MI-1 Program Pengendalian TB Rev HBS-web

37
1 MATERI INTI 1 PROGRAM PENGENDALIAN TUBERKULOSIS Tentang Modul Ini Uraian Materi Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang masih menjadi permasalahan di dunia kesehatan hingga saat ini. Dalam situasi TB di dunia yang memburuk dengan meningkatnya jumlah kasus TB dan pasien TB yang tidak berhasil disembuhkan terutama di 22 negara dengan beban TB paling tinggi di dunia, World Health Organization (WHO) melaporkan dalam Global Tuberculosis Report 2013 Diperkirakan pada tahun 2012 insidens kasus TB mencapai 8,6 juta (termasuk 1,1 juta dengan koinfeksi HIV). Secara global diperkirakan insidens TB resisten obat adalah 450.000 orang kasus baru dan 20% kasus dengan riwayat pengob170.000 diantaranya meninggal dunia. Pengobatan kasus TB merupakan salah satu strategi utama pengendalian TB karena dapat memutuskan rantai penularan. Meskipun Program Pengendalian TB Nasional telah berhasil mencapai target angka penemuan dan angka kesembuhan, namun penatalaksanaan TB di sebagian besar rumah sakit dan praktik swasta belum sesuai dengan Penerapan layanan kesehatan semesta (universal health coverage) yaitu semua pasien TB dimanapun tinggal harus mendapatkan pelayanan TB sesuai strategi Directly Observed Treatment Short-course (DOTS) dan standar pelayanan berdasar International Standards for Tuberculosis Care (ISTC). Dari hasil Riskesdas 2010 ditemukan bahwa18--37% penderita mencari tempat pengobatan ke dokter praktek mandiri (DPM), berdasarkan pencatatan dan pelaporan di Subdit TB sangat sedikit pasien TB yang dilaporkan oleh DPM. Hal ini menggambarkan adanya kesenjangan antara jumlah kasus TB yang ditemukan oleh DPM dengan jumlah kasus TB yang dilaporkan. Dalam rangka mencapai akses universal seharusnya semua pasien TB dapat ditemukan/mendapat pelayanan secara paripurna dan dilaporkan. Sejalan dengan upaya pencapaian sasaran tersebut Pemerintah telah menetapkan Stranas pengendalian TB dengan mentargetkan lebih dari 80% pasien TB dapat ditemukan dan mendapatkan pelayanan secara lengkap sampai sembuh.

description

u

Transcript of MI-1 Program Pengendalian TB Rev HBS-web

Page 1: MI-1 Program Pengendalian TB Rev HBS-web

1

MATERI INTI 1

PROGRAM PENGENDALIAN TUBERKULOSIS

Tentang Modul Ini

Uraian Materi

Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang masih menjadi permasalahan di

dunia kesehatan hingga saat ini. Dalam situasi TB di dunia yang memburuk dengan

meningkatnya jumlah kasus TB dan pasien TB yang tidak berhasil disembuhkan

terutama di 22 negara dengan beban TB paling tinggi di dunia, World Health

Organization (WHO) melaporkan dalam Global Tuberculosis Report 2013 Diperkirakan

pada tahun 2012 insidens kasus TB mencapai 8,6 juta (termasuk 1,1 juta dengan

koinfeksi HIV). Secara global diperkirakan insidens TB resisten obat adalah 450.000

orang kasus baru dan 20% kasus dengan riwayat pengob170.000 diantaranya

meninggal dunia. Pengobatan kasus TB merupakan salah satu strategi utama

pengendalian TB karena dapat memutuskan rantai penularan.

Meskipun Program Pengendalian TB Nasional telah berhasil mencapai target angka

penemuan dan angka kesembuhan, namun penatalaksanaan TB di sebagian besar

rumah sakit dan praktik swasta belum sesuai dengan Penerapan layanan kesehatan

semesta (universal health coverage) yaitu semua pasien TB dimanapun tinggal harus

mendapatkan pelayanan TB sesuai strategi Directly Observed Treatment Short-course

(DOTS) dan standar pelayanan berdasar International Standards for Tuberculosis Care

(ISTC).

Dari hasil Riskesdas 2010 ditemukan bahwa18--37% penderita mencari tempat

pengobatan ke dokter praktek mandiri (DPM), berdasarkan pencatatan dan pelaporan

di Subdit TB sangat sedikit pasien TB yang dilaporkan oleh DPM. Hal ini

menggambarkan adanya kesenjangan antara jumlah kasus TB yang ditemukan oleh

DPM dengan jumlah kasus TB yang dilaporkan.

Dalam rangka mencapai akses universal seharusnya semua pasien TB dapat

ditemukan/mendapat pelayanan secara paripurna dan dilaporkan. Sejalan dengan

upaya pencapaian sasaran tersebut Pemerintah telah menetapkan Stranas

pengendalian TB dengan mentargetkan lebih dari 80% pasien TB dapat ditemukan dan

mendapatkan pelayanan secara lengkap sampai sembuh.

Page 2: MI-1 Program Pengendalian TB Rev HBS-web

2

Pemerintah telah menerbitkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

HK.02.02/MENKES/305/2014 tentang Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata

Laksana Tuberkulosis merupakan acuan bagi dokter yang terlibat dalam penanganan

tuberkulosis pembuat keputusan klinis, institusi pendidikan dan kelompok profesi

terkait untuk menyusun panduan praktik klinis/standar prosedur operasional dalam

penanganan tuberkulosis di fasilitas pelayanan kesehatan.

Dengan diterbitkannya peraturan ini diharapkan semua dokter yang terlibat dalam

penanganan tuberkulosis pembuat keputusan klinis, institusi pendidikan dan kelompok

profesi terkait dapat mempedomani peraturan tersebut dalam melayani pasien TB

Modul ini akan membahas tentang Lima komponen Strategi DOTS,Kegiatan dan hasil

kegiatan,Tantangan,Pengorganisasian,Pengaruh infeksi HIV terhadap masalah TB,TB

resitan obat, International Standards for TB Care (ISTC) dan Piagam Hak dan

Kewajiban Pasien TB

Page 3: MI-1 Program Pengendalian TB Rev HBS-web

3

Kegiatan Belajar 1

GAMBARAN UMUM TB

Tujuan Pembelajaran Umum

Peserta mampu menjelaskan gambaran umum TB

Tujuan Pembelajaran Khusus

Setelah mengikuti materi, peserta mampu menjelaskan :

a. Patogenesis dan Penularan TB b. Perjalanan Alamiah TB Pada Manusia c. Risiko Menjadi Sakit TB dan Pengaruh HIV-AIDS terhadap Masalah TB

Pokok Materi

1. Patogenesis dan Penularan TB 2. Perjalanan Alamiah TB Pada Manusia 3. Risiko Menjadi Sakit TB dan Pengaruh HIV-AIDS terhadap Masalah TB

Uraian Materi

1. Patogenesis dan Penularan TB a. Kuman Penyebab TB Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman dari

kelompok Mycobacterium yaitu Mycobacterium tuberculosis.

Terdapat beberapa spesies Mycobacterium, antara lain: M. tuberculosis, M.

africanum, M. bovis, M. leprae dsb. yang juga dikenal sebagai Bakteri Tahan

Asam (BTA). Kelompok bakteri Mycobacterium selain Mycobacterium

tuberculosis yang bisa menimbulkan gangguan pada saluran nafas dikenal

sebagai MOTT (Mycobacterium Other Than Tuberculosis) yang terkadang

bisa mengganggu penegakan diagnosis dan pengobatan TB. Untuk itu

pemeriksaan bakteriologis yang mampu melakukan identifikasi terhadap

Mycobacterium tuberculosis menjadi sarana diagnosis ideal untuk TB.

Secara umum sifat kuman TB (Mycobacterium tuberculosis) antara lain adalah

sebagai berikut :

Berbentuk batang dengan panjang 1 – 10 mikron, lebar 0,2 – 0,6 mikron, berwarna merah pada pemeriksaan mikroskopis dengan pewarnaan ZN.

Bersifat tahan asam dalam pewarnaan dengan metode Ziehl Neelsen. Memerlukan media khusus untuk biakan, antara lain Lowenstein

Jensen, Ogawa.

Page 4: MI-1 Program Pengendalian TB Rev HBS-web

4

Tahan terhadap suhu rendah sehingga dapat bertahan hidup dalam jangka waktu lama pada suhu antara 4°C sampai -70°C.

Sangat peka terhadap panas, sinar matahari dan sinar ultraviolet akan mati dalam beberapa menit.

