Modul Skill Lab Blok 8 Jadi

73
MODUL SKILSLAB BLOK VIII : NEUROMUSKULOSKELETAL 1

description

tpp

Transcript of Modul Skill Lab Blok 8 Jadi

MODUL SKILSLAB

MODUL SKILSLAB

BLOK VIII : NEUROMUSKULOSKELETAL

TIM UPK

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG

2011KATA PENGANTAR

Dengan mengucap Alhamdulillah, puji syukur atas nikmat ALLAH SWT, penyusun dapat menyelesaikan pembuatan Modul Skill Lab Blok VIII (Neuromuskuloskeletal) ini. Modul ini disusun sebagai sarana bantu pembelajaran bagi mahasiswa agar dapat melakukan pemeriksaan neurologi dan orthopedi sebagai dasar untuk penegakan diagnosis penyakit-penyakit neumuskuloskeletal.

Penyusun berterima kasih pada pihak-pihak yang telah membantu penyusunan Modul Skill Lab Neuromuskuloskeletal ini. Penyusun menyadari bahwa dalam proses penyusunan maupun hasil, modul ini masih banyak kekurangan. Kritik dan saran ke arah perbaikan yang membangun sangat diperlukan untuk perbaikan modul ini di masa yang akan datang. Semoga modul ini bermanfaat bagi semua pihak yang menggunakannya.

Palembang, September 2011Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................................. 1DAFTAR ISI............................................................................................................................ 2I.ANAMNESIS NEUROLOGI.......................................................................................... 3 II. ANAMNESIS ORTHOPEDI........................................................................................... 6III. PEMERIKSAAN MOTORIK, REFLEKS FISIOLOGIS DAN PATOLOGIS, DAN RANGSANG MENINGEAL..................................................................................................... 13IV. PEMERIKSAAN SARAF KRANIAL....................................................................................... 21V. PEMERIKSAAN ORTHOPEDI.................................................................................... 29PENUNTUN SKILL LAB 1

ANAMNESIS NEUROLOGI

A. PENDAHULUAN

Anamnesis adalah kesimpulan hasil wawancara mengenai penyakitnya dengan pasien dan / atau orang lain yang mengetahui tentang sakitnya (auto & allo anamnesa). Terdiri dari 4 bagian : Keluhan Utama Insult atau Kronologis Penyakit2 (yg berhubungan) Residivitas.

I. TUJUAN PEMBELAJARAN

I.1 Tujuan umum

Setelah kegiatan ini diharapkan mahasiswa mampu :

1. Melakukan anamnesis penyakit-penyakit neurologi secara runtut dan benar

2. Memiliki kemampuan berkomunikasi dengan pasien baik secara verbal maupun non verbal

I.2 Tujuan khusus

Setelah kegiatan ini diharapkan mahasiswa mampu:

a. Melakukan tahapan diagnosis penyakit neurologi :

Keluhan Utama

Insult /kronologis

Penyakit-penyakit

Residivitas

b. Memiliki kemampuan berkomunikasi dengan pasien baik secara verbal maupun non verbal

Mengucapkan Salam

Memperkenalkan diri Menanyakan indentitas pasien Memohon izin untuk melakukan anamnesisII. Media dan alat pembelajaran

a. Panduan belajar untuk anamnesis penyakit-penyakit

b. Penuntun Skill Lab 1 Sistem Neuromuskuloskeletalc. Probandus

III. Metode Instruksional

1. Mendapat kuliah singkat mengenai sistematika anamnesis penyakit-penyakit neurologi

2. Mahasiswa dibagi menjadi 10 orang per kelompok dan dibimbing oleh satu instruktur

3. Mahasiswa secara berkelompok diminta untuk melakukan anamnesis penyakit-penyakit neurologi

4. Mahasiswa mendapatkan tugas untuk membuat hal-hal penting yang harus ditanyakan pada anamnesis penyakit-penyakit neurologi yang telah ditentukan.

Skenario:

Ny. Rosa, 48 tahun, berobat di dokter keluarga dengan keluhan utama lemah keempat anggota gerak, dialami sejak 6 bulan secara perlahan-lahan. Awalnya penderita merasa kesemutan pada lengan bawah dan tungkai bawah, susah tidur akibat gangguan tersebut. Keluhan ini bertambah berat sehingga mengenai kedua lengan dan bila jongkok sulit untuk berdiri. Dia juga mengeluh penglihatan kabur dan tidak dikoreksi dengan kacamata. Pola makan Ny. Rosa selama ini cukup dan seimbang.

Riwayat kencing manis diderita sejak 12 tahun yang lalu, tapi berobat tidak teratur. Riwayat darah tinggi sejak 5 tahun yang lalu. Riwayat minum obat-obatan disangkal. Riwayat trauma/jatuh disangkal.Daftar Pustaka

Snell, Richard.2000.Neuroanatomi Klinik Edisi 5. Jakarta : EGC

PERDOSI.2008.Buku Ajar Neurologi Klinik. Yogyakarta : UGM press

Tobing, Lumban.2008. Neurologi Klink Pemeriksaan Fisik dan Mental Edisi 11. Jakarta: FKUI

Mardjono, Mahar., Sidharta, Priguna.2009.Neurologi Klinis Dasar Edisi 14.Jakarta: Dian Rakyat

IV. EVALUASI SUMATIF

4.1 Metode Evaluasi

Evaluasi keterampilan akan dilaksanakan secara komprehensif pada OSCE

4.2 Instrumen EvaluasiNoAktivitas yang dinilai012

1Mengucapkan Salam

2Memperkenalkan diri

3Menanyakan indentitas pasien

4Memohon izin untuk melakukan anamnesis

5Menanyakan keluhan utama

Keluhan Utama

Insult /kronologis

Penyakit-penyakit

Residivitas

6Menanyakan Insult (akut/Subakut)

Intinya mencari tanda dan gejala kemungkinan diagnosa topik dan etiologik

Harus tahu sign & symptom dari kemungkinan topik dan etiologik

7Menanyakan kronologis (kronis/kronis progresif)

Menyimak tahapan-tahapan perkembangan kemerosotan penyakit dikaitkan dengan perjalanan waktu Tergambarkan kurun waktu perkembangan penyakit; cepat, lambat, statis atau membaik

8Menanyakan riwayat penyakit yang berhubungan/diduga berhubungan dengan dugaan etiologi.

9Menanyakan riwayat penyakit keluarga

(riwayat keluarga menderita DM, hipertensi)

10Menentukan kemungkinan diagnosis dan etiologinya.

Ket:

0 : tidak menyatakan atau tidak melakukan

1 : hanya menyatakan atau melakukan tidak sempurna

2 : menyatakan dan melakukan dengan sempurna

PENUNTUN SKILL LAB 2

ANAMNESIS ORTHOPEDI

A. PENDAHULUAN

I. LANDASAN TEORI

Sebagaimana bidang ilmu lainnya, pengobatan bedah orthopedi hanya berhasil dengan baik bila sebelumnya dapat ditegakkan suatu diagnosis yang baik. Suatu diagnosis ditegakkan melalui beberapa pemeriksaan. Pemeriksaan diawali dengan menanyakan riwayat penyakit (anamnesis) dan dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan-pemeriksaan tertentu berdasarkan kebutuhan yang diperlukan.

Pemeriksaan yang dilakukan dalam menegakkan suatu diagnosis meliputi:

1. Riwayat penyakit (anamnesis)

2. Pemeriksaan fisik

3. Pemeriksaan tambahan

4. Pemeriksaan II. Riwayat Penyakit (anamnesis)

Didalam riwaayat ini perlu dicantumkan dengan jelas data pribadi yang meliputi nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan serta alamat yang jelas.

Untuk memperoleh data yang baik diperlukan metode anamnesis yang sistematik seperti skema yang tertera dibawah ini:

Riwayat penyakit:

Data pribadi meliputi:

Nama

:

Umur

:

Jenis kelamin:

Pekerjaan:

Alamat

:

Tanggal pemeriksaan

Keluhan utama

Riwayat penyakit sekarang

Riwayat penyakit lainnya

Riwayat sebelum sakit

Riwayat sistem tubuh lainnya

Riwayat keluarga

Latar belakang sosial dan pekerjaan

A. Keluhan Utama

Keluhan pasien adalah petunjuk utama bagi dokter untuk membuat diagnosis. Beberapa gejala/keluhan muskuloskeletal yang membuat penderita datang untuk periksa adalah :

Trauma Nyeri

Kekakuan pada sendi

Pembengkakan

Deformitas

Instabilitas sendi

Kelemahan otot Gangguan sensibilitas Gangguan atau hilangnya fungsi Jalan pincang1. Trauma Hal-hal yang perlu diketahui :

Waktu terjadinya Cara terjadinya Lokalisasi traauma2. Nyeri

Nyeri adalah gejala yang tersering ditemukan pada kelainan bedah orthopedi. Sifat-sifat nyeri yang perlu diketahui : Lokasinya (lokal atau difus), harus ditunjuk dengan tepat oleh penderita karakteristiknya (menusuk, terbakar, seperti disayat, atau tumpul),

Gradasi dari nyeri (1-4) Intensitas nyeri, apakah berkurang apabila beristirahat Agravation, apakah nyeri akan bertambah bila beraktivitas, pada aktivitas mana nyeri akan bertambah apakah pada saat berdiri, berjalan, duduk, batuk, bersin, defekasi

Pada umumnya nyeri akan bertambah berat apabila ada gerakan setempat dan berkurang apabila istirahat Variasi sehari-hari, apakah pada waktu pagi/malam lebih nyeri atau lebih baik Tekanan pada saraf atau akar saraf akan memberikan gejala nyeri yang disebut radiating pain misalnya pada skiatika dimana nyeri menjalar mulai dari bokong sampai anggota gerak bawah sesuai dengan distribusi saraf Nyeri lain yang disebut nyeri kiriman atau referred pain adalah nyeri pada suatu tempat yang sebenarnya akibat kelainan dari tempat lain misalnya nyeri lutut akibat kelainan pada sendi panggull. Kelainan pada saraf akan memberikan gangguan sensibilitas berupa hipestesia, anestesia, parestesia, hiperestesia.3. Kekakuan pada sendi

