antara

tingkat pendapatan keluarga dengan usia bayi saat pertama menerima

MP-ASI, yang artinya usia pertama pemberian MP-ASI adalah 4

bulan. Hal ini disebabkan karena sebagian besar pendapatan keluarga

termasuk sedang.

Hasil penelitian ini sesuai dengan pernyataan Satoto (1992)

bahwa faktor pendapatan keluarga dapat mempengaruhi pemberian

MP-ASI atau makanan tambahan. Pada penduduk yang kurang mampu

di negara yang berkembang, jika pemberian ASI dihentikan pada saat

dini penggunaan MP-ASI yang cocok adalah sangat penting sehingga

54

Page 55: MP ASI.doc

perlu dikenalkan makanan tambahan yang terjangkau oleh keluarga

(Suhardjo, 1992).

Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendapatan

keluarga maka semakin bertambah pula usia bayi saat pertama

menerima MP-ASI.

e. Hubungan antara Sikap Ibu dengan usia bayi saat pertama

menerima MP-ASI

Dari analisis korelasi dapat disimpulkan ada hubungan antara

sikap ibu dengan usia bayi saat pertama menerima MP-ASI, yang

artinya usia pertama pemberian MP-ASI adalah 4 bulan. Hal ini

disebabkan karena sebagian besar sikap ibu positif terhadap pemberian

MP-ASI.

Hasil penelitian ini sesuai dengan pernyataan Satoto (1992)

bahwa faktor sikap ibu ikut mempengaruhi pemberian MP-ASI atau

makanan tambahan. Sikap ini dapat bersifat positif dan dapat pula

bersifat negatif. Dalam penelitian ini sikap positif responden,

kecenderungan tindakannya adalah mendekati, menyenangi,

mengharapkan pemberian MP-ASI yang benar. Sedangkan dalam

sikap negatif cenderung berkebalikan yaitu pemberian MP-ASI yang

tidak sesuai. Sikap seseorang sangat mempengaruhi tindakan yang

akan dilakukan.

Hal ini menunjukkan bahwa sikap positif ibu terhadap

pemberian MP-ASI akan mempengaruhi usia pertama bayi diberi MP-

ASI.

55

Page 56: MP ASI.doc

C. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki keterbatasan antara lain :

1. Penelitian ini hanya mengungkapkan faktor pendidikan, pengetahuan,

sosial budaya (tradisi), pendapatan keluarga dan sikap ibu yang

berhubungan dengan usia bayi saat pertama kali meneima MP-ASI. Disatu

sisi masih ada faktor lain, seperti faktor petugas kesehatan, tokoh

masyarakat dan lain sebagainya.

2. Penelitian ini hanya mengungkap responden yang berada di wilayah kerja

Puskesmas Tambak Aji Semarang sehingga belum digeneralisasikan

secara luas.

56

Page 57: MP ASI.doc

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka penulis dapat menarik

kesimpulan sebagai berikut :

1. Sebagian besar responden memberikan MP-ASI kepada bayinya pada usia

4 bulan yaitu sebanyak 39 responden (60%)

2. Sebagian besar tingkat pendidikan responden menengah yaitu sebanyak 35

responden (53,8%)

3. Sebagian besar tingkat pengetahuan responden tentang gizi termasuk baik

yaitu sebanyak 46 responden (70,8%)

4. Sebagian besar sosial budaya (tradisi) daerah setempat baik yaitu sebanyak

45 responden (69,2%)

5. Sebagian besar tingkat pendapatan keluarga termasuk sedang yaitu

sebanyak 29 responden (44,6%)

6. Sebagian besar sikap responden positif terhadap pemberian MP-ASI yaitu

sebanyak 36 responden (55,4%)

7. Ada hubungan antara tingkat pendidikan responden yang menengah

dengan usia bayi saat pertama kali menerima MP-ASI

8. Ada hubungan antara tingkat pengetahuan responden yang baik dengan

usia bayi saat pertama kali menerima MP-ASI

57

Page 58: MP ASI.doc

9. Ada hubungan antara sosial budaya (tradisi) daerah setempat yang baik

dengan usia bayi saat pertama kali menerima MP-ASI

10. Ada hubungan antara tingkat pendapatan keluarga yang sedang dengan

usia bayi saat pertama kali menerima MP-ASI

11. Ada hubungan antara sikap positif responden terhadap pemberian MP-ASI

dengan usia bayi saat pertama kali menerima MP-ASI

B. Saran

1. Bagi ibu yang memiliki bayi

Diharapkan dapat mempertahankan pengetahuan dan tradisi daerah

setempat yang sebagian besar sudah baik dengan cara mengakses

informasi dari buku, majalah, media massa, media elektronik maupun dari

tenaga kesehatan.

2. Bagi keluarga dan masyarakat

Perlu adanya dukungan suami, keluarga dan masyarakat guna mendukung

waktu pemberian MP-ASI yang tepat danperlunya meningkatkan

pengetahuan masyarakat mengenai MP-ASI sehingga tidak terpancang

pada tradisi yang tidak mendukung upaya kesehatan khususnya dalam

pemberian MP-ASI.

3. Bagi tenaga kesehatan

Diharapkan lebih meningkatkan upaya penyuluhan mengenai tujuan,

manfaat, syarat dan waktu pemberian MP-ASI yang tepat kepada individu,

keluarga dan masyarakat khususnya ibu yang memiliki bayi dengan

pendekatan kepada tokoh masyarakat dan tokoh agama.

58

Page 59: MP ASI.doc

DAFTAR PUSTAKA

Alimul, A. (2003). Riset keperawatan dan teknik penulisan ilmiah. Jakarta : Salemba Medika.

Arikunto, S. (2002). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktek. Jakarta : Rineka Cipta.

Azwar, A. (2000). Pedoman pemberian makanan pendamping ASI. Jakarta : Binarupa Aksara.

BSN. (2003). Peningkatan gizi balita melalui mutu MP-ASI. 10 Januari 2007 From http:// www.bsn.or id.

Depkes, RI. (1998). Memilih makanan seimbang untuk bayi. Jakarta : Depkes RI.

Depkes, RI. (1999). Anak anda umur 6-12 tahun. Jakarta : Pusdiknakes Depkes RI.

Hastono, Priyo Sutanto. (2001). Analisa data. Jakarta : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

Lewis, S. (2004). Makanan pertamaku : panduan para ibu untuk menyapih dan mengenalkan makanan padat. Jakarta : Erlangga.

Machfoedz. (2005). Metodologi penelitian bidang kesehatan, keperawatan dan kebidanan. Yogyakarta : Fitramaya.

Muchtadi, D. (2002). Gizi untuk bayi : ASI, susu formula dan makanan tambahan. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan.

Muiz, Fatimah dan Hernanto. (1998). Pengetahuan ibu terhadap pesan-pesan mengenai pertumbuhan anak dalam kartu menuju sehat. Semarang: Majalah Kedokteran Diponegoro.

Muslim. (1996). Aplikasi statistik. Semarang : Dosen Tarbiyah IAIN Walisongo.

Notoatmodjo, S. (1997). Ilmu kesehatan masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta.

59

Page 60: MP ASI.doc

Notoatmodjo, S. (2000). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S. (2002). Metodologi penelitian kesehatan bagian I. Jakarta : Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S. (2003). Pendidikan dan perilaku kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Nursalam. (2001). Metodologi riset keperawatan. Jakarta : Infomedika.

Pudjadi, S. (1995). Ilmu gizi klinis pada anak. Jakarta : FKUI.

Purnamawati, S. (2003). Faktor-faktor yang berhubungan dengan pola pemberian asi pada bayi usia 4 bulan. Medika Litbang Kesehatan Volume XIII Nomor 3, 29.

Riadi S dan Tjokronegoro, A. (1997). Apa yang ingin anda ketahui tentang asi. Jakarta : Gramedia.

Roesli, U. (2000). Mengenal ASI eksklusif. Jakarta : Trubus Agriwidya.

Satoto. (1992). Goncangan pertumbuhan dan faktor yang mempengaruhi. Semarang : Majalah Kedokteran Diponegoro.

Soenardi, T.(1999). Makanan pendamping ASI. 10 Januari 2007 From://www.balitanda.com.

Soetjiningsih. (1997). Petunjuk untuk tenaga kesehatan. Jakarta : EGC.

Soraya, LL. (2005). Resiko pemberian MP-ASI terlalu dini. 10 Januari 2007 From http:// www .wrm.indonesia.org .

Sugiyono. (2005). Statistika untuk penelitian. Bandung : Alfabeta.

Suhardjo. (1992). Pemberian makanan pada bayi dan anak. Yogyakarta: Kanisius.

60

Page 61: MP ASI.doc

Swasono, M H. (1999). Kehamilan, kelahiran, perawatan ibu dan bayi dalam konteks budaya. Jakarta : UI.

Swasono,M H. (2005). Pojok ASI perlu dikembangkan disetiap perusahaan. 10 Januari 2007 from http://www.menegp.go.id.

WHO. (2003). Pemberian makanan tambahan: makanan untuk anak menyusu. Jakarta : EGC.

Wiryo,H. (1999). Makanan pralakteal dan implementasinya terhadap kematian bayi. Makalah Konggres Jakarta : Badan Kerjasama Gastro Enterologi Anak Indonesia XI.

Wiryo, H. (2002). Peningkatan gizi pada bayi, anak, ibu hamil dan menyusui dengan bahan makanan lokal. Jakarta : Sagung Seto

61

Page 62: MP ASI.doc

Rahasia Hanya Untuk Penelitian

KUESIONER

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN

USIA BAYI PERTAMA KALI MENDAPATKAN MP-ASI

Tanggal :

No. Responden :

Petunjuk : Mohon diisi dan dijawab sesuai item pertanyaan

A. Identitas Responden

1. Identitas Ibu

Usia :...................tahun

Pendidikan terakhir :...................

Identitas Bayi

Usia :...................bulan

Jenis kelamin :...................

Anak ke :...................

2. Pendapatan Keluarga : Rp ............

3. Usia bayi saat pertama kali :...................bulan

menerima MP-ASI

62

Page 63: MP ASI.doc

Petunjuk : Isilah dengan memberi tanda silang (X) pada jawaban yang ibu anggap benar

B. Pengetahuan responden

1. Menurut ibu apakah ASI penting bagi bayi ?

a. Penting

b. Ragu-ragu

c. Tidak penting

2. Menurut ibu apakah arti ASI eksklusif ?

a. Memberikan ASI saja kepada bayi usia 0-4 bulan tanpa

makanan atau minuman apapun

b. Memberikan ASI dan makanan tambahan kepada bayi sampai

usia 4 bulan

c. Tidak tahu

3. Menurut ibu apakah ASI yang keluar pertama kali perlu diberikan

pada bayi ?

a. Perlu

b. Ragu-ragu

c. Tidak perlu

4. Disebut apakah cairan yang pertama kali keluar di payudara ibu ?

a. Kolostrum

b. Laktoferin

c. Tidak tahu

5. Menurut ibu sampai usia berapa seharusnya bayi diberi ASI saja ?

a. 4 bulan

b. 12 bulan

c. 24 bulan

6. Apa pengertian MP-ASIatau makanan tambahan menurut ibu ?

a. Makanan selain ASI yang diberikan pada bayi mulai usia

4 bulan

b. Makanan yang diberikan pada bayi sebagai pengganti ASI

c. Tidak tahu

63

Page 64: MP ASI.doc

7. Menurut ibu apakah tujuan pemberian MP-ASI setelah usia

4 bulan ?

a. Untuk memenuhi kebutuhan zat gizi bayi

b. Untuk menjaga agar berat badan bayi tidak turun

c. Tidak tahu

8. Apa syarat makanan tambahan yang baik menurut ibu ?

a. Yang bergizi, disukai, bersih,tersedia di daerah sekitar

b. Yang mahal dan terkenal

c. Yang mudah didapat dan murah

9. Sebaiknya makanan tambahan diberikan pada bayi usia berapa ?

a. 4 bulan

b. 3 bulan

c. 2 bulan

10. Apa akibat bagi bayi apabila MP-ASI diberikan terlalu dini ?

a. Diare

b. Bayi kurang gizi

c. Tidak tahu

C. Sosial budaya (tradisi)

1. Apakah di daerah ibu terdapat kebiasaan memberikan makanan

tambahan kepada bayi sebelum berusia 4 bulan ?

a. Ya

b. Tidak

2. Kebiasaan untuk memberikan makanan tambahan pada bayi usia ?

a. 3 bulan

b. 4 bulan

3. Apakah ibu mengikuti kebiasaan untuk memberikan makanan

tambahan ?

a. Ya

b. Tidak

64

Page 65: MP ASI.doc

4. Berapa kali dalam sehari biasanya ibu memberikan makanan

tambahan ?

a. 1-2 kali

b. 2-3 kali

5. Makanan tambahan apa yang sering diberikan di daerah ibu ?

a. Bubur bayi

b. Pisang

6. Apa ibu setuju pemberian makanan tambahan sejak dini menjadi

kebiasaan yang sangat kuat dikalangan masyarakat ?

a. Ya

b. Tidak

7. Apa penyebab MP-ASI diberikan secara dini ?

a. Kebiasaan

b. Tidak tahu

8. Apakah kebiasaan dapat mempengaruhi tingkah laku dalam

pemberian MP-ASI ?

a. Ya

b. Tidak

9. Menurut ibu kebiasaan memberikan makanan tambahan kepada

bayi sebelum usia 4 bulan baik atau tidak ?

a. Tidak

b. Baik

10. Menurut ibu pada usia berapa bayi sebaiknya diberi MP-ASI ?

a. < 4 bulan

b. > 4 bulan

65

Page 66: MP ASI.doc

Petunjuk : Berilah tanda ( ) pada pilihan anda

Sangat Tidak Setuju (STS)

Tidak Setuju (TS)

Setuju (S)

Sangat Setuju (SS)

D. Sikap Responden

No Pernyataan Jawaban

STS TS S SS

1. Pemberian makanan tambahan diberikan 1-2

minggu setelah bayi lahir

2. Setelah bayi lahir, segera diberi pisang atau

madu

3. Bayi tidak cukup hanya diberikan ASI saja

sampai usia 6 bulan

4. Bayi sampai usia 6 bulan paling baik diberi

makanan tambahan

5. Pemberian makanan pada bayi selain ASI

membuat bayi tidak rewel

6. Saya memberikan makanan tambahan setiap

hari secara berganti-ganti

7. Makanan tambahan bagi bayi menurut saya

sangat penting

8. Makanan tambahan untuk bayi diberikan pada

usia 2 bulan

9. Setiap bayi harus diberi ASI

10. Bayi tidak perlu diberi makanan tambahan

66

Page 67: MP ASI.doc

JADWAL PENELITIANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

TAHUN 2007

No KEGIATAN

BULAN

JANUARI FEBRUARI MARET APRIL MEI JUNI JULI

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 Pengajuan Judul                                                        

2 Penyusunan Proposal                                                        

3 Pengumpulan Proposal                                                        

4 Ujian Proposal                                                        

5 Pengambilan Data                                                        

6 Penyusunan Laporan Hasil                                                        

7 Pengumpulan Skripsi                                                        

8 Ujian Sidang Skripsi                                                        

9Revisi dan Pengumpulan

Skripsi                                                        

67