Dalam dahak pada suhu antara 30 – 37°C akan mati lebih kurang 1 minggu.

Dapat bersifat dormant (”tidur” / tidak berkembang).

b. Cara Penularan TB Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif melalui percikan dahak

yang dikeluarkannya. Namun, bukan berarti bahwa pasien TB dengan hasil pemeriksaan BTA negatif tidak dapat menularkan, karena sensitivitas dengan pemeriksaan mikroskopis hanya 60%.

Infeksi akan terjadi bila seseorang menghirup udara yang mengandung percikan dahak pasien TB.

Pada waktu pasien batuk,bersin dan bicara dapat mengeluarkan sampai satu juta percikan dahak (droplet nuclei).

2. Perjalanan Alamiah TB Pada Manusia Terdapat 4 tahapan perjalanan alamiah penyakit. Tahapan tersebut meliputi

tahap paparan, infeksi, menderita sakit dan meninggal dunia yang dapat dilihat

pada tabel berikut:

Tabel 1. Perjalanan alamiah TB

a. Paparan

Peluang

peningkatan

paparan terkait

dengan:

Jumlah kasus menular di masyarakat Peluang kontak dengan kasus menular Tingkat daya tular dahak sumber penularan Intensitas batuk sumber penularan Kedekatan kontak dengan sumber penularan Lamanya waktu kontak dengan sumber

penularan Faktor lingkungan: konsentrasi kuman

diudara (ventilasi, sinar ultra violet, penyaringan adalah faktor yang dapat menurunkan konsentrasi kuman)

Catatan: Paparan kepada pasien TB menular merupakan syarat untuk

terinfeksi. Setelah terinfeksi, ada beberapa faktor yang menentukan

seseorang akan terinfeksi saja, menjadi sakit dan kemungkinan

meninggal dunia karena TB.

Page 5: MI-1 Program Pengendalian TB Rev HBS-web

5

b. Infeksi

Reaksi daya tahan tubuh akan terjadi setelah 6 – 14 minggu setelah

infeksi

Reaksi immunologi (local) Kuman TB memasuki alveoli dan ditangkap oleh makrofag dan kemudian terjadi komplek antigen – antibody.

Reaksi immunologi (umum) Delayed hypersensitivity (hasil Tuberkulin tes menjadi positif)

Lesi umumnya sembuh total namun dapat saja kuman tetap hidup dalam lesi tersebut (dormant) dan suatu saat dapat aktif kembali.

Penyebaran melalui aliran darah atau getah bening dapat terjadi sebelum penyembuhan lesi

c. Sakit TB

Faktor risiko untuk

menjadi sakit TB adalah

tergantung dari :

Konsentrasi / jumlah kuman yang terhirup

Lamanya waktu sejak terinfeksi Usia seseorang yang terinfeksi Tingkat daya tahan tubuh seseorang.

Seseorang dengan daya tahan tubuh yang rendah diantaranya infeksi HIV/AIDS dan malnutrisi (gizi buruk) akan memudahkan berkembangnya TB aktif (sakit TB).

d. Meninggal dunia

Faktor risiko kematian

karena TB:

Akibat dari keterlambatan diagnosis dan atau kesalahan diagnosis

Pengobatan tidak adekuat Adanya kondisi kesehatan awal yang

buruk atau penyakit penyerta

Catatan: Pasien TB tanpa pengobatan selama 5 tahun, 50% akan

meninggal dan risiko ini akan meningkat pada pasien dengan HIV

positif.

3. Risiko Menjadi Sakit TB dan Pengaruh HIV-AIDS terhadap Masalah TB a. Risiko menjadi sakit TB

Diperkirakan 10% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB. Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien TB

adalah daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS, malnutrisi (gizi buruk), dan Diabetes Melitus (DM).

Page 6: MI-1 Program Pengendalian TB Rev HBS-web

6

Infeksi HIV mengakibatkan penurunan sistem daya tahan tubuh seluler (cellular immunity), sehingga mudah terjadi infeksi oportunistik seperti tuberkulosis. Bila jumlah orang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah pasien TB akan meningkat, dengan demikian penularan TB di masyarakat akan meningkat pula.

Hal lain yang mempermudah penularan TB yaitu : Hunian padat, misalnya di penjara dan tempat-tempat pengungsian. Situasi sosial ekonomi yang tidak menguntungkan, misalnya

kemiskinan dan pelayanan kesehatan yang buruk. Lingkungan kerja, misalnya laboratorium klinik, rumah sakit.

Faktor risiko kejadian TB, secara ringkas digambarkan pada gambar berikut:

Gambar 1.1. Faktor Risiko Kejadian TB

INFEKSITERPAJAN TBMATI

KRONIS/

TB RESISTEN

OBAT

Risiko menjadi TB bila

dengan HIV:

• 5-10% setiap tahun

• >30% lifetime

Jumlah kasus TB BTA+

Faktor lingkungan :

Ventilasi

Kepadatan

Dalam ruangan

Faktor Perilaku

HIV(+)

Malnutrisi

Penyakit DM,

immunosupresan

10%

Keterlambatan diagnosis

dan pengobatan

Tatalaksana tak memadai

Kondisi kesehatan

Konsentrasi Kuman

Lama kontak

transmisi

SEMBUH

Page 7: MI-1 Program Pengendalian TB Rev HBS-web

7

Kegiatan Belajar 2

LIMA KOMPONEN STRATEGI DOTS,

Tujuan umum

Peserta mampu menjelaskan lima komponen strategi DOTS

Tujuan khusus

Peserta mampu menjelaskan tentang strategi DOTS dan lima komponen strategi DOTS

Pokok Materi

1. Apakah Strategi DOTS itu ?

2. Lima komponen strategi DOTS

Uraian Materi

Sejalan dengan meningkatnya kasus TB, pada tahun 1993 WHO menyatakan Global

Emergency TB, dan merekomendasikan pengendalian TB dengan strategi DOTS

(Directly Observed Treatment Short-course).

1. Apakah Strategi DOTS ?

Program nasional pengendalian TB menerapkan strategi DOTS (directly observed

treatment short-course chemotherapy) sesuai dengan rekomendasi WHO karena

DOTS saat ini merupakan strategi yang cost effective, dan hal ini sudah terbukti

dalam program nasional maupun di beberapa negara lainnya.

Penerapan yang efektif kelima strategi DOTS akan dapat mengurangi penularan

TB, mengurangi risiko terjadinya multy drug resistance (MDR), mengurangi risiko

gagal pengobatan, kambuh (relaps) TB dan kematian akibat TB.

Uraian berikut menunjukkan kelima komponen strategi DOTS, metode dan alasannya.

2. Lima Komponen Strategi DOTS

a. Komitmen politis dari para pengambil keputusan, termasuk dukungan dana.

Komitmen pimpinaan yang tinggi mulai dari Pusat,Provinsi dan kabupaten/Kota

sangat menentukan terhadap keberhasilan program TB. Komitmen ini meliputi

kebijakan, keberpihakan, perhatian begitu juga dalam bentuk pendanaan

untuk mendukung pelaksanaan program TB.

b. Diagnosis TB dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopik

Diagnosis TB dilakukan dengan pemeriksaan spesimen dahak. Pemeriksaan

dahak dilakukan terhadap dahak terduga TB yaitu dahak Sewaktu pada waktu

Page 8: MI-1 Program Pengendalian TB Rev HBS-web

8

berkunjung ke faskes, dahak Pagi yang diambil pagi hari ketika di rumah dan

dahak Sewaktu ketika datang ke faskes kembali (SPS) . Pemeriksaan dilakukan

menggunakan mikroskopis setelah dibuat sediaan pada slide/obyekglas.

c. Pengobatan dengan panduan OAT jangka pendek dengan pengawasan

langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO).

Pengobatan menggunakan obat anti tuberkulosis (OAT) ,dengan lama

pengobatan enem bulan. Dalam pengobatan harus ada pengawas minum obat.

Hal ini diperlukan agar pasien minum obat secara rutin/ tidak putus selama

jadwal waktu pengobatan. Pengawas minum obat dapat dilakukan oleh

petugas kesehatan ,tokoh masyarakat atau keluarganya sendiri.

d. Kesinambungan persediaan OAT jangka pendek dengan mutu terjamin. Obat

TB harus tersedia dalam jumlah yang cukup di setiap tingat administrasi dan

faskes setiap waktu. Hal ini sangat penting agar tidak terjadi pasien putus

berobat yang diakibatkan oleh ketersediaan obat.

e. Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan pemantauan dan

evaluasi program penanggulangan TB.

