Meningitis Bakterial
-
Upload
rizkauliaher -
Category
Documents
-
view
71 -
download
0
description
Transcript of Meningitis Bakterial
MENINGITIS BAKTERIAL
Definisi dan Epidemiologi
Meningitis bakterialis adalah infeksi purulen akut di dalam ruang subarachnoid. Meningitis
bakterialis sering disertai dengan peradangan parenkim otak, atau disebut juga
meningoensefalitis.
Meningitis pertama kali ditemukan tahun 1805 pada saat terjadi wabah di Geneva, Swiss. Setiap
tahun kejadian ini semakin meningkay, menurut WHO diperkirakan ada 223.000 kasus baru pada
tahun 2002. Kejadian meningitis terbanyak terdapat di Afrika yang dikenal dengan ‘Sabuk
Meningitis’ dan Arab Saudi. Dilaporkan pada tahun 1996 terjadi wabah meningitis yang
menyebabkan 250.000 orang terinfeksi dan sebanyak 25.000 jiwa di antaranya meninggal dunia.
Di Indonesia, angka kejadian tertinggi pada umur antara 2 bulan sampai dengan 2 tahun. Insidens
meningitis bakterialis pada neonates adalah sekitar 0,5 kasus per 1000 kelahiran hidup. Penyakit
ini menyebabkan angka kematian yang cukup tinggi (5-10%). Hampir 40% diantaranya
mengalami gejalas sisa berupa gangguan pendengaran dan defisit neurologi.
Etiologi
Bakteri Patogen < 3 bulan 3 mo - < 18yo 18-50 yo >50 yo
Streptopcoccus grup B +
E. coli +
Listeria monocytogenes + +
Neiseseria meningitides + +
Streptococcus pneumonia + + +
Haemophilus influenza +
Patogenesis
Pertama-tama bakteri berkolonisasi dan menyebabkan infeksi lokal pada inang. Kolonisasi dapat
terbentuk pada kulit, nasofaring, saluran pernapasan, saluran pencernaan, atau saluran kemih dan
genital. Dari tempat ini, bakteri akan menginvasi submukosa dengan menghindari pertahanan
inang (seperti barier fisik, imunitas lokal, fagosit/makrofag) dan mempermudah akses menuju
sistem syaraf pusat (SSP) dengan beberapa mekanisme: Invasi ke dalam aliran darah
(bakteremia) dan menyebabkan penyebaran secara hematogen ke SSP, yang merupakan pola
umum dari penyebaran bakteri. Penyebaran melalui kontak langsung, misalnya melalui sinusitis,
otitis media, malformasi kongenital, trauma, inokulasi langsung selama manipulasi intrakranial.
Sesampainya di aliran darah, bakteri akan berusaha menghindar dari pertahanan imun
( misalnya: antibodi, fagositosis neutrofil, sistem komplemen). Kemudian terjadi penyebaran
hematogen ke perifer dan organ yang letaknya jauh termasuk SSP.
Pada akhirnya akan terjadi jejas pada endotel vaskular dan terjadi peningkatan permeabelitas
BBB sehingga terjadi perpindahan berbagai komponen darah ke dalam ruang subarachnoid. Hal
ini menyebabkan terjadinya edema vasogenik dan peningkatan protein LCS. Sebagai respon
terhadap molekul sitokin dan kemotaktik, neutrofil akan bermigrasi dari aliran darah menuju ke
BBB yang rusak sehingga terjadi gambaran pleositosis neutrofil yang khas untuk meningitis
bakterial. Peningkatan viskositas LCS disebabkan karena influk komponen plasma ke dalam
ruang subarachnoid dan melambatnya aliran vena sehingga terjadi edema interstitial, produk-
produk degradasi bakteri, neutrofil, dan aktivitas selular lain yang menyebabkan edema
sitotoksik. Edema serebral tesebut sangat bermakna dalam menyebabkan tekanan tinggi intra
kranial dan pengurangan aliran darah otak/cerebral blood flow (CBF). Metabolisme anaerob
terjadi dan mengakibatkan peningkatan konsentrasi laktat dan hypoglycorrhachia.
Hypoglycorrhachia merupakan hasil dari menurunnya transpor glukosa ke LCS. Jika proses yang
tidak terkendali ini tidak ditangani dengan baik, dapat terjadi disfungsi neuronal sementara atau
pun permanen
Penyebaran & Cara Penularan
Penyebaran penyakit ini terjadi dari manusia ke manusia, melalui udara pernapasan dan percikan
liur. Kontak erat dan lama seperti berbagi makanan dan minuman, tinggal di daerah yang padat
dan tertutup, gizi buruk, batuk atau bersin yang tidak ditutup.
Gejala & Tanda
Rentang waktu dari awal infeksi sampai timbul gejala adalah 10-14 hari. Dua atau tiga hari
sebelum timbul gejala meningitis , biasanya didapatkan gejala infeksi saluran pernapasan seperti
demam, batuk, dan pilek. Gejala meningitis menjadi khas dengan adanya demam tinggi dan
kekakuan pada leher. Sakit kepala, mual, dan muntah juga dapat terjadi. Selain itu, dapat terjadi
kejang (40%), mengantuk berlebihan, sulit konsentrasi, photophobia (takut sorotan cahaya
terang), dan phonophobia (takut atau terganggu dengan suara keras).
Pada bayi, gejala meningitis lebih sulit diketahui. Selain demam tinggu, umumnya bayi yang
terserang meningitis menjadi rewel, menangis terus, muntah, tidak mau makan, tidak mau
menyusu. Pada keadaan lanjut, anak menjadi lemah dan pendiam, sesak napas, dan badan
menjadi kaku.
Alur Diagnostik
Anamenesis
Awitan gejala akut (<24 jam) disertai trias meningitis : demam, nyeri kepada hebat dan kaku
kuduk. Gejala lain, yaitu : mual, muntah, fottofobia, kejang fokal atau umum, gangguan
kesadaran. Mungkin dapat ditemukan riwayat infeksi paru-paru, telinga, sinus atau katup
jantung. Pada bayi dan neonates, gejala bersifat nonspesifik seperti demam, iritabilitas, letargi,
muntah, dan kejang. Mungkin dapat ditemukan riwayat infeksi maternal, kelahiran premature,
persalinan lama, ketuban pecah dini.
Pemeriksaan Fisik dan Neurologis
a. Kesadaran : bervariasi mulai dari irritable, somnolen, derilium, atau koma
b. Suhu tubuh ≥ 38 oC
c. Infeksi ekstrakranial : sinusitis, otitis media, mastoiditis, pneumonia (port d’entrée)
d. Tanda rangsang meningeal : kaku kuduk, kernig, brudzinski I dan II.
e. Peningkatan tekanan intracranial : penurunan kesadaran, edema papil, refleks cahaya
pupil menurun, kelumpuhan N.VI, postur deserebrasi, dan refleks cushing (bradikardi,
hipertensi, dan respirasi irregular)
f. Defisit neurologic fokal : hemiparesis, kejang fokal maupun umum, disfasia atau afasia,
paresis saraf cranial terutama N.III, N.IV, N.VI, N.VII, N.VIII.
Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan biokimia dan sitologi cairan serebrospinalis (CSS)
- Keruh atau purulen
- Protein meningkat
- Leukosit meningkat (1000-5000 sel/mm3)
- Glukosa menurun ( <40mg/dL)
- Rasio glukosa CSS : serum ≤ 0,4 (sensitivitas 80%, spesifisitas 98% untuk diagnosis
penyakit ini pada pasien usia > 2bulan )
b. Pewarnaan Gram cairan serebrospinalis
- Sensitivitas 60-90%, spesifitas ≥ 97%
c. Kultur cairan serebrospinalis
- Identifikasi kuman
- Butuh waktu lama (48 jam)
d. PCR
- Sensitivitas 100%, spesifitas 98,2%
e. Kultur darah
- Dilakukan segera untuk mrngidentifikasi organism penyebab.
f. CT scan kepala
- Pada permulaan penyakit, CT scan normal
- Adanya eksudat purulen di basal, ventrikel yang mengecil disertai edema otak, atu
ventrikel yang membesar akibat obstruksi cairan serebrospinalis.
- Bila penyakit berlanjut, dapat terlihat adanya daerah infark akibat vaskulitis
- Indikasi CT scan sebelum LP : defisit neurologis fokal, kejang pertama kali, edema
papil, penuruan kesadaran, dan penekanan status imun
g. MRI kepala
- Lebih baik dibandingkan dengan CT scan dalam menunjukkan daerah edema dan
iskemi di otak.
- Penambhan kontras gadolinium menunjukan “diffuse meningeal enhancement”
Preventif
Pencegahan dibagi 2 cara yaitu dengan kemoprofilaksis dan imunisasi.
a. Kemoprofilaksis untuk N.meningitidis meningitis
Semua individu yang tinggal serumah dan petugas kesehatan yang kontak dengan
penderita perlu diberi kemoprofilaksis. Karena peningkatan resistensi terhadap
sulfonamid maka obat pilihannya adalah rifampin, ceftriaxone, ciprofloxacin. Sulfonamid
digunakan sebagai profilaksis pada keadaan tertentu di mana patogen tersebut masih
sensitif. Bahkan setelah kemoprofilaksis adekuat, kasus sekunder dapat terjadi sehingga
orang yang kontak dengan penderita harus segera mencari pertolongan medik saat timbul
gejala pertama kali. Dosis rifampin 600 mg peroral tiap 12 jam selama 2 hari.
b. Kemoprofilaksis untuk HIB meningitis
Rifampin dengan dosis 20 mg/kg/hari untuk 4 hari dianjurkan kepada individu yang
kontak dengan penderita HIB meningitis. Jika anak usia 4 tahun atau lebih muda kontak
dengan penderita maka anak tersebut harus diberi profilaksis tanpa memedulikan status
imunisasinya. Yang dimaksud dengan ‘kontak’ adalah seseorang yang tinggal pada
rumah yang sama dengan penderita atau seseorang yang telah menghabiskan 4 jam atau
lebih waktunya per hari dengan penderita tersebut selama 5-7 hari sebelum diagnosis
ditegakkan. Jika 2 atau lebih kasus HIB meningitis terjadi pada anak yang mendatangi
tempat pelayanan kesehatan maka petugas kesehatan dan anak-anak lain perlu diberi
profilaksis.
c. Imunisasi
Imunisasi massal di seluruh dunia terhadap infeksi HIB telah memberikan penurunan
dramatis terhadap insidensi meningitis. FDA (Food and Drug Administration) telah
meluncurkan vaksin konjugasi pneumococcal yang pertama (Prevnar) pada April 2000.
Semua bayi dianjurkan untuk menerima imunisasi yang mengandung antigen dari 7
subtipe pneumococcal. Gambar 9. Contoh vaksin HIB (Act-HIB) Vaksin quadrivalent
meningococcal dapat diberikan bersama kemoprofilaksis saat adanya wabah. Vaksin
quadrivalent yang mengandung antigen subgrup A, C, Y, W-135 dianjurkan untuk
kelompok resiko tinggi termasuk penderita dengan imunodefisiensi, penderita dengan
asplenia anatomik atau fungsional, defisiensi komponen terminal komplemen. Vaksin ini
terdiri dari 50 mcg polisakarida bakteri yang telah dimurnikan. The Advisory Committee
on Imunization Practices (ACIP) menganjurkan penggunaan vaksin ini untuk siswa
sekolah yang tinggal di asrama-asrama.
Penatalaksanaan
Terapi antimikroba empiris
Deksametason
Deksametason sebaiknya diberikan 10-20 menit sebelum, atau bersamaan dengan dosis pertama
antimikroba, dengan dosis 0,15 mg/kg setiap 6 jam selama 2-4 hari. Terapi ini direkomendasikan
terutama pada pasien meningitis dewasa akibat pneumococcus, atau pada pasien dengan tingkat
keparahan sedang- berat (GCS ≤ 11). Pemberian dilanjutkan lebih dari 4 hari hanya jika
perwarnaan gram CSS menunjuka hasil diplococcus gram-negatif, atau jika kultur darah atau
CSS positif untui S.pneumoniae.
Pemeriksaan CSS ulang harus dilakukan pada setiap pasien yang tidak berespons secara klinis
setelah pemberian terapi antimikroba selama 48 jam.
Prognosis
Kematian akibat meningitis terjadi pada 20% penderita, meningkat jika terdapat penurunan
kesadaran, awitan kejang dalam 24 jam pertama, tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial,
usia muda (<1 tahun), atau usuia > 50 tahun, serta adanya kondisi yang memperberat, misalnya
syok, keterlambatan diagnosis dan terapi. Sekuelae terjadi pada 25% kasus, antara lain berupa
penurunan fungsi intelektual, gangguan memori, kejang, penurunan pendengaran, serta gangguan
gaya berjalan.