HUBUNGAN UJI IgG ANTI-TB DENGAN FOTO THORAX GAMBARAN PRIMER KOMPLEKS TB PADA PENDERITA TB PARU

51
HUBUNGAN UJI IgG ANTI-TB DENGAN FOTO THORAX GAMBARAN PRIMER KOMPLEKS TB PADA PENDERITA TB PARU SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Rizky Firmansyah G.0006147 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET Surakarta 2010

description

HUBUNGAN UJI IgG ANTI-TB DENGAN FOTO THORAX GAMBARANPRIMER KOMPLEKS TB PADA PENDERITA TB PARU

Transcript of HUBUNGAN UJI IgG ANTI-TB DENGAN FOTO THORAX GAMBARAN PRIMER KOMPLEKS TB PADA PENDERITA TB PARU

Page 1: HUBUNGAN UJI IgG ANTI-TB DENGAN FOTO THORAX GAMBARAN  PRIMER KOMPLEKS TB PADA PENDERITA TB PARU

HUBUNGAN UJI IgG ANTI-TB DENGAN FOTO THORAX GAMBARAN

PRIMER KOMPLEKS TB PADA PENDERITA TB PARU

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Rizky Firmansyah

G.0006147

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

Surakarta

2010

Page 2: HUBUNGAN UJI IgG ANTI-TB DENGAN FOTO THORAX GAMBARAN  PRIMER KOMPLEKS TB PADA PENDERITA TB PARU

PRAKATA

Puji syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Hubungan Uji IgG Anti-TB dengan Gambaran Primer Kompleks TB pada Foto Thorax pada Penderita TB Paru”. Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedoketran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Dengan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksanaan penelitian hingga penyusunan laporan ini. Maka pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta, Prof. DR. A.A. Subijanto, dr., MS.

2. Ketua Tim Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta, Sri Wahjono, dr., M.Kes

3. Dr. JB. Prasodjo, dr., Sp. Rad, Pembimbing Utama dalam penulisan skripsi ini, yang telah memberikan bimbingan, saran, dan motivasi kepada penulis.

4. Tonang Dwi Ardyanto, dr., Ph. D, Pembimbing Pendamping dalam penulisan skripsi ini, yang telah memberikan bimbingan, masukan dan motivasi kepada penulis.

5. Prof. Dr. Suyono, dr., Sp. Rad (K), Penguji Utama dalam penulisan skripsi ini, yang telah memberikan saran, nasihat dan koreksi dalam penulisan skripsi ini.

6. Harsono, dr., Sp. Rad., anggota penguji dalam penulisan skripsi ini, yangtelah memberikan saran dan koreksi dalam penulisan skripsi ini.

7. Segenap staf tim dan bagian skripsi Fakultas Kedoktran UNS yang telah berkenan memberikan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.

8. Segenap staf dan karyawan laboratorium Pathologi Klinik RSDM, dan staff Poliklinik Anak BBKPM Surakarta.

9. Ibuku, Ayahku, dan Adikku, dan calon istriku vivi atas doa dan dukungan yang selalu diberikan kepada penulis.

10. Rekan-rekan dalam penelitian ini, Kautsar hidayatulloh yang banyak berkorban.

11. Teman-teman PBL D1, Kesuma Islam Kedokteran, Hanif, Budi, Alan, Ahmad, Irfan, Hariz, Dhika, Catur, Arif, Edo, dan keluarga besar Pathologi Anatomi 2009-2010.

12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini masih jauh dari

kesempurnaan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran untuk peningkatan karya ini. Semoga karya ini bermanfaat bagi semua.

Surakarta, Januari 2010

Penulis

Page 3: HUBUNGAN UJI IgG ANTI-TB DENGAN FOTO THORAX GAMBARAN  PRIMER KOMPLEKS TB PADA PENDERITA TB PARU

PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi dengan judul : Hubungan Uji IgG anti TB dengan Gambaran Primer Kompleks TB pada Foto Thorax pada Penderita TB Paru

Rizky Firmansyah, NIM: G0006147, Tahun 2010

Telah diuji dan disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret

Pada Hari Rabu, Tanggal 21 Juli 2010

Pembimbing UtamaNama : Dr. JB. Prasodjo, dr., Sp. RadNIP : 19500801 199008 1001 ( ……………………..)

Pembimbing PendampingNama : Tonang Dwi A, dr., Ph.DNIP : 19740507 200012 1002 ( ……………………..)

Penguji UtamaNama : Prof. Dr. Suyono, dr., Sp. Rad (K)NIP : 19470611 197610 1001 ( …………….……….)

Penguji PendampingNama : Harsono, dr., Sp. Rad NIP : ( …………………......)

Surakarta, ......................

Ketua Tim Skripsi Dekan FK UNS

Sri Wahjono, dr., M.Kes Prof. Dr. AA Subijanto, dr., MS. NIP. 19450824 197310 1001 NIP. 19481107 197310 1003

Page 4: HUBUNGAN UJI IgG ANTI-TB DENGAN FOTO THORAX GAMBARAN  PRIMER KOMPLEKS TB PADA PENDERITA TB PARU

PERSETUJUANPenelitian/Skripsi dengan judul : Hubungan Uji IgG Anti-TB dengan

Gambaran Foto Thorax Primer Kompleks TB Pada Penderita TB ParuRizky Firmansyah, G0006147, Tahun 2010

Telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan Tim Validasi Proposal Penelitian/Tim Ujian Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelasmaret

SurakartaPada Hari....................., Tanggal......................2010

Pembimbing Utama Penguji Utama

Dr. JB Prasodjo, dr, Sp. Rad Prof. Dr. Suyono, dr, Sp. Rad (K)NIP: 19500801 199008 1001 NIP : 19470611 197610 1001

Pembimbing Pendamping Anggota Penguji

Tonang Dwi A, dr, Ph.D NIP :19740611 199005 1001 NIP :

Tim Skripsi :

Sudarman, dr, Sp. THT-KL (K)NIP : 19450712 197610 1001

Page 5: HUBUNGAN UJI IgG ANTI-TB DENGAN FOTO THORAX GAMBARAN  PRIMER KOMPLEKS TB PADA PENDERITA TB PARU

ABSTRAK

Rizky Firmansyah, G0006147, 2010, Hubungan antara IgG Anti-TB dengan Primer Kompleks TB pada Foto Thorax Penderita TB Paru. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Latar belakang: Penggunaan test rutin untuk pemeriksaan TB Paru yang sering digunakan di Indonesia masih kurang sensitif. Penelitian ini bertujuan untuk menghubungkan foto rontghen sebagai metode rutin dengan IgG yang merupakan inovasi terbaru.

Metode: Penelitian ini bersifat observasional laboratorik. Subjek penelitian terdiri dari 30 pasien anak, yang diambil foto rontghen dan darahnya untuk melihat adanya IgG anti-TB. Observasi dilakukan dengan melihat adanya primer kompleks TB dan hasil tes IgG anti-TB. Analisis dengan uji statistik Chi-Kuadrat.

Hasil: Dari hasil penelitian didapatkan 73,3% anak menunjukkan gambaran primer kompleks TB, sisanya menunjukkan hasil negatif. Pada uji IgG anti TB seluruhnya menunjukkan hasil negatif. Hasil penelitian ini menunjukan tidak adahubungan yang tidak bermakna antara primer kompleks TB dengan IgG anti-TB (p>0,05).

Simpulan: Dari hasil Penelitian ini didapatkan tidak ada hubungan antara IgG anti-TB dengan Primer Kompleks TB pada foto thorax pada penderita TB paru.

Kata kunci: Primer Kompleks TB, IgG anti TB, anak.

Page 6: HUBUNGAN UJI IgG ANTI-TB DENGAN FOTO THORAX GAMBARAN  PRIMER KOMPLEKS TB PADA PENDERITA TB PARU

DAFTAR ISI

Halaman

PRAKATA.......................................................................................................... vi

DAFTAR ISI....................................................................................................... vii

DAFTAR TABEL............................................................................................... ix

DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................... x

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xi

BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................ 1

A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1

B. Perumusan Masalah ....................................................................... 2

C. Tujuan Penelitian ........................................................................... 3

D. Manfaat Penelitian ......................................................................... 3

BAB II. LANDASAN TEORI ............................................................................ 4

A. Tinjauan Pustaka............................................................................ 4

1. Bakteri Mycobacterium tuberculosis ....................................... 4

a. Tuberculosis Primer ........................................................... 4

b. Tuberculosis post-primer ................................................... 4

c. Tuberculosis primer progresif ............................................ 7

d. Tuberculosis millier ........................................................... 7

2. Gejala TB Paru......................................................................... 7

3. Gambaran Radiologis............................................................... 11

a. Cara Pengambilan Foto...................................................... 11

b. Tuberkulosis Primer........................................................... 12

c. Tuberkulosis Post primer ................................................... 16

d. Tuberkulosis Millier........................................................... 18

B. Kerangka Pemikiran ...................................................................... 23

C. Hipotesis ........................................................................................ 23

Page 7: HUBUNGAN UJI IgG ANTI-TB DENGAN FOTO THORAX GAMBARAN  PRIMER KOMPLEKS TB PADA PENDERITA TB PARU

BAB III. METODE PENELITIAN..................................................................... 24

A. Jenis Penelitian .............................................................................. 24

B. Lokasi Penelitian............................................................................ 24

C. Subjek Penelitian ........................................................................... 24

D. Teknik Sampling............................................................................ 25

E. Rancangan Penelitian..................................................................... 25

F. Instrumentalisasi Penelitian ........................................................... 25

G. Identifikasi Variabel Penelitian ..................................................... 26

H. Definisi Operasional Variabel Penelitian ...................................... 27

I. Alat dan Bahan Penelitian.............................................................. 28

J. Cara Kerja ...................................................................................... 29

K. Jenis Analisis Data Statistik........................................................... 31

BAB IV. HASIL PENELITIAN ........................................................................ 21

A. Hasil Penelitian .............................................................................. 32

B. Analisis Data.................................................................................. 33

BAB V. PEMBAHASAN................................................................................. 35

BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN................................................................ 41