Seluruh proses penemuan dan pengobatan terhadap pasien harus dicatat dan

dilaporkan secara periodik sesuai ketentuan yang berlaku.

Page 9: MI-1 Program Pengendalian TB Rev HBS-web

9

Kegiatan Belajar 3

SITUASI TB DI DUNIA DAN INDONESIA

Tujuan Pembelajaran Umum

Peserta mampu menjelaskan Situasi TB di Dunia dan Indonesia

Tujuan Pembelajaran Khusus

Setelah mengikuti materi, peserta mampu menjelaskan :

1. Situasi TB di Dunia

2. Situasi TB di Indonesia

Pokok Materi

1. Situasi TB di Dunia

2. Situasi TB di Indonesia

Uraian Materi

1. Situasi TB di Dunia (Global Report tahun 2013): Diperkirakan terdapat 8,6 juta kasus TB pada tahun 2012 dimana 1,1 juta orang

(13%) diantaranya adalah pasien TB dengan HIV positif. Sekitar 75% dari pasien tersebut berada di wilayah Afrika.

Pada tahun 2012, diperkirakan terdapat 450.000 orang yang menderita TBMDR dan 170.000 orang diantaranya meninggal dunia.

Meskipun kasus dan kematian karena TB sebagian besar terjadi pada pria tetapi angka kesakitan dan kematian wanita akibat TB juga sangat tinggi. Diperkirakan terdapat 2,9 juta kasus TB pada tahun 2012 dengan jumlah kematian karena TB mencapai 410.000 kasus termasuk di antaranya adalah 160.000 orang wanita dengan HIV positif. Separuh dari orang dengan HIV positif yang meninggal karena TB pada tahun 2012 adalah wanita.

Pada tahun 2012 diperkirakan terdapat 530,000 kasus TB Anak dibawah usia 15 tahun, (6% dari kasus global) dan terdapat 74.00 kematian pada kasus TB Anak dengan HIV negative (8% dari total kasus global)

Meskipun jumlah kasus TB dan jumlah kematian TB tetap tinggi untuk penyakit yang sebenarnya bisa dicegah dan disembuhkan tetap fakta juga menunjukkan keberhasilan dalam pengendalian TB. Peningkatan angka insidensi TB secara global telah berhasil dihentikan dan telah menunjukkan tren penurunan (turun 2% per tahun pada tahun 2012), angka kematian juga sudah berhasil diturunkan 45% bila dibandingkan tahun 1990.

2. Situasi TB di Indonesia Tuberkulosis atau TB masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang

menjadi tantangan global. Tahun 2013 Indonesia termasuk dalam 5 besar Negara

dengan beban TB terbanyak didunia.

Page 10: MI-1 Program Pengendalian TB Rev HBS-web

10

Capaian kegiatan program TB Indonesia berdasarkan data Global TB Report

2013 yang dikeluarkan WHO, Perkiraan beban kasus TB tahun 2012 dengan

insidensi 185/100.000 (460.000), Prevalensi 297/100.000 (730.000) dan Angka

kematian 27/100.000 (67.000 tanpa HIV dan 21.000 dengan HIV+).

Penyebab utama meningkatnya beban masalah TB antara lain adalah:

1. Kemiskinan pada berbagai kelompok masyarakat, seperti pada negara negara yang sedang berkembang.

2. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tetapi dengan disparitas yang terlalu lebar, sehingga masyarakat masih mengalami masalah dengan kondisi sanitasi, papan, sandang dan pangan yang buruk.

3. Beban determinan sosial yang masih berat seperti angka pengangguran, tingkat pendidikan yang, pendapatan per kapita yang masih rendah yang berakibat pada kerentanan masyarakat terhadap TB.

4. Kegagalan Program TB selama ini disebabkan karena:

Strategi DOTS belum diterapkan secara konsekuen. Komitmen politik dan pendanaan kurang memadai. Organisasi pelayanan TB kurang memadai (kurang terakses oleh

masyarakat, penemuan kasus /diagnosis yang tidak standar, obat tidak terjamin penyediaannya, tidak dilakukan pemantauan, pencatatan dan pelaporan yang standar, dan sebagainya).

Tatalaksana kasus belum seluruhnya dilakukan secara baku (diagnosis dan paduan obat).

Persepsi yang salah terhadap manfaat dan efektifitas BCG. Infrastruktur kesehatan yang belum memadai. Sistem jaminan kesehatan yang belum mencakup masyarakat secara merata.

5. Masalah kesehatan lain yang dapat mempengaruhi beban TB seperti gizi buruk, merokok, diabetes.

6. Dampak pandemi HIV.

Page 11: MI-1 Program Pengendalian TB Rev HBS-web

11

Kegiatan Belajar 4

KEGIATAN DAN HASIL KEGIATAN PROGRAM PENGENDALIAN TB.

Tujuan Pembelajaran Umum :

Peserta mampu menjelaskan kegiatan Program Pengendalian TB.

Tujuan Pembelajaran Khusus:

Setelah mengikuti materi peserta mampu menjelaskan:

1. Kegiatan Program Pengendalian TB

2. Hasil Kegiatan.

Pokok Materi

1. Kegiatan

2. Hasil Kegiatan.

Uraian Materi

1. Kegiatan Program Pengendalian TB :

Kegiatan utama dalam program pengendalian TB yaitu: (hyperlink ke BPN bab II: poin kegiatan)

a. Tatalaksana TB paripurna

1) Promosi Tuberkulosis 2) Pencegahan Tuberkulosis 3) Penemuan Pasien Tuberkulosis 4) Pengobatan Pasien Tuberkulosis 5) Rehabilitasi Pasien Tuberkulosis

b. Manajemen program

1) Perencanaan program pengendalian Tuberkulosis 2) Monitoring dan evaluasi program TB 3) Pengelolaan logistic program engendalian TB 4) Pengembangan ketenagaan program TB 5) Promosi program TB

c. Pengendalian TB komprehensif

1) Penguatan layanan laboratorium TB 2) Public-Private Mix TB 3) Kelompok rentan : pasien Diabetes MMelitus (DM),ibu hamil,gizi buruk. 4) Kolaborasi TB-HIV 5) TB anak 6) Pemberdayaan masyarakat dan pasien 7) Pendekatan Praktis Kesehatan paru 8) Manajemen terpadu pengendalian TB resistan obat 9) Penelitian TB.

Page 12: MI-1 Program Pengendalian TB Rev HBS-web

12

Dari 3 kegiatan utama tersebut diatas, ada yang sudah diuraikan pada MD 1, yang

terkait dengan peran DPM adalah:

a. Untuk tata laksana TB paripurna, yang akan dipelajari adalah tentang:

1) Penemuan Kasus Tuberkulosis

Inti dari penemuan kasus TB pada pemeriksaan mikroskopis dahak. Uraian

detail tentang penemuan kasus akan dipelajari pada materi inti 2

2) Pengobatan Pasien TB

Pengobatan pasien TB harus memenuhi prinsip2 pengobatan dan pasien

yg diobati harus pantau sampai selesai pengobatan.

3) Pengendalian Infeksi pada sarana layanan

Mengingat TB adalah penyakit menular maka pengendalian infeksi penting

dilaksanakan di semua faskes yang melayani pasien TB termasuk DPM,

uraian lengkap tentang materi ini akan dipelajari pada materi inti 5

b. Manajemen program, yang akan dipelajari adalah tentang:

Pengelolaan logistik obat anti tuberkulosis akan dipelajari pada materi inti 3

Promosi P2 TB dalam bentuk KIE pada pasien TB, keluarga, dan Pengawas

Menelan Obat (PMO), akan dipelajari pada materi inti 4

c. Pengendalian TB komprehensif, adalah tentang

Public private mix tuberculosis yang akan dipelajari materi inti 5,

Penanganan pasien tb dengan keadaan khusus, kolaborasi tb hiv, tb mdr, dan tb

pada anak yang akan dipelajari materi inti 3

2. Hasil Kegiatan:

Hasil kegiatan program TB ditatat dikompilasi dan diolah setiap Triwulan. Tingkat

keberhasilan program TB di setiap tingkat administrasi dapat dilihat pada beberapa

indikator sebagai berikut:

Page 13: MI-1 Program Pengendalian TB Rev HBS-web

13

a. Case Notifikasi Rate (CNR)

Angka ini menunjukan jumlah seluruh pasien TB yang ditemukan dan tercatat

diantara 100.000 penduduk di suatu wilayah tertentu. Semakin tinggi pasien TB

yang yang ditemukan maka aksesibitas program TB menjadi lebih besar.Berikut

ini adalah hasil cakupan CNR TB nasional tahun 2014.

