Distosia Bahu

55
KEPANITERAAN KLINIK STATUS OBSTETRI FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA Jl. Arjuna Utara No. 6. Kebon Jeruk- Jakarta Barat SMF OBSTETRI RS MARDI RAHAYU KUDUS Nama : Fadini Rizki Inawati Tanda tangan NIM : 11.2013.057 Dr pembimbing / penguji : Dr. Widiarso,Sp.OG IDENTITAS PASIEN Nama lengkap : Ny. SRJ (No. RM 385099) Jenis kelamin : Perempuan Umur : 20 tahun Suku bangsa : Jawa Status perkawinan : Kawin (G I P 0 A 0 h 43 mg) Agama : Islam Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Pendidikan : SMP Alamat : Doreng Rt 02 Rw 03 Wonosalam Demak Masuk Rumah Sakit : 21 Juni 2014 Pukul 08.05 WIB Nama suami : Tn. AM Umur : 29 tahun Pekerjaan : Petani Alamat : Doreng Rt 02 Rw 03 Wonosalam Demak A. A NAMNESIS : Page 1 of 55

Transcript of Distosia Bahu

Page 1: Distosia Bahu

KEPANITERAAN KLINIK

STATUS OBSTETRI

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

Jl. Arjuna Utara No. 6. Kebon Jeruk- Jakarta Barat

SMF OBSTETRI RS MARDI RAHAYU KUDUS

Nama : Fadini Rizki Inawati Tanda tangan

NIM : 11.2013.057

Dr pembimbing / penguji : Dr. Widiarso,Sp.OG

IDENTITAS PASIEN

Nama lengkap : Ny. SRJ (No. RM 385099) Jenis kelamin : Perempuan

Umur : 20 tahun Suku bangsa : Jawa

Status perkawinan : Kawin (GIP0A0 h 43 mg) Agama : Islam

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Pendidikan : SMP

Alamat : Doreng Rt 02 Rw 03 Wonosalam

Demak

Masuk Rumah Sakit : 21 Juni 2014

Pukul 08.05 WIB

Nama suami : Tn. AM

Umur : 29 tahun

Pekerjaan : Petani

Alamat : Doreng Rt 02 Rw 03 Wonosalam Demak

A. A NAMNESIS :

Diambil dari : Autoanamnesis Tanggal : 21 Juni 2014 ; Jam : 08.05 WIB.

Keluhan utama :

Pasien hamil datang dengan keluhan tidak dapat melahirkan badan bayi dari jam 05.00

WIB.

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang dengan rujukan dari bidan. OS mengaku perut kenceng-kenceng dari jam

21.00 malam kemarin. OS mengaku hamil 43 minggu, datang dengan keluhan tidak

Page 1 of 39

Page 2: Distosia Bahu

dapat melahirkan badan bayi dari jam 05.00 pagi dan bayi pasien sudah meninggal.

Pasien tidak mengeluh mual, muntah, pusing, mata berkunang, dan mata tidak kabur.

Pasien mengatakan rutin memeriksakan kehamilannya setiap bulan ke bidan namun

setelah usia kehamilan 40 minggu pasien tidak lagi memeriksakan kehamilannya. Selama

ini tidak pernah memiliki riwayat tekanan darah tinggi, baik sebelum dan selama

pemeriksaan kehamilan. Tidak ada riwayat operasi sebelumnya.

Riwayat Menstruasi

Menarche : 16 tahun Siklus haid : 28 hari

Dismenorrhea : ( + ) Lama haid : 7 hari

Leukorrhea : ( - ) Banyaknya : 2 softek/hari

Menopause : ( - )

Riwayat Perkawinan

Menikah 1 kali pada usia 19 tahun, selama 1 tahun

Riwayat Kehamilan dan Kelahiran

Hamil

ke

Usia

kehamilan

Jenis

persalinan

Penyulit Penolo

ng

Jenis

kelamin

BB/TB

lahir

Umur

sekarang

1 Hamil ini

Riwayat kehamilan ini:

HPHT : 24 September 2013

HPL : 1 Juni 2014

Riwayat Kontrasepsi (Keluarga Berencana)

( - ) Pil KB ( - ) IUD

( - ) Suntikan 3 bulan ( - ) Lain-lain

( - ) Susuk KB

Riwayat Antenatal Care :

Page 2 of 39

Page 3: Distosia Bahu

Pasien memeriksakan kehamilannya 1 kali setiap bulan ke bidan sampai usia

kehamilan 40 minggu, setelah itu berhenti memeriksakan kehamilnnya.

Riwayat Penyakit Dahulu

(−) Cacar (−) Malaria (−) Batu ginjal/saluran kemih

(−) Cacar air (−) Disentri (−) Burut ( hernia )

(−) Difteri (−) Hepatitis (−) Batuk rejan

(−) Tifus abdominalis (−) Wasir (−) Campak

(−) Diabetes (−) Sifilis (−) Alergi

(−) Tonsilitis (−) Gonore (−) Tumor

(−) Hipertensi (−) Penyakit pembuluh (−) Demam rematik akut

(−) Ulkus ventrikuli (−) Pendarahan otak (−) Pneumonia

(−) Ulkus duodeni (−) Psikosis (−) Gastritis

(−) Neurosis (−) Tuberkulosis (−) Batu empedu

(−) Jantung (−) Operasi (−) Kecelakaan

Lain-lain : tidak ada

Riwayat keluarga

Hubungan Umur Jenis kelamin Keadaan

kesehatan

Penyebab

meninggal

Ayah 52 tahun Laki-laki Hidup -

Ibu 50 tahun Perempuan Hidup -

Suami 29 tahun Laki-laki Hidup -

Ada kerabat yang menderita :

Penyakit Ya Tidak Hubungan

Alergi - √

Asma - √

Tuberkulosis - √

HIV - √

Hepatitis B - √

Hepatitis C - √

Page 3 of 39

Page 4: Distosia Bahu

Diabetes Melitus √ - Nenek

Hipertensi - √

Cacat bawaan - √

Lain – lain - √

Riwayat Operasi

Tidak ada

B. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan Umum

Tekanan Darah : 140/90 mmHg

Keadaan Umum : Sakit sedang

Nadi : 98x/ menit (kuat angkat, teratur)

Suhu : 36,7 o C

Pernafasaan : 20x/ menit. Abdomino-torakal

Kesadaran : Compos mentis

Tinggi Badan : 165 cm

Berat Badan : 62 kg

Kulit

Warna kuning langsat, Turgor Kulit baik, Ikterus(-),

Kepala

Normocephali, Rambut hitam, distribusi merata

Mata

Pupil isokor Ø 3mm, reflek cahaya (+/+), Konjungtiva pucat (-/-), Sklera ikterik (-/-),

Edema palpebra (-/-)

Telinga

Selaput pendengaran utuh, Serumen (-), Perdarahan (-)

Hidung

Sekret (-), Deviasi septum (-), Pernapasan cuping hidung (-), epistaksis (-)

Mulut

Lidah dalam batas normal, mukosa bucal merah muda.

Leher

Page 4 of 39

Page 5: Distosia Bahu

Tidak terdapat pembesaran Tiroid dan KGB, Deviasi trachea (−), Hipertrofi otot pernapasan

tambahan (−), Retraksi suprasternal (−)

Dada (Thorax)

Inpeksi

Bentuk : Normal, pernafasan abdomino-torakal

Buah dada : Simetris, tidak ada massa, ASI (-)

Paru-paru (Pulmo)

Kanan Kiri

Inspeksi Anterior BENTUK

- Dalam batas normal

- Sela iga tidak melebar

- Retraksi (-)

PERGERAKAN : Simetris saat statis dan dinamis

KULIT : Warna kuning langsat

PERNAPASAN: Abdominotorakal

Posterior BENTUK

- Vertebra: Normal

KULIT

- Tidak ada lesi patologis

Palpasi Anterior - Tidak ada nyeri tekan

- Sela iga paru tidak melebar

PERGERAKAN : Simetris saat statis dan dinamis

- FREMITUS : simetris kanan kiri

Posterior - tidak nyeri tekan

FREMITUS: simetris kanan kiri

Perkusi Anterior Sela iga 1-6 sonor Sela iga 1-6 sonor

Posterior Linea skapularis : Sonor Linea skapularis : Sonor

Auskultasi Anterior Vesikuler, Rhonki (-), Whezing (-) Vesikuler, Rhonki (-),

Whezing (-)

Posterior Vesikuler, Rhonki (-), Whezing (-) Vesikuler, Rhonki (-),

Whezing (-)

Page 5 of 39

Page 6: Distosia Bahu

Jantung (Cor)

Inspeksi : ictus cordis tidak tampak

Palpasi : ictus cordis teraba pada sela iga V, 2 cm medial dari linea midclavicularis

sinistra

Perkusi : Batas atas : Pada sela iga II garis parasternal kiri

Batas kiri : Pada sela iga V, 2 cm medial dari garis midclavicularis kiri

Batas kanan : Pada sela iga V, pada garis parasternal kiri.

Auskultasi : Bunyi jantung I-II reguler, tidak terdengar murmur dan gallop pada ke 4

katup jantung

Perut (Abdomen)

Inspeksi

Bentuk : membuncit membujur

lesi luka post operasi (-)

Palpasi : Nyeri tekan ( - ), massa ( - ), Defans musculer (-)

Hati : tidak teraba

Limpa : tidak teraba

Perkusi : Timpani

Auskultasi : Bising usus normal

Anggota gerak : Tangan Edema -/-, kaki edema -/-, sianosis -/-, clubbing finger -/-

Kelenjar getah bening

Submandibula : tidak ditemukan pembesaran

Supraklavikula : tidak ditemukan pembesaran

Lipat paha : tidak ditemukan pembesaran

Leher : tidak ditemukan pembesaran

Ketiak : tidak ditemukan pembesaran

Aspek kejiwaan

Tingkah laku : tenang

Alam perasaan : biasa

Proses pikir : wajar

Page 6 of 39

Page 7: Distosia Bahu

I. Pemeriksaan Ginekologi

Pemeriksaan Luar

Inspeksi

Wajah : Chloasma gravidarum (+)

Payudara : pembesaran payudara (+), puting susu menonjol (+), cairan dari mammae (-)

Abdomen : membesar memanjang

Linea nigra (+), striae livide (+), striae albicans (-),

bekas operasi (-)

PPV = lendir darah (+), ketuban (+), Kepala sudah keluar (+), bayi sudah tidak bergerak

Pemeriksaan Dalam

Tidak dilakukan

II. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium

o 21 Juni 2014 (pukul 08:10)

Darah rutin

Hemoglobin 12,8 g/dL (N: 11,7 – 15,5)

Leukosit 24,12 H (N: 3.600 – 11.000)

Eosinofil% 0,61 % L (N: 1-3)

Basofil% 0,1 % (N: 0-1)

Neutrofil % 91,40 % H (N: 50-70)

Limfosit% 13,90 % L (N: 25-40)

Monosit% 3,50 % (N: 2-8)

MCV 80,60 mikro m3 (N: 80-100)

MCH 22,70 pg (N: 26-34)

MCHC 34,40 g/dL (N: 32-36)

Hematokrit 37,20 % (N: 30-43)

Trombosit 245.000 (N: 150.000-440.000)

Eritrosit 4,61 juta (N: 3,8 – 5,2)

RDW 14,70 % (N: 11,5 - 14,5)

PDW 14,2 % (N: 10-18)

MPV 9,80 mikro m3 H (N: 6,8 – 10)

Page 7 of 39

Page 8: Distosia Bahu

LED 6/9 mm/jam H (N: 0 – 20 )

Golongan darah/Rh A/+

Waktu perdarahan/BT 1,30 menit (N: 1-3)

Waktu pembekuan/CT 5.00 menit (N: 2-6)

C. RESUME (RINGKASAN)

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang dengan rujukan dari bidan. OS mengaku perut kenceng-kenceng dari jam

21.00 malam kemarin. OS mengaku hamil 43 minggu, datang dengan keluhan tidak

dapat melahirkan badan bayi dari jam 05.00 pagi dan bayi pasien sudah meninggal.

Pasien tidak mengeluh mual, muntah, pusing, mata berkunang, dan mata tidak kabur.

Pasien mengatakan rutin memeriksakan kehamilannya setiap bulan ke bidan namun

setelah usia kehamilan 40 minggu pasien tidak lagi memeriksakan kehamilannya. Selama

ini tidak pernah memiliki riwayat tekanan darah tinggi, baik sebelum dan selama

pemeriksaan kehamilan. Tidak ada riwayat operasi sebelumnya.

HPHT : 24 September 2013

HPL : 1 Juni 2014

PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan Umum

Tekanan Darah : 140/90 mmHg

Keadaan Umum : Sakit sedang

Nadi : 98x/ menit (kuat angkat, teratur)

Suhu : 36,7 o C

Pernafasaan : 20x/ menit. Abdomino-torakal

Kesadaran : Compos mentis

Tinggi Badan : 165 cm

Berat Badan : 62 kg

Kulit

Warna kuning langsat, Turgor Kulit baik, Ikterus(-),

Page 8 of 39

Page 9: Distosia Bahu

Kepala

Normocephali, Rambut hitam, distribusi merata

Mata

Pupil isokor Ø 3mm, reflek cahaya (+/+), Konjungtiva pucat (-/-), Sklera ikterik (-/-),

Edema palpebra (-/-)

Telinga

Selaput pendengaran utuh, Serumen (-), Perdarahan (-)

Hidung

Sekret (-), Deviasi septum (-), Pernapasan cuping hidung (-), epistaksis (-)

Mulut

Lidah dalam batas normal, mukosa bucal merah muda.

Leher

Tidak terdapat pembesaran Tiroid dan KGB, Deviasi trachea (−), Hipertrofi otot pernapasan

tambahan (−), Retraksi suprasternal (−)

Dada (Thorax)

Inpeksi

Bentuk : Normal, pernafasan abdomino-torakal

Buah dada : Simetris, tidak ada massa, ASI (-)

Paru-paru (Pulmo)

Kanan Kiri

Inspeksi Anterior BENTUK

- Dalam batas normal

- Sela iga tidak melebar

- Retraksi (-)

PERGERAKAN : Simetris saat statis dan dinamis

KULIT : Warna kuning langsat

PERNAPASAN: Abdominotorakal

Posterior BENTUK

- Vertebra: Normal

KULIT

- Tidak ada lesi patologis

Palpasi Anterior - Tidak ada nyeri tekan

Page 9 of 39

Page 10: Distosia Bahu

- Sela iga paru tidak melebar

PERGERAKAN : Simetris saat statis dan dinamis

- FREMITUS : simetris kanan kiri

Posterior - tidak nyeri tekan

FREMITUS: simetris kanan kiri

Perkusi Anterior Sela iga 1-6 sonor Sela iga 1-6 sonor

Posterior Linea skapularis : Sonor Linea skapularis : Sonor

Auskultasi Anterior Vesikuler, Rhonki (-), Whezing (-) Vesikuler, Rhonki (-),

Whezing (-)

Posterior Vesikuler, Rhonki (-), Whezing (-) Vesikuler, Rhonki (-),

Whezing (-)

Jantung (Cor)

Inspeksi : ictus cordis tidak tampak

Palpasi : ictus cordis teraba pada sela iga V, 2 cm medial dari linea midclavicularis

sinistra

Perkusi : Batas atas : Pada sela iga II garis parasternal kiri

Batas kiri : Pada sela iga V, 2 cm medial dari garis midclavicularis kiri

Batas kanan : Pada sela iga V, pada garis parasternal kiri.

Auskultasi : Bunyi jantung I-II reguler, tidak terdengar murmur dan gallop pada ke 4

katup jantung

Perut (Abdomen)

Inspeksi

Bentuk : membuncit membujur

lesi luka post operasi (-)

Palpasi : Nyeri tekan ( - ), massa ( - ), Defans musculer (-)

Hati : tidak teraba

Limpa : tidak teraba

Perkusi : Timpani

Auskultasi : Bising usus normal

Anggota gerak : Tangan Edema -/-, kaki edema -/-, sianosis -/-, clubbing finger -/-

Page 10 of 39

Page 11: Distosia Bahu

Kelenjar getah bening

Submandibula : tidak ditemukan pembesaran

Supraklavikula : tidak ditemukan pembesaran

Lipat paha : tidak ditemukan pembesaran

Leher : tidak ditemukan pembesaran

Ketiak : tidak ditemukan pembesaran

Aspek kejiwaan

Tingkah laku : tenang

Alam perasaan : biasa

Proses pikir : wajar

III.Pemeriksaan Ginekologi

Pemeriksaan Luar

Inspeksi

Wajah : Chloasma gravidarum (+)

Payudara : pembesaran payudara (+), puting susu menonjol, cairan dari mammae (-)

Abdomen : membesar memanjang

Linea nigra (+), striae livide (+), striae albicans (-),

bekas operasi (-)