Kelainan ini bersifat umum misalnya pada artritis reumatoid, ankilosing spondilitis atau bersifat lokal pada sendi-sendi tertentu. Locking merupakan suatu kekakuan sendi yang terjadi tiba-tiba akibat blok secara mekanis pada sendi oleh tulang rawan atau meniskus.4. Pembengkakan

Pembengkakan dapat terjadi pada jaringan lunak, sendi atau tulang. Penting untuk diketahui riwayat pembengkakan yang terjadi apakah setelah suatu trauma atau tidak, apakah terjadi secara perlahan misalnya pada hematoma/hemartrosis atau progresif dalam beberapa waktu. Pembengkakan dapat disebabkan oleh infeksi, tumor jinak atau ganas.5. Deformitas

Deformitas dapat terjadi pada sendi, anggota gerak atau tempat-tempat lain. Deformitas dapat pada satu sendi atau lebih dari satu sendi (bersifat umum)

Beberapa hal yang perlu diperhatikan tentang deformitas adalah:

Waktu sejak kapan terjadi Perubahan, apakah deformitas makin berrtambah setelah selang waktu tertentu Karekter/sifat-sifat deformitas, apakah bertambah dengan adanya inflamasi dan kekakuan sendi Kecacatan, apakah deformitas menimbulkan kecacatan dan seberapa jauh keadaan in i menimbulkan gangguan pada aktivitas sehari-hari Herediter, apakah ada riwayat keluarga misalnya ditemukan kelainan yang sama pad anggota keluarga yang lain Riwayat pengobatan, apakah deformitas terjadi setelah suatu pengobatan.6. Instabilitas sendi

Perlu diketahui apakah kelainan yang ada menyebabkan ketidakstabilan sendi dan ditelusuri pula penyebabnya apakah karena kelemahan otot atau kelemahan/robekan pada ligamen dan selaput sendi7. Kelemahan ototKelemahan otot dapat bersifat umum misalnya pada penyakit distrofi muskular atau bersifat lokal karena gangguan neurologis pada otot misalnya pada Morbus Hansen, adanya paralisis peroneal atau pada penyakit poliomielitis

Yang perlu diperhatikan pada kelainan otot adalah:

Waktu dan sifatnya, apakah terjadi secara bertahap atau secara tiba-tiba

Perlu diketahui batas dari bagian tubuh yang mengalami kelemahan otot, apakah kelainan ini mengenai badan atau tungkai

Bersifat regresi atau spontan Apakah disertai dengan kelainan sensoris misalnya parestesia, hipestesia atau hiperestesia Apakah kontrol sfingter terganggu Apakah kelainan ini menimbulkan kecacatan Riwayat pengobatan sebelumnya8. Gangguan sensibilitasGangguan sensibilitas terjadi bila ada kerusakan saraf pada upper /lower motor neuron baik yang bersifat lokal maupun menyeluruh. Gangguan sensibilitas dapat pula terjadi bila ada trama atau penekanan pada saraf. Perlu diketahui apakah gangguan ini bertambah berat atau malah makin berkurang9. Gangguan atau hilangnya fungsiGejala ini merupakan gejala yang sering ditemui pada kelainan bedah orthopedi. Gangguan atau hilangnya fungsi baik pada sendi maupun anggota gerak dapat disebabkan oleh berbagai sebab seperti gangguan fungsi karena nyeri yang terjadi setelah trauma, adanya kekakuan sendi atau kelemahan otot10. Jalan pincangKelainan ini memerlukan anamnesis dan pemeriksaan yang lebih teliti untuk mengetahui adanya kelainan bawaan, trauma, infeksi atau sebab lain sebelumnya.B. Riwayat Penyakit Sekarang

Setelah kita mengetahui keluhan utama, terutama keluhan yang disebutkan diatas sehingga penderita datang kepada kita, makan kita harus melakukan anamnesis yang teratur dan terarah tentang kemungkinan penyakit yang diderita mengenai beberapa hal, seperti lamanya keluhan, apakah keluhan ini terus menerus atau sewaktu mengalami aktifitas, apakah ada hubungannya dengna organ lain.

C. Riwayat penyakit lainnya

Perlu ditanyakan penyakit-penyakit lain yang diderita oleh penderita apakah terjadi sebelumnya atau bersamaan dengan penyakit yang ada sekarang ini.

D. Riwayat sebelum sakit

Riwayat sbelum sakit perlu diketahui adalah keadaan umum sebelumnya, apakah ada penurunan berat badan atau tidak, serta hal-hal lain yang dialami sebelum sakit, yaitu:

Riwayat penyakit dahulu

Perlu diketahui penyakit-penyakit yang dialami sebelumnya yang kemungkinan mempunyai hubungan dengan penyakit yang diderita sekarang.

Riwayat trauma

Perlu diketahui dari pemderita apakah pernah mengalami trauma yang kemungkinan trauma ini memberikan gangguan pada muskuloskeletal baik berupa kelainanmaupun komplikasi-komplikasi lain yang dialami saat ini

Riwayat pengobatan

Penulusuran tentang obat-obatan yang digunakan oleh penderita sebelumnya perlu dilakukan karena dapat menimbulkan komplikasi misalnya pemakaian kortikon dapat menimbulkan nekrosis avaskuler pada panggul. Selain itu ditanyakan pula pada penderita tentang adanya riwayat alergi terhadap obat-obatan.

Riwayat operasi

Riwayat operasi penderita perlu diketahui karena kemungkinan ada hubungan nya dengan keluhan sekarang seperti operasi karsinoma prostat, karsinoma mammae yang dapat memberikan meatastasis ke tulang dengan segala komplikasinya

E. Riwayat sistem tubuh lainnya

Secara sistematis dilakukan penulusuran pada organ-organ tubuh lainnya tentang adanya keluhan, kelainan atau penyakit yang diderita sebelumnya.

F. Riwayat Penyakit Keluarga

Penelusuran riwayat keluarga sangat penting, karena berbagai penyakit muskuloskeletal berkaitan dengan kelainan genetik dan dapat diturunkan.

G. Latar Belakang Sosial dan Pekerjaan

Riwayat sosial penderita yang perlu diketahui adalah keadaan ekonomi keluarga serta lingkungannya dan juga kebiasaan-kebiasan lain seperti peminum alkohol. Sedangkan riwayat pekerjaan perlu diketahui karena ada pekerjaan-pekerjaan tertentu yang dapat menimbulkan cedera yang khusus ataau kelainan-kelainan khusus pula.

III. TUJUAN PEMBELAJARAN

3.1 Tujuan umum

Setelah kegiatan ini diharapkan mahasiswa mampu :

1. Melakukan anamnesis orthopedi secara runtut dan benar

2. Memiliki kemampuan berkomunikasi dengan pasien baik secara verbal maupun non verbal

3.2 Tujuan khusus

Setelah kegiatan ini diharapkan mahasiswa mampu:

a. Melakukan anamnesis orthopedi :

1. Menanyakan keluhan utama yang sering pada kasus orthopedi :

Trauma Nyeri

Kekakuan pada sendi

Pembengkakan

Deformitas

Instabilitas sendi

Kelemahan otot Gangguan sensibilitas Gangguan atau hilangnya fungsi Jalan pincang 2. Riwayat penyakit sekarang

3. Riwayat penyakit lainnya

4. Riwayat sebelum sakit

5. Riwayat sistem tubuh lainnya

6. Riwayat keluarga

7. Latar belakang sosial dan pekerjaan

b. Memiliki kemampuan berkomunikasi dengan pasien baik secara verbal maupun non verbal

1. Mengucapkan Salam

2. Memperkenalkan diri3. Menanyakan indentitas pasien4. Memohon izin untuk melakukan anamnesisIV. Media dan alat pembelajaran

1. Panduan belajar untuk anamnesis orthopedi

2. Penuntun Skils Lab II Blok VIII

3. Probandus

V. Metode Instruksional

1. Mendapat kuliah singkat mengenai sistematika anamnesis orthopedi

2. Mahasiswa dibagi menjadi 10 orang per kelompok dan dibimbing oleh satu instruktur

3. Mahasiswa secara berkelompok diminta untuk melakukan anamnesis orthipedi

4. Mahasiswa menerima umpan balik dari instruktur tentang proses anamnesis yang sudah dilakukan

5. Diskusi

B. PELAKSANAAN

I. Persiapan Sarana dan Prasarana

II. Langkah-langkah kerja

1. Menggali keluhan utama

2. Menanyakan riwayat penyakit sekarang

3. Menanyakan riwayat penyakit lainnya

4. Menanyakan riwayat sebelum sakit

5. Menanyakan riwayat sistem tubuh lainnya

6. Menanyakan riwayat keluarga

7. Menanyakan latar belakang sosial dan pekerjaanIII. Kesimpulan dan Interpretasi Hasil

Hipotesis diagnosis orthopedi berdasarkan anamnesis yang dilakukan

C PENUTUP

I. EVALUASI FORMATIF

1.1 Metode Evaluasi

Evaluasi formatif dilakukan dengan mengobservasi kegiatan yang dilakukan mahasiswa selama proses skillab oleh instruktur.1.2 Indikator Pencapaian

Indikator pencapaian berupa hasil capaian sasaran pembelajaran yang diperoleh mahasiswa pada setiap kegiatan skillab.1.3 Umpan Balik

Umpan balik dilakukan oleh instruktur berupa masukan terhadap hasil kegiatan skillab mahasiswa.Daftar Pustaka

Rasjad, Chaerudin, prof, MD., Ph.D. 2007. Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi. Yasrif Watampone: Jakarta

Modul Skils Lab Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Jogjakarta. 2007. BlockX : Neurologi and Musculskeletal Examination.II. EVALUASI SUMATIF

2.1 Metode Evaluasi

Evaluasi keterampilan akan dilaksanakan secara komprehensif pada OSCE

2.2 Instrumen Evaluasi

NoAktivitas yang dinilai012

1Mengucapkan Salam

2Memperkenalkan diri

3Menanyakan indentitas pasien

4Memohon izin untuk melakukan anamnesis

5Menanyakan keluhan utama

(Misal : Trauma, Nyeri, Kekakuan pada sendi, Pembengkakan, Deformitas, Instabilitas sendi, Kelemahan otot, Gangguan sensibilitas, Gangguan atau hilangnya fungsi, Jalan pincang)

6Menanyakan riwayat penyakit sekarang

7Menanyakan riwayat penyakit lainnya

8Menanyakan riwayat sebelum sakit

9Menanyakan riwayat sistem tubuh lainnya

10Menanyakan riwayat keluarga

Total

Ket:

0 : tidak menyatakan atau tidak melakukan

1 : hanya menyatakan atau melakukan tidak sempurna

2 : menyatakan dan melakukan dengan sempurna

Nilai akhir:

PENUNTUN SKILL LAB 3

PEMERIKSAAN MOTORIK, REFLEKS FISIOLOGIS DAN PATOLOGIS, DAN RANGSANG MENINGEAL

A. PendahuluanI. Tinjauan Pustaka

Memeriksa sistem motorik harus dimahiri. Sebagian besar manifestasi objektif kelainan saraf bermanifestasi dalam gangguan gerak otak.