Page 14: MI-1 Program Pengendalian TB Rev HBS-web

14

b. Case Detection Rate (CDR).

Angka ini menunjukan besaran kasus TB baru yang ditemukan di setiap wilayah

dibandingkan dengan perkiraan jumlah kasus TB yang ada di wilayah tersebut.

Angka ini juga menunjukan aksesibitas program TB.

Berikut CDR TB tahun 2014.

Page 15: MI-1 Program Pengendalian TB Rev HBS-web

15

c. Angka Keberhasilan Pengobatan /Sukses Rate.

Angka ini merupakanprosentase pasien baru TB Paru Terkonfirmas Bakterioogis

yang menyelesaikan pengobatan ( baik sembuh maupun lengkap) diantara

pasien baru TB Paru Terkonfirmasi yang tercatat.

Sukses rate merupakan inidikator penting untuk mengukur proses manajemen

kasus TB.

Page 16: MI-1 Program Pengendalian TB Rev HBS-web

16

d. Angka Kesembuhan/ Cure Rate. Angka kesembuhan merupakan prosentase pasien baru TB Paru Terkonfirmas Bakterioogis yang sembuh setelah menyelesaikan pengobatan diantara pasien baru TB Paru Terkonfirmasi yang tercatat. Angka ini menunjukan output yang sebenarnya dari program TB. Semakin tinggi nilai kesembuhan menunjukan keberhasilan sebenarnya dari program TB Berikut adalah Cure Rate program pengendalian TB Nasional.

e. Angka Drop Out/loss to follow up Angka ini merupakan prosentase pasien baru TB Paru Terkonfirmas Bakteriologis yang tidak menyelesaikan pengobatan/ drop out diantara pasien baru TB Paru Terkonfirmasi yang tercatat. Angka Drop Out menggambarkan baik/tidaknya pengelolaan manajemen TB di suatu wilayah. Angka yang dianggap baik jika DO ini dibawah 5%

Page 17: MI-1 Program Pengendalian TB Rev HBS-web

17

Kegiatan Belajar 3

TANTANGAN PROGRAM PENGENDALIAN TB.

Tujuan Pembelajaran Umum : Peserta dapat menjelaskan Tantangan Program Pengendalian TB. Tujuan Pembelajaran Khusus:

Setelah mengikuti materi ini peserta mampu menjelaskan : 1. Pengaruh infeksi HIV terhadap masalah TB 2. Pengaruh TB resistan obat 3. Pengaruh merokok dan diabetes terhadap pasien TB

Pokok Materi .

1. Pengaruh infeksi HIV terhadap masalah TB 2. Pengaruh TB resistan obat 3. Pengaruh merokok dan diabetes terhadap pasien TB

Uraian Materi

Indonesia sudah mencapai beberapa target MDG’s namun masih ada tantangan yang

harus dihadapi antara lain adanya: Pengaruh infeksi HIV terhadap masalah TB,

Pengaruh TB resistan obat, beberapa isu baru seperti diabetes dn TB merokok.

1. Pengaruh infeksi HIV terhadap masalah TB a. Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi sakit TB adalah

daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya akhibat infeksi HIV-AIDS dan

malnutrisi (gizi buruk).

b. HIV merupakan faktor risiko utama bagi yang terinfeksi TB untuk menjadi

sakit. Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh

seluler (cellular immunity). Jika terjadi infeksi penyerta (oportunistic) seperti

tuberkulosis, pasien akan menjadi sakit parah bahkan bisa mengakibatkan

kematian. Bila jumlah orang yang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah

pasien TB akan meningkat, dengan demikian penularan TB di masyarakat

akan meningkat pula.

2. Pengaruh TB resistan obat

TB MDR merupakan penyakit yang disebabkan oleh perilaku manusia (man made

disease), yaitu:

a. pemberi pelayanan (provider), tidak sesuai dengan standar pelayanan.

b. pasien, tidak patuh terhadap pengobatan, menghentikan pengobatan

sebelum waktunya, tidak meminum obat secara teratur, tidak mengikuti

nasehat pemberi layanan

Page 18: MI-1 Program Pengendalian TB Rev HBS-web

18

c. pembuat kebijakan, informasi tidak sampai pada tingkat pelayanan primer,

tidak terjaminnya kesinambungan penyediaan obat yang berkualitas.

Data menunjukkan bahwa Indonesia termasuk urutan 8 tertinggi di dunia untuk

kasus TB MDR. Hal tersebut memberikan petunjuk agar para DPM melakukan

tatalaksana pasien TB sesuai standar agar tidak berkontribusi menambah kasus TB

MDR.

3. Pengaruh merokok dan diabetes, pada pasien TB

Keberhasilannya pengobatana pada pasien TB dipengaruhi oleh, perilaku merokok

pasien yang akan amemperberat penyakitnya sedangkanpada penderita diabetes

efektifitas obat akan berkurang. Uraian lengkap tentang hal tersebut akan

dipelajari pada materi inti 3.

Selain permasalahan di atas, tantangan lainnya adalah TB Diabetes dan TB

merokok

Page 19: MI-1 Program Pengendalian TB Rev HBS-web

19

Kegiatan Belajar 6

PENGORGANISASIAN P2TB

Tujuan Pembelajaran Umum:

Peserta mampu menjelaskan Pengorganisasian P2TB

Tujuan Pemebelajaran Khusus:

Setelah mengikuti materi peserta mampu menjelaskan:

1. Pengorganisasian P2TB menurut Aspek manajemen program:

2. Pengorganisasian P2TB menurut Aspek Tatalaksana pasien TB:

Pokok Materi

1. Pengorganisasian P2TB menurut Aspek manajemen program:

2. Pengorganisasian P2TB menurut Aspek Tatalaksana pasien TB:

Uraian Materi

1. Pengorganisasian P2TB menurut Aspek manajemen program:

Dalam tatalaksana pasien TB kegiatan yang dilaksanakan adalah kegiatan

komprehensif yang melibatkan berbagai unsur mulai dari pemerintah pusat,

pemerintah daerah provinsi, dan kabupaten/ kota.

1) Tingkat Pusat

Upaya pengendalian TB dilakukan melalui Gerakan Terpadu Nasional Pengendalian Tuberkulosis (Gerdunas TB) yang merupakan forum kemitraan lintas sektor dibawah koordinasi Menko Kesra.dan Menteri Kesehatan R.I. sebagai penanggung jawab teknis upaya pengendalian TB yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan

2) Tingkat Provinsi

Di tingkat provinsi dilaksanakan oleh tim Gerdunas-TB Provinsi yang dalam

pelaksanaan dikoordinasikan oleh Dinas Kesehatan Provinsi.

3) Tingkat Kabupaten/ Kota

Di tingkat kabupaten/kota dilaksanakan oleh tim Gerdunas-TB kabupaten / kota yang dalam pelaksanaan program TB di tingkat Kabupaten/ Kota

dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota.

Page 20: MI-1 Program Pengendalian TB Rev HBS-web

20

2. Aspek Tatalaksana pasien TB:

Dilaksanakan oleh Puskesmas, Rumah Sakit, Klinik/ BP4/BKPM/ BBKPM dan Dokter

Praktik Swasta (DPS).

a. Puskesmas

Puskesmas Dalam pelaksanaan di Puskesmas, dibentuk kelompok Puskesmas

Pelaksana (KPP) yang terdiri dari Puskesmas Rujukan Mikroskopis (PRM),

dengan dikelilingi oleh kurang lebih 5 (lima) Puskesmas Satelit (PS).

Pada keadaan geografis yang sulit, dapat dibentuk Puskesmas Pelaksana Mandiri

(PPM) yang dilengkapi tenaga dan fasilitas pemeriksaan sputum BTA.

b. Rumah Sakit Rumah Sakit Umum, Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru (BP4), dan klinik

lannya dapat melaksanakan semua kegiatan tatalaksana pasien TB.

c. Dokter Praktik Mandiri (DPM) Dalam penatalaksaaan pasien TB DPM harus berkoordinasi dengan faskes

lainnya seperti puskesmas, rumah sakit umum, Balai Pengobatan Penyakit Paru-

Paru (BP4), dan klinik lannya.