A. Simpulan ........................................................................................ 41

B. Saran ............................................................................................. 41

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 42

LAMPIRAN........................................................................................................ 45

Page 8: HUBUNGAN UJI IgG ANTI-TB DENGAN FOTO THORAX GAMBARAN  PRIMER KOMPLEKS TB PADA PENDERITA TB PARU

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Skoring Diagnosis TB pada anak ....................................................... 21

Tabel 2. Hasil Uji IgG Anti-TB dengan Gambaran Primer

Kompleks TB ..................................................................................... 32

Tabel 3. Nilai Frekuensi PKTB dan IgG anti-TB ............................................. 33

Tabel 4. Tabel Uji Hipotesis ............................................................................ 34

Tabel 5. Nilai Expected .................................................................................... 47

Tabel 6. Hasil Uji Fisher ................................................................................. 47

Page 9: HUBUNGAN UJI IgG ANTI-TB DENGAN FOTO THORAX GAMBARAN  PRIMER KOMPLEKS TB PADA PENDERITA TB PARU

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran A. Gambaran Radiologis PKTB .................................................... 45

Lampiran B. Uji IgG Anti-TB ....................................................................... 46

Lampiran C. Tabel hasil Uji Statistik ............................................................ 46

Lampiran D. Lembar laik etik ....................................................................... 46

Lampiran E. Informed Consent ..................................................................... 49

Page 10: HUBUNGAN UJI IgG ANTI-TB DENGAN FOTO THORAX GAMBARAN  PRIMER KOMPLEKS TB PADA PENDERITA TB PARU

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Foto Rontghen menunjukkan gambaran PKTB .............................. 45

Gambar 2. Foto Rontghen menunjukkan non-PKTB ....................................... 45

Gambar 3. Hasil Pemeriksaan IgG Anti-TB .................................................... 46

Gambar 4. Bagian-bagian kit IgG anti TB ....................................................... 46

ABSTRACT

Rizky Firmansyah, G0006147, 2010, Correlation between IgG anti TB and Primary Complex TB Chest X-Ray on Pulmonary TB Person. Faculty of Medicine University of Sebelas Maret.

Background:Routine tests that has been used until now have low sensitivities.This study is to correlate between Primary Complex TB x-ray and IgG anti TB which is a new diagnostic tool in Indonesia.

Methods: Observational laboratoric study. The subjects of this study were 30 children with pulmonary TB, which taken their blood and rontghen to observe their IgG anti TB and primary complex TB. The data were analyzed statistically by Chi square test.

Result: The results of this study showed that 73,3% children had primary complex TB and the others were negative. IgG anti-TB showed all negative. So, there is no correlation between primary complex TB with IgG anti-TB (p>0.05).

Conclusion: From this study showed no correlation between IgG anti-TB and Primary Complex TB chest x-ray on Pulmonary TB person.

Key words: Primary Complex TB, IgG anti TB, Children

Page 11: HUBUNGAN UJI IgG ANTI-TB DENGAN FOTO THORAX GAMBARAN  PRIMER KOMPLEKS TB PADA PENDERITA TB PARU

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang masalah

TB dikenal sebagai penyakit yang sudah bisa dikendalikan. Namun, akhir-

akhir ini TB kembali menyerang dan menjadi masalah kesehatan umum

bertahun-tahun, dan TB merupakan salah satu penyebab kematian yang

terbesar akibat penyakit infeksi pada penduduk dewasa negara berkembang,

termasuk Indonesia. Pada tahun 1993, WHO menyatakan TB sebagai

emergensi global, dan diantara tahun 1997 dan 2020, diperkirakan hampir 1

milyar orang terinfeksi dan 70 juta orang meninggal dikarenakan karena

penyakit ini. 78% dari seluruh penyakit TB, berada di Asia, prevalensi tertinggi

dan estimated annual risk dari infeksi ditemukan di Asia tenggara (237 per

100.000 penduduk). Indonesia merupakan urutan nomor 3 di dunia dalam

jumlah penderita TB Paru setelah India dan China (WHO, 2009).

Penggunaan test rutin untuk pemeriksaan TB Paru yang sering digunakan

di Indonesia masih kurang sensitif, seperti pemeriksaan sputum dan tes

tuberkulin konvensional. Pada beberapa kasus, sering bakteri yang ada di

sputum tidak terdeteksi. Pada sebuah penelitian, dari 131 pasien yang terkena

Page 12: HUBUNGAN UJI IgG ANTI-TB DENGAN FOTO THORAX GAMBARAN  PRIMER KOMPLEKS TB PADA PENDERITA TB PARU

TB Paru, hanya sekitar 58,8% yang positif hasil pemeriksaan sputum. Oleh

karena itu, masih diperlukan untuk menemukan metode diagnostik yang lebih

mudah dan cepat untuk dilakukan, dan lebih simpel dan tidak mahal seperti

metode diagnostik dengan amplifikasi genetik yang sangat rumit dan mahal

(Julian et al., 2002).

Beberapa tes lain yang dapat dilakukan untuk mendeteksi adanya TB paru

adalah secara radiologis dan secara serologis. Penggunaan cara serologis

prinsipnya untuk mendeteksi adanya antibodi yang terdapat dalam tubuh

pasien. Tingkat sensitivitasnya lebih tinggi dari dua pemeriksaan tradisional

yang rutin dilakukan, yaitu sekitar 74,4% (Okuda et al., 2004) dan bisa lebih

tinggi jika cut-off point-nya diturunkan (Ahmad et al., 2002). Namun, cara ini

jarang dilakukan karena biaya pemeriksaan yang cukup mahal, dikarenakan

sebagian besar penderita tuberculosis kebanyakan adalah penduduk desa yang

umumnya berada di kelas menengah ke bawah.

Pemeriksaan radiologis memiliki tingkat spesifisitas dan sensitivitas yang

cukup baik. Pemeriksaan ini baik untuk dilakukan karena dapat digunakan

untuk mendeteksi tuberkulosis primer maupun post-primer. Selain itu,

pemeriksaan ini juga cukup terjangkau.

Beberapa alasan di atas mendorong peneliti untuk menyelidiki kedua jenis

pemeriksaan tersebut. Beberapa alasan yang menjadi pertimbangan adalah

tingkat ekonomis dan keakuratan dari pemeriksaan, yang kedua hal tersebut

sangat diperlukan, khususnya di Indonesia.

B. Perumusan Masalah

Page 13: HUBUNGAN UJI IgG ANTI-TB DENGAN FOTO THORAX GAMBARAN  PRIMER KOMPLEKS TB PADA PENDERITA TB PARU

Apakah ada hubungan antara IgG anti-TB dengan primer kompleks TB

pada foto thorax pada penderita TB paru?

C. Tujuan Penelitian

Untuk membuktikan hubungan uji IgG anti-TB dengan gambaran primer

kompleks TB pada foto thorax pada penderita TB Paru.

D. Manfaat Penelitian

1. Mengetahui hubungan uji IgG anti-TB dengan gambaran primer kompleks

TB pada foto thorax pada penderita TB paru

2. Sebagai bahan pemikiran untuk penelitian selanjutnya

Page 14: HUBUNGAN UJI IgG ANTI-TB DENGAN FOTO THORAX GAMBARAN  PRIMER KOMPLEKS TB PADA PENDERITA TB PARU

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Bakteri Mycobacterium tuberculosis

Mycobacterium tuberculosis merupakan mikroorganisme yang

menyebabkan penyakit TB Paru, berbentuk basil sedikit melengkung, dan

sifatnya aerob. Kuman ini memiliki dinding sel dengan penyusun struktur

dinding sel paling tinggi adalah lipid. Pada pengecatan gram, kuman ini

resisten, namun dengan pegecatan fuchsin, kuman ini dapat menyerap warna

dan tidak mudah diuraikan warnanya dengan asam-alkohol. Oleh karena itu,

bakteri ini disebut sebagai bakteri tahan asam (Leung et al., 1999; Price dan

Wilson, 2003; Aditama, 2006; Jeong et al., 2008).

Mycobacterium tuberculosis ditularkan melalui droplet yang berada di

udara yang dihasilkan oleh orang yang terinfeksi dengan gejala TB

pulmoner ataupun laryngeal, seperti batuk, bersin, berbicara, atau bernyanyi.

Partikel tersebut, memiliki ukuran 1-5 micrometer, dapat tetap berada di

udara pada waktu yang lama (Leung et al., 1999; Robins 2004).

Ditemukannya bakteri tahan asam pada hapusan sputum merupakan

indikator utama dari terinfeksinya seseorang dan dapat pula sebagai

indikator dari kecenderungan seseorang untuk menularkan penyakit ini

(Leung et al., 1999). Hal lain yang dapat digunakan untuk diagnosis adalah

pemeriksaan sputum dengan pengecatan Ziehl-Nielsen, pemeriksaan ini

merupakan gold standard dari pemeriksaan TB Paru.

Page 15: HUBUNGAN UJI IgG ANTI-TB DENGAN FOTO THORAX GAMBARAN  PRIMER KOMPLEKS TB PADA PENDERITA TB PARU

Ketika Bakteri tersebut menginfeksi inang, ada beberapa proses yang

terjadi, yaitu:

a. Tuberkulosis primer

Ketika Mycobacterium tuberculosis masuk pada paru-paru, hal ini

akan menginisiasi sistem imun non-spesifik melalui sel efektor

makrofag alveolar. Hal ini akan menimbulkan TB Paru primer. Dan

kerentanan seseorang akan infeksi Mycobacterium tuberculosis

ditentukan oleh beberapa faktor, seperti status imun seseorang dan

genetik.