Pemeriksaan refleks fisiologis merupakan satu kesatuan dengan pemeriksaan neurologi lainnya. Pemeriksaan ini kurang bergantung pada kooperasi pasien. Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada orang yang menurun kesadarannya, bayi, anak bahkan orang yang gelisah. Pemeriksaan refleks penting karena lebih objektif daripada pemeriksaan lainnya.Dalam praktek sehari-hari, kita biasanya memeriksa 2 macam refleks, yaitu refleks dalam dan refleks superfisial. Namun pada skill lab ini kita hanya akan mememeriksa refleks dalam, yang timbul oleh regangan otot sebagai jawaban rangsang, sehingga otot akan berkontraksi. Yang akan diperiksa adalah refleks Biseps, Triseps, Brachioradialis, Patella, dan Achilles.

Refleks patologis ditemukan pada kelainan-kelainan neurologi. Yang akan diperiksa adalah refleks Hoffman Tromer, Babinski, Oppenheim, Gordon, Schaefer, Chaddock, dan Rossolimo.

Pemeriksaan rangsang meningeal dilakukan bila diduga terdapat radang selaput otak atau terdapat subarachnoid yang dapat merangsang selaput otak. Rangsang selaput otak dapat memberikan beberapa gejala antara lain kaku kuduk, Lasegue sign, Kernig sign, Brudzinski I,II,III dan Patrick dan kontra Patrick sign.

II. Tujuan Pembelajaran

I.1 Tujuan Umum

1. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan motorik.2. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan refleks fisiologis dan patologis.3. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan rangsang meningeal.I.2 Tujuan Khusus

1. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan gerak aktif.

2. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan refleks Biseps, Triseps, Brachioradialis, Patella, dan Achilles.

3. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan refleks Hoffman Tromer, Babinski, Oppenheim, Gordon, Schaefer, Chaddock, dan Rossolimo.

4. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan kaku kuduk, Lasegue sign, Kernig sign, Brudzinski I,II,III dan Patrick dan kontra Patrick sign.

III. Media dan alat pembelajaran

Alat dan bahan:

1. Palu refleks

2. Tempat tidur pasien

B. Pelaksanaan

Langkah-langkah kerja

Pemeriksaan Gerak Aktif

Dalam praktek sehari-hari, tenaga otot dinyatakan dengan menggunakan angka 0 sampai 5

0Tidak ada kontraksi, lumpuh total

1Terdapat sedikit kontraksi otot, namun tidak terdapat gerakan pada persendian yang harus digerakkan oleh otot tersebut

2Didapatkan gerakan, namun gerakan ini tidak dapat melawan gravitasi

3Dapat mengadakan gerakan melawan gravitasi

4Disamping dapat melawan gravitasi, dapat pula melawan sedikit tahanan yang diberikan

5Tidak ada kelumpuhan

Pemeriksaan dilakukan :

a. Mulai dari deltoid, minta pasien untuk mengangkat kedua lengan atas ke anterior simultan dengan tahanan yang diberikan pemeriksa. Bandingkan kanan dan kiri m.deltoideus

b. Minta pasien untuk ekstensi antebrachii dan anterofleksi seperti membawa nampan, Minta pasien memejamkan mata dan bertahan pada posisi tersebut selama 10 hitungan. Bila ada kelemahan ekstremitas superior, maka akan pronasi dan jatuh

c. Periksa tangan pasien, cari atrofi otot intrinsik, thenar dan hipothenar. Periksa genggaman pasien dengan memintanya menggenggam jari pemeriksa sekuatnya dan tidk meleps genggamannya saat pemeriksa mencoba menarik jarinya

d. Periksa fleksi sendi panggul. Pasien dalam posisi berbaring. Minta pasien mengangkat tungkai dengan fleksi sendi panggul melawan tahanan pemeriksa. Bandingkan dengan dengan sisi kontra lateral

e. Periksa adduksi tungkai dengan meletakkan tangan pemeriksa pada sisi dalam paha dan mintalah pasien untuk adduksi kedua tungkai

f. Periksa ekstensi lutut dengan meletakkan tangan pemeriksa di bawah lutut dan pergelangan kaki, mintalah pasien ekstensi lutut melawan tahanan pemeriksa. Bandingkan dengan sisi kontra lateral

g. Periksa plantar fleksi dengan meminta pasien plantar fleksi sekuat mungkin melawan tahanan pemeriksa.

Refleks Fisiologis

a. Refleks Biseps

Pasien duduk santai

Lengan rileks, posisi antara fleksi dan ekstensi dan sedikit pronasi, lengan diletakkan di atas lengan pemeriksa

Ibu jari pemeriksa diletakkan di atas tendo biseps, lalu pukullah ibu jari dengan palu refleks

Respon : fleksi ringan di siku

Gambar 1. Pemeriksaan Refleks Biseps

b. Refleks Triseps

Lengan pasien diletakkan di atas lengan pemeriksa

Pukul tendo triseps melalui fosa olekrani

Respon : ekstensi lengen di bawah siku

c. Refleks Brachioradialis

Pukul tendo brachioradialis pda radius distal dengan palu refleks

Respon : fleksi lengan bawah dan supinasi lengan

d. Refleks Patella

Pasien duduk dengan posisi tungkai terjuntai

Alihkan perhatian pasien dengan memintanya meletakkan tangan yang tercekam

Ketuk daerah tendo patella dengan palu refleks

Respon : pemeriksa akan merasakan kontraksi otot kuadriseps, ekstensi tungkai bawah

Gambar 2. Pemeriksaan Refleks Patella

e. Refleks Achilles

Pasien berbaring terlentang

Kaki yang akan diperiksa ditumpangkan pada os. Tibia kaki lainnya

Satu tangan pemeriksa memegang jari-jari kaki yang akan diperiksa, sedangkan tangan yang lain mengetuk tendo achilles

Respon : plantarfleksi kaki

Refleks Patologis

a. Refleks Hoffman Tromer

Tangan pasien ditumpu oleh tangan pemeriksa, kemudian ujung jari tangan pemeriksa yang lain disentilkan ke ujung jari tengah pasien

Respon : fleksi jari-jari yang lain, adduksi ibu jari

b. Refleks Babinski

Lakukan goresan pada telapak kaki dari arah tumit ke arah jari melalui sisi lateral

Respon : fleksi jari-jari kaki dan penarikan tungkai

Gambar 3. Pemeriksaan Refleks Babinski

c. Refleks Oppenheim

Lakukan goresan sepanjang tepi depan tulang tibia dari atas ke bawah dengan kedua jari telunjuk dan tengah

Respon : refleks seperti babinski

d. Refleks Gordon

Lakukan goresan atau memencet otot gastrocnemius

Respon : refleks seperti babinski

e. Refleks Schaefer

Lakukan pemencetan pada tendo achilles

Respon : refleks seperti babinski

f. Refleks Chaddock

Lakukan goresan sepanjang tepi lateral punggung kaki di luar telapak kaki dari tumit ke depan

Respon : refleks seperti babinski.g. Refleks Rossolimo

Pukulkan palu refleks pada dorsal kaki pada tulang cuboid

Respon : fleksi jari-jari kaki

Pemeriksaan Rangsang Meningeal

Kaku Kuduk

Tangan pemeriksa diletakkan di bawah kepala pasien yang sedang berbaring

Kepala ditekukkan dan diusahakan agar gadu mencapai dada.

Selama pemeriksaan perhatikan apakah ada tahanan. Bila terdapat kaku kuduk maka kita dapatkan tahanan dan dagu tidak dapat mencapai dada.

Lasegue Sign

Pasien yang sedang berbaring diluruskan kedua tungkainya. Kemudian satu tungkai diangkat lurus, dibengkokkan pada persendian panggulnya.

Tungkai yang satu lagi harus selalu berada dalam posisi lurus. Pada keadaan normal, posisi kaki dapat mencapai 700 sebelum timbul rasa sakit dan tahanan.

Kernig Sign

Pasien yang berbaring difleksikan pahanya pada persendian panggul sampai mebentuk sudut 900 .

Setelah itu ekstensikan tungkai bawah pada sendi lutut tersebut. Bisanya kita dapat melakukan ekstensi ini sampai 1350 antara tungkai atas dan tungkai bawah.

Brudzinski Sign

Dengan tangan yang ditempatkan di bawah kepala pasien yang sedang berbaring, tekuk kepala sejuh mungkin sampai dagu mencapai dada. Bila tanda Brudzinski positif, maka tindakan ini mengakibatkan fleksi kedua tungkai (Brudzinski I)

Fleksikan satu tungkai pada sendi panggul dan tungkai yang lain dalam posisi lurus. Bila tungkai yang satu lagi ikut terfleksi, maka Brudzinski II positif.

Pada pasien yang berbaring, lakukan penekanan pada simfisis pubis disusul dengan fleksi kedua tungkai di sendi lutut dan panggul (Brudzinski III).

Patrick-contra patrick Sign

Tumit / maleolus tungkai yang sakit diletakkan pada tungkai yang lain kemudian diadakan penekanan pada lutut yang difleksikan itu kemudian timbul gerakan fleksi, abduksi, eksorotasi dan ekstensi dan ini akan menimbulkan rasa nyeri disendi panggul yang ada kelainannya.