Uraian lengkap tentang pengorganisasian tersebut akan dipelajari pada materi inti 5

Page 21: MI-1 Program Pengendalian TB Rev HBS-web

21

Kegiatan Belajar 7

PENGARUH INFEKSI HIV TERHADAP MASALAH TB

Tujuan Pembelajaran Umum : Peserta mampu menjelaskan Pengaruh infeksi HIV terhadap masalah TB

Tujuan Pembelajaran Khusus:

Setelah mengikuti materi ini peserta mampu menjelaskan :

1. Risiko Menjadi Sakit TB

2. Pengaruh HIV-AIDS terhadap Masalah TB.

Pokok Materi .

1. Risiko Menjadi Sakit TB

2. Pengaruh HIV-AIDS terhadap Masalah TB.

Uraian Materi

1. Risiko menjadi sakit TB

Koinfeksi TB sering terjadi pada orang dengan HIV AIDS (ODHA). Orang dengan

HIV mempunyai kemungkinan sekitar 30 kali lebih berresiko untuk sakit TB

dibandingkan denganorang yang tidak terinfeksi HIV. Lebih dari 25 % kematian

pada ODHA disebabkan oleh TB. Pada tahun 2012,sekitar 320.000 orang

meninggal karena HIV terkait dengan TB. Faktor yang mempengaruhi

kemungkinan seseorang menjadi sakit TB adalah daya tahan tubuh yang rendah,

diantaranya akhibat infeksi HIV-AIDS dan malnutrisi (gizi buruk).

2. Pengaruh HIV AIDS terhadap masalah TB

Epidemi HIV menunjukkan pengaruhnya terhadap peningkatan epidemi TB di

seluruh dunia yang berdampak pada meningkatnya jumlah kasus TB di

masyarakat. Pandemi ini merupakan tantangan terbesar dalam pengendalian TB

dan banyak bukti menunjukkan bahwa pengendalian TB tidak akan berhasil

dengan baik tanpa keberhasilan pengendalian HIV. Sebaliknya TB merupakan

infeksi oportunistik terbanyak dan penyebab utama kematian pada ODHA (orang

dengan HIV-AIDS). Kolaborasi kegiatan bagi kedua program merupakan

keharusan agar mampu mengendalikan kedua penyakit tersebut secara efektif

dan efiisien.

HIV merupakan faktor risiko utama bagi yang terinfeksi TB untuk menjadi sakit.

Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh seluler

(cellular immunity). Jika terjadi infeksi penyerta (oportunistic) seperti tuberkulosis,

pasien akan menjadi sakit parah bahkan bisa mengakibatkan kematian. Bila

Page 22: MI-1 Program Pengendalian TB Rev HBS-web

22

jumlah orang yang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah pasien TB akan

meningkat, dengan demikian penularan TB di masyarakat akan meningkat pula.

Sebagai upaya menghadapi perkembangan global menuju 3 zeroes ( zero new

infection,zero deaths,zero stigma discrimination) Kementerian Kesehatan RI telah

menerbitkan Permenkes No. 21 tahun 2013 tentang Penanggulangan HIV AIDS

menyusun strategi penanggulangan HIV AIDS secara menyeluruh dan terpadu.

Pasal 24 pada Permenkes tersebut menyebutkan bahwa setiap orang

dewasa,remaja dan anak-anak yang dating ke faskesdengan tanda,gejala, atau

kondisi medis yang mengindikasikan atau patut diduga telah terjadi infeksi HIV

terutama asien denga riwayat penyakit TB dan IMS ditawarkan untuk pemeriksaan

HIV melalui KTS atau TIPK.

Page 23: MI-1 Program Pengendalian TB Rev HBS-web

23

Kegiatan Belajar 8

TB RESISTAN OAT

Tujuan Pembelajaran Umum

Peserta mampu menjelaskan TB resistan obat

Tujuan pembelajaran khusus

Setelah mempelajari materi ini peserta mampu:

1. Menjelaskan definisi TB Resistan Obat ?

2. Menjelaskan Kategori Resistansi Obat

3. Menjelaskan Penyebab terjadinya TB Resisten Obat.

4. Menjelaskan kriteria terduga TB Resistan Obat

Pokok Materi

1. Definisi TB Resistan Obat ?

2. Kategori Resistan Obat

3. Penyebab terjadinya TB Resisten Obat.

4. Krieteria Terduga TB Resistan Obat

Uraian Materi

1. Definisi TB Resistan Obat

Adalah keadaan dimana Mycobacterium tuberculosis tidak dapat lagi dibunuh

dengan OAT.

TB Resistan Obat dipastikan melalui pemeriksaan biakan dan uji kepekaan

untuk M. tuberculosis.

2. Kategori Resistan OAT

Terdapat 5 kategori resistansi terhadap obat anti TB, yaitu:

Monoresistan: resistan terhadap salah satu OAT, misalnya resistan

isoniazid (H)

Poliresistan: resistan terhadap lebih dari satu OAT, selain kombinasi

isoniazid (H) dan rifampisin (R), misalnya resistan isoniazid dan ethambutol

(HE), rifampicin ethambutol (RE), isoniazid ethambutol dan streptomisin

(HES), rifampicin ethambutol dan streptomisin (RES).

Multi Drug Resistan (MDR): resistan terhadap isoniazid dan rifampisin,

dengan atau tanpa OAT lini pertama yang lain, misalnya resistan HR, HRE,

HRES.

Page 24: MI-1 Program Pengendalian TB Rev HBS-web

24

Ekstensif Drug Resistan (XDR):

TB MDR disertai resistansi terhadap salah salah satu obat golongan

fluorokuinolon dan salah satu dari OAT injeksi lini kedua (kapreomisin,

kanamisin, dan amikasin).

Total Drug Resistan (Total DR).

Resistansi terhadap semua OAT (lini pertama dan lini kedua) yang sudah

dipakai saat ini.

3. Penyebab terjadinya TB Resisten Obat.

Faktor utama penyebab terjadinya resistensi kuman terhadap OAT adalah ulah

manusia sebagai akibat tatalaksana pengobatan pasien TB yang tidak

dilaksanakan dengan baik. Penatalaksanaan pasien TB yang tidak adekuat

tersebut dapat ditinjau dari sisi :

a. Pemberi jasa/petugas kesehatan, yaitu karena :

Diagnosis tidak tepat,

Pengobatan tidak menggunakan paduan yang tepat,

Dosis, jenis, jumlah obat dan jangka waktu pengobatan tidak adekuat,

Penyuluhan kepada pasien yang tidak adequat.

b. Pasien, yaitu karena :

Tidak mematuhi anjuran dokter/ petugas kesehatan

Tidak teratur menelan paduan OAT,

Menghentikan pengobatan secara sepihak sebelum waktunya.

Gangguan penyerapan obat

c. Program Pengendalian TB , yaitu karena :

Persediaan OAT yang kurang

Kualitas OAT yang disediakan rendah (Pharmaco-vigillance).

4. Kriiteria Terduga TB Resistan Obat

Suspek TB Resistan Obat adalah semua orang yang mempunyai gejala TB yang

memenuhi satu atau lebih kriteria suspek di bawah ini:

a. Pasien TB gagal pengobatan kategori 2

b. Pasien TB pengobatan kategori 2 yang tidak konversi setelah diobati

c. Pasien TB yang mempunyai riwayat pengobatan TB Non DOTS, dan

menggunakan pengobatan kuinolon dan obat suntik kini 2 minimal 1 bulan

d. Pasien TB pengobatan kategori 1 yang gagal

e. Pasien TB pengobatan kategori 1 yang tidak konversi setelah 3 bulan

pengobatan

f. Pasien TB kasus kambuh (relaps), kategori 1 dan kategori 2

g. Pasien TB yang kembali setelah loss to follow-up (lalai berobat/default)

Page 25: MI-1 Program Pengendalian TB Rev HBS-web

25

h. Terduga TB yang mempunyai riwayat kontak erat dengan pasien TB

Resistan Obat

i. Pasien koinfeksi TB-HIV yang tidak respon terhadap pemberian OAT

Page 26: MI-1 Program Pengendalian TB Rev HBS-web

26

Kegiatan Belajar 9

INTERNATIONAL STANDARDS FOR TB CARE (ISTC)

Tujuan Pembelajaran Umum :

Peserta mampu menjelaskan ISTC

Tujuan Pembelajaran Khusus :

Setelah mengikuti materi peserta mampu menjelaskan :

1. International Standards for Tuberculosis Care (ISTC) 2. Standar diagnosis 3. Standar pengobatan 4. Standar penanganan TB dengan infeksi HIV dan kondisi komorbid lain 5. Standar kesehatan masyarakat

Pokok Materi

1. International Standards for Tuberculosis Care (ISTC) 2. Standar diagnosis 3. Standar pengobatan 4. Standar penanganan TB dengan infeksi HIV dan kondisi komorbid lain 5. Standar kesehatan masyarakat

Uraian Materi

1. International Standards for Tuberculosis Care (ISTC)

International for Tuberculosis Care (ISTC) merupakan standar yang melengkapi

guideline Program Pengendalian TB yang konsisten dengan rekomendasi WHO.