PPV = lendir darah (+), ketuban (+), Kepala sudah keluar (+), bayi sudah tidak bergerak

Pemeriksaan Dalam

Tidak dilakukan

IV. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium

o 21 Juni 2014 (pukul 08:10)

Darah rutin

Hemoglobin 12,8 g/dL (N: 11,7 – 15,5)

Leukosit 24,12 H (N: 3.600 – 11.000)

Eosinofil% 0,61 % L (N: 1-3)

Basofil% 0,1 % (N: 0-1)

Page 11 of 39

Page 12: Distosia Bahu

Neutrofil % 91,40 % H (N: 50-70)

Limfosit% 13,90 % L (N: 25-40)

Monosit% 3,50 % (N: 2-8)

MCV 80,60 mikro m3 (N: 80-100)

MCH 22,70 pg (N: 26-34)

MCHC 34,40 g/dL (N: 32-36)

Hematokrit 37,20 % (N: 30-43)

Trombosit 245.000 (N: 150.000-440.000)

Eritrosit 4,61 juta (N: 3,8 – 5,2)

RDW 14,70 % (N: 11,5 - 14,5)

PDW 14,2 % (N: 10-18)

MPV 9,80 mikro m3 H (N: 6,8 – 10)

LED 6/9 mm/jam H (N: 0 – 20 )

Golongan darah/Rh A/+

Waktu perdarahan/BT 1,30 menit (N: 1-3)

Waktu pembekuan/CT 5.00 menit (N: 2-6)

DIAGNOSIS

Diagnosis kerja

Diagnosis kerja : pukul 08.05

G1P0A0 wanita umur 20 tahun hamil 43 minggu

Dengan distosia bahu

D. PROGNOSIS :

Passage : ad bonam

Passanger : ad malam

Power : ad bonam

E. RENCANA PENGELOLAAN

• VT : pembukaan lengkap, effisment 100%, KK -, kepala Hodge IV

• Sikap: Pengawasan 9, pimpin mengejan, lahirkan badan

• Infus RL 20 tpm + induksin 1 ampul

Page 12 of 39

Page 13: Distosia Bahu

Laporan persalinan

Tanggal Jam Laporan

21 Juni

2014

09.00 Kala II

Ibu ingin mengejan

Vulva dan anus terbuka

VT : Pembukaan lengkap, KK (-), bagian bawah janin

kepala turun hodge IV, UUB kiri depan.

D : GIP0A0, 20 tahun, hamil 43 minggu, dengan distosia

bahu

Sikap : pimpin mengejan bila ada his

Setelah dipimpin mengejan, asisten memberikan tekanan

suprapubik derajat sedang, lalu pasien melakukan manuver

McRoberts, dilanjutkan Manuver Woods Corkscrew

09.10 Bayi lahir

Bayi laki-laki, berat badan 4100 gram, panjang badan 54

cm

09.15 Kala III

Plasenta dilahirkan secara manual, plasenta rapuh (retensio

plasenta)

Observasi 9

Terapi : pospargin 1 ampul

09.20 Kala IV

Perineum ruptur totalis

Obsevasi 9

Terapi : injeksi pehacain 2 ampul, hecting perineum,

kaltrofen supp 1 tablet

FOLLOW UP POST PARTUM

21 Juni 2014 Pukul 10.00

S : Nyeri dari jalan lahir

O : TD : 150/110 mmHg RR : 20 x/menit

Page 13 of 39

Page 14: Distosia Bahu

HR : 88 x/menit T : 36,8°C

Mata : CA-/- SI -/-

C/P : dbn

ASI ( - ), Puting menonjol

Abdomen : supel, nyeri tekan (+), BU (+)

TFU = 2 jari dibawah pusat

PPV : lochea (+), darah (+)

Extremitas : Akral hangat, nadi kuat, edema -/-

A : PI A0 Post Partus Spontan dengan penyulit distosia bahu dan IUFD

P : Terapi dilanjutkan

22 Juni 2014 Pukul 08.00

S : Nyeri sedikit di jalan lahir

O : TD : 150/90 mmHg RR : 20 x/menit

HR : 80 x/menit T : 36,7°C

Mata : CA-/- SI -/-

C/P : dbn

ASI ( - ), Puting menonjol

Abdomen : supel, nyeri tekan (-), BU (+)

TFU = 2 jari dibawah pusat

PPV : lochea (+), darah (+)

Extremitas : Akral hangat, nadi kuat, edema -/-

A : PI A0 Post Partus Spontan dengan penyulit distosia bahu hari ke-1 dan IUFD

P : terapi dilanjutkan

Page 14 of 39

Page 15: Distosia Bahu

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Secara harfiah, distosia berarti persalinan yang sulit dan ditandai oleh terlalu lama lambatnya

kemajuan persalinan. Secara umum, persalinan yang abnormal sering terjadi apabila terdapat

disproporsi antara bagian presentasi janin dan jalan lahir. Kelainan persalinan ini adalah

konsekuensi kelainan yang dapat berdiri sendiri atau berkombinasi: a). kelainan gaya dorong

(ekspulsi) baik akibat gaya uterus yang kurang kuat atau kurangnya koordinasi untuk

melakukan pendataran dan dilatasi serviks (disfungsi uterus), maupun kurangnya upaya otot

volunter selama persalinan kala dua, b). kelainan tulang panggul ibu yaitu panggul sempit, c)

kelainan presentasi, posisi atau perkembangan janin dan kelainan jaringan lunak saluran

reproduksi yang membentuk halangan bagi turunnya janin.

Antonim bahasa Yunani untuk eutosia, atau persalinan normal adalah distosia yang

menandakan persalinan yang abnormal atau sulit. distosia dapat terjadi akibat beberapa

kelainan tertentu yang melibatkan serviks, uterus, janin, tulang panggul ibu, atau obstruksi

lain di jalan lahir.

Bahu merupakan bagian terbawah janin dan abdomen cenderung melebar dari satu sisi kesisi

yang lain sehingga tidak teraba bagian terbawah anak pada pintu atas panggul menjelang

persalinan. Bila pasien berada pada persalinan lanjut setelah ketuban pecah, bahu dapat

terjepit kuat di bagian atas pelvis dengan satu tangan atau 4 lengan keluar dari vagina.

Presentasi bahu terjadi bila poros yang panjang dari janin tegak lurus atau pada sudut akut

panjangnya poros ibu, sebagaimana yang terjadi pada letak melintang. Presentasi bahu

disebabkan paritas tinggi dengan dinding abdomen dan otot uterus kendur, prematuritas,

obstruksi panggul.

Distosia bahu merupakan kelahiran kepala janin dengan bahu anterior macet diatas sacral

promontory karena itu tidak bisa lewat masuk ke dalam panggul, atau bahu tersebut bisa

lewat promontorium, tetapi mendapat halangan dari tulang sacrum (tulang ekor). Lebih

Page 15 of 39

Page 16: Distosia Bahu

mudahnya distosia bahu merupakan kejadian dimana tersangkutnya bahu janin dan tidak

dapat dilahirkan setelah kepala janin dilahirkan.

Klasifikasi Distosia

1. Distosia karena kelainan tenaga

2. Distosia karena kelainan letak serta bentuk janin.

3. Distosia karena kelainan panggul

4. Distosia karena kelainan traktus genitalis

2.2 Tanda dan Gejala

Adapun tanda dan gejala dari distosia bahu adalah:

1. Pada proses persalinan normal kepala lahir melalui gerakan ekstensi. Namun, pada distosia

bahu kepala akan tertarik kedalam dan tidak dapat mengalami putar paksi luar yang normal.

2. Ukuran kepala dan bentuk pipi menunjukkan bahwa bayi gemuk dan besar. Begitu juga

dengan postur tubuh parturien yang biasanya juga mengalami obesitas.

3. Usaha untuk melakukan putar paksi luar, fleksi lateral dan traksi tidak berhasil melahirkan

bahu.

4. Kepala janin telah lahir namun masih erat berada di vulva

5. Dagu tertarik dan menekan perineum

6. Tanda kepala kura-kura yaitu penarikan kembali kepala terhadap perineum sehingga

tampak masuk kembali ke dalam vagina.

2.3 Etiologi

Secara umum, keadaan berikut yang dapat menyebabkan distosia adalah:

Page 16 of 39

Page 17: Distosia Bahu

1. Persalinan disfungsional akibat kontraksi uterus yang tidak efektif atau akibat upaya

mengedan ibu (kekuatan atau powers ).

2. Perubahan struktur pelvis (jalan lahir atau passage ). Walaupun kekuatan gaya

ekspulsifnya mungkin normal, memiliki kelainan struktur atau karakter jalan lahir yang

menimbulkan hambatan mekanis terhadap turunnya bagian terbawah janin yang tidak teratasi

3. Sebab-sebab pada janin, meliputi kelainan presentasi atau kelainan posisi, bayi besar, dan

jumlah bayi (penumpang atau passengers )

4. Posisi ibu selama persalinan dan melahirkan

5. Respon psikologis ibu terhadap persalinan yang berhubungan dengan pengalaman,

persiapan, budaya dan warisannya, serta sistem pendukung.

Penyebab dari distosia bahu disebabkan oleh deformitas panggul, kegagalan bahu untuk

melipat ke dalam panggul (misalnya pada makrosomia) yang disebabkan oleh fase aktif dan

persalinan kala II yang pendek pada multipara sehingga penurunan kepala yang terlalu cepat

menyebabkan bahu tidak melipat pada saat melalui jalan lahir atau kepala telah melalui pintu

tengah panggul setelah mengalami pemanjangan kala II sebelah bahu berhasil melipat masuk

ke dalam panggul.

2.4 Patofisiologi

Setelah kelahiran kepala, akan terjadi putaran paksi luar yang menyebabkan kepala berada

pada sumbu normal dengan tulang belakang bahu pada umumnya akan berada pada sumbu

miring (oblique) di bawah rambut pubis. Dorongan pada saat ibu meneran akan meyebabkan

bahu depan (anterior) berada di bawah pubis, bila bahu gagal untuk mengadakan putaran

menyesuaikan dengan sumbu miring dan tetap berada pada posisi anteroposterior, pada bayi

yang besar akan terjadi benturan bahu depan terhadap simfisis sehingga bahu tidak bisa lahir

mengikuti kepala.

Page 17 of 39

Page 18: Distosia Bahu

2.5 Prognosis

Pada panggul normal janin dengan berat badan kurang dari 4500 gram pada umumnya tidak

menimbulkan kesukaran persalinan. Kesukaran dapat terjadi karena kepala yang besar atau

kepala yang lebih keras (pada post maturitas) tidak dapat memasuki pintu atas panggul atau

karena bahu yang lebar sulit melalui rongga panggul. Bahu yang lebar selain dijumpai pada

janin besar juga dijumpai pada anensefalus. Apabila kepala anak sudah lahir tetapi kelahiran

bagian-bagian lain macet karena lebarnya bahu, janin dapat meninggal akibat asfiksia.

Menarik kepala kebawah terlalu kuat dalam pertolongan melahirkan bahu yang sulit dapat

berakibat perlukaan pada nervus brakhialis & muskulus sternokleidomastoidelis.

2.6 Komplikasi

1. Infeksi intrapartum

Infeksi adalah bahaya serius yang mengancam ibu dan janinnya pada partus lama, terutama

bila disertai pecahnya ketuban. bakteri di dalam cairan amnion dan menginvasi desidua serta

pembuluh korion sehingga terjadi bakteremia dan sepsis pada ibu dan janin. Pneumonia pada

janin, akibat aspirasi cairan amnion yang terinfeksi adalah konsekuensi serius lainnya.

Pemeriksaan serviks dengan jari tangan akan memasukkan bakteri vagina ke dalam uterus.

Pemeriksaan ini harus dibatasi selama persalinan, terutama apabila dicurigai terjadi distosia.

2. Ruptur uteri

Penipisan abnormal segmen bawah uterus menimbulkan bahaya serius selama partus lama,

terutama pada wanita dengan paritas tinggi dan pada mereka dengan riwayat seksio sesaria.

Apabila disproporsi antara kepala janin dan panggul sedemikian besar sehingga kepala tidak

cakap dan tidak terjadi penurunan, segmen bawah uterus menjadi sangat terengang yang

kemudian dapat menyebabkan ruptur.

3. Cincin retraksi patologis

Cincin ini sering timbul akibat persalianan yang terhambat, disertai peregangan dan penipisan

berlebihan segmen bawah uterus. Pada situasi semacam ini, cincin dapat terlihat jelas sebagai

suatu indentasi abdomen dan menandakan ancaman akan rupturya segmen bawah uterus.

4. Pembentukan fistula

Page 18 of 39

Page 19: Distosia Bahu

Apabila bagian terbawah janin menekan kuat ke pintu atas panggul tetapi tidak maju untuk

jangka waktu yang cukup lama, bagian jalan lahir yang terletak di antaranya dan dinding

panggul dapat mengalami tekanan yang berlebihan. Karena gangguan sirkulasi, dapat terjadi

nekrosis yang akan jelas dalam beberapa hari setelah melahirkan dengan munculnya fistula

vesikovaginal, vesikoservikal atau rektovaginal.

5. Cedera otot dasar panggul

Saat pelahiran bayi, dasar panggul mendapat tekanan langsung dari kepala janin serta tekanan

ke bawah akibat upaya mengejan ibu. Gaya-gaya ini meregangkan dan melebarkan dasar

panggul sehingga terjadi perubahan fungsional dan anatomis di otot, saraf dan jaringan ikat.

6. Efek pada janin

Apabila panggul sempit dan juga terjadi ketuban pecah lama serta infeksi intrauterus, risiko

janin dan ibu akan muncul infeksi intrapartum bukan saja merupakan penyulit yang serius

pada ibu, tetapi juga merupakan penyebab penting kematian dan neonatus. Hal ini disebabkan

karena bakteri di dalam cairan amnion menembus amnion dan menginvasi desidua serta

pembuluh korion, sehingga terjadi bakterimia pada ibu dan janin. Pneumoni janin, akibat

aspirasi cairan amnion yang terinfeksi adalah konsekuensi serius lainnya.

2.7 Faktor Risiko

Sejumlah karakteristik ibu, janin dan intrapartum sering menyertai distosia bahu. beberapa

faktor risiko pada ibu, termasuk obesitas, multiparitas dan diabetes berpengaruh terhadap

distosia bahu akibat pengaruhnya pada peningkatan berat lahir. Hubungan antara kehamilan

lewat waktu dengan distosia bahu tampaknya disebabkan karena banyak janin terus tumbuh

setelah usia 42 minggu. Penyulit intrapartum yang dihubungkan dengan distosia bahu adalah

pelahiran dengan forceps tengah serta persalinan kala satu dan kala dua yang memanjang.

2.8 Penatalaksanaan

Page 19 of 39

Page 20: Distosia Bahu

Metode Persalinan Distosia Bahu

1. Manuver Mc. Roberts :

-Posisi Walcher: Hiperfleksi kaki kearah perut sehingga terjadi pelebaran jalan lahir dan

mengubah sudut inklinasi dari 25 derajat menjadi 10 derajat.

-Kepala janin tarik curam kebawah sehingga memudahkan persalinan bahu depan

Maneuver Mc Robert

Fleksi sendi lutut dan paha serta mendekatkan paha ibu pada abdomen sebagaimana terlihat

pada (panah horisontal). Asisten melakukan tekanan suprapubic secara bersamaan (panah

vertikal).

2. Manuver Hibbard dan Resnick

-Lakukan episiotomi luas untuk melebarkan jalan lahir

-Kepala ditarik curam kebawah, sehingga bahu depan lebih mudah masuk PAP

-Tekan bahu depan diatas simfisis, sehingga dapat masuk PAP

3. Manuver Woods Cork Screw

-Fundus uteri didorong kebawah sehingga lebih menekan bagian terendah janin, untuk masuk

PAP

-Bahu belakang diputar menjadi bahu depan sehingga secara spontan lahir

Maneuver Wood.

Tangan kanan penolong dibelakang bahu posterior janin. Bahu kemudian diputar 180 derajat

sehingga bahu anterior terbebas dari tepi bawah simfisis pubis.1

4. Melahirkan bahu belakang

-Operator memasukkan tangan kedalam vagina menyusuri humerus posterior janin dan

kemudian melakukan fleksi lengan posterior atas didepan dada dengan mempertahankan

posisi fleksi siku

-Tangan janin dicekap dan lengan diluruskan melalui wajah janin Page 20 of 39

Page 21: Distosia Bahu

-Lengan posterior dilahirkan

5. Maneuver Rubin

Terdiri dari 2 langkah :

Mengguncang bahu anak dari satu sisi ke sisi lain dengan melakukan tekanan pada

abdomen ibu, bila tidak berhasil maka dilakukan langkah berikutnya yaitu :

Tangan mencari bahu anak yang paling mudah untuk dijangkau dan kemudian ditekan

kedepan kearah dada anak. Tindakan ini untuk melakukan abduksi kedua bahu anak sehingga

diameter bahu mengecil dan melepaskan bahu depan dari simfisis pubis.

6. Manuver Zevanelli

Kepala janin sudah berada diluar, dimasukkan kembali kedalam vagina Diikuti dengan

persalinan seksio sesarea

Bahaya besar karena akan terjadi ekstensi luka operasi di SBR dan menimbulkan trauma

jalan lahir lebih besar.

7. Teknik Kleidotomi

Dilakukan pemotongan tulang klavikula bawah sehingga volume bahu mengecil dan

selanjutnya persalinan dapat berlangsung

Bila diperlukan dapat dilakukan pemotongan tulang klavikula depan

8. Simfisiotomi

Untuk melebarkan jalan lahir sehingga bahu dapat lahir. 11

Komplikasi simfiotomi :

Ketidaknyamanan yang berkepanjangan dan nyeri

Ruptura vesika urinaria

3.1 Definisi IUFD

Page 21 of 39

Page 22: Distosia Bahu

Intrauterine fetal death (IUFD) menurut ICD – International Statistical Classification of

Disease and Related Health Problems adalah kematian fetal atau janin pada usia gestasional ≥

22 minggu (Petersson, 2002). WHO dan American College of Obstetricians and Gynecologist

(1995) menyatakan IUFD adalah janin yang mati dalam rahim dengan berat 500 gram atau

lebih atau kematian janin dalam rahim pada kehamilan 20 minggu atau lebih (Petersson,

2003;Winknjosastro, 2008).

Gb. IUFD

3.2 Insidensi IUFD

Di Negara berkembang, estimasi perkiraan jumlah kematian janin adalah 1 % dari seluruh

jumlah kehamilan. Dari data the National Vital Statistics Report tahun 2005 menunjukkan

bahwa rata-rata jumlah kematian janin dalam kandungan terjadi sekitar 6.2 per 1000

kelahiran. Dari data pada Basildon and Thurrock University Hospital pada tahun 2012,

Insiden dari intra uterine fetal death adalah sekitar 5-7 / 1000 kelahiran. Dari total kasus

IUFD sekitar 50% dari keseluruhan totalnya ditemukan pada kehamilan sebelum 28 minggu

dan janin cukup bulan sekitar 20%.

3.3 Klasifikasi

Menurut United States National Center for Health Statistic Kematian janin dapat dibagi

menjadi 4 golongan, yaitu

Page 22 of 39

Page 23: Distosia Bahu

Golongan I : Kematian sebelum massa kehamilan mencapai 20 minggu penuh (early fetal

death)

Golongan II : Kematian sesudah ibu hamil 20-28 minggu (intermediate fetal death)

Golongan III : Kematian sesudah masa kehamilan >28 minggu (late fetal death)

Golongan IV : Kematian yang tidak dapat digolongkan pada ketiga golongan di atas.

3.4 Etiologi

Kematian janin dapat disebabkan oleh banyak hal dan dikelompokkkan menjadi penyebab

janin, penyebab plasenta, penyebab Ibu, tidak diketahui penyebabnya. Penyebab dari

kematian janin intra uterine yang tidak dapat diketahui sekitar 25-60%, insiden meningkat

seiring dengan peningkatan usia kehamilan. Pada beberapa kasus yang penyebabnya

teridentifikasi dengan jelas, dapat dibedakan berdasarkan penyebab dari faktor janin,

maternal dan patologi dari plasenta (Kliman, 2000).1,2

Faktor Ibu

Ketidakcocokan Rh darah Ibu dengan janin

Akan timbul masalah bila ibu memiliki Rh negatif, sementara ayah Rh positif, sehingga janin

akan mengikuti yang lebih dominan yaitu Rh positif, yang berakibat antara ibu dan janin akan

mengalami ketidakcocokan Rhesus. Ketidakcocokan ini akan mempengaruhi kondisi janin

tersebut. Misalnya dapat terjadi kondisi Hidrops fetalis, yaitu suatu reaksi imunologis yang

menimbulkan gambaran klinis pada janin antara lain berupa pembengkakan pada perut akibat

terbentuknya cairan yang berlebihan pada rongga perut (asites), pembengkakan kulit janin

penumpukan cairan di rongga dada atau rongga jantung, dan lain-lain. Akibat dari

penimbunan cairan-cairan yang berlebihan tersebut, tubuh janin akan membengkak yang

dapat berakibat pula darahnya bercampur dengan air. Jika kondisi demikian terjadi, biasanya

janin tidak akan tertolong lagi.

Ketidakcocokan golongan darah Ibu dengan janin

Page 23 of 39

Page 24: Distosia Bahu

Terutama pada golongan darah A, B, dan O yang sering terjadi adalah antara golongan darah

anak A atau B dengan ibu bergolongan darah O atau sebaliknya. Hal ini disebabkan karena

pada saat masih dalam kandungan, darah janin tidak cocok dengan darah ibunya, sehingga

ibu akan membentuk zat antibodi.

Berbagai penyakit pada ibu hamil

Salah satu contohnya adalah diabetes dan preeklampsia. Hipertensi juga sangat berbahaya

pada ibu hamil, baik yang memang memiliki riwayat hipertensi meupun yang tidak

(hipertensi gravidarum). Hipertensi dapat menyebabkan kekurangan O2 pada janin yang

disebabkan oleh berkurangnya suplai darah dari ibu ke plasenta yang disebabkan oleh spasme

dan kadang-kadang trombosis dari pembuluh darah ibu.

Trauma saat hamil

Trauma bisa mengakibatkan terjadinya solusio plasenta atau plasenta terlepas. Trauma terjadi

misalnya karena benturan pada perut, baik karena kecelakaan atau pemukulan. Trauma bisa

saja mengenai pembuluh darah di plasenta, sehingga menimbulkan perdarahan pada plasenta

atau plasenta terlepas sebagian, yang pada akhirnya aliran darah ke janin pun terhambat.

Infeksi pada ibu hamil

Ibu hamil sebaiknya menghindari berbagai infeksi seperti bakteri maupun virus. Bahkan

demam tinggi pada ibu hamil (lebih dari 103º F) dapat menyebabkan janin tidak tahan dengan

tubuh ibunya.1,2

Prolonged Pregnancy (kehamilan diatas 42 minggu)

Kehamilan lebih dari 42 minggu.Jika kehamilan telah lewat waktu, plasenta akan mengalami

penuaan sehingga fungsinya akan berkurang. Janin akan kekurangan asupan nutrisi dan

oksigen. Cairan ketuban bisa berubah menjadi sangat kental dan hijau, akibatnya cairan dapat

terhisap masuk ke dalam paru-paru janin. Hal ini bisa dievaluasi melalui USG dengan color

doppler sehingga bisa dilihat arus arteri umbilikalis jantung ke janin. Jika demikian, maka

kehamilan harus segera dihentikan dengan cara diinduksi. Itulah perlunya taksiran kehamilan

pada awal kehamilan dan akhir kehamilan melalui

Hamil pada usia lanjut

Page 24 of 39

Page 25: Distosia Bahu

Hamil pada usia lanjut adalah kehamilan pada usia >35 tahun. Kehamilan ini rentan

dikarenakan beberapa hal, yaitu:

Selepas usia menjangkau 35 tahun ke atas setiap wanita akan mengalami penurunan dalam

kualitas telur yang dihasilkan oleh ovarium.

Umur berkaitan pula dengan perubahan hormon. Jadi kemungkinan pengeluaran telur lebih

dari satu. Seterusnya boleh menyebabkan berlaku kehamilan kembar dua atau lebih.

Wanita yang hamil pada usia lanjut juga mudah mengalami masalah diabetes. Ini dapat

dikarenakan ibu dengan gaya hidup yang tidak sehat, terlalu banyak konsumsi gula, dan

jarang olah raga.

Kehamilan pada usia lanjut juga mungkin sukar untuk bersalin secara normal.

Memiliki resiko tinggi janin mengalami syndrome Down karena kelainan kromosom.

Resiko tinggi keguguran.

Ruptur uteri

Ruptur uteri merupakan salah satu bentuk perdarahan yang terjadi pada kehamilan lanjut dan

persalinan, selain plasenta previa, solusio plasenta, dan gangguan pembekuan darah.Batasan

perdarahan pada kehamilan lanjut berarti perdarahan pada kehamilan setelah 22 minggu

sampai sebelum bayi dilahirkan, sedangkan perdarahan pada persalinan adalah perdarahan

intrapartum sebelum kelahiran.

Kematian Ibu

Jika terjadi kematian ibu, sudah jelas janin juga akan mengalami kematian, dikarenakan

fungsi tubuh yang seharusnya menopang pertumbuhan janin, tidak lagi ada.

b. Faktor Janin

Gerakan Sangat Berlebihan

Page 25 of 39

Page 26: Distosia Bahu

Gerakan bayi dalam rahim yang sangat berlebihan, terutama jika terjadi gerakan satu arah

saja dapat membahayakan kondisi janin. Hal ini dikarenakan gerakan yang berlebihan ini

akan menyebabkan tali pusar terpelintir. Jika tali pusar terpelintir, maka pembuluh darah

yang mengalirkan darah dari ibu ke janin akan tersumbat. Gerakan janin yang sangat liar

menandakan bahwa kebutuhan janin tidak terpenuhi.

Kelainan kromosom

Bisa juga disebut penyakit bawaan, misalnya kelainan genetik berat (trisomi). Kematian janin

akibat kelainan genetik biasanya baru terdeteksi pada saat kematian sudah terjadi, yaitu dari

hasil otopsi janin. Hal ini disebabkan karena pemeriksaan kromosom saat janin masih dalam

kandungan beresiko tinggi dan memakan biaya banyak.

Kelainan bawaan bayi

Yang bisa mengakibatkan kematian janin adalah hidrops fetalis, yakni akumulasi cairan

dalam tubuh janin. Jika akumulasi cairan terjadi dalam rongga dada bisa menyebabkan

hambatan nafas bayi. Kerja jantung menjadi sangat berat akibat dari banyaknya cairan dalam

jantung sehingga tubuh bayi mengalami pembengkakan atau terjadi kelainan pada paru-

parunya.

Malformasi janin

Pada janin yang mengalami malformasi, berarti pembentukan organ janin tidak berlangsung

dengan sempurna. Karena ketidaksempurnaan inilah suplai yang dibutuhkan janin tidak

terpenuhi, sehingga kesejahteraan janin menjadi buruk dan bahkan akan menyebabkan

kematian pada janin.

Kehamilan multiple

Page 26 of 39

Page 27: Distosia Bahu

Pada kehamilan multiple ini resiko kematian maternal maupun perinatal meningkat. Berat

badan janin lebih rendah dibanding janin pada kehamilan tunggal pada usia kehamilan yang

sama (bahkan perbedaannya bisa sampai 1000-1500 g). Hal ini bisa disebabkan regangan

uterus yang berlebihan sehingga sirkulasi plasenta juga tidak lancar. Jika ketidaklancaran ini

berlangsung hingga keadaan yang parah, suplai janin tidak terpenuhi dan pada akhirnya akan

menyebabkan kematian janin.

Intra Uterine Growth Restriction

Kegagalan janin untuk mencapai berat badan normal pada masa kehamilan. Pertumbuhan

janin terhambat dan bahkan menyebabkan kematian, yang tersering disebabkan oleh asfiksia

saat lahir, aspirasi mekonium, perdarahan paru, hipotermia dan hipoglikemi.

Infeksi (parvovirus B19, CMV, listeria)

Infeksi ini terjadi dikarenakan oleh virus, dan jika virus ini telah menyerang maka akan

menyebabkan janin mengalami gangguan seperti, pembesaran hati, kuning, ekapuran otak,

ketulian, retardasi mental, dan lain-lain. Dan gangguan ini akan membuat kesejahteraan janin

memburuk dan jika dibiarkan terus-menerus janin akan mati.

Insufisiensi plasenta yang idiopatik

Merupakan bagian dari kasus hipertensi dan penyakit ginjal yang sudah disebutkan diatas.

Pada beberapa kasus, insufisiensi plasenta ini terjadi pada kehamilan yang berturut-turut.

Janin tidak mengalami pertumbuhan secara normal.

Faktor Plasenta

Kelainan tali pusat, lepasnya plasenta, ketuban pecah dini, vasa previa.Solution plasenta

disebabkan oleh hipertensi akibat kehamilan pada sekitar separuh kasus.Infeksi plasenta dan

selaput ketuban yang secara klinis bermakna jarang terjadi tanpa infeksi janin yang

signifikan. Pada sebagian kasus, pemeriksaan mikroskopik terhadap plasenta dan selaput

Page 27 of 39

Page 28: Distosia Bahu

ketuban dapat membantu identifikasi etiologi infeksi. Korioamnionitis ditandai oleh sebukan

leukosit mononuclear dan polimorfonuklear pada korion.

Perdarahan janin ke ibu dapat sedemikian berat sehingga menimbulkan kematian janin. Pada

trauma ibu yang parah mungkin terjadi perdarahan janin ke ibu yang mengancam nyawa.

Apabila trauma menimbulkan gaya yang cukup besar pada abdomen, dan terutama apabila

plasenta mengalami laserasi, dapat terjadi perdarahan janin ke ibu yang mengancam nyawa.

Pada 10-30% kasus trauma, dijumpai perdarahan dari sirkulasi janin ke ibu. Namun, pada

90% kasus, perdarahan terjadi kurang dari 15 ml. perdarahan ini tampaknya tidak disebabkan

oleh solusio plasenta karena biasanya tidak terjadi perdarahan janin ke dalam ruang

antarvilus. Perdarahan janin lebih mungkin disebabkan oleh robekan atau fraktur plasenta

akibat peregangan.

Cidera janin cukup bermakna apabila terjadi cidera fetoplasenta langsung, syok ibu, fraktur

panggul, cidera kepala ibu, atau hipoksia.Cidera tengkorak dan otak janin adalah yang

tersering. Cidera ini lebih mungkin terjadi apabila kepala sudah cakap, dan panggul ibu

mengalami fraktur akibat tumbukan. Sebaliknya, cidera kepala janin, mungkin akibat efek

countercoup, dapat terjadi pada puncak kepala yang belum cakap atau presentasi lain puncak

kepala.

Sedangkan faktor risiko terjadinya kematian janin intrauterine meningkat pada usia ibu >40

tahun, pada ibu infertile, riwayat bayi dengan berat badan lahir rendah, infeksi ibu,

kegemukan.

Untuk diangnosis pasti penyebab kematian sebaiknya dilakukan otopsi janin dan pemeriksaan

plasenta serta selaput. Diperlukan evaluasi secara komprehensif untuk mencari penyebab

kematian janin termasuk analisis kromosom, kemungkinan terpapar infeksi untuk

mengantisipasi kehamilan selanjutnya.

Pengelolaan kehamilan selanjutnya bergantung pada penyebab kematian janin. Meskipun

kematian janin berulang jarang terjadi, demi kesejahteraan keluarga, pada kehamilan berikut

diperlukan pengelolaan yang lebih ketat tentang kesejahteraan janin.

Pemantauan kesejahteraan janin dapat dilakukan dengan anamnesis, ditanyakan aktivitas

gerakan janin pada ibu hamil, bila mencurigakan dapat dilakukan pemeriksaan

kardiotokografi.1-2

Page 28 of 39

Page 29: Distosia Bahu

3.5 Gejala dan Tanda IUFD

Gejala adanya IUFD dapat diketahui antara lain dengan:

Tidak adanya denyut jantung janin (Funandoskop, doppler, maupun USG)

Rahim tidak membesar, malahan mengecil

Gerak janin tidak dapat dirasakan terutama oleh Ibu sendiri.

Palpasi janin oleh pemeriksa tidak begitu jelas.

Test kehamilan menjadi negatif (-), terutama setelah janin mati 10 hari4.

3.6 Faktor risiko

Status sosial ekonomi rendah

Tingkat pendidikan ibu yang rendah

Usia ibu >35 tahun atau <20 tahun

Partias pertama dan partias kelima atau lebih

Kehamilan tanpa pengawasan antenatal

Kehamilan tanpa riwayat pengawasankesehatan ibu yang inadekuat

Riwayat kehamilan dengan komplikasi medik atau obstetrik

3.7 Diagnosis IUFD

Diagnosis suatu IUFD dapat ditegakkan berdasarkan :

1. Anamnesa

2. Gejala. Jika kematian janin terjadi di awal kehamilan, mungkin tidak akan ditemukan

gejala kecuali berhentinya gejala-gejala kehamilan yang biasa dialami (mual, muntah, sering

berkemih, kepekaan pada payudara). Di usia kehamilan berikutnya, kematian janin harus

dicurigai jika janin tidak bergerak dalam jangka waktu yang cukup lama.

Page 29 of 39

Page 30: Distosia Bahu

3. Tanda-tanda. Ketidak mampuan mengidentifikasi denyut jantung janin pada ANC

(Antenatal care) setelah usia gestasi 12 minggu dan/atau tidak adanya pertumbuhan uterus

dapat menjadi dasar diagnosis

4. Pemeriksaan laboratorium. Penurunan kadar gonadotropin korionik manusia (Human

Chorionis Gonadotropin/ HCG) mungkin dapat membantu diagnosis dini selama kehamilan.

5. Pemeriksaan radiologi Pada pemeriksaan USG biasanya akan didapatkan beberapa tanda

yaitu tulang tengkorak saling tutup menutupi (Spalding’s Sign), tulang punggung janin sangat

melengkung (Naujokes’s Sign), hiperekstensi kepala (Gerhard’s Sign), Gelembung gas pada

badan janin (Robert’s Sign), dan femur length yang tak sesuai dengan usia kehamilan

Saat ini USG sebagai baku emas untuk mengkonfirmasi suatu IUFD dengan

mendokumentasikan tidak adanya aktivitas jantung janin setelah usia gestasi 6 minggu, selain

itu dapat ditemukan juga adanya edema kulit kepala dan maserasi janin3.

Page 30 of 39

Page 31: Distosia Bahu

Gb. Tanda ’Spalding sign’ pada pemeriksaan USG

Tingkatan/ perubahan-perubahan yang terjadi pada janin yang meninggal antara lain :

Baru meninggal (± 2.5 jam) : bayi lemas dan ada tanda-tanda lebam

Maserasi tingkat I (<48 jam) : lepuh-lepuh pada kulit, lecet-lecet sedikit.

Maserasi tingkat II (> 48 jam) : lecet-lecet lebih banyak.

Maserasi tingkat III (± 3 minggu): janin lemas sekali,tulang-tulang longgar, otak membubur 4.

3.8 Manajemen dan Penatalaksanaan IUFD

Manajemen

Para wanita ini harus dirawat di ruang yang sepi, terisolasi dari aktivitas bangsal persalinan

normal. Mereka harus memiliki 1-1 asuhan kebidanan. Anggota keluarga harus diizinkan

menemani dengan akses gratis untuk mendukung wanita. Dimasa lalu, wanita dengan IUFDs

dikelola harap dan sekitar 90% mulai persalinan spontan dalam waktu 3 minggu kematian

janin.

Page 31 of 39

Page 32: Distosia Bahu

Praktisi saat ini banyak melakukan induksi persalinan sebelumnya baik karena banyak wanita

tidak ingin janin mati untuk tetap berada di rahim selama berminggu-minggu dan karena

kemungkinan pengembangan koagulopati.

Kadang-kadang bila induksi gagal maka persalinan melalui operasi caesar.

Penatalaksanaan

Periksa Tanda Vital ibu

Ambil darah untuk pemeriksaan darah perifer, fungsi pembekuan darah, golongan darah

ABO dan Rhesus

Jelaskan seluruh prosedur pemeriksaan dan hasilnya serta rencana tindakan yang akan

dilakukan kepada pasien dan keluarganya. Bila belum ada kepastian sebab kematian, hindari

memberikan informasi yang tidak tepat.

Dukungan mental emosional perlu diberikan kepada pasien. Sebaiknya pasien selalu

didampingi oleh orang terdekatnya. Yakinkan bahwa besar kemungkinan dapat lahir

pervaginam. Rencana persalinan pervaginam dengan cara induksi maupun ekspektatif, perlu

dibicarakan dengan pasien dan keluarganya, sebelum keputusan diambil

Bila pilihan adalah pada ekspektatif : Tunggu persalinan spontan hingga 2 minggu, yakinkan

bahwa 90% persalinan spontan akan terjadi komplikasi. Bila pilihan adalah manajemen aktif :

induksi persalinan menggunakan oksitosin atau misoprostol. Seksio sesarea merupakan

pilihan misalnya pada letak lintang.

Pemeriksaan patologi plasenta akan mengungkapkan adanya patologi plasenta dan infeksi.

USG merupakan sarana penunjang diagnostik yang baik untuk memastikan kematian janin

dimana  gambarannya menunjukkan janin tanpa tanda kehidupan, tidak ada denyut jantung

janin, ukuran kepala janin dan cairan ketuban berkurang.

Jika trombosit dalam 2 minggu menurun tanpa persalinan spontan, lakukan penanganan aktif.

Jika penanganan aktif akan dilakukan, nilai servik lakukan induksi persalinan dengan

oksitosin atau prostaglandin.

Page 32 of 39

Page 33: Distosia Bahu

Jika serviks belum matang, lakukan pematangan serviks dengan prostaglandin atau kateter

foley, dengan catatan jangan lakukan amniotomi karena berisiko infeksi.

Persalinan dengan seksio sesarea merupakan alternatif terakhir.

Jika persalinan spontan tidak terjadi dalam 2 minggu, trombosit menurun dan serviks belum

matang, matangkan serviks dengan misoprostol

Tempatkan mesoprostol 25 mcg dipuncak vagina, dapat diulang sesudah 6 jam

Jika tidak ada respon sesudah 2x25 mcg misoprostol, naikkan dosis menjadi 50mcg setiap 6

jam. Jangan berikan lebih dari 50 mcg setiap kali dan jangan melebihi 4 dosis.

Jika ada tanda infeksi, berikan antibiotika untuk metritis.

Jika tes pembekuan sederhana lebih dari 7 menit atau bekuan mudah pecah, waspada

koagulopati.

Berikan kesempatan kepada ibu dan keluarganya untuk melihat dan melakukan kegiatan

ritual  bagi janin yang meninggal tersebut.

Pemeriksaan patologi plasenta adalah untuk mengungkapkan adanya patologi plasenta dan

infeksi.

Bila setelah 3 minggu kematian janin dalam kandungan atau 1 minggu setelah diagnosis.

Partus belum mulai maka wanita harus dirawat agar dapat dilakukan induksi persalinan.

Induksi partus dapat dimulai dengan pemberian esterogen untuk mengurangi efek progesteron

atau langsung dengan pemberian oksitosin drip dengan atau tanpa amniotomi.

Induksi persalinan :

Induksi persalinan adalah suatu tindakan terhadap ibu hamil yang belum inpartu, baik secara

operatif maupun medisinal, untuk merangsang timbulnya kontraksi rahim sehingga terjadi

persalinan.

Untuk dapat melakukan induksi persalinan perlu dipenuhi beberapa kondisi,

Page 33 of 39

Page 34: Distosia Bahu

diantaranya :

1. Hendaknya serviks uteri sudah “matang”, yaitu serviks sudah mendatar dan menipis dan

sudah dapat dilalui oleh sedikitnya 1 jari, sumbu serviks menghadap ke depan.

2. Tidak ada disproporsi sefalopelvik (CPD)

3. Tidak ada kelainan letak janin yang tidak dapat dibetulkan

4. Sebaiknya kepala janin sudah mulai turun ke dalam rongga panggul.

Untuk menilai keadaan serviks dapat dipakai skor bishop. Jika skor Bishop kurang atau sama

dengan 3 maka angka kegagalan induksi mencapai lebih dari 20% dan berakhir pada seksio

sesaria. Bila nilai lebih dari 8 induksi persalinan kemungkinan akan berhasil. Angka yang

tinggi menunjukkan kematangan serviks.

Tabel Skor Bishop untuk menilai kematangan serviks untk induksi persalinan

Jika bishop skor kurang dari 6 direkomendasikan menggunakan agen pematangan servik

sebelum induksi persalinan. Pendekatan non farmakologi dalam pematangan servik dan

induksi persalinan meliputi senyawa herbal, minyak merica, mandi air hangat, edema,

hubungan seksual, stimulasi payudara, akupuntur, akupresur, stimulasi saraf transkutaneus,

serta modalitas mekanis dan bedah. Dari metode-metode non farmakologis ini, hanya

metode-metode mekanis dan bedah yang telah membuktikan manfaat dalam pematangan

Page 34 of 39

Page 35: Distosia Bahu

serviks dan induksi persalinan meliputi prostaglandin, misoprostol, mifepristone, dan relaxin.

Apabila skor bishop cukup, agen farmakologi yang lebih disukai adalah oksitosin.

Evaluasi pada bayi lahir mati

Evaluasi pada bayi lahir mati berfungsi untuk:

Adaptasi psikologis terhadap kehilangan yang mendalam dapat dipermudah apabila etiologi

spesifiknya dapat diketahui.