Dilakukan tindakan kebalikan dari test Patrick lalu timbul pula rasa nyeri di sendi sakroiliaka (contra-patrick sign).

Daftar Pustaka

Snell, Richard.2000.Neuroanatomi Klinik Edisi 5. Jakarta : EGC

PERDOSI.2008.Buku Ajar Neurologi Klinik. Yogyakarta : UGM press

Tobing, Lumban.2008. Neurologi Klink Pemeriksaan Fisik dan Mental Edisi 11. Jakarta: FKUI

Mardjono, Mahar., Sidharta, Priguna.2009.Neurologi Klinis Dasar Edisi 14.Jakarta: Dian Rakyat.KETERAMPILAN PEMERIKSAAN MOTORIK, REFLEKS FISIOLOGIS DAN PATOLOGIS, RANGSANG MENINGEALNama:

NIM:

NoAspek yang DinilaiNilai

012

1Mengucapkan salam

2Memperkenalkan diri

3Menanyakan identitas pasien

4Menjelaskan maksud dan tujuan pemeriksaan

5Memberikan penjelasan tentang prosedur pemeriksaan

6Menyiapkan penderita dan meminta kerjasama penderita dalam melaksanakan pemeriksaan

7Melakukan pemeriksaan refleks Achilles:

a. Meminta pasien berbaring terlentang

b. Memposisikan kaki yang akan diperiksa pada os. Tibia kaki lainnya

c. memegang jari-jari kaki yang akan diperiksa dengan satu tangan, sedangkan tangan yang lain mengetuk tendo achilles

d. Menyebutkan respon pemeriksaan : plantarfleksi kaki

8Melakukan pemeriksaan gerak aktif:

a. Meminta pasien untuk berbaring. Minta pasien mengangkat tungkai dengan fleksi sendi panggul melawan tahanan pemeriksa. Bandingkan dengan dengan sisi kontra lateral

b. Memeriksa adduksi tungkai dengan meletakkan tangan pemeriksa pada sisi dalam paha dan mintalah pasien untuk adduksi kedua tungkai

c. Memeriksa ekstensi lutut dengan meletakkan tangan pemeriksa di bawah lutut dan pergelangan kaki, mintalah pasien ekstensi lutut melawan tahanan pemeriksa. Bandingkan dengan sisi kontra lateral

d. Memeriksa plantar fleksi dengan meminta pasien plantar fleksi sekuat mungkin melawan tahanan pemeriksa.

7a. Meminta pasien untuk duduk, pemeriksa berdiri didepan pasien

b. Meminta pasien untuk mengangkat kedua lengan atas ke anterior simultan dengan tahanan yang diberikan pemeriksa. Bandingkan kanan dan kiri m.deltoideus

c. Meminta pasien untuk ekstensi antebrachii dan anterofleksi seperti membawa nampan, Minta pasien memejamkan mata dan bertahan pada posisi tersebut selama 10 hitungan. Bila ada kelemahan ekstremitas superior, maka akan pronasi dan jatuh

d. Memeriksa tangan pasien, cari atrofi otot intrinsik, thenar dan hipothenar. Periksa genggaman pasien dengan memintanya menggenggam jari pemeriksa sekuatnya dan tidk meleps genggamannya saat pemeriksa mencoba menarik jarinya

8Melakukan pemeriksaan refleks Biseps:

a. Meminta pasien untuk duduk santai dan memposisikan lengannya dengan rileks dalam posisi antara fleksi dan ekstensi dan sedikit pronasi, lengan diletakkan di atas lengan pemeriksa

b. Meletakkan ibu jari di atas tendo biseps, lalu memukulkan ibu jarinya dengan palu refleks

c. Menyebutkan respon pemeriksaan : fleksi ringan di siku

9Melakukan pemeriksaan refleks Triseps:

a. Meletakkan lengan pasien di atas lengan pemeriksa

b. Memukul tendo triseps melalui fosa olekrani

c. Menyebutkan respon pemeriksaan : ekstensi lengen di bawah siku

10Melakukan pemeriksaan refleks Brachioradialis:

a. Memukul tendo brachioradialis pda radius distal dengan palu refleks

b. Menyebutkan respon pemeriksaan : fleksi lengan bawah dan supinasi lengan

11Melakukan pemeriksaan refleks Patella:

a. Meminta pasien duduk dengan posisi tungkai terjuntai

b. Mengalihkan perhatian pasien dengan memintanya meletakkan tangan yang tercekam

c. Mengetuk daerah tendo patella dengan palu refleks

d. Menyebutkan respon pemeriksaan : pemeriksa akan merasakan kontraksi otot kuadriseps, ekstensi tungkai bawah.

13Melakukan pemeriksaan refleks Hoffman Tromer:

a. Tangan pasien ditumpu oleh tangan pemeriksa, kemudian ujung jari tangan pemeriksa yang lain disentilkan ke ujung jari tengah pasien

b. Menyebutkan respon pemeriksaan : fleksi jari-jari yang lain, adduksi ibu jari

14Melakukan pemeriksaan refleks Babinski:

a. Lakukan goresan pada telapak kaki dari arah tumit ke arah jari melalui sisi lateral

b. Menyebutkan respon pemeriksaan : fleksi jari-jari kaki dan penarikan tungkai

15Melakukan pemeriksaan refleks Oppenheim:

a. Lakukan goresan sepanjang tepi depan tulang tibia dari atas ke bawah dengan kedua jari telunjuk dan tengah

b. Menyebutkan respon pemeriksaan : refleks seperti babinski

16Melakukan pemeriksaan refleks Gordon:

a. Lakukan goresan atau memencet otot gastrocnemius

b. Menyebutkan respon pemeriksaan : refleks seperti babinski

17Melakukan pemeriksaan refleks Schaefer:

a. Lakukan pemencetan pada tendo achilles

b. Menyebutkan respon pemeriksaan : refleks seperti babinski

18Melakukan pemeriksaan refleks Chaddock:

a. Lakukan goresan sepanjang tepi lateral punggung kaki di luar telapak kaki dari tumit ke depan

b. Menyebutkan respon pemeriksaan : refleks seperti babinski

19Melakukan pemeriksaan refleks Rossolimo:

a. Pukulkan palu refleks pada dorsal kaki pada tulang cuboid

b. Menyebutkan respon pemeriksaan : fleksi jari-jari kaki

20Pemeriksaan Kaku Kuduk

Meletakkan tangan di bawah kepala pasien yang sedang berbaring

Menekukkan dan diusahakan agar gadu mencapai dada.

Selama pemeriksaan memeriksa apakah ada tahanan.

21Pemeriksaan Lasegue Sign

Meluruskan kaki pasien yang sedang berbaring. Kemudian satu tungkai diangkat lurus, dibengkokkan pada persendian panggulnya.

Tungkai yang satu lagi harus selalu berada dalam posisi lurus. Pada keadaan normal, posisi kaki dapat mencapai 700 sebelum timbul rasa sakit dan tahanan.

22Pemeriksaan Kernig Sign

Memfleksikan paha pasien yang berbaring pada persendian panggul sampai membentuk sudut 900 .

Mengekstensikan tungkai bawah pada sendi lutut tersebut. Biasanya kita dapat melakukan ekstensi ini sampai 1350 antara tungkai atas dan tungkai bawah.

23Pemeriksaan Brudzinski Sign

Menempatkan tangan di bawah kepala pasien yang sedang berbaring, tekuk kepala sejuh mungkin sampai dagu mencapai dada. Bila tanda Brudzinski positif, maka tindakan ini mengakibatkan fleksi kedua tungkai (Brudzinski I)

memfleksikan satu tungkai pada sendi panggul dan tungkai yang lain dalam posisi lurus. Bila tungkai yang satu lagi ikut terfleksi, maka Brudzinski II positif.

Melakukan penekanan simfisis pubis pada pasien yang berbaring, disusul dengan fleksi kedua tungkai di sendi lutut dan panggul (Brudzinski III).

24Pemeriksaan Patrick-contra patrick Sign

Meletakkan tumit / maleolus tungkai yang sakit diletakkan pada tungkai yang lain kemudian diadakan penekanan pada lutut yang difleksikan itu kemudian timbul gerakan fleksi, abduksi, eksorotasi dan ekstensi dan ini akan menimbulkan rasa nyeri disendi panggul yang ada kelainannya.

Dilakukan tindakan kebalikan dari test Patrick lalu timbul pula rasa nyeri di sendi sakroiliaka (contra-patrick sign).

Keterangan

0 : tidak melakukan sama sekali

1 : dilakukan tapi tidak sempurna

2 : dilakukan dengan sempurna

Palembang,

Penguji

........................................

PENUNTUN SKILL LAB 4

PEMERIKSAAN SARAF KRANIAL

A. Pendahuluan

I. Landasan teori

Terdapat dua belas pasang saraf kranial yang meninggalkan otak dan melintas melalui lubang-lubang pada tengkorak, dan biasanya dinyatakan dengan angka Romawi, I-XII. Memeriksa saraf kranial dapat membantu kita menentukan lokasi dan jenis penyakit.

II. Tujuan Pembelajaran

I.1 Tujuan Umum

Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan saraf kranial

I.2 Tujuan Khusus

1. Mendeteksi gangguan menghidu, mengetahui apakah gangguan tersebut disebabkan oleh gangguan saraf atau penyakit hidung lokal

2. Memeriksa fungsi otot-otot ekstrinsik dan intrinsik bola mata

3. Memeriksa fungsi sensoris dan motoris N.V4. Memeriksa fungsi motorik dan fungsi pengecapan5. Memeriksa fungsi motorik N.IX dan N.X6. Memeriksa fungsi otot yang disarafi oleh N.XI7. Menilai fungsi otot ekstrinsik dan intrinsik lidah yang dipersarafi N.XII.