ISTC edisi pertama dikeluarkan pada tahun 2006 dan pada tahun 2009 direvisi.

Terdapat penambahan standar dari 17 standar menjadi 21 standar yang terdiri dari:

a. Standar diagnosis (standar 1-6) b. Standar pengobatan (standar 7-13) c. Standar penanganan TB dengan infeksi HIV dan kondisi komorbid lain

(standar 14-17) d. Standar kesehatan masyarakat (standar 18-21)

Prinsip dasar ISTC tidak berubah. Penemuan kasus dan pengobatan tetap menjadi

hal utama. Selain itu juga tanggungjawab penyedia pelayanan kesehatan untuk

menjamin pengobatan sampai selesai dan sembuh. Seperti halnya pada edisi

sebelumnya, edisi 2009 ini tetap konsisten berdasarkan rekomendasi internasional

dan dimaksudkan untuk melengkapi bukan untuk menggantikan rekomendasi lokal

atau nasional.

Page 27: MI-1 Program Pengendalian TB Rev HBS-web

27

STANDAR UNTUK DIAGNOSIS

Standar 1

Setiap orang dengan batuk produktif selama 2-3 minggu atau lebih, yang tidak jelas

penyebabnya, harus dievaluasi untuk tuberkulosis.

*) lihat addendum

Standar 2 Semua pasien (dewasa, remaja, dan anak) yang diduga menderita tuberkulosis paru harus menjalani pemeriksaan dahak mikroskopik minimal 2 kali yang diperiksa di laboratorium yang kualitasnya terjamin. Jika mungkin paling tidak satu spesimen harus berasal dari dahak pagi hari.

*) lihat addendum

Standar 3 Pada semua pasien (dewasa, remaja, dan anak) yang diduga menderita tuberkulosis ekstra paru, spesimen dari bagian tubuh yang sakit seharusnya diambil untuk pemeriksaan mikroskopik, biakan, dan histopatologi.

*) lihat addendum

Standar 4 Semua orang dengan temuan foto toraks diduga tuberkulosis seharusnya menjalani pemeriksaan dahak secara mikrobiologi.

Standar 5

Diagnosis tuberkulosis paru sediaan apus dahak negatif harus didasarkan kriteria berikut:

minimal dua kali pemeriksaan dahak mikroskopik negatif (termasuk minimal 1 kali dahak

pagi hari); temuan foto toraks sesuai tuberkulosis; dan tidak ada respons terhadap

antibiotika spektrum luas (catatan: fluorokuinolon harus dihindari karena aktif terhadap

M. tuberculosis complex sehingga dapat menyebabkan perbaikan sesaat pada penderita

tuberkulosis). Untuk pasien ini biakan dahak harus dilakukan. Pada pasien yang sakit

berat atau diketahui atau diduga terinfeksi HIV, evaluasi diagnostik harus disegerakan

dan jika bukti klinis sangat mendukung ke arah tuberkulosis, pengobatan tuberkulosis

harus dimulai.

Page 28: MI-1 Program Pengendalian TB Rev HBS-web

28

Standar 6

Pada semua anak yang diduga menderita tuberkulosis intratoraks (yakni paru, pleura,

dan kelenjar getah bening mediastinum atau hilus), konfirmasi bakteriologis harus

dilakukan dengan pemeriksaan dahak (dengan cara batuk, kumbah lambung, atau

induksi dahak) untuk pemeriksaan mikroskopik dan biakan. Jika hasil bakteriologis

negatif, diagnosis tuberkulosis harus didasarkan pada kelainan radiografi toraks sesuai

tuberkulosis, riwayat terpajan kasus tuberkulosis yang menular, bukti infeksi tuberkulosis

(uji tuberkulin positif atau interferon gamma release assay) dan temuan klinis yang

mendukung ke arah tuberkulosis. Untuk anak -yang diduga menderita tuberkulosis ekstra

paru, spesimen dari lokasi yang dicurigai harus diambil untuk dilakukan pemeriksaan

mikroskopik, biakan, dan histopatologis.

*) lihat addendum

Page 29: MI-1 Program Pengendalian TB Rev HBS-web

29

STANDAR UNTUK PENGOBATAN

Standar 7

Setiap praktisi yang mengobati pasien tuberkulosis mengemban tanggung jawab

kesehatan masyarakat yang penting untuk mencegah penularan infeksi lebih lanjut dan

terjadinya resistensi obat. Untuk memenuhi tanggung jawab ini praktisi tidak hanya wajib

memberikan paduan obat yang memadai tetapi juga memanfaatkan pelayanan

kesehatan masyarakat lokal dan sarana lain, jika memungkinkan, untuk menilai

kepatuhan pasien serta dapat menangani ketidakpatuhan bila terjadi.

Standar 8

Semua pasien (termasuk mereka yang terinfeksi HIV) yang belum pernah diobati harus

diberi paduan obat yang disepakati secara internasional menggunakan obat yang

bioavailabilitasnya telah diketahui. Fase inisial seharusnya terdiri dari isoniazid,

rifampisin, pirazinamid, dan etambutol. Fase lanjutan seharusnya terdiri dari isoniazid

dan rifampisin yang diberikan selama 4 bulan. Dosis obat anti tuberkulosis yang

digunakan harus sesuai dengan rekomendasi internasional. Kombinasi dosis tetap yang

terdiri dari kombinasi 2 obat (isoniazid dan rifampisin), 3 obat (isoniazid, rifampisin, dan

pirazinamid), dan 4 obat (isoniazid, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol) sangat

direkomendasikan.

Standar 9

Untuk membina dan menilai kepatuhan (adherence) terhadap pengobatan, suatu

pendekatan pemberian obat yang berpihak kepada pasien, berdasarkan kebutuhan

pasien dan rasa saling menghormati antara pasien dan penyelenggara kesehatan,

seharusnya dikembangkan untuk semua pasien. Pengawasan dan dukungan seharusnya

berbasis individu dan harus memanfaatkan bermacam-macam intervensi yang

direkomendasikan dan layanan pendukung yang tersedia, termasuk konseling dan

penyuluhan pasien. Elemen utama dalam strategi yang berpihak kepada pasien adalah

penggunaan berbagai upaya untuk menilai dan mengutamakan kepatuhan terhadap

paduan obat dan menangani ketidakpatuhan, bila terjadi. Upaya ini seharusnya dibuat

sesuai keadaan pasien dan dapat diterima oleh kedua belah pihak, yaitu pasien dan

penyelenggara pelayanan. Upaya ini dapat mencakup pengawasan langsung menelan

obat (directly observed therapy-DOT) serta identifikasi dan pelatihan bagi pengawas

menelan obat (untuk tuberkulosis dan, jika memungkinkan, untuk HIV) yang dapat

diterima dan dipercaya oleh pasien dan sistem kesehatan. Insentif dan dukungan,

termasuk dukungan keuangan dapat diberikan untuk mendukung kepatuhan.

Page 30: MI-1 Program Pengendalian TB Rev HBS-web

30

Standar 10

Respons terhadap terapi pada pasien tuberkulosis paru harus dimonitor dengan

pemeriksaan dahak mikroskopik berkala (dua spesimen) saat fase inisial selesai (dua

bulan). Jika apus dahak positif pada akhir fase inisial, apus dahak harus diperiksa

kembali pada bulan ketiga dan jika positif, biakan dan uji resistensi terhadap isoniazid

dan rifampisin harus dilakukan. Pada pasien tuberkulosis ekstra paru dan pada anak,

penilaian respons pengobatan terbaik adalah secara klinis.