Pada beberapa orang dengan gen NRAMP-1 (Natural Resistance

associated macrophage protein-1), akan memudahkan seseorang untuk

terinfeksi dan menyulitkan terapi. Bakteri ini bermultiplikasi secara

intraseluler di dalam Makrofag jika sel imun tidak dapat

menghancurkan atau tidak dapat menginhibisi bakteri tersebut. Proses

ini terjadi secara berulang-ulang, dan pada akhirnya akan memasuki

kelenjar limfe regional dan berlanjut pada kelenjar limfe hilus dan

menyebabkan limfadenopati daerah hilus (Robins, 2004).

Ketika sistem imun spesifik mulai berkembang, efektivitas sistem

imun untuk membatasi daerah infeksi maupun multiplikasi menjadi

semakin baik. Makrofag yang telah tersensitisasi akan berkembang

menjadi histiosit epitelial. Histiosit dan sel T-Limfosit akan beragregasi

menjadi gumpalan kecil sehingga akan membentuk granuloma. Di

dalam granuloma, sel T-limfosit CD4 akan mensekresikan sitokin,

Page 16: HUBUNGAN UJI IgG ANTI-TB DENGAN FOTO THORAX GAMBARAN  PRIMER KOMPLEKS TB PADA PENDERITA TB PARU

seperti Interferon-gamma, yang akan merangsang makrofag untuk lebih

aktif dalam membunuh kuman. Sel T-limfosit CD8 juga dapat langsung

membunuh sel yang terinfeksi dengan kuman Mycobacterium

tuberculosis. Dapat pula terbentuk pusat nekrosis yang terjadi di dalam

granuloma (Aditama, 2006; Jeong et al., 2008). Pada tahap ini, pasien

asimptomatik dan bisa menyembuh, namun beberapa basil yang

mengalami masa dorman, dan dapat hidup selama bertahun-tahun, hal

ini disebut TB latent yang dapat dideteksi dengan protein purified

derivative tuberculin skin test atau melalui identifikasi kalsifikasi pada

fokus infeksi maupun di limfonodus regional (Leung et al., 1999).

b. Tuberkulosis post-primer

Pada TB Paru post primer, yaitu terjadi pada orang yang terinfeksi

TB Paru pada masa yang telah lalu dan sudah mendapatkan kekebalan.

Hal ini dapat terjadi karena reaktivasi dari bakteri yang mengalami

masa dorman setelah timbulnya sisem imun spesifik, dan dapat terjadi

karena reinfeksi. Daerah lesi yang paling sering terjadi berada pada

apex paru, dikarenakan oksigenasi dari daerah tersebut baik sekali dan

kurang baiknya aliran limfe pada daerah tersebut (Leung et al., 1999).

Hipersensitivitas tipe lambat yang terjadi dapat menyebabkan

terjadinya nekrosis kaseosa yang sangat khas untuk gambaran TB Paru.

Terjadinya hipersensitivitas ini menyebabkan matinya bakteri, namun,

juga menyebabkan kerusakan jaringan (Robins, 2004).

c. Tuberkulosis primer progresif

Page 17: HUBUNGAN UJI IgG ANTI-TB DENGAN FOTO THORAX GAMBARAN  PRIMER KOMPLEKS TB PADA PENDERITA TB PARU

Bentuk lain dari pathogenesis TB Paru adalah primer progresif. Hal

yang terjadi adalah kerusakan parenkhim paru yang progresif dan

terbentuknya kavitasi, namun, hal ini relatif jarang terjadi (Robins,

2004). Hal ini terjadi pada 5% dari populasi yang memiliki penyulit

sistem imun yang tidak begitu baik fungsinya (Yeong, 2008).

d. Tuberkulosis milier

TB paru milier merupakan infeksi bakteri Mycobacterium

tuberculosis yang terjadi secara hematogen, sehingga memiliki banyak

koloni infeksi di dalam tubuh yang menyebar. Hal ini terjadi ketika

tuberkel dari koloni bakteri dapat menyebar melalui darah maupun

kelenjar limfe, yang akhirnya akan kembali ke peredaran darah sistemik

(Leung et al., 1999). Bentuk tuberkulosis ini dapat terjadi pada

kelanjutan TB paru post primer yang tidak mengalami penyembuhan.

2. Gejala TB Paru

Beberapa gejala TB Paru yang sering dirasakan oleh pasien meliputi

gejala sistemik atau gejala lokal. Gejala sistemik meliputi demam ringan,

anoreksia, badan lemah, keringat malam, penurunan berat badan yang

terjadi secara mingguan atau bulanan (Leung et al., 1999; Robins, 2004).

Gejala lokal yang paling sering terjadi adalah batuk. Pada tahap awal

penyakit, batuk ini bersifat non-poduktif, namun dapat juga diselingi

dengan adanya dahak. Hemoptisis dapat juga terjadi pada orang dengan

TB Paru. Hal ini dikarenakan tererosinya anastomis kapiler yang disebut

Anastomis Rassmussen pada dinding kavitas. Sedangkan jika timbul

Page 18: HUBUNGAN UJI IgG ANTI-TB DENGAN FOTO THORAX GAMBARAN  PRIMER KOMPLEKS TB PADA PENDERITA TB PARU

perasaan nyeri di dada disebabkan karena terjadinya proses inflamasi pada

daerah yang berdekatan dengan daerah pleura. Dispnea jarang terjadi,

namun, dapat terjadi apabila telah timbul konsolidasi di paru yang telah

meluas (Leung et al., 1999; Aditama, 2006).

Sedangkan gejala TB Paru yang terjadi pada bayi meliputi demam,

kegagalan tumbuh kembang, limfadenopati, splenomegali, hepatomegali.

Pada anak, seringkali penyakit ini bersifat asimptomatis dan sering

didiagnosis melalui terdeteksinya riwayat kontak dengan penderita TB

Paru aktif. Namun, dikarenakan karena ukuran jalan nafas yang yang

sempit, sering menimbulkan gejala sesak nafas dikarenakan penekanan

dari kelenjar limfe yang membesar karena proses inflamasi (Leung et al.,

1999; Aditama, 2006).

Diagnosis pada pasien lanjut usia (>65 tahun) sering kali terlambat.

Hal ini disebabkan karena jarangnya penderita lanjut usia merasakan gejala

klasik TB Paru, seperti batuk, hemoptisis, demam, dan berkeringat pada

malam hari. Seringkali hal ini diikuti dengan pansitopenia atau reaksi

leukemoid (Leung et al., 1999).

Beberapa gejala yang sering digunakan untuk mengarahkan diagnosis

ke arah TB paru adalah (Aditama, 2006):

a. Gejala klinis meliputi lokal maupun sistemik.

b. Pemeriksaan Jasmani: pada perkusi akan terjadi pekak karena adanya

efusi pleura, pada palpasi dapat terjadi pembesaran limfe axilla.

c. Pemeriksaan Bakteriologi.

Page 19: HUBUNGAN UJI IgG ANTI-TB DENGAN FOTO THORAX GAMBARAN  PRIMER KOMPLEKS TB PADA PENDERITA TB PARU

d. Pemeriksaan Radiologi, yang akan dibahas di bawah.

e. Pemeriksaan Khusus, diantaranya pemeriksaan serologi, yang akan di

bahas di bawah.

Dalam melakukan diagnosis TB pada anak sering terjadi kesulitan

dignostik, seperti hasil rontghen yang normal, dan hasil kultur yang

negatif, serta manifestasi klinis yang minimal (Merino et al, 2001). Untuk

mengatasi masalah tersebut, maka dibuatlah sebuah sistem skoring.

Sistem skoring ini dijadikan konsesnus di Indonesia utuk mempermudah

diagnosis Skoring tersebut disajikan dibawah:

Tabel 1. Skoring diagnosis TB pada anak

Parameter 0 1 2 3 Skor

Kontak dengan Penderita

Tidak Jelas Hanya Laporan Keluarga, BTA (-), atau tidak

tahu

Kavitas (+) BTA Tidak

jelas

Kontak dengan Penderita BTA

positif

Uji Tuberkulin Negatif - - Positif > 10mm atau > 5mm

pada immunosupresi

Berat Badan berdasarkan

KMS

- Bawah garis merah / berat badan turun /

tidak baik dalam dua

bulan berturut-turut

Klinis gizi buruk (BB /

U <60%)

-

Demam tanpa sebab jelas

- > 2 minggu

Batuk < 3 minggu > 3minggu - -

Page 20: HUBUNGAN UJI IgG ANTI-TB DENGAN FOTO THORAX GAMBARAN  PRIMER KOMPLEKS TB PADA PENDERITA TB PARU

Pembesaran kelenjar limfe koli, aksial,

Inguinal

- > 1 cm jumlah > 1, tidak nyeri

- -

Pembengkakan Tulang / sendi

panggul

- Ada pembengkakan

Foto Rontghen Thorax normal

/ tidak jelas

Normal / tidak jelas

Infiltrat pembesaran

kelenjar konsolidasi segmental /

lobar atelektasis

Kalsifikasi + infiltrat,

Pembesaran + infiltrat

(Prosedur Diagnosis TB anak Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Surakarta)

Seseorang anak akan didiagnosis menderita TB anak jika skornya lebih

dari atau sama dengan 5. Untuk anak yang keadaan klinisnya menunjukkan

TB namun jika skornya kurang dari 5, maka akan dilakukan observasi

terlebih dahulu, dan setelah dua minggu dilakukan pemeriksaan ulang

apakah terjadi progresivisitas penyakit (BBKPM, 2009).