III. Media dan alat pembelajaran

Alat dan bahan:

1. Teh

2. Kopi

3. Alkohol

4. Kapas

5. Penggaris

6. Senter

7. Garam

8. Gula

9. Bubuk Cabe

10. Asam Jawa

11. Pil Kina

12. Tempat tidur periksa

B. Pelaksanaan

Langkah-langkah kerja :Saraf Kranial I (nervus Olfaktorius, N.1)

Cara Pemeriksaan

a. Periksa lubang hidung, apakah ada sumbatan atau kelainan setempat, misalnya ingus atau polip. Zat pengetes yang digunakan misalnya kopi, teh, alkohol.

b. Tutup kedua mata pasien. Zat pengetes didekatkan ke hidung pasien dan suruh ia menciumnya. Tiap lubang hidung diperiksa satu per satu dengan menutup lubang hidung yang lainnya dengan tangan.

Saraf Kranial III (nervus Okulomotorius, N.III), Saraf Kranial IV (nervus Trokhlearis, N.IV), Saraf Kranial VI (nervus Abduscens, N.VI)Cara Pemeriksaan

Selagi berwawancara dengan pasien perhatikan celah matanya apakah ada ptosis, eksoftalmus, enoftalmus dan apakah ada strabismus.

Ptosis

a. Pasien diminta membuka matanya dan melihat ke depan. Normalnya batas kelopak mata atas akan memotong iris pada titik yang sama secara bilateral

b. Bila salah satu kelopak mata memotong iris lebih rendah, atau bila pasien mendongakkan kepala sebagai kompensasi, maka dapat dicurigai sebagai ptosis.Bentuk dan Ukuran Pupil

a. Pasien diminta membuka matanya dan melihat ke depan

b. Perhatikan besarnya pupil pada matan kanan dan kiri, apakah sama (isokor) atau tidak sama (anisokor), apakah terjadi miosis atau midriasis

c. Juga perhatikan bentuk pupil, apakah bundar dan tepinya rata atau tidak. Perbedaan diameter pupil sebesar 1mm masih dianggap normal.

Refleks Cahaya Pupil dan Refleks Akomodasi

a. Pasien diminta memfiksasi matanya pada benda yang jauh letaknya, setelah itu mata kita beri cahaya (dengan senter) dan lihat apakah ada reaksi pada pupil

b. Pada keadaan normal pupil akan mengecil, dan keadaan demikian disebut refleks cahaya langsung positif

c. Kemudian perhatikan pula pupil mata yang satu lagi, apakah pupilnya ikut mengecil oleh penyinaran mata yang lainnya. Bila tejadi demikian disebut refleks cahaya tidak langsung positif

d. Selama pemeriksaan ini harus dicegah agar pasien tidak memfiksasi matanya pada lampu senter, karena akan terjadi pula refleks akomodasi yang juga akan menyebabkan mengecilnya pupil (refleks akomodasi positif).

Gerakan dan Sikap Bola Mata

a. Pasien diminta mengikuti jari-jari pemeriksa yang digerakkan ke arah lateral, medial atas, medial bawah dan ke arah miring : lateral atas, medial bawah, medial atas, dan lateral bawah

b. Perhatikan apakah mata pasien dapat mengikutinya, dan perhatikan gerakan bola mata apakah lancar dan mulus, atau kaku dan ada diplopia

c. Untuk sikap bola mata, perhatikan apakah tampak eksoftalmus, strabismus, nystagmus, deviasi conjugee.

Saraf Kranial V (nervus Trigeminus, N.V)Cara Pemeriksaan

Sensibilitas

a. Beritahukan pada pasien bahwa pemeriksa akan memeriksa sensibilitas di daerah wajah

b. Gunakan kapas untuk memeriksa sensibilitas daerah wajah ini, mulai dari dahi, pipi dan dagu.

Gambar 3. Daerah Sensibilitas N.V cabang I (ramus oftalmik),II (ramus maksilaris) dan III (ramus mandibularis)

Motorik

a. Pasien diminta merapatkan giginya sekuat mungkin dan kemudian pemeriksa meraba m. Masseter dan m. Temporalis. Perhatikan besar, tonus, serta bentuknya.

b. Minta pasien membuka mulut dan perhatikan adanya deviasi rahang bawah. Bila ada parese, maka rahang bawah akan berdeviasi ke arah yang lumpuh.Refleks Kornea

a. Minta pasien melirik ke arah superior lateral, kemudian dari arah lain tepi kornea disentuh dengan ujung kapas yang agak basah

b. Bila mata spontan menutup, maka refleks kornea dikatakan positif.

Gambar 4. Pemeriksaan Refleks Kornea

Saraf Kranial VII (nervus Facialis, N.VII)Cara Pemeriksaan

Fungsi Motorik

a. Perhatikan muka pasien, apakah simetris atau tidak

b. Minta pasien mengangkat alis dan mengerutkan dahi. Perhatikan apakah hal ini dapat dilakukan, dan apakah ada asimetri

c. Minta pasien memejamkan mata. Bila terjadi kelumpuhan berat, maka pasien tidak dapat memejamkan matanya, bila kelumpuhan ringan, maka pejaman kurang kuat. Nilai hal ini dengan mengangkat kelopak mata dengan tangan pemeriksa, sedangkan pasien disuruh tetap memejamkan mata. Minta pasien memejamkan sebelah matanya. Pada kelumpuhan ringan, pasien tidak dapat memejamkan matanya pada sisi yang lumpuh.

Gambar 5. Pemeriksaan Fungsi Motorik N.VII

d. Minta pasien menyeringai, mencucurkan bibir dan menggembungkan pipi. Apakah hal ini dapat dilakukan dan apakah ada asimteri.

e. Bangkitkan gejala Chvostek dengan cara mengetok bagian depan telinga. Bila positif, tetokan menyebabkan kontraksi otot yg disarafi N.VII. Dasar gejala Chvostek adalah bertambah pekanya N.VII terhadap rangsang mekanik.Fungsi Pengecapan

a. Minta pasien menjulurkan lidah, kemudian pemeriksa menaruh gula, pil kina, asam jawa, bubuk cabe dan garam (lakukan secara bergantian, diselingi dengan istirahat)

b. Bila bubuk ditaruh, pasien tidak boleh menarik lidahnya ke dalam mulut, sebab bubuk akan tersebar ke bagian mulut lainnya

c. Pasien diminta menyatakan pengecapan yang dirasakannya.

Saraf Kranial IX (nervus Glosofaringeus, N.IX) dan Saraf Kranial X (nervus Vagus, N.X)Cara Pemeriksaan

a. Minta pasien mengucapkan kata-kata, misalnya Riri lari-lari sambil melihat lorong-lorong. Perhatikan apakah pasien dapat mengucapkan kata-kata tersebut dengan baik, apakah terdengar bindeng (sengau). Pada kelumpuhan N.IX dan N.X, palatum molle tidak sanggup menutup jalan ke hidung sewaktu berbicara, sehingga didapatkan suara hidung bindeng

b. Pasien diminta membuka mulut. Perhatikan palatum molle dan faring. Minta pasien mengucapkan aaaaaaa, bila terdapat parese, maka uvula akan tertarik ke sisi yang sehat.

Saraf Kranial XI (nervus Aksesorius, N.XI)Cara Pemeriksaan

a. Pemeriksaan M. Sternokleidomastoideus. Perhatikan keadaan M. Sternokleidomastoideus pada keadaan istirahat dan bergerak. Pada keadaan istirahat kita dapat menilai kontur otot ini, bila terdapat parese maka otot akan mengalami atrofi. Lalu minta pasien menoleh ke salah satu sisi. Gerakan ini kita tahan dengan tangan yang ditempatkan di dagu. Bandingkan kekuatan otot kanan dan kiri

b. Pemeriksaan M. Trapezius. Pemeriksa akan menilai kekuatan M. Trapezius. Tempatkan tangan pemeriksa pada bahu pasien, lalu minta pasien mengangkat bahunya dan kita tahan. Dengan demikian kita dapat membandingkan kekuatan otot

Saraf Kranial XII (nervus Hipoglosus, N.XII)Cara Pemeriksaan

a. Minta pasien membuka mulut dan perhatikan lidah dalam keadaan istirahat dan bergerak. Dalam keadaan isirahat perhatikan besarnya lidah, kesamaan bagian kanan dan kiri serta adanya atrofi

b. Minta pasien menjulurkan lidahnya dan lihat apakah julurannya mencong. Pada parese satu sisi, maka lidah akan mencong ke sisi yang lumpuh

c. Nilai tenaga lidah dengan cara meminta pasien menggerakkan lidahnya ke segala jurusan dan perhatikan kekuatan geraknya. Kemudian minta pasien menekankan lidahnya pada pipi. Pemeriksa akan menilai daya tekan tersebut dengan menekan pipi dari sebelah luar. Jika terdapat parese lidah sebelah kiri, maka lidah tidak dapat ditekankan ke pipi sebelah kanan, tapi ke sebelah kiri dapat.

Daftar Pustaka

Snell, Richard.2000.Neuroanatomi Klinik Edisi 5. Jakarta : EGC

PERDOSI.2008.Buku Ajar Neurologi Klinik. Yogyakarta : UGM press

Tobing, Lumban.2008. Neurologi Klink Pemeriksaan Fisik dan Mental Edisi 11. Jakarta: FKUI

Mardjono, Mahar., Sidharta, Priguna.2009.Neurologi Klinis Dasar Edisi 14.Jakarta: Dian RakyatKETERAMPILAN PEMERIKSAAN SARAF KRANIAL

Nama:NIM:

NoAspek yang DinilaiNilai

012

1Mengucapkan Salam

2Memperkenalkan diri

3Menanyakan indentitas pasien

4Menjelaskan maksud dan tujuan pemeriksaan

5Memberikan penjelasan tentang prosedur pemeriksaan

6Menyiapkan penderita dan meminta kerjasama penderita dalam melaksanakan pemeriksaan

7Melakukan pemeriksaan N.I:

a. Memeriksa sumbatan pada lubang hidung

b. Meminta pasien menutup kedua mata.

c. Mendekatkan zat pengetes ke hidung pasien dan memintanya untuk menciumnya pada salah satu lubang hidung, sambil menutup lubang hidung yang lainnya dengan tangan.