Standar 11

Penilaian kemungkinan resistensi obat, berdasarkan riwayat pengobatan terdahulu,

pajanan dengan sumber yang mungkin resisten obat, dan prevalensi resistensi obat

dalam masyarakat seharusnya dilakukan pada semua pasien. Uji sensitivitas obat

seharusnya dilakukan pada awal pengobatan untuk semua pasien yang sebelumnya

pernah diobati. Pasien yang apus dahak tetap positif setelah pengobatan tiga bulan

selesai dan pasien gagal pengobatan, putus obat, atau kasus kambuh setelah

pengobatan harus selalu dinilai terhadap resistensi obat. Untuk pasien dengan

kemungkinan resistensi obat, biakan dan uji sensitivitas/resistensi obat setidaknya

terhadap isoniazid dan rifampisin seharusnya dilaksanakan segera untuk meminimalkan

kemungkinan penularan. Upaya pengendalian infeksi yang memadai seharusnya

dilakukan sesuai tempat pelayanan.

Standar 12

Pasien yang menderita atau kemungkinan besar menderita tuberkulosis yang disebabkan

kuman resisten obat (khususnya MDR/XDR) seharusnya diobati dengan paduan obat

khusus yang mengandung obat anti tuberkulosis lini kedua. Paduan obat yang dipilih

dapat distandarisasi atau sesuai pola sensitivitas obat berdasarkan dugaan atau yang

telah terbukti. Paling tidak harus digunakan empat obat yang masih efektif, termasuk

obat suntik, harus diberikan paling tidak 18 bulan setelah konversi biakan. Tindakan yang

berpihak kepada pasien disyaratkan untuk memastikan kepatuhan pasien terhadap

pengobatan. Konsultasi dengan penyelenggara pelayanan yang berpengalaman dalam

pengobatan pasien dengan MDR/XDR TB harus dilakukan.

Standar 13

Rekaman tertulis tentang pengobatan yang diberikan, respons bakteriologis, dan efek

samping seharusnya dibuat untuk semua pasien.

Page 31: MI-1 Program Pengendalian TB Rev HBS-web

31

STANDAR UNTUK PENANGANAN TB DENGAN INFEKSI HIV

DAN KONDISI KOMORBID LAIN

Standar 14

Uji HIV dan konseling harus direkomendasikan pada semua pasien yang menderita atau

yang diduga menderita tuberkulosis. Pemeriksaan ini merupakan bagian penting dari

manajemen rutin bagi semua pasien di daerah dengan prevalensi infeksi HIV yang tinggi

dalam populasi umum, pasien dengan gejala dan/atau tanda kondisi yang berhubungan

HIV, dan pasien dengan riwayat risiko tinggi terpajan HIV. Mengingat terdapat hubungan

yang erat antara tuberkulosis dan infeksi HIV, pada daerah dengan prevalensi HIV yang

tinggi pendekatan yang terintegrasi direkomendasikan untuk pencegahan dan

penatalaksanaan kedua infeksi.

Standar 15

Semua pasien dengan tuberkulosis dan infeksi HIV seharusnya dievaluasi untuk

menentukan perlu/tidaknya pengobatan anti retroviral diberikan selama masa

pengobatan tuberkulosis. Perencanaan yang tepat untuk mengakses obat anti retroviral

seharusnya dibuat untuk pasien yang memenuhi indikasi. Bagaimanapun juga

pelaksanaan pengobatan tuberkulosis tidak boleh ditunda. Pasien tuberkulosis dan infeksi

HIV juga seharusnya diberi kotrimoksazol sebagai pencegahan infeksi lainnya.

Standar 16

Pasien dengan infeksi HIV yang, setelah dievaluasi dengan seksama, tidak menderita

tuberkulosis aktif seharusnya diobati sebagai infeksi tuberkulosis laten dengan isoniazid

selama 6-9 bulan.

Standar 17

Semua penyelenggara kesehatan harus melakukan penilaian yang menyeluruh terhadap

kondisi komorbid yang dapat mempengaruhi respons atau hasil pengobatan tuberkulosis.

Saat rencana pengobatan mulai diterapkan, penyelenggara kesehatan harus

mengidentifikasi layanan-layanan tambahan yang dapat mendukung hasil yang optimal

bagi semua pasien dan menambahkan layanan-layanan ini pada rencana

penatalaksanaan. Rencana ini harus mencakup penilaian dan perujukan pengobatan

untuk penatalaksanaan penyakit lain dengan perhatian khusus pada penyakit-penyakit

yang mempengaruhi hasil pengobatan, seperti diabetes mellitus, program penanganan

kecanduan alkohol dan obat-obatan terlarang, program berhenti merokok, dan layanan

pendukung psikososial lain, atau layanan-layanan seperti perawatan selama masa

kehamilan, setelah melahirkan dan perawatan bayi.

Page 32: MI-1 Program Pengendalian TB Rev HBS-web

32

STANDAR UNTUK KESEHATAN MASYARAKAT

Standar 18

Semua penyelenggara pelayanan untuk pasien tuberkulosis seharusnya memastikan

bahwa semua orang yang mempunyai kontak erat dengan pasien tuberkulosis menular

seharusnya dievaluasi dan ditatalaksana sesuai dengan rekomendasi internasional.

Penentuan prioritas evaluasi kontak didasarkan pada kecenderungan bahwa kontak: 1)

menderita tuberkulosis yang tidak terdiagnosis; 2) berisiko tinggi menderita tuberkulosis

jika terinfeksi; 3) berisiko menderita tuberkulosis berat jika penyakit berkembang; dan 4)

berisiko tinggi terinfeksi oleh pasien. Prioritas tertinggi evaluasi kontak adalah:

Orang dengan gejala yang mendukung ke arah tuberkulosis.

Anak berusia <5 tahun.

Kontak yang menderita atau diduga menderita imunokompromais, khususnya

infeksi HIV.

Kontak dengan pasien MDR/XDR TB.

Kontak erat lainnya merupakan kelompok prioritas yang lebih rendah.

Standar 19

Anak berusia <5 tahun dan individu semua usia dengan infeksi HIV yang memiliki kontak

erat dengan pasien tuberkulosis dan setelah dievaluasi dengan seksama, tidak menderita

tuberkulosis aktif, harus diobati sebagai infeksi laten tuberkulosis dengan isoniazid.

Standar 20

Setiap fasilitas pelayanan kesehatan yang menangani pasien yang menderita atau

diduga menderita tuberkulosis harus mengembangkan dan menjalankan rencana

pengendalian infeksi tuberkulosis yang memadai.

Standar 21

Semua penyelenggara pelayanan kesehatan harus melaporkan kasus tuberkulosis baru

maupun kasus pengobatan ulang serta hasil pengobatannya ke kantor dinas kesehatan

setempat sesuai dengan peraturan hukum dan kebijakan yang berlaku.

*) lihat addendum

Page 33: MI-1 Program Pengendalian TB Rev HBS-web

33

ADDENDUM

Standar 1

Untuk pasien anak, selain gejala batuk, entry untuk evaluasi adalah berat badan yang

sulit naik dalam waktu kurang lebih 2 bulan terakhir atau gizi buruk.

Standar 2

Bila hasil pemeriksaan BTA 1 negatif, maka dilakukan pemeriksaan sputum kedua pagi

hari. Satu spesimen harus berasal dari pagi hari.

Standar 3

Sebaiknya dilakukan juga pemeriksaan foto toraks untuk mengetahui ada tidaknya TB

paru dan TB milier. Pemeriksaan dahak juga dilakukan, bila mungkin, pada anak.

Standar 6

Untuk penatalaksanaan di Indonesia, diagnosis didasarkan atas pajanan dari kasus

tuberkulosis yang menular , bukti infeksi tuberkulosis (uji kulit tuberkulin positif atau

interferon gamma release assay) dan kelainan radiografi toraks sesuai TB.

Standar 8

Secara umum terapi TB diberikan selama 6 bulan, namun pada TB Ekstraparu (meningitis

TB, TB tulang, TB milier, TB Kulit, dan lain-lain) terapi TB dapat diberikan lebih lama

sesuai evaluasi medis.

Khusus untuk anak, rejimen yang diberikan terdiri atas RHZ. E ditambahkan bila

penyakitnya berat.

Standar 10

Respons pengobatan pada pasien TB milier dan efusi pleura atau TB paru BTA negatif

dapat dinilai dengan foto toraks.

Standar 18

Apabila menangani TB anak dan TB Kulit maka cari sumber penularnya

Standar 19

Pemberian Isoniazid untuk profilaksis sedang dalam proses persiapan menjadi program

nasional

Standar 21

Pelaksanaan pelaporan akan difasilitasi dan dikoordinasikan oleh dinas kesehatan

setempat, sesuai dengan kesepakatan yang dibuat.