3. Gambaran Radiologis

Tujuan dari pemeriksan radiologis adalah untuk mengidentifikasi

seseorang dengan TB Paru aktif atau untuk mengetahui keberhasilan

pengobatan dari penyakit TB Paru. Seringkali pemeriksaan radiologis

digunakan untuk mendampingi pemeriksaan tes kulit tuberkulin, namun

sering kali hal ini sering tidak reliabel dan sering pembacaan hasil dari

pemeriksaan ini sering tidak dapat dipraktekkan (Leung et al., 1999).

a. Cara Pengambilan Foto

Cara pengambilan foto thorax tergantung dari usia pasien. Untuk

pasien dengan umur 0-5 tahun, biasanya dilakukan dengan pengambilan

Page 21: HUBUNGAN UJI IgG ANTI-TB DENGAN FOTO THORAX GAMBARAN  PRIMER KOMPLEKS TB PADA PENDERITA TB PARU

supine AP, sedangkan untuk anak dengan usia lebih dari lima tahun,

dilakukan pengambilan foto dengan posisi up right PA.

1) Foto thorax posisi PA

a) Pasien diposisikan berdiri tegak menghadap bucky stand (kaset

vertikal), Linea Midsternalis sejajar garis tengah kaset

b) Kedua punggung tangannya diletakkan di atas panggul dan siku

ditekan ke depan

c) FFD 150 cm, CR horizontal, CP pada Linea Midsternalis setinggi

CV thoracal VI

d) Eksposi pada saat pasien tahan nafas setelah inspirasi penuh,

berikan aba- aba untuk tarik napas.

2) Kriteria gambar:

a.) Foto mencakup keseluruhan thorax, bagian atas: apeks paru-paru

tidak terpotong

b.) Bagian bawah: kedua sinus costophrenicus tidak terpotong

c.) Diafragma mencapai iga ke- 9 belakang

d.) Kedua Os scapula terlempar ke arah lateral

e.) C.V. Thoracalis tampak s/d ruas keempat

f.) Tampak bayangan bronchus

g.) Foto simetris

h.) Tampak marker R/ L.

Page 22: HUBUNGAN UJI IgG ANTI-TB DENGAN FOTO THORAX GAMBARAN  PRIMER KOMPLEKS TB PADA PENDERITA TB PARU

Kompleks primer tuberkulosis merupakan sarang dalam parenkhim paru

yang sering disertai dengan pembesaran kelenjar limfe regional. (Rasad,

2005). Lesi inilah yang sering nampak pada anak-anak. Gambaran lesi yang

disebabkan oleh tuberkulosis menunjukkan berbagai menifestasi yang

berbeda sesuai dengan perjalanan penyakit pasien. Beberapa gambaran

tersebut (Catanzano dan Curtis, 2009):

b. Tuberkulosis Primer (PKTB)

Gambaran radiologis pada tuberkulosis primer tidak spesifik, namun

gambaran radiologis ini dapat dikonfirmasi dengan keadaan klinis pasien.

Beberapa gambaran yang sering terlihat meliputi konsolidasi segmental

dan saluran udara lobus, limfadenopati daerah hilus, dan efusi pleura.

Atelektasis dapat terlihat pada tuberkulosis primer jika terjadi sumbatan

di saluran udara lobus paru yang terkena.

Tuberkulosis primer memiliki daerah predileksi daerah basal paru,

lingula, lobus medius di karenakan sifat penularan TB Paru yang berasal

dari droplet yang mengandung basil TB Paru, lebih mudah untuk

tertimbun di dasar paru.

Pada konsolidasi jalan nafas terlihat homogen, margin dari daerah

konsolidasi tidak begitu jelas. Namun, jika lokasi daerah konsolidasi

berdekatan dengan fisura, batasannya menjadi jelas. Nekrosis kaseosa

terlihat di bagian tengah pada daerah konsolidasi.

Page 23: HUBUNGAN UJI IgG ANTI-TB DENGAN FOTO THORAX GAMBARAN  PRIMER KOMPLEKS TB PADA PENDERITA TB PARU

Pada daerah yang mengalami penyembuhan, lesi yang terlihat akan

cenderung membulat, dan terlihat semakin mengecil hingga terlihat

seperti nodul kecil. Seiring dengan berjalannya waktu, daerah tersebut

akan mengalami osifikasi dan mulai terlihat gambaran granuloma

osifikasi.

Konsolidasi jalan nafas berhubungan dengan inflamasi parenkhim,

terlihat 70% pada pada anak. Beberapa hal yang dapat diidentifikasi

adalah:

1) Limfadenopati

Adanya limfadenopati dapat membedakan tuberkulosis primer

dengan tuberkulosis post-primer karena pada tuberkulosis post-

primer gambaran limfadenopati akan menghilang. Jika pada

tuberkulosis post-primer limfadenopati tidak menghilang, dapat

dipastikan penderita tersebut terkena HIV.

Gambaran limfadenopati daerah hilus tanpa disertai dengan

gambaran konsolidasi parenkim dapat menjadi satu-satunya

manifestasi TB paru.

Page 24: HUBUNGAN UJI IgG ANTI-TB DENGAN FOTO THORAX GAMBARAN  PRIMER KOMPLEKS TB PADA PENDERITA TB PARU

Limfadenopati lebih sering terlihat pada daerah hilus bagian

ipsilateral. Pada anak, 60% limfadenopati terlihat pada daerah hilus;

40% di daerah paratracheal, dan 80% terlihat di daerah sub-carina.

Daerah primer tempat terjadinya infeksi di daerah paru di sebut

dengan Fokus Ghon. Fokus ini dapat menjadi semakin membesar

seiring dengan perjalanan penyakit, atau dapat mengalami

penyembuhan. Proses penyembuhan yang terjadi akan menimbulkan

gambaran sikatrik yang padat dan mungkin dapat disertai dengan

kalsifikasi (Jeong, 2008). Pada tahap awal perjalanan penyakit,

kuman dapat menyebar melalui sistem limfatik di daerah hilus dan

mediastinum dan dapat pula melalui menyebar melalui pembuluh

darah. Gabungan Fokus Ghon dengan gambaran pembesaran

kelenjar limfe disebut dengan Kompleks Rankhe.

Kelainan pada saluran nafas sering terlihat pada tuberkulosis

primer. Tertekannya jalan nafas oleh karena limfadenopati yang akan

menyebabkan atelektasis. Atelektasis membaik seiring dengan

sembuhnya kelenjar limfe yang perbesarannya menekan saluran

nafas.Pada kerusakan mukosa, akan menyebabkan pembentukan

striktur. Pada proses kalsifikasi kelenjar limfe, dapat terjadi ekstrusi

material osifikasi jika ada erosi.

2) Bronchiectasis

Page 25: HUBUNGAN UJI IgG ANTI-TB DENGAN FOTO THORAX GAMBARAN  PRIMER KOMPLEKS TB PADA PENDERITA TB PARU

Sequelae dari infeksi TB Paru pada saluran nafas dapat

menyebabkan tracheobronchial stenosis. Penyebabnya antara lain:

a) Infeksi mukosa dari sputum yang terinfeksi

b) Limfadenopati yang mengalami perforasi

c) Kurang baiknya darinase limfe.

Basil yang berasal dari saluran nafas terdeposit pada alveolus,

yang pada akhirnya akan menimbulkan gambaran nodul kecil dan

shadow aciner yang tidak berbatas tegas.

Keterlibatan pleura dalam tuberkulosis primer sering dijumpai

pada penderita dewasa, sedangkan anak-anak jarang ditemukan

(10%), gambaran efusi pleura paling sering terlihat pada

tuberkulosis post-primer.

Pleura juga dapat menyerang bagian pleura pada awal infeksi.

Pada infeksi primer, efusi terjadi pada 3-6 bulan infeksi

(Leung,1999).

c. Tuberculosis post-primer

Tuberkulosis post-primer akan memperlihatkan gambaran yang jelas

pada dua tahun setelah infeksi pertama. Efusi pleura akan terbentuk jika

penyakit ini tidak diterapi. Beberapa gambaran parenkim tuberkulosis

post-primer:

Page 26: HUBUNGAN UJI IgG ANTI-TB DENGAN FOTO THORAX GAMBARAN  PRIMER KOMPLEKS TB PADA PENDERITA TB PARU

1) Gambaran opasitas yang sering ditemukan pada apex paru, dan

segmen superior dari lobus terbawah. Kavitas dapat terbentuk karena

adanya nekrosis kaseosa di dalam opasitas tersebut. Debris yang

terjadi akibat nekrosis kaseosa ini dibuang melalui saluran

tracheobronchial. Gambaran radiologis kavitas yang terlihat antara

lain dinding terluarnya yang tebal, dengan dinding bagian dalamnya

konturnya terlihat halus. Didalam kavitas ini dapat terisi air dan udara.

2) Tuberkuloma dapat terlihat pada tuberkulosis primer dan post-primer.

Gambaran radiologis yang telihat adalah nodul yang tersebar, dan

lebih sering terlihat pada bagian atas lobus. Lesi satelit yang berupa

nodul kecil yang tersebar dapat terlihat pada 90% pasien.

3) Jika terjadi penyebaran infeksi dari lobus atas ke bawahnya, akan

terlihat gambaran yang khas, disebut upstairs-downstairs pattern.

Gambaran ini mengikuti jalan nafas yang seperti anak sungai dan

terlihat gambaran acinar shadow dengan batas tidak tegas. Terjadinya

penampakan tersebut dikarenakan mulai terinfeksinya jalan nafas

yang sebelumnya belum terinfeksi.

Efusi pleura lebih sering terlihat pada tuberkulosis post-primer. Pada

tahap lanjut, efusi pleura akan berubah menjadi empiema. Jika terjadi

destruksi tulang, udara yang terbentuk di dalam jaringan lunak akan

memudahkan pencitraan secara radiografis.

Page 27: HUBUNGAN UJI IgG ANTI-TB DENGAN FOTO THORAX GAMBARAN  PRIMER KOMPLEKS TB PADA PENDERITA TB PARU

Lesi yang terlihat kemudian dijelaskan penampakan dan lokasi,

bersamaan dengan ciri-ciri radiografik dari tuberculosis pulmoner. Lesi

di daerah pulmoner lebih lanjut diklasifikasikan menjadi tiga berdasarkan

lokasi relatif dalam paru, yaitu:

1) Periferal. Jika lesi terlihat 1-2cm dari pleura, atau sangat dekat dengan

pleura.