8Melakukan pemeriksaan ptosis :

a. Meminta pasien membuka mata dan melihat ke depan. Normalnya batas kelopak mata atas akan memotong iris pada titik yang sama secara bilateral

b. Melihat apakah salah satu kelopak mata pasien memotong iris lebih rendah, atau bila pasien mendongakkan kepala sebagai kompensasi, yang dapat dicurigai sebagai ptosis.

9Melakukan pemeriksaan pupil :

a. Meminta pasien membuka matanya dan melihat ke depan

b. Memperhatikan besarnya pupil pada mata kanan dan kiri, apakah sama (isokor) atau tidak sama (anisokor), apakah terjadi miosis atau midriasis

c. Memperhatikan bentuk pupil, apakah bundar dan tepinya rata atau tidak.

10Melakukan pemeriksaan refleks pupil dan refleks akomodasi :

a. Meminta pasien untuk memfiksasi matanya pada benda yang jauh letaknya, setelah itu mata diberi cahaya (dengan senter) dan melihat apakah ada reaksi pada pupil (normalnya pupil akan mengecil, disebut refleks cahaya langsung positif)

b. Memperhatikan pupil mata yang satu lagi, apakah ikut mengecil oleh penyinaran mata yang lainnya (bila tejadi demikian disebut refleks cahaya tidak langsung positif)

c. Memperhatikan terjadinya refleks akomodasi yang juga akan menyebabkan mengecilnya pupil (refleks akomodasi positif) bila pasien memfiksasi matanya pada lampu senter.

11Melakukan pemeriksaan gerakan bola mata :

a. Meminta pasien mengikuti jari-jarinya yang digerakkan ke arah lateral, medial atas, medial bawah dan ke arah miring : lateral atas, medial bawah, medial atas, dan lateral bawah

b. Memperhatikan apakah mata pasien dapat mengikutinya, dan memperhatikan gerakan bola mata apakah lancar dan mulus, atau kaku dan ada diplopia

c. Memperhatikan apakah tampak eksoftalmus, strabismus, nystagmus, deviasi conjugee.

12Melakukan pemeriksaan N.V sensibilitas :

a. Memberitahukan pada pasien bahwa akan memeriksa sensibilitas di daerah wajah

b. Menggunakan kapas untuk memeriksa sensibilitas daerah wajah ini, mulai dari dahi, pipi dan dagu.

13Melakukan pemeriksaan N.V motorik :

a. Meminta pasien merapatkan giginya sekuat mungkin dan meraba m. Masseter dan m. Temporalis. Memperhatikan besar, tonus, serta bentuknya.

b. Meminta pasien membuka mulut dan memperhatikan adanya deviasi rahang bawah.

14Melakukan pemeriksaan N.V refleks kornea :

a. Meminta pasien melirik ke arah superior lateral, kemudian dari arah lain menyentuh tepi kornea dengan ujung kapas yang agak basah

b. Bila mata spontan menutup, maka refleks kornea dikatakan positif.

15Melakukan pemeriksaan N.VII motorik :

a. Memperhatikan muka pasien, apakah simetris atau tidak

b. Meminta pasien mengangkat alis dan mengerutkan dahi

c. Meminta pasien memejamkan mata. Melakukan penilaian terhadap hal ini dengan mengangkat kelopak mata dengan tangan pemeriksa, sedangkan pasien disuruh tetap memejamkan mata

d. Meminta pasien menyeringai, mencucurkan bibir dan menggembungkan pipi

e. Membangkitkan gejala Chvostek dengan cara mengetok bagian depan telinga. Bila positif, tetokan menyebabkan kontraksi otot yg disarafi N.VII.

16Melakukan pemeriksaan fungsi pengecapan :

a. Meminta pasien menjulurkan lidah, kemudian menaruh gula, pil kina, asam jawa, bubuk cabe dan garam (melakukan hal ini secara bergantian, diselingi dengan istirahat)

b. Meminta pasien untuk tidak menarik lidahnya ke dalam mulut, sebab bubuk akan tersebar ke bagian mulut lainnya

c. Meminta pasien menyatakan pengecapan yang dirasakannya.

17Melakukan pemeriksaan gerakan palatum :

a. Meminta pasien mengucapkan kata-kata, misalnya Riri lari-lari sambil melihat lorong-lorong. Memperhatikan apakah pasien dapat mengucapkan kata-kata tersebut dengan baik, apakah terdengar bindeng (sengau)

b. Meminta pasien membuka mulut. Memperhatikan palatum molle dan faring. Meminta pasien mengucapkan aaaaaaa, bila terdapat parese, maka uvula akan tertarik ke sisi yang sehat.

18Melakukan pemeriksaan m.Sternokleidomastoideus dan m.Trapezius :

a. Memperhatikan keadaan M. Sternokleidomastoideus pada keadaan istirahat dan bergerak dan menilai kontur otot ini. Meminta pasien menoleh ke salah satu sisi dan menahan dengan tangan yang ditempatkan di dagu. Membandingkan kekuatan otot kanan dan kiri

b. Menilai kekuatan M. Trapezius dengan menempatkan tangan pada bahu pasien, lalu meminta pasien mengangkat bahunya dan menahannya.

19Melakukan pemeriksaan otot lidah :

a. Meminta pasien membuka mulut dan memperhatikan lidah dalam keadaan istirahat dan bergerak (memperhatikan besarnya lidah, kesamaan bagian kanan dan kiri serta adanya atrofi)

b. Meminta pasien menjulurkan lidahnya dan melihat apakah julurannya mencong

c. Menilai tenaga lidah dengan cara meminta pasien menggerakkan lidahnya ke segala jurusan dan perhatikan kekuatan geraknya. Kemudian meminta pasien menekankan lidahnya pada pipi dan menilai daya tekan tersebut dengan menekan pipi dari sebelah luar.

Keterangan

0 : tidak melakukan sama sekali

1 : dilakukan tapi tidak sempurna

2 : dilakukan dengan sempurna

Palembang,

Penguji........................................PENUNTUN SKILL LAB 6PEMERIKSAAN ORTHOPEDI

A. PENDAHULUAN

I. LANDASAN TEORI

Pada bidang ilmu bedah orthopedi, pemeriksaan fisik pada dasarnya dibagi menjadi :

1. Pemeriksaan Fisik Umum

2. Pemeriksaan fisik orthopedi

a. Pemeriksaan fisik orthopedi umum

b. Pemeriksaan fisik orthopedi regional

A. PEMERIKSAAN FISIK UMUM

Pemeriksaan fisik ini dilakukan sebagaimana pemeriksaan fisik bidang kedokteran lainnya dan bertujuan untuk mengevaluasi keadaan fisik penderita secara umum serta melihat apakah ada indikasi penyakit lainnya selain kelainan muskuloskeletal.

B. PEMERIKSAAN FISIK ORTOPEDIB.1 Pemeriksaan orthopedi umum

1. Status Generalis

Pemeriksaan orthopedi yang dilakukan meliputi :

Pemeriksaan bagian dengan keluhan utama Pemeriksaan kemungkinan nyeri kiriman dari sumber tempat lain (reffered pain)Prinsip-prinsip dasar pemeriksaan terdiri atas :

Perlu cahaya yang baik atau terang dan bagian yang diperiksa tidak tertutup kain/ telanjang

Jangan memeriksa secara tergesa-gesa dan hadapkan muka pemeriksa ke muka penderita untuk memberikan kepercayaan

Selalu meyiapkan perlengkapan pemeriksaan

Pemeriksaan bagian badan secara hati-hati, sistematik dan terarah

Periksa tempat lain yang mungkin ada hubungannya

Pada pemeriksaan orthopedi, dokter membutuhkan beberapa alat instrumen, seperti :

1. Stetoskop

2. Palu refleks

3. Pensil untuk kulit

4. Pita ukur

5. Kapas

6. Jarum kecil

7. Pen light

8. Goniometer

Gambar 1. Instrumen pemeriksaan orthopedi

Pemeriksaan fisik sebenarnya sudah dimulai ketika penderita datang kedokter dengan mengamati penampakan umum penderita, raut muka, cara berjalan, cara duduk dan cara tidur, proporsi tinggi badan terhadap anggota tubuh lainnya, keadaan simetris bagian tubuh kiri dan kanan, cara berjalan dan tingkah laku, ekspresi wajah, kecemasan serta reaksi emosional lainnya untuk melihat aspek-aspek emosional dam somatis dari penderita.

2. Status Lokalis

Pemeriksaan dilakukan secara sistematis dengan urut-urutan sebagai berikut :

Inspeksi (look)

Palpasi (feel)

Kekuatan otot (power)

Penilaian gerakan sendi baik aktif maupun pasif (move)

Auskultasi

Uji-uji fisik khusus

INSPEKSI (LOOK)

Pemeriksaan umum dimulai dengan observasi pasien saat memasuki ruang pemeriksaan, melepas pakaian, duduk, berbaring dan mengenakan pakaian. Observasi ini meliputi:

a. Penampilan umum pasien, wajah, dan gaya berjalan (gait). Untuk analisis gait, pasien diminta untuk berjalan, dokter menganalisis fase gerakan natural yang berupa heel strike, stance phase, toe off dan swing phase. Apakah pasien menggunakan alat bantu orthopedi seperti corset, crutch, protesa , harness, brace dan cane.b. Sikap badan pasien (posisi): posisi tulang belakang, deformitas sendi, dsb

c. Kesimetrisan dan kontur tubuh: kelainan kongenital atau kelainan didapat pada kontur tubuh, hipertrofi, pembengkakan, efusi, atrofi, dan deformitas

d. Kulit : warna dan tekstur

e. Jaringan lunak, yaitu pembuluh darah, saraf, otot, tendo, ligamen, jaringan lemak, fasia, kelenjar limfe

f. Tulang dan sendi

g. Sinus dan jaringan parut

PALPASI/ FEELPemeriksaan ini digunakan untuk menilai kondisi jaringan, tulang dan sendi, dan gangguan fungsi selama gerak. Oleh karena itu pengetahuan anatomi sangat penting untuk memahaminya. Penilaian dalam pemeriksaan ini meliputi:

a. Suhu kulit; panas/dingin, apakah denyutan arteri dapat diraba atau tidak

b. Jaringan lunak; untuk mengetahui adanya spasme otot, atrofi otot, keadaan membran sinovial, adanya tumor, dan sifat-sifat lainnya, adanya ciran didalam/diluarsendi atau adanya pembengkakan.