Dapat meredakan rasa bersalah yang merupakan bagian dari kedukaan.

Diagnosis yang tepat menyebabkan penyuluhan mengenai kekambuhan akan lebih akurat dan

bahkan memungkinkan dilakukanya terapi atau intervensi untuk mencegah terjadinya hal

yang sama pada kehamilan berikutnya.

Memberi informasi identifikasi sindrom-sindrom herediter.

Penanganan wanita dengan riwayat lahir mati

Kematian janin adalah suatu kejadian traumatik psikologik bagi wanita dan keluarganya.

Radestat mendapatkan bahwa interval yang lebih dari 24 jam sejak diagnosa kematian janin

sampai induksi persalinan berkaitan dengan ansietas berlebihan. Faktor lain yang berperan

adalah apabila wanita yang bersangkutan tidak melihat bayinya selama yang ia inginkan dan

apabila ia tidak memiliki barang kenangan Dapat timbul kecemasan pada ibu sampai gejala

depresi dan gejala somatisasi yang dapat bertahan sampai lebih dari 6 bulan. Seorang wanita

yang pernah melahirkan bayi meninggal, telah lama dianggap memiliki resiko yang lebih

besar mengalami gangguan hasil kehamilan pada kehamilan berikutnya.

Beberapa penelitian menyebutkan kisaran angka kekambuhan lahir mati antara 0 sampai 8

persen. Kematian janin sebelumnya walaupun tidak semua lahir mati menyebabkan gangguan

hasil pada kehamilan berikutnya. Evaluasi prenatal penting dilakukan untuk memastikan

penyebab. Apabila penyebab lahir mati terdahulu adalah kelainan karyotipe atau kausa

poligenik, pengambilan sample villus khorionik atau amniosintesis dapat mempermudah

deteksi dini dan memungkinkan dipertimbangkannya terminasi kehamilan.

Page 35 of 39

Page 36: Distosia Bahu

Pada diabetes, cukup banyak kematian perinatal yang berkaitan dengan kelainan congenital.

Pengendalian glikemik intensif pada periode perikonsepsi dilaporkan menurunkan insiden

malformasi dan secara umum memperbaiki hasil.

3.9 Komplikasi IUFD

1. Disseminated Intravascular Coagulopathy (DIC) :

Janin yang mati kebocoran tromboplastin dan bahan seperti tromboplastin yang melintasi

plasenta menuju sirkulasi ibu konsumsi factor-faktor koagulasi termasuk factor V,VIII,

protrombin,dan trombosit manifestasi klinis koagulopati intravascular diseminata (DIC)

Disseminated intravascular coagulation (DIC),yaitu adanya perubahan pada proses

pembekuan darah yang dapat menyebabkan perdarahan internal menjadi abnormal ( lebih

lama ). Akibat menurunya zat pembekuan darah atau fibrinogen sehingga darah menjadi sulit

membeku.

Bila ini terjadi,akan berakibat fatal kala ibu melahirkan. Dengan fibrinogen rendah

(hipofibrinogenemia (kadar fibrinogen < 100 mg%), terjadi maka akan mudah terjadi

perdarahan post partum. biasa pada 4-5 minggu sesudah IUFD

Terapi nya adalah dengan pemberian darah segar atau fibrinogen.

2. Ensefalomalasia multikistik:

Hal ini dapat terjadi pada kehamilan kembar, terutama kehamilan monozigotik dimana

memiliki sirkulasi bersama antara janin kembar yang masih hidup dengan yang salah satu

janinnya meninggal. Dalam hal ini sering kali mengakibatkan kematian segera janin lainnya.

Jika janin kedua masih dapat bertahan hidup, maka janin tersebut memiliki risiko tinggi

terkena ensefalomalasia multikistik.

Bila salah satu bayi kembar ada yang meninggal dapat terjadi embolisasi bahan tromboplastik

dari janin yang meninggal melalui komunikasi vaskular plasenta ke janin yang masih hidup

dengan atau tanpa perubahan hemodinamik (hipotensi) pada saat kematian janin seingga

Page 36 of 39

Page 37: Distosia Bahu

terjadi infark cedera selular pada otak (ensefalomalasia multikistik, yang diagnosisnya

dikonfirmasi dengan ekoensefalografi), usus, ginjal, dan paru

3. Dampak psikologis

Dampak psikologis dapat timbul pada ibu setelah lebih dari 2 minggu kematian janin yang

dikandungnya.

4. Hidraensefali

Hidranensefali adalah suatu kelainan neurologis yang sangat jarang dengan angka insiden 1 :

10.000 kelahiran. Kelainan ini ditandai dengan adanya defek otak yang berat dimana

hemisfer serebral digantikan oleh suatu kantung yang berisi cairan. Namun, tulang tengkorak

tetap berkembang normal.

Pertama diperkenalkan oleh Cruveilhier pada 1829 sebagai anensefali hidrosefalik. Suatu

defek otak yang berat dimana hemisfer serebral digantikan oleh sista yang bermembran yang

terdiri dari membran pia-glia yang tebal. Insidens hidranensefali sekitar 0.2 persen dari

neonatus. Lahir mati atau mati usia bayi muda sering pada kasus yang berat. Infeksi maternal,

irradiasi, usaha menginduksi aborsi, anemia, intoksikasi karbon monoksida, leher terjerat tali

pusat, dan anoksia fetal dilaporkan sebagai penyebab.

Hipotesa yang paling umum adalah oklusi porsi suprakli- noid arteria karotid internal in utero

dengan infarksi serebral progresif; patogenik mekanisme ini dipastikan secara percobaan,

penelitian patologis dan klinis. Anomali dipercaya berkembang setelah minggu keenam

kehidupan fetal, karena arkhitektur otak, kecuali porsi yang defektif, adalah normal.

Presentasi Klinis Refleks neonatal dapat dideteksi pada bayi dengan hidranensefali untuk

beberapa minggu setelah lahir, namun tak ada perkembangan psikomotor yang tampak

setelahnya.

Tanda klinis yang umum dijumpai adalah:

kesulitan menelan

gangguan konjugasi gerak mata (nistagmus, strabismus)

Page 37 of 39

Page 38: Distosia Bahu

Bangkitan konvulsif

Hipotermia.

Tonus otot mungkin semula normal, namun refleks tendo dapat segera menjadi

hiperaktif.

CT scan memperlihatkan area densitas rendah luas dikompartemen supratentorial. Sistema

ven- trikuler yang lebih atas tidak dijumpai, dan sisa jaringan otak yang kecil, bentuk tak

beraturan, mungkin tampak di garis tengah anterior dan posterior. Ganglia basal biasanya

normal, falks tampak digaris tengah. Ventrikel keempat normal bentuk dan posisinya.

Hidrosefalus berat, holoprosensefali alober, dan koleksi cairan berat bilateral mungkin

menghasilkan temuan CT scan serupa dengan hidranensefali. Untuk diag- nosis diferensial

kelainan ini, diperlukan angiografi serebral.

3.10 Pencegahan IUFD

Antenatal care yang rutin dan berkala.

1. Memberikan nasehat pada waktu ANC mengenai keseimbangan diet makanan, jangan

merokok, tidak meminum minuman beralkohol, obat-obatan dan hati-hati terhadap infeksi

atau bahan-bahan yang berbahaya.

2.Mendeteksi secara dini faktor-faktor predisposisi IUFD dan pemberian pengobatan.

3. Medeteksi gejala awal IUFD atau tanda fetal distress.

Page 38 of 39

Page 39: Distosia Bahu

Daftar Pustaka

(1) Cunningham FG, dkk. 2006. Obstetri Wiliams vol.2 edisi 21 ’Penyakit dan cedera pada

janin dan neonatus’. EGC: Jakarta.

(2) Norwitz,E. Schorge,J. 2007. At a Glance Obstetri & Ginekologi edisi kedua ’Kematian

Janin Intra Uterin’. EMS : Jakarta

(3) Kliman, HJ. Dkk. 2000. Fetal death: etiology and pathological findings. (Online)

http://www.med.yale.edu/obgyn/kliman/placenta/articles/UpToDate.html

(4) Gomez Ponce de leon, Wing D, Fiala C. Misoprostol for intrauterine fetal death in

International Journal of gynecology and Obstetrick. 2007. www. Figo.org

(5) Rohit, Tamhane P. Anaesthetic Management of Intra-Uterine foetal Demise. Basildon and

Thurrock university Hospital NHS Trust. 2012

Page 39 of 39