2) Sentral. Jika lesi terlihat lebih dari 1-2cm dari pleura.

3) Tidak terdefinisikan. Jika lesi tidak dapa dikategorikan ke dalam dua

jenis klasifikasi di atas.

d. Tuberkulosis Milier

Pada tuberkulosis milier, akan nampak opasitas berbentuk bulat dan

menyebar dengan ukuran kurang dari 1-2mm pada kedua belah paru.

Dalam mendeteksi suatu kelainan di paru, Perhimpunan Dokter

Spesialis Paru juga memiliki kriteria untuk memudahkan pemeriksaan.

Gambaran Radiologi menurut PDPI (Aditama, 2006):

1) Lesi TB aktif : (1) Bayangan berawan/nodular di segmen apikal

lobus atau paru dan segmen superior lobus bawah. (2) Kavitas, (3)

efusi pleura unilateral, (4) Bayangan bercak Millier.

Page 28: HUBUNGAN UJI IgG ANTI-TB DENGAN FOTO THORAX GAMBARAN  PRIMER KOMPLEKS TB PADA PENDERITA TB PARU

2) TB Inaktif : (1) Fibrotik, (2) Kalsifikasi, (3) Schwarte atau penebalan

pleura

3) Luluh paru (Destroyed Lung): Karena kerusakan yang berat, timbul

atelektasis, ektasis, fibrosis kavitas paru

4. Pemeriksaan Serologis

Pemeriksaan serologis untuk tuberculosis pertama kali ditemukan oleh

Arloing pada tahun 1898 dengan tehnik hemaglutinasi. Dan pada hari ini,

pemeriksaan serologis TB Paru berkembang dengan pesat dan menggunakan

prinsip antigen-antibodi (Okuda et al., 2004).

IgG anti TB merupakan suatu pemeriksaan immunoassay kromatografi,

yang spesifik untuk mendeteksi Antigen Mycobacterium tuberculosis di

dalam serum manusia atau plasma dapat dideteksi keberadaanya pada serum

penderita pada 1-2 bulan setelah infeksi bakteri Mycobacterium

tuberculosis. Test ini memiliki tingkat sensitivitas dan spesifisitas yang

cukup baik untuk mendeteksi penyakit tuberkulosis (Ahmad et al., 2002;

Okuda et al., 2004).

Bakteri memiliki Mycobacterium tuberculosis memiliki dinding sel

untuk melindungi dirinya. Kapsul yang menyelubungi bakteri ini memiliki

struktur protein yang bergabung dengan unsur lain membentuk antigen yang

nantinya akan dikenali oleh tubuh dalam rangka membentuk sistem

pertahanan yang akan digunakan untuk mengaktifkan sel-sel imunitas dan

komplemen. Pada beberapa isolat antigen Mycobacterium tuberculosis yang

Page 29: HUBUNGAN UJI IgG ANTI-TB DENGAN FOTO THORAX GAMBARAN  PRIMER KOMPLEKS TB PADA PENDERITA TB PARU

didapat, memiliki beberapa antigen yang berbeda satu sama lain, hal ini

menimbulkan antibodi yang berbeda timbul dari pasien-pasien yang diteliti

(Okuda et al., 2004).

Beberapa jenis antigen yang terdapat pada dinding sel Mycobacterium

tuberculosis antara lain Tuberculous Glycolypid (TBGL);

Lypoarabinomannan (LAM); Antigen-60 (A60); golongan trehalose yang

mengandung glycolipid, seperti 2,3-di-asiltrehalose, 2,3,6-triasiltrehalose,

cord factor (6,6'-dimycolate), dan sulfolipid I (SL-I). Setiap dari antigen ini

akan memicu timbulnya imunoglobulin yang berbeda pula, dan tidak setiap

pasien memiliki semua imunoglobulin untuk. Hal ini dipengaruhi oleh

karena respon HLA manusia (Okuda et al., 2004).

Terkadang reaksi silang tidak bisa dielakkan dalam melakukan tes

serologis. Sering kali hal ini menimbulkan reaksi false-positif, hal ini

dikarenakan karena infeksi TB Paru yang bersifat laten. Tingkat sensitivitas

dalam tes ini cukup tinggi menggunakan antigen-60, namun, tingkat

sensitivitas ini akan sangat meningkat jika semua antigen yang terdapat di

dinding sel disertakan. Okuda, et al., melakukan penelitian dengan

menggunakan semua antigen ini, dan peningkatan sensitivitas menjadi

>88% dan spesifitas >90%. Namun, penggunaan antigen-60 sebagai tes

sudahlah cukup. Namun, pada beberapa peneltian, didapatkan antigen 38-kd

merupakan antigen yang terbaik (Perkins et al., 2003)

IgG anti TB di tubuh manusia dihasilkan oleh sel plasma yang

merupakan hasil differensiasi dari Sel B limfosit. IgG merupakan suatu

Page 30: HUBUNGAN UJI IgG ANTI-TB DENGAN FOTO THORAX GAMBARAN  PRIMER KOMPLEKS TB PADA PENDERITA TB PARU

protein globulin yang berfungsi sebagai sistem kekebalan tubuh humoral

manusia yang spesifik untuk antigen tertentu. Fungsi utama dari

Immunoglobulin adalah mengikat dan menghancurkan antigen dan sebagai

aktivator dari komplemen yang akan menghasilkan proses opsonisasi. IgG

ini dibentuk setelah infeksi berjalan kronik atau pada proses memori dari

antigen. Imunoglobulin merupakan suatu molekul glikoprotein yang terdiri

atas komponen polipeptida sebanya 82-96% dan selebihnya karbohidrat,

yang pada proses elektroforesis tergolong pada kelompok gama-globulin.

Molekul ini terdiri dari satu rantai berat dan dua rantai ringan. Rantai yang

berat merupakan fragmen yang konstan (Fc), yang berfungsi untuk

mengaktifkan komplemen, sedangkan rantai yang ringan merupakan

fragmen yang melekat pada antigen (Fab) yang spesifik terhadap antigen

tertentu (Kresno, 2001).

Proses pembentukan IgG pertama-tama diawali oleh destruksi kuman

TB oleh makrofag. Proses ini mula-mula terhambat dikarenakan mekanisme

kuman TB di dalam menghindari proses fagositosis dengan cara:

a. Menghambat proses pengasaman fagosom dengan menghambat pompa

asam

b. Beberapa molekul di dinding sel bakteri seperti LAM, dan phenolic

glycolipid merupakan scavenger oxidant

c. Adanya TACO (Tryptophan Aspartate Coat Protein) akan menghambat

maturasi dari fagosom.

Page 31: HUBUNGAN UJI IgG ANTI-TB DENGAN FOTO THORAX GAMBARAN  PRIMER KOMPLEKS TB PADA PENDERITA TB PARU

Semua proses ini akan dilawan oleh IFN-γ, yang akan merangsang

makrofag untuk meningkatkan iNOS (inducible Nitrit Oxide Synthetase)

yang akan menghancurkan bakteri. Antigen yang berasal dari kuman yang

mati kemudian di proses dan di presentasikan melalui MHC II (Major

Histocompatibility Complex) dengan bantuan IL-12 kepada sel Limfosit T0.

Sel limfosit ini kemudian menghasilkan IL-2 untuk mengaktivasi dirinya

sendiri serta berdifferensiasi menjadi Sel Th1 dan Th2 sesuai dengan

keseimbangan IFN-γ dengan IL-4, apabila IFN-γ lebih dominan maka

jumlah subset Th1 akan lebih banyak, dan hal ini lebih fisiologik. Subset Th1

akan lebih lanjut menghasilkan IFN-γ, TNF-β, dan IL-2 yang akan

menghasilkan Delayed Response Hipersensitivity yang berperan di dalam

eliminasi kuman TB. Bersamaan dengan itu, Subset Th2 akan menghasilkan

Il-4 yang akan memacu sel Limfosit B berdiferensiasi menjadi sel Plasma

yang akan menghasilkan Immunoglobulin termasuk IgG. Antigen yang

sesuai ini di presentasi oleh sel Limfosit T helper (Kresno, 2001; Palomino,

2007).

Proses dari pengenalan antigen ini sangat dipengaruhi jumlah kuman

yang ada di dalam tubuh, jika kuman terdapat dalam jumlah di luar sel,

seperti yang dijumpai pada pasien dengan BTA positif, akan menghasilkan

proses imunologik humoral yang lebih banyak dibandingkan jika pada

pasien dengan kuman yang kebanyakan terdapt di intraseluler karena lebih

seringnya kontak dengan bakteri. Dan proses pembentukan antibodi ini lebih

Page 32: HUBUNGAN UJI IgG ANTI-TB DENGAN FOTO THORAX GAMBARAN  PRIMER KOMPLEKS TB PADA PENDERITA TB PARU

berguna karena dapat melawan kuman di luar sel (Ahmad, 2002; Palomino,

2007).

B. Kerangka Pemikiran

C. Hipotesis

Terdapat Hubungan antara Uji IgG Anti-TB dengan Gambaran Primer

Kompleks TB pada Foto Thorax

Infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis

Paru Antigen:1. TBGL 2. LAM 3. Antigen -604. Cord factor5. Sulfolipid6. Triasil trehalose

Limfadenopati Fokus Ghon

Primer Kompleks TB AntibodiIgG Anti TB

Adakah Korelasinya?

Page 33: HUBUNGAN UJI IgG ANTI-TB DENGAN FOTO THORAX GAMBARAN  PRIMER KOMPLEKS TB PADA PENDERITA TB PARU

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian.

Penelitian ini bersifat observasional laboratorik

B. Lokasi Penelitian.

Penelitian dilakukan di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM)

Surakarta.

C. Subjek Penelitian.

Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah pasien Balai Besar

Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Surakarta. Sampel yang digunakan

sejumlah 30. Hal ini sesuai dengan kriteria rule of Thumb.

1. Kriteria inklusi:

a. Laki-laki atau wanita

b. Pasien dengan TB paru Primer

c. Inspirasi cukup, dalam arti tampak:

1) Costa anterior tampak 6 pasang

2) Costa posterior tampak 10 pasang.

2. Kriteria eksklusi:

a. Pasien dengan aspergiloma, pneumonia non TB

b. Pasien dengan gangguan sistem imun, seperti AIDS

Page 34: HUBUNGAN UJI IgG ANTI-TB DENGAN FOTO THORAX GAMBARAN  PRIMER KOMPLEKS TB PADA PENDERITA TB PARU

c. Pasien Hipoalbuminemia

d. Pasien dengan terapi kortikosteroid dosis tinggi

e. TB ektra paru.

D. Teknik Sampling.

Teknik sampling yang dipakai adalah Consecutive random sampling.

Sampel diperoleh dengan cara menunggu pasien TB paru yang menginginkan

foto thorax.

E. Rancangan Penelitian

F. Instrumentalisasi Penelitian

1. Alat :

a. Foto thorax Pasien TB paru yang diambil dari Balai Besar Kesehatan

Paru Masyarakat (BBKPM) Surakarta.

b. Serologik test kit untuk mendeteksi antigen Mycobacterium tuberculosis.

2. Cara pengukuran:

a. Dari foto thorax Postero Anterior (PA) pasien TB paru, terlihat

gambaran kompleks primer.

b. Hasil Pemeriksaan Serologis :

1) + (positif lemah), yaitu, gambaran garis merah muda yang kabur.

Pasien TB Paru

Pemeriksaan Radiologis

TB Primer

TB Sekunder

Ig G antiTB

Tabel 2x2 Uji Chi Kuadrat

Page 35: HUBUNGAN UJI IgG ANTI-TB DENGAN FOTO THORAX GAMBARAN  PRIMER KOMPLEKS TB PADA PENDERITA TB PARU

2) ++ (Positif), yaitu, dapat terlihat jelas garis merah muda.

3) +++ (Positif Kuat), yaitu, terlihat garis merah yang sesuai dengan

kontrol.

4) ++++ (Positif sangat kuat), yaitu, terlihat garis merah keunguan,

terlihat lebih gelap dari garis kontrol.

G. Identifikasi Variabel Penelitian

1. Variabel bebas: Seropositif TB paru

2. Variabel terikat: Gambaran radiologis primer kompleks TB pada

foto thoraks.

3. Variabel luar

Variabel luar dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

a. Variabel luar yang dapat dikendalikan: Penyakit paru yang akan

menimbulkan gambaran nodul pada foto thorax.

b. Variabel luar yang tidak dapat dikendalikan : Adanya reaksi silang

pada pemeriksaan serologis

H. Definisi Operasional Variabel Penelitian.

1. Variabel terikat: Gambaran radiologis primer kompleks TB pada foto

thorax.

Pada gambaran Foto thorax akan terlihat penampakan Pembesaran

kelenjar lymphe regional daerah yang terinfeksi paru dan akan nampak

Page 36: HUBUNGAN UJI IgG ANTI-TB DENGAN FOTO THORAX GAMBARAN  PRIMER KOMPLEKS TB PADA PENDERITA TB PARU

konsolidasi berbentuk nodul. Skala pengukuran variabel bebas adalah

skala nominal.

2. Variabel bebas: Serologis TB paru.

Pemeriksaan serologis dilakukan dengan mengambil darah vena dan di

test pada kaset tempat pengecekan. Hasil akan positif jika :

a. + (positif lemah), yaitu, gambaran garis merah muda yang kabur

b. ++ (Positif), yaitu, dapat terlihat jelas garis merah muda

c. +++ (Positif Kuat), yaitu, terlihat garis merah yang sesuai dengan

kontrol

d. ++++ (Positif sangat kuat), yaitu, terlihat garis merah keunguan ,

terlihat lebih gelap dari garis kontrol.

Skala ukuran variabel ini adalah skala Nominal.

3. Variabel luar.

a. Variabel luar yang dapat dikendalikan: Penyakit paru yang akan

memberikan gambaran nodul pada foto thorax.

Pada beberapa penyakit, akan menimbulkan adanya gambaran

noduler yang akan mengaburkan dengan gambaran primer kompleks

TB paru. Seperti gambaran tumor. Hal ini dapat diminimalisir dengan

menyaring sampel dengan kriteria eksklusi. Selain itu, hal ini dapat

diminimalisir dengan menggunakan double reading.

Page 37: HUBUNGAN UJI IgG ANTI-TB DENGAN FOTO THORAX GAMBARAN  PRIMER KOMPLEKS TB PADA PENDERITA TB PARU

b. Variabel luar yang tidak dapat dikendalikan: Reaksi silang pada

pemeriksaan serologis.

Setiap individu memiliki respon imun yang berbeda, dan setiap

orang juga memiliki riwayat penyakit yang dapat menimbulkan reaksi

silang yang tidak dapat kita follow up seluruhnya. Hal ini merupakan

variabel luar yang tidak dapat dikendalikan.

I. Alat dan Bahan Penelitian.

1. Alat

Alat yang digunakan adalah sebagai berikut :

a. Sebuah Pipet tetes

b. Sebuah penyerap debu

c. Sebuah kit tempat reaksi dari pabrik

d. Timer

e. Tempat spesimen

f. Foto Rontghen dan Kamera digital

2. Bahan

Bahan yang akan digunakan adalah serum, yang akan diambil dengan

langkah:

a. ambil darah dan masukkan pada tabung tanpa koagulan. Darah berasal

dari vena.

b. Biarkan darah membeku.

c. Pisahkan plasma dengan sentrifugasi.

Page 38: HUBUNGAN UJI IgG ANTI-TB DENGAN FOTO THORAX GAMBARAN  PRIMER KOMPLEKS TB PADA PENDERITA TB PARU

d. Dengan hati-hati, pisahkan plasma dari serum, beri label dan simpan

pada suhu 2-8°C untuk penyimpanan selama satu minggu.

J. Cara Kerja

1. Pemeriksaan Serologis

Alat yang digunakan terdiri dari sebuah papan yang terdapat tempat

untuk antigen spesifik Mycobacterium tuberculosis hasil rekombinan, anti

IgG manusia yang dikonjugasi dengan koloid emas dengan warna

burgundy, dan daerah utuk mengetes yang terbuat dari membran

nitroselulosa yang di lapisi dengan anti-IgM manusia atau antigen spesifik

TB yang tidak terkonjugasi.

Pada saat tes berlangsung, IgG atau IgM yang terdapat di dalam sampel

yang diambil dari pasien bermigrasi melalui papan konjugasi untuk

berkonjugasi. Antibodi yang terkonjugasi lalu ditangkap oleh antigen TB

statis yang menempel pada membran nitroselulosa, yang akan menghasilkan

gambaran pita berwarna burgundy. Hal ini menunjukkan hasil tes positif dan

jika tidak nampak gambaran pita, berarti tes dinyatakan negatif.

Alat ini juga mempunyai bagian kontrol yang selalu menunjukkan warna

burgundy berbentuk pita walaupun tidak terdapat antibodi terhadap antigen

TB. Prosedur uji serologis:

a. Biarkan alat, buffer, serum atau spesimen plasma, dan kontrol untuk

menyesuaikan dengan suhu ruang (15-30°C) jika sebelumnya disimpan

di dalam mesin pendingin. Pereaksian hanya dilakukan jika semua

bahan sudah benar-benar dalam keadaan cair.

Page 39: HUBUNGAN UJI IgG ANTI-TB DENGAN FOTO THORAX GAMBARAN  PRIMER KOMPLEKS TB PADA PENDERITA TB PARU

b. Letakkan kit di atas permukaan yang datar.

c. Beri label pada spesimen.

d. Isi pipet tetes dengan spesimen, pegang secara vertikal teteskan 2-3

tetes (sekitar 50-90µl) pada sampel tanpa disertai dengan adanya udara

yang tercampur. Set waktu.

e. Tambakan satu tetes (sekitar 30µl) dari saline dari PBS balance buffer

pada sampel jika migrasi tidak terlihat pada 30 detik pengamatan, yang

dapat terlihat dengan spesimen dengan viskositas yang tinggi.

f. Baca hasil setelah 5-10 menit setelah penambahan. Hasil positif dapat

terlihat setelah 1 menit, dan jangan baca hasil setelah lebih dari 10

menit.

2. Pemeriksaan Radiologis

Pada pasien yang meminta pemeriksaan radiologis pada foto thorax

dengan gejala TB paru di bagian radiologi, sebelum hasil diserahkan kepada

pasien, peneliti mengikuti reading pada ruang pembacaan hasil foto. Hasil

foto tersebut kemudian diambil gambarnya dengan kamera digital.

K. Jenis Analisis Data Statistik

Untuk mengetahui Mengetahui Hubungan Uji IgG Anti-TB pada Penderita

TB Paru dengan Gambaran Primer Kompleks TB pada Foto Thorax digunakan

teknik analisis chi Kuadrat dengan alternatifn uji Fisher jika syarat uji Chi

Kuadrat tidak dipenuhi. Data diolah dengan SPSS (Statistical Product and

Product Solution) 16.0 for windows.

Page 40: HUBUNGAN UJI IgG ANTI-TB DENGAN FOTO THORAX GAMBARAN  PRIMER KOMPLEKS TB PADA PENDERITA TB PARU

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Data Hasil Penelitian

Data hasil penelitian berupa berupa data nominal yaitu hasil uji IgG anti-TB

dengan gambaran foto thorax primer kompleks TB. Hasil dari pemeriksaan

dapat dilihat di tabel berikut:

Tabel 2. Hasil Uji IgG anti-TB dengan gambaran primer kompleks TB

No Nama Primer Kompleks TB

IgG anti-TB

1 Tedi + -2 Rifki + -3 Abdul Aziz + -4 Reynald + -5 Eko - -6 Adi - -7 Junita + -8 Rifki + -9 Syafira + -

10 Ade - -11 Reva + -12 Restu + -13 Raka + -14 Rizky + -

Page 41: HUBUNGAN UJI IgG ANTI-TB DENGAN FOTO THORAX GAMBARAN  PRIMER KOMPLEKS TB PADA PENDERITA TB PARU

15 Mayangsari - -16 Oktaviani - -17 Dinda + -18 Putra + -19 Nathaniel - -20 Amir + -21 Fadhil + -22 Reynandra - -23 Zakaria - -24 Wahyu + -25 Budi + -26 Luthfi + -27 Ivan + -28 Lifvia + -29 Dewa + -30 Oktavian + -

Tabel 3. Nilai Frekuensi PKTB dan IgG Anti-TB

Dari Tabel yang ada didapatkan ada 22 atau sebesar 73,3% anak yang

memiliki gambaran Primer Kompleks TB dan 8 atau sebesar 26,7% orang yang

negatif. Hasil dari IgG anti-TBnya semuanya negatif

B. Analisis Data

Dalam menentukan uji statistik yang akan digunakan dalam suatu

penelitian adalah: (1) Menentukan uji statistik sesuai dengan metodologi

penelitian yang digunakan, (2) Menentukan skala variabel yang digunakan, (3)

data berpasangan atau tidak berpasangan, (4) Jumlah Kelompok, (5) Syarat uji

parametrik dan uji non-parametrik. Hal ini sesuai dengan tabel uji hipotesis

yang dapat menentukan sebagian besar uji statistik yang digunakan dalam

suatu penelitian.

Page 42: HUBUNGAN UJI IgG ANTI-TB DENGAN FOTO THORAX GAMBARAN  PRIMER KOMPLEKS TB PADA PENDERITA TB PARU

Tabel 4. Tabel Uji hipotesis

Pertama-tama kita masukkan data di tabel 2x2 untuk

Dalam penelitian ini menggunakan uji Chi kuadrat, jika syarat-syaratnya

dipenuhi, yaitu nilai expected dari tabel 2x2 kurang dari 50%. Jika syarat ini

tidak dipenuhi, maka digunakan uji Fisher untuk mengetahui hubungan antara

dua variabel di atas.

Dikarenakan setelah pengolahan data ditemukan nilai expected tabel 2x2

lebih dari 50%, maka syarat uji Chi kuadrat tidak dipenuhi. Oleh karena itu,

digunakan uji alternatifnya, yaitu uji Fisher.

Dari hasil penelitian didapatkan nilai sig. dari uji Fisher sebesar p=0.281.

Nilai ini terletak pada p>0.05, hal ini menunjukkan tidak ada hubungan antara

dua variabel penelitian, yaitu Primer kompleks TB dengan IgG anti-TB.

Dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan tidak terdapat hubungan antara

primer kompleks TB pada foto thorax dengan IgG anti-TB.

BAB V

(Tabel uji Hipotesis Statistika untuk Kedokteran dan Kesehatan)

Page 43: HUBUNGAN UJI IgG ANTI-TB DENGAN FOTO THORAX GAMBARAN  PRIMER KOMPLEKS TB PADA PENDERITA TB PARU

PEMBAHASAN

Tuberculosis merupakan penyakit infeksi yang masih banyak terdapat di

Indonesia. Penyakit ini memiliki kecenderungan untuk menginfeksi siapapun,

baik anak maupun dewasa. Berbagai macam organ dapat terinfeksi oleh kuman ini

mengingat kemampuannya yang dapat mengelabui sistem kekebalan tubuh dari

orang yang diinfeksi dikarenakan banyaknya senjata kuman dari membran sel

hingga adanya kemampuan menginaktivasi fungsi fisiologis dari sistem imun

(Aditama, 2006).

Salah satu dari manifestasi dari infeksi ini adalah TB paru. TB paru

bersifat kronis dan dapat menjadi masalah kesehatan yang buruk bagi orang yang

terinfeksi, seperti kegagalan pertumbuhan pada anak dan mengakibatkan

kerusakan paru yang luas pada penderita dewasa serta infeksi millier yang ditakuti

pada kedua kelompok tersebut (Price dan Wilson, 2003). Salah satu gejala dari

infeksi TB pada dewasa adalah batuk, sedangkan pada anak dapat batuk, keringat

malam, dan berat badan menurun. Jenis tes yang dapat digunakan secara rutin

adalah foto thorax, sedangkan pemeriksaan baru yang dapat digunakan adalah IgG

anti-TB (Amin dan Bahar, 2006).

Manifestasi penyakit dapat diidentifikasi melalui foto Rontghen dan IgG yang

dapat dideteksi dalam darahnya. Foto rontghen memperlihatkan gambaran primer

kompleks TB yang memperlihatkan lymphadenopathy dan adanya infiltrat

dilapang pandang paru. Sedangkan pada pemeriksaan IgG akan dapat dinilai

dengan kit yang ada.

Page 44: HUBUNGAN UJI IgG ANTI-TB DENGAN FOTO THORAX GAMBARAN  PRIMER KOMPLEKS TB PADA PENDERITA TB PARU

Dari uji Fisher didapatkan nilai hubungan yang tidak bermakna (p=0.281)

antara Primer kompleks TB dengan IgG anti TB. Secara teoritis, ketika tubuh

manusia terinfeksi TB dan mulai timbulnya gejala yang menyebabkan keluhan

pada penderita sehingga berobat ke dokter, terdapat waktu tenggat minimalnya

tiga minggu, di mana sudah terbentuk istem imun adaptif, seperti Sistem imun

seluler dan humoral. Namun, pada penelitian ini, didapatkan hasil yang

menunjukkan hasil yang berbeda dengan teori tersebut.

Hasil IgG anti TB mendapatkan hasil negatif, hal ini kemungkinan

disebabkan karena:

1. IgG anti-TB cenderung menghasilkan hasil negatif dikarenakan belum

berkembangnya sistem imun pada anak, sehingga proses sistem imun

spesifik belum terbentuk dengan sempurna, yang akan berimbas pada

pembentukan IgG yang ada di dalam tubuh.

2. Dalam menghadapi infeksi TB, tubuh cenderung melawan dengan sistem

imun spesifik seluler yang akan menghancurkan kuman tersebut di dalam

sel maupun yang di luar sel karena sifat bakteri yang berkembang

intraseluler. Dalam menanggapi sinfeksi ini, tubuh akan lebih

mengembangkan sistem imun seluler. Sebagai contoh sel NK

mengeluarkan IFN-γ, sel dendritik yang mengeluarkan IL-12, IL-18, IL-

23, Sel makrofag yang menghasilkan IL-12 yang akan mempresentasi

antigen ke Sel T, dan IFN-α serta IFN-β. Hasil sekresi sitokin dari ketiga

sel ini akan merangsang perkembangan Sel T0 menjadi subset imun

Page 45: HUBUNGAN UJI IgG ANTI-TB DENGAN FOTO THORAX GAMBARAN  PRIMER KOMPLEKS TB PADA PENDERITA TB PARU

selulernya menjadi Th1 yang akan lebih jauh menghasilkan IFN-γ

(Robins, 2004; Palomino, 2007).

3. IFN-γ diperlukan di dalam mengeliminasi bakteri karena bakteri ini

mengeluarkan mekanisme pertahanan yang akan menghambat proses

fagositosis dari makrofag dengan cara: (1) Menghambat proses

pengasaman fagosom dengan menghambat pompa asam, (2) beberapa

molekul di dinding sel bakteri seperti LAM, dan phenolic glycolipid

merupakan scavenger oxidant, (3) adanya TACO (Tryptophan Aspartate

Coat Protein) akan menghambat maturasi dari fagosom. Semua

mekanisme pertahanan ini akan dilawan dengan IFN-γ.

4. Sifat infeksi kuman TB yang intraseluler, mengakibatkan sedikit

bergunanya sistem imun humoral sebagai sistem perlindungan. Dalam

pembentukan IgG anti-TB di dalam tubuh, diharuskan pada pengenalan

antigen oleh APC, disekresikan IL-4 untuk merangsang sel plasma

menghasilkan IgG anti-TB (Palomino, 2007).

5. Karena kecenderungan dari mekanisme tubuh dalam menghadapi infeksi

menggunakan sistem imun seluler, maka akan berimbas pada rendahnya

sekresi IL-4 yang berfungsi memacu pembentukan IgG anti-TB, sehingga

pada pasien ditemukan sedikit IgG anti-TB yang dapat dideteksi dengan

menggunakan serological rapid test.

6. Pada pemeriksaan dengan IgG anti-TB, tidak semua antigen dari kuman

TB terdapat pada lane pemeriksaan. Yang paling sering digunakan adalah

antigen A60. Ketika terinfeksi oleh kuman TB, tidak semua antibodi

Page 46: HUBUNGAN UJI IgG ANTI-TB DENGAN FOTO THORAX GAMBARAN  PRIMER KOMPLEKS TB PADA PENDERITA TB PARU

dihasilkan sesuai dengan antigen pada dinding sel dari kuman TB, dan

spesifisitas dari antibodi berbeda pada tiap pasien (Okuda et al., 2004).

Hal ini, memungkinkan juga menjadi penyebab dari timbulnya hasil

negatif pada pemeriksaan.

7. Kemungkinan ada rekasi anergi, yang akan berimbas pada penghambatan

pembentukan sistem imun adaptif yang terhambat, sehingga

menyebabkan kekurang reaktifan terhadap antigen (Dorland, 2006).

Reaksi ini salah satunya dipengaruhi oleh keadaan malnutrisi pada anak,

seperti pada Kekurangan Energi Protein dimana proses pembentukan IgG

anti-TB akan tertekan.

Dalam melakukan diagnostik secara imunologis yang banyak dilakukan salah

satunya adalah dengan metode ELISA (Enzyme-linked immunosorbent assay).

Prosedur ini dilakukan dengan alat plat mikrotiter plastik yang umumnya terdiri

dari 96 sumur, sehingga mempermudah analisis simultan pada spesimen multipel.

Suatu antibodi reagen dilapiskan di dasar sumur, kemudian ditambahkan sampel

dari pasien, dan jika terdapat antigen, sampel akan berikatan dengan antibodi fase

padat (penangkapan) di dalam sumur. Antibodi kedua (detektor) kemudian

ditambahkan, yang juga dapat bereaksi dengan antigen tersebut, yang sebelumnya

sudah dilapisi dengan label enzim. Setelah pencucian antigen kedua yang tidak

berikatan, substrat untuk enzim ditambahkan ke dalam sumur, yang kemudian

akan menghasilkan produk berwarna yang kemudian dihitung secara kuantitatif

dengan menggunakan spektrofotometri (Sacher dan McPherson, 2000).

Page 47: HUBUNGAN UJI IgG ANTI-TB DENGAN FOTO THORAX GAMBARAN  PRIMER KOMPLEKS TB PADA PENDERITA TB PARU

Prosedur ELISA ini memiliki tingkat sensitivitas yang lebih tinggi

dibandingkan dengan metode pemeriksaan dengan ICT yang digunakan dalam

penelitian ini. Namun, pemeriksaan ini memiliki kekurangan, yaitu biayanya yang

sangat mahal serta waktu pengerjaan yang lebih lama dibandingkan dengan ICT.

Selain itu, prosedur pelaksanaannya juga jauh lebih sukar dibandingkan ICT, oleh

karena itu, dibutuhkan petugas laboratorium yang sangat terlatih (Palomino,

2007). Dikarenakan sebab-sebab diatas, di Indonesia pemeriksaan ini masih

jarang dilakukan terkecuali terbatas untuk penelitian saja.

Hasil dari pemeriksaan radiologis juga terjadi mis-interpretasi, hasil ini

disebabkan karena beberapa hal mulai dari faktor tehnik pengambilan gambar dan

pembacannya. Beberapa hal tersebut antara lain (Srinivasan, 2008):

1. Kesalahan dalam menginterpretasi radiological shadow, yang paling sering

terjadi dan menimbulkan overdiagnosis.

2. Pengambilan gambar pada fase expirasi, yang akan menimbulkan

pelebaran mediastinal yang jelas, dan meningkatnya prominensia hilus dan

kurvatura trachea dan pelebaran dari sudut karina. Yang akan

menimbulkan hasil positif palsu.

3. Manubrium sterni yang menonjol, batas lateral dari vertebra thorax dapat

memproyeksikan radiografi dada terputar dan menyebabkan lebih terlihat

menonjol, sehingga sering menimbulkan positif palsu.

4. Bayangan mediastinum superior seperti timus, bayangan jantung, dan

fissura interlobaris (minor fissure) normal terlihat pada anak-anak dapat

menimbulkan positif palsu.

Page 48: HUBUNGAN UJI IgG ANTI-TB DENGAN FOTO THORAX GAMBARAN  PRIMER KOMPLEKS TB PADA PENDERITA TB PARU

5. Hasil dari cetakan film yang hipolusens di seluruh lapangan paru dapat

menyebabkan interpretasi normal dari hasil roentghen yang akan

menimbulkan hasil negatif.

6. Perjalanan penyakit yang disertai infeksi saluran pernafasan akut atas

maupun bawah, yang akan menyebabkan interpretasi menjadi

underdiagnosis menjadi infeksi biasa.

Dari hasil penelitian ini, didapatkan tidak ada hubungan antara primer

kompleks TB dengan IgG anti-TB.

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Page 49: HUBUNGAN UJI IgG ANTI-TB DENGAN FOTO THORAX GAMBARAN  PRIMER KOMPLEKS TB PADA PENDERITA TB PARU

Dari hasil Penelitian ini didapatkan tidak ada hubungan antara IgG anti-TB

dengan Primer Kompleks TB pada foto thorax pada penderita TB paru.

B. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan penentuan jumlah IgG anti-TB

di dalam tubuh penderita secara kuantitatif dengan metode ELISA untuk

mengetahui hubungan yang lebih akurat antara foto thorax dengan IgG

anti-TB.

2. Hasil Pemeriksaan IgG anti-TB pada anak cenderung untuk menimbulkan

negatif palsu dari pada pemeriksaan foto thorax yang telah menjadi standar

pemeriksaan.Sebaiknya test ini tidak dilakukan pada pasien anak

mengingat prosedur ini bersifat invasif dikarenakan harus mengambil

darah dengan punctie vena yang akan menimbulkan trauma pada anak dan

hasil tes nya yang cenderung negatif serta biayanya yang relatif mahal.

Daftar Pustaka

Aditama Yoga T., Soedarsono, Thabrani Zubaedah, Wiryokusumo Hadi S.,Sembiring Hilaludin, Ngurah Rai Ida Bagus, et al. 2006. Tuberkulosis:Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: PDPI.

Ahmad Zuber, Pandey DK., Beg Mujahid. 2002. Role of Anti-A60 IgG AntibodiesIn Diagnosis of Tuberculosis Lymphadenitis. Indian Journal ofTuberculosis: 49; 101.

Amin Zulkifli, Bahar Asril. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Tuberculosis Paru. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas kedokteran Universitas Indonesia.

Page 50: HUBUNGAN UJI IgG ANTI-TB DENGAN FOTO THORAX GAMBARAN  PRIMER KOMPLEKS TB PADA PENDERITA TB PARU

______. 2009. BBKPM Surakarta: Prosedur Diagnosis TB anak saat ini.

Bartolini A., Strohmeyer M., Bartalesi F., Messeri D., Tortoli E., Farese A., et al.2003. Evaluation of a rapid Immunochromatographic test for serologicdiagnosis of tuberculosis in Italy. European Society of ClinicalMicrobiology and Infectious Disease, CMI, 9, 632-639.

Catanzano Tara M., Curtis Anna. Primary tuberculosis. disitasi dari:www.emedicine. medscape. com/article/358610-overview. Pada tanggal :20 Agustus 2009.

Dahlan, M. Sopiyudin. 2003. Statistika untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Arkans.

Dorland. 2000. Kamus kedokteran Dorland. Edisi: 29. Penerbit buku kedokteran EGC.

Epstein Matthew D., Schluger Neil W., Davidow Ami L., Bonk Stanley., RomWilliam N., et al. 1998. Time to Detection of Mycobacterium tuberculosisin sputum culture correlates with outcome in patients receiving treatmentfor pulmonary tuberculosis. Chest: 113

Global Tuberculosis Control 2009: Epidemiology, Strategy, Financing. WHOreport: 2009. eBook.

Joo Jeong Yeon, Soo Lee Kyun. 2008. Pulmonary tuberculosis: Up-to-DateImaging and Management. American Journal Of Roentghenology: 191.

Julian Esther, Matas Lurdes, Perez Andres, Alcaide Jose, Laneele MarieAntoinette, Luquin Marina. 2002. Serodiagnosis of Tuberculosis:Comparison of Imunoglobulin A (IgA) Response to sulfolipid I with IgGand IgM responses to 2,3-Diacyltrehalose, 2,3,6-triacyltrehalose, andCord Factor Antigens. Journal of Clinical Microbiology: 40; 10.

Kresno, Siti Boedina. 2001. Imunologi: Diagnosis dan Prosedur Laboratorium. Edisi keempat. Balai Penerbit FKUI: Jakarta,

Merino Jose M, Alvarez Teresa, Marrero Manuel, Anso Sara, Elvira Ana, Iglesias Gemma, Gonzalez Jose B. 2001. Microbiology of Pediatric Primary Pulmonary Tuberculosis. Chest 2001; 119:1434–1438.

Okuda Yoshinari, Maekura Ryoji, Hirotani Atsusi, Kitada Seigo, YoshimuraKenji, Hiraga Touru, et al. 2004. Rapid Serodiagnosis of active

Page 51: HUBUNGAN UJI IgG ANTI-TB DENGAN FOTO THORAX GAMBARAN  PRIMER KOMPLEKS TB PADA PENDERITA TB PARU

pulmonary Mycobacterium tuberculosis by analysis of result from multiple antigenspesific tests. Journal of Clinical Microbiology: 42;3.

Palomino Juan Carlos, Leao Sylvia Cardoso, Rittaco Viviana. 2007. Tuberculosis 2007 from basic science to patient care. eBook.

Perkins Mark D., Conde Marcus B., Martins Marneili, Kritski Afranio L. 2003.Serologic Diagnosis of Tuberculosis using simple CommercialMultiantigen Assay. Chest : 123; 107-112.

Price Sylvia A., Wilson Lorraine M. 2003. Patofisiologi, Konsep Klinis proses-proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC.

Rasad, Sjahriar. 2006. Radiologi Diagnostik. Edisi kedua. Jakarta : FKUI.

Robbins Stanley L., Cotran Ramzi S., Kumar Vinay. 2004. Buku Ajar Pathology.Edisi 7. Jakarta : EGC.

Sacher Ronald A., McPherson Richard A. 2000. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Jakarta: EGC

Sastroasmoro Sudigdo, Ismael Sofyan. 2002. Dasar-Dasar metodologi Penelitian Klinis. Edisi ke-2. Jakarta: Sagung Seto.

Soo Lee Kyung, Sik Song Koun, Hwan Lim Tae, Nyun Kim Pyo, Young Kim Il,Ho Lee Byoung. 1993. Adult-Onset Pulmonary Tuberculoss : Findings onchest Radiographs and CT scans. American Journal ofRoentghenology:160.

Srinivasan S. 2008. Pitfalls in the diagnosis of pulmonary primary complex in children. Indian Paediatrics. pdf.

Sugiyono. 2006. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.