c. Nyeri tekan; lokalisasi nyeri, setempat atau refered pain

d. Tulang; diperhatikan bentuk, permukaan, ketebalan, penonjolan dari tulang atau adanya gangguan didalam hubungan yang normal antara tulang satu dengan lainnya

e. Pengukuran panjang anggota gerak; terutama anggota gerak bawah, juga untuk mengetahui adanya atrofi atau hipertrofi otot

f. Penilaian deformitas yang menetap; dilakukan apabila sendi tidakd apat diletakkan pada posisi anatomis yang normal

KEKUATAN OTOT (POWER)

Menurut Medical Research Council kekuatan otot dibagi dalam grade 0-5, yaitu :

PenilaianSkorFungsi

Normal5Dapat bergerak penuh melawan gaya gravitasi dan tahanan maksimal

Baik4Dapat bergerak penuh melawan gaya gravitasi dan melawan tahanan ringan

Lemah3Mampu menggerakkan persendian dan dapat bergerak penuh melawan gaya gravitasi tapi tanpa tahanan tambahan

Sangat lemah2Mampu menggerakkan persendian namun tidak dapat/sedikit melawan gravitasi dan tidak dapat melawan tahanan

Vestigial1Secara palpasi dapat dirasakan tegangan otot tanpa pergerakan sendi

Nol0Tidak ada tanda dari kontraksi otot

Gambar 2. Kekuatan otot

PERGERAKAN (MOVE)

Pada pergerakan sendi dikenal dua istilah yaitu pergerakan aktif yang merupakan pergerakan sendi yang dilakukan oleh penderita sendiri dan pergerakan pasif yaitu pergerakan sendi dengan bantuan pemeriksa.

Pada pergerakan dapat diperoleh informasi mengenai :

a. Evaluasi gerakan sendi secara aktif dan pasif

Apakah gerakan ini menimbulkan sakit

Apakah gerakan ini disertai krepitasi

b. Stabilitas sendi

Terutama ditentukan integritas kedua permukaan sendi dan keadaan ligamen. Pemeriksaan stabilitas sendi dapat dilakukan dengan memberikan tekanan pada ligamen dan pengamatan gerakan sendi.c. Pemeriksaan ROM (range of motion)

Pemeriksaan batas gerakan sendi harus dicatat dalam setiap pemeriksaan ortopedi yang meliputi batas gerakan aktif dan pasif

Setiap sendi memiliki nilai batas gerakan normal yang menjadi patokan untuk gerakan abnormal dari sendi.

Pengukuran pergerakan sendi harus dimulai pada posisi nol. Nilai derajat yang didapat mengindikasikan amplitudo gerakan dari posisi nol. Mahasiswa harus mengetahui nilai normal Range Of motion (ROM) pada masing-masing sendi:

1. Sendi tulang belakang bagian Cervical, thorakal dan lumbalis : melengkung ke depan, kebelakang, dan kesamping serta rotasi

2. Shoulder/Bahu

Niilai normal ROM sendi bahu:

Abduksi

: 00-1600/1800 Rotasi Internal

: 00-900 (lengan diabduksi)

Rotasi eksternal: 00-900 Fleksi

: 00-1800 Ekstensi

: 00-4003. Siku : Fleksi/ekstensi

Nilai normal ROM siku :

Fleksi

: 00-14004. Lengan bawah: pronasi dan supinasi

Nilai normal ROM lengan bawah :

Pronasi

: 00-750 Supinasi

: 00-8005. Pergelangan tangan : fleksi/ekstensi, deviasi radial/ulna

Nilai normal ROM pergelangan tangan :

Fleksi

: 00-600 Ekstensi

: 00-500 Deviasi Ulna

: 00-350 Deviasi Radial

: 00-2006. Paha/hip : fleksi/ekstensi, abduksi/adduksi, rotasi internal/eksternal

Nilai normal ROM paha/hip:

Ekstensi

: 50-200 Fleksi

: 00-1200 Abduksi

: 00-400 Adduksi

: 00-250 Rotasi internal

: 00-450 Rotasi eksternal: 00-4507. Lutut : fleksi/ ekstensi dan rotasi internal/eksternal

Nilai normal ROM lutut :

Ekstensi

:

Fleksi

: 00-1350 Rotasi internal

:

Rotasi eksternal:

8. Engkel : plantar fleksi/ dorsi fleksi

Nilai normal ROM engkel :

Plantar Fleksi

: 00-550 Dorsifleksi

: 00-150AUSKULTASI

Pemeriksaan auskultasi pada bidang bedah orthopedi jarang dilakukan dan biasanya dilakukan bila ada krepitasi misalnya pada fraktur atau untuk mendengar bising fistula arteriovenosa.

B.2 PEMERIKSAAN ORTHOPEDI REGIONAL

Pemeriksaan orthopedi regional terdiri atas :

1. Pemeriksaan tulang belakang

a. Pemeriksaan leher dan vertebra servikalis

b. Pemeriksaan vertebra thorakal dan lumbal

2. Pemeriksaan sendi bahu

3. Pemeriksaan lengan atas dan sendi siku

4. Pemeriksaan lengan bawah, pergelangan tangan dan jari-jari tangan

5. Pemeriksaan sendi panggul

6. Pemeriksaaan lutut

7. Pemeriksaan tungkai bawah, pergelangan kaki dan jari-jari kaki

I. TUJUAN PEMBELAJARAN

I.1 Tujuan umum

a. Setelah kegiatan ini diharapkan mahasiswa mampu :

1. Mengetahui jenis-jenis pemeriksaan fisik pada bidang orthopedi2. Mengetahui dan melakukan pemeriksaan orthopedi umum I.2 Tujuan khusus

a. Setelah kegiatan ini diharapkan mahasiswa mampu:

1. Melakukan inspeksi/look pada kasus orthopedi2. Melakukan palpasi/feel pada pasien orthopedi3. Melakukan pemeriksaan kekuatan otot4. Melakukan Pemeriksaan pergerakan/move dan menentukan ROM pada kasus orthopediII. Media dan alat pembelajaran

1. Bed pemeriksaan2. Meteran

3. Goniometer/busur

4. Alat tulis

III. Metode Instruksional

1. Mendapat kuliah singkat mengenai sistematika pemeriksaan fisik orthopedi.2. Mahasiswa dibagi menjadi 10 orang per kelompok dan dibimbing oleh satu instruktur

3. Mahasiswa secara berkelompok diminta untuk melakukan pemeriksaan fisik orthopedi.4. Mahasiswa menerima umpan balik dari instruktur tentang proses anamnesis yang sudah dilakukan.5. Diskusi antara mahasiswa dan instruktur.B. PELAKSANAAN

I. Persiapan Sarana dan Prasaranaa. Goniometer/busur

II. Langkah-langkah kerja

1. Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri kepada pasien.

2. Menanyakan identitas pasien.

3. Menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan.

4. Meminta izin pasien untuk melakukan pemeriksaan.

5. Melakukan inspeksi

a. Memperhatikan penampilan umum pasien, wajah, dan gaya berjalan (gait).b. Memperhatikan sikap badan pasien (posisi tulang belakang, deformitas sendi, dsb.).c. Memperhatikan kesimetrisan dan kontur tubuh (kelainan kongenital atau kelainan didapat pada kontur tubuh, hipertrofi, pembengkakan, efusi, atrofi, dan deformitas).d. Memperhatikan warna dan tekstur kulit.

6. Melakukan palpasi

a. Memeriksa suhu kulit dengan menyentuh permukaan kulit pasien untuk menentukan panas/dingin.b. Meraba denyutan arteri apakah dapat diraba atau tidak.c. Memeriksa jaringan lunak (spasme otot, atrofi otot, keadaan membran sinovial, adanya tumor, dll).d. Menentukan apakah ada nyeri tekan ( lokalisasi nyeri, setempat atau refered pain).e. Meraba permukaan tulang (bentuk, permukaan, ketebalan, penonjolan dari tulang atau adanya gangguan didalam hubungan yang normal antara tulang satu dengan lainnya).f. Mengukur panjang anggota gerak, terutama anggota gerak bawah (true length dan apperent length).

7. Pemeriksaan kekuatan otot

a. Memeriksa kekuatan anggota gerak atas

Menyuruh penderita mengangkat kedua anggota gerak atas secara perlahan dan menahan sebentar lalu membandingkan kanan dan kiri

Memeriksa kekuatan lengan atas dengan cara meminta mengabduksikan kedua artikulasio humeri dan ditahan oleh tangan pemeriksa lalu membandingkan kanan dan kiri

Memeriksa kekuatan lengan bawah dengan cara meminta penderita untuk mem-fleksikan kedua artikulasio cubiti dan ditahan oleh pemeriksa lalu membandingkan kanan dan kiri

Memeriksa kekuatan kedua tangan dan membandingkan kanan dan kiri dengan cara bersalaman

b. Memeriksa kekuatan anggota gerak bawah

Meminta penderita untuk berbaring di tempat tidur. Menyuruh penderita mengangkat kedua anggota gerak bawah secara perlahan dan membandingkan kanan dan kiri. Memeriksa kekuatan otot-otot paha dengan cara meminta memfleksikan artikulasio coxae dan ditahan oleh tangan pemeriksa, lalu membandingkan otot paha kanan dan kiri. Memeriksa kekuatan otot-otot regio cruris dengan cara meminta pasien untuk memfleksikan artikulasio genu. Setelah itu pemeriksa meminta pasien untuk mengekstensikan artikulasio genu sembari tangan pemeriksa memberikan tahanan, lalu bandingkan kanan kiri. Memeriksa kekuatan engkel dengan cara meminta pasien untuk melawan tahanan yang diberikan pemeriksa pada telapak kakinya.

8. Pemeriksaan pergerakana. Evaluasi gerakan sendi secara aktif dan pasif. Meminta pasien untuk menggerakkan sendi. Menanyakan apakah gerakan tersebut menimbulkan sakit dan menentukan apakah terdengar suara krepitasi. Pemeriksa membantu pasien untuk menggerakkan sendi. Menanyakan apakah gerakan tersebut menimbulkan sakit dan menentukan apakah terdengar suara krepitasi.b. Stabilitas sendi, dilakukan dengan memberikan tekanan pada ligamen dan pengamatan gerakan sendi

9. Pemeriksaan ROM (range of motion)

a. Persiapan alat:

Goniometer/Busur Spidol Marker

10. Pasien diminta berdiri dengan posisi anatomis.

Gambar 2. Posisi anatomis tubuh manusia

Sumber: www.mananatomy.com

11. Pemeriksaan ROM Articulatio Cubiti:a. Tentukan titik nol pada tubuh pasien sesuai, lalu letakkan titik tengah goniometer/busur pada titik nol tersebut. Goniometer/busur diletakkan tegak lurus dengan articulation cubiti.

b. Minta pasien memfleksikan lengan bawahnya lalu diukur ROM nya dengan goniometer/busur. Catat sudut yang dibentuk oleh gerakan fleksi tersebut (bukan sudut antara lengan bawah dan lengan atas).c. Minta pasien untuk mengekstensikan lengan bawahnya kembali. Catat sudut yang dibentuk oleh pergerakan tersebut.d. Lakukan interpretasi ROM pasien tersebut.

12. Pemeriksaan ROM Articulatio Humeria. Tentukan titik nol pada tubuh pasien sesuai, lalu letakkan titik tengah goniometer/busur pada titik nol tersebut. Goniometer/busur diletakkan tegak lurus dengan articulation cubiti.b. Minta pasien memfleksikan lengan atasnya lalu diukur ROM nya dengan goniometer/busur. Catat sudut yang dibentuk oleh gerakan fleksi tersebut.

c. Minta pasien untuk mengekstensikan lengan atasnya kembali. Catat sudut yang dibentuk oleh pergerakan tersebut.

d. Lakukan interpretasi ROM pasien tersebut.

13. Pemeriksaan ROM articulatio atlantooccipitalisa. Tentukan titik nol pada daerah cervical.

b. Letakkan busur di samping kepala dengan titik tengah sejajar os cervical VII.

c. Minta pasien menunduk. Catat sudut yang dibentuk oleh pergerakan kepala tersebut.d. Minta pasien mengangkat kepalanya kembali. Catat sudut yang dibentuk oleh pergerakan kepala tersebut.

e. Pindahkan posisi busur/goniometer ke atas kepala, dengan occiput sebagai titik tengahnya.

f. Minta pasien menoleh ke kanan. Catat pergerakan yang timbul akibat pergerakan tersebut.

g. Minta pasien meluruskan kembali posisi kepalanya. Lalu minta pasien menoleh ke kiri. Catat pergerakan yang timbul akibat pergerakan tersebut.

14. Pemeriksaan ROM articulatio radiocarpalis

a. Letakkan titik tengah busur pada pertengahan articulatio radiocarpalis, sejajar dengan panjang lengan.

b. Minta pasien mengadduksikan telapak tangannya. Catat sudut yang dibentuk oleh pergerakan tersebut.c. Minta pasien meluruskan posisi telapak tangannya. Lalu minta pasien mengabduksikan telapak tangannya. Catat sudut yang dibentuk oleh pergerakan tersebut.

d. Letakkan titik tengah busur pada sisi lateral articulatio radiocarpalis (processus styloideus os radius).

e. Minta pasien memfleksikan telapak tangannya. Catat sudut yang dibentuk oleh pergerakan tersebut.

f. Minta pasien meluruskan telapak tangannya, lalu minta pasien mengekstensikan telapak tangannya. Catat sudut yang dibentuk oleh pergerakan tersebut.15. Pemeriksaan ROM articulatio coxae

a. Letakkan titik tengah busur pada sisi lateral articulatio coxae pada trochanter mayor os femur.

b. Minta pasien memfleksikan tungkai atasnya. Catat sudut yang dibentuk oleh pergerakan tersebut.

c. Minta pasien meluruskan kembali tungkai atasnya. Catat sudut yang dibentuk oleh pergerakan tersebut.

16. Pemeriksaan ROM articulatio genus

a. Minta pasien berbaring.

b. Letakkan busur/goniometer pada condylus lateral os tibia.c. Minta pasien memfleksikan tungkai bawahnya. Catat sudut yang dibentuk oleh pergerakan tersebut.

d. Minta pasien mengekstensikan tungkai bawahnya. Catat sudut yang dibentuk oleh pergerakan tersebut.

Gambar 1. Cara mengukur ROM articulatio genu

Sumber: www.tokosakura.com

17. Pemeriksaan ROM articulatio talocruralis

a. Minta pasien berbaring.

b. Letakkan busur/goniometer pada malleolus lateral os fibula.

c. Minta pasien memfleksikan kakinya. Catat sudut yang dibentuk oleh pergerakan tersebut.

d. Minta pasien mengekstensikan kakinya. Catat sudut yang dibentuk oleh pergerakan tersebut.

III. Interpretasi Hasil

Mahasiswa melakukan interpretasi hasil pemeriksaan fisik yang dilakukan, apakah pasien normal atau tidak normal. Bila ada yang tidak normal, maka mahasiswa menyimpulkan kemungkinan diagnosis orthopedi pasien tersebut.IV. Daftar Referensi1. Rasjad, Chaerudin, prof, MD., Ph.D. 2007. Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi. Yasrif Watampone: Jakarta2. Modul Skills Lab Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Jogjakarta. 2007. Block X : Neurologi and Musculskeletal Examination.C PENUTUP

I. EVALUASI FORMATIF

I.1 Metode Evaluasi

Evaluasi formatif dilakukan dengan mengobservasi kegiatan yang dilakukan mahasiswa selama proses skillab oleh instruktur.I.2 Indikator Pencapaian

Indikator pencapaian berupa hasil capaian sasaran pembelajaran yang diperoleh mahasiswa pada setiap kegiatan skillab.I.3 Umpan Balik

Umpan balik dilakukan oleh instruktur berupa masukan terhadap hasil kegiatan skillab mahasiswa.II. EVALUASI SUMATIFII.1 Metode Evaluasi

Evaluasi keterampilan akan dilaksanakan secara komprehensif pada OSCEII.2 Instrumen EvaluasiNoAktivitas yang dinilaiMenyebutkan benarMelakukan benar

1Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri

2Menanyakan identitas pasien

3Menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan.

4Meminta izin pasien untuk melakukan pemeriksaan.

5Mempersilahkan penderita untuk duduk.

6Persiapan alat:

a. Goniometer

b. Bed pemeriksaanc. Spidol

7Melakukan inspeksi

a. Memperhatikan Penampilan umum pasien, wajah, dan gaya berjalan (gait)

b. Memperhatikan sikap badan pasien (posisi tulang belakang, deformitas sendi, dsb)

c. Memperhatikan kesimetrisan dan kontur tubuh (kelainan kongenital atau kelainan didapat pada kontur tubuh, hipertrofi, pembengkakan, efusi, atrofi, dan deformitas)

d. Memperhatikan warna dan tekstur kulit, serta adanya jaringan parut

8Melakukan palpasi

d. Memeriksa Suhu kulit dengan menyentuh permukaan kulit pasien untuk menentukan panas/dingin,

e. Meraba denyutan arteri apakah dapat diraba atau tidak

f. Memeriksa Jaringan lunak ( spasme otot, atrofi otot, keadaan membran sinovial, adanya tumor, dll)

g. Menentukan apakah ada nyeri tekan ( lokalisasi nyeri, setempat atau refered pain)

h. Meraba permukaan tulang (bentuk, permukaan, ketebalan, penonjolan dari tulang atau adanya gangguan didalam hubungan yang normal antara tulang satu dengan lainnya)

i. Mengukur panjang anggota gerak, terutama anggota gerak bawah (true length dan apperent length)

9Pemeriksaan kekuatan otot

a. Memeriksa kekuatan anggota gerak atas

Menyuruh penderita mengangkat kedua anggota gerak atas secara perlahan dan menahan sebentar lalu membandingkan kanan dan kiri

Memeriksa kekuatan lengan atas dengan cara meminta mengabduksikan kedua artikulasio humeri dan ditahan oleh tangan pemeriksa lalu membandingkan kanan dan kiri

Memeriksa kekuatan lengan bawah dengan cara meminta penderita untuk mem-fleksikan kedua artikulasio cubiti dan ditahan oleh pemeriksa lalu membandingkan kanan dan kiri

Memeriksa kekuatan kedua tangan dan membandingkan kanan dan kiri dengan cara bersalaman

b. Memeriksa kekuatan anggota gerak bawah

Meminta penderita untuk berbaring ditempat tidur

Menyuruh penderita mengangkat kedua anggota gerak bawah secara perlahan dan membandingkan kanan dan kiri

Memeriksa kekuatan otot-otot paha dengan cara meminta memfleksikan artikulasio coxae dan ditahan oleh tangan pemeriksa, lalu membandingkan kanan dan kiri

Memeriksa kekuatan otot-otot regio cruris dengan cara meminta pasien untuk memfleksikan artikulasio genu. Setelah itu pemeriksa meminta pasien untuk mengekstensikan artikulasio genu sembari tangan pemeriksa memberikan tahanan, lalu bandingkan kanan kiri

Memeriksa kekuatan engkel dengan cara meminta pasien untuk melawan tahanan yang diberikan pemeriksa pada telapak kakinya.

10Pemeriksaan pergerakan/move

a. Evaluasi gerakan sendi secara aktif dan pasif

h. Meminta pasien untuk menggerakkan sendi. Menanyakan Apakah gerakan tersebut menimbulkan sakit dan menentukan apakah terdengar suara krepitasi

i. Pemeriksa membantu pasien untuk menggerakkan sendi. Menanyakan Apakah gerakan tersebut menimbulkan sakit dan menentukan apakah terdengar suara krepitasi

b. Stabilitas sendi, dilakukan dengan memberikan tekanan pada ligamen dan pengamatan gerakan sendi

c. Pemeriksaan ROM (range of motion)

11Mempersilahkan pasien duduk kembali

12Menyimpulkan hasil pemeriksaan dan mengucapkan terimakasih pada pasien

Total Skor

Skor :

Skor :

50

_1339311099.unknown