Page 34: MI-1 Program Pengendalian TB Rev HBS-web

34

Kegiatan Belajar 10

PIAGAM HAK DAN KEWAJIBAN PASIEN TB DI INDONESIA

Tujuan Pembelajaran Umum

Peserta mampu menjelaskan Piagam Hak dan Kewajiban Pasien

Tujuan Pembelajaran Khusus

Peserta mampu menjelaskan

1. Piagam Hak Pasien TB

2. Kewajiban Pasien TB

Pokok Materi

1. Hak Pasien TB

2. Kewajiban asien TB.

Uraian Materi

PIAGAM HAK DAN KEWAJIBAN PASIEN TB DI INDONESIA

Pendahuluan

Piagam ini menguraikan hak dan kewajiban pasien Tuberkulosis (TB), diprakarsai dan

dikembangkan oleh pasien dan masyarakat peduli TB di seluruh dunia sebagai ”Patient

Charter for Tuberculosis Care”. Di Indonesia, piagam ini disesuaikan dan dikembangkan

oleh Perkumpulan Pasien dan Masyarakat Peduli TB Indonesia (PAMALI TB

INDONESIA) menjadi Piagam Hak dan Kewajiban Pasien TB.

Pemahaman dan pelaksanaan isi piagam ini akan membantu pemberdayaan pasien TB

dan masyarakat serta membangun terjalinnya hubungan yang lebih baik dan saling

menguntungkan antara pasien dan masyarakat dengan petugas kesehatan.

Piagam ini memberikan jalan bagi pasien, masyarakat, petugas kesehatan dan

pemerintah untuk bekerjasama dengan lebih baik sebagai mitra yang setara dalam

keterbukaan untuk mencapai tujuan yang sama, meningkatkan mutu dan efektifitas

pelayanan TB.

Piagam ini disusun mengacu pada Undang Undang Nomor 29 tahun 2004 tentang

Praktek Kedokteran dan sesuai dengan Kerangka Kerja Strategi Nasional

Penanggulangan TB dengan pendekatan keberpihakan pada pasien (patient centered

approach).

Prinsip untuk sebanyak mungkin melibatkan pasien TB, memastikan pemberdayaan

pasien untuk menjembatani kerjasama yang efektif antara pasien dengan petugas

Page 35: MI-1 Program Pengendalian TB Rev HBS-web

35

kesehatan. Keterlibatan pasien ini sangat penting untuk memenangkan perjuangan

melawan TB.

Piagam ini diperuntukkan bagi komunitas TB di seluruh Indonesia seperti pasien,

masyarakat, petugas kesehatan, organisasi pemerintahan maupun organisasi non

pemerintahan.

A. HAK PASIEN TB

1. Akses Pelayanan

a. Mendapatkan akses terhadap pelayanan yang baik dan manusiawi, mulai dari

diagnosis penyakit sampai pengobatan selesai, tanpa memandang asal usul,

suku, gender, usia, bahasa, status hukum, agama, kepercayaan, jenis

kelamin, budaya dan penyakit lain yang diderita.

b. Hak untuk memperoleh akses pelayanan kesehatan yang bermutu dalam

suasana yang bersahabat dengan dukungan moral dari keluarga, teman dan

masyarakat.

c. Hak untuk memperoleh nasehat dan pengobatan berdasarkan kaidah yang

berlaku sesuai dengan kebutuhan pasien, termasuk mereka yang menderita

TB yang kebal obat (MDR-TB) atau menderita TB-HIV.

d. Hak untuk mendapatkan penyuluhan tentang pencegahan dan penularan TB

sebagai bagian dari program perawatan yang menyeluruh.

2. Informasi

a. Hak untuk mendapatkan semua informasi mengenai pelayanan TB termasuk

pembiayaannya.

b. Hak untuk memperoleh gambaran secara jelas, singkat dan tepat waktu

mengenai keadaan kesehatan, pengobatan dan akibat yang biasa terjadi

serta penanganan yang tepat.

c. Hak untuk mengetahui nama dan dosis obat dan tindakan yang akan

dilakukan serta akibat yang mungkin terjadi dan berpengaruh terhadap

keadaan pasien.

d. Hak untuk mendapatkan informasi tentang isi rekam medis bila diperlukan

oleh pasien.

e. Hak untuk berbagi pengalaman dengan sesama pasien TB dan pasien lainnya

serta mendapatkan bimbingan (konseling) sukarela, mulai dari diagnosis

sampai selesai pengobatan.

Page 36: MI-1 Program Pengendalian TB Rev HBS-web

36

3. Pilihan

a. Hak untuk memperoleh pendapat dokter yang lain atau ahli kesehatan yang

lain (second medical opinion) disertai isi rekam medis sebelumnya.

b. Hak untuk menerima atau menolak tindakan bedah jika pengobatan masih

memungkinkan dan mendapatkan informasi tentang akibatnya dari segi

medis dalam kaitannya dengan penyakit menular.

c. Hak untuk memilih menerima atau menolak ikut dalam kegiatan penelitian

tanpa membahayakan perawatannya

4. Kerahasiaan

a. Hak untuk dihargai dalam kebebasan pribadi, martabat, agama,

kepercayaan, serta sosial budaya.

b. Hak untuk memperoleh informasi yang berkaitan dengan keadaan kesehatan

yang dirahasiakan, kecuali kepada pihak lain dengan persetujuan pasien.

5. Keadilan

a. Hak untuk menyampaikan keluhan melalui saluran yang tersedia dan hak

untuk mendapatkan penanganan keluhan dengan tepat dan adil.

b. Hak untuk menyampaikan kepada pimpinan sarana pelayanan kesehatan jika

keluhannya tidak ditanggapi.

6. Organisasi

a. Hak untuk bergabung atau mendirikan kelompok pasien dan masyarakat

peduli TB untuk mencari dukungan petugas kesehatan dan pihak terkait

lainnya.

b. Hak untuk ikut aktif dalam perencanaan, pengembangan, pemantauan dan

penilaian, baik dalam hal kebijakan maupun pelaksanaan program TB.

7. Keamanan

a. Hak untuk dijamin tetap bekerja (tidak di PHK) dan tidak dikucilkan.

b. Hak untuk memperoleh gizi atau makanan tambahan jika diperlukan, untuk

memenuhi pengobatan dari berbagai sumber yang memugkinkan

B. KEWAJIBAN PASIEN

1. Berbagi Informasi

a. Berkewajiban memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang kondisi

kesehatan, penyakit-penyakit sebelumnya, semua alergi dan informasi lain

yang dibutuhkan kepada petugas kesehatan.

b. Berkewajiban memberikan informasi kepada petugas kesehatan mengenai

kontak langsung dengan keluarga dekat, teman atau siapapun yang mungkin

mudah tertular TB

Page 37: MI-1 Program Pengendalian TB Rev HBS-web

37

c. Berkewajiban mencari informasi ke berbagai sumber yang berhubungan

dengan penyakit TB.

2. Mematuhi Pengobatan

a. Berkewajiban mematuhi rencana pengobatan yang telah disetujui, serta

selalu taat pada petunjuk yang diberikan untuk melindungi dirinya dan

orang lain.

b. Berkewajiban menginformasikan kepada petugas kesehatan mengenai

kesulitan atau masalah yang timbul dalam menjalani pengobatan atau jika

ada yang tidak dipahami dengan jelas

3 Pencegahan penularan

a. Berkewajiban menutup mulut bila batuk, tidak membuang dahak di

sembarang tempat.

b. Berkewajiban mengajak anggota keluarga untuk memeriksakan diri bila

mempunyai gejala TB

4 Peran serta dalam Kesehatan Masyarakat

a. Berkewajiban berperan serta dalam kesejahteraan masyarakat dengan

mengajak orang lain untuk mendapatkan informasi kesehatan apabila

mereka menunjukkan gejala TB.

b. Berkewajiban menghargai hak sesama pasien dan para petugas kesehatan.

5 Kesetiakawanan

a. Berkewajiban untuk setiakawan pada sesama pasien dan bersama menuju

kesembuhan.

b. Berkewajiban untuk berbagi informasi dan pengetahuan yang diperoleh

selama pengobatan, dan menyampaikan kepada orang lain, sehingga

pemberdayaan semakin kuat.

c. Berkewajiban untuk ikut serta dalam upaya mewujudkan masyarakat bebas

TB.

6 Mentaati ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan