MEDIAKOM - kemkes.go.id · Para suami juga dapat ... coba pijat payudara untuk menemukan apakah ......
-
Upload
truonghanh -
Category
Documents
-
view
223 -
download
2
Transcript of MEDIAKOM - kemkes.go.id · Para suami juga dapat ... coba pijat payudara untuk menemukan apakah ......
OKTOBER 2014 • Edisi 52 • MEDIAKOM 1 • •
Etalase
Penanggung Jawab:
drg. Murti Utami, MPH
Pemimpin Redaksi:
drg.Rarit Gempari, MARS
Sekretaris Redaksi:
Sri Wahyuni, S.Sos,MM
Redaktur/Penulis:
Zahrotiah, S.Sos, M. Kes,
Busroni S.IP, Prawito, SKM, MM
Resty Kiantini, SKM, M.Kes,
Giri Inayah,S.Sos,MKM,
Anjari Umarjianto,S.Kom,
Awallokita Mayangsari,SKM,
Waspodo Purwanto, Hambali,
Eko Budiharjo,
Juni Widiyastuti, SKM,
Dessyana Fa’as, SE, Desain Grais & FotoGrafer: drg. Anitasari, S,M,
Wayang Mas Jendra,S,Sn,
Sekretariat:
Endang Retnowaty, Iriyadi,
Zahrudin
Alamat Redaksi:
Pusat Komunikasi Publik,
Gedung Kementerian
Kesehatan RI, Ruang 109, Jl.
Hr Rasuna Said Blok X5 Kav.
4-9 Jakarta, 12950
Telp: 021-5201590, 52907416-9
Fax: 021-5223002,52960661
Call Center: 021-500567
Email: [email protected]
SUSUNANREDAKSIMEDIAKOM
Semula Eka Sri Utami (33) tak berencana memberikan air susu ibu secara
eksklusif pada bayinya. Semasa hamil dia justru sibuk mencari-cari susu
formula yang tepat untuk anak pertamanya. Tapi semua berbalik setelah
Raza Prasetyo keluar dari rahimnya 20 bulan lalu. “Entah kenapa saat
saya melahirkan, ketika bayi saya menyentuh payudara pertama kali,
saya seperti dapat hidayah. Saya merasa bersalah. Untuk menebus rasa bersalah
saya harus kasih ASI eksklusif,” kata Eka.
Eka yang semasa hamil tidak menyempatkan diri mencari tahu tentang seluk
beluk pemberian ASI eksklusif pun kemudian mulai membaca informasi seputar
pemberian air susu ibu. “Setelah 1,5 bulan saya baru cari-cari informasi, mumpung
masih longgar juga karena masih cuti,” katanya. Masa awal memberikan ASI
bukan hal mudah bagi Eka. “Karena ada kendala internal, saya enggak punya
puting. Jadi akhirnya ditarik-tarik, terus pas anaknya nenen ternyata makin dia isep
akan keluar semacam puting jadi masih bisa,” katanya.
Karena tempat kerja Eka tidak memiliki fasilitas untuk ibu menyusui, awalnya
dia memerah ASI di toilet. Tapi kemudian ia merasa tak enak hati dengan kawan-
kawan kerjanya karena sering meninggalkan ruangan.”Fasilitas menyusui sama
sekali enggak ada. Toilet cuma dua dan ramai terus. Jadi akhirnya kalau merah
di meja kerja, sambil mengenakan apron,” katanya. “Soalnya enggak boleh juga
sering-sering tinggalin meja kerja... Sebagai PR Manager enggak enak hati
sama tim kalau sering bolak-balik keluar, jadi mending mompa di ruangan meski
kantornya terbuka dan ada cowok juga,” tambah dia.
Kisah di atas menjelaskan kepada kita beberapa makna tentang fenomena
orang tua memberikan ASI kepada bayinya. Pertama; orang tua harus mempunyai
pengetahuan yang cukup tentang ASI dari awal sebelum hamil, bahkan lebih
bagus sejak muda-mudi sebelum menikah. Jika hal ini terjadi, niscaya akan lebih
baik lagi prosesi pemberian ASI kepada para bayi, karena beberapa kendala
akan segera teratasi sebelumnya. Kedua; mesti tersedia fasilitas memerah ASI
disetiap tempat kerja yang higienis. Berarti Badan publik / unit kerja/ pemberi kerja
harus menyediakan tempat memeras ASI dan tempat penyimpan sebelum dibawa
pulang. Seluruh kisah bagaimana lika-liku menyediakan ASI untuk sang buah hati
secara utuh kami sajikan pada rubrik media utama. Selanjutnya, kami ketengahkan
pula aneka berita ringan kesehatan yang bermanfaat untuk pembaca. Selamat
menikmati.•Redaksi
BELAJAR ASI
ALA
SRI EKA UTAMI
drg. Murti Utami, MPH
• • 2 MEDIAKOM • Edisi 52 • OKTOBER 2014
4
Daftar IsiINFO SEHAT 4-6- Makan Ikan Cegah Kehilangan Pendengaran
- Cegah & Kenali Kanker Payudara
KOLOM 7-9- Anjing “Menggila”, Rabies Mengancam
MEDIA UTAMA 10-23- Kini, Ibu Semakin Sadar Kebaikan Asi
- Siasat ASI Eksklusif Para Ibu Bekerja
- Memperluas Jangkauan Pelayanan
PERISTIWA 24-35- Atasi Dehidrasi dengan Gemzar
- BPOM Temukan Obat dan Kosmetik Ilegal di 154 Sarana Produksi
- Bahu Membahu Cegah Bunuh Diri
- Menkes Tinjau Rumah Sakit Vertikal
- Kemkes Berikan Penghargaan untuk Rumah Sakit Vertikal Terbaik
- Menkes: Gunakan Antibiotik Secara Rasional
- Misi Kesehatan Haji Siaga Antisipasi Penyakit Menular
- Tenaga Kesehatan Haji Siaga Layani Jemaah
REFORMASI BIROKRASI 36-37- JKN Ubah Mindset Budaya Kerja
TEROBOSAN 38-41- Melawan Ebola Dengan Robot
- Calon-Calon Vaksin Penangkal Ebola
POTRET 42-49- drg. Tini Suryanti Suhandi, M.Kes
- drg. Usman Sumantri, M.Sc
UNTUK RAKYAT 50-51- DPR Minta Penjelasan Soal Peserta JKN
- DPR Dorong Pembentukan BKKBD
DARI DAERAH 52-63- Kiat Hidup Sehat dan Bahagia Warga Senduro
- Goes Untuk Masyarakat Lumajang Sehat
- Ponirin, Juru Malaria Desa Tak Kenal Lelah Dari Jember
- Gemas Tabumil Sukorejo Dorong Ibu Dan Bayi Sehat Selamat
- Santri Husada Untuk Masyarakat Pesantren Sehat
KUIS 64-65
LENTERA 66-67- Tobatan Nasuha
- Belajar Hidup
RESENSI 68-69
13
32
34
27
24
OKTOBER 2014 • Edisi 52 • MEDIAKOM 3 • •
SURAT PEMBACA
38
42
52
56
Bertanya Seputar JKN
Apakah JKN masih berlaku? Apakah
peserta PBI itu mendapatkan
fasilitas dan perlakuan yang bagus?”
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
merupakan program pemerintah
yang dikelola BPJS Kesehatan
masih berlaku hingga saat ini yang
didasari UU SJSN, UU BPJS, dan
Perpres No.111 Tahun 2013 tentang
Jaminan Kesehatan.
Peserta PBI akan mendapatkan
pelayanan yang sesuai dengan
peraturan perundang-undangan
yang telah ditetapkan oleh legislatif
dan eksekutif.
-------------------------------------------------
Bagaimana mengurus kartu JKN pak?
Untuk mengurus kartu JKN atau
kepesertaan BPJS Kesehatan, Ibu
bisa mendatangi langsung kantor
BPJS Kesehatan dengan membawa
fotocopy KTP, pas photo 3x4 2 lembar
berwarna, dan Kartu keluarga atau Ibu
bisa melalui mendaftarakan secara
online melalui website www.bpjs-
kesehatan.go.id serta mendaftarkan
melalui KCU Bank Mandiri, BNI, dan
BRI dengan membawa kelengkapan
berkas tersebut di atas.
-------------------------------------------------
Saya ingin tahu info ttg TB Paru
Elita (SMS: 085297391xxx)
TB paru adlh penyakit paru
yg disebabkan o/ bakteri
Mycobacterium tuberculosis yg
masuk kedlm saluran nafas.
Kemenkes mnetapkn regulasi:
Kepmenkes No.364 Th 2009 tntg
Pedoman Penanggulangan TB,
Permenkes No.565 Th 2011 tentang
Stratnas Pengendalian TB 2010-
2014, dan Permenkes No.13 Tahun
2013 tentang Pedoman Manajemen
Terpadu Pengendalian Tuberkulosis
Resistan Obat.
SMS Center (081281562620)
persyaratan pendaftaran JKN dan
alamat bpjs terdekat
Rosmiyati (SMS: 081316302xxx)
Ibu menyiapkan fotokopi KTP,
fotokopi Kartu Keluarga dan pas foto
berwarna ukuran 3 x 4 sebanyak
2 lembar, dan untuk alamat BPJS
Jakarta Barat berada di Jl. Palmerah
Barat 353 Blok B No.4, Komplek
Kampus Widuri atau Ibu bisa melalui
mendaftarakan secara online melalui
website www.bpjs-kesehatan.go.id
serta mendaftarkan melalui KCU
Bank Mandiri, BNI, dan BRI dengan
membawa kelengkapan berkas
tersebut di atas.
SMS Center (081281562620)
-------------------------------------------------
sama ga antara BPJS dan JKN?trus
saya harus daftar yg mana,,klo
di daerah bekasi,kantor,y daerah
mana?terimakasih
BPJS dan JKN sama saja
dikarenakan JKN (Jaminan
Kesehatan Nasional) yang
merupakan program pemerintah
yang diselenggarakan oleh BPJS
Kesehatan (Badan Penyelenggaran
Jaminan Sosial). Jika bapak
mendaftarkan diri sebagai
peserta BPJS Kesehatan, maka
bapak menjadi bagian di dalam
pelaksanaan program JKN. Untuk
menjadi peserta BPJS Kesehatan,
bapak menyiapkan fotokopi KTP,
fotokopi Kartu Keluarga dan pas foto
berwarna ukuran 3 x 4 sebanyak
2 lembar, dan untuk alamat BPJS
Kesehatan KC Kota Bekasi berada
di Jl. A Yani (Ruko Bekasi Mas Blok
C No.2) Bekasi 17141, Telp : (021)
8847071, Hotline Services : 0812
8582705 atau Bapak bisa melalui
mendaftarakan secara online melalui
website www.bpjs-kesehatan.go.id
serta mendaftarkan melalui KCU
Bank Mandiri, BNI, dan BRI dengan
membawa kelengkapan berkas
tersebut di atas.
Hasil studi yang
dipublikasikan di
American Journal
of Clinical Nutrition
menunjukkan bahwa
konsumsi ikan dua
porsi atau lebih
setiap pekan bisa
membantu mengurangi risiko kehilangan
pendengaran pada perempuan.
“Kehilangan pendengaran
angka kejadiannya tinggi dan sering
menimbulkan kondisi kesehatan kronis,”
kata Sharon Curhan dari Brigham and
Womens Hospital di Boston.
“Walaupun kemerosotan
pendengaran seringkali dianggap
sebagai aspek tak terelakkan dari
penuaan, identiikasi beberapa faktor risiko yang bisa diubah telah
memberi pandangan baru mengenai
kemungkinan pencegahan atau
penundaan kehilangan pendengaran,”
kata Curhan, yang memimpin studi
tentang nutrisi yang dikandung ikan itu.
Studi baru itu meneliti kaitan antara
konsumsi seluruh dan jenis tertentu
ikan, Omega-3 asam lemak tak jenuh
ganda (Polyunsaturated
Fatty Acids/PUFA), dan
kehilangan pendengaran
yang dilaporkan sendiri
oleh perempuan.
Dari 65.215
perempuan
yang diikuti
perkembang-
annya dari
tahun 1991
sampai 2009, sebanyak 11.606 kasus
kehilangan pendengaran dilaporkan.
Menurut hasil studi, ketika
dibandingkan dengan perempuan yang
jarang mengkonsumsi ikan, perempuan
yang makan ikan, dua porsi atau
lebih setiap pekan, memiliki risiko 20
persen lebih rendah untuk kehilangan
pendengaran.
Ketika diteliti secara individu,
konsumsi lebih banyak jenis ikan
tertentu memiliki kaitan dengan risiko
kehilangan pendengaran.
Konsumsi lebih banyak Omega-3
PUFA berantai panjang juga berkaitan
dengan risiko kehilangan pendengaran.
“Konsumsi setiap jenis ikan --seperti
tuna, atau kerang-- cenderung memiliki
hubungan dengan risiko yang lebih
rendah,” kata Curhan seperti dilansir
kantor berita Xinhua.
Ia menambahkan temuan itu
menunjukkan bahwa makanan adalah
hal yang penting dalam pencegahan
kehilangan pendengaran.•
MAKAN IKANCEGAH KEHILANGAN PENDENGARAN
INFO SEHAT
• • 4 MEDIAKOM • Edisi 52 • OKTOBER 2014
CEGAH &
KENALI
KANKER
PAYUDARA
Kanker payudara
merupakan
jenis kanker
pembunuh
perempuan
kedua setelah
kanker serviks
(kanker mulut atau leher
rahim) di Indonesia. Deteksi
dini pertumbuhan sel
abnormal pada payudara
bisa menekan dampak
penyakit ini.
Sampai sekarang
belum diketahui secara
pasti penyebab kanker
payudara. Menurut statistik,
kebanyakan penderita
kanker payudara adalah
perempuan berusia 50
tahun lebih. Faktor risiko
penyakit ini antara lain
riwayat penyakit dalam
keluarga, dan gaya hidup,
seperti kebiasaan makan
makanan yang mengandung
bahan kimia atau bersifat
karsinogen, alkohol, atau
merokok.
Salah cara yang bisa
dilakukan untuk mencegah
kanker payudara adalah
menerapkan pola makan
yang sehat karena menurut
perkiraan satu dari tiga
kasus kanker payudara
berhubungan dengan
pola makan. Pola makan
yang baik akan membantu
mempertahankan sistem
kekebalan tubuh, yang
merupakan pencegah
penyakit paling ampuh.
Konsumsi makanan
yang sehat seperti makanan
yang kaya serat dapat
membantu menurunkan
kadar prolaktin dan
estrogen, yang kemudian
dapat menekan fase
lanjut dari karsinogenesis
(pembentukan kanker).
Selain itu, mengurangi
makanan berlemak jenuh
juga dapat membantu
menurunkan risiko.
Sayur-sayuran yang kaya
vitamin A seperti wortel, labu
siam, ubi jalar, dan sayur-
sayuran berdaun hijau tua
seperti bayam, kangkung
dan sawi hijau mungkin
juga dapat membantu
menurunkan risiko.
DETEKSI DINI
Deteksi dini sangat
penting dalam penanganan
kanker payudara. Kematian
yang tinggi akibat penyakit
ini antara lain disebabkan
oleh kurangnya kesadaran
untuk mendeteksi gejala.
Penderita umumnya
mengetahui adanya
gangguan dan berkonsultasi
ke dokter setelah ada
keluhan-keluhan yang
berat, yang sering kali
berarti kanker sudah dalam
stadium lanjut. Padahal,
apabila penyakit ini sulit
disembuhkan ketika sudah
sampai stadium lanjut.
Indikasi keberadaan
kanker ini antara lain bisa
dilihat dari adanya benjolan
pada daerah payudara,
meski belum tentu semua
benjolan di sini adalah
kanker.
OKTOBER 2014 • Edisi 52 • MEDIAKOM 5 • •
Indikasi lainnya adalah
adanya benjolan pada
bagian ketiak, rasa nyeri
pada payudara, perubahan
warna atau tekstur payudara,
dan puting tertarik ke dalam
areola atau daerah di sekitar
puting susu yang berwarna
coklat. Pada beberapa
kasus, kanker payudara
juga dideteksi dari keluarnya
cairan berwarna kekuningan,
kehijauan atau bernanah
dari puting susu.
Para perempuan bisa
melakukan pemeriksaan
pada payudara secara
teratur (Periksa Payudara
Sendiri/Sadari) untuk
mendeteksi penyakit ini.
Pemeriksaan dianjurkan
dilakukan satu bulan sekali,
empat sampai tujuh hari
setelah menstruasi.
Gerakan Sadari dapat
dilakukan suami pada istri.
Para suami juga dapat
mengingatkan istri agar
melakukan pemeriksaan
Sadari secara teratur.
Diagnosis kanker
payudara bisa berdampak
pada kondisi psikologis
penderita. Pada tahap
lanjut, dampak emosi
dan psikologis dapat
menyebabkan seorang
penderita kanker mengalami
depresi, dan ini dapat
memperburuk keadaannya.
Dukungan dari keluarga
atau teman sangat penting
untuk membantu mereka
menghadapi kanker.
Bergabung dengan
kelompok penderita kanker
payudara juga bisa sangat
membantu menumbuhkan
semangat. Yayasan Kanker
Indonesia dapat membantu
pasien bergabung dengan
kelompok penderita, berbagi
semangat untuk melawan
kanker payudara.•
Kebanyakan
penderita kanker
payudara adalah
perempuan berusia
50 tahun lebih.
Faktor risiko
penyakit ini antara
lain '
riwayat penyakit
dalam keluarga, dan gaya
hidup.
Saat duduk atau berdiri
coba pijat payudara untuk
menemukan apakah
ada benjolan yang
mencurigakan. Raba daerah
ketiak sampai perut untuk
memeriksanya.
Pemeriksaan bisa dilakukan dengan cara sebagai berikut:
Berdiri di depan cermin
dengan posisi bahu
lurus dan kedua tangan
di pinggang. Perhatikan
apakah ada perubaan isik payudara Anda, misalnya
perubahan bentuk, ukuran
atau warna payudara.
Angkat kedua tangan ke
atas dan perhatikan kembali
apakah ada perubahan isik payudara yang tampak.
Tekan puting susu dan lihat
apakah ada cairan yang
keluar dari puting susu.
Berbaring dan raba
payudara bagian kanan
dengan tangan kiri dan
sebagainya. Buat pola
memutar dan rasakan
apakah pada payudara
terdapat benjolan dan
lainnya.
INFO SEHAT
• • 6 MEDIAKOM • Edisi 52 • OKTOBER 2014
Dokter Ni Ketut
Yudyaratna,
M.Kes, Kepala
Puskesmas
Karambitan
2 Kabupaten Tabanan,
Provinsi Bali menuturkan
masyarakat di daerahnya
lebih suka melepas anjing
piaraan. Alasanya, anjing
rumahan yang diikat
cenderung agresif menggigit
manusia bila sewaktu-
waktu dilepas. Selain itu,
anjing yang diikat harus
sering diajak jalan-jalan
oleh tuanya. Jadi, para tuan
itu harus mengalokasikan
waktu khusus, padahal tidak
semua pemilik anjing senang
berjalan-jalan dengan
piaraannya itu.
“Sekalipun demikian,
masyarakat Bali sudah
semakin sadar dan
bertanggung jawab atas
kesehatan, khususnya dari
gigitan anjing. Sampai saat
ini saya belum mendapat
laporan masyarakat yang
meninggal karena rabies.
Sebab mereka sudah
memiliki kesadaran yang
tinggi. Bahkan ketika ada
yang tergigit anjing mereka
langsung ke puskesmas
minta vaksin anti rabies
(VAR),” ujar dokter yang
menunjukkan tanggung
jawab dan kesadaran
masyarakat sangat tinggi
akan kesehatan,” ujar Eka.
Kesadaran masyarakat
akan ancaman rabies
memang selayaknya
terus ditingkatkan, karena
meskipun penyakit ini sudah
dikenal lama, tetap saja
mengancam kesehatan
masyarakat, bukan saja
di Indonesia, namun
juga di seluruh dunia.
Bahkan untuk menjaga
kewaspadaan akan
bahayanya, dibuat hari
khusus untuk peringatan
bahaya rabies, yakni setiap
tanggal 28 September.
28 September diperingati
sebagai Hari Rabies
Sedunia. Sebuah hari
peringatan yang mengaitkan
pada penyakit zoonosis,
yakni penyakit yang menular
dari hewan ke manusia.
Saat ini, sekitar 150
negara telah terjagkit rabies,
dan sekitar 55.000 orang
setiap tahun meninggal
karena penyakit anjing
gila ini. Lebih dari 15 juta
orang yang tergigit hewan
penular rabies di dunia,
yang terindikasi, telah
mendapatkan pengobatan
proilaksis vaksin anti rabies (VAR) untuk mencegah
timbulnya rabies.
Sekitar 40 % dari orang
yang digigit hewan penular
rabies adalah anak anak
di bawah usia 15 tahun.
Sampai saat ini belum
terdapat obat yang efektif
untuk menyembuhkan
rabies. Angka kematian
kasusnya jika sudah
terjangkit adalah 100 %.
Akan tetapi rabies dapat
dicegah dengan pengenalan
dini gigitan hewan penular
rabies dan pengelolaan/
penatalaksanaan kasus
gigitan/pajanan sedini
mungkin. Jumlah kasus
rabies pada manusia rata-
rata per tahun di beberapa
negara Asia antara lain
KOLOM
ANJING “MENGGILA”, RABIES MENGANCAM Oleh Prawito *
AN
TA
RA
Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaya Purnama (kiri) menyapa
komunitas pecinta anjing ketika menghadiri peringatan Hari Rabies Sedunia di taman Langsat, Jakarta, Minggu (28/9). Kegiatan tersebut
diselenggarakan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai
penyakit rabies dan langkah-langkah pencegehan untuk mewujudkan Indonesia bebas rabies tahun 2020
akrab dipanggil dr. Ratna itu.
Tingginnya kesaadaran
masyarakat Kabupaten
Tabanan akan kesehatan
dan ancaman anjing gila
dibenarkan oleh Bupati
Tabanan, Ni Putu Eka
Wiryastuti.
“Pernah suatu ketika
pembantu saya tergigit
anjing di rumah, Dia
langsung lari ke puskesmas
minta vaksin anti rabies,
padahal seluruh anjing
di rumah semua sudah
divaksinasi. Respon ini
OKTOBER 2014 • Edisi 52 • MEDIAKOM 7 • •
INFO SEHAT
• • 8 MEDIAKOM • Edisi 52 • OKTOBER 2014
seiring dengan kasus GHPR,
namun terlihat belum pernah
sesuai dengan jumlah
kasus GHPR nya setiap
tahun. Seperti di tahun 2009
GHPR jumlah 45.466 kasus
dan VAR 35.316, terdapat
selisih 10.150 kasus yang
belum mendapatkan VAR.
Sedangkan tahun 2010
terdapat 14.916 kasus, tahun
2011 terdapat 12.167 kasus,
tahun 2012 ada 10.419
kasus dan tahun 2013
meningkat kembali menjadi
15.077 kasus yang belum
tervaksinasi.
Dari data di atas ada
beberapa pertanyaan
yang menggelayut seperti:
mengapa vaksinasi VAR
tidak sejumlah kasus GHPR?
apakah tidak tercukupi
vaksin VAR terhadap kasus
GHPR? dan apakah kasus
GHPR yang tak tervaksinasi
VAR tersebut terjadi di
provinsi-provinsi yang
memang bebas rabies ?
Upaya pemberian VAR
sangat menentukan agar
kasus GHPR tidak terlanjur
menjadi LYSSA (rabies
pada Manusia) yang nota
bene virus rabiesnya sudah
menyerang otak dan tingkat
kematiannya 100 %. Dari
gambaran di atas terlihat
sejak tahun 2009 hingga
tahun 2013 jumlah kasus
India 20.000 kasus, China
2.500 kasus, Filipina 20.000
kasus, Vietnam 9.000 kasus
dan Indonesia168 kasus.
BAGAIMANA DI INDONESIA?
Ada tiga indikator yang
digunakan dalam memantau
upaya pengendalian Rabies,
yaitu : Kasus GHPR (Gigitan
Hewan Penular Rabies),
kasus GHPR teridikasi yang
diberi Vaksin Anti Rabies
(VAR), dan jumlah kasus klinis
Lyssa/Rabies. Situasi ketiga
indikator tersebut terlihat tren
nya seperti pada graik 1. Gigitan Hewan Penular
Rabies (mis.Anjing) di daerah
endemis Rabies segera
dilakukan penanganan yang
serius jika tidak berlanjut
ke situasi yang fatal.
Gambaran di atas tentang
GHPR di Indonesia dari
tahun 2009 ke tahun 2013
memperlihatkan tren yang
cenderung meningkat dengan
titik kulminasinya pada tahun
2012 (84.750 kasus). Dari
sejumlah kasus GHPR
tersebut, sesuai Juknis
penanganan GHPR perlu
dilakukan Vaksinasi dengan
VAR (Vaksin Anti Rabies).
Gambaran di atas,
menjelaskan pemberian
VAR cenderung meningkat
LYSSA cenderung menurun,
mulai dari 195 kasus menjadi
119 kasus.
Melihat kasus LYSSA
di atas muncul pertanyaan
yang menggelitik, antara lain
apakah kejadian penurunan
LYSSA terkait dengan
pemberian VAR, seperti
terlihat dari tahun 2009 ke
tahun 2012 pemberian VAR
meningkat dan diikuti oleh
penurunan kasus LYSSA?
Jika “ya”, hal yang
menarik adalah mengapa
tahun 2012 sampai tahun
2013 terjadi penurunan
pemberian VAR tidak
menyebabkan meningkatnya
kasus LYSSA? bahkan jika
dilihat dari jumlah GHPR
yang tidak mendapat VAR
terjadi peningkatan pula dari
10.419 kasus menjadi 15.077
kasus. Tentu, memerlukan
kajian lebih mendalam untuk
faktor pemicu lain yang ikut
berperan. Tantangan buat
sejawat peneliti zoonosis
untuk mengkaji lebih detail.
Monggo...!
SEBARAN LYSSA PROVINSI
Lyssa/rabies pada
manusia terjadi jika virus
rabies sudah menginfeksi
susunan syaraf tepi lalu
ke susunan syaraf pusat
di Otak, sehingga harapan
hidup penderita sangat
tipis. Distribusi kasus Lyssa
menurut provinsi seperti
pada tabel di bawah ini.
Gambaran tabel kasus
LYSSA di atas menunjukkan
bahwa sejak tahun 2010
hingga tahun 2013 masih
terdapat 4 Provinsi yang
kasusnya meningkat, yaitu:
Provinsi Riau, Sulawesi
Utara, Gorontalo dan
Sulawesi Tenggara. Dari ke
4 Provinsi tersebut tenyata
peningkatan ‘ekstrem’ terjadi
KOLOM
Sumber : Subdit. Pengendalian Zoonosis, Dit. PPBB, Ditjen PP& PL,
Kemenkes RI, 2014
GAMBAR 1.
GHPR, VAR dan LYSSA di Indonesia Tahun 2009-2013
1. Segera cuci luka dengan air mengalir serta
menggunakan sabun atau detergen.
2. Kemudian segera bawa ke pusat kesehatan atau rabies
center untuk pemberian vaksin anti rabies (VAR).
3. Lanjutkan terus pengobatan dengan melakukan
pemeriksaan.
4. Karena masa inkubasi rabies lama, sehingga perlu
waktu 2 minggu untuk melihat hasil suntikan vaksin,
apakah ada gejala-gejala seperti di atas.
5. Jika positif, maka harus kembali diulang pemberian
vaksinnya selama 4 tahapan (mulai nol lagi, hari ke-7,
hari ke-14 dan diberi vaksin booster pada hari ke-60).
6. Akan lebih baik jika ditambah dengan pemberian
serum anti rabies (SAR).
7. Jika mengikuti tahapan tersebut, peluang sembuhnya
tinggi karena memotong jalur virus ke otak.
Tahapan penanganan GHPR adalah sbb:
OKTOBER 2014 • Edisi 52 • MEDIAKOM 9 • •
pada provinsi Sulawesi Utara
dari 10 kasus menjadi 30-35
kasus. Mengapa bisa terjadi,
tampaknya perlu kajian lebih
dalam lagi.
PENGENDALIAN RABIES
Sepuluh negara yang
tergabung dalam ASEAN
(termasuk Indonesia)
pada Pertemuan Menteri
Pertanian dan Kehutanan ke
34 (TheThirty Fourth Meeting
of The ASEAN Ministers on
Agriculture and Forestry)
pada tanggal 27 September
tahun 2012 di Vientiane,
Lao PDR telah bersepakat
dan mendeklarasikan untuk
bebas rabies pada tahun
2020. Di Indonesia dari 34
Provinsi yang ada, hanya
10 provinsi yang dinyatakan
BEBAS RABIES, sisanya 24
Provinsi Endemis.
Pemeritah berkomitmen
dalam pengendalian
Zoonosis prioritas
(Rabies,Flu Burung,
Leptospirosis, Antraks, Pes
dan Brusellosis) ditandai
dengan dterbitkannya
Peraturan Presiden Nomor
30 Tahun 2011 tentang
Pengendalian Zoonosis.
Kemudian dibentuk Komisi
Nasional Pengendalian
Zoonosis tingkat Pusat,
Komisi Daerah (Komda)
Pengendalian Zoonosis
Koordinasi lintas sektor
seluruh pemangku
kepentingan dalam
perencanaan, pelaksanaaan,
monitoring dan evaluasi
serta perumusan
kebijakan pengendalian
zoonosis terpadu sesuai
dengan pendekatan
“SATU KESEHATAN”
(ONE HEALTH) dalam
pengendalian Zoonosis.
Khusus untuk
pengendalian rabies,
Pemerintah Indonesia
sebagai anggota Asean
bersama 9 negara Asean
lainnya menandatangani
Provinsi dan Komda
Pengendalian Zoonosis
Kabupaten/Kota.
Komnas dan Komda
ini merupakan wadah
deklarasi Asean bebas
rabies pada tahun 2020.
Deklarasi tersebut
dilakukan pada pertemuan
Menteri Pertanian dan
Kehutanan Asean ke 34
pada September 2012 di
Vientiane, Lao PDR.
Adapun sasaran
pengendalian rabies menuju
eliminasi rabies 2020 pada
manusia meliputi: cakupan
proilaksis Pra Pajanan /P PraP (Pre Exposure
Prophilaxis) pada kelompok
risiko tinggi sebesar 100%
dan cakupan proilaksis paska paparan / P PasP
(Post Exposure Prophilaxis)
100 % kasus gigitan
terindikasi yang dilaporkan.
STRATEGI ELIMINASI RABIES 2020
Untuk mencapai tujuan
percepatan Indonesia
eliminasi rabies tahun 2020,
diterapkan strategi terpadu
dengan pendekatan prinsip
”Satu Kesehatan” (One
Health) sebagai berikut: 1)
advokasi dan sosialisasi,
2) penguatan peraturan
perundangan dan kebijakan,
3) komunikasi risiko, 4)
peningkatan kapasitas, 5)
imunisasi masal pada HPR
anjing oleh Kementerian
Pertanian, 6) manajemen
populasi HPR anjing oleh
Kementerian Pertanian, 7)
proilaksis Pra dan Paska pajanan/ gigitan dengan
VAR dan tatalaksna kasus
pada manusia, 8) penguatan
surveilans dan respons
terpadu, 9) penelitian
operasional,10)Kemitraan
(pelibatan masyarakat, LSM,
tokoh agama, perusahaan
dan internasional).• *(Dari berbagai sumber
dan tulisan Evida-Debe)
Sumber : Subdit. Pengendalian Zoonosis, Dit. PPBB, Ditjen PP& PL, Kemenkes RI, 2014
NO PROVINSI 2010 2011 2012 20131 NAD 0 2 0 1
2 SUMUT 35 31 18 5
3 SUMBAR 5 7 14 8
4 RIAU 2 6 0 12
5 JAMBI 3 0 0 0
6 SUMSEL 2 0 1 0
7 BENGKULU 0 6 3 3
8 LAMPUNG 3 0 1 0
9 BANTEN 0 0 0 0
10 JABAR 1 0 1 0
11 BALI 82 23 8 1
12 NTT 25 12 7 6
13 SULUT 10 26 35 30
14 GORONTALO 2 3 6 8
15 SULTENG 3 21 4 8
16 SULTRA 0 5 3 12
17 SULSEL 4 0 9 6
18 SULBAR 5 0 0 1
19 KALSEL 0 2 0 0
20 KALTENG 1 2 5 0
21 KALTIM 0 1 0 2
22 MALUT 1 6 3 5
23 MALUKU 21 31 19 11
JUMLAH 206 184 137 119
DISTRUBUSI KASUS LYSSAmenurut provinsiTahun 2009 – 2013
Bombardir iklan susu formula pernah
menjadi ancaman. Ibu-ibu di Indonesia
sempat termakan iklan yang amat
provokatif bahwa susu formula lebih baik
untuk bayi mereka ketimbang Air Susu
Ibu (ASI). Iklan-iklan itu hadir seolah-olah
didukung dengan kampanye pemerintah
soal 4 Sehat 5 Sempurna yang
memasukkan susu sebagai penyempurna
hidup sehat.
“Ibu mana yang tidak mau kalau anaknya bisa pintar
seperti yang ada di iklan susu formula?” kata salah satu
pendiri Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) Selvie Amalia.
“Itu iklan pembodohan. Anak tidak bisa langsung pintar
gambar misalnya hanya dengan minum susu. Iklan-iklan susu
juga tidak mencantumkan bahayanya padahal konsumen
harus diberi tahu resikonya,” tambah Selvie.
Lalu terkait kampanye 4 Sehat 5 Sempurna, lanjut Selvie,
minum susu yang disebut dalam kampanye tersebut sebagai
penyempurna justru membuat anak menjadi jarang makan.
“Karena kampanye itu, orang akhirnya harus minum susu
padahal kalau minum susu anak jadi jarang makan. Tetapi
sekarang kampanye tersebut sudah diubah menjadi pola gizi
seimbang,” jelasnya.
Selvie mengingatkan bahwa susu formula pada awalnya
dibuat karena kebutuhan saat dulu terjadi perang. Susu
formula, katanya, hanya pengganti karena saat itu sangat
emergensi, banyak ibu-ibu yang meninggal.
Sementara saat ini, kondisi genting seperti itu sudah lewat.
Selvie mengatakan bahwa ibu-ibu seharusnya paham bahwa
menyusui bukan sekedar
memberikan ASI pada bayi
mereka, tetapi juga sarana
memperkuat ikatan bathin
dengan sang anak.
“Ada unsur kedekatan
ibu dengan anak, ada
kenyamanan, rasa aman,
dan rasa sayang saat ibu
menyusui anaknya karena
ketika menyusui langsung ibu
memeluk bayinya dan saling
pandang,” kata Selvie.
“Di situlah terjadi proses
kasih sayang yang semakin
mengikatkan hubungan ibu
dan anak,” tambahnya.
Sementara dari
segi manfaat, Selvie
mengungkapkan bahwa
ASI memiliki nutrisi dengan
kandungan antibodi yang
tinggi.
“Kalau ibunya sedang
sakit, akan membentuk
antibodi. Dan antibodi itu
keluar melalui ASI yang
diminum bayinya. Semakin
ibu menyusui anaknya,
semakin bayi terlindungi dari
berbagai penyakit. Kalau
anak tidak disusui malah
bisa lebih parah,” jelas
Selvie.
“ASI itu cairan hidup yang
menyesuaikan kebutuhan
si bayi. Ia berubah seiring
dengan kebutuhan bayi,”
tegas Selvie yang juga
menjabat sebagai Kepala
Divisi AIMI itu.
PERAN AIMIMaka, pada tahun
2007 terbentuklah AIMI
sebagai kelompok para ibu
pendukung gerakan ASI.
AIMI beranggotakan ibu-ibu
yang berasal dari berbagai
macam profesi.
AIMI tidak hanya
berjuang agar
mengkampanyekan
pentingnya pemberian ASI
tetapi juga membuka ruang
konsultasi bagi ibu-ibu.
Sebagai asosiasi ibu
menyusui pertama berskala
nasional, AIMI sudah
• • 10 MEDIAKOM • Edisi 52 • OKTOBER 2014
[MEDIA UTAMA]
KINI, IBUSEMAKIN SADAR KEBAIKAN ASI
memiliki cabang-cabang di 12
daerah di Indonesia.
“Kami hadir untuk
empowering mother. Dulu
sudah banyak organisasi tapi
concern pada kesehatan dan
tidak fokus pada menyusui.
Setelah AIMI mulai bergerak
dan banyak kegiatan, kini
orang-orang juga sudah tambah
banyak bergerak membuat
komunitas sendiri,” tutur Selvie.
AIMI berawal dari sebuah
milis ASI yang terbentuk tahun
2006. Setelah beberapa kali
melakukan kopdar, tercetus
untuk membuat sebuah
asosiasi. Pada saat itu,
kata Selvie, akses internet
masih terbatas sementara
mereka ingin bergerak untuk
meningkatkan kesadaran
pentingnya ASI bagi Indonesia.
“Terlontar pikiran kalau
misalnya ibu-ibu yang
tergabung dalam milis masih
beruntung punya akses internet
sehingga mendapatkan
informasi yang baik,” ujar
Selvie.
OKTOBER 2014 • Edisi 52 • MEDIAKOM 11 • •
SEMAKIN SADAR KEBAIKAN ASI
“Tapi permasalahannya,
ASI bukan soal ibu saja
yang berperan namun
juga lingkungan, keluarga,
termasuk negara. Kami ingin
gerakan nyata tidak hanya
sekedar sharing, ini harus
ada wadahnya. Ini tantangan,
kami memang bergerak
bukan untuk sendiri tapi
bangsa ini,” tambahnya.
Sebagai asosiasi, AIMI
menggelar banyak kegiatan
seperti program rutin berupa
kelas edukasi, penggalangan
dana, pendampingan,
konsultasi, dan lainnya.
Seiring berjalannya
waktu, kesadaran ibu untuk
memberi ASI kepada bayinya
semakin meningkat. Maka
tantangan AIMI saat ini, ujar
Selvie, adalah mendorong
industri formula agar
melakukan pemasaran yang
santun.
“Masalah di Indonesia
saat ini, pemasaran
sudah tidak etis. Sasaran
mereka ibu-ibu, maka kami
perjuangan agar mereka
melakukan pemasaran yang
santun dan menghargai
bahwa seharunya bayi
menyusui pada ibunya,” jelas
ibu dua anak itu.
Ia juga berharap agar
pemerintah pusat maupun
daerah memberi dukungan
misalnya berupa peraturan
daerah untuk mendukung ibu
menyusui.
“Target kami tidak muluk-
muluk, kami hanya ingin bayi-
bayi yang ada di ndonesia
dapat haknya dan ibu-ibu
menikmati proses itu, tidak
terpaksa,” kata Selvie.
“Kami juga mendorong
agar tenaga kesehatan bisa
lebih memberi dukungan
pada ibu-ibu,” tambahnya.
KESADARAN MENINGKAT
Selvie mengungkapkan
ibu di Indonesia semakin
sadar untuk memberikan Air
Susu Ibu (ASI) pada bayinya
yang berusia 0-6 bulan.
“Ibu-ibu kini semakin
sadar yang terbaik untuk
anaknya adalah susu ibu
sendiri,” kata Selvie
Meskipun begitu,
berdasarkan data
Kementerian Kesehatan
tahun 2013, tercatat baru 42
persen ibu di Indonesia yang
memberikan ASI kepada
anaknya.
Penerapan UU No 36
tahun 2009 tentang kesehatan
dan PP No 33 tahun 2012
tentang pemberian air susu
ibu eksklusif yang mengatur
tentang kewajiban orang tua
memberikan ASI masih harus
terus didorong agar angkanya
semakin meningkat.
Selvie mengatakan
bahwa masih banyak ibu-ibu
yang menganggap tabu
memberikan ASI di ruang
publik.
“Padahal itu lebih baik
daripada anaknya jejeritan
meminta ASI,” ujar Selvie.
Oleh sebab itu, kata
Selvie, AIMI terus mendorong
disediakannya tempat Ibu
untuk menyusui di ruang
publik. Selvie menjelaskan,
ruang menyusui idealnya
harus dilengkapi dengan
sofa yang nyaman, tempat
ganti baju bayi, tempat
cuci tangan dan untuk di
gedung perkantoran, harus
disediakan lemari es.
Sayangnya, di gedung-
gedung perkantoran belum
banyak disediakan ruang
menyusui khusus sehingga
ibu-ibu biasaya memerah ASI
di toilet atau ruang tertutup.
“Tapi kalau di fasilitas
umum seperti mall, bandara,
terminal, stasiun sudah
banyak, hanya saja ada yang
terawat dan tidak terawat,”
ujar Selvie.
Selvie menjelaskan
bahwa AIMI terus mendorong
agar di gedung perkantoran
terutama di pabrik-pabrik
memberikan kesempatan dan
ruang agar ibu bisa memerah
ASI untuk stok bayi mereka.
“Banyak buruh pabrik
terpaksa masih membeli
susu formula. Mereka tidak
punya uang cukup untuk
susu formula tetapi terpaksa
karena tidak dikasih waktu,”
kata Selvie.
Padahal kantor atau
pabrik turut merasakan
manfaatnya apabila karyawan
mereka bisa memberi ASI
ekslusif pada anaknya.
“Kalau ibu menyusui
anak jadi jarang sakit, ibu jadi
jarang bolos sehingga ibu jadi
fokus pada pekerjaannya.
Kalau ibu menyusui anaknya
sampai dua tahun, anak
jadi sehat terus sehingga
karyawan relatif jarang izin
dengan alasan anak sakit,”
jelas Selvie.•
“Target kami tidak
muluk-muluk,
kami hanya ingin
bayi-bayi yang
ada di ndonesia
dapat haknya dan
ibu-ibu menikmati
proses itu, tidak
terpaksa.”
Selvie Amalia
HT
TP
://A
IMI-
AS
I.O
RG
[MEDIA UTAMA]
• • 12 MEDIAKOM • Edisi 52 • OKTOBER 2014
SIASAT ASI EKSKLUSIF PARA IBU BEKERJA
Semula Eka
Sri Utami
(33) tak
berencana
memberikan
air susu
ibu secara
eksklusif pada bayinya.
Semasa hamil dia justru
sibuk mencari-cari susu
formula yang tepat untuk
anak pertamanya. Tapi,
semua berbalik setelah Raza
Prasetyo keluar dari rahimnya
20 bulan lalu.
“Entah kenapa saat
saya melahirkan, ketika bayi
saya menyentuh payudara
pertama kali, saya seperti
dapat hidayah. Saya merasa
bersalah... Untuk menebus
rasa bersalah saya harus
kasih ASI eksklusif,” kata Eka.
Eka yang semasa
hamil tidak menyempatkan
diri mencari tahu tentang
seluk beluk pemberian ASI
eksklusif kemudian mulai
membaca informasi seputar
pemberian air susu ibu.
“Setelah 1,5 bulan saya baru
cari-cari informasi, mumpung
masih longgar juga karena
masih cuti,” katanya.
Masa awal memberikan
ASI bukan hal mudah bagi
Eka. “Karena ada kendala
internal, saya enggak punya
puting. Jadi akhirnya ditarik-
tarik, terus pas anaknya
nenen ternyata makin dia
isep akan keluar semacam
puting jadi masih bisa,”
katanya.
Saat harus kembali
bekerja di sebuah kantor
PR Agency di Kebayoran,
Jakarta Selatan, Eka
rutin memerah ASI dan
menyimpannya dalam botol-
botol di kulkas untuk stok.
Di kantornya Eka harus
beberapa kali memerah
ASI supaya bayinya yang
mengalami deisiensi Glukosa-6-Phosphat
Dehidrogenase (G6PD)--
defek enzim herediter dari
eritrosit-- punya cukup stok
ASI saat Eka bekerja.
Karena tempat kerja Eka
tidak memiliki fasilitas untuk
ibu menyusui, awalnya dia
memerah ASI di toilet. Tapi
kemudian ia merasa tak enak
hati dengan kawan-kawan
kerjanya karena sering
meninggalkan ruangan.
“Fasilitas menyusui
sama sekali enggak ada.
Toilet cuma dua dan ramai
terus. Jadi akhirnya kalau
merah di meja kerja, sambil
mengenakan apron,” katanya.
“Soalnya enggak boleh
juga sering-sering tinggalin
meja kerja... Sebagai PR
Manager enggak enak hati
sama tim kalau sering bolak-
balik ke luar, jadi mending
OKTOBER 2014 • Edisi 52 • MEDIAKOM 13 • •
mompa di ruangan meski
kantornya terbuka dan ada
cowok juga,” tambah dia.
Dia biasa menyimpan
botol-botol berisi ASI perahan
di kulkas yang ada di dapur
kantor dan membawanya
pulang ketika waktu kerja
usai.
Bulan Oktober sampai
November tahun lalu dia
mendapat tawaran jasa kurir
ASI dari satu perusahaan
penyedia jasa pengiriman
barang dan logistik yang juga
menyediakan layanan kurir
ASI.
“Aku termasuk salah satu
yang dapat layanan promosi,
bisa pakai jasa kurir gratis,”
katanya.
Selama masa itu, ia
menuturkan, kurir bisa
membawa ASI perahan dari
kantornya di daerah Blok M
ke rumahnya di Kramat Jati,
Jakarta Timur, dalam waktu
satu jam sehingga Raza bisa
menikmati ASI perahan yang
masih segar.
“Kurir bawa cooler bag...
dan itu satu jam sudah
sampai rumah. Lumayan,
sepertinya lebih segar,”
katanya.
Eka menjelaskan pula
bahwa saat beban dan
tekanan pekerjaan meningkat
kadang produksi ASInya
menurun. Dia berusaha
mengatasi masalah itu
dengan makan makanan
yang dia sukai dan melakukan
kegiatan-kegiatan yang
membuat hatinya senang.
“Kata orang makan sayur
katuk biar ASInya banyak,
tapi saya enggak mempan
karena saya enggak suka.
Jadi saya makan makanan
yang saya sukai saja, apa
saja, durian, jengkol, terus
nasi goreng,” katanya.
“Pokoknya saya berusaha
makan makanan bergizi yang
bikin hati seneng saja. Kalau
harus makan makanan yang
tidak kita sukai kan kita malah
jadi stres...dan itu ngaruh
banget ke produksi ASI,”
katanya.
Saat beban pekerjaan
banyak dan sudah mendekati
tenggat, Eka berusaha
menurunkan tingkat stres
dengan melakukan hal-hal
menyenangkan hatinya.
“Misalnya bawa karaoke...
Pokoknya makan dan
melakukan apapun yang
kita senangi. Kalau di kantor
banyak tekanan dari klien dan
deadline, cara saya supaya
enggak terlalu memikirkan
kerjaan saya dengar musik
saat mompa ASI dan yang
saya setel musik saya
sukai...,” jelasnya.
Seperti Eka, Rooslain
Wiharyanti juga harus
bersiasat supaya bisa
memberikan ASI eksklusif
kepada Deru Gandar
Ranukumbolo yang lahir 3
Mei 2010 dan Bara Murba
Tarumartani yang lahir 1 Juni
lalu.
Dia tidak banyak
menghadapi kesulitan pada
masa awal memberikan
ASI untuk Deru meski putra
pertamanya lahir cesar dan
dia tidak bisa melakukan
Inisiasi Menyusu Dini (IMD).
Deru sempat agak
kesulitan saat menyusu
karena belum menemukan
posisi yang enak dan belum
bisa mengemut puting
dengan benar, tapi masalah
itu teratasi dengan bantuan
suster dan bidan di rumah
sakit tempat Deru lahir.
“Untungnya suster
dan bidan di Rumah Sakit
Carolus, tempat Deru
lahir, sangat membantu,
membetulkan posisi sehingga
Deru dapat menyusu dengan
benar dan payudara saya
tidak pernah sakit yang
berarti sehingga mengganggu
kegiatan menyusui,” katanya.
Karena dia harus
kembali bekerja, dua bulan
sebelum masa tiga bulan cuti
melahirkannya berakhir dia
sudah mulai menyetok ASI
perahan.
Saat sudah kembali
bekerja, dia rajin memompa
ASI, minimal dua kali sehari.
“Waktu itu kantor
saya tidak menyediakan
ruangan khusus jadi saya
menggunakan ruangan
kosong yang ada. Kadang
di gudang, kadang di
perpustakaan, atau di
ruangan atasan yang
kosong,” katanya.
Rooslain mengatakan
bahwa beban pekerjaan dan
stres di tempat kerja kadang
membuat produksi ASInya
tidak sebanyak biasanya.
Namun kondisi itu tidak
banyak berpengaruh pada
stok ASI perahan dia.
“Kendala deadline
tidak terlalu berpengaruh
pada stok ASI, tapi lebih
ke kurangnya waktu yang
dihabiskan bersama
anak,” kata Rooslain, yang
memberikan ASI sampai
anak pertamanya, Deru,
berusia tiga tahun.
Sekarang, selama
menyusui anak keduanya,
Rooslain juga tidak banyak
menghadapi kendala berarti.
Dia tidak bisa melakukan
inisiasi menyusu dini karena
rumah sakit tempat Bara
lahir tidak mendukung
pemberian ASI eksklusif dan
tidak memperbolehkan bayi
dibawa ke luar ruangan bayi.
“Untuk menyusui juga
harus ibunya yang datang ke
ruang bayi. Jika tidak bisa,
HT
TP
://A
IMI-
AS
I.O
RG
[MEDIA UTAMA]
• • 14 MEDIAKOM • Edisi 52 • OKTOBER 2014
ASI perahan harus diserahkan
dalam botol susu dengan
jumlah dan ketentuan tertentu.
Tapi entah kenapa kendala-
kendala seperti itu bisa diatasi
dan tidak memengaruhi
kuantitas ASI saya,” katanya.
“Dibandingkan dengan
saat Deru, saat Bara stok
ASI Perahan selama cuti
lebih banyak karena dimulai
langsung setelah melahirkan
dan selama cuti. ASI yang
keluar saat melahirkan Bara
lebih banyak,” tambah dia.
Namun kadang, selama
bekerja, produksi ASInya
menurun sehingga stok ASI
perahan yang bisa dia bawa
pulang tidak sampai separuh
dari ASI yang dikonsumsi
Bara di rumah.
“Untungnya stok di rumah
lumayan, jadi belum ada
sistem kejar tayang, yang
diperah hari itu habis untuk
hari berikutnya,” katanya.
Masalah itu juga tidak
sampai membuat Rooslain
sampai harus mengirim ASIP
dari kantornya di Santa,
Kebayoran Baru, Jakarta
Selatan, ke rumahnya di
Cimanggis, Depok, yang
bisa ditempuh dalam
waktu satu sampai dua jam
menggunakan sepeda motor.
Dia berusaha mengatasi
penurunan produksi
ASI dengan menambah
porsi makan dan minum,
berusaha menghindari stres,
menjauhkan diri dari pikiran
negatif, curhat ke suami,
dan merapal mantra, “Pasti
cukup! Pasti cukup!”
Masalah Ria Desy
Saputra selama memberikan
ASI eksklusif untuk Audrey
Zhaira Friderika Razi (3,5 tahun) dan Muhammad
Rasyid Adhyatma Razi, yang
lahir 4 Juni lalu, lain lagi.
Keinginannya
memberikan ASI eksklusif
sempat terkendala pada
masa awal kelahiran putri
pertamanya pada 5 Mei 2011.
“Begitu lahir, jebret,
munculah kendala. Puting
lecet sampai berdarah. Luka
sesar belum pulih. Baby
blues. ASI tidak langsung
keluar, baru keluar pada hari
ketiga,” katanya.
Pada masa-masa panik
itu, suaminya Zen Isa,
memberi dia video-video
tentang cara menyusui yang
benar.
“Dari situ belajar cara
menyusui gimana, perlekatan
sudah bener enggak, posisi
badan bayi sudah bener
enggak. Dan karena puting
lecet berdarah dibelikan
nipple shield bantu saya
untuk susui. Terus pakai krim
untuk sembuhkan puting
yang lecet,” katanya.
Selain itu, produksi
ASInya melimpah sehingga
payudaranya sering
bengkak. Dia pun kemudian
menggunakan pompa untuk
memerah ASI, sekalian untuk
stok setelah bekerja. Setelah
masa cutinya habis dan
harus kembali bekerja, dia
memerah ASI di kantor.
“Karena di kantor enggak
ada ruang laktasi jadi pakai
ruang praktik dokter klinik.
Bawa tas ASI, pompa,
kemudian botol ASI dan
sama gel es,” kata Desy,
yang biasa menitipkan botol-
botol berisi ASI perahan ke
kulkas di ruang pimpinan
karena ruang kerjanya tak
dilengkapi kulkas.
ASI perahan tidak hanya
dia berikan untuk anaknya.
Kadang dia mendonorkan
ASI kepada teman atau
saudara yang membutuhkan.
Sewaktu menyusui
Zhaira, dia mendonorkan sebagian ASI kepada
saudara yang produksi
ASInya turun drastis setelah
minum obat maag akut.
“Waktu itu sampai kejar
tayang untuk donor karena
si bayi minumnya banyak
sekali,” kata Desy, yang
memberikan ASI kepada
Zhaira sampai usia dua tahun tiga bulan.
Ketika menyusui Rasyid,
produksi ASI dia jauh lebih
besar. Awal melahirkan dia
bisa memerah ASI sampai
lima botol bervolume 120
ml sampai 150 ml. Kali ini
dia juga menyumbangkan
sebagian air susunya kepada
bayi temannya.
“Ada ibu melahirkan
dan ASInya bermasalah,
seorang ibu di Jakarta
Selatan sesaman anggota
AIMI. Suaminya datang ke
rumah untuk mengambilnya.
Cuma sekali, langsung
ambil 10 botol yang masih
mengandung kolustrum,”
katanya.
Dia juga menyumbangkan
sebagian ASI kepada
seorang saudara di daerah
asalnya, Malang, Jawa Timur.
“Kendalanya cuma waktu
harus tugas ke daerah, ASI
terpaksa dibuang karena
enggak ada penyimpan dan
enggak bisa dibawa pulang,”
katanya.
BUTUH DUKUNGAN
Eka, Rooslain dan
Desy yakin benar dengan
kekuatan ASI. Mereka
melihat anak-anak mereka
tumbuh sehat, tidak mudah
sakit atau ketularan sakit
setelah memberikan ASI saja
OKTOBER 2014 • Edisi 52 • MEDIAKOM 15 • •
selama enam bulan pertama
kelahiran.
“Saya banyak baca
tentang pemberian ASI
selama hamil, jadi tahu
bahwa ASI itu nutrisi terbaik,”
kata Desy.
“Kenapa saya kasih ASI
eksklusif dan akan tetap
kasih sampai dua tahun?
Karena manfaatnya sangat
luar biasa. Apalagi anak saya
deisiensi G6PD... Dengan ASI, anak saya sehat-sehat
saja sampai sekarang.
Enggak gampang ketularan
penyakit,” kata Eka.
Selain lebih sehat dan
berkualitas dibandingkan
dengan susu formula mana
pun, Rooslain mengatakan,
memberikan ASI membuat
anak lebih tenang dan
memiliki kedekatan lebih
dengan ibunya.
“Namun, bukan berarti ibu
yang tidak bisa memberikan
ASI eksklusif itu buruk,”
katanya serta menambahkan,
kadang ada ibu yang karena
kondisi tertentu terpaksa
tidak bisa memberikan
ASI eksklusif dan harus
memberikan susu formula
kepada anaknya.
Mereka bertiga
mengatakan bahwa dukungan
dari suami, keluarga dan
lingkungan sekitar mereka
sangat penting dalam
pemberian ASI eksklusif.
“Alhamdulilah keluarga
dukung. Suami sangat
dukung. Orangtua enggak
masalah. Kalau ada masalah
kita duduk bareng cari solusi,”
kata Eka.
Usaha Desy untuk
memberikan ASI secara
eksklusif kepada dua
anaknya juga mendapat
dukungan penuh dari
suaminya, Zein Isa.
“Menjelang persalinan
dia yang mengikutkan saya
ke milis ASI for Baby yang
kemudian menuntun saya
untuk bergabung dengan
Asosiasi Ibu Menyusui
Indonesia (AIMI) dan dari situ
saya banyak tahu masalah
ibu menyusui dan cara
mengatasinya,” kata dia.
Rooslain, yang sebelum
melahirkan sudah mendapat
banyak informasi tentang
seluk beluk pemberian
air susu ibu, juga berhasil
memberikan ASI sampai tiga
tahun kepada Deru karena
dukungan besar dari suami
dan orang-orang di sekitarnya.
“Wisnu yang ikut memberi
pengertian kepada mertua
yang ingin memberikan
minuman atau makanan di
luar ASI. Kebetulan saat itu
kami masih tinggal bersama
mertua,” kata Rooslain
tentang suaminya.
“Saat menyusui Bara,
peran Wisnu lebih banyak
lagi karena dia lebih banyak
mendampingi saat melahirkan
di rumah sakit dan saat cuti
tiga bulan. Bahkan hingga kini
Wisnu masih terlibat dalam
mengasuh Bara dengan
memberi ASI perahan,”
katanya.
Selain dukungan dari
keluarga dan orang-orang
terdekat, para ibu yang
bekerja juga membutuhkan
dukungan fasilitas dari tempat
bekerja supaya mereka bisa
memberikan ASI eksklusif
kepada anak-anak mereka.
Eka mengatakan
penyediaan ruang laktasi
di kantor tempat mereka
menghabiskan seperempat
hari lebih untuk bekerja,
terpisah dari bayi merek,
sangat penting.
Sementara Rooslain
mengatakan, harus ada
ruangan yang nyaman untuk
menyusui serta kelonggaran
jam kerja dan cuti melahirkan
jika ingin lebih mensukseskan
program ASI eksklusif selama
enam bulan.
“Dukungan dari
lingkungan kerja, tempat
memompa ASI yang nyaman,
dengan tempat duduk dan
cuci tangan, serta kulkas
untuk menyimpan ASI sangat
dibutuhkan,” tambah Desy.
Selain itu, Eka
menjelaskan, peran
pemerintah sangat
dibutuhkan dalam
memberikan penyuluhan
tentang manfaat ASI dan kiat-
kiat memberikan ASI secara
eksklusif selama enam bulan
bagi para ibu bekerja.
“Beri penyuluhan bahwa
manfaat ASI sangat luar
biasa bagi ibu bekerja dan
itu juga bisa mengurangi
risiko ibu menyusui enggak
masuk kantor. Soalnya kalau
enggak kasih ASI, anak jadi
sering sakit...jadi sering cuti.
Dengan kasih ASI risiko itu
enggak akan ada,” katanya.
CARA PALING EFEKTIF
Menurut Organisasi
Kesehatan Dunia (World
Health Organization/WHO),
pemberian ASI merupakan
cara paling efektif untuk
memastikan anak tetap sehat.
ASI adalah makanan
idel untuk bayi baru lahir,
memberikan semua nutrisi
yang mereka butuhkan untuk
tumbuh sehat.
Selain kaya nutrisi, aman,
tersedia setiap saat dan
terjangkau, ASI mengandung
antibodi yang membantu
melindungi bayi dari penyakit-
penyakit yang umumnya
diderita anak seperti diare
dan pneumonia, dua
TIP
S-S
EH
AT
-KE
LU
AR
GA
-BU
ND
A.B
LO
GS
PO
T.C
OM
[MEDIA UTAMA]
• • 16 MEDIAKOM • Edisi 52 • OKTOBER 2014
penyebab kematian utama
anak di seluruh dunia.
Jika setiap anak langsung
mendapatkan air susu ibu
dalam satu jam kelahiran,
dan hanya mendapat air
susu ibu selama enam bulan
kehidupannya, dan terus
mendapatkan ASI sampai usia
dua tahun, sekitar 800.000
anak akan bisa diselamatkan
setiap tahun, kata badan
kesehatan dunia itu.
Keuntungan ASI bagi
kesehatan anak juga
berlanjut sampai mereka
dewasa. Remaja dan orang
dewasa yang semasa bayi
mendapat ASI juga memiliki
risiko kelebihan berat badan
dan obesitas lebih rendah.
Mereka juga cenderung
punya risiko lebih rendah
mengalami diabetes tipe-
2 dan mendapatkan hasil
lebih tinggi dalam tes-tes
intelegensia.
Pemberian ASI juga
bermanfaat bagi para ibu.
Pemberian ASI secara
eksklusif berhubungan
dengan metode pengendalian
kelahiran secara alamiah,
memberikan 98 persen
perlindungan dalam enam
bulan pertama kelahiran.
Pemberian ASI juga bisa
mengurangi risiko kanker
payudara dan ovarium,
serta membantu perempuan
lebih cepat menurunkan
berat badan seperti pada
masa sebelum hamil,
serta menurunkan tingkat
obesitas.
Secara global, menurut
data WHO, kurang dari 40
persen bayi usia kurang dari
enam bulan mendapatkan
ASI eksklusif selama enam
bulan.
Di Indonesia, menurut
data Riset Kesehatan Dasar,
pemberian ASI saja dalam 24
jam terakhir dan tanpa riwayat
diberikan makanan dan
minuman selain ASI pada bayi
umur enam bulan meningkat
dari 15,3 persen (2010)
menjadi 30,2 persen (2013).
Menurut data itu, inisiasi
menyusu dini kurang dari
satu jam setelah bayi lahir
meningkat dari 29,3 persen
(2010) menjadi 34,5 persen
(2013) dengan angka teringgi
di Nusa Tenggara Barat (52,9
persen) dan terendah di
Papua Barat (21,7 persen).
WHO aktif
mempromosikan pemberian
ASI eksklusif sebagai
sumer nutrisi terbaik untuk
bayi dan anak-anak.
Organisasi kesehatan
itu merekomendasikan
pemberian ASI secara
eksklusif selama enam bulan
pertama kehidupan bayi.
Menurut badan dunia itu,
pemberian ASI sebaiknya
dimulai dalam satu jam
kelahiran dan diberikan
“sesuai permintaan”, sesering
yang diinginkan bayi saat
siang maupun malam dan
penggunaan botol atau
empeng harus dihindari.
Saat bayi berusia enam
bulan, makanan padat
tambahan seperti sayur dan
buah yang ditumbuk halus
harus mulai diperkenalkan
sebagai pelengkap
pemberian air susu ibu
sampai dua tahun atau lebih.
Dan dukungan untuk
ibu sangat esensial dalam
pemberian air susu ibu.
Memberikan ASI harus
dipelajadi dan banyak
perempuan menghadapi
kesulitan saat memulainya.
Puting sakit, ketakutan tidak
bisa memberikan air susu
dalam jumlah cukup umum
terjadi.
Banyak ibu yang harus
kembali bekerja setelah
melahirkan kemudian
meninggalkan pemberian
ASI, baik sebagian atau
sepenuhnya, karena mereka
tidak punya cukup waktu atau
tempat untuk memberikan
ASI, serta memerah dan
menyimpan ASI perahan.
Para ibu membutuhkan
tempat yang aman, bersih
dan privat di dalam atau di
dekat tempat kerja mereka
untuk melanjutkan pemberian
ASI. Melakukan penyesuaian
kondisi di tempat kerja, seperti
membayar uang cuti hamil
dan melahirkan, pengaturan
kerja paruh waktu, tempat
penitipan bayi, fasilitas untuk
memerah dan menyimpan air
susu ibu, dan memberikan
jeda untuk menyusui akan
sangat membantu.
Di samping itu, fasilitas
kesehatan yang mendukung
pemberian ASI dengan
menyediakan konselor
bagi para ibu baru bisa
mendorong peningkatan
praktik pemberian ASI
eksklusif.
Para ibu yang bekerja
membutuhkan dukungan-
dukungan semacam itu
dari pemerintah, yang bisa
membuat regulasi untuk
memastikan fasilitas yang
dibutuhkan para ibu untuk
memberikan ASI secara
eksklusif tersedia.
“Itu juga akan bisa
menghemat anggaran negara
untuk membiayai yang sakit,”
demikian Eka Sri Utami.•
HT
TP
://M
OM
NZ
HA
.BLO
GS
PO
T.C
OM
OKTOBER 2014 • Edisi 52 • MEDIAKOM 17 • •
Menyediakan
layanan
kesehatan
untuk
sekitar
237 juta
penduduk Indonesia yang
tinggal di daratan seluas
1,9 juta kilometer persegi
yang meliputi 17.504 pulau
MEMPERLUAS JANGKAUAN PELAYANAN
bukanlah hal mudah.
Pemerintah terus
berusaha menyediakan
pelayanan kesehatan
berkualitas bagi seluruh
warga, antara lain dengan
membangun fasilitas
kesehatan, menyediakan
obat-obat yang ampuh
dan aman, mendidik dan
merekrut tenaga kesehatan
terampil, dan membangun
sistem jaminan kesehatan
nasional.
Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) 2013 melihat
beberapa indikator akses
pelayanan kesehatan,
termasuk di antaranya
dengan menanyakan
keberadaan delapan
jenis fasilitas pelayanan
kesehatan yang terdiri atas
rumah sakit pemerintah;
rumah sakit swasta;
puskesmas atau puskesmas
pembantu; praktek dokter
atau klinik; praktek bidan
atau rumah bersalin;
posyandu; pos kesehatan
desa atau pos kesesehatan
pesantren; dan pondok
bersalin desa (polindes)
kepada warga.
Riskesdas juga
mendata keterjangkauan
terhadap fasilitas pelayanan
kesehatan dengan melihat
jenis moda transportasi,
waktu tempuh, dan biaya
menuju fasilitas kesehatan.
Secara nasional
proporsi rumah tangga yang
mengetahui keberadaan
[MEDIA UTAMA]
• • 18 MEDIAKOM • Edisi 52 • OKTOBER 2014
rumah sakit pemerintah
sebanyak 69,6 persen;
rumah sakit swasta 53,9
persen; praktek bidan atau
rumah bersalin 66,3 persen;
dan posyandu 65,2 persen.
Proporsi rumah tangga
yang menggunakan sepeda
motor menuju rumah sakit
pemerintah di perkotaan
53,6 persen dan perdesaan
46,5 persen. Proporsi
penggunaan kendaraan
umum menuju rumah sakit
di perkotaan 28,0 persen
dan perdesaan 35,5 persen.
Sementara rumah tangga
yang menggunakan lebih
dari satu moda transportasi
di perkotaan 8,5 persen dan
di perdesaan 11,4 persen.
Proporsi rumah tangga
dengan waktu tempuh
menuju fasilitas kesehatan
ke rumah sakit pemerintah
lebih dari 60 menit sebanyak
18,5 persen dan ke rumah
sakit swasta sebanyak 12,4
persen.
Namun waktu tempuh
ke fasilitas kesehatan lain
seperti puskesmas atau
puskesmas pembantu,
praktek dokter atau klinik,
praktek bidan atau rumah
bersalin, poskesdes atau
poskestren, polindes dan
posyandu paling lama hanya
15 menit.
Persentase rumah
tangga yang membutuhkan
biaya transportasi paling
banyak Rp10.000 untuk
menuju rumah sakit
pemerintah sebanyak 63,6
persen; rumah sakit swasta
71,6 persen; puskesmas
atau puskesmas pembantu
91,3 persen; dokter praktek
atau klinik 90,5 persen;
praktek bidan atau rumah
bersalin 95,2 persen;
poskesdes atau poskestren
97,4 persen; polindes 97,8
persen dan posyandu 97,8
persen.
PEMBIAYAAN KESEHATAN
Pemerintah mulai
menjalankan sistem jaminan
pembiayaan kesehatan lewat
Program Jaminan Kesehatan
Masyarakat (Jamkesmas)
pada 2005. Sasarannya
masyarakat miskin dan
tidak mampu. Program itu
ditujukan untuk melindungi
masyarakat miskin dan tidak
mampu tidak jatuh lebih
miskin ketika sakit.
Pelayanan kesehatan
yang diberikan kepada
peserta Jamkesmas
mencakup pelayanan dasar
di puskesmas dan pelayanan
tindak lanjut di rumah sakit.
Pemerintah menunjang
pelaksanaan program itu
dengan meningkatkan
jumlah fasilitas pelayanan
kesehatan dasar dan
lanjutan, baik pemerintah
maupun swasta.
Menurut data Riskesdas
2013, sebanyak 50,5
persen penduduk Indonesia
belum memiliki jaminan
kesehatan. Askes/ASABRI
dimiliki oleh sekitar enam
persen penduduk dan
Jaminan Sosial Tenaga
Kerja (Jamsostek) 4,4
persen penduduk, dan
asuransi kesehatan swasta
dan tunjangan kesehatan
perusahaan masing-masing
mencakup 1,7 persen
penduduk. Jamkesmas baru
meliputi 28,9 penduduk
dan program-program
Jaminan Kesehatan Daerah
(Jamkesda) meliputi 9,6
persen penduduk.
Sejak 1 Januari 2014,
pemerintah menjalankan
program Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN). Masyarakat
miskis yang sebelumnya
terdaftar sebagai peserta
Jamkesmas otomatis
menjadi peserta Jaminan
Kesehatan Nasional
penerima bantuan iuran
(PBI) dari pemerintah.
Menurut data Badan
Penyelenggara Jaminan
Sosial (BPJS) Kesehatan,
jumlah peserta JKN sampai
bulan Agustus 2014
mencapai 126,9 orang. BPJS
Kesehatan menargetkan
jumlah peserta program
jaminan pembiayaan
kesehatan itu mencapai
121,6 juta orang sampai
akhir 2014. BPJS Kesehatan
ingin menjangkau 130-an
juta penduduk pada akhir
2014.
Pemerintah menargetkan
seluruh penduduk menjadi
peserta JKN tahun 2019
sehingga masyarakat tidak
lagi menemukan kendala
mengakses pelayanan
kesehatan karena tak punya
biaya.
Seiring dengan
pelaksanaan program
tersebut, pemerintah
meningkatkan daya
dukung fasilitas pelayanan
kesehatan mulai dari
tinggkat dasar sampai
tingkat lanjutan supaya
dapat melayani para peserta
jaminan kesehatan sesuai
dengan ketentuan yang
OKTOBER 2014 • Edisi 52 • MEDIAKOM 19 • •
telah ditetapkan. Ketentuan
tersebut ditetapkan untuk
memudahkan mendapat
pelayanan kesehatan yang
cepat dan akurat sesuai
kaidah medis.
Menurut data BPJS
Kesehatan, sampai bulan
Oktober 2014 jumlah fasilitas
kesehatan yang terlibat
dalam pelayanan kesehatan
bagi peserta JKN antara
lain meliputi 801 fasilitas
optik, 1.359 apotek, 1.574
rumah sakit, 3.590 dokter
praktik perorangan, 1.890
klinik pratama, 758 klinik
TNI, 569 klinik Polri, 9.768
puskesmas, dan 836 praktik
dokter gigi.
Menurut hasil Riskesdas
yang datanya dikumpulkan
pada Mei-Juni 2013,
sebanyak 10,4 persen
penduduk Indonesia
dalam satu bulan terakhir
melakukan rawat jalan dan
rerata biaya Rp35.000. DI
Yogyakarta merupakan
provinsi tertinggi yang
melakukan rawat jalan (16,3
persen) dengan biaya rata-
rata Rp35.000. Bengkulu
merupakan provinsi terendah
dalam pemanfaatan fasilitas
rawat jalan (3,5 persen)
dengan pengeluaran rerata
Rp35.000. Sementara rata-
rata pengeluaran biaya rawat
jalan terbesar Rp100.000 di
Papua.
Biaya rawat jalan
kebanyakan (67,9 persen)
masih dibayar oleh pasien
sendiri atau keluarga (out of
pocket), baru 14,2 persen
yang dibayar lewat program
Jamkesmas dan 5,8 persen
dari Jamkesda. Pembiayaan
dari asuransi swasta masih
sangat rendah (0,7 persen)
sementara pembiayaan
pelayanan kesehatan
yang dibayar lewat Askes/
ASABRI sebesar 3,2 persen,
Jamsostek 2,0 persen,
tunjangan kesehatan
perusahaan 1,8 persen, dan
sumber lainnya 3,3 persen.
Selain itu, dalam satu
tahun terakhir 2,3 persen
penduduk Indonesia
melakukan rawat inap
dengan biaya rerata
Rp1,7 juta. Penduduk DI
Yogyakarta juga paling
banyak menggunakan
layanan rawat inap (4,4
persen) dengan rerata
biaya Rp2 juta dalam satu
tahun. Sementara penduduk
Bengkulu, Lampung, dan
Kalimantan Barat tercatat
paling rendah menggunakan
layanan rawat inap, masing-
masing 0,9 persen. Besar
biaya rawat inap di tiga
provinsi tersebut berbeda-
beda, Bengkulu Rp1 juta,
Lampung Rp2 juta dan
Kalimantan Barat Rp1,45
juta. Pengeluaran untuk
rawat inap terbesar di DKI
Jakarta, Rp5 juta.
Biaya rawat inap pada
semua fasilitas kesehatan
kebanyakan masih dibayar
sendiri oleh pasien (53,5
persen). Baru 15,6 persen
yang dibiayai Jamkesmas
15,6 persen, Jamkesda
mencakup 6,4 persen, dan
Askes/ASABRI 5,4 persen.
KESEHATAN REPRODUKSI
Pemerintah terus
meningkatkan kualitas
dan jangkauan pelayanan
kesehatan reproduksi, dari
yang menyangkut pelayanan
kesehatan reproduksi
remaja, kesehatan ibu hamil
sampai masa nifas, dan
kontrasepsi.
Permasalahan kesehatan
reproduksi antara lain
muncul setelah adanya
perkawinan/hidup bersama.
Menurut data Riskesdas
2013, sebanyak 2,6 persen
perempuan umur 10-54
tahun menikah pertama
kali pada umur kurang dari
15 tahun dan 23,9 persen
menikah pada umur 15-19
tahun.
Menikah pada usia
sedini itu berdampak pada
kesehatan reproduksi
karena semakin muda
umur menikah semakin
panjang rentang waktu untuk
bereproduksi.
Menurut data Riskesdas
2013, angka kehamilan
penduduk perempuan 10-54
tahun adalah 2,68 persen,
dengan angka kehamilan
pada umur kurang 15 tahun
0,02 persen dan kehamilan
pada umur remaja (15-19
tahun) sebesar 1,97 persen.
Pengaturan kelahiran
lewat program keluarga
berencana (KB) dilakukan
untuk mengurangi
munculnya masalah
kesehatan akibat kehamilan
dan persalinan serta
menekan angka kematian
ibu.
[MEDIA UTAMA]
• • 20 MEDIAKOM • Edisi 52 • OKTOBER 2014
Pemakaian alat KB
modern yang dinyatakan
dengan prevalensi
penggunaan kontrasepsi
(Contraceptive Prevalence
Rate/CPR) modern di antara
wanita usia kawin berumur
15-49 tahun.
Hasil Riskesdas 2013
menunjukkan pemakaian
cara/alat KB di Indonesia
sebesar 59,7 persen dan
CPR modern 59,3 persen.
Sebagian besar wanita usia
subur menggunakan cara KB
suntikan (34,3 persen), dan
merupakan penyumbang
terbesar pada kelompok non
Metode Kontrasepsi Jangka
Panjang (MKJP) dan jenis
hormonal.
Pelayanan KB di
Indonesia sebagian besar
diberikan oleh bidan (76,6
persen) di fasilitas pelayanan
kesehatan swasta yaitu
tempat praktek bidan (54,6
persen).
Selain itu, setiap ibu
hamil menghadapi risiko
kematian. Pemerintah
berusaha menurunkan
tingkat kematian ibu dan
meningkatkan status
kesehatan ibu hamil sampai
bersalin melalui pelayanan
ibu hamil sampai masa nifas.
Pemerintah mendorong
ibu-ibu hamil rutin
memeriksakan kehamilan
ke fasilitas pelayanan
kesehatan untuk mengetahui
pertumbuhan janin dan
status kesehatan ibu.
Hampir seluruh ibu
hamil di Indonesia (95,4
persen) sudah melakukan
pemeriksaan kehamilan
(K1). Sebanyak 83,5 persen
memeriksakan kehamilan
minimal empat kali selama
masa kehamilan. Sementara
cakupan pemeriksaan
kehamilan pertama pada
trimester pertama 81,6
persen dan frekuensi
Antenatal Care (ANC) 1-1-2
atau K4 (minimal 1 kali pada
trimester pertama, minimal
1 kali pada trimester kedua
dan minimal 2 kali pada
trimester 3) sebesar 70,4
persen.
Tenaga yang paling
banyak memberikan
pelayanan ANC adalah
bidan (88 persen) dan
tempat pelayanan ANC
paling banyak diberikan di
praktek bidan (52,5 persen).
Sementara konsumsi zat
besi selama hamil ditemukan
sebesar 89,1 persen.
Pemerintah berusaha
menurunkan angka kematian
ibu melahirkan dengan
menjalankan Program
Perencanaan Persalinan
dan Pencegahan Komplikasi
(P4K) sejak tahun 2007. P4K
diawali dengan menempel
stiker untuk meningkatkan
peran aktif suami, keluarga
dan masyarakat dalam
merencanakan persalinan
yang aman dan menghadapi
komplikasi bagi ibu hamil,
termasuk perencanaan KB
dan persalinan.
Program ini berkontribusi
dalam upaya meningkatkan
jumlah ibu hamil yang
melakukan persalinan
dengan bantuan tenaga
kesehatan. Persalinan oleh
tenaga kesehatan yang
tahun 2005 sebanyak 72,67
persen dari jumlah ibu hamil
telah meningkat menjadi 87
persen pada 2009.
Kondisi kritis bisa terjadi
saat kegawatdaruratan
persalinan karena itu
pemerintah mendorong para
ibu melakukan persalinan
di fasilitas kesehatan.
Hasil Riskesdas 2013
menunjukkan persalinan
di fasilitas kesehatan baru
70,4 persen, masih terdapat
29,6 persen persalinan yang
dilakukan di rumah atau
tempat lain.
Sementara persalinan
yang dilakukan dengan
bantuan tenaga kesehatan
yang kompeten seperti
dokter spesialis, dokter
umum dan bidan secara
keseluruhan mencapai
87,1 persen, namun masih
bervariasi antar provinsi.
Pelayanan kesehatan
masa nifas dimulai dari
enam jam sampai 42 hari
setelah melahirkan (KF1)
sudah dinikmati 81,9 persen
ibu bersalin dan 51,8 persen
ibu bersalin sudah mendapat
pelayanan kesehatan
selama periode tujuh sampai
28 hari (KF2). Selain itu
43,4 persen ibu mendapat
layanan kesehatan nifas
selama 29 sampai 42 hari
(KF3). Akan tetapi angka
nasional untuk KF lengkap
yang dicapai baru sebesar
32,1 persen dan ibu bersalin
yang mendapat pelayanan
KB pasca bersalin sebanyak
59,6 persen.
KESEHATAN ANAK
Pemerintah menjalankan
sejumlah program untuk
memastikan setiap anak
terlahir selamat dan tumbuh
sehat. Program peningkatan
derajat kesehatan anak
antara lain dilakukan dengan
memberikan imunisasi dan
OKTOBER 2014 • Edisi 52 • MEDIAKOM 21 • •
kapsul vitamin A dosis tinggi.
Tahun 2013, cakupan
imunisasi dasar lengkap
sudah 58,9 persen. Cakupan
pemberian kapsul vitamin A
dosis tinggi juga meningkat
dari 71,5 persen (2007)
menjadi 75,5 persen (2013).
Sementara kunjungan
neonatus pada 6-48 jam
pertama (KN1) telah
dilakukan pada 71,3 persen
bayi yang lahir pada 2013,
hampir tidak berbeda
dengan kondisi tahun 2010
(71,4 persen). Walaupun
KN1 meningkat dibanding
2010 (31,8 persen), tetapi
kunjungan neonatus lengkap
sampai dengan 28 hari baru
dilakukan pada 39,3 persen
bayi lahir.
Informasi tentang
berat badan lahir dan
panjang badan lahir anak
balita didasarkan kepada
dokumen/catatan yang
dimiliki oleh anggota rumah
tangga, baik dari buku
Kesehatan Ibu Anak (KIA),
Kartu Menuju Sehat (KMS),
atau buku catatan kesehatan
anak lainnya. Menurut data-
data itu, masih terdapat 10,2
persen bayi dengan berat
badan lahir rendah (BBLR)
atau kurang dari 2.500 gram.
Angka ini lebih rendah dari
angka tahun 2010 (11,1
persen).
Sementara persentase
bayi dengan panjang badan
lahir pendek (<48 cm) cukup
tinggi, yaitu 20,2 persen. Jika
dikombinasikan antara BBLR
dan panjang badan lahir
pendek, maka terdapat 4,3
persen balita dengan BBLR
dan badan lahir pendek
dan prevalensi tertinggi ada
di Papua (7,6 persen) dan
terendah di Maluku (0,8
persen).
Pemantauan
pertumbuhan balita yang
dilakukan setiap bulan
menunjukkan bahwa
persentase balita umur 6-59
bulan yang tidak pernah
ditimbang dalam enam
bulan terakhir cenderung
meningkat dari 25,5 persen
(2007), 23,8 persen (2010)
menjadi 34,3 persen (2013).
Guna meningkatkan
kesehatan anak, pemerintah
juga mendorong peningkatan
pemberian air susu ibu (ASI)
secara eksklusif selama
enam bulan dan pemberian
ASI lanjutan sampai anak
berumur dua tahun.
Sepanjang tahun 2004-
2008, cakupan pemberian
ASI Eksklusif selama enam
bulan meningkat dari 58,9
persen menjadi 62,2 persen.
Persentase pemberian ASI
eksklusif dalam 24 jam
terakhir dan tanpa riwayat
pemberian makanan dan
minuman selain ASI pada
umur enam bulan sebesar
30,2 persen.
Pemerintah juga
mendorong pelaksanaan
inisiasi menyusu dini
(IMD), menginisiasi bayi
menyusu secepatnya
setelah lahir dengan cara
menengkurapkan bayi di
dada ibunya sehingga kulit
bayi dan ibu melekat dan
membiarkannya minimal satu
jam atau sampai menyusu
awal selesai. IMD dapat
menurunkan 22 persen
kematian bayi baru lahir.
Persentase penerapan
inisiasi menyusu dini kurang
dari satu jam setelah bayi
lahir sebanyak 34,5 persen,
tertinggi di Nusa Tenggara
Barat (52,9 persen) dan
terendah di Papua Barat
(21,7 persen).
PELAYANAN FARMASI
Menurut data Riskesdas
2013, sebanyak 103.860
orang atau 35,2 persen dari
seluruh rumah tangga di
Indonesia menyimpan obat
untuk swamedikasi, dengan
proporsi tertinggi di DKI
Jakarta (56,4 persen). Rerata
sediaan obat yang disimpan
hampir tiga macam.
[MEDIA UTAMA]
• • 22 MEDIAKOM • Edisi 52 • OKTOBER 2014
Dari 35,2 persen rumah
tangga yang menyimpan
obat, proporsi rumah tangga
yang menyimpan obat keras
sebanyak 35,7 persen dan
antibiotika 27,8 persen.
Kondisi itu menunjukkan
tingkat penggunaan obat
secara tidak rasional.
Proporsi penduduk
Indonesia yang mengobati
sendiri dalam satu bulan
terakhir dengan membeli obat
ke toko obat atau ke warung
tanpa resep dokter adalah
26,4 persen dan rerata
mengeluarkan uang Rp5 ribu.
Penduduk Gorontalo tercatat
yang paling tinggi melakukan
pengobatan sendiri (38,1
persen) dengan pengeluaran
Rp2 ribu dan yang terendah
di Papua (8,7 persen) dengan
rerata pengeluaran terbesar
untuk melakukan pengobatan
sendiri (Rp20 ribu).
Secara nasional
sebanyak 31,9 persen rumah
pernah mendengar atau
mengetahui mengenai obat
generik. Sebanyak 82 persen
rumah tangga menganggap
obat generik sebagai
obat murah; 71,9 persen
menganggapnya sebagai
obat program pemerintah;
dan 42,9 persen menilai obat
generik berkhasiat sama
dengan obat bermerek.
Selain itu 21,0 persen
rumah tangga menganggap
obat generik adalah obat
tanpa merek dagang.
Warga perkotaan maupun
perdesaan paling banyak
mengetahui informasi
tentang obat generik dari
tenaga kesehatan (63,1
persen).
Dengan kondisi yang
demkian, promosi mengenai
obat generik secara strategik
masih harus terus dijalankan,
demikian pula dengan
promosi penggunaan obat
secara rasional.
KESEHATAN LINGKUNGAN
Upaya pemerintah
untuk mencegah masalah
kesehatan juga dilakukan
dengan meningkatkan
akses terhadap sumber air
minum yang aman serta
memperbaiki sanitasi.
Proporsi rumah tangga
yang memiliki akses
terhadap sumber air minum
yang aman di Indonesia
menurut hasil Riskesdas
2013 sebesar 66,8 persen
dengan rincian 64,3 persen
di perkotaan dan 69,4 persen
di perdesaan.
Rumah tangga yang
menggunakan air minum
keruh masih 3,3 persen,
air berasa 2,6 persen, air
berbusa 0,5 persen, dan
air berbau 1,4 persen.
Proporsi rumah tangga
yang mengolah air sebelum
diminum di sebanyak 70,1
persen, kebanyakan dengan
cara dimasak dan sisanya
dijemur di bawah sinar mata
hari atau disaring, atau
ditambah dengan larutan
tawas.
Proporsi rumah tangga
di Indonesia menggunakan
fasilitas buang air besar
(BAB) milik sendiri sebanyak
76,2 persen, milik bersama
sebanyak 6,7 persen, dan
fasilitas umum 4,2 persen.
Tapi masih ada rumah
tangga yang tidak memiliki
fasiltas BAB dan BAB
sembarangan sebesar 12,9
persen.
Sementara rumah
tangga yang memiliki akses
terhadap fasilitas sanitasi
layak sebanyak 58,9 persen,
yang tertinggi di DKI Jakarta
(78,2 persen).
Keberadaan fasilitas
penampungan limbah juga
masih terbatas. Rumah
tangga yang membuang
air limbah langsung ke
got masih 46,7 persen.
Selain itu masih ada 15,5
persen rumah tangga yang
menggunakan penampungan
tertutup di pekarangan, 13,2
persen menggunakan tempat
penampungan terbuka di
pekarangan, dan 7,4 persen
menampung limbah di luar
pekarangan.
Sampah rumah tangga
umumnya masih dibakar
(50,1 persen) dan hanya
24,9 persen yang diangkut
oleh petugas. Sisanya
ditimbun dalam tanah,
dibuat kompos, dibuang ke
kali/parit/laut dan dibuang
sembarangan.
Pemerintah masih harus
melanjutkan pekerjaan
untuk menyediakan
lingkungan yang sehat,
meningkatkan promosi
kesehatan, menyediakan
pelayanan kesehatan yang
berkualitas dan menjangkau
seluruh lapisan masyarakat,
dan memperluas jaminan
pembiayaan kesehatan demi
menciptakan masyarakat
Indonesia yang lebih sehat.•
OKTOBER 2014 • Edisi 52 • MEDIAKOM 23 • •
Pusat Kesehatan
Haji Kementerian
Kesehatan
meluncurkan
Gerakan Minum
Air Zam-Zam dan Makan
Kurma (GEZMAR) untuk
mengatasi masalah dehidrasi
atau kekurangan cairan serta
mengendalikan penyakit
Diabetes Melitus (DM) pada
jamaah haji Indonesia.
Kepala Pusat Kesehatan
Haji Kementerian Kesehatan
yang juga Kepala Bidang
Kesehatan Haji Indonesia
Dr. dr. Fidiansjah, Sp.KJ,
MPH meluncurkan program
tersebut di Jarwal Makkah,
Arab Saudi, pada 13
September.
Kepala Seksi Kesehatan
Daerah Kerja Makkah dr. M.
Ilyas Ambo Tuwo, Sp.PD,
Sp.P (K) menyatakan bahwa
minum air zam-zam penting
untuk mengatasi dehidrasi
bagi jemaah haji Indonesia,
terutama bagi jemaah
berusia lanjut yang mudah
mengalami dehidrasi selama
berada di Tanah Suci.
“Dan makan kurma yang
banyak mengandung kalori
baik untuk jemaah haji yang
menderita Diabetes Mellitus,”
katanya.
Kepala Daerah Kerja
Makkah Dr. Endang Jumali,
LC, MA mengatakan
GEMZAR sesuai dengan
anjuran Rasulullah SAW.
Semasa hidup Nabi
Muhammad SAW minum
air zam-zam setelah
melaksanakan shalat dhuha
dan makan tujuh butir kurma
pada siang hari.
Bersamaan dengan
peluncuran GEMZAR, Kepala
Bidang Kesehatan Panitia
Penyelenggara Ibadah Haji
Arab Saudi secara simbolis
air zam-zam, kurma, dan
lealet berisi kandungan dan khasiat kurma kepada
perwakilan Ketua Sektor di
Daerah Kerja Makkah dan
perwakilan Ketua Kelompok
Terbang yang sudah tiba di
Daerah Kerja Makkah.
Menurut surat
elektronik yang diterima
Pusat Komunikasi Publik
Kementerian Kesehatan,
acara peluncuran gerakan
itu juga dihadiri oleh Kepala
Seksi Kesehatan Daerah
Kerja Mekkah, Kepala Seksi
Bimbingan Ibadah dan
Pengawasan Kelompok
Bimbingan Ibadah Haji
Daerah Kerja Makkah, serta
para penanggung jawab
dan staf medis di Balai
Pengobatan Haji Indonesia.•
ATASI DEHIDRASI DENGAN GEMZAR
PERISTIWA
• • 24 MEDIAKOM • Edisi 52 • OKTOBER 2014
di Jawa Timur dengan nilai
Rp1,08 miliar, dan pabrik
obat tradisional ilegal
di Jakarta dengan nilai
keekonomian Rp1 miliar.
Dari 154 sarana produksi
dan distribusi tersebut,
BPOM menemukan 173
item obat ilegal, 1.520 obat
tradisional ilegal dan 1.963
item kosmetik ilegal.
“Modus tindak pidana
yang dilakukan pelaku
kejahatan antara lain adalah
mencampurkan bahan baku
obat ke bahan obat herbal,
mencantumkan nomor izin
edar iktif pada kemasan produk, serta mengedarkan
atau menjual produk yang
sama sekali tidak memiliki
izin edar,” kata Kepala
BPOM Roy A. Sparringa di
Jakarta, Kamis (11/9).
Obat-obat tradisional
ilegal tersebut menurut hasil
BPOM TEMUKAN OBAT DAN KOSMETIK ILEGAL DI 154 SARANA PRODUKSI
Juni hingga Agustus 2014.
Dalam operasi yang
dilakukan di 31 wilayah
kerja Balai dan Balai Besar
POM di seluruh Indonesia
itu, aparat antara lain
menemukan pabrik obat
tradisional dengan nilai
keekonomian Rp20 miliar
di Tangerang serta gudang
obat ilegal dengan nilai
keekonomian Rp1,43 miliar
di Bandar Lampung.
Selain itu petugas
menemukan distributor obat
suntik ilegal yang berkedok
apotek rakyat di Jakarta
dengan nilai keekonomian
Rp1,25 miliar, gudang obat
tradisional tanpa izin edar
Badan Pengawas
Obat dan Makanan
(BPOM) bersama
kepolisian serta
Direktorat Jenderal
Bea dan Cukai menemukan
obat tradisional dan kosmetik
ilegal di 154 sarana produksi
dan distribusi dalam Operasi
Storm V yang berlangsung
AN
TA
RA
OKTOBER 2014 • Edisi 52 • MEDIAKOM 25 • •
PERISTIWA
pengujian di laboratorium
mengandung bahan kimia
obat seperti paracetamol,
deksametason, fenilbutason,
serta sildenail, yang bisa dikonsumsi bisa
mengakibatkan gangguan
kesehatan berupa kerusakan
fungsi hati dan ginjal, serta
gagal jantung yang dapat
berujung kematian.
Aparat Kepolisian dan
BPOM menyita seluruh
produk jadi, bahan baku,
kemasan, serta alat-alat
yang digunakan di sarana
produksi dan distribusi obat,
obat tradisional dan kosmetik
ilegal tersebut.
Barang-barang itu akan
digunakan sebagai barang
bukti dan akan dimusnahkan
setelah ada penetapan
pengadilan.
Dari 154 kasus
tersebut, 57 kasus sudah
ditindaklanjuti secara
pro-justitia oleh Penyidik
Pegawai Negeri Sipil BPOM/
Polri, dan 97 kasus sedang
dalam penelusuran lebih
lanjut untuk mendapat bukti
permulaan yang cukup.
Saat ini satu orang telah
ditetapkan sebagai tersangka
dan ditahan di Bareskrim Polri.
Roy menjelaskan, BPOM
mendapat bantuan dari NCB
Interpol, bantuan penindakan
dari Direktorat Tindak Pidana
Narkoba, Direktorat Tindak
Pidana Tertentu, dan Biro
Korwas PPNS Bareskrim
Polri, serta Direktorat
Reserse Kriminal Khusus
Polda di seluruh Indonesia
dalam perencanaan dan
pelaksanaan operasi
pengawasan obat dan
kosmetik ilegal itu.
“Peran aktif masyarakat
dengan melaporkan adanya
peredaran obat, obat
tradisional, dan kosmetik
ilegal juga memegang
peranan penting dalam
target operasi,” katanya.
Operasi Storm
merupakan operasi
internasional dengan sasaran
sediaan farmasi ilegal.
Operasi itu digagas oleh
International Criminal Police
Organization (ICPO) Interpol,
dan dilaksanakan oleh hampir
semua negara Asia Tenggara
dan beberapa negara Asia.
Di Indonesia, BPOM
selaku koordinator Satuan
Tugas Pemberantasan Obat
dan Makanan Ilegal ditunjuk
oleh NCB Interpol Indonesia
menjadi focal point Operasi
Storm V Tahun 2014.
Kepolisian dan Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai
juga mendukung BPOM
melaksanakan Operasi
Storm V mulai bulan Juni
hingga Agustus 2014,
yang dilakukan dalam
serangkaian tahapan mulai
dari perencanaan operasi,
investigasi, penindakan,
hingga proses penyidikan.
BPOM meningkatkan
kegiatan cegah tangkal
melalui intensiikasi Gerakan Nasional Waspada Obat dan
Makanan Ilegal (GN-WOMI)
untuk menekan peredaran
produk illegal.
BPOM juga bekerja
sama dengan pemerintah
daerah provinsi dan
kabupaten/kota di seluruh
Indonesia, asosiasi profesi,
dan lembaga swadaya
masyarakat dalam
melakukan pengawasan,
serta menggalakkan
kegiatan Kelompok Kerja
Nasional (Pokjanas)
Penanggulangan Obat
Tradisional Mengandung
Bahan Kimia Obat.
BPOM mengimbau
masyarakat melapor
bila menemukan hal
yang mencurigakan
terkait peredaran obat
dan makanan ilegal di
wilayah Indonesia dengan
menghubungi Contact
Center Halo BPOM 500533,
SMS 081219999533, email
[email protected], atau
Unit Layanan Pengaduan
Konsumen (ULPK) Balai
Besar/Balai POM di seluruh
Indonesia.•
AN
TA
RA
“Peran aktif masyarakat dengan
melaporkan adanya peredaran obat,
obat tradisional, dan kosmetik ilegal
juga memegang peranan penting
dalam target operasi,”
Roy A. Sparringa
PERISTIWA
• • 26 MEDIAKOM • Edisi 52 • OKTOBER 2014
Organisasi
Kesehatan
Dunia (World
Health
Organization/
WHO) menyatakan lebih dari
800.000 orang meninggal
dunia karena bunuh diri
setiap tahun, atau sekitar
satu orang setiap 40 detik,
dan sekitar 75 persen di
antaranya terjadi di negara-
negara berpendapatan
rendah sampai menengah.
Di Indonesia, menurut
data WHO tahun 2010,
angka bunuh diri mencapai
1,6 hingga 1,8 per 100.000
jiwa dan tanpa upaya
bersama angka itu bisa
tumbuh dari tahun ke tahun.
WHO memperkirakan,
angka bunuh diri di Indonesia
bisa bertambah menjadi 2,4
per 100.000 jiwa jika tidak
ada upaya-upaya nyata
untuk mencegahnya.
Pada pembukaan
Pertemuan Koordinasi Tim
Lintas Sektor Program
Kesehatan Jiwa Pada
Kelompok Berisiko dalam
rangka Hari Pencegahan
Bunuh Diri Sedunia di
Jakarta pada 15 September,
Direktur Bina Kesehatan
Jiwa Kementerian
Kesehatan dr. Eka Viora,
Sp.KJ mengatakan bunuh
diri merupakan masalah
kompleks.
Bunuh diri, ia
menjelaskan, tidak
terjadi karena penyebab
atau alasan tunggal tapi
merupakan interaksi
kompleks dari faktor biologik,
genetik, psikologik,sosial,
budaya dan lingkungan.
“Sulit untuk menjelaskan
mengenai penyebab
mengapa orang memutuskan
untuk melakukan bunuh diri,
sedangkan yang lain dalam
kondisi yang sama bahkan
lebih buruk tetapi tidak
melakukannya. Meskipun
demikian, tindakan bunuh
diri atau percobaan bunuh
diri pada umumnya dapat
dicegah,” katanya.
Ia lantas menjelaskan
beberapa gejala dini
yang harus diperhatikan
untuk mendeteksi dini
kemungkinan percobaan
bunuh diri pada individu
seperti kesedihan,
kecemasan, perubahan
suasana perasaan,
keresahan (kebingungan),
dan cepat marah.
tanggal 10 September
sebagai Hari Pencegahan
Bunuh Diri Sedunia sejak
2003.
Menurut badan dunia
itu, layanan perawatan
lanjutan dari tenaga
kesehatan melalui kontak
langsung lewat telepon atau
kunjungan ke rumah orang
yang mencoba bunuh diri
serta dukungan komunitas
sangat penting dalam upaya
pencegahan bunuh diri
karena orang yang sudah
mencoba bunuh diri berisiko
besar melakukannya lagi.
WHO merekomendasikan
pelibatan instansi-
instansi pemerintah
terkait dalam upaya untuk
mengembangkan respons
komprehensif terkoordinasi
guna mencegah bunuh diri.•
BAHU MEMBAHU CEGAH BUNUH DIRI
Gejala dini yang lain,
ia melanjutkan, berupa
penurunan minat terhadap
aktivitas sehari-hari seperti
kebersihan, penampilan,
makan, sulit tidur, sulit untuk
mengambil keputusan, serta
perilaku menyakiti diri sendiri
seperti tidak mau makan,
melukai diri dan mengisolasi
diri.
“Bunuh diri dapat
dicegah, semua anggota
masyarakat dapat
melakukan tindakan yang
akan menyelamatkan
kehidupan dan mencegah
bunuh diri pada individu dan
keluarga, sangat dibutuhkan
kerjasama yang erat
antara individu, keluarga,
masyarakat, profesi dan
pemerintah untuk bersama
mengatasi masalahnya,”
tandasnya.
Organisasi Kesehatan
Dunia menganggap
bunuh diri sebagai
masalah serius
dan bersama
International
Association
of Suicide
Prevention
(IASP)
menetapkan
OKTOBER 2014 • Edisi 52 • MEDIAKOM 27 • •
Menteri
Kesehatan dr.
Nafsiah Mboi,
Sp.A, MPH
didampingi
Direktur Jenderal Bina
Upaya Kesehatan
Kementerian Kesehatan
Prof. dr. Akmal Taher, SpU
(K) meninjau tiga rumah sakit
khusus vertikal di Jakarta
pada Senin (8/9).
Menteri Kesehatan
mengunjungi Rumah
Sakit Jantung dan
Pembuluh Darah (RSJPD)
Harapan Kita, yang telah
mengembangkan berbagai
layanan unggulan seperti
Pusat Aorta dan Perifer,
Pusat Aritmia, Pusat
Congenital Heart Disease,
Primary PerCutaneous
MENKES TINJAURUMAH SAKIT
VERTIKAL
PERISTIWA
• • 28 MEDIAKOM • Edisi 52 • OKTOBER 2014
Intervention, dan Minimal
Invasive Surgery.
Dia juga mengunjungi
Rumah Sakit Ibu dan Anak
(RSAB) Harapan Kita yang
juga telah mengembangkan
berbagai layanan unggulan,
termasuk NICU dan Klinik
Khusus Tumbuh Kembang,
Klinik Infertilitas Bayi
Tabung, dan Klinik Senyum
Anak Sehat.
Selain itu para pejabat
meninjau Rumah Sakit
Kanker (RSK) Dharmais
yang telah mengembangkan
layanan palliative care dan
pengembangan layanan
unggulan untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat akan
layanan medik spesialistik,
memperkuat fungsi
pendidikan dan penelitian
dan meningkatkan mutu
pelayanan.
Di era pelaksanaan
Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN) yang
mengutamakan upaya
kendali mutu dan kendali
biaya, ia mengatakan, rumah
sakit khusus hendaknya
memperkuat pelayanan
dengan Pemberdayaan
Komite Medik dalam
penyusunan Panduan
Praktek Klinik dan Clinical
Pathway untuk setiap
pelayanan.
Menteri Kesehatan
juga menegaskan bahwa
keberhasilan pelaksanaan
JKN sangat bergantung
pada komitmen seluruh
sumber daya manusia, baik
tenaga kesehatan maupun
non-kesehatan, yang
berada di fasilitas pelayanan
kesehatan.
“Utamakan patient
safety dan berikan
pelayanan yang terbaik
kepada seluruh lapisan
masyarakat. Pelayanan
terbaik hendaknya tidak
hanya diberikan dalam
aspek pelayanan medik dan
keperawatan akan tetapi
juga dalam aspek sikap dan
perilaku, seperti keramahan,
perhatian, empati, kesediaan
berkomunikasi dengan
pasien dan keluarganya
secara terbuka, dan
komunikatif tentang masalah
kesehatan yang dihadapi
pasien,” katanya.
Usai berdialog dengan
para direksi dan staf ketiga
rumah sakit, Menteri
Kesehatan meninjau Ruang
Intesive Care Unit (ICU)
dan Instalasi Gawat Darurat
klinik/ruang rawat onkologi
anak.
“Ketiga rumah sakit ini
merupakan rumah sakit
rujukan nasional yang
berfungsi sebagai pengampu
rumah sakit lain di berbagai
provinsi. Saya minta agar
ketiga rumah sakit ini benar-
benar mampu menjadi center
of excellence di bidang
unggulannya,” kata Menteri
Kesehatan.
Ia meminta rumah
sakit khusus vertikal
Kementerian Kesehatan
bisa memperbanyak
OKTOBER 2014 • Edisi 52 • MEDIAKOM 29 • •
KEMKES BERIKAN PENGHARGAAN UNTUK RUMAH SAKIT VERTIKAL TERBAIK
Kementerian Kesehatan
memberikan penghargaan
kepada rumah sakit vertikal
panutan terbaik dalam
era pelaksanaan Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN).
Menteri Kesehatan dr. Nafsiah
Mboi, Sp.A, MPH, menyerahkan
penghargaan The Best Role Model
Rumah Sakit Vertikal Kementerian
Kesehatan dalam Era Pelaksanaan
JKN kepada pengelola rumah sakit
penerima penghargaan di Kantor
Kementerian Kesehatan Jakarta,
Senin malam (8/9).
Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP)
Sanglah, Bali, menjadi pemenang
pertama untuk kategori Rumah Sakit
Umum, disusul RSUP Fatmawati
Jakarta dan RSUP Dr. Kariadi
Semarang pada posisi kedua dan
ketiga.
Sementara pemenang pertama
penghargaan kategori Rumah Sakit
Khusus, Rumah Sakit Ortopedi Prof.
DR.R. Soeharso Surakarta, sedang
pemenang kedua dan ketiganya
berturut-turut Rumah Sakit Jiwa Dr.
Radjiman Wediodiningrat atau Rumah
Sakit Jiwa Lawang, dan Rumah Sakit
Pusat Jantung Pembuluh Darah
(RSJPD) Harapan Kita, Jakarta.
“Saya sampaikan apresiasi kepada
6 rumah sakit vertikal Kemenkes yang
berhak menyandang predikat The Best
Role Model,” kata Menteri Kesehatan.
Ia mengatakan rumah sakit
vertikal berperan penting dalam
menyukseskan pelaksanaan
JKN karena memiliki beberapa
keistimewaan, antara lain dalam hal
kompetensi sumber daya manusia dan
kelengkapan fasilitas pelayanan.
Selain itu, ia melanjutkan, rumah
sakit vertikal juga menjalankan fungsi
sebagai rumah sakit pendidikan utama
dan rumah sakit rujukan.
“Terwujudnya mutu pelayanan
yang terbaik dan terwujudnya
kepuasan pasien yang tinggi di
lingkungan rumah sakit vertikal secara
bermakna menentukan kepuasan
peserta JKN atas pelayanan
kesehatan yang diperoleh dan turut
menentukan suksesnya pelaksanaan
JKN,” katanya.
Pemikiran itu, menurut dia,
menjadi dasar penilaian untuk
menentukan The Best Role Model
Rumah Sakit Vertikal dalam pelayanan
JKN. Penilaian dilakukan terhadap
proses bisnis dalam memberikan
pelayanan JKN secara optimal di
rumah sakit vertikal.
Menurut Direktur Jenderal Bina
Upaya Kesehatan Kementerian
Kesehatan Prof. dr. Prof. Akmal Taher,
SpU (K), penilaian dilakukan pada
sistem pendaftaran, sistem manajemen
pelayanan, sistem penagihan klaim
(IGD) RSJPD Harapan Kita; Klinik
Khusus Tumbuh Kembang dan Ruang
Perawatan Pasien JKN di RSAB
Harapan Kita; serta Ruang Rawat
Onkologi Anak dan Poli Paliatif Care
RSK Dharmais.
PREVALENSI
Menurut hasil Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) tahun 2013,
prevalensi kanker di Indonesia 1,4 per
1000 penduduk atau sekitar tiga juta
orang.
Sementara prevalensi hipertensi
sebanyak 25,8 persen pada penduduk
usia 18 tahun lebih dan prevalensi
penyakit jantung coroner 1,5 persen
dari penduduk berusia 15 tahun ke
atas atau sekitar 2,6 juta penduduk
selama kurun waktu itu.
Biaya untuk penanganan kanker
dan penyakit jantung di Indonesia
juga sangat tinggi. Dalam pembiayaan
Jaminan Kesehatan Masyarakat tahun
2012, pengobatan kanker menempati
urutan keempat setelah hemodialisa,
thalassemia, dan TBC, dengan total
biaya Rp144,7 miliar. Keadaan ini
tentu menjadi beban ekonomi dan
sosial masyarakat.
Untuk menekan beban pelayanan
kesehatan akibat masalah-masalah
kesehatan itu, diperlukan penguatan
pelaksanaan upaya promotif-preventif,
termasuk upaya deteksi dini penyakit
tidak menular.
Tantangan lain yang harus
dihadapi di bidang kesehatan adalah
upaya menurunkan angka kematian
ibu dan bayi. Menurut hasi Survei
Demograi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, Angka Kematian
Ibu (AKI) di Indonesia mencapai 359
per 100.000 kelahiran hidup pada
2012. Angka Kematian Bayi pada
tahun yang sama sebanyak 32 per
1.000 kelahiran hidup.
Sesuai target Tujuan
Pembangunan Milenium (Millenium
Development Goals/MDGs) tahun
2015, pemerintah harus menurunkan
AKI menjadi 102 per 100.000 kelahiran
hidup dan AKB menjadi 23 per 1.000
kelahiran hidup.•
PERISTIWA
• • 30 MEDIAKOM • Edisi 52 • OKTOBER 2014
JKN, dan sistem penanganan
komplain. Penilaian
seluruhnya meliputi 17
variabel dari kriteria penilaian
dengan bobot yang berbeda-
beda.
“Diharapkan penilaian
ini juga akan mendorong
rumah sakit vertikal untuk
menerapkan pelayanan
JKN yang komprehensif,
terintegrasi dan berorientasi
pada pasien, sehingga dapat
dijadikan contoh bagi rumah
sakit vertikal lain dan rumah
sakit non-vertikal di Tanah
Air,” kata Menteri Kesehatan.
Ia berpesan kepada
jajaran pengelola rumah sakit
vertikal di seluruh Indonesia
untuk meningkatkan kualitas
pelayanan dan berusaha
memberikan pelayanan
yang sebaik-baiknya kepada
seluruh peserta JKN dan
secara intensif melakukan
sosialisasi dan diskusi
interaktif mengenai sistem
JKN dan kebijakan internal
terkait dengan para dokter
dan karyawan/karyawati
rumah sakit.
Menteri Kesehatan juga
meminta pengelola rumah
sakit vertikal melengkapi
rumah sakit dengan sarana
dan prasarana yang
diperlukan, termasuk sistem
teknologi informasi untuk
mendukung pelayanan;
menyusun dan menerapkan
clinical pathway sebagai
acuan dalam memberikan
pelayanan sebagai alat
pengendali mutu dan
biaya rumah sakit; serta
menstandardisasikan
penggunaan alat dan obat,
termasuk mendisiplinkan
penggunaannya dan
mengaktifkan tim audit klinis
rumah sakit.
Ia menjelaskan pula
bahwa cakupan JKN
semakin lama semakin
meningkat. Hingga 4
dari 2.353 rumah sakit di
Indonesia, termasuk 33
rumah sakit vertikal di bawah
Kementerian Kesehatan.
“Saya harap jumlah
fasilitas kesehatan baik di
tingkat pertama maupun
rujukan secara bertahap
dapat terus ditingkatkan,
sehingga akses seluruh
peserta JKN pada
pelayanan kesehatan yang
komprehensif dan bermutu
juga semakin meningkat,”
kata Menteri Kesehatan.•
September 2014, tercatat
127.309.887 orang telah
menjadi peserta JKN.
Jumlah peserta
JKN sebanyak itu tentu
memerlukan fasilitas
kesehatan pendukung yang
memadai baik di tingkat
pertama maupun rujukan
tingkat lanjut.
Sampai sekarang fasilitas
pelayanan kesehatan
yang bisa memberikan
layanan bagi peserta JKN
meliputi 1.551 rumah sakit
“Diharapkan penilaian ini juga akan
mendorong rumah sakit vertikal
untuk menerapkan pelayanan JKN
yang komprehensif, terintegrasi dan
berorientasi pada pasien."
Menteri Kesehatan dr. Nafsiah Mboi,
Sp.A, MPH
OKTOBER 2014 • Edisi 52 • MEDIAKOM 31 • •
Menteri
Kesehatan
(Menkes)
dr. Nafsiah
Mboi, Sp.A,
MPH mengingatkan
masyarakat dan dokter
agar menggunakan dan
meresepkan antibiotik secara
rasional, tidak sembarangan.
“Masih banyak
dokter, spesialis,
bahkan masyarakat
yang menggunakan
antibiotika padahal tidak
dibutuhkan,” katanya saat
meresmikan Fasilitas
Produksi Sediaan Onkologi
PT Fonko International
Pharmaceuticals di Cikarang,
Jawa Barat, Senin (22/9).
Ia lantas mencontohkan
pemberian antibiotik yang
tidak rasional, yaitu ketika
dokter meresepkan pasien
yang sakit lu, batuk, dan pilek biasa yang disebabkan
oleh virus.
“Seharusnya pada kasus
ini tidak perlu diberikan
antibiotik,” katanya.
Menteri Kesehatan juga
menemukan fakta bahwa
penggunaan antibiotik
secara tidak rasional tidak
hanya terjadi pada manusia,
tapi juga dalam budidaya
peternakan dan perikanan.
“Ini juga sangat
berbahaya. Bahwa
kita tahu penggunaan
antibiotika baik di perikanan,
peternakan, maupun di
manusia yang tidak rasional
dan tidak dengan dosis
yang tepat lambat laun
akan menyebabkan pada
saat sewaktu-waktu kita
membutuhkan antibiotika
namun sudah tidak ada yang
mempan lagi,” jelasnya.
Ia kemudian
menceritakan kisah tentang
seorang ibu berusia 28
tahun yang mudah sakit,
dan berulang kali tubuhnya
panas lalu sembuh lagi.
Ibu itu akhirnya bertemu
dengan dokter dan menjalani
pemeriksaan darah.
Hasilnya mengejutkan, ada
tujuh antibiotik yang sudah
resisten.
Hal itu terjadi karena
dia sering pindah-pindah
dokter dan mengonsumsi
banyak antibiotik. Masih
ada satu antibiotik yang
bisa menolong dia ketika
terinfeksi bakteri.
Dokter yang merawat
perempuan itu akhirnya
tidak memberikan antiobiotik
namun meresepkan vitamin
serta komponen-komponen
lain untuk meningkatkan
daya tahan tubuh
berdasarkan pemeriksaan
laboratorium. Ibu itu pun
sembuh.•
MENKES:GUNAKAN ANTIBIOTIK SECARA RASIONAL
Menkes pada
acara Peresmian Pabrik Obat Fonko
di Cikarang
PERISTIWA
• • 32 MEDIAKOM • Edisi 52 • OKTOBER 2014
MISI KESEHATAN HAJI SIAGA ANTISIPASI PENYAKIT MENULAR
Organisasi
Kesehatan
Dunia (World
Health
Organization/
WHO) memberikan perhatian
khusus pada kegiatan ibadah
haji tahun 2014 M/1435.
WHO fokus
memperhatikan
pembangunan jejaring
koordinasi di antara Misi
Kesehatan negara-negara
pengirim jemaah haji
dengan pemerintah Arab
Saudi, khususnya dalam
menghadapi penyabaran
virus sindrom pernafasan
akibat virus corona baru
(Middle East Respiratory
Syndrome-Corona Virus/
MERS-CoV) dan Ebola.
Badan kesehatan
dunia menyelenggarakan
pertemuan antar negara
pengirim jemaah haji Tahun
2014 M/1435 di Jeddah
pada 16-17 September
2014 untuk mengetahui
kesiapsiagaan setiap
negara dalam menyediakan
pelayanan kesehatan bagi
jemaah untuk mengantisipasi
penularan penyakit.
Pertemuan itu dihadiri
oleh 10 dari 100 negara
yang mengirimkan jemaah
haji dengan jumlah jemaah
terbesar di dunia yakni
Indonesia, Sudan, Nigeria,
Malaysia, Yaman, India,
Bangladesh, Pakistan, Turki,
Irak, Iran, Mesir dan Arab
Saudi selaku tuan rumah.
Selama musim hasi
terjadi pergerakan massa
yang sangat besar. Oleh
karena itu setiap negara
diharapkan mewaspadai
penularan panyakit MERS-
CoV dan Ebola selama
musim haji dan setelah
penyelenggaraan haji,
setelah jemaah kembali ke
negara asal.
Surveilans biasa saja
tidak akan efektif untuk
mengamati pergerakan
massa selama prosesi haji
di Arab Saudi. Langkah-
langkah diperlukan untuk
mengantisipasi penyebaran
MERS-CoV dan Ebola.
Pemerintah Arab Saudi
dan WHO menekankan setiap
negara pengirim jemaah haji
untuk memperhatikan tiga hal
dalam menghadapi dua infeksi
virus yang sedang mewabah
itu yakni meningkatkan
kesiapsiagaan pelayanan
kesehatan individu maupun
komunitas; meningkatkan
surveilans terhadap penyakit
baru dan penyakit menular;
serta meningkatkan koordinasi
antar Misi Kesehatan negara
pengirim jemaah haji dan
Kementerian Kesehatan Arab
Saudi.
Pertemuan yang
berlangsung selama dua hari
itu menghasilkan beberapa
rekomendasi yaitu bahwa
transparansi dan ketepatan
waktu dalam penyampaian
informasi tentang kasus
penyakit menular;
menjadikan perlindungan
terhadap penyakit menular
selama haji sebagai
tanggung jawab bersama;
edukasi pola hidup bersih
dan sehat sejak sebelum
keberangkatan haji sampai
kembali ke negara asal;
serta pemberian perhatian
khusus terhadap jemaah haji
dengan usia lanjut.
Sebagai titik terdepan
deteksi dini dan manajemen
kasus Misi Kesehatan
tiap negara juga harus
memberikan pelatihan
khusus mengenai penyakit
menular kepada setiap
anggota tim Misi Kesehatan.
Misi Kesehatan diminta
mengikuti standar deinisi kasus yang ditetapkan; selalu
menjaga sterilitas peralatan
kesehatan di fasilitas
pelayanan; serta selalu
menekankan pentingnya
Alat Pelindung Diri (APD)
bagi semua anggota tim Misi
Kesehatan, demikian menurut
surat elektronik yang diterima
Pusat Komunikasi Publik
Kementerian Kesehatan dari
Misi Kesehatan Indonesia di
Arab Saudi.•
OKTOBER 2014 • Edisi 52 • MEDIAKOM 33 • •
TENAGA KESEHATAN HAJI SIAGA LAYANI JEMAAH
Tenaga kesehatan di
Misi Kesehatan Haji
Indonesia siap siaga
melayani jemaah
yang membutuhkan
pelayanan selama
menunaikan ibadah di Arab
Saudi.
Di setiap kelompok
terbang (kloter), ada satu
dokter dan dua perawat
yang mendampingi dan siap
melayani jemaah haji selama
perjalanan dari Tanah Air ke
Tanah Suci.
Selain itu ada delapan
tenaga kesehatan yang
terdiri atas tiga dokter (dokter
umum, spesialis penyakit
dalam dan spesialis paru) di
setiap Kantor Sektor, yang
membawahi beberapa kloter.
Ada pula tenaga-tenaga
kesehatan yang bertugas
setiap Daerah Kerja Panitia
Penyelenggara Ibadah
Haji, yakni di Daerah Kerja
Jeddah, Madinah dan
Makkah.
Para dokter yang
bertugas di Tanah Suci
secara rutin mengunjungi
anggota jemaah yang
berisiko tinggi mengalami
gangguan kesehatan untuk
mengontrol kondisi mereka.
“Kami akan menjemput
bola. Ini pengembangan dari
sebelumnya,” kata Kepala
Seksi Kesehatan Daerah
Kerja Makkah, Muhammad
Ilyas, di Balai Pengobatan
Haji Indonesia (BPHI)
Daerah Kerja Makkah.
Ilyas mengatakan
kunjungan ke jemaah
tidak hanya dilakukan
pada saat mereka sakit
atau menunjukkan gejala
sakit saja karena jemaah
seringkali tidak mau atau
enggan memberitahu gejala
sakit yang dialami.
Para dokter secara
bergilir akan melakukan
kunjungan ke tempat jemaah
menginap supaya tetap
ada yang berjaga di pos
kesehatan sektor.
Ia juga mengatakan
bahwa dokter kloter yang
mendampingi jemaah sejak
dari Tanah Air tetap lebih
banyak berperan dalam
PERISTIWA
• • 34 MEDIAKOM • Edisi 52 • OKTOBER 2014
memantau kondisi kesehatan
jemaah.
Tak hanya dokter dan
tenaga kesehatan saja
yang siaga melayani. Para
pengantar obat pun siap
mengantarkan obat ketika
jemaah membutuhkannya.
Para Tenaga Pengantar
Obat (Tepat) siaga 24 jam
untuk melayani jemaah
haji Indonesia yang
membutuhkan obat di
Makkah, Arab Saudi.
Petugas pengantar obat
yang mengenakan rompi
dan topi berwarna hijau
akan mengantarkan obat
yang dibutuhkan jemaah
menggunakan sepeda.
Personel Tepat adalah
warga Indonesia yang sudah
bermukim di Arab Saudi
sehingga sudah mengetahui
rute dan lalu lintas di Tanah
Suci.
Ilyas mengatakan
program itu diluncurkan
untuk mengantisipasi
kemacetan karena jemaah
haji dari pelosok dunia sudah
memasuki Makkah.
“Akan macet, sehingga
kita coba antisipasi,” katanya
seperti dilansir kantor berita
ANTARA.
Pada setiap sektor
penginapan jamaah haji
Indonesia akan ditempatkan
satu personel Tepat yang
siaga 24 jam mengantarkan
obat dari Sektor ke
penginapan setiap kloter
jemaah.
Para petugas pengantar
obat tersebut juga disiapkan
untuk melayani jamaah pada
puncak haji, saat wukuf di
Arafah dan mabit di Mina.
Jika nanti penggunaan
sepeda tidak diperbolehkan
di Arafah dan Mina,
maka para petugas akan
mengantarkan obat jamaah
dengan berjalan kaki.
Sampai Senin (22/9),
sudah ada 122.234 orang
dari total jemaah haji reguler
seluruh embarkasi sebanyak
157.041 orang yang sudah
berangkat ke Arab Saudi.
Sebanyak 119.629 orang di
antaranya sudah sampai di
Tanah Suci.
Anggota jemaah haji
yang berisiko tinggi karena
berusia 60 tahun lebih yang
masuk asrama sebanyak
33.943 orang (28 persen),
dan yang berisiko tinggi
karena penyakit faktor risiko
(PFR) sebanyak 58.103
orang (52,84 persen).
Persentase jemaah haji
berisiko tinggi (usia 60 tahun
lebih) paling banyak berasal
dari embarkasi Padang
(41,73 persen) dan jemaah
berisiko tinggi dengan
PFR terbanyak berasal
dari embarkasi Palembang
(64,88 persen).
Di luar jemaah yang
tak bisa berangkat karena
masalah visa, total anggota
jemaah haji yang gagal
berangkat sampai 22
September 2014 sebanyak
51 orang dan jumlah yang
gagal berangkat karena
hamil sebanyak sembilan
orang.
Sementara jemaah yang
wafat berdasarkan data
22 September pukul 04.00
WIB tercatat sebanyak 36
orang. Rinciannya, lima
orang meninggal dunia di
Embarkasi dan 31 orang
meninggal dunia di Arab
Saudi dengan penyebab
kematian tertinggi penyakit
kardiovaskular (51,61
persen).•
OKTOBER 2014 • Edisi 52 • MEDIAKOM 35 • •
REFORMASI BIROKRASI
• • 36 MEDIAKOM • Edisi 52 • OKTOBER 2014
Sebelum ada
Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN),
keputusan
pelayanan kepada
pasien sering ditentukan
hanya oleh seorang dokter.
Periksa yang dilakukan,
teknologi yang digunakan,
dan obat yang akan
diberikan, semua tertumpu
pada dokter. Terserah
dokter, tanpa harus ada
campur tangan dari pihak
lain. Akibatnya, sering
muncul keluhan tagihan
pembayaran akhir yang
di luar batas kewajaran.
Bahkan sering ditemukan
penyakit dengan diagnosa
yang sama, tapi beda dokter
yang menangani, menjadi
beda harga tagihan akhir.
Mengapa bisa terjadi?
Karena beda dokter, dapat
beda jenis pemeriksaan yang
diberikan, beda teknologi
yang digunakan dan beda
pula obat yang diberikan.
Contoh: satu dokter
merekomendasikan 5 jenis
pemeriksaan laboratorium
dan memberikan 3 jenis
obat paten. Sementara
itu, dokter yang lain hanya
merekomendasikan 3
pemeriksaan laboratorium
dan menggunakan obat
generik. Bisa diduga dokter
yang terakhir akan memberi
tagihan yang lebih murah.
Menghadapi perbedaan
seperti ini, masyarakat hanya
dapat pasrah terhadap
dokter yang melayani.
Karena masyarakat tidak
punya cukup pengetahuan
untuk memberikan koreksi,
apalagi terkait teknik medis.
Masyarakat sebagian besar
“pasrah bongkoan” kepada
dokter yang menangani.
Tapi, setelah ada
JKN banyak peran para
pihak yang berkontribusi
memutuskan regulasi
pelayanan kesehatan.
Dokter hanya melayani
pasien berdasarkan regulasi
yang sudah ditetapkan
dengan acuan indikasi
medis. Regulasi sendiri
hasil kontribusi berbagai
pihak, yakni klinisi, dokter,
apoteker, manajemen rumah
sakit, BPJS kesehatan,
pemerintah, dan tentu saja
peserta JKN.
Sebelum ada JKN,
semua risiko biaya menjadi
beban pasien. Bagi pasien
yang mampu, mungkin
beban itu tidak menjadi
masalah. Faktanya ternyata
di negeri ini lebih banyak
pasien yang tidak mampu
disbanding yang mampu.
Beban pasien yang tidak
mampu kian menjadi-jadi
jika harus dilakukan tindakan
terhadap si pasien. Tak
heran jika kemudian muncul
istiliah masyarakat “sadikin”,
sakit sedikit langsung miskin,
karena harus mengeluarkan
biaya pengobatan yang
besar. Kaum sadikin ini bisa
menual barang, bahkan
rumah tempat tinggal hanya
untuk berobat.
Adanya JKN juga
membuat terjadinya sistem
berbagi biaya. Setelah JKN,
ada berbagi risiko biaya
kepada semua peserta
JKN. Mereka yang sakit
mendapat perawatan dan
pengobatan tanpa harus
mengeluarkan biaya karena
biaya sudah ditanggung oleh
semua peserta JKN yang
akan dibayarkan oleh BPJS
kesehatan kepada rumah
sakit atau sarana kesehatan
yang memberikan pelayanan
kesehatan kepada pasien
peserta JKN.
Pembiayaan dalam JKN
memakai Indonesia Case
Base Groups (INA-CBGs)
yaitu sebuah aplikasi yang
digunakan rumah sakit
untuk mengajukan klaim
pada pemerintah. INA-
CBG merupakan sistem
pembayaran dengan sistem
“paket”, berdasarkan
penyakit yang diderita
pasien. Sistem INA CBGs
dalam pelayanan kesehatan
adalah industri yang unik,
JKN Ubah Mindset Budaya Kerja
OKTOBER 2014 • Edisi 52 • MEDIAKOM 37 • •
karena sistemnya sangat
komplek. Sekalipun demikian
tetap berdasarkan aturan
dan prosedur yang telah
ditentukan, sehingga setiap
pelayanan jenis penyakit
mempunyai pembiayaan
yang sama, sebab pola
pembayaran/biaya ditentukan
dan disepakati sebelum
pelayanan diberikan.
Setiap tarif disusun
berdasarkan pengelompokan
diagnosis penyakit dan
prosedur atau tindakan yang
dikaitkan dengan biaya
perawatan. Kemudian setiap
satu kelompok memiliki ciri
klinis dan pemakaian sumber
daya/biaya perawatan yang
sama/mirip, berupa tarif
paket yang meliputi seluruh
komponen biaya rumah
sakit. Sistem ini sering
disebut dengan pembayaran
prospektif.
Sebagai contoh,
seorang pasien masuk
UGD, kemudian petugas
melakukan diagnosa. Hasil
diagnosa memberi penjelasan
pasien tersebut masuk
ke salah satu kelompok
penyakit. Diagnosa juga akan
menentukan pemeriksaan
laboratorium yang akan
digunakan dan obat yang
akan diberikan kepada
pasien. Hasil total diagnosa
itu akan keluar sesuai kode
tertentu. Kode tersebut yang
akan menentukan besaran
biaya. Misal diketahui hasil
diagnose si pasien menderita
diabetes. Sekalipun sama
sama diabetes, kalau beda
keparahannya akan berbeda
harganya.
Penentuan tarif itu
beradasarkan kelas rumah
sakit, kelas perawatan dan
regionalnya. Penetapan
regionalisasi sebagai upaya
untuk mengejar indek
kemahalan. Ada 6 kelas
kelompok rumah sakit yakni
RS Kelas D, RS Kelas C,
RS Kelas B Non Pendidikan
dan Pendidikan, RS Kelas A,
RS Umum Rujukan Nasional
dan RS Khusus Rujukan
Nasional. Sedangkan kelas
perawatan ada 3 yakni kelas
3, kelas 2 dan kelas 1.
Prinsip dasar
paradigmaSejak JKN dimulai,
maka perubahan paradigma
menjadi keharusan.
Mulai dari petugas BPJS,
petugas fasilitas kesehatan,
hingga masyarakat.
Perubahan berikir ini sulit dan memerlukan waktu
berproses, sehingga pada
fase awal JKN masih
banyak penolakan di sana-
sini, khususnya dari para
tenaga kesehatan di fasilitas
kesehatan.
Menurut Kepala Pusat
Pembiayaan Jaminan
Kesehatan, Kemkes dr.
Donald Pardede beberapa
kasus penolakan itu terjadi
karena belum dipahaminya
aturan dan sistem yang
berkaitan dengan JKN.
Disamping itu, masih ada
beberapa aturan yang perlu
diperbaiki, disesuaikan dengan
kondisi lapangan. Misalnya
berkenaan dengan pola tarif
beberapa paket CBG jenis
penyakit tertentu, seperti
bedah tulang (ortopedi).
“Menyikapi beberapa
masalah penolakan tersebut,
saya berkenyakinan mereka
akan berubah dengan
sendirinya. Sebab JKN
ini arus besar yang akan
mendorong semua orang
yang terlibat harus berubah.
Bila tidak berubah pasti
akan terjadi kesulitan dalam
melaksanakan tugas secara
individu. Ketidakpatuhan
pada perubahan individu
akan mempengaruhi
mekanisme tata kerja
sistem secara keseluruhan.
Sebagai contoh, ada dokter
yang tidak menuliskan
secara utuh diagnosa
yang dilakukan dapat
menyebabkan penetapan
harga yang di bawah harga
paket atau under coding. Bila
banyak under coding dapat
menyebabkan kerugian
dalam remunerasi dan unit
pelayanan secara umum,”
ujar dr. Donald.
Menurut Kapus P2JK,
Eisiensi dan efektiitas menjadi penting di unit
pelayanan kesehatan. Eisien dalam penggunaan obat,
alat medik habis pakai dan
pemeriksaan penunjang.
Namun, tuntutan eisiensi, tidak boleh mengurangi
mutu pelayanan. Mutu terkait
dengan kepatuhan terhadap
standar pelayanan, bukan
pada kepuasan pelanggan.
“Eiensi, bukan mengurangi pemeriksaan,
pemberian obat dan
penggunaan alat medis habis
pakai yang dibutuhkan. Sebab
kalau hal ini dilakukan dapat
menyebabkan pasien tidak
segera sembuh. Akibatnya
menambah panjang waktu
rawat inap, pasti juga akan
menambah biaya yang
dibutuhkan. Sehingga unit
pelayanan kesehatan dapat
mengalami kerugian,” kata
Donald.• (Pra)
I II III IV V
Banten Sumatera Barat NAD Kalimantan Selatan Bangka Belitung
DKI Jakarta Riau Sumatera Utara Kalimantan Tengah NTT
Jawa Barat Sumatera Selatan Jambi Kalimantan Timur
Jawa Tengah Lampung Bengkulu Kalimantan Utara
DI Yogyakarta Bali Kepulauan Riau Maluku
Jawa Timur NTB Kalimantan Barat Maluku Utara
Sulawesi Utara Papua
Sulawesi Tengah Papua Barat
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Sulawesi Selatan
REGIONALISASI
MELAWAN EBOLA DENGAN ROBOT
TEROBOSAN
• • 38 MEDIAKOM • Edisi 52 • OKTOBER 2014
AN EBOLA DENGAN ROBOT
WW
W.D
OT
TR
U-D
.CO
M
OKTOBER 2014 • Edisi 52 • MEDIAKOM 39 • •
DSeorang dokter dari South
Carolina, Amerika Serikat,
melakukan perjalanan ke
Liberia untuk memerangi
virus Ebola dengan robot
pembasmi kuman.
Atas permintaan dari
pemerintah Liberia, Dr. Jeffery L. Deal
dari Center for Global Health di Medical
University of South Carolina memulai
perjalanan ke Monrovia, Liberia, untuk
melatih staf rumah sakit menggunakan
perangkat pembasmi kuman portabel TRU-D
SmartUVC.
Penemu TRU-D itu membawa dua
perangkat yang tingginya lebih dari empat
kaki untuk membantu membasmi kuman di
lingkungan pelayanan kesehatan, tempat
pasien-pasien menjalani perawatan.
Total Room Ultraviolet Disinfector (TRU-D)
menggunakan modiikasi cahaya pembasmi kuman untuk menyerang bakteri dan virus.
Energi sinar Ultra Violet (UV) memodiikasi struktur DNA virus pathogen, seperti Ebola,
sehingga mereka tidak bisa bereproduksi
kembali dan karena itu tidak bisa berkoloni
dan membahayakan pasien.
Penggunaan alat itu punya efek desinfeksi
sampai 99,9 persen.
“Kami mengembangkan teknologi TRU-D
SmartUVC untuk memerangi dampak infeksi
di rumah sakit,” kata direktur anthropologi dan
studi air di Center for Global Health itu dalam
siaran pers yang dikutip Fox News.
“Tidak seperti penyakit lain, Ebola
menyerang petugas rumah sakit lebih dari
kelompok manapun,” katanya.
Robot TRU-D digunakan di area
isolasi pasien seperti ruang operasi
dan ruang perawatan intensif. Robot itu
menggunakan teknologi Sensor360™, yang
memperhitungkan waktu yang diperlukan
untuk bereaksi dengan variabel ruangan
seperti ukuran, geometri, relektivitas permukaan serta jumlah dan lokasi
perlengkapan di ruangan.
TRU-D mengirimkan dosis letal sinar
UV-C selama siklus tunggal dari pusat lokasi.
Sebelum perangkat itu diaktifkan, semua laci
di dalam ruangan dibuka, semua pintu ditutup
dan tanda-tanda keamanan ditaruh di luar
ruangan untuk memastikan tidak ada orang
yang masuk.
Robot kemudian diaktifkan dari jarak jauh.
Deal bekerja sama dengan para pejabat
Liberia dan National Task Force on Ebola.•
CALON-CALONVAKSIN PENANGKALEBOLA M
enurut hasil studi yang
dipublikasikan dalam jurnal Nature
Medicine, satu vaksin eksperimental
Ebola terbukti efektif memberikan
perlindungan setidaknya selama
lima pekan pada monyet di laboratorium, tapi
membutuhkan tambahan vaksin penguat untuk
meningkatkan proteksinya menjadi 10 bulan.
Studi itu merupakan yang pertama kali
melaporkan bahwa satu rejimen vaksin bisa
menghasilkan “kekebalan tahan lama” terhadap
Ebola, melindungi empat dari empat monyet
selama 10 bulan.
TEROBOSAN
• • 40 MEDIAKOM • Edisi 52 • OKTOBER 2014
Vaksin itu menggunakan
adenovirus simpanse,
yang berhubungan
dengan adenovirus yang
menyebabkan infeksi saluran
pernafasan atas pada
manusia.
Adenovirus menginfeksi
sel-sel hewan yang
mendapat vaksinasi,
membuat mereka mengambil
gen dan memproduksi
protein-protein Ebola, yang
kemudian menggerakkan
sistem kekebalan untuk
menyerang protein-protein
virus Ebola ketika terjadi
infeksi.
Dalam studi baru yang
dipimpin oleh Nancy Sullivan
dari National Institute of
Allergy and Infectious
Diseases (NIAID), para
peneliti berusaha melihat
apakah dosis ganda vaksin
dalam rejimen yang disebut
prime-boost (penguat
utama) akan mengatasi dua
kebutuhan klinis berbeda.
CALON-CALONAKSIN PENANGKAL
empat dari empat monyet
yang mendapat vaksinasi
diberi virus Ebola dengan
dosis letal lima pekan
kemudian bertahan dan
tidak ada virus Ebola yang
terdeteksi dalam darah
mereka. Sementara semua
monyet yang tidak mendapat
vaksinasi mati dalam enam
hari.
Kebutuhan klinis yang
lain adalah melindungi
seseorang yang tinggal di
zona wabah Ebola sampai
sebulan.
Di sini, vaksin adeno
goyah pada satu dosis:
ketika delapan monyet yang
mendapat vaksinasi dipapar
dengan virus Ebola, 10 bulan
kemudian enam di antaranya
mati.
Dengan satu kelompok
monyet baru, para peneliti
mengikuti pemberian vaksin
adeno awal dan delapan
pekan kemudian memberikan
suntikan penguat dengan
manusia Selasa (2/9) dan
yang dikembangkan oleh
Johnson & Johnson (J&J)
yang berencana memulai uji
keamanan pada awal 2015.
UJI VAKSIN LAIN
Hasil studi baru
menunjukkan, satu vaksin
GSK yang sekarang
sedang diujicobakan pada
para relawan sehat akan
memberikan perlindungan
terhadap infeksi Ebola
dalam jangka pendek,
tapi bisa ditambah untuk
mendapatkan perlindungan
jangka panjang.
Uji coba vaksin
GSK pada manusia
menggunakan dosis
tunggal vaksin adenovirus.
Fauci mengatakan,
regulator membutuhkan uji
keamanan untuk memeriksa
setiap elemen rejimen
secara terpisah sehingga
kemungkinan ada kejadian
yang merugikan bisa dilacak
dengan mudah.
GSK juga berencana
menguji versi dua-dosis
pendorong prime boost, kata
juru bicara perusahaan Mary
Ann Rhyne.
J&J dan NewLink
Genetics juga termasuk
di antara perusahaan
yang mempercepat usaha
menyediakan vaksin
dan perawatan untuk
infeksi Ebola, virus yang
menyebabkan wabah
terburuk yang pernah
diketahui di Afrika Barat
dan mengakibatkan lebih
dari 2.000 orang meninggal
dunia.
Vaksin Ebola J&J
tersusun atas adenovirus
dan penguat MVA buatan
Bavarian Nordic.
“Setelah penguatan,
perlindungan tidak hanya
lebih kuat tapi juga bertahan
lebih lama,” kata juru bicara
J&J Daniel De Schryver.
Vaksin eksperimental
Ebola yang ketiga
menggunakan sistem yang
berbeda, patogen ternak
yang disebut Vesicular
Stomatitis Virus (VSV).
Versi yang
dikembangkan oleh Badan
Kesehatan Publik Kanada
dan lisensinya diberikan
kepada NewLink Genetics
itu dijadwalkan menjalani
uji keamanan pada relawan
sehat musim gugur tahun
ini.
Selain itu, Profectus
BioSciences juga
mengembangkan vaksin
VSV.
Thomas Geisbert
dari University of Texas
Medical Branch meneliti
vaksin Ebola berbasis
VSV yang dikembangkan
oleh Profectus. Dia
mempertanyakan
kepraktisan dua suntikan
rejimen vaksin.
“Kau benar-benar
membutuhkan injeksi vaksin
tunggal yang beraksi cepat
untuk melindungi satu
komunitas selama wabah
atau mempersiapkan orang-
orang yang pertama kali
harus merespons kejadian
itu serta tenaga kesehatan,”
katanya.
Hanya vaksin VSV
yang menunjukkan
kemampuan untuk
memberikan perlindungan
terhadap monyet-monyet di
laboratorium yang mendapat
vaksin setelah terinfeksi
Ebola.
“Ini membuatnya lebih
berguna daripada vaksin
yang lain. Untuk wabah,
ini bekerja cepat,” kata
Geisbert seperti dilansir
kantor berita Reuters.•
Kebutuhan klinis yang
pertama, menurut Direktur
NIAID Dr Anthony Fauci,
adalah memberikan
perlindungan terhadap
Ebola dengan segera ketika
seseorang menuju ke daerah
wabah Ebola.
Dalam studi penggunaan
vaksin adenovirus yang
secara esensial sama
dengan vaksin buatan
GlaxoSmithKline (GSK) itu,
pembawa virus lain yang
disebut Modiied Vaccine Ankara (MVA) dan membawa
gen Ebola yang sama.
Kali ini, keempat monyet
yang terinfeksi masih
terlindungi dalam 10 bulan.
Vaksin yang digunakan
dalam studi itu serupa
dengan vaksin yang
sedang dikembangkan
oleh GSK, yang memulai
uji keamanan vaksin pada
OKTOBER 2014 • Edisi 52 • MEDIAKOM 41 • •
POTRET
• • 42 MEDIAKOM • Edisi 52 • OKTOBER 2014
Bagaimana
penganggaran kesehatan
saat ini ?
Selama ini berbicara
anggaran pembangunan
kesehatan itu hanya yang
berasal dari Kemkes saja,
padahal yang namanya dana
pembangunan kesehatan
itu menyeluruh. Semua
yang berkaitan dengan
biaya penyelenggaraan
pembangunan kesehatan
itu anggaran pembangunan
kesehatan. Bicara anggaran,
harus mengkaitkan dengan
Rencana Pembangunan
Janka Menengah Nasional
(RPJMN) dan Rencana
Strategis (Restra)
pembangunan kesehatan.
Alhamdulillah sekarang
Restra sudah terintegrasi
dengan berbagai program
kesehatan. Nah, Restra ini
harus mendapat dukungan
anggaran yang baik dari
Anggaran Penadapatan
dan Belanja Negara
(APBN) maupun Anggaran
Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD). Kedua
anggaran tersebut harus
mendukung secara
terintegrasi.
Sayang, APBD selama
Staf Ahli Menteri (SAM) Bidang Pembiayaan
dan Pemberdayaan Kementerian
Kesehatan, drg. Tini Suryanti Suhandi,
M.Kes, melihat rencana strategis (Restra)
dan anggaran masih berjalan sendiri-
sendiri, sekalipun sudah mulai ada perbaikan. Apakah
posisinya sebagai staf ahli saat ini masih mampu
mengintegrasikan atau paling tidak menyinkronkan
Restra dan anggaran? Untuk mengetahui hal
tersebut, berikut ini disajikan hasil wawancara
Mediakom dengan mantan Kepala Biro Perencanaan
dan Anggaran Kemkes ini.
OKTOBER 2014 • Edisi 52 • MEDIAKOM 43 • •
ini belum terintegrasi.
Untuk itu harus ada peta
anggaran daerah. Melalui
peta ini dapat dilihat daerah
mana yang mempunyai
dana kesehatan baik dan
daerah mana yang dana
kesehatanya kurang. Selain
itu juga harus melihat situasi
penyakit yang berkembang di
daerah. Contoh ada daerah
yang punya masalah malaria
atau sistomiasis, sementara
dana untuk menanggulangi
penyakit kurang. Disisi
lain ada daerah yang tidak
punya masalah penyakit, tapi
dananya besar, seperti DKI
Jakarta. Semua kondisi ini
dipetakan. Peta inilah yang
pertama harus ada, sehingga
kemana anggaran itu harus
ditempatkan dengan tepat
dapat terjadi.
Berapa besar anggaran
kesehatan saat ini ?
Berdasar UU 36 tentang
kesehatan, mengamanahkan
anggaran kesehatan itu
minimal 5% dari APBN, tetapi
sekarang ini baru kira-kira
2-2,5% dari APBN. Tapi
jangan terkecoh dengan
anggaran APBN, sebab
masih banyak anggaran
kesehatan yang berada
di luaran sana. Semua ini
harus juga dilihat secara
cermat. Tapi, kedepan
mustinya lebih fokus pada
upaya promotif dan preventif.
Saya belum tahu apakah
tugas di Staf Ahli Menteri
Bidang Pembiayaan dan
Pemberdayaan ini bertugas
menganalisa peta anggaran
tersebut.
Mestinya, staf ahli
menteri itu kan tink tank-
nya Menteri Kesehatan.
Sehingga harus memikirkan
tentang peta pembiyaan dan
juga peta pemberdayaan.
Harus ada peta, berapa
anggaran pusat dan berapa
anggaran daerah, termasuk
peruntukan untuk apa saja
dan kebutuhannya.
Bagaimana rencana konsep pemberdayaan masyarakat ke depan ?
Khusus pemberdayaan,
harus memetakan apakah
seluruh daerah kabupaten/
kota memiliki arah yang
sama dalam pemberdayaan
masyarakat. Daerah mana
yang sudah bergerak pada
aktivitas pemberdayaan dan
daerah mana yang belum.
Restra dan Pembiayaan Harus Terintegrasi
drg. Tini Suryanti Suhandi, M.Kes
POTRET
• • 44 MEDIAKOM • Edisi 52 • OKTOBER 2014
Selama ini belum terlihat
peta tersebut. Memang,
Kementerian Kesehatan
sudah banyak melakukan
pemberdayaan, tapi selama
ini masih dilakukan oleh
Kementerian Kesehatan
sendiri. Mustinya harus
mengintegrasikan program
pemberdayaan masyarakat
dari Kementerian Dalam
Negeri atau Kementerian
Sosial. Sehingga masyarakat
tidak bingung dengan
program pemerintah tentang
pemberdayaan masyarakat.
Saya kira itu yang menjadi
fokus saya dalam bekerja.
Jadi nanti muncul
program pemberdayaan
masyarakat yang terintegrasi
baik pusat maupun daerah.
Program pemberdayaan
ini harus muncul untuk
wilayah yang mempunyai
iskal rendah. Untuk
itu semua pihak harus
mau bekerjasama untuk
mengintegrasikan program
pemberdayaan masyarakat.
Seperti program Bina Upaya
Kesehatan, Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan, Bina Gizi dan
Kesehatan Ibu & Anak harus
terintegrasi.
Nah, untuk
mengintegrasikan program
tersebut harus ada
kekuatan. Tapi, apakah
Staf Ahli Menteri (SAM) ini
mempunyai kekuatan untuk
mengintegrasikan?. Pernah
saya bertanya kepada Ibu
Menteri, masukan atau
program apakah yang
pernah ibu dapat dari SAM?,
tidak ada, katanya. Atas
jawaban Menteri seperti itu,
saya bingung. Mengapa
Ibu tempatkan saya di sini
(SAM)? Menkes berkata,
ya...saya coba kamu orang
yang punya inovasi apa yang
dapat kamu berikan kepada
menteri. Jadi menurut
saya musti ada policy
brief yang harus diberikan
kepada menteri. Tapi, harus
duduk bersama mencari
kesepakatan apa yang akan
menjadi program.
Apa tantangan
dalam menyusun
peta pembiayaan dan
pemberdayaan?
Pasti banyak tantangan,
karena saya tidak dapat
bekerja sendiri, jadi harus
ada dukungan semua unit.
Rencana peta yang akan
disusun itu setiap provinsi.
Jadi dalam satu provinsi
ada stake holder terkait
berkumpul menyusun peta
itu. Dalam peta itu akan
terlihat apa masalah, kendala
Berdasar UU
36 tentang
kesehatan,
mengamanahkan
anggaran
kesehatan itu
minimal 5% dari
APBN, tetapi
sekarang ini baru
kira-kira 2-2,5%
dari APBN
OKTOBER 2014 • Edisi 52 • MEDIAKOM 45 • •
dan biayanya. Berikutnya
baru menyusun rencana
aksi yang paling cocok
untuk wilayah sesuaikan
dengan kemampuan biaya.
Atau ada pihak lain yang
bersedia menyediakan biaya,
membantu SDM seperti dari
peguruan tinggi.
Di Indonesia itu ada 13
perguruan tinggi, meraka
diajak kerjasama. Nah,
masing-masing perguruan
tinggi itu bertanggung jawab
terhadap provinsi mana.
Untuk hal ini ada beberapa
kendala, terutama suport
dana, stake holder terkait di
daerah dan pendampingan
dari pusat. Bila kendala
ini dapat dipenuhi, saya
yakin peta pembiayaan dan
pemberdayaan masyarakat
di provinsi dapat diwujudkan.
Dalam langkah awal,
akan fokus pada 9 provinsi
prioritas. Wilayahnya meliputi
seluruh jawa dan sumatera.
Salah satu kreiterianya
provinsi yang berpenduduk
minimal 7,5 juta. Dengan
jumlah penduduk yang besar
ini akan dapat berpengaruh
secara signiikan terhadap peningkatan MDGs. Ini
arahnya, kalau dikerjakan
juga sudah cukup berat.
Bagaimana solusi terhadap kendala
anggaran, stakeholder dan
kerjasama ?
Untuk kerjasama saya
sudah bicara dengan
perguruan tinggi Prof.
Laksano. Terkait anggaran
MPASS. Mekanismenya,
para stakeholder dari
perguruan tinggi dan
daerah menyusun road map
selama 5 tahun, kemudian
diserahkan kepada Dinas
Kesehatan. Perguruan tinggi
paling tidak akan mengawal
selama 2 tahun. Selanjutnya,
Mestinya, staf ahli
menteri itu kan tink
tank-nya Menteri
Kesehatan.
Sehingga harus
memikirkan
tentang peta
pembiyaan
dan juga peta
pemberdayaan.
Harus ada peta,
berapa anggaran
pusat dan
berapa anggaran
daerah, termasuk
peruntukan untuk
apa saja dan
kebutuhannya.
mereka akan menjalankan
road map secara mandiri.
Sehingga mereka
dengan mudah mencari
pendanaanya, karena sudah
ada road map. Sebenarnya
merupakan “pekerjaan gila”
yang pasti susah, karena
butuh orang yang konsen.
Apalagi di SAM sendirian,
tapi saya akan coba dulu.
Kalau dulu, (waktu masih
Biro Perencanaan dan
Anggaran), bicara begini
sudah menjadi konsep, ada
yang membantu mengonsep.
Tapi sekarang sendirian,
mengonsep sendiri. Batuin
dong..he..he..he..
Tapi, kalau
pemberdayaan masyarakat,
kita memastikan berintegrasi
dan terkoordinasi dengan
stakeholder yang lain.
Contoh JKN, masyarakat
miskin sudah mendapat iuran
pemerintah melalui program
penerima bantuan iuran
(PBI), sarana kesehatan
diperbaiki, sekarang tinggal
pemberdayaan masyarakat
untuk secara mandiri
berperilaku hidup sehat.
Bagimana konsep pemberdayaan dengan
yang dilakukan promkes ?Promkes lebih banyak
pemberdayaan masyarakat,
sedangkan saya lebih
fokus pada memotret
pemberdayaan dari luar,
seperti apa petanya. Kalau
mau bekerja pada suatu
wilayah, maka harus tahu
dulu bagaimana petanya.
Setelah itu baru tahu
actionnya. Apa yang mau
dikerjakan.
Mengapa saya sangat
konsen pada pembiayaan?
Saya pernah ngobrol-
ngobrol soal penganggaran,
saat musrenbangnas,
terkadang tidak tepat
sasaran dan jumlahnya
sering tidak rasional,
dibanding permohonannya.
Jadi, menurut saya
anggaran itu banyak, hanya
penggunaannya kurang
tepat sasaran. Untuk
meminimalkan hal tersebut,
harus ada Restra terlebih
dahulu. Kemudian anggaran
mengacu kepada Restra
yang telah ditetapkan.
Restra itulah yang harus
diperkenalkan ke daerah.
Bukankah selama ini
sudah ada Restra ?
Betul, Restra ya
Restra. Penganggaran ya
penganggaran, karena tidak
pernah diperkenalkan dan
disambungkan.
Kendala tidak
nyambungnya dimana ?
Saya baru lihat, Restra
jalan sendiri, anggaran
jalan sendiri. Tidak saling
mendukung. Jadi bagaimana
Restra mau tercapai, karena
tidak didukung dengan
anggaran. Teman-teman
masih menganggarkan apa
yang dia kerjakan selama ini,
tidak memenuhi anggaran
untuk Restra yang telah
ditetapkan. Itu yang belum,
sulit sekali menarik ke arah
itu. Sekalipun demikian,
sekarang sudah mulai
membaik. Semua pelan-
pelan sudah mengarahkan
anggaran pada Restra.
Jadi apa target jangka
pendek ?
Target jangka pendek
terbentuk peta pembiayaan
dan pemberdayaan
terintegrasi. Khusus
pemberdayaan, langkah
awal kita duduk dengan
promkes dan pusdatin.
Promkes mempunya program
dan pusdatin mempunyai
datanya, kita duduk dululah
merumuskan, mau kemana?
Tapi, SAM itu tidak punya
kekuatan. Berbeda dengan
Biro Perencanaan karena
ujungnya anggaran, unit
masih mudah dikoordinir
dan dimobilisir bertemu
melakukan penyusunan
program dan anggaran.
Bagaimana dengan
SAM Pembiayaan dan
Pemberdayaan? Lihat saja
nanti....!• (pra)
POTRET
• • 46 MEDIAKOM • Edisi 52 • OKTOBER 2014
drg. Usman Sumantri, M.Sc
Mengembangkan SDM Kesehatan
untukIndonesia Sehat
OKTOBER 2014 • Edisi 52 • MEDIAKOM 47 • •
Sedikit banyak
mimpi itu kini
mulai terwujud,
seiring dengan
terbentuknya
Badan
Penyelenggara
Jaminan Sosial Kesehatan
(BPJS) Kesehatan dan
terselenggaranya Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN)
mulai 1 Januari 2014 lalu.
Melalui JKN, setiap orang
kini bisa memiliki jaminan
kesehatan baik mereka yang
membayar iuran asuransi
sendiri atau mereka yang
iuran asuransinya dibayar
oleh pemerintah.
Usman Sumantri
berkisah, lahirnya program
jaminan kesehatan adalah
cerita panjang. “Pada
1997, pusat pembiayaan
dan jaminan kesehatan itu
belum ada, jadi saya lah
yang mencetak dari nol.
Dari belum ada struktur di
Kementerian Kesehatan,”
katanya kepada Mediakom,
di Kantor Kementerian
Kesehatan, Jalan Rasuna
Said Jakarta, Selasa (21/10).
Dan kini setelah
program JKN tinggal
running, alumnus Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas
Indonesia itu mendapat
amanah lain yang lebih
besar, yakni menyiapkan dan
mengembangkan sumber
daya manusia kesehatan
yang mumpuni dan
berkualitas.
Menteri Kesehatan RI,
dr. Nafsiah Mboi, Sp.A,
MPH, pada 13 Oktober
2014 lalu, melantik drg.
Usman Sumantri, M.Sc
menjadi Kepala Badan
Pengembangan dan
Pemberdayaan Sumber
Daya Manusia Kesehatan
(BPPSDMK) Kemenkes
RI. Dengan jabatan baru
yang diembannya saat ini,
Usman tidak boleh lagi
hanya berpikir tentang
bagaimana agar orang
sakit bisa berobat ke pusat
layanan kesehatan, tapi lebih
jauh harus mengupayakan
agar bagaimana sumber
daya manusia kesehatan di
Indonesia bisa menciptakan
masyarakat yang lebih sehat.
“(Jabatan baru ) ini
adalah soal bagaimana
kesehatan masyarakat tetap
jalan dan mempertahankan
orang yang 85 persen
itu tetap sehat, karena
ditangani oleh tenaga-tenaga
kesehatan yang punya
kompetensi tinggi,” katanya.
Menurut Usman,
pekerjaan besar yang harus
dihadapi dunia kesehatan
di masa datang bukan
hanya soal mengusahakan
pengobatan (kuratif) yang
bagus, tapi yang lebih
mendesak adalah soal
promotif dan preventif
(pencegahan) yang juga
harus bagus.
Oleh karena itu, tugas
BPPSDMK bukan hanya
soal bagaimana menyiapkan
tenaga dokter, bidan dan
perawat yang mumpuni,
tapi juga juga menyiapkan
tenaga kesehatan
lingkungan yang tangguh.
Ini lah yang menjadi tugas
besar BPPSDMK ke depan,
kata dokter gigi, yang
mengaku putra Betawi asli
itu.
Menurut Usman ,
agar derajat kesehatan
meningkat, masyarakat
membutuhkan pasar yang
sehat, kali yang bersih,
industri yang tidak mengotori
lingkungan, ataupun restoran
yang menyediakan makanan
sehat.
Pekerjaan besar
mewujudkan masyarakat
Indonesia yang sehat itu,
membutuhkan tenaga
kesehatan lingkungan yang
kompeten, yang bisa menata
sektor-sektor itu memenuhi
standar kesehatan. “Kalau
kita mau jadikan rakyat
sehat ya harus ditata semua
itu tadi, termasuk restoran
misalnya harus disertiikasi. Oleh karena itu kita juga
harus siapkan tenaga-tenaga
kesehatan lingkungannya,
analis, gizi, dan seterusnya,”
katanya.
BPPSDMK, kata Usman,
ke depan akan fokus
pada penyiapan tenaga
kesehatan berkualitas yang
mempunyai kompetensi
dan memiliki standar mutu
yang sama. Saat ini baru
sebagian tenaga kesehatan
yang telah memiliki standar
mutu dan kompetensi
yang relatif baik. Tenaga
kesehatan seperti dokter,
bidan dan perawat harus
menempuh uji kompetensi
untuk mendapatkan surat
tanda registrasi (STR).
Tenaga kesehatan yang
telah memiliki STR dinilai
telah memenuhi persyaratan
yang ditetapkan serta telah
diregistrasi.
Selanjutnya standardisasi
ini, akan diperluas untuk
tenaga kesehatan yang lain.
“Ini semuanya untuk safety,”
katanya.
Menurut Usman, soal
kualitas tenaga kesehatan,
sebenarnya Indonesia sudah
cukup memadai. Untuk
dokter misalnya, jika pada
2007-2009 passing grade
standar uji kompetensi
dokter masih 40-an, tapi
sekarang sudah 70-an. “Jadi
posisi sekarang, dokter
untuk tingkat nasional sudah
bagus, “ katanya.
Tenaga Kesehatan Daerah Terpencil Kurang
Pekerjaan besar lain
yang harus dituntaskan oleh
BPPSDMK, tambah Usman,
adalah penempatan tenaga
kesehatan untuk daerah
terpencil, kepulauan dan
pulau-pulau terluar.
Sebenarnya, secara
Selama hampir 20 tahun, drg.
Usman Sumantri, M.Sc menjadi
aktor penting dalam rintisan program
jaminan kesehatan nasional.
Mimpinya waktu itu, seluruh lapisan
masyarakat bisa menikmati jaminan
kesehatan secara layak, tanpa
kecuali. Semua orang punya jaminan
kesehatan, supaya kalau mereka
mengalami musibah sakit, mereka
tidak terbebani biaya besar.
POTRET
• • 48 MEDIAKOM • Edisi 52 • OKTOBER 2014
kuantitas jumlah tenaga
kesehatan di Indonesia
sudah mendekati rasio
yang cukup ideal. Saat
ini rasio dokter terhadap
penduduk secara nasional
adalah 4: 10.000, atau satu
dokter untuk 2500 orang.
Tapi masalahnya, sebaran
tenaga kesehatan dinilai
belum merata. Kebanyakan
tenaga kesehatan masih
terpusat di Jawa-Bali,
sementara di daerah
lain kekurangan tenaga
kesehatan.
Saat ini ada Puskesmas
di Jawa yang dokternya
sampai enam, tapi di banyak
tempat ada juga Puskesmas
yang dokternya tidak ada.
Sebanyak 8,3 persen
Puskesmas masih belum
memiliki dokter dari total
9.599 Puskesmas yang ada
di Indonesia.
Bio DataNAMA
drg. Usman Sumantri, M.Sc
JABATAN
Kepala Badan
Pengembangan dan
Pemberdayaan Sumber
Daya Manusia Kesehatan
(BPPSDMK) Kemenkes RI
TEMPAT LAHIRJakarta
TANGGAL LAHIR12 Agustus 1959
PENDIDIKAN
Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Indonesia
Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas
Indonesia
PENGALAMAN KERJA
2006 – 2010 Kepala Bidang
Kepesertaan Pusat
Pembiayaan dan Jaminan
Kesehatan
Pusat Pembiayaan dan
Jaminan Kesehatan,
Setjen Kemenkes RI
2010 – 2014 Kepala Pusat
Pembiayaan dan Jaminan
Kesehatan, Setjen
Kemenkes RI
2014 Kepala Pusat Pendidikan
dan Pelatihan Tenaga
Kesehatan, BPPSDMK
2014 – sekarang Kepala Badan PPSDM
Kesehatan, Kemenkes RI
BPPSDMK sangat
mendorong penempatan
tenaga-tenaga kesehatan
untuk daerah-daerah
terpencil, kepulauan
dan pulau terluar untuk
mendekatkan masyarakat
terhadap akses pelayanan
kesehatan. Dan bagi tenaga
kerja yang telah ditempatkan
di daerah-daerah tersebut
pihaknya memberikan
insentif berupa kesempatan
belajar dan internship,
terutama untuk tenaga
kesehatan dokter, dokter gigi
dan bidan.
“Kita utamakan untuk
(tenaga kesehatan) di
daerah terpencil untuk
belajar, nanti kalau sudah
selesai kita kembalikan,”
katanya. Namun,
persoalannya, tidak semua
tenaga kesehatan dari
daerah terpencil yang ikut
pendidikan tersebut lulus
dalam tes seleksi. “Jadi
mereka itu malah banyak
yang nggak lulus, padahal
kita inginnya mereka,
supaya mereka bisa kembali
ke daerah lagi,” katanya.
Padahal, pihaknya tidak bisa
mentolelir standar yang telah
ditetapkan, karena itu terkait
dengan safety.
Oleh karena itu,
terobosan yang paling
mungkin dilakukan ke
depan adalah dengan cara
menggaji dokter yang siap
mau kelapangan dengan
salary cukup besar. “Nah
mungkin nanti bisa bekerja
sama dengan BPJS
(Kesehatan). Mereka yang
mau bekerja di ujung-ujung
itu harus mendapatkan uang
lebih banyak dibandingkan
dengan dokter di perkotaan,”
katanya.
Namun demikian,
menurut Usman, berjalannya
terobosan ini akan sangat
tergantung dari kebijakan
dan kesiapan BPJS
Kesehatan, terutama
masalah dananya.
Kesulitan lain, kewenangan
distribusi tenaga kesehatan
saat ini ada pada pemerintah
daerah dan tidak semua
pemerintah daerah
memiliki kapasitas dan
kemampuan yang baik
untuk menyediakan tenaga
kesehatan secara merata di
wilayahnya.
“Mungkin dengan
adanya Undang-Undang
(tentang pemerintahan
daerah) yang baru, ada
kebijakan-kebijakan yang
bisa kita perbaiki. Sekarang
provinsi punya kewenangan
mutlak dan tanggung
jawab dalam pengaturan
tenaga kesehatan. Jadi
provinsi berhak merealokasi
dan redistribusi tenaga
BPPSDMK ke depan akan fokus
pada penyiapan tenaga kesehatan
berkualitas yang mempunyai
kompetensi dan memiliki standar
mutu yang sama.
OKTOBER 2014 • Edisi 52 • MEDIAKOM 49 • •
kesehatan lintas kabupaten
dalam satu wilayah provinsi.
Tapi ini masih tergantung ke
kepala daerah,” katanya.
Menyongsong AEC 2015
Sebagai orang yang
bertanggungjawab dalam
pembinaan dan pengawasan
mutu SDM Kesehatan,
Usman juga berkomitmen
untuk menyiapkan tenaga
kesehatan yang siap
bersaing dalam rangka
Asean Economic Community
(AEC) pada 2015.
AEC, katanya,
merupakan komitmen global.
Pada 2015, mau tidak
mau Indonesia harus siap
dengan pertukaran tenaga
kesehatan. Namun Usman,
memastikan, pertukaran itu
sifatnya harus resiprokal.
“Harus kita tuntut
standar yang sama. Nah
sampai sekarang ini belum
putus. Makanya dengan uji
kompetensi , kita harapkan
ada satu standar di antara
negara Asean,” katanya.
Ia mengharapkan
nantinya tenaga kesehatan
yang masuk ke Indonesia
harus sudah punya STR.
“Itu suatu jaminan, negara
menjamin, bahwa dia
memang kompeten dan
sudah teregistrasi. Dan yang
kedua, dia harus sudah
internship,” tegasnya.
Untuk meningkatkan
daya saing tenaga kesehatan
Indonesia, kata Usman,
BPPSDMK juga secara
konsisten mengintervensi
kurikulum pada fakultas-
fakultas kedokteran, fakultas
kedokteran gigi, fakultas
kesehatan masyarakat dan
semacamnya. Tujuannya
agar lulusan pendidikan
kesehatan memenuhi
standar dan uji kompetensi.
Di samping itu, agar
bisa bekerja di fasilitas
kesehatan di Indonesia,
tenaga kesehatan asing,
kata Usman, juga harus
menempuh uji kompetensi
untuk mendapatkan STR.
STR untuk tenaga asing
hanya berlaku satu tahun.
“Jadi nggak dikasih STR
seperti tenaga kesehatan
kita. Habis satu tahun,
mereka harus ikut evaluasi
lagi,” katanya.
Masuknya tenaga
kesehatan asing itu juga
harus berdasarkan alasan
alih ilmu pengetahuan
dan teknologi (iptek) serta
kebutuhan negara. “ Kalau
mereka mau praktik, kita
tidak bisa kasih untuk yang
dokter umum biasa, tapi
kualiikasi pendidikannya harus spesialis. Itu terkait
dengan tujuan transfer iptek
tadi,” tambahnya.
Dengam pola seperti
itu diharapkan, tenaga
kesehatan Indonesia tidak
akan tersisih. Sebaliknya
memiliki kemampuan yang
semakin meningkat, karena
ada transfer ternologi dari
tenaga kesehatan asing.•
drg. Usman Sumantri, M.Sc berbincang dengan Menteri Kesehatan RI, dr. Nafsiah Mboi, Sp.A, MPH saat dilantik menjadi Kepala Badan Pengembangan dan Pemberdayaan
Sumber Daya Manusia Kesehatan (BPPSDMK)
Kemenkes RI.
UNTUK RAKYAT
• • 50 MEDIAKOM • Edisi 52 • OKTOBER 2014
Komisi IX
DPR kembali
meminta penjelasan
tentang jumlah
peserta Penerima
Bantuan Iuran (PBI) dalam
program Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN).
“Tentang kepesertaan PBI
mohon untuk dilengkapi data,
sebenarnya yang menjadi
peserta Jamkesda dengan
anggaran yang ditanggung
APBN ada berapa? Dan
angka 96,4 juta ini pastilah
angka belum semuanya,”
kata Anggota Komisi IX
DPR Rieke Diah Pitaloka
saat Rapat Kerja Komisi IX
dengan Menteri Kesehatan
Nafsiah Mboi membahas
Anggaran Tahun 2015 di
Gedung DPR, Jakarta,
Selasa (2/9).
Rieke mengatakan
dengan kondisi keuangan
sekarang seharusnya
minimal bisa 120 juta
orang yang iuran jaminan
kesehatannya bisa
ditanggung pemerintah
menggunakan dana
Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN).
“Oleh karena itu, maka
tidak bisa hanya dilihat
apakah ini bisa dihapus atau
dikurangi karena kalau kita
mau jujur mari kita buka data
BPS,” katanya.
Rieke mengaku selalu
mengulang-ngulang
pertanyaan tentang sumber
data peserta JKN yang
digunakan oleh Badan
Penyelenggara Jamianan
Sosial (BPJS) Kesehatan,
apakah sumbernya dari data
Rumah Tangga Miskin Badan
Pusat Statistik (BPS).
Ia mengatakan, menurut
Kementerian Kesehatan
jumlah rumah tangga miskin
19,1 juta sehingga bila
dikalikan empat totalnya 76,4
juta jiwa, itulah yang dipakai
data Jaminan Kesehatan
Masyarakat 2008 sampai
dengan 2012.
Padahal, ia melanjutkan,
menurut data BPS tahun
2011 jumlah Rumah Tangga
Miskin sebanyak 25,2 juta
jiwa.
“Logikanya, jika dikalikan
empat berarti 100,8 juta.
Berapa angka kelahiran
baru, data dari BKKBN terjadi
pertambahan empat sampai
lima juta per tahun, karena
family planning-nya tidak
berjalan dengan baik,” kata
politisi Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan itu.
“Apakah memang
kemudian kita mau meng-
eliminasi orang-orang
yang sebetulnya berhak.
Bahkan tidak perlu ada
BPJS, tidak perlu ada SJSN,
kalau mereka termasuk fakir
miskin, orang terlantar itu
harus ditanggung negara,”
tambah dia.
Pada akhir masa
tugasnya, Rieke juga minta
dukungan Kementerian
Kesehatan agar
penganggaran tahun kemarin
yang membuat penghuni
Panti Sosial yang jumlahnya
Menteri Kesehatan Republik
Indonesia, dr. Nafsiah Mboi, Sp.A., MPH menghadiri acara Rapat Paripurna Dewan ke-31 di gedung Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR), Menkes menyampaikan
bahwa pemerintah setuju untuk
menetapkan RUU Kesehatan Jiwa
DPR MINTA PENJELASAN SOAL
PESERTA JKN
OKTOBER 2014 • Edisi 52 • MEDIAKOM 51 • •
Komisi IX DPR mendorong
pembentukan Badan
Kependudukan dan Keluarga
Berencana Daerah (BKKBD) di
seluruh kabupaten di Indonesia.
Undang-Undang No. 52 Tahun 2009
tentang Perkembangan Kependudukan
dan Pembangunan Keluarga mengatur
perubahan Badan Koordinasi Keluarga
Berencana Nasional menjadi Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana
Nasional (BKKBN) serta pembentukan
BKKBD.
Namun hampir lima tahun setelah
pemberlakuan undang-undang itu, ternyata
masih banyak kabupaten yang belum
memiliki BKKBD.
“Dari 300-an Kabupaten,
berapa yang sudah terbentuk
BKKBD? Mengapa kelembagaan
kependudukan tidak ada? Kenapa
masalahnya? Apakah diperlukan Perpres
maka BKKBD itu terbentuk?” kata anggota
Komisi IX DPR Surya Chandra Surapati
saat Rapat Dengar Pendapat Komisi IX
dengan Kepala BKKBN Fasli Djalal di
Gedung DPR Jakarta, Senin (1/9).
“Tahun 2019 nanti kita akan kembali
menyelenggarakan Pemilu. Jika data
kependudukannya masih seperti saat ini,
maka akan kembali carut marut. Kemudian
menjelang bonus demograi, maka data kependudukannya harus akurat, by name
by address,” katanya.
Politisi dari Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan itu menambahkan bahwa
data kependudukan yang akurat makin
dibutuhkan saat penerapan Sistem
Jaminan Sosial Nasional.
“Mengapa registrasi vital tidak
dihidupkan? Lahir, mati, pindahnya
penduduk harus tercatat,” katanya.
Ia menjelaskan, pada tahun 1990-an
ada proyek percontohan pelaksanaan
registrasi kelahiran, kematian dan
perpindahan penduduk, salah satunya di
Kabupaten Muara Enim tahun 1994.
“Namun sudah 20 tahun tidak ada
kelanjutan,” kata Surya.
Surya meminta BKKBN memikirkan
penerapan registrasi kelahiran, kematian
dan perpindahan penduduk di tingkat
kabupaten oleh BKKBD sebagaimana
diamanatkan UU 52 Tahun 2009.
Dia juga meminta BKKBN memberi
masukan kepada pemerintah agar
membuat peraturan presiden yang
memerintahkan kabupaten membentuk
BKKBD.
“Jangan tergantung pada BPS, karena
BPS merupakan pengumpul data. Yang
diperluka adalah pengolah datanya,
informasi kependudukan untuk menjadi
masukan kepada pembangunan yang
betul-betul berorientasi pada manusia. Kita
harus berubah orientasi pembangunan
kita, indeks pembangunan manusia harus
dengan data akurat,” katanya.
Ia menambahkan, BKKBN bisa
berkoordinasi dengan Kementerian
Dalam Negeri dalam pencatatan data
kependudukan yang akurat melalui
BKKBD.
DPR DORONG
PEMBENTUKAN BKKBD
sekitar dua juta orang
kehilangan hak mendapat
jaminan kesehatan dari
pemerintah tidak terulang.
“Ini bukan hanya
kegagalan DPR. Tapi
harus diakui juga sebagai
kegagalan Kementerian
Kesehatan. Kita tidak
bisa lagi memperjuangkan
adanya dana cadangan
untuk dua juta orang,”
tegasnya.
Dia juga berharap
selanjutnya tidak ada lagi
kasus-kasus rumah sakit
yang menolak menangani
pasien karena mereka tidak
terdata sebagai peserta JKN.
Rieke mengajak
pemerintah benar-benar
mengkaji lagi data warga
miskin yang harus menerima
bantuan iuran JKN dari
pemerintah dalam rapat yang
dipimpin Ketua Komisi IX
DPR Ribka Tjiptaning.
“Ini bukan sekedar
angka, tapi orang, 120 juta
orang minimal. Itu yang kami
ajukan,” kata Rieke.
Rieke menjelaskan,
Komisi IX DPR berusaha
keras memasukkan semua
warga kurang mampu bisa
menjadi penerima bantuan
iuran dalam program JKN
yang dikelola oleh BPJS
Kesehatan.
“Tetapi jika keyakinan ini
tidak ada di teman-teman
Kementerian Kesehatan, lalu
bagaimana 120 juta orang,”
katanya.
Ia kembali menegaskan
bahwa menurut
undang-Undang Sistem
Jaminan Sosial Nasional
(SJSN) pemberlakuan
prinsip portabilitas dalam
layanan kesehatan
berlaku untuk seluruh
rakyat Indonesia. “Dimana
pun rakyat berada, dijamin
kesehatannya,” kata dia.•
Kantor BKKBD Kabupaten Sukabumi
di Jalan Pelabuhan,
Sukabumi.DO
K.
BK
KB
D K
AB
. S
UK
AB
UM
I
DARI DAERAH
• • 52 MEDIAKOM • Edisi 52 • OKTOBER 2014
Posyandu Permata Bunda,
argaKIAT HIDUP SEHAT DAN BAHAGIA WARGA SENDURO
• • 52 MEDIAKOM • Edisi 52 • OKTOBER 2014
Pembangunan rs di bantaeng
OKTOBER 2014 • Edisi 52 • MEDIAKOM 53 • •
“Bagaimana zaman jadi begini
Banyak orang bingung akibat lupa
Lupa tata krama dan sopan santun
Disebabkan karena sudah banyak
yang lalai
Kalau ingin menjadi orang mulia
Jangan lupa nasehat orang tua
Berbakti kepada yang Maha Kuasa
Laksanakan perintah agama
Memuji Tuhan itu utama
Berguna untuk sesama
Saling tolong menolong dengan
saudara dan teman
Orang lalai sering dikatakan sukses
Padahal yang paling sukses itu orang
yang ingat dan waspada”
KIAT HIDUP SEHAT DAN BAHAGIA
SENDURO
OKTOBER 2014 • Edisi 52 • MEDIAKOM 53 • •
DARI DAERAH
• • 54 MEDIAKOM • Edisi 52 • OKTOBER 2014
Kunsijati memimpin bernyanyi di posbindu senduro
Syair gubahan
Kunsijati,
Ketua Forum
Karang Werda
Bakti Pertiwi,
Pos Pembinaan Terpadu
Senduro, Kabupaten
Lumajang, Jawa Timur, ini
sering dinyanyikan bersama
saat Kunsijati berkumpul
dengan para lansia. Syair ini
mengingatkan para lansia
agar tetap beribadah untuk
menyiapkan bekal akhirat
dan menjalani hidup di dunia
dengan senang, gembira,
sehat dan bermanfaat untuk
sesama di hari tua.
Sekalipun sudah lansia,
mereka tetap semangat dan
tampak gembira menjalani
hidup. Tak ada keluh kesah,
apalagi putus asa. Kusnijati,
seorang ibu yang sudah
ditinggal suami karena
meninggal dunia ini tetap
berkarya. Sebagai pensiunan
guru SDN, ia punya resep
menjalani hidup di masa
tua dengan tetap sehat dan
bahagia.
Menurut Kunsijati, hidup
tua, sehat dan bahagia itu
karunia. Tak semua orang
mendapat kesempatan.
“Jadi untuk mendapatnya
menurut saya harus mampu
menata hati, menatap
mantap menghadap Tuhan
Yang Maha Esa, tunduk
patuh dan berserah diri
kepadaNya, sebagai upaya
untuk meningkatkan iman
kepada Allah SWT. Hidup
tak boleh memaksakan
diri, sabar dan menerima
apa yang telah diberikan
Allah. Apapun yang sudah
kita terima dari Allah harus
kita syukuri, Alhamdulillah.
Selanjutnya, harus banyak
dzikir, sibuk mengingat
kepada Allah. Mengingat
atas penciptaan, kematian,
karunia, dosa dan maksiat
yang kita perbuat dan
mohon ampun kepadaNya
atas kekhilafan tersebut,”
katanya.
Menurut wanita yang
sudah berumur 73 tahun
ini kalau kita sudah sibuk
berdzikir kepadaNya, tidak
terlalu banyak memikirkan
dunia, maka Allah itu tahu
apa yang menjadi kebutuhan
kita. Tanpa memintapun,
Allah akan memenuhi yang
kita butuhkan.
Resep lain Kunsijati,
adalah mengatur pola
makan. Ia senantiasa
berupaya makan makanan
yang sehat dengan gizi
seimbang. “Makanlah ketika
lapar dan berhenti makan
sebelum kenyang. Tapi ini
susah, terkadang jika sedang
makan bareng-bareng suka
lupa, kelewat kenyang,”
katanya.
Selanjutnya, Kunsijati
menyebut istirahat yang
cukup dan berolah raga
yang teratur. “Saya itu
sejak kecil kuat berolah
raga, di sini ada bapak guru
olah raga yaitu bapak Soi. Saya mendapat pujian dari
pak Soi karena juara satu lomba renang. Itu dia pak
Soi guru olah raga saya,” katanya sambil menunjuk
seorang pria yang di
hadapanya.
“Kalau sekarang sudah
nenek-nenek lebih banyak
senam, rekreasi bersama
manula yang lain. Sebab
rekreasi itu suasana
berbeda, lebih riang dan
menyenangkan”, ujar bu Kun
sambil tertawa.
Menurut Emi Hasniwati,
kader penanggung jawab
lansia di Kecamatan
Senduro, Posbindu Senduro
ini padat dengan berbagai
aktivitas masyarakat, mulai
dari kegiatan balita, remaja,
hingga manusia usia lanjut
(Manula).
“Awalnya hanya kegiatan
“Makanlah ketika
lapar dan berhenti
makan sebelum
kenyang. Tapi ini
susah, terkadang
jika sedang
makan bareng-
bareng suka
lupa, kelewat
kenyang,”
Kunsijati
OKTOBER 2014 • Edisi 52 • MEDIAKOM 55 • •
lansia, tetapi seiring dengan
ketersediaan tempat dan
sarana, kemudian diikuti
kegiatan lain. Bahkan saat
hari lansia, 29 Mei yang
lalu, kami mengadakan bakti
sosial bekerjasama dengan
Kalbe Farma,” ujar Emi.
Menurut Farid Rahman,
Kepala Desa setempat,
kader lansia di daerahnya
punya semangat yang tinggi,
sering mendorong hadirnya
inisiatif baru di tengah
masyarakat, baik yang terkait
program kesehatan atau
program lainnya.
“Posbindu ini
mempunyai kegiatan yang
beragam, mulai kesehatan,
kerohanian, kesenian, olah
raga dan rekreasi. Untuk
menunjang kegiatan para
lansia yang jumlahnya
kurang lebih 60 orang,
mereka rela menyisihkan
Rp1000 setiap kali hadir
dalam pertemuan,” ujar
Farid.
Menurut Farid, yang
juga anak mantan kepala
desa ini, Senduro pernah
menjadi juara pertama
tingkat Provinsi Jatim tahun
2009. Posyandu Asparaga
Kecamatan Senduro ini
melalui program kesenian
memiliki kelompok seni
tembang kenangan, juga
mempunyai kegiatan
koperasi dengan modal awal
Rp10 juta. Sekarang modal
itu terus bergulir memacu
ekonomi masyarakat.
Sementara itu,
dr.Marshall, Kepala
Puskesmas Senduro,
mengatakan, semua
perangkat pemerintah
mendukung kegiatan
masyarakat yang berbasis
Upaya Kesehatan Berbasis
Masyarakat (UKBM).
“Saya sangat senang
dan menghargai kegiatan
di Posbindu Senduro
ini, karena semua
pelaksana kegiatan kader
bersama masyarakat dan
posnyandu lansia sebagai
pendukung utama”, ujar dr.
Marshall.•(pra)
dr.Marshall, Kepala Puskesmas Senduro
“Saya sangat
senang dan
menghargai
kegiatan di
Posbindu Senduro
ini, karena semua
pelaksana
kegiatan kader
bersama
masyarakat
dan posnyandu
lansia sebagai
pendukung
utama”
dr. Marshall
Posbindu Asparaga Senduro
DARI DAERAH
• • 56 MEDIAKOM • Edisi 52 • OKTOBER 2014
Menempuh lebih
dari 1000 km
Surabaya–
Jakarta dalam
waktu 11
hari dengan menggunakan
sepeda, tentu bukan
perkara mudah. Menyadari
hal itu, komunitas goes
yang diberi nama Sulawa
Suta dari Lumajang, terus
berlatih agar mampu
menaklukan medan yang
berat tersebut. Mereka
berlatih di berbagai tempat.
Diantaranya di kawasan
Ranu Pakis, Ranu Klakah
dan Ranu Bedali. Wilayah
ini akan dikembangkan
menjadi tempat rekreasi,
wisata kuliner dengan moda
transportasi sepeda. Satu
GOES UNTUK MASYARAKAT LUMAJANG SEHAT
tempat berjarak tempuh
sekitar 1,5 jam dengan roda
empat atau 3 jam dengan
menggunakan sepeda.
Komunitas goes
Lumajang memberi contoh
pola hidup bersih dan sehat
kepada masyarakat dengan
olah raga bersepeda.
Sepeda mempunyai
jangkauan lebih panjang
dibanding jalan kaki,
sehingga lebih banyak
masyarakat yang akan
menyaksikan dan terlibat
dalam goes ini.
Menurut Sekretaris
Daerah Kabupaten
Lumajang dr. H. Buntaran
Suprianto, M.Kes., ide goes
ini diawali dengan sebuah
kegiatan bersepeda pada
peringatan HKN 48 tahun
2012 yang dikenal dengan
Surojaka, rute Surabaya-
Jakarta.
“Goes ini juga punya
misi memperkenalkan
Lumajang, sekalipun ini
tidak menutup kemungkinan
ikut memperkenalkan
Jawa Timur. Sehingga
masyarakat mengenal
Lumajang gemar bersepeda,
bahkan spektakuler karena
menempuh jarak 1000 km.
Kita sudah menyiapkan 17
orang yang akan ikut goes
tahun 2014 ini. Mereka
juga sudah berlatih dengan
berbagai medan yang
disesuaikan dengan rute
jalur selatan Surabaya-
Jakarta,” ujar dr. Buntaran.
Menurut Buntaran,
medan yang akan
ditempuh akan banyak
tanjakan, sehingga
latihan menggunakan
medan tanjakan seperti
arah Senduro dan Gode
Alit. Kedua medan ini
mempunyai medan yang
hampir sama dengan
tanjakan menuju Jakarta.
“Dengan berbagai latihan
itu Insya Allah kelak bulan
November 2014 kita dapat
menaklukan tanjakan
itu menuju Jakarta”, ujar
penggemar sepeda ini.
Indra, salah seorang
anggota tim komunitas
goes, menuturkan, anggota
goes yang terdiri dari
unsur tenaga kesehatan
OKTOBER 2014 • Edisi 52 • MEDIAKOM 57 • •
akan menyesuaikan
keberangkatannya dari
Surabaya menuju Jakarta
dengan acara puncak HKN
di Jakarta. Diharapkan,
komunitas goes akan
bergabung dengan peserta
di Jakarta merayakan HKN
ke 50, November yang akan
datang.
Lumajang sudah
mempunyai banyak
komutias sepeda, tapi
setelah ada Surojaka
keterlibatan masyarakat
Lumajang dalam olahraga
sepeda lebih masif. Para
karyawan di seluruh Satuan
Kerja Pemerintah Daerah
Lumajang terlibat. Mereka
sudah mempunyai maskot
sendiri-sendiri.
“Pernah goes Lumajang
Surojaka diikuti oleh
5000 peserta. Mereka
mengatasnamakan
komunitas dan kaosnya
masing-masing. Jadi
kelihatan meriah dan
semangat. Masyarakat
Lumajang terpacu untuk
bergabung. Ternyata
antusianya besar sekali,
bahkan dari birokrat telah
memberi nama dirinya
masing-masing. Misal ada
yang namanya Gemes
(gemar mengayuh sepeda
sehat) dari Dinas Kesehatan,
Semut Ireng dari Dinas
Nakertrans PU, Limosin
dari Dinas Peternakan,” ujar
Buntaran bangga.
Menurut Buntaran,
seluruh komunitas goes
dengan maskotnya
masing-masing itu,
apabila bergabung dalam
jumlah besar, mereka
menamakan diri dengan
MCC kependekan dari
Mahameru Cicling Club,
mengambil nama puncak
gunung yang paling tinggi
dan teraktif di pulau Jawa.
MCC merupakan wadah
pemersatu seluruh grup
sepeda di SKPD.
Kegiatan bersepeda
mengambil rute pegunungan
itu kini memunculkan istilah
puncak B 29, yang antara
lain berkat sosialisasi di
twitter. B 29 itu bukit yang
mempunyai ketinggian 2.900
km dari permukaan laut.
Djarot, salah satu
anggota tim 17 mengatakan,
Lumajang mempunyai even
yang bernama Jawala atau
Sepeda Jelajah Wisata Alam
Lumajang. Kegiatan ini untuk
menampung seluruh klub
dalam Kota dan Luar Kota.
Lokasinya berpindah-pindah
dari berbagai kecamatan
setiap tiga bulan sekali.
Acara ini untuk mendukung
program pariwisata di satu
kecamatan atau di satu desa
wisata.
Menurut Sesda
Lumajang Buntaran
Suprianto, untuk
mendukung kegiatan goes,
Pemda menyediakan dana
khusus yang masuk RKA
Dinas Kantor Menpora,
khususnya untuk hadiah-
hadiah. Tapi untuk kegiatan
goes Sulawa Suta, tim yang
akan goes Surabaya-Jakarta
mendanai secara mandiri
kegiatan yang bertepatan
dengan HKN ke 50 itu.
“Pemkab akan
mendukung kendaraan
yang akan dipakai dan
izin-izin yang dibutuhkan
peserta. Sebab seluruh
peserta ini birokrat, jadi
harus ada dukungan Pemda,
khususnya Bupati. Selama
ini Bupati selalu mendukung,
karena goes ini kegiatan
promosi untuk Lumajang,”
ujar Buntaran.
Lumajang yang
mempunyai moto “aman,
tertib, bersih, sehat, rapi dan
indah ( ATIB BERSERI)” ini
telah mempromosikan diri
dengan berbagai kegiatan
pola hidup bersih dan sehat
melalui olah raga, kuliner
dan periwisata. Promosi ini
dipelopori oleh Buntaran.
Bagi mantan Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten
Lumajang ini, pola hidup
bersih dan sehat melalui
olah raga, khususnya
bersepeda sudah menjadi
Dr. Buntaran dan tim goes.Ide goes ini diawali dengan sebuah kegiatan bersepeda pada
peringatan HKN 48 tahun 2012 yang dikenal dengan Surojaka, rute Surabaya-Jakarta.
dr. Bayu Wibisono.upaya kesehatan berbasis
masyarakat (UKBM) Lumajang
digerakan melalui kegiatan pos kesehatan desa, pos kesehatan pesantren, pos pembinaan terpadu dan kampanye pola hidup bersih dan sehat.
DARI DAERAH
• • 58 MEDIAKOM • Edisi 52 • OKTOBER 2014
menu harian, bahkan
sudah menjadi tupoksi.
Minimal setiap hari 1 jam
mengayuh sepeda dengan
jarak tempuh 13,5 km,
sebelum berangkat kerja.
“Program ini sangat tepat,
karena bersinergi dengan
program Kabupaten yang
mencanangkan satu
kecamatan satu desa
wisata,” ujar dr. Buntaran.
UKBM
Menurut Sekretaris
Dinas Kesehatan Lumajang,
dr. Bayu Wibisono, upaya
kesehatan berbasis
masyarakat (UKBM)
Lumajang digerakan melalui
kegiatan pos kesehatan
desa, pos kesehatan
pesantren, pos pembinaan
terpadu dan kampanye pola
hidup bersih dan sehat.
“Untuk itu seluruh
sumberdaya harus
dikerahkan pada program
pemberdayaan masyarakat,
khususnya bidang
kesehatan. Termasuk
program PNPM Mandiri yang
sebagian besar digunakan
untuk pembangunan isik pos kesehatan desa,” ujar
dr. Bayu.
Menurut dr. Bayu
Lumajang yang terdiri
dari 225 desa ini, telah
menyiapkan 100 ambulan
desa, satu desa 1 ambulan.
Kami berharap dengan
adanya mobil ambulan
dapat membantu proses
pelayanan kesehatan
masyarakat, terutama
yang sedang mengalami
kegawatdaruratan, seperti
ibu melahirkan yang
perlu rujukan. Program
ambulanisasi ini dapat
membantu menurunkan
angka kematian ibu dan bayi
di Lumajang.•(Pra) RANU PAKIS
RANU KLAKAH
RANU BEDALI
“Goes ini juga
punya misi
memperkenalkan
Lumajang,
sekalipun ini
tidak menutup
kemungkinan ikut
memperkenalkan
Jawa Timur."
dr. H. Buntaran
Suprianto, M.Kes.
OKTOBER 2014 • Edisi 52 • MEDIAKOM 59 • •
Ponirin, warga asli
Desa Bandi Alit,
menjadi tenaga
sukarelawan juru
malaria di Pos
Malaria Desa (Posmaldes)
Bandi Alit, Jember. Dia
menempati bangunan
sederhana yang digunakan
sebagai posmaldes yang
dibangun PTP Ledok Ombo.
Perusahaan ini bergerak
dalam perkebunan karet.
Sampai kini, gedung itu tak
punya biaya perawatan dan
operasional. Ponirin tetap
bekerja, walau jasanya
belum mendapat perhatian
dari pemerintah.
Menurut Kasi
Pemberantasan Penyakit
Dinkes Jember Jawa Timur
Jono Wasinudin, S.Kep. Pos
Malaria Desa (posmaldes)
Jember terletak di Desa
Bandi Alit, Kecematan
Tempurejo, dekat dengan
Samudera Hindia. Untuk
menjangkau tempat tersebut
membutuhkan perjuangan
yang panjang. Hanya dapat
ditempuh dengan kendaraan
roda dua, itu pun harus
dengan susah payah karena
jalan rusak dan beriliku.
Tugas kader posmaldes
seperti Ponirin yaitu
memonitor pekerja yang
baru pulang dari luar jawa,
termasuk memonitor lagun
(sungai yang masuk ke laut)
yang menjadi perindukan
nyamuk anopheles.
Posmaldes Bandi Alit
memiliki 2 orang kader yaitu
Ponirin dan Dul Jamal.
Mereka berdua bertugas
membersihkan lagun, agar
tidak ada kotoran lumut
dan mengalirkan air sungai
PONIRIN, JURU MALARIA DESA TAK KENAL LELAH DARI JEMBER
DARI DAERAH
• • 60 MEDIAKOM • Edisi 52 • OKTOBER 2014
masuk laut. Biasanya banyak
pasir yang menutup aliran
sungai menuju laut.
Menurut Jono, selain
membersihkan lagun Ponirin
juga bertugas sebagai
surveillance. Kalau ada
pekerja dari luar jawa
datang, Ponirin mengunjungi
pekerja tersebut kemudian
mengambil serum dan
memeriksa apakah dalam
tubuh yang bersangkutan
terdapat plasmodium.
“Mereka berdua ini masih
tenaga sukarelawan, belum
PNS. Mereka bekerjasama
dengan pegawai kebun
melakukan pendataan
penduduk yang menempati
wilayah sekitar lagun
tersebut,” kata Jono.
Lebih lanjut Jono
menjelaskan, pernah
tahun 2012 terjadi
peristiwa mengejutkan saat
pemeriksaan terhadap 15
orang pekerja yang baru
pulang dari Kaltim. 4 orang
meninggal dunia, 9 orang
sakit dan hanya 2 orang
yang sehat. Ternyata,
ke 15 orang tersebut
memang baru pulang dari
Kalimantan Timur. Dokter
yang memeriksa menduga
mereka terkena plasmodium
di Kalimantan Timur sebelum
pulang ke Jember.
“Dana merupakan
kendala utama dalam
monitoring perindukan lagun
ini. Sebab hanya tersedia
Rp 2 juta rupiah per tahun
untuk operasional dari
provinsi. Semua dana hanya
untuk membayar honor 2
orang juru malaria tersebut.
Sayang, Ponirin yang sudah
K2 tahun kemarin tidak
masuk CPNS. Khawatir
mundur, kasihan, ” ujar Jono
melas.
Menurut Jono, belajar
dari kasus pekerja yang
baru pulang dari Kalimantan
Timur, seluruh warga Jember
yang baru pulang kerja dari
luar Jawa agar melaporkan
diri ke puskesmas setempat
untuk mendapatkan
pemeriksaan darah. Khusus
di wilayah Bandi Alit dapat
langsung melapor ke
posmaldes.
“Dinas Kesehatan
melakukan kunjungan ke
posmaldes 3 bulan sekali
untuk melakukan monitoring
kegiatan posmaldes.
Operasional yang digunakan
menggunakan dana BOK.
Ponirin yang kebetulan
lulusan SMA juga bertugas
mangambil serum, melihat
mikroskop saat melakukan
pemeriksaan serum darah
masyarakat dan dapat
menyimpulkan hasil, ” kata
Jono.
Jono berharap, Ponirin
yang sudah bekerja
penuh pengabdian ini
mendapat perhatian dari
Ponirin dan lab sederhana posmaldes
“Dana merupakan kendala utama dalam
monitoring perindukan lagun ini. Sebab
hanya tersedia Rp 2 juta rupiah per tahun
untuk operasional dari provinsi."
Jono Wasinudin, S.Kep.
Dinas Kesehatan Provinsi,
khususnya mengangkat
menjadi CPNS. Ponirin
juga telah berjasa kepada
masyarakat, karena selalu
mendapat tanggung jawab
mengantar ke puskesmas
bagi warga yang sakit.
Berdasarkan pencatatan
program malaria Dinas
Kesehatan Kabupaten
Jember, telah melakukan
pemeriksaan 767 sedian
darah sejak tahun 2012.
Dari pemeriksaan itu tercatat
155 menderita malaria dan
5 orang meninggal dunia.
Sebagian besar mereka
menderita malaria dengan
plasmodium vivax.•(Pra)
OKTOBER 2014 • Edisi 52 • MEDIAKOM 61 • •
Gemas Tabumil SukorejoDorong Ibu dan Bayi Sehat Selamat
Gerakan
masyarakat
cinta ibu
hamil (Gemas
Tabumil)
melalui sentuhan
tangan dingin bidan Ari
Tri Vitaningtyas, telah
melahirkan generasi baru
sehat dan menangani ibu
yang melahirkan dengan
selamat.
Ari melalui kader
gerbangmas memonitor
setiap ibu hamil di wilayah
Sukorejo hingga melahirkan
ditangani tenaga kesehatan
Poskesdes. Karena
ketangguhan mengabdi
mengantarkan Ari menjadi
tenaga kesehatan teladan
tingkat provinsi Jawa Timur.
Pos Kesehatan Desa
(Poskesdes) Sukorejo
merupakan satu dari 7
poskesdes di Kecamatan
Pasrujambe, Lumajang, drg.
Indra Aliyaniini melayani 4 dusun, dengan jumlah
penduduk 3.610 jiwa,
sebagian besar bersuku
Madura. Poskesdes
ini Memiliki 2 tenaga
kesehatan yakni bidan
Ari Tri Vitaningtyas dan
perawat Hendrawan Dwi
Handoyo, ditambah 29 kader
gerbangmas, 1 dukun bayi
terlatih dan 4 orang kader
lansia.
Hendrawan Dwi
Handoyo sebagai perawat
harus melayani kesehatan
masyarakat di empat dusun.
Setiap pekan Hendrawan
mengkhususkan satu dusun.
Mulai dari kunjungan rumah
yang mempunyai masalah
kesehatan, kegiatan desa
siaga dan penyuluhan
kesehatan kepada siswa TK,
SD, PAUD dan Madarasyah
Islam yang ada di wilayah
Pos Kesehatan Desa
(Poskesdes) Sukorejo,
Pasurjambi, Kabupaten
Lumajang.
“Khusus kegiatan desa
siaga, kami mengadakan
penyuluhan tentang
pentingnya cuci tangan pakai
sabun, perilaku hidup bersih
dan sehat, serta bersama
masyarakat melakukan
pemberantasan sarang
nyamuk (PSN). Khusus
kunjungan masyarakat,
diutamakan pada mereka
yang sedang menderita
TB paru-paru agar tidak
menyebar. Untuk tahun 2014
ditemukan 2 orang BTA
positif dan tahun sebelumnya
ada 4 orang, tentu kalau
yang suspek lebih banyak.
Selain itu penyakit kusta ada
satu orang, tapi sekarang
sudah sembuh,” ujar Hendra.
Menurut Hendra,
untuk memberdayakan
masyarakat, dirinya bersama
kader turun mengunjungi
DARI DAERAH
• • 62 MEDIAKOM • Edisi 52 • OKTOBER 2014
SANTRI
HUSADAUNTUK
MASYARAKAT
PESANTREN
SEHAT
Ariin, Santri Husada Pos Kesehetan Pesantren (Poskestren) Nurul Huda Tekung, Kabupaten
Lumajang mengaku merasa senang menjadi
santri husada karena bisa mendapatkan berbagai
pengetahuan tentang kesehatan.
“Saya memperoleh ilmu dan pengalaman baru bidang
kesehatan, sehingga mudah-mudahan saya lebih besar
perannya di tengah masyarakat,” kata Ariin.Santri husada adalah pemberdayaan para santri sebagai
kader kesehatan. Santri yang dipilih menjadi santri husada
merupakan santri senior. Mereka memberikan layanan
kesehatan lingkungan, penyuluhan kepada para santri dan
pengecekan jentik nyamuk kamar mandi dan kebersihan WC.
Secara bergiliran mereka juga piket di kantor Pertolongan
Pertama pada Kecelakaan (P3K) Poskestren yang berlokasi di
halaman depan Pesantren Nurul Huda.
Ariin bersama 20 Santri Husada telah mendapat pelatihan P3K, pemeriksaan kesehatan lingkungan, penyuluhan dan
pencegahan penyakit menular dari Puskesmas Tekung.
Selama praktek pelayanan kesehatan di poskestren, santri
husada mendapat pedampingan dari puskesmas setempat.
Ustad Samsul Huda Pimpinan Pondok Pesantren Nurul
Huda menjelaskan, sejak memiliki poskestren, para santrinya
tidak lagi terkena penyakit wabah seperti batuk, panas, mata
dan penyakit kulit.
“Sebelumnya, bila ada satu santri terkena batuk, seluruh
santri batuk. Sering terdengar lomba batuk saat sholat
berjamaah. Ketika suasana hening, mereka batuk bergantian.
Demikian juga ketika ada anggota santri yang sakit kulit. Tapi,
setelah mengembangkan poskestren, penyakit itu tak muncul
lagi,” kata Samsul.
Untuk meningkatkan kesehatan masyarakat santri, setiap
pekan sekali perawat dan bidan puskesmas mengunjungi
rumah dan lingkungan tinggal masyarakat, melihat
tempat penampungan air, saluran air dan lingkungan.
Setelah itu dilakukan kerja bakti masal warga
melakukan pemberantasan sarang nyamuk.
Menurut Kepala Puskesmas Pasurjambe, drg. Indra
Aliyani setiap satu bulan sekali pihaknya melakukan pertemuan di Kecamatan bersama ibu-ibu PKK. Dalam
pertemuan tersebut disepakati PSN satu bulan sekali,
setelah diawali senam bersama.
“Untuk desa Sukorejo ini ada sekitar 27 kader yang
membantu menggerakan masyarakat. Para kader
tersebut terhimpun dalam posyandu gerbangmas dan
posyandu balita. Setia Posnyandu gerbangmas ada 7
kader dan posyandu balita ada 5 kader. Masing-masing
dusun terdapat 1 posnyandu,” ujar Indra.
Bidan Ari Tri Vitaningtyas menuturkan kegiatan
Gerakan Masyarakat Cinta Ibu Hamil (Gemas Tabumil)
desa Sukorejo. Ia mengawali dengan membentuk
satgas Gemas Tabumil pada setiap RW, kemudian
menyusun rencana kerja terpadu, mensosialisasikan
Gemas Tabumil kepada masyarakat, melakukan
pendataan sasaran gerakan sayang ibu, melakukan
konseling, penyuluhan dan pemasangan stiker program
perencanaan persalinan dan pencegahan komplikasi
(P4K) pada setiap rumah ibu hamil.
“Untuk mendukung Gemas Tabumil, saya
menggalakan program dana sosial bersalin, membina
kemitraan bidan dan dukun, pembinaan kualitas
pelayanan kesehatan desa. Khusus gerakan sayang
ibu, tahun kemarin mendapat juara 2 tingkat provinsi
tahun 2013 dan tahun ini kabarnya masih mendapat
nominasi. Selanjutnya provinsi akan berkunjung kemari,”
kata Bidan Ari.
Menurut Ari yang pernah menjadi nakes teladan
tingkat provinsi ini, program pendampingan ibu hamil
dilakukan oleh kader. Satu kader untuk satu RW. Melalui
proses pendampingan ini, seluruh ibu hamil mendapat
persilinan oleh tenaga kesehatan, tidak ada lagi yang
dilakukan oleh dukun.
“Poskesdes ini dapat memberi layanan persalinan
kepada masyarakat yang hamil, jarang di rujuk ke
puskesmas, karena lebih jauh dan menempuh jalan
yang sulit. Saya stand by di poskesdes ini 24 jam.
Sehingga dapat melayani setiap saat. Bahkan kalau
ada ibu hamil yang akan melahirkan, pasti para dukun
akan menghubungi. Ibu hamil memang lebih dekat
dengan dukun dibanding bidan, tapi persalinan tetap
dilakukan oleh tenaga kesehatan didampingi dukun,”
ujar bidan Ari.
Kini, Gemas Tabumil menjadi program unggulan
poskesdes Sukorejo. Program ini mampu menggiring
semua ibu hamil untuk memeriksakan diri kepada
tenaga kesehatan, dan bersalin dilayanan kesehatan,
sehingga ibu dan bayi sehat selamat pada saat
kehamilan, melahirkan dan pada masa nifas.•(Pra)
OKTOBER 2014 • Edisi 52 • MEDIAKOM 63 • •
pesantren melakukan
screening dan pembimbingan
kepada para santri husada.
Disamping itu puskesmas
juga memberikan obat-
obatan sederhana kepada
poskestren. Jika ada santri
yang membutuhkan obat
secara cepat, dapat dipenuhi.
Salah satu dampak
positif dari program santri
husasa adalah berkurangnya
kebiasaan merokok di
pesantren. Samsul yang
sudah tidak merokok ini
mengaku merasa senang,
karena seluruh santri juga
sudah menandatangi
komitmen tidak merokok
di lingkungan pondok
pesantren.
“Para santri juga sudah
mulai menerapkan budaya
hidup bersih dan sehat di
lingkungan pesantren. Sejak
ada poskestren, tepatnya
awal 2013 tingkat kesakitan
para santri turun. Hal ini juga
karena ditunjang perbaikan
sarana sanitasi berupa kamar
mandi dan tempat wudhu
bantuan dari Pemerintah
Daerah setempat,” kata Ustd
Samsul.
Guna mendukung
program poskestren, seluruh
masyarakat pesantren
menyepakati pengumpulan
dana sehat sebesar Rp1000,-
/ bulan. Dana yang terkumpul
digunakan kegiatan
operasional poskestren,
diantaranya kegiatan jumat
bersih dan kesehatan
lingkungan.
“Yang membanggakan
para santri semangat
melaksanakan program
"Sejak ada poskestren, tepatnya awal
2013 tingkat kesakitan para santri
turun. Hal ini juga karena ditunjang
perbaikan sarana sanitasi berupa
kamar mandi dan tempat wudhu
bantuan dari Pemerintah Daerah
setempat.” Ustad Samsul
INFO
PUBL
IKLU
MAJ
ANG.
BLOG
SPOT
.COM
Wakil Bupati Lumajang, Drs. H. As’at M.Ag sudah meresmikan sebanyak 4 Pos Kesehatan
Pondok Pesantren (Poskestren) yang tersebar di Kabupaten Lumajang.
poskestren. Walau baru
berdiri, poskestren Nurul
Huda sudah menyandang
strata pratama menuju strata
mandiri,” ujar Samsul.
Untuk menjamin
keberlangsungan program
poskestren, pesantren
merekut para alumni santri
husada guna mengabdi di
pesantren untuk beberapa
waktu.
“Dengan demikian
pengalaman santri husada
dapat di tularkan kepada para
santri baru menjadi santri
husada berikutnya,” kata
ustad Samsul.•(Pra)
• • 64 MEDIAKOM • Edisi 52 • OKTOBER 2014
Kuis TTS
isik dan biologis tertentu25. Orang yang status profesionalnya
memelajari tentang budaya
masyarakat suatu etnis tertentu.
26. Regu (Ing)
28. Pengawal kedaulatan NKRI
29. Bertiga
30. Peraturan
31. Harapan
32. Kejang (spasm) otot yang bersifat
mendadak
35. Komputer pribadi
36. Kencing nanah
37. Pemeriksaan
39. Kata ganti orang ketiga
40. Simpul
42. Hilang atau rusaknya sebagian
MENDATAR
2. Ketidakmampuan untuk hamil
8. Kalah tanpa bertanding
10. Badan Intelejen Negara
11. Administrasi
12. Kencang, lebat
13. Mereka yang berumur antara 15
sampai dengan 30 tahun.
15. Asia Afrika
16. Standard nasional untuk sistem
manajemen mutu produk/barang
17. Naba Nabi
18. Sanggup, daya
19. Pati
22. Bagian utama
24. Kategori individu yang secara
turun temurun memiliki ciri-ciri
dari jaringan tubuh
43. Jenis ikan laut yang bergizi tinggi
47. Atribut, ciri
48 dan 58. Ilmuwan Belanda peraih
Nobel dalam Fisiologi atau
Kedokteran yang pernah meneliti
penyebab beri-beri di Indonesia.
51. Ongkos
52. Organisasi para dokter
53. Mata uang kita
54. Kuliner
55. Gelar sarjana
56. Trinitrotoluena
MENURUN
1. Kelebihan lemak tubuh yang
terakumulasi sedemikian rupa
PERTANYAAN
1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 11
12 13 14 15
16 17
18 19 20 21 22
23 24
25 26 27
28
29 30 31 32 33 34
35 36 37
38 39 40 41
42 43 44
45 46 47
48 49 50 51
52 53
54 55
56 57 58
Jawaban di terima paling lambat di terima redaksi
Tanggal 30 November 2014,2 orang pemenang dari setiap edisi akan mendapatkan hadiah
kamera atau handphone Lenovo A369i.
Nama pemenang akan diundi dan diumumkan melalui Majalah
Mediakom Edisi akhir tahun Edisi 53, November 2014.
Semakin banyak mengikuti mediakuis, semakin besar peluang
untuk menang. Ayo kirimkan kuis sebanyak-banyaknya.
Kuis ini tidak berlaku bagi Keluarga Besar Pusat
Komunikasi Publik Kemenkes RI.
OKTOBER 2014 • Edisi 52 • MEDIAKOM 65 • •
MediaKuissehingga menimbulkan
dampak merugikan
bagi kesehatan
2. Ukuran/patokan
3. Ilmu pengetahuan yang
berhubungan dengan
obat-obatan
4. Negara yang
terbentang luas dari
sebelah timur Eropa
hingga sebelah utara
Asia
5. Lunas
6. Tempat pemakaman
umum
7. Ilmu yang berkenaan
dengan data
9. Indung telur
14. Lembaga tinggi negara
20. Sejumlah uang yang
dihabiskan dalam
periode tertentu untuk
melaksanakan suatu
program
21. Kondisi pada kulit dan
selaput lendir akibat
kontak berkepanjangan
dengan iritan
23. Buah yang kaya akan
nutrisi terutama lemak
27. Eksis
29. Pemusatan latihan
33. Bagian mata yang
paling peka terhadap
cahaya
34. Menderita muntah-
muntah disertai buang
air besar berkali-kali
35. Tablet
38. Bagian tumbuhan yang
biasanya terdapat di
dalam tanah
41. Kondisi lensa mata
yang berkabut
44. Hasrat, keinginan kuat
45. Poros
46. Orang yang belajar di
sekolah khusus untuk
menolong perempuan
saat melahirkan
48. Diulang: sejenis ikan
sotong
49. Negara Persia
50. Nomor induk pegawai
55. Di dalam (Ing.)
Kirimkan jawaban kuis dengan
mencantumkan biodata lengkap
(nama, alamat, kota/ kabupaten, provinsi,
kode pos dan no telp yang mudah dihubungi)
dan nomor edisi majalah pada pojok kiri atas
atau nama edisi majalah pada subjek email.
PERTANYAAN
1. Penyakit EBOLA saat ini sedang menjadi perhatian dunia.
Penyakit ini banyak muncul di Negara Afrika. Jelaskan apa itu
penyakit EBOLA?
2. Apa yang menyebabkan penyakit EBOLA menjadi perhatian
dunia?
3. Bagaimana cara penularan penyakit EBOLA?
4. Apa yang perlu kita lakukan untuk mencegah penularan
EBOLA?
JAWABAN DAPAT DIKIRIM MELALUI :
Email : [email protected]
(Subject : Mediakuis)
Fax : 021 - 52921669
Pos : Pusat Komunikasi Publik,
Gedung Kemenkes
Jl. HR. Rasuna Said Blok X5, Kav. 4-9,
Jakarta Selatan
LENTERA
• • 66 MEDIAKOM • Edisi 52 • OKTOBER 2014
Tobatan Nasuha
Oleh : Prawito
Kita sering
mendengar
perselingkuhan
atau zina.
Pelakunya bisa
seseorang dosen dengan
mahasiswa, pejabat dengan
staf atau sekretarisnya,
atau seorang suami/isteri
dengan mantan kekasih
atau teman kerja. Tak sedikit
juga terdengar gunjingan
selingkuh dari kalangan
masyarakat religius seperti
sebutan ustad, ustazah,
santri, pendeta, biarawan,
biarawati, biksu dan lainnya.
Bahkan ada juga zina yang
dilakukan antar keluarga
seperti sekandung, sepupu
bahkan anak dengan bapak
atau ibunya sendiri.
Kita juga sering
mendengar berita tentang
penyalahgunaan narkotika
dan obat terlarang (Narkoba).
Berbagai profesi pernah
disebut media sebagai
pengedar atau pengguna
Narkoba, mulai dari polisi,
dokter, perawat, jaksa, hakim,
artis, guru, dosen dan masih
banyak lainnya. Penggunaan
dan pengedaran narkoba ini
semakin masif menerjang
kalangan miskin maupun
kaya, terpelajar atau tidak.
Fenomena pengguna
narkoba seperti gunung es.
Mereka yang tak terlihat lebih
banyak lagi.
Sebagian besar pelaku
selingkuh dan pelaku
penyalahgunaan narkoba
sangat paham bila dua hal
itu dilarang oleh norma dan
agama. Mereka pun tahu
kalau kegiatan itu memiliki
daya rusak yang sangat
tinggi. Merusak diri sendiri
dan orang lain. Merusak
dari sisi ekonomi, sosial dan
moral. Anehnya, mereka
tetap saja melakukannya
seakan-akan tidak tahu
akan mudlarat dari zina dan
narkoba tersebut. Bahkan
ada yang menjadi pengawas
atas perilaku merusak ini,
baik secara formal maupun
informal, tapi mengapa banya
orak masih bisa terseret juga
ke lembah zina dan narkoba?
Salah satu jawabnya, karena
mereka mengikuti hawa
nafsu.
“Maka pernahkah
kamu melihat orang yang
menjadikan hawa nafsunya
sebagai tuhannya dan
Allah membiarkannya sesat
dengan sepengetahuanNya.
Allah telah mengunci
pendengaran dan hatinya
serta meletakkan tutup
atas penglihatannya. Maka,
siapakah yang mampu
memberinya petunjuk setelah
Allah membiarkannya sesat
? Mengapa kamu tidak
mengambil pelajaran ?” ( Qs
Al Jasiyah (45) ayat 23)
Coba aktifkan panca
indera dan hati kita.
Panca indera memberi
akses terhadap informasi.
Kemudian informasi itu
masuk dalam hati dan
menjadi hidayah, penerang
hidup, membedakan baik dan
buruk. Masuknya hidayah
dalam hati akan mendorong
seseorang untuk berpikir,
bersikap dan berperilaku
baik, sesuai norma dan
agama.
Tapi, ketika seseorang
sudah menjadikan hawa
nafsu menjadi Tuhannya,
maka panca indra tersebut
tidak berfungsi secara
maknawi, tertutup. Lantas
dari mana lagi celah hidayah
itu akan masuk?. Tak ada
lagi. Karena mata mereka
sudah menjadi buta, tak
dapat melihat apapun,
kecuali narkoba dan
selingkuh sebagai sebuah
kenikmatan. Narkoba dan
selingkuh tampak sebagai
perilaku yang menarik,
menyenangkan, menjanjikan
kebahagian dan ketenangan.
Pendengaran telah
tertutup, tuli dengan
setuli tulinya. Tak mampu
mendengar nasehat apapun
dari orang lain, bahkan
nasehat dari bisikan hati
sendiri. Begitulah kalau
sudah tertutup, benar-benar
tak dapat mendengar.
Sebagai contoh, Rio seorang
pekerja kasar yang sedang
asik mendengar musik
dengan headset, duduk di
atas rel kereta api stasiun
Kranji Bekasi, sambil
menggeleng-gelengkan
kepala. Ketika ada kereta
lewat temannya lari dan
berteriak mengajak Rio pergi.
Tapi tak ada respon, apalagi
lari menjauh dari rel. Rio
tak mendengar teriakan itu.
Jebrettt..langsung meninggal
di tempat.
Setelah mata buta,
telinga tuli kemudian hatinya
juga terkunci, maka tak dapat
menerima hidayah. Bila
demikian sempurnalah sudah
ketertutupan itu. Siapapun
tak dapat membukanya,
kecuali Allah SWT. Sehingga,
sampai kapanpun mereka
tidak akan sadar, terbuka
mata, telingga dan hatinya
sampai ajal tiba.
Apakah betul Allah
mengunci pendengaran,
penglihatan dan hati
seseorang? Sebenarnya
Allah tidak menguci, tapi
manusia sendiri yang
mengunci. Sebab selama
ini mereka sudah mendapat
nasehat, penjelasan,
ceramah, peringatan dan
tausiyah dari orang lain
tentang buruk, bahaya
dan berdosa melakukan
zina dan menggunakan
narkoba, tapi dia sendiri
tak berniat berhenti dengan
berbagai alasan. Akibatnya
mereka terlanjur ketagihan
OKTOBER 2014 • Edisi 52 • MEDIAKOM 67 • •
dan sangat sulit untuk
diberhentikan. Disinilah
mereka terkunci, tanpa
sengaja.
Jika mereka ada kemuan
memperbaiki, tentu akan
Allah mudahkan. Sangat
beruntung, kalau kemudian
Allah memberi hidayah,
sebelum ajal tiba. Sekalipun
awalnya terkunci. Mereka
akan menyadari keselahan,
kemudian bertobat. Tobatan
nasuha. Bagi mereka akan
mendapat ampunan dan
keberkahan hidup. Nah,
bagaimana syarat tobatan
nasuha?
Sekurang-kurangnya ada
tiga syarat yakni; menyesali
perbuatan buruknya,
meninggalkan sama sekali
dan tidak mengulangi lagi
perbuatan buruk tersebut
dan mengganti perbuatan
buruk dengan perbuatan
yang baik sebanyak-
banyaknya.
Pasang surut selalu
ada dalam perjalanan
hidup seseorang.
Adakalanya taat,
terkadang ingkar
dan lalai. Seorang
pecandu narkoba
atau pelacur bahkan
bisa sadar, insyaf
dan menjadi baik.
Lebih baik dari
pada mantan
orang baik-baik
yang justru
tergoda nafsu menjadi
pencandu narkoba
atau pelacur. Maka,
segeralah bertobat,
sebelum ajal tiba.
Tobat lah dengan
tobatan nasuha.•
RESENSI BUKU
68 MEDIAKOM • Edisi 52 • OKTOBER 2014
Jakarta : Kementerian Kesehatan, 2012
65 hal; Ilus; 21 X 15 cm.
ISBN
Direktorat Jenderal Bina Gizi dan
Kesehatan Ibu dan Anak
1. COMMUNITY HEALTH SERVICES
2. NUTRITION
3. 613.2 Ind p
SALAH satu sasaran dari 4 sasaran
pembangunan kesehatan dalam rencana
pembangunan jangka panjang menengah
nasional (RPJMN) 2010-2014 adalah
menurunkan prevalensi gizi kurang menjadi
15% dan menurunkan prevalensi pendek
menjadi 32%.
Pendekatan yang dilakukan untuk mencapai tersebut
adalah melalui pencegahan dan pemulihan gizi kurang pada
balita dan ibu hamil yaitu melalui pemantauan pertumbuhan
balita di posyandu, penyuluhan dan
konseling air susu ibu dan makanan
pendamping ASI, pemberian makanan
tambahan (PMT) pemulihan pada balita gizi
kurang dan ibu hamil KEK (kurang energi
kronis).
Dalam mendukung upaya-upaya
tersebut, mulai tahun 2012, Kementerian
Kesehatan menyediakan anggaran
bantuan operasional kesehatan (BOK)
yang antara lain dapat digunakan untuk
pembinaan posyandu dan penyuluhan
serta penyediaan makanan tambahan
untuk pemulihan gizi pada balita gizi
kurang dan ibu hamil KEK.
Buku ini berisi penjelasan tetang
makanan tambahan bagi balita gizi kurang berusia 6-59
bulan dan ibu hamil KEK yang berbasis bahan lokal, dan
buku ini disusun sebagai acuan bagi para penyelenggara
PMT pemulihan di seluruh daerah di Indionesia.•
Panduan penyelenggaraan pemberian makanan tambahan pemulihan bagi balita gizi kurang dan ibu hamil KEK : Bantuan Operasional Kesehatan
Jakarta : Kementerian Kesehatan, 2013
50 hal, Ilus; 15 X 23 cm.
ISBN 978-602-235-337-9
Direktorat Jenderal Bina Gizi dan
Kesehatan Ibu dan Anak
1. NUTRITIONAL REQUIRMaENT
2. BREAST FEEDING
3. 613.269 Ind p
STRATEGI Nasional Peningkatan
Pemberian Makan Bayi dan Anak
merekomendasikan pemberian makanan
yang baik dan tepat bagi bayi dan anak
0-24 bulan adalah :
1. Mulai menyusu dalam 1 jam setelah lahir
2. Menyusu eksklusif sampai usia 6 bulan
3. Memberikan makanan pendamping ASI(MP-ASI) mulai
usia 6 bulan
4. Meneruskan menyusu sampai anak usia
2 tahun atau lebih.
Buku ini mencantumkan hal-hal
yang berkaitan dengan : latar belakang,
pengertian MP-ASI, Gizi dan pertumbuhan
bayi dan anak 6-23 bulan, pengembangan
MP-ASI lokal dan beberapa contoh resep
MP-ASI lokal. Buku ini dapat dijadikan
pedoman bagi para tenaga kesehatan
dalam memberikan penyuluhan atau
bimbingan tentang pemberian MP-ASI
secara baik dan benar kepada kader atau
langsung kepada ibu-ibu.
Buku ini disusun bersama dengan
melibatkan Ikatan Dokter Anak Indonesia
(IDAI), Persatuan Ahli Gizi Indonesia
(PERSAGI), Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Indonesia, Poltekes Kemenkes Jakarta II Jurusan Gizi dan
lintas program di lingkungan Kementeraian Kesehatan. •
Pedoman pemberian makanan pendamping ASI berbasis pangan lokal