Mola Hidatidosa
-
Upload
zhakialasror -
Category
Documents
-
view
25 -
download
1
description
Transcript of Mola Hidatidosa
PERDARAHAN PADA KEHAMILAN PERDARAHAN PADA KEHAMILAN MUDA MUDA
OLEH ANITA SRIKURNIA HELIOLEH ANITA SRIKURNIA HELI
PERDARAHAN PADA KEHAMILAN PERDARAHAN PADA KEHAMILAN MUDA MUDA
OLEH ANITA SRIKURNIA HELIOLEH ANITA SRIKURNIA HELI
MOLA HIDATIDOSA
A.DEFINISI Mola Hidatidosa (Hamil Anggur) adalah suatu
massa ataupertumbuhan di dalam rahim yang terjadi pada awal kehamilan. Mola hidatidosa adalah penyakit yang berasal dari kelainan pertumbuhan trofoblas plasenta atau
calon plasenta dan disertai dengan degenerasi kistik villi dan perubahan hidropik.
B.PATOFISIOLOGI Teori terjadinya penyakit trofoblas ada 2, yaitu teori missed abortion dan teori neoplasma dari Park.
Teori missed abortion menyatakan bahwa mudigah mati pada kehamilan 3-5 minggu (missed abortion) karena itu terjadi gangguan peredarah darah sehingga terjadi penimbunan cairan dalam jaringan mesenkim dari villi dan akhirnya terbentuklah gelembung-gelembung.
Teori neoplasma dari Park menyatakan bahwa yang abnormal adalah sel-sel trofoblas dan juga fungsinya dimana terjadi resorbsi cairan yang berlebihan ke dalam villi sehingga timbul gelembung. Hal ini menyebabkan gangguan peredaran darah dan kematian mudigah.
C.ETIOLOGI > Mola hidatifosa berasal dari plasenta
dan/atau jaringan janin sehingga hanya mungkin terjadi pada awal kehamilan.
> Massa biasanya terdiri dari bahan-bahan plasenta yang tumbuh tak terkendali. Sering tidak ditemukan janin sama sekali.
> Penyebab terjadinya mola belum sepenuhnya dimengerti.
> Penyebab yang paling mungkin adalah kelainan pada sel telur, rahim dan/atau kekurangan gizi.
* Resiko yang lebih tinggi ditemukan pada wanita yang berusia di bawah 20 tahun atau diatas 40 tahun.Faktor resiko terjadinya mola adalah:# Status sosial-ekonomi yang rendah# Diet rendah protein, asam folat dan karotin.
C.GEJALA KLINIKGejala klinik pasien mola hidatidosa :
- Adanya tanda-tanda kehamilan disertai perdarahan sedikit-sedikit atau sekaligus banyak sehingga menyebabkan syok atau kematian.
Karena perdarahan ini maka umumnya penderita mola hidatidosa masuk rumah sakit dalam keadaan anemia.
- Hiperemesis gravidarum.- Tanda-tanda pre eklampsia pada trimesteer I.- Tanda-tanda tirotoksikosis.- Kista lutein unilateral / bilateral.- Umumnya uterus lebih besar dari usia keehamilan.- Tidak dirasakan adanya tanda-tanda geraakan janin,
balotemen negatif kecuali pada mola parsial.
D. DIAGNOSA Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala
dan hasil pemeriksaan fisik.Pada pemeriksaan panggul akan ditemukan tanda-tanda yang menyerupai kehamilan normal tetapi ukuran rahim abnormal dan terjadi perdarahan.Tinggi fundus rahim tidak sesuai dengan umur kehamilan dan tidak terdengar denyut jantung bayi.
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan yang biasa dilakukan adalah:
# Serum HCG untuk memastikan kehamilan, lalu HCG
serial (diulang pada interval waktu tertentu)# USG panggul# Rontgen dada dan CT scan/MRI perut.
- Foto toraks- HCG urin atau serum- USG- Uji sonde menurut Hanifa. Tandanya
yaittu sonde yang dimasukkan tanpa tahanan dan dapat diputar 360 derajat dengan deviasi sonde kurang dari 10 derajat
- T3 & T4 bila ada gejala tirotoksikosis..
F. PENANGANAN
Terapi mola hidatidosa ada 3 tahapan yaitu :1. Perbaikan keadaan umum
- Koreksi dehidrasi- Transfusi darah bila ada anemia (Hb 8 ggr% atau kurang)- Bila ada gejala pre eklampsia dan hiperremesis gravidarum, diobati sesuai dengan protokol penanganan di bagian obstetri & ginekologi fakultas kedokteran UNHAS- Bila ada gejala-gejala tirotoksikosis, dikonsul ke bagian penyakit dalam
2. Pengeluaran jaringan mola dengan cara kuretase, Kuretase pada pasien mola hidatidosa : - Dilakukan setelah pemeriksaan persiapann selesai (pemeriksaan darah rutin, kadar beta HCG dan foto toraks) kecuali bila jaringan mola sudah keluar spontan.- Bila kanalis servikalis belum terbuka mmaka dilakukan pemasangan laminaria dan kuretase dilakukan 24 jam kemudian.- Sebelum melakukan kuretase, sediakan daarah 500 cc dan pasang infus dengan tetesan oksitosin 10 IU dalam 500 cc dektrose 5%.- Kuretase dilakukan 2 kali dengan intervval minimal 1 minggu.- Seluruh jaringan hasil kerokan dikirim ke laboratorium PA.
dan histerektomi,Syarat melakukan histerektomi adalah :- umur ibu 35 tahun atau lebih.- Sudah memiliki anak hidup 3 orang atau lebih.3. Pemeriksaan tindak lanjutPemeriksaan tindak lanjut pada pasien mola hidatidosa meliputi :- Lama pengawasan 1-2 tahun.- Selama pengawasan, pasien dianjurkan unntuk memakai kontrasepsi kondom, pil kombinasi atau diafragma. Pemeriksaan fisik dilakukan setiap kali pasien datang untuk kontrol.- Pemeriksaan kadar beta HCG dilakukan seetiap minggu sampai ditemukan kadarnya yang normal 3 kali berturut-turut.- Setelah itu pemeriksaan dilanjutkan settiap bulan sampai ditemukan kadarnya yang normal 6 kali berturut-turut.- Bila telah terjadi remisi spontan (kadaar beta HCG, pemeriksaan fisik, dan foto toraks semuanya normal) setelah 1 tahun maka pasien tersebut dapat berhenti menggunakan kontrasepsi dan dapat hamil kembali.- Bila selama masa observasi, kadar beta HCG tetap atau meningkat dan pada pemeriksaan foto toraks ditemukan adanya tanda-tanda metastasis maka pasien harus dievaluasi dan dimulai pemberian kemoterapi.
G.KOKPLIKASI Komplikasi mola hidatidosa meliputi :- Perdarahan hebat- Anemis- Syok- Infeksi- Perforasi uterus- Keganasan (PTG)
KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGUKehamilan Ektopik Terganggu / Ectopic Pregnancy A.Definisi / Definition
Kehamilan ektopik (ectopic pregnancy) merupakan kehamilan yang terjadi dimana telur yang telah dibuahi berimplantasi di luar endometrium kavum uteri. Sebagian besar kehamilan ektopik berlokasi di tuba, jarang yang berimplantasi di ovarium, rongga perut, kanalis servikalis uteri, kornu terus yang rudimenter, dan divertikel pada uterus.
Implantasi hasil konsepsi di tuba dapat terjadi di: - tuba pars interstisial, - pars ismika, - pars ampularis, atau di - infundibulum tuba.
B. ETIOLOGI (Cause) :Sebagian besar penyebab tidak diketahui. Tiap kehamilan diawali dengan pembuahan sel telur di bagian ampulla tuba ( ujung tuba ), dan dalam perjalanan ke uterus hasil konsepsi tersebut mengalami hambatan sehingga pada saat nidasi masih di tuba, atau nidasinya di tuba dipermudah. Resiko terjadinya kehamilan ektopik meningkat dengan adanya beberapa faktor, termasuk riwayat infertilitas, riwayat kehamilan ektopik sebelumnya, operasi pada tuba, infeksi panggul, penggunaan IUD ( spiral ), dan fertilisasi in vitro pada penyakit tuba.
C.Sign & Symptoms :Gejala klasik adanya kehamilan ektopik terganggu adalah: Tidak mendapatkan menstruasi. Nyeri perut bagian bawah yang sangat dan berawal dari satu sisi, kemudian ke tengah, dan ke seluruh perut bagian bawah akibat robeknya tuba. Penderita bisa sampai pingsan dan syok.Perdarahan pervaginam
D.Diagnosis Diferensial / Differential Diagnosis
Abortus iminens, abortus insipien, dan infeksi pelvik dapat dipikirkan sebagai diagnosis diferensial KET. Pada abortus iminens atau insipiens, perdarahan yang terjadi biasanya lebih banyak dan lebih merah, dan pada perabaan serviks biasanya tidak nyeri. Sedangkan pada infeksi pelvik, nyeri biasanya timbul saat haid, jarang mengalami amenore, terjadi peningkatan leukosit yang bermakna, dan tes kehamilan yang negatif.
Diagnosis diferensial lain yang dapat dipikirkan adalah ruptur korpus luteum, torsi kista ovarium, dan apendisitis. Pada ruptur korpus luteum, biasanya terjadi pada pertengahan siklus haid, tidak dijumpai perdarahan per vaginam, dan tes kehamilan negatif. Pada torsi kista ovarium dan apendisitis tidak terdapat gejala kehamilan muda, amenore, maupun perdarahan per vaginam. Tumor yang ditemukan pada perabaan terasa lebih besar pada tumor ovarium, sedangkan pada apendisits tidak didapati tumor. Nyeri pada apendisits biasanya terdapat pada titik McBurney.
E. PENATALAKSANAAN/Treatment :
Apabila sudah dipastikan bahwa suatu kehamilan itu adalah kehamilan ektopik terganggu, maka jalan satu ? satunya adalah dengan mengakhiri kehamilan dengan cara operasi. Walau ada dengan cara menggunakan obat ? obatan, tetapi itu digunakan bila KET yang didiagnosa secara dini dan belum ada robekan tuba. ( ISK )
Tatalaksana KET pada umumnya laparotomi dengan mempertimbangkan kondisi pasien, fungsi reproduksi, lokasi KET, kondisi anatomi rongga pelvis, dan fasilitas yang ada. Apabila kondisi pasien buruk atau syok, dapat dilakukan salpingektomi. Jika fungsi reroduksi ingin dipertahankan biasanya hanya dilakukan salpingostomi atau reanastomosis tuba. KET dapat juga ditatalaksana dengan melakukan laparoskopi, fimbrial evacuaton, dan partial salpingectomy.
Tatalaksana KET pada umumnya laparotomi dengan mempertimbangkan kondisi pasien, fungsi reproduksi, lokasi KET, kondisi anatomi rongga pelvis, dan fasilitas yang ada. Apabila kondisi pasien buruk atau syok, dapat dilakukan salpingektomi. Jika fungsi reroduksi ingin dipertahankan biasanya hanya dilakukan salpingostomi atau reanastomosis tuba. KET dapat juga ditatalaksana dengan melakukan laparoskopi, fimbrial evacuaton, dan partial salpingectomy.
• Pada kasus kehamilan ektopik di tuba pars ampularis yang belum terganggu (pecah) dapat menggunakan kemoterapi dengan syarat: kehamilan di tuba pars ampularis belum pecah, diameter kantong gestasi kurang atau sama dengan 4 cm pada pemeriksaan USG, perdarahan dalam rongga perut kurang dari 100 mL, tanda vital dalam kondisi stabil. Obat yang digunakan adalah Metrotrexat 1 mg/kg BB IV dan Citovorum Factor 0,1 mg/kg BB, berselang-seling selama 8 hari.