Mediakom 23

60

Transcript of Mediakom 23

� Mediakom No.XXIV/JUNI/2010

No.XXIV/JUNI/2010 Mediakom �

Reformasi Kesehatan Masyarakat

EtalaseSuSunan REDaKSI

Penanggung Jawabdrg. Tritarayati,SH

RedakturDyah Yuniar Setiawati, SKM, MPS

Drs. Sumardi

Editor/Penyunting Dra. Hikmandari A., M.Ed

drg. Anitasari SM.Prawito, SKM, MM

Busroni S.IPMety Setyowati, SKMAji Muhawarman, ST

Desain Grafis dan FotograferResty Kiantini, SKM, M.KesDewi Indah Sari, SE, MMSri Wahyuni, S.Sos, MM

Giri Inayah, S.Sos.R. Yanti Ruchiati

Wayang Mas Jendra, S.Sn

SekretariatAgus Tarsono

Waspodo PurwantoHambali

Yan Zefrial

Alamat RedaksiPusat Komunikasi Publik

Gedung Kementerian Kesehatan RI Blok A, Ruang 107

Jl. HR Rasuna Said Blok X5 Kav. 4-9Jakarta 12950

Telepon

021-5201590; 021-52907416-9

Fax 021- 5223002; 021-52960661

[email protected]

[email protected]

Call Center021-500567, 021-30413700

Mediakom

Gaung reformasi belum mati. Ia masih terus berkobar, menyebar dan membakar para pendekar perubahan. Tak kenal lelah, pasrah dan menyerah. Walau sudah puluhan tahun lalu reformasi di segala bidang itu dideklarasikan, tapi tujuan dari cita-citanya belum tercapai secara optimal.

Menyadari hal tersebut, wajar bila semangat reformasi harus masih tetap dihidupkan, mendorong dan menggerakan ke arah yang lebih baik. Mulai dari gagasan, konsep, roadmap, renstra dan program kerja tahunan. Semuanya terus menggelinding, berubah menyesuaikan diri dengan keadaan. Tak terkecuali reformasi kesehatan masyarakat di Kementerian Kesehatan.

Prioritas reformasi kesehatan masyarakat meliputi; jaminan kesehatan masyarakat, pelayanan kesehatan di daerah terpencil, perbatasan, dan kepulauan (DTPK), ketersediaan obat dan alkes disetiap fasilitas kesehatan, reformasi birokrasi, bantuan operasional kesehatan, penanganan daerah bermasalah kesehatan dan rumah sakit Indonesia kelas dunia.

Sebenarnya, pembanguan kesehatan di DTPK sudah menjadi prioritas selama ini, tapi hasilnya belum optimal. Masih banyak kendala dan hambatan yang menghadang. Wilayah geografis yang sulit dijangkau, SDM kesehatan yang rendah, penduduk dengan status ekonomi yang lemah dan pendanaan pemerintah yang terbatas.

Mediakom edisi ini mengetengahkan secara lengkap problematika dan hasil pembangunan kesehatan di DTPK yang telah dicapai, serta langkah kebijakan ke depan yang akan ditempuh. Harapannya, masyarakat di DTPK akan menjadi lebih sehat dan tetap mencintai Indonesia.

Tak ketinggalan laporan kunjungan kerja bersama menteri kesehatan dari Yogyakarta, semarang, Sambas dan Tangerang. Semua terangkum secara rinci dengan keunggulan masing-masing daerah. Dengan demikian, pembaca dapat mengambil pelajaran dari success story yang telah dipersembahkan. Selamat membaca…! n

Redaksi

drg. Tritarayati, SH

Redaksi menerima naskah dari pembaca:

dapat dikirim ke alamat email redaksi

� Mediakom No.XXIV/JUNI/2010

Cover: Menteri Kesehatan, Mentan dan Gubernur Banten melepas peserta Sepeda Sehat pada Hari Kesehatan Sedunia 2010

Foto: Rifanny

Daftar Isi

3 Etalase

4 Daftar Isi

6 Surat Pembaca

7 Info Sehat Tinggalkan Lift, Gunakan Tangga Tes Pendengaran 6 Gram Coklat Per Hari untuk Jantung Sehat Sinyal Tubuh Bila Kekurangan Vitamin

10 Ragam Meningkatkan Pembinaan Kesehatan Haji Dr. Wan alKadri, MSc: Pelayanan Kesehatan Haji 2010 harus lebih baik

Seleksi Menuju Jaminan Kesehatan Sosial nasional Otak dan Pemilihan Sumber Daya Manusia

17 Media utama Roadmap Reformasi Kesehatan Masyarakat Bangun Kota Berwawasan Kesehatan Potret Pelayanan Kesehatan Diberbagai

DTPK Monev nakes di Beranda yang Masih

Terabaikan Suka Duka Pelayanan Kesehatan di Daerah

Terpencil, Kepulauan dan Perbatasan

37 Stop Press Bicara Rokok: Siapa Buntung Dan Siapa untung? Kanker Dapat Dicegah

7

10

12

27

36

37

39

No.XXIV/JUNI/2010 Mediakom �

42 Peristiwa akhirnya Bilqis Pergi untuk Selamanya Kota Yogyakarta Bangun Rumah Pemulihan

Gizi 859 Dokter Baru Tempati Puskesmas di

Daerah Terpencil dan Sangat Terpencil

49 Potret Dr. Ernita Mayasari: Mengabdi atas Panggilan Hati

51 nasional antara Sambas dan aruk

54 Daerah Mengunjungi Pelayanan Kesehatan Di Halmahera Selatan

56 Siapa Dia ade Rai Elsa nasution Olga Lidya adrian Maulana

58 Lentera Keterbukaan Informasi Publik Reformasi Birokrasi

49

42 44

51

54

56

� Mediakom No.XXIV/JUNI/2010

Surat Pembaca

Mohon Penjelasan

Mohon penjelasan proses usulan Bidan PTT dan siapakah yang mengangkat Bidan PTT menjadi CPNS, Pemerintah Daerah atau Kementerian Kesehatan, karena selama ini hanya isu dan berita simpang siur yang kami dapatkan. Terima kasih.

Ganda Suganda

JawabProses usulan menjadi Bidan PTT, diusulkan oleh yang bersangkutan. Usulan dapat disampaikan kepada Badan Kepegawaian Daerah (BKD) atau kepada Biro Kepegawaian Kementerian Kesehatan.

Selanjutnya yang mengangkat Bidan PTT menjadi Calon Pegewai Negeri Sipil (CPNS) yakni institusi yang menyediakan formasi CPNS. Penyedian formasi CPNS dapat berasal dari pusat yaitu Biro Kepegawaian Kementerian Kesehatan dan daerah yaitu Badan Kepegawaian Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota.

Obat Generik

Apakah obat generik dapat dibeli oleh perusahaan swasta untuk memenuhi kebutuhan obat perusahaan untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada karyawan? Terima Kasih.

Rudi.K

JawabMasyarakat, termasuk perusahaan swasta boleh membeli obat generik , bahkan dianjurkan untuk memenuhi kebutuhan pengobatan dan pelayanan kesehatan.

Visi dan Misi

Minta penjelasan visi, misi dan rencana strategis

Kementerian Kesehatan.Fahrizal Ferdan” [email protected]

Jawab Visi Masyarakat Sehat Yang Mandiri dan Berkeadilan.Misi 1. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, melalui

pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani.

2. Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata, bermutu, dan berkeadilan.

3. Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumberdaya kesehatan.

4. Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik.Strategi 1. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat, swasta dan

masyarakat madani dalam pembangunan kesehatan melalui kerjasama nasional dan global.

2. Meningkatkan pelayanan kesehatan yang merata, terjangkau, bermutu dan berkeadilan, serta berbasis bukti; dengan pengutamaan pada upaya promotif dan preventif.

3. Meningkatkan pembiayaan pembangunan kesehatan, terutama untuk mewujudkan jaminan sosial kesehatan nasional.

4. Meningkatkan pengembangan dan pendayagunaan SDM Kesehatan yang merata dan bermutu.

5. Meningkatkan ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat dan alat kesehatan serta menjamin keamanan/khasiat, kemanfaatan, dan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan.

6. Meningkatkan manajemen kesehatan yang akuntabel, transparan, berdayaguna dan berhasilguna untuk memantapkan desentralisasi kesehatan yang bertanggungjawab.

Info Sehat

No.XXIII/APRIL/2010 Mediakom �

Bukan pada Manula saja ketajaman pendengaran dapat menurun, pada orang-orang yang lebih muda juga dapat

terkena gejala penurunan tajam pendengaran..! Nah hati-hati kalau begitu.

Gejala penurunan tajam pendengaran pada usia muda dapat terjadi antara lain pada orang-orang yang sehari-hari bekerja di lingkungan bising, seperti di pabrik, kawasan bandara, atau karena mengkonsumsi obat-obatan tertentu.

Pada anak-anak, dr. Damayanti

Soetjipto, Sp.THT dalam situs www.ketulian.com menyebutkan bising di tempat permainan anak-anak di mal sangat tinggi penyebab ketulian pada anak balita. Anak-anak hanya boleh berada di tempat tersebut sekitar 1-2 jam. Lebih dari itu akan terjadi kelelahan koklea yang akan menyebabkan gangguan pendengaran menetap.

Bila pada akhir-akhir ini Anda merasa ada yang kurang beres dengan pendengaran, jangan ragu untuk segera memeriksakan tajam pendengaran ke dokter.

Berikut ini adalah beberapa pertanyaan seputar pendengaran Anda1. Apakah Anda suka meminta

lawan bicara Anda untuk mengulang-ulang kata katanya ?

2. Anda sering kurang dapat memahami pembicaraannya walaupun dapat mendengarkannya?

3. Anda merasa akhir-akhir ini

pendengaran Anda tidak sebagus biasanya.

4. Anda kesulitan mendengar dalam lingkungan agak bising.

5. Anda kesulitan dalam mengikuti percakapan kelompok.

6. Teman-teman bilang Anda menyetel radio ,walkman, TV terlalu keras.

7. Teman-teman bilang bicara Anda selalu keras.

8. Anda mulai sulit memahami perkataan anak-anak

9. Anda mulai kesulitan mendengar di dalam gedung bioskop atau tempat yang luas.

10. Anda mulai suka memastikan ucapan orang melalui teman pembicaraan Anda.n

gi- dari berbagai sumber

Tinggalkan lift dan naik tangga paling tidak sampai lantai tiga setiap kali berada dalam gedung, dapat menjadi alternatif bagi mereka yang tidak sempat berolahraga. Selain menghemat energi, kebiasaan itu menjadikan tubuh lebih bugar dan sehat.

Dalam tiap menitnya, aktivitas naik tangga diperkirakan akan membakar kalori sebanyak 8-11 kkal. Menurut penelitan yang dilakukan oleh American Council on Exercise aktivitas naik tangga yang dilakukan selama 30 menit sama dengan melakukan olahraga bersepeda pada kecepatan 19-22 km per jam.

Selain memberikan manfaat bagi kesehatan jantung, aktivitas naik tangga yang dilakukan secara rutin tiap harinya dapat menurunkan kadar ‘kolesterol jahat’ LDL (low density lipoprotein) yang berfungsi untuk membawa kolesterol dari dalam hati menuju sel-sel tubuh.

Jadi tinggalkan lift dan eskalator di kantor. Daripada lama menunggu naik lift untuk naik/turun satu-dua lantai, ada baiknya naik/turun menggunakan tangga, lebih cepat dan sehat.ngi-dari berbagai sumber

Tinggalkan Lift, Gunakan Tangga

Tes Pendengaran

Info Sehat

� Mediakom No.XXIII/APRIL/2010

Setiap sajian coklat tidak hanya menghadirkan rasa nikmat yang disukai lidah, namun juga diyakini dapat bermanfaat bagi kesehatan tubuh. Bahkan, satu potong kecil coklat pun bisa berefek positif terhadap jantung dan

tekanan darah. Tak heran jika coklat menjadi favorit setiap orang, anak-anak sampai orang tua. Hasil riset terbaru mengungkap, konsumsi coklat setiap hari mampu meminimalisir risiko jantung dan stroke sebesar 39%. Hal itu karena kokoa sebagai bahan dasar

pembuat coklat mengandung flavanoid, satu zat yang mampu meningkatkan oksida nitrat dalam darah dan mengoptimalkan fungsi pembuluh darah. Untuk alasan yang sama, peneliti menemukan, coklat hitam jauh lebih bermanfaat ketimbang coklat susu

atau coklat putih untuk urusan kadar antioksidan.

Brian Buijsse, pakar nutrisi dari German Institute of Human Nutrition, Nuthetal, Germany, menyatakan sekalipun individu mengonsumsi satu potong kecil coklat, manfaat yang diperoleh tetaplah sama. Bahkan bila takarannya bertambah hingga 6 gram, terbukti hanya 85 individu dari 10.000 orang yang terkena serangan jantung dan stroke.

Walau demikian Brian menegaskan, konsumsi 100 gram coklat berarti memasukkan 500 kalori pada tubuh. Meskipun, coklat bermanfaat, namun jika dikonsumsi terlalu banyak justru dapat mengakibatkan kelebihan berat badan yang berisiko tinggi tekanan darah tinggi dan serangan jantung.

“Efek coklat untuk kesehatan memang sangat menjanjikan. Tetapi, kita harus mengonsumsi coklat sebagai bagian dari kesehatan dan keseimbangan diet,” katanya.

Ia menambahkan, kendati hanya mengkonsumsi sedikit coklat, asalkan tidak dibarengi dengan asupan makanan ringan, Anda bisa terhindarkan dari penyakit jantung.

Sebaiknya hindari mengonsumsi coklat secara berlebihan. n

gi- dari berbagai sumber

6 Gram Coklat Per Hari Untuk Jantung Sehat

Info Sehat

No.XXIII/APRIL/2010 Mediakom �

Sinyal Tubuh Bila Kekurangan Vitamin

Setiap orang pasti pernah mengalami kekurangan suatu vitamin atau zat tertentu yang sangat dibutuhkan oleh tubuh

kita. Biasanya, saat seperti ini, tubuh memberikan sinyal-sinyal tertentu. Sayangnya, tidak semua orang peka terhadap sinyal tersebut, ada zat yang kurang.

Berikut adalah beberapa sinyal yang menandakan tubuh kita kekurangan zat tertentu:

Kuku mudah patahKemungkinannya adalah akibat

kekurangan zat besi, zink dan asam lemak esensial. Sebaiknya konsumsi daging, kacang-kacangan dan ikan. Jangan anggap remeh bila kuku Anda patah. Biasanya memang keadaan seperti ini disebabkan karena kuku dalam kondisi kering. Namun jangan terus menerus membiarkan keadaan ini karena bisa saja ini merupakan indikasi Anda terkena penyakit tiroid.

Mata terasa keringMata yang terasa kering kerap

disebabkan oleh kondisi lingkungan sekitar kita. Ini disebabkan karena air mata tidak dapat melapisi mata dengan baik. Atasi ini dengan mengonsumsi vitamin A dan asam lemak esensial. Sebaiknya konsumsi sayuran atau buah yang berwarna hijau, kuning atau oranye.

Pecah-pecah di bagian ujung mulut

Penyebabnya dapat terjadi dikarenakan kekurangan zat besi, vitamin B12, B6 dan asam folat. Sebaiknya Anda mengonsumsi daging, kacang-kacangan dan sayuran berwarna hijau.

Bibir pecah-pecahBibir pecah-pecah yang sering

kita indikasikan sebagai tanda bahwa tubuh kita mengalami panas dalam, disebabkan karena kekurangan vitamin B2. Sebaiknya konsumsi daging dan produk susu.

Kulit memerah di wajah berminyak

Kemungkinan kekurangan vitamin B2, B6, zink atau asam lemak esensial. Sebaiknya konsumsi daging, ikan, unggas dan kerang.

JerawatTimbulnya jerawat, selain bisa

disebabkan karena kotoran yang menghambat di pori-pori kulit wajah kita, kemungkinan lainnya juga bisa karena kekurangan vitamin B kompleks, vitamin E dan asam lemak esensial. Sebaiknya konsumsi produk hewani, sereal, unggas dan makanan laut.

Rambut tipisKemungkinan kekurangan zat

besi atau zink. Sebaiknya konsumsi daging, kacang-kacangan, produk susu dan kerang.

KetombeKulit kepala yang berminyak serta

kotoran yang menempel di rambut dapat menyebabkan ketombe. Tapi, ternyata selain itu ketombe juga dapat disebabkan karena Anda kekurangan vitamin C, B6, zink dan asam lemak esensial. Sebaiknya konsumsi buah-buahan seperti jeruk, daging, ikan, unggas dan produk susu.

Mata merahMata yang merah seringkali kita

indikasikan karena kelelahan atau kemasukan debu. Namun, ternyata mata merah juga mengindikasikan Anda kemungkinan kekurangan vitamin A dan B2. Sebaiknya konsumsi produk susu, daging, buah atau sayuran berwarna oranye dan hijau.

Luka lambat sembuhKemungkinan kekurangan zink.

Sebaiknya konsumsi produk susu dan kerang.n

gi- dari berbagai sumber

Ragam

10 Mediakom No.XXII/APRIL/2010

Kementerian Kesehatan terus meningkatkan pembinaan dan pelayanan kesehatan bagi jamaah haji. Pembinaan dilaksanakan secara menyeluruh meliputi promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.

Dalam pelaksanaannya memerlukan kerjasama berbagai pihak terkait, sektor dan pemerintah daerah. Mulai dari pelayanan kesehatan di tanah air sebelum keberangkatan jemaah sampai kembali ke tanah air kembali merupakan proses pelayanan berkesinambungan dan komprehensif.

Hal ini disampaikan Kepala Pusat Kesehatan Haji dr. Wan Alkadri Sai Sohar, MSc dalam resume pertemuan rakon pasca operasional penyelenggaraan kesehatan haji tahun 2009/1430 di Jakarta.

Menurut dr. Wan Alkadri pelaksanaan pemeriksaan kesehatan pertama di Puskesmas meliputi pemeriksaan, pengobatan dan pemeliharaan kesehatan. Pemeriksaan kedua dilaksanakan di rumah sakit Kabupaten/ Kota oleh dokter spesialis pada jamaah haji lanjut usia, risiko tinggi dan hamil. Sementara Dinas kesehatan Provinsi, Kabupaten/Kota, Kantor Kesehatan Pelabuhan, Embarkasi/debarkasi agar melaksanakan pelayanan kesehatan sesuai Kepmenkes dan mencermati

Meningkatkan Pembinaan Kesehatan Haji

Walau perbaikan terus dilakukan, masih ada saja kekurangan di sana-sini setiap tahunnya. Mulai

dari rekrutmen TKHI, pemberian vaksinasi, dan pelayanan kesehatan secara umum di tanah air maupun di Arab Saudi. Langkah apa saja yang akan dilakukan untuk memperbaiki,

sehingga pelayanan kesehatan jamaah haji tahun ini lebih baik dari tahun sebelumnya. Berikut ini wawancara Mediakom dengan Kepala Pusat Kesehatan Haji dr. Wan Alkadri, MSc.

kekurangan dan kelemahan pelaksanaan dilapangan.Pelaksanaan pembinaan manasik haji agar

disinkronkan antara Kantor Urusan Agama (KUA) dan Puskemas di tingkat Kecamatan. Pelaksanaan kegiatan terdapat materi penyuluhan kesehatan yang melibatkan Puskesmas dan Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota. Sehingga bimbingan dan penyuluhan kesehatan selama manasik haji menjadi media diskusi antar jamaah haji dan konsultasi berhaji sehat dan mandiri, ujar dr.Wan Alkadri.

Khusus isu vaksin Meningitis Meningokokus, tugas Kementerian Kesehatan memberikan vaksin kepada seluruh jamaah haji dan umroh. Sehingga mereka terlindung dari kemungkinan terjangkit penyakit meningitis. “Terkait dengan masalah halal dan haram status vaksin tetap mengacu kepada Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI)”, tegas dr.Wan. nPra

Dr. Wan AlKadri, MSc:Pelayanan Kesehatan Haji 2010 harus lebih baik

Ragam

No.XXII/APRIL/2010 Mediakom 11

Bagaimana hasil evaluasi pelaksanaan kesehatan haji tahun 2009?

Untuk mengevaluasi pelayanan kesehatan haji 2009, harus menggunakan indikator keberhasilan yang dapat dilihat dari segi input, proses dan output. Salah satu output keberhasilan yaitu angka kematian jemaah haji turun secara signifikan dibandingkan tahun sebelumnya. Kalau dilihat dari segi proses pelayanan kesehatan, petugas kesehatan di semua tempat, apakah di Mekkah, Jeddah, Madinah, sektor dan kloter sudah memberikan pelayanan yang cukup memadai. Berdasarkan hasil survey kepuasan yang ditanyakan kepada jemaah sebagian besar menyatakan bahwa pelayanan kesehatan sudah cukup memuaskan.

Dari segi input, seperti sarana-prasarana pelayanan kesehatan di Mekkah, sudah membangun dan memfungsikan Balai Pengobatan Haji Indonesia dengan kualifikasi rumah sakit kelas C. Termasuk melengkapi logistiknya, sehingga kualitas

pelayanan kesehatan sudah cukup memadai.

Namun demikian, masih menghadapi berbagai kekurangan yaitu petugas kesehatan, ketersediaan obat dan masalah koordinasi. Koordinasi belum berjalan secara optimal, baik koordinasi dengan Kementerian Agama, Kementerian Luar Negeri dan koordinasi secara internal.

Terkait dengan koordinasi tahun kemarin masih lemah, upaya peningkatannya seperti apa?

Ya, koordinasi harus dilakukan khususnya dengan Kementerian Agama di semua kegiatan yang dianggap penting, seperti bidang perekrutan tenaga dan pelatihan tenaga. Demikian juga pada waktu menggunakan fasilitas, fasilitas mana yang akan digunakan bersama, harus ada koordinasi secara baik.

Sebagai contoh untuk mengakses data dari siskohat Kemenag tidak bisa cepat untuk publikasi. Ke depan bagaimana koordinasinya?

Koordinasi ini kan penting, umpamanya informasi harus menyediakan data yang sama dari orang yang sama, padahal sudah tersedia. Oleh karena itu harus dilakukan koordinasi. Koordinasi muncul karena mempunyai tujuan yang sama, mempunyai persepsi yang sama dan mempunyai suatu kegiatan yang sama.

Sehingga penugasan pemimpin yang ada di Arab Saudi harus memenuhi kriteria yang akan diatur, membuat kriteria yang menjadi koordinator. Dipilih orang yang terbaik di Kementerian Kesehatan maupun UPT-nya. Ini salah satu syarat melakukan koordinasi. Namanya saja koordinator. Jadi fungsi utamanya meningkatkan dan memperbaiki koordinasi.

Bagaimana langkah berikutnya? Dari hasil evaluasi pelayanan

kesehatan haji 2009, perlu merumuskan apa yang akan dilakukan tahun 2010. Bidang ketenagaan misalnya harus menjadikan rekrutmen Tenaga Kesehatan Haji Indonesia (TKHI) menjadi bagian dari reformasi birokrasi. Sehingga dalam waktu singkat akan mendapat tenaga yang professional, handal, bertanggung jawab dan amanah. Sehingga mereka dapat melakukan tugas di Arab Saudi dengan baik.

Alhamdulillah dari proses rekrutment yang dilakukan secara transparan, menggunakan cara planning system. Berikutnya dilakukan verifikasi, nominasi, seleksi dan pelatihan. Pelatihan merupakan suatu persyaratan yang menentukan untuk mencari petugas kesehatan yang diharapkan.

Sedang dalam bidang obat, sudah menyusun perencanaan terpadu dengan melibatkan semua pelaku lama yang sudah bertugas. Termasuk dengan unit struktural Pusat

Dr. Wan AlKadri, MScKepala Pusat Kesehatan Haji

Ragam

12 Mediakom No.XXII/APRIL/2010

Sumber daya manusia (SDM) merupakan aset utama dan berperan penting bagi kelangsungan hidup suatu organisasi. Setiap organisasi

dituntut membina kompetensi pegawainya sesuai dengan kompetisi jabatan-jabatan yang ada dalam struktur organisasi. Oleh karena itu perlu dilakukan berbagai upaya untuk meningkatkan dan mengembangkan potensi setiap pegawai agar memiliki kecakapan, keterampilan, dan keahlian yang pada akhirnya tercipta profesionalisme yang diperlukan untuk menangkal berbagai ancaman, hambatan dan tantangan yang dihadapi saat ini dan di masa depan.

Di lingkungan instansi pemerintah, untuk mengantisipasi situasi tersebut, pemerintah melalui UU Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas UU Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian telah mengubah paradigma di bidang kepegawaian, dari pendekatan yang berorientasi pada administrasi kepegawaian, ke pendekatan manajemen SDM. Sebagai tindak lanjut dari undang undang tersebut, pemerintah telah melakukan kajian dan mengeluarkan berbagai peraturan pelaksanaan antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 yang kemudian di perbaruhi dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Struktural dan Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 46 A tentang Pedoman Penyusunan Standar Kompetensi Jabatan Struktural PNS dan Metode

Assessment Center.Sebagaimana diuraikan oleh

Tim Assessment Center Badan Kepegawaian Negara, metode Assesment Center diharapkan dapat digunakan secara optimal untuk penelusuran potensi dan minat Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang akan di tempatkan dalam suatu jabatan dan sesuai dengan kehendak UU Nomor 43 Tahun 1999 Pasal 17 ayat (2) yang menyatakan “Pengangkatan PNS dalam suatu jabatan dilaksanakan berdasarkan prinsip profesionalisme sesuai dengan kompetensi, prestasi, dan jenjang pangkat yang ditetapkan dalam jabatan itu serta syarat objektif lainnya tanpa membedakan jenis kelamin, suku, agama, ras atau golongan”.

Proses dan Tahapan SeleksiMenurut Veithzal Proses seleksi

adalah langkah-langkah yang harus dilalui oleh para pelamar sampai akhirnya memperoleh keputusan diterima atau ditolak sebagai pegawai baru.

Sistem Seleksi yang yang efektif pada dasarnya memiliki 3 sasaran yaitu:1. Keakuratan, artinya kemampuan

dari proses seleksi untuk secara tepat dapat memprediksi kinerja pelamar. Pertanyaan berikut ini mungkin dapat dipertimbangkan ketika melakukan seleksi, seperti apa kelemahan dari:a. Instruktur yang kurang

menguasai materi ?b. Proses seleksi yang tidak dapat

memprediksi kinerja pelamar di tempat kerja ?

Kesehatan Haji, P2PL, dan rumah sakit. Merumuskan kebutuhan obat dan jenis obat yang akan dipakai di tahun 2010, dengan memperbaiki formularium obat.

Disamping itu juga melakukan perbaikan sarana prasarana BPHI Madinah, dengan membuat kontrak baru, kemudian mendesain ulang sehingga menjadi rumah sakit kelas B.

Dalam pelayanan kesehatan yang tidak kalah penting adalah pemeriksaan dan pelaksanaan pembinaan di daerah asal. Saat ini sudah menetapkan 150 kabupaten / kota ( 30%) yang akan melaksanaan pemeriksaan pelayanan dan pembinaan jemaah haji secara standard. Mudah mudahan tahun depan akan meningkat 50%, tahun berikutnya 70%, sehingga pada akhir tahun 2014 akhir dari periode Kementerian Kesehatan 100% pemeriksaan dan pelayanan jemaah haji di daerah asal sudah standar.

Jadi diharapkan 210 ribu jemaah yang memenuhi persyaratan sanggup dan mampu melaksanakan ibadah haji, maka dari segi kesehatan juga sudah memenuhi standar. Diharapkan dengan pelayanan kesehatan yang standar sewaktu di Arab Saudi semua jamaah dapat melaksanakan semua proses ibadahnya, bagi yang sakit setelah mendapat pertolongan dapat melakukan ibadah. Sehingga semua jamaah akan mendapatkan predikat haji, kecuali yang meninggal.

Harapan bapak untuk tahun 2010 kira-kira seperti apa sih pelayanan kesehatan haji Indonesia ini ?

Yang pasti 2010 harus lebih baik dari 2009. Oleh karena itu semua simpul yang ada di tanah air, embarkasi, perjalanan dan di Mekkah akan ditingkatkan. Sehingga tingkat kepuasan pelayanan kesehatan meningkat. n

Pra

Seleksi Oleh Zaenal Abidin, S.AP, M.AP Staf Sub Bagian TU Biro Setjen Depkes RI

Ragam

No.XXII/APRIL/2010 Mediakom 13

c. Perhitungan dengan menggunakan komputer yang menghasilkan jawaban yang salah.

2. Keadilan, artinya menjamin setiap pelamar yang memenuhi syarat untuk mendapat kesempatan yang sama di dalam sistem seleksi bila: a. Didasarkan pada persyaratan-persyaratan yang

dijalankan secara konsisten b. Menggunakan standar penerimaan yang sama

untuk semua pelamar.3. Keyakinan, artinya taraf orang-orang yang terlibat

dalam proses seleksi apabila : a) Selama proses seleksi pelamar dan pewawancara

menggunakan waktu dengan efektif dan baik.b) Setiap orang memperoleh manfaat dengan

mengikuti proses seleksi terlepas dari keputusan penerimaan karyawan yang diambil.

c) Citra perusahaan/situasi dan harga diri para pelamar tetap terjaga.

Dalam menangani penerimaan pegawai baru, seleksi calon pegawai harus diselenggarakan secara profesional, dalam arti tidak asal jadi. Kriteria yang harus dipenuhi bila pengolahan seleksi dapat disebut profesional, yaitu para

pengelola baik pimpinan maupun staf harus memiliki integritas diri yang tanpa kompromi, penyelenggara proses seleksi calon pegawai harus memiliki ilmu pengetahuan cara memproses pengadaan pegawai yang baik dan benar, agar proses seleksi calon pegawai menjadi bersih, transparan, dan profesional, diperlukan petugas yang memiliki komitmen yang tinggi dalam mengemban amanah sebagai panggilan jiwanya, proses seleksi calon pegawai akan bersih, transparan, dan profesional apabila para pimpinan dan staf pengelola proses tersebut memiliki kepedulian yang tinggi lepada para pelamar dan keluarganya untuk memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya, seadil-adilnya, sejujur-jujurnya dan secepat-cepatnya, proses seleksi akan berlangsung secara profesional apabila para pengelolanya memiliki keterampilan yang tinggi dalam berinteraksi personal dengan orang lain,seleksi calon pegawai akan profesional bila ditangani oleh orang-orang yang memiliki sikap mental yang positif, dalam arti selalu menjaga norma dan etika yang selaras dan seimbang dalam kehidupannya sesuai akidah yang diyakininya, dan proses seleksi calon pegawai akan berhasil apabila ditangani oleh orang-orang yang memiliki keseimbangan dalam hidupnya.

KesimpulanProses seleksi bukanlah kegiatan yang berdiri

sendiri, artinya dalam melakukan kegiatan seleksi perlu mempertimbangkan berbagai masukan faktor misalnya informasi tentang analisis gambaran uraian pekerjaan yang akan dilakukan, persyaratan yang harus dipenuhi dan standar prestasi kerja yang harus dicapai. Kemudian yang perlu dipertimbangkan adalah rancangan SDM karena di dalamnya akan tergambar lowongan yang ada dan persyaratan apa yang harus diperhitungkan untuk menentukan berbagai langkah dalam menentukan proses seleksi.

Kesalahan yang paling mendasar dalam proses

Ragam

14 Mediakom No.XXII/APRIL/2010

Disahkannya Undang undang Reformasi Kesehatan oleh Presiden Amerika Serikat Barack Obama, awal pekan ini,

merupakan terobosan luar biasa bagi pelayanan kesehatan di negeri yang berideologi kapitalisme dan kebebasan individu ini.

Salah satu yang terpenting adalah universal coverage, termasuk untuk 30 jutaan rakyat miskin yang selama ini tak mampu membeli asuransi kesehatan.

Bagaimana dengan Indonesia? Indonesia belum bisa segera mengikuti jejak AS walaupun selama ini sudah ada mekanisme untuk membantu layanan kesehatan bagi warga miskin. Target pencapaian universal coverage di Indonesia perlu realistis dan bertahap mengingat kemampuan keuangan negara serta kelayakan (feasibility) mekanisme pengumpulan dana. Untuk awalnya, full coverage mungkin akan diutamakan untuk warga tak mampu dan coverage pelayanan kesehatan dasar untuk seluruh warga

masyarakat yang lain.Sebenarnya jaminan negara bagi

layanan kesehatan sudah memiliki payung hukum dengan adanya UU No. 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). SJSN adalah suatu tatanan atau tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial untuk menjamin agar setiap warga negara mempunyai perlindungan sosial yang dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak. Jaminan sosial dimaksud meliputi jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian.

Setiap WNI berhak mempunyai jaminan kesehatan sosial, tanpa kecuali, tidak peduli kaya atau miskin, tinggal di kota atau di daerah terpencil, kaum elit ataupun rakyat biasa.

Bukan pengobatan gratisApa artinya “mempunyai jaminan

kesehatan“? Istilah ini sering disalahartikan atau disimplifikasi sebagai “ memperoleh pengobatan

gratis “. Memang nantinya dalam praktiknya setiap orang yang menggunakan fasilitas kesehatan tidak mengeluarkan uang PADA SAAT menerima pelayanan kesehatan tersebut. Gratis? Tentu tidak. Pelayanan kesehatan itu mahal. Pelayanan kesehatan tersebut suatu waktu pasti harus dibayar oleh seseorang atau oleh suatu institusi. Jadi, kapan pembayaran dilakukan? Dan oleh siapa?

Indonesia sudah lama mengenal asa gotong royong. Saling membantu, si kaya menolong si miskin, si kuat menolong si lemah. SJSN berasaskan gotong royong. Jaminan kesehatan tidak gratis, tetapi didanai bersama-sama secara bergotong royong melalui iuran. UU SJSN mengamanatkan bahwa setiap orang wajib menjadi peserta program Jaminan Kesehatan Sosial Nasional. Iuran bagi fakir miskin dan tidak mampu dibayar Pemerintah, masyarakat pekerja (formal/penerima upah) iurannya ditanggung bersama oleh pekerja dan pemberi kerja, sedangkan sektor informal (pekerja

rekrutmen atau seleksi adalah tidak tersedianya analisis jabatan padahal analisis jabatan merupakan input utama sebelum dilakukan proses seleksi. Analisis merupakan hal yang mendasar dalam proses seleksi, tanpa adanya data yang akurat tentang profil dari suatu jabatan, jenis keterampilan atau kemampuan yang dibutuhkan serta pengalaman dan pendidikan yang dipersyaratkan untuk menduduki jabatan tersebut maka proses seleksi akan menjadi tidak efektif sehingga tidak diperoleh hasil yang optimal dan bahkan tidak akan memberikan kepuasan kepada pegawai yang bersangkutan.

Proses seleksi dan penetapan yang tidak sesuai dengan prosedur dan syarat normatif akan sulit mencocokkan antara karakteristik individu (pengetahuan, keterampilan, pengalaman, dan lain-lain) dengan persyaratan jabatan yang harus dimiliki individu tersebut. Kegagalan dalam mencocokkan kedua hal tersebut dapat menyebabkan kinerja karyawan menjadi tidak optimal dan kepuasan kerja sangat rendah, tidak jarang hal ini membuat individu menjadi frustasi. n

Menuju Jaminan Kesehatan Sosial NasionalOleh dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr. PH *)Tulisan ini dimuat di Harian Kompas, tanggal 25 Maret 2010. Untuk memberikan kesempatan masyarakat luas untuk memahami ide yang dituangkan dalam tulisan ini kami sajikan untuk pembaca Mediakom.

Ragam

No.XXII/APRIL/2010 Mediakom 15

Pemilihan Sumber Daya Manusia (SDM) bertujuan mencari kualitas, maka yang dipilih harus mampu menciptakan nilai komparatif, kompetitif–generatif–inovatif. Mampu mengerahkan seluruh energi optimal seperti

penggunaan fungsi otak yaitu intelegensi, kreativitas dan imajinasi. Seluruh fungsi tersebut merupakan fungsi utama lobus frontalis (premotor dan prefrontal) dengan

cara melakukan organisasi otak sehingga terjadi optimalisasi seluruh fungsinya.

Sesuai dengan aktivitas otak maka lobus frontal mempunyai fungsi eksekutif yang berperan sebagai fungsi manajemen. Seorang individu, profesional, manajer dan pemimpin yang baik harus berupaya menguasai fungsi lobus frontalis ini, supaya mampu menggunakan dengan baik, sehingga dapat bersaing di era kompetisi antar otak dan kecerdasan di Millenium ke-3 ini.

Pengembangan dan penempatan SDM ke arah fungsi otak belum tersosialisasi dengan baik, sehingga arah pengembangan dan penempatan pegawai saat ini baru menggunakan standar kompetensi jabatan yang memuat antara lain latar belakang pendidikan; ketrampilan yang harus dimiliki; jenis kelamin dan pengalaman kerja. Bahkan beberapa penempatan pegawai hanya berdasarkan pangkat dan

mandiri/tidak menerima upah) iurannya ditentukan khusus.

Sesuai UU No. 40/2004, dana untuk menjamin kesehatan peserta dikumpulkan secara teratur oleh sebuah atau lebih Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Dana dikumpulkan tanpa menunggu kasus penyakit. Hal ini berbeda dengan mekanisme pengumpulan koin untuk ananda Bilqis yang dilakukan pada saat ia sudah mengalami musibah sakit (dan perlu biaya besar) sehingga menggerakkan rasa kemanusiaan dan solidaritas sosial masyarakat Indonesia.

Manfaat yang diperoleh peserta bersifat komprehensif berupa pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif, hingga rehabilitatif. Pembayaran kepada Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) bersifat prospective payment system, suatu cara pembayaran yang kesepakatannya dilakukan di depan sebelum pelayanan diberikan.

Peta JalanKementerian Kesehatan periode

2010-2014 bertekad untuk melakukan percepatan implementasi amanat UU

SJSN. Jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas) yang telah dimulai sejak tahun 2005 (dulu Askeskin) sebagai bentuk pelaksanaan kewajiban pemerintah terhadap fakir miskin dan tidak mampu, tetap dijalankan dan diperbaiki mutunya sebagai langkah awal penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Sosial Nasional secara menyeluruh.

Sebuah tim yang melibatkan banyak akademisi, praktisi, kementerian terkait, dan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) tengah merancang peta jalan untuk pencapaian Jaminan Kesehatan Sosial Nasional bagi seluruh penduduk. Peta jalan ini mencakup aspek regulasi, kepesertaan, pelayanan kesehatan, paket manfaat, jaringan pelayanan, pendanaan, manajemen, dan sumber daya lainnya.

Saat ini baru 50,8 persen penduduk Indonesia yang mempunyai jaminan kesehatan: terdiri dari peserta Jamkesmas/Jamkesda 37,5 persen, peserta Askes sosial 6,6 persen, peserta Askes komersial 1 persen. Jaminan kesehatan dalam Jamsostek 2 persen, Asabri 0,9 persen, dan asuransi lain

2,9 persen.Untuk mencapai sistem Jaminan

Kesehatan Sosial Nasional tidak cukup hanya memperluas cakupan kepesertaan, diperlukan kesiapan-kesiapan infrastruktur yang matang. Dalam hal kelembagaan, RUU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) kini sedang digodog di DPR. Badan tersebut nantinya bersifat nirlaba, dana amanah, bersifat nasional, akuntabel, transparan, dengan portabilitas.

Tiap-tiap sub sistem perlu ditata secara harmonis dengan sub sistem lainnya. Perlu dirancang secara baik ketersediaan Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) yang meliputi pelayanan kesehatan dasar/primer hingga tersier.

Selaku Menteri Kesehatan RI, saya mengajak seluruh komponen masyarakat untuk ikut serta menyukseskan upaya menuju pencapaian Jaminan Kesehatan Sosial Nasional bagi seluruh penduduk sesuai amanah UU SJSN. n

(* Menteri Kesehatan)

Otak dan Pemilihan Sumber Daya Manusia

Oleh dr. Jofizal Jannis, Sp.S(K) danDrs. Muh. Nasrun Harun, MAP.

Ragam

16 Mediakom No.XXII/APRIL/2010

golongan. Kalau dilihat sejak awal pendidikan, maka tidak tampak gambaran pasti tentang pengembangan ke arah otak kiri otak kanan sehingga upaya mencapai efisiensi kerja masih tertinggal karena arah tidak sesuai dengan cara pengembangan SDM.

Kesenjangan terjadi antara posisi jabatan dan pendidikan menjadi tidak sesuai, karena yang bersangkutan hanya bekerja untuk menyelesaikan tugas rutin, tanpa melakukan inovasi baru yang menyebarkan virus kreatif. Padahal yang diharapkan terbentuknya kemampuan imajinasi dan kreativitas yang mengarah pada kemajuan dan pengembangan, bukan hanya pada penyelesaian tugas saja.

Menempatkan seseorang pada posisi yang tepat akan membawa organisasi menjadi lebih hidup, akan terjadi hal hal baru untuk pengembangan organisasi dan pejabat itu sendiri. Menurut John Naisbit dalam bukunya Mind Set “ budaya visual mengambil alih dunia karena visual ini merupakan fungsi otak kanan”.

Naisbit mengatakan, sejak dahulu menceritakan, menjelaskan, menyarankan, mengubah, memenangkan, membujuk, dan kata kata menyentuh selalu digunakan. Tapi kini, bahasa telah kalah oleh budaya visual, gambar langsung, film, video menggantikan penutur cerita dan buku. Budaya visual sukar dilupakan, sudah tertanam sejak masih kanak kanak. Budaya ini mengambil alih dunia dengan mengorbankan dunia tulis.

Novel yang merupakan ranah fantasi memang tidak mati, tapi mengalami perdarahan yang sangat parah. Situasi demikian telah berjalan sampai saat ini, arahnya adalah penggunaan otak kanan, bukan berarti melupakan otak kiri. Konsekuensi dari kenyataan yang telah digambarkan tadi menjadi tantangan dan peluang untuk mengembangkan SDM, memilih SDM berdasarkan kemampuan fungsi otak yang membagi atas otak kanan dan kiri.

Perangai otak Albert Einstein mengatakan, ada dua hal yang tidak

terbatas. Yakni alam semesta dan otak manusia. Begitu hebatnya maka banyak tokoh otak menyampaikan keistimewaan otak manusia ini antara lain, Sir Charles Sherrington mengatakan bahwa otak manusia seperti alat tenun dengan berjuta pintalan mengikat, dengan menenun pola yang penuh arti.

Dalai Lhama menyebutkan bahwa otak bukanlah elemen tubuh yang statis, sehingga tidak bisa diubah. Potensi otak berubah tidak terbatas, bahkan boleh

dikatakan tidak terukur. Selain itu, Tony Buzan mengisyaratkan bahwa pada setiap otak manusia, ada sekitar satu trilyun (1,000,000,000,000) sel otak. Setiap sel otak (neuron) berisi satu elektrokimia besar kompleks dan kuat merupakan mikrodata yang memproses serta memancarkan sistem yang kompleks.

Manajemen perangkat otak

Fungsi manajemen (planning, organizing, actuating/motivating, dan controlling) sesuai dengan fungsi eksekutif yang ditopang mekanisme kerja otak, seorang profesional, pemimpin dan manajer harus berupaya menguasai fungsi lobus ini karena problem solving, kreativitas dan innovasi berada di bagian otak.

Otak merupakan organ yang mempunyai kemampuan belajar, terdiri dari belahan kiri dan kanan yang mempunyai fungsi berbeda, sedangkan daya saing ditentukan oleh kecakapan menyerap pelajaran karena pikiran (mind), tubuh (body), emosi dan otak merupakan suatu kesatuan.

Mengapa seseorang hanya mampu menghafal pelajaran dalam jangka waktu pendek, sedangkan untuk menceritakan kisah detail tentang kehidupan pribadi 10 tahun yang lalu dapat diingat secara keseluruhan?

Pada prinsipnya dalam menggunakan otak untuk belajar dan mengingat harus sesuai dengan cara kerja otak dan menggunakan ke-dua belah otak. Setiap belahan dipisahkan oleh jembatan emas (golden bridge) yang merupakan tempat penyeberangan kecerdasan dan kecerdikan seseorang. Setiap belahan menunjukkan pola pikir tertentu yang berbeda dan bertentangan. Gabungan ke-dua pola belahan tadi akan membentuk seseorang menjadi cerdas, cerdik berfikir, berakal dan berakhlak.

Pelaksanaan manajemen perangkat otak terdapat ketimpangan fungsi, karena tidak dapat konsentrasi. Misal sewaktu mendengarkan ceramah menggunakan otak kiri, kemudian mencatat menggunakan otak kiri, berfikir logis juga menggunakan otak kiri sehingga melimpah dan overloaded. Selain itu dalam melaksanakan fungsi manajemen tidak kreatif, tidak hafal mati, belajar dan bekerja tidak fun, sehingga mudah lupa.

Oleh sebab itu, dalam penempatan seseorang dalam jabatan, selain berdasarkan standar kompetensi juga harus disesuaikan dengan dominasi fungsi otak seseorang dengan jabatan yang dipangkunya.n

Media Utama

No.XXIII/APRIL/2010 Mediakom 17

Media Utama

Setelah sukses melakukan reformasi pendidikan pada masa jabatan pertama, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bertekad melakukan reformasi kesehatan pada masa jabatan kedua (2009-2014). Hal itu disampaikan Presiden SBY ketika melantik 17 anggota Konsil Kedokteran

Indonesia tahun lalu di Istana Negara.Untuk menindaklanjuti tekad Presiden Susilo

Bambang Yudhoyono, Menteri Kesehatan, dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr. PH, telah membentuk Tim Penyusun Roadmap Reformasi Kesehatan Masyarakat melalui SK Menkes No. 1067/Menkes/SK/XI/2009. Tim terdiri dari 5 Kelompok Kerja (Pokja), yaitu Pokja Upaya Kesehatan (Pelayanan dan Pencapaian

MDGs), Pokja Pembiayaan Kesehatan (Jamkesmas), Pokja Manajemen Kesehatan, dan Good Governance, Pokja Kefarmasian dan Perbekalan Kesehatan, Pokja Sumber Daya Manusia.

Tim terdiri dari berbagai unsur yaitu Kementerian Kesehatan, BKKBN, Badan POM, Perguruan Tinggi dan Organisasi Profesi telah menyusun dokumen roadmap reformasi kesehatan masyarakat sebagai arah, dasar, dan strategi agar dapat dijadikan acuan bagi seluruh pelaku pembangunan kesehatan baik masyarakat, swasta maupun Pemerintah (Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota) serta pihak-pihak terkait dalam rangka melaksanakan reformasi kesehatan masyarakat tahun 2010-2014.

Prioritas reformasi tahun 2010-2014 diarahkan pada

Media Utama

18 Mediakom No.XXIII/APRIL/2010

PengarahDr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PHKoordinatorDrg. Naydial Roesdal. MSc.PHSekretaris UmumDr. Untung Suseno Sutarjo, M.KesAnggota Sekretariat 1. dr. Slamet, MHP2. R.J. Sukowidodo, SKM, MPH

POKJA UPAYA KESEHATAN (PELAYANAN dan PENCAPAIAN MDGs)

Ketua : dr. Budihardja, MPH, DTM&HKetua 1 : dr. Farid Wadjdi Husain, Sp.B(K)Ketua 2 : dr. Sugiri (BKKBN)Sekretaris : dr. T. Marwan Nusri, MPHAnggota1. Prof Umar Fahmi2. Prof Azrul Azwar3. dr. Nyoman Kandum, MPH4. dr. Endang Anhari5. dr. Edi Suranto, MPH6. dr. Mulya A. Hasjmy, Sp.B, M,Kes7. dr. Ina Hernawati, MPH8. dr. Iwan M.Muljono, MPH9. dr. Kuwat Sri Hudayo, MS10. Dr. dr. Trihono, M.Kes11. Drs. Purwadi, Apt, MM, ME12. dr. Sri Hermiyati, MSc13. dr. Abidinsyah Siregar, MPH14. dr. M. Sholah Imari, MSc15. drg. Tini Suryani Suhandi, M.Kes

POKJA PEMBIAYAAN KESEHATAN (JAMKESMAS)

Ketua : dr. Sjafii Ahmad, MPHKetua 1 : drg. Naydial Roesdal, M.ScPHKetua 2 : dr. Farid HariyantoSekretaris : dr. Chalik Masulili, MScAnggota 1. Prof Habullah Thabrani2. Dr. Prastuti Suwondo, SE

3. dr. Budi Hidayat4. Dr. drg. Mardiati Najib5. Prof Ascobat Gani, MPH, Dr.PH6. Suhardjono, SE, MM7. Harmen Mardjunin, SE, MM8. dr. Donald Pardede, MPPM9. Drs. Bayu Teja, Apt, M,Phar10. drg. Usman Sumantri, MSc

POKJA MANAJEMEN KESEHATAN, GOOD GOVERNANCE

Ketua : dr. Faiq Bahfen, SHKetua 1 : dr. Ratna Rosita Hendardji, MPHMKetua 2 : dr. Krishnajaya, MSSekretaris : Prof. dr. Budi Sampurna, SH, DFM, Sp.F(K)Anggota 1. Prof. Laksono2. Prof. Amal C. Sjaaf3. Prof. Purnawan Djunadi4. dr. Guntur Budi Wanarto, MM, MSc5. dr. Sandi Ilyanto6. dr. Lily S. Sulistyowati, MM7. dr. E. Jane Supardi, MPH, Dsc8. dr. Abdul Rival, MSc9. dr. Kirana Pritasari, MQIH10. Burlian Mughni, SH11. Arsil Rusli, SH, MH12. Sukamto, SH13. Dr. Dadi Sunjaya

POKJA KEFARMASIAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN

Ketua : Dra. Kustantinah, Apt, M, Appt, ScKetua 1 : Dra. Lucky Oemar Said, Apt (BPOM)Sekretaris : Drs. Purwadi, Apt, MM, MEAnggota 1. Drs. Slamet Susilo2. Drs. T. Bahdar J. Hamid, Apt, M. Pharm3. Dra. Maura Linda Sitanggang, Apt, PhD

4. Sukendar Adam, DIM, M.Kes5. Dr. Ondri Dwi Sampurno, Msi, Apt6. Dra. Sri Indrawaty, Apt, M.Kes7. Dr. Delina Hasan (FKM-UI)

POKJA SUMBER DAYA MANUSIA

Ketua : dr. Bambang Giatno Raharjo, MPHKetua 1 : Prof. Tjandra Yoga Aditama, Sp.P(K)Ketua 2 : Dr. Triono Soendoro, Ph.DSekretaris : Drs. Abdurahman, MPH, SH, DFM, Sp.F(K)Anggota 1. Dr. dr. Adang Bahtiar2. dr. Sandi Ilyanto3. dr. Untung Suseno Sutarjo, M.Kes4. Drs. Zulkarnain Kasim, SKM, MBA5. dr. Asyikin Iman Dahlan, MHA6. dr. Setiawan Soeparan, MPH7. drg. S. R. Mustikowati, M.Kes8. Dr. Ida Bagus Indra Gotama

TIM PERUMUS

Ketua : dr. Indriyono, MPHWakil Ketua : dr. Untung Suseno Sutarjo, M.KesSekretaris : dr. Trisa Wahyuni Putri, M.KesANGGOTA 1. dr. T. Marwan Nusri, MPH2. Prof. dr. Budi Sampurna, SH, DFM, Sp.F, (K)3. Drs. Purwadi, Apt, MM, ME4. dr. Ina Hernawati, MPH5. Dr. dr. Trihono, M.Kes6. dr. Sandi Ilyanto7. Dr. dr. Adang Bahtiar8. Dr. drg. Mardiati Najib9. dr. Donald Pardede, MPPM10. Drs. Bayu Teja Muliawan, Apt, M. Pharm11. Drs. Abdurachman, MPH12. Prof. Laksono Trisnantoro

Susunan Tim Penyusunan

Roadmap Reformasi Kesehatan Masyarakat

tujuh bidang , yaitu : 1) jaminan kesehatan masyarakat; 2) pelayanan Kesehatan di Daerah Terpencil, Perbatasan dan Kepulauan (DTPK); 3) ketersediaan obat dan alat kesehatan di setiap fasilitas

kesehatan; 4) reformasi birokrasi pembangunan kesehatan; 5) Bantuan Operasional Kesehatan; 6) penanganan daerah bermasalah kesehatan; dan 7) pelayanan rumah sakit berstandar internasional.

Prioritas reformasi kesehatan masyarakat tersebut dilaksanakan dengan melakukan berbagai terobosan pada paradigma, kebijakan, kelembagaan, SDM, program, dan sistem yang selama

Media Utama

No.XXIII/APRIL/2010 Mediakom 19

ini sudah ada tapi belum berfungsi, atau telah berfungsi namun masih terdapat berbagai disparitas ataupun belum ada sama sekali. Berbagai terobosan tersebut diupayakan dapat dilakukan pada upaya kesehatan, good governance, pembiayaan kesehatan, kefarmasian dan perbekalan kesehatan, serta sumber daya manusia kesehatan.

Dengan semangat “unity, together we can” yang bermakna pentingnya kebersamaan dan kerja sama yang baik untuk mencapai tujuan. Dengan spirit “tagline” itu, diharapkan terjadi peningkatan motivasi dan etos kerja seluruh abdi negara termasuk abdi kesehatan di semua jajaran kesehatan.

Roadmap Reformasi Kesehatan Masyarakat memperhatikan perencanaan dan arah jangka panjang pembangunan kesehatan (RPJPK), Renstra Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014,

kontrak kinerja Menteri Kesehatan, Program Prioritas dan Program Aksi Presiden dan isu ekternal lain seperti national summit.

Rumusan roadmap reformasi kesehatan masyarakat yang dia-manatkan Presiden disamping untuk menjawab tantangan perubahan lingkungan strategis dan tuntutan permasalahan yang ada di masyara-kat, juga berisi pemikiran-pemikiran kritis yang merupakan ekstraksi do-kumen Renstra namun dilaksanakan melalui langkah-langkah yang akseleratif dan reformatif yang akan mempercepat pelaksanaan pemba-ngunan kesehatan, dengan meletak-kan dasar yang kuat dan pencapaian yang cepat.

Reformasi juga perlu dilakukan di berbagai jenjang, baik di Pusat maupun Daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota) dengan melibatkan seluruh komponen bangsa, termasuk swasta dan masyarakat. Tetapi perlu

diingat, dalam mengupayakan reformasi kesehatan harus menjamin keamanan reformasi regulasi dengan mengharmonisasikan semua peraturan yang ada di pusat dan daerah.

Misalnya PP No. 38 Tahun 2007 tentang pembagian urusan Pemerintah Pusat dan Daerah, yang belum dilengkapi dengan Norma Standar Prosedur dan Kriteria (NSPK) dan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No.13 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.

Penyelenggaraan Reformasi Kesehatan dilakukan dengan mengidentifikasi isu-isu strategis mutakhir di sektor kesehatan, strategi serta langkah-langkah yang akan dilakukan untuk mencapainya. Semua langkah kegiatan yang dilakukan perlu dijabarkan dalam tahapan pencapaiannya secara terukur dalam setiap tahun dengan jelas.

Tujuan Reformasi Kesehatan

Umum : tercapainya masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan.

Khusus : 1. Tersedianya pembiayaan untuk jaminan pelayanan

medik dasar untuk seluruh penduduk Indonesia (re. Target Pencapaian Standar Pelayanan Minimal);

2. Tersedianya pembiayaan untuk pelayanan kesehatan dasar promotif dan preventif (re. Target Pencapaian Standar Pelayanan Minimal);

3. Tersedianya obat/alkes untuk Program KIA/KB, Program Penanggulangan Penyakit Malaria, Tuberkulosis, dan HIV/AIDS (re. Target Pencapaian Millenium Development Goals);

4. Terbentuknya kelembagaan Kementerian Kesehatan yang tepat fungsi dan tepat ukuran serta tatakelola kesehatan yang baik;

5. Tersedianya sumber daya kesehatan untuk Daerah Terpencil, Perbatasan dan Kepulauan (re. Target Pencapaian Standar Pelayanan Minimal);

6. Tersedianya sumber daya kesehatan untuk Daerah Bermasalah Kesehatan dengan kategori Buruk/Khusus (re. Target Pencapaian Standar Pelayanan Minimal);

7. Tersedianya sumber daya kesehatan dan peraturan perundang-undangan untuk mendukung pengembangan rumah sakit yang terakreditasi internasional.

Tagline

Tujuan Reformasi Kesehatan Masyarakat, dicapai melalui penyelenggaraan sistem kesehatan yang mempunyai nilai-nilai sebagai berikut :1. Pro Rakyat, yang maknanya semua program

pembangunan kesehatan haruslah menghasilkan yang terbaik untuk rakyat;

2. Inklusif, yang maknanya semua program pembangunan kesehatan haruslah melibatkan semua pihak, karena pembangunan kesehatan tidak mungkin hanya dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan saja.

3. Responsif, yang bermakna bahwa program kesehatan haruslah sesuai dengan kebutuhan dan keinginan rakyat.

4. Efektif, yang bermakna bahwa program kesehatan haruslah menghasilkan sesuatu yang signifikan.

5. Bersih, yang dimaknai bahwa program kesehatan harus bersih dari KKN, dan tidak memiliki muatan-muatan yang tidak berkaitan dengan kesehatan.

Media Utama

20 Mediakom No.XXIII/APRIL/2010

1. Jaminan Kesehatan Masyarakat

Saat ini cakupan kepesertaan jaminan kesehatan dengan berbagai cara penjaminan baru mencapai 50,8% dari seluruh penduduk dengan kontribusi terbesar dari peserta Jamkesmas untuk masyarakat miskin dan tidak mampu yang pembiayaannya ditanggung negara yang berjumlah 76,4 juta jiwa (+ 36 %). Setiap individu, keluarga dan masyarakat berhak memperoleh perlindungan terhadap kesehatannya sehingga negara bertanggung jawab mengatur dan membuat skema agar terpenuhi hak hidup sehat bagi penduduknya termasuk bagi masyarakat miskin dan tidak mampu.

Oleh karena itu, jaminan kesehatan yang merupakan sebuah sistem yang memungkinkan seseorang terbebas dari beban biaya berobat yang mahal yang menyebabkan gangguan pemenuhan kebutuhan dasar hidup perlu diperluas kepesertaannya menjadi kepesertaan semesta, serta kualitas penyelenggaraannya melalui reformasi pembiayaan kesehatan agar pada waktunya mencakup semua penduduk sesuai amanat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).

Jaminan Kesehatan Semesta adalah suatu keadaan seluruh penduduk yang tinggal di Indonesia memiliki jaminan kesehatan dikembangkan dengan prinsip asuransi sosial yang meliputi : kepesertaan yang bersifat wajib dan non diskriminatif bagi kelompok formal (penerima upah), informal (tidak menerima upah) dan masyarakat miskin (penerima bantuan iuran) dengan manfaat pelayanan medis yang sama (prinsip ekuitas), dan pelayanan dapat diakses secara nasional (prinsip portabilitas), bersifat komprehensif, dengan manfaat pelayanan kesehatanyang komprehensif.

Kepesertaan dalam program Jaminan Kesehatan sesuai UU No. 40 tahun 2004 bersifat wajib. Kepesertaan yang bersifat wajib dimaksudkan agar seluruh rakyat menjadi peserta Jaminan Kesehatan sehingga masyarakat dapat terlindungi kesehatannya. Makna fisiologis dari kepesertaan wajib adalah agar terjadi subsidi silang antara yang kaya dan miskin, yang sehat dan sakit, yang tua dan muda serta yang berisiko sakit tinggi dan berisiko sakit rendah. Penerapan disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat dan pemerintah serta kelayakan penyelenggaraan program Jaminan Kesehatan.

Sasaran kepesertaan wajib dalam Jaminan Kesehatan mencakup seluruh penduduk Indonesia, termasuk orang asing yang bekerja dan tinggal di Indonesia paling sedikit 6 (enam) bulan berturut-turut.

Strategi yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut adalah dengan meningkatkan cakupan/perluasan kepesertaan jaminan kesehatan agar mencakup 100% penduduk (universal coverage)

dengan cara mempertahankan kesinambungan jaminan kesehatan masyarakat miskin (penerima bantuan iuran), mengakselerasi jaminan kesehatan pada sektor formal (penerima upah), pengembangan jaminan kesehatan kelompok informal (tidak menerima upah) dengan pemberian subsidi pada kelompok informal.

Langkah-langkah yang perlu dilakukan secara terstruktur yakni : analisis potensi kepesertaan, sosialisasi dan advokasi, implementasi dengan penyiapan regulasi serta badan penyelenggara jaminan kesehatan tersebut. Tahapan perluasan kepesertaan tersebut dilakukan sebagai berikut; yakni tahap 2010 : pengembangan kepesertaan Jamkesmas pada kelompok informal sebagai tambahan Penerimaan Bantuan Iuran (PBI), pengembangan pada penerima bantuan iuran Pemerintah Daerah dan pengembangan kepesertaan pada kelompok formal.

Tahap 2011 : pemantapan pada kepesertaan Jamkesmas pengembangan pada PBI Pemda, pengembangan kepesertaan pada kelompok formal dan pada kelompok informal mampu.

Tahap 2012 : pemantapan pada kepesertaan Jamkesmas, pemantapan pada penerima bantuan iuran Pemerintah Daerah, pengembangan kepesertaan pada kelompok formal dan kelompok informal mampu.

Tahap 2013 : pemantapan pada kepesertaan Jamkesmas, pemantapan pada penerima bantuan iuran Pemerintah Daerah, pengembangan kepesertaan pada kelompok formal dan kelompok informal mampu.

Tahap 2014 : pemantapan pada kepesertaan Jamkesmas, pemantapan pada penerima bantuan iuran Pemerintah Daerah, pengembangan kepesertaan pada kelompok formal dan pengembangan serta monitoring dan evaluasi.

Untuk mendukung pencapaian kepesertaan semesta jaminan kesehatan diperlukan regulasi pendukung. Regulasi-regulasi tersebut adalah : UU BPJS yang diperkirakan dapat diselesaikan paling lambat tahun 2011, PP-PBI yang diharapkan selesai pada tahun 2010,

Media Utama

No.XXIII/APRIL/2010 Mediakom 21

Perpres jaminan kesehatan yang juga diharapakan selesai tahun 2010, Perpres mengenai penyaluran, pemanfaatan dan pertanggungjawaban dana jaminan kesehatan di PPK yang diharapkan selesai pada 2010. Permenkes mengenai NSPK pembiayaan kesehatan yang akan diselesaikan pada 2010, serta regulasi Pembentukan UPT Badan Pengelola Jamkesmas dengan BLU yang juga akan diselesaikan pada tahun 2010.

Perluasan cakupan kepesertaan jaminan kesehatan dilakukan sejalan dengan penyediaan pelayanan melalui pengembangan pemberi pelayanan kesehatan. Pengembangan PPK sebagai jaringan pelayanan tersebut diproyeksikan sebagai berikut : RS, Balai Kesehatan, Klinik spesialis dll; pada tahun 2010 berjumlah 1200, tahun 2011 berjumlah 1350, tahun 2012 berjumlah 1500, tahun 2013 berjumlah 1550 dan tahun 2014 berjumlah berjumlah 1600.

Demikian pula pengembangan pemberi pelayanan kesehatan tingkat dasar (Puskesmas, Dokter Keluarga, dll) juga akan dilakukan secara bertahap yakni; pada tahun 2010 berjumlah 9000, tahun 2011 berjumlah 12.000, tahun 1012 berjumlah 16.000, tahun 2013 akan berjumlah 18.000 serta pada tahun 2014 akan berjumlah 20.000.

Sejalan dengan itu, untuk pengelolaan program, perlu dikembangkan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Pengembangan Badan Penyelenggara tersebut

dilakukan dengan mempertimbangkan masa transisi sambil terbentuknya BPJS menurut UU No 40 tahun 2004 tentang SJSN yang diproyeksikan akan selesai paling lambat tahun 2012.

Tahapan pengembangan ini dilakukan sebagai berikut: tahun 2010 badan penyelenggara terdiri dari Jamkesmas, PT Askes (Persero), PT (Persero) Jamsostek, PT Asabri, Asuransi komersial lainnya. Dalam tahun 2010 juga diharapkan terjadi perubahan dari bentuk TP Jamkesmas saat ini menjadi UPT Badan Pengelola Jamkesmas (BLU).

Tahun 2011 : Penyelenggara jaminan kesehatan terdiri dari UPT Badan Pengelola Jamkesmas (BLU, PT Askes (Persero), PT (Persero) Jamsostek, PT Asabri, Asuransi komersial lainnya. Seterusnya tahun 2012 diharapkan telah terbentuk BPJS menurut UU Pembentukan BPJS sebagaimana amanat UU No 40 tahun 2004 tentang SJSN yang seterusnya akan berperan sebagai penyelenggarajaminan kesehatan.

Perluasan cakupan kepesertaan (termasuk kesinambungan jaminan kesehatan masyarakat miskin) yang diharapkan pada implementasi pencapaian kepesertaan jaminan kesehatan semesta tersebut adalah: : pada tahun 2010 sebanyak 148,26 juta, tahun 2011 sebanyak 178,81 juta, tahun 2012 sebanyak 201,18 juta, tahun 2013 sebanyak 229,87 juta serta pada tahun 2014 mencapai 245,3 juta penduduk (100% penduduk).

2. Pelayanan Kesehatan di DTPK

Dalam rangka memberikan pemerataan akses pada pelayanan kesehatan yang berkualitas, maka pemerintah sudah seharusnya memberikan perhatian khusus bagi masyarakat yang tinggal di daerah terpencil, perbatasan dan kepulauan. Merujuk pada Visi Pembangunan Kesehatan di dalam perencanaan strategis tahun 2010-2014, yaitu masyarakat mandiri yang sehat dan berkeadilan, maka dalam batasan ini berkeadilan dimaknai sebagai tidak memberikan dalam jumlah yang sama terhadap permasalahan yang berbeda, seperti misalnya : pelayanan kesehatan yang diperlukan di daerah terpencil, perbatasan dan kepulauan (DTPK).

Masyarakat di daerah terpencil, perbatasan dan kepulauan menghadapi berbagai permasalahan yang sangat spesifik. Isu strategis terkait dengan penyelenggaraan pelayanan kesehatan di Daerah Tertinggal, Perbatasan dan Kepulauan (DTPK) adalah sebagai berikut : 1) Kondisi geografi yang sulit dan iklim/cuaca yang sering berubah; 2) Status kesehatan masyarakat yamg masih rendah; 3) Beban ganda penyakit; 4) Terbatasnya sarana (terutama jalan, listrik dan air) dan prasarana pelayanan kesehatan di DTPK; 5)

Terbatasnya jumlah, jenis, dan mutu SDM kesehatan; 6) Pembiayaan kesehatan yang belum fokus dan sinkron; 7) Belum terpadunya perencanaan program dan pelaksanaan kesehatan lapangan; serta 8) Lemahnya pengendalian program.

Mengingat kompleksitas masalah yang dihadapi dan keragaman permasalahan di masing-masing DTPK, pendekatan yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut tidak bisa disamakan dengan

Media Utama

22 Mediakom No.XXIII/APRIL/2010

daerah lainnya, terutama pendekatan yang berkaitan dengan kedaulatan (souvereignity approach) dan pendekatan ekonomi (prosperity approach).

Pembangunan yang dilaksanakan di daerah terpencil, perbatasan dan kepulauan harus dilaksanakan secara terpadu, sinergis dan berkesinambungan oleh seluruh sektor. Perumusan dan pengembangan kebijakan ketenagaan kesehatan perlu mempertimbangkan berbagai faktor lingkungan strategis seperti keadaan goegrafis suatu wilayah, kemampuan fiskal daerah, dan harus disesuaikan dalam rangka desentralisasi. Pertimbangan berbagai konteks kebijakan dalam perumusan dan pengembangan kebijakan kesehatan sangat penting dalam menjamin efektivitas implementasi dari kebijakan tersebut.

Sasaran yang ingin dicapai dalam pelayanan kesehatan di DTPK antara lain sebagai berikut : 1) Pemenuhan SDM Kesehatan di DTPK melalui

peningkatan penempatan tenaga kesehatan di DTPK dan mengembangkan mekanisme rekrutmen penerima bantuan biaya pendidikan tenaga kesehatan yang berasal dari DTPK; 2) Peningkatan kemampuan SDM Kesehatan di DTPK melalui pelatihan pelatihan; 3) Penyediaan, pemerataan dan menjamin keterjangkauan sediaan farmasi dan alat kesehatan di seluruh fasilitas kesehatan di DTPK; 4) Peningkatan akses transportasi untuk pelayanan kesehatan yang bermutu di DTPK; 5) pemenuhan pembiayaan operasional kesehatan melalui Bantuan Operasional Kesehatan (BOK); 6) Pengembangan kebijakan-kebijakan tentang standar pelayanan kesehatan yang spesifik untuk DTPK, kebijakan tentang standar tenaga kesehatan strategis sebagai kelengkapan pelaksanaan PP 38 tahun 2007 (Bidang Kesehatan), dan kebijakan tentang standar kompetensi spesifik bagi tenaga kesehatan yang dibutuhkan di DTPK.

3. Ketersediaan Obat dan Alat Kesehatan di Setiap Fasilitas Kesehatan Serta Pengembangan Obat Tradisional (Jamu).

Capaian MDGs harus didukung oleh akses obat yang aman, berkhasiat dan bermutu serta terjamin dalam jenis dan jumlah sesuai kebutuhan pelayanan kesehatan, khususnya program KIA,Malaria, TB dan HIV/AIDS. Namun data di lapangan menunjukkan rata-rata ketersediaan obat tahun 2008 masih belum mencukupi, yaitu sebesar 78% dari kebutuhan riil pengobatan dasar.

Disamping disparitas ketersediaan obat nasional, terjadi disparitas berdasarkan wilayah, yaitu antara wilayah Barat dan Tengah (88%) dan wilayah Timur (58%). Berdasarkan kelas terapi, juga terlihat kekurangan ketersediaan obat program TB (7,9 bulan/tahun) dan antibiotik (10,1 bulan/tahun).

Bedasarkan anggaran, sampai dengan tahun 2008 pembiayaan pemerintah pusat dan daerah utnuk belanja obat pelayanan kesehatan dasar baru mencapai Rp. 13.000,-/kapita/tahun. Sedangkan WHO merekomendasikan minimal 2 USD/kapita/tahun (setara Rp.18.000,- s/d Rp. 20.000,-).

Pelayanan kefarmasian belum sesuai standar, karena terbatasnya tenaga Apoteker di Puskesmas dan Belum optimalnya peran Apoteker di rumah sakit, yang pada akhirnya mempengaruhi pencapaian mutu pelayanan kesehatan. Sementara itu masih ditemukan penggunaan obat yang belum rasional, antara lain pengobatan sub terapetik, pengobatan yang tidak sesuai dengan standar terapi dan ketidakpatuhan pemakaian obat sesuai dosisnya. Penerapan penggunaan obat yang rasional

merupakan faktor kunci untuk mencapai efektivitas dan efisiensi biaya pengobatan, utamanya program KIA, Malaria, TB dan HIV/AIDS.

Peran bidang kefarmasian dalam reformasi kesehatan masyarakat sangat penting dalam penentuan strategi “health-seeking” yang memadai, termasuk penggunaan obat yang rasional dan efisiensi pembiayaan obat serta akses dan informasi obat.

Pelayanan kefarmasian merupakan salah satu pilar dari 3 (tiga) pilar pelayanan kesehatan, yaitu pelayanan medik, pelayanan keperawatan dan pelayanan kefarmasian, sehingga pelayanan kefarmasian yang efektif dan efisien sangat diperlukan dalam peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan.

Agar pelayanan kefarmasian efektif dan efisien, sejajar dengan pelayanan medik dan pelayanan keperawatan, harus dilakukan perubahan mendasar paradigma dan sistem utamanya melalui penggerakan pengunaan obat rasional, rekonstruksi sistem dan revitalisasi program

Media Utama

No.XXIII/APRIL/2010 Mediakom 23

pelayanan farmasi klinik di rumah sakit dan komunitas, yang berfungsi dan bersifat inklusif dan responsif. Disamping itu perlu dilakukan perubahan kebijakan mendasar dalam menempatkan dan meningkatkan peran Apoteker dan tenaga teknis kefarmasian di rumah sakit dan puskesmas yang akan dievaluasi melalui sistem akreditasi rumah sakit dan puskesmas.

Mempertimbangkan disparitas dan berbagai kelemahan di atas, reformasi di bidang ketersedian obat dan alat kesehatan di setiap fasilitas kesehatan menjadi sangat penting, relevan dan kontekstual. Sasaran yang ingin dicapai dari prioritas ini adalah sebagai berikut : 1) Peningkatan ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat, terutama obat esensial

untuk program KIA, Malaria, TB, HIV/AIDS serta efisiensi pembiayaan obat melalui penerapan “health/medicine account” dan prinsip farmakoekonomi; 2) Peningkatan pelayanan kefarmasian yang efektif dan efisien, termasuk penggunaan obat yang rasional, sebagai salah satu pilar palayanan kesehatan untuk mencapai target MDGs; 3) Peningkatan keamanan, khasiat dan mutu ketersediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan yang beredar serta melindungi masyarakat dari penggunaan yang salah dan penyalahgunaan obat; dan 4) Upaya kemandirian di bidang obat bahan baku obat dan obat tradisional Indonesia melalui pemanfaatan keanekaragaman hayati.

4. Reformasi Birokrasi Pembangunan Kesehatan

Reformasi Birokrasi pada hakikatnya merupakan upaya untuk melakukan pembaruan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan, terutama menyangkut aspek-aspek berikut : kelembagaan (organisasi), ketatalaksanaan (business process), dan sumber daya manusia aparatur.

Reformasi Birokrasi Bidang Kesehatan diharapkan mampu menjawab berbagai permasalahan termasuk perubahan pada perbaikan dalam manajemen Perencanaan, Pelaksanaan, dan Pengawasan yang cost effective, mampu menampilkan Postur Organisasi/Kelembagaan ke depan dengan prinsip organisasi yang modern “Ramping Struktur dan Kaya Fungsi”, mampu diukur melalui kinerja dan terwujudnya peningkatan pengawasan yang pada akhirnya mampu mewujudkan pengelolaan keuangan dengan kinerja yang baik (Wajar Tanpa Pengecualian). Sasaran yang ingin dicapai dalam perubahan penyelenggaraan pembangunan kesehatan dilakukan dengan 2 (dua) upaya pokok, yaitu :

PERTAMA, redefinisi fungsi unit utama di lingkungan Kementerian Kesehatan sehingga terjadi pemilahan dan sekaligus perumpunan fungsi baru yang lebih sesuai dengan tuntutan perubahan yang berasal dari lingkungan internal dan eksternal organisasi. Redefinisi fungsi dari unit utama Kementerian Kesehatan dilakukan melalui kegiatan pokok, yaitu :a. Redefinisi visi, misi dan strategi Kementerian

Kesehatan untuk periode waktu 2010-2014 dengan langkah-langkah : (1) Melakukan review arahan Presiden pada Rapat I Kabinet Indonesia Bersatu 2, hasil National Summit 2009, RPJMN Kesehatan 2010-2014, Renstra Kementerian Kesehatan 2010-2014, UU No. 36/2009 tentang Kesehatan, UU No. 44/2009 tentang Rumah Sakit, UU No. 25/2009 tentang

Pelayanan Publik, PP No. 38/2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah, PP No. 41/2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah; (2) Menyelenggarakan semiloka Visi, Misi dan Strategi Kementerian Kesehatan2010-2014; dan (3) Melakukan sosialisasi visi, misi, dan strategi Kementerian Kesehatan 2010-2014.

b. Restrukturisasi Kementerian Kesehatan untuk mewujudkan postur organisasi/kelembagaan

kedepan dengan prinsip organisasi yang modern “Ramping Struktur dan Kaya Fungsi”, maka akan dilakukan langkah-langkah : (1) Melakukan analisis kebutuhan fungsi baru Kementerian Kesehatan; (2) Menyelenggarakan semiloka fungsi baru Kementerian Kesehatan; (3) Melakukan analisis fungsi jabatan struktur baru unit utama Kementerian Kesehatan; dan (4) Sosialisasi struktur baru unit utama Kementerian Kesehatan.

c. Studi bebankerja potensial untuk masing-masing unit organisasi, dengan langkah-langkah sebagai berikut : (1) Membuat kerangka acuan kerja dan proposal studi beban kerja potensial; (2) Melaksanakan studi beban kerja potensial; (3) Memanfaatkan data beban

Media Utama

24 Mediakom No.XXIII/APRIL/2010

kerja potensial untuk pengembangan struktur baru Kementerian Kesehatan; dan (4) Penyiapan kelengkapan persyaratan administrasi struktur baru Kementerian Kesehatan.

KEDUA, Penajaman implementasi desentralisasi kewenangan dalam bidang kesehatan antara pemerintah, pemerintah daerah provinsi serta pemerintah daerah kabupaten/kota (Re. PP No. 38/2007). Hal ini dilakukan melalui :a. Penyusunan tatalaksana (business process) yang

menghasilkan standar prosedur operasional untuk setiap proses kerja dalam pengelolaan dan penyelenggaraanupaya kesehatan, dengan langkah-

langkah, yaitu : (1) Identifikasi proses kerja didalam organisasi; (2) Identifikasi prosedur untuk setiap proses kerja di dalam organisasi; (3) Pengembangan alur kerja; (4) Penetapan standar prosedur kerja; dan (5) Sosialisasi standar prosedur kerja.

b. Elektronisasi dokumentasi/kearsipan untuk semua kegiatan pengelolaan dan penyelenggaraan upaya kesehatan, dengan langkah-langkah yaitu : (1) Penyusunan kerangka acuan kerja dan proposal kegiatan elektronisasi dokumentasi; (2) Identifikasi kebutuhan elektronisasi dokumentasi; (3) Perencanaan pengadaan elektronisasi dokumentasi; (4) Proses pengadaan elektronisasi dokumentasi; (5) Pelaksanaan elektronisasi dokumentasi.

5. Bantuan Operasional Kesehatan (BOK)

Pembangunan kesehatan pada kurun waktu 2010-2014 memberi perhatian khusus untuk tercapainya tujuan Millennium Development Goals (MDGs). Sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan dasar baik upaya kuratif-rehabilitatif maupun promotif-preventif, Puskesmas dan jaringannya berperan penting dalam pencapaian indikator yang terkait dengan MDGs tersebut, yaitu penurunan angka kematian ibu, penurunan angka kematian anak, penurunan gizi buruk dan penanggulangan penyakit yang berpotensi wabah.

Saat ini indikator impact/output menunjukkan bahwa tujuan tersebut belum tercapai, asumsinya terutama disebabkan oleh masalah rendahnya biaya operasional yang membuat kinerja Puskesmas menjadi tidak optimal, khususnya pada kinerja yang menunjang upaya promotif dan preventif. Sampai saat ini besaran biaya operasional di Puskesmas relatif kecil, sangat bervariasi antar daerah dan masih terfragmentasi dari berbagai sumber (program teknis, proyek, daerah).

Padahal kebutuhan dana untuk melaksanakan kegiatan tersebut, misalnya kunjungan luar gedung ke lapangan, penyuluhan, imunisasi, kunjungan ke Posyandu, Ante Natal Care (ANC), dll, memerlukan biaya yang tidak sedikit yang tidak sepenuhnya dapat ditampung dalam struktur dana yang ada di Puskesmas saat ini. Begitu pula variasi kondisi Puskesmas yang begitu luas membuat variasi yang luas dari pencapaian target tersebut.

Oleh karena itu perlu dilakukan terobosan yakni reformasi pembiayaan kesehatan melalui penyaluran langsung dalam bentuk biaya operasional untuk memperlancar kinerja Puskesmas guna mendukung pencapaian target-target MDGs. Hal tersebut merupakan terobosan baru yakni memberikan dukungan biaya operasional non gaji dan non investasi dalam

bentuk Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) yang peruntukkannya ditentukan untuk kegiatan operasional pelaksanaan kegiatan di Puskesmas dan jaringannya dan manajemen penunjangnya, yang harus dibedakan peruntukkannya dengan pembiayaan Puskesmas yang non BOK.

Pemberian BOK dimaksudkan agar kinerja Puskesmas dalam melaksanakan pelayanan kesehatan dasar terutama promotif dan preventif dapat meningkat sehingga mempercepat pencapaian MDGs. BOK adalah bantuan operasional kesehatan untuk meningkatkan kinerja Puskesmas di bidang pelayanan kesehatan preventif dan promotif meliputi : KIA-KB, imunisasi, kesehatan lingkungan, promosi kesehatan, pencegahan penyakit dan pembinaan upaya kesehatan berbasis masyarakat seperti Posyandu, Polindes, Poskesdes. BOK merupakan bantuan sosial yang dipergunakan untuk kegiatan pelayanan kesehatan di dalam maupun di luar gedung Puskesmas dan jaringannya disediakan oleh Pemerintah.

Tujuan pemberian BOK adalah untuk mendukung implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) dalam percepatan pencapaian sasaran MDGs. Sasaran

Media Utama

No.XXIII/APRIL/2010 Mediakom 25

yang ingin dicapai dalam BOK adalah : 1) Tersedianya bantuan biaya operasional (non gaji, non investasi) untuk mendukung pelaksanaan kegiatan di puskesmas dan jejaring pelayanan kesehatan dasar lainnya; dan 2) Terselenggaranya kegiatan promotif dan preventif terakit dengan program KIA/KB, Imunisasi, Kesehatan Lingkungan, Promosi Kesehatan, Pencegahan Penyakit, serta pembinaan Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM).

Penghitungan alokasi BOK didasarkan pada klasifikasi Puskesmas berdasarkan : regionalisasi, IPKM, indeks kemahalan, tingkat kesulitan (geografis), jumlah penduduk, jumlah petugas kesehatan, Daerah Bermasalah Kesehatan (DBK).

Penetapan alokasi dana BOK Puskesmas dilakukan bertingkat dengan cara : Kepala Puskesmas menyusun kebutuhan dana BOK melalui mini lokakarya , dan mengusulkan kebutuhan dana BOK kepada Dinkes Kab/Kota. Tim Manajemen BOK Kab/Kota menilai dan merekapitulasi usulan BOK Puskesmas di wilayahnya dan mengajukan besaran alokasi anggaran BOK kepada Tim Manajemen BOK Provinsi.

Tim Manajemen BOK Kab/Kota menetapkan besaran usulan alokasi anggaran masing-masing Puskesmas melalui SK yang ditandatangani oleh Kepala Dinkes Kab/Kota. Tim Manajemen BOK Provinsi melakukan verifikasi dan rekapitulasi atas usulan BOK Kab/Kota dan mengusulkan alokasi anggaran BOK Provinsi ke Kementerian Kesehatan. Kementerian Kesehatan c.q. Ditjen Upaya Pelayanan Kesehatan menetapkan alokasi anggaran BOK per provinsi berdasarkan (penilaian usulan dari tim manajemen BOK provinsi) kriteria BOK (indeks IPKM dan IPM, jumlah penduduk dan sasaran, kemampuan fiskal daerah, kemiskinan, indeks kemahalan) dengan memperhatikan ketersediaan anggaran.

Dana BOK merupakan belanja mengikat bantuan sosial yang penggunaannya untuk operasional dan

manajemen penunjang operasional bersifat fleksibel sesuai kebutuhan lapangan dan dalam jangka panjang memerlukan sharing Pusat, Provinsi dan Kab/Kota dalam rentang kendali pengawasan penggunaan serta pertanggung-jawabannya.

Langkah-langkah yang dilaksanakan adalah : Perumusan konsep, implementasi dan langkah-langkah BOK (Januari 2010), disain Pilot Project (Januari 2010), pengusulan anggaran 2010 (Januari 2010), implementasi (Feb sd Des 2010), perbaikan desain atas dasar uji coba (Mei sd Juni 2010), penyusunan Juklak/Juknis, termasuk governance manual (Feb sd Sep 2010), diseminasi (Okt sd Des 2010) dan usulan anggaran 2011 (Maret 2010), dan tahun 2011 sd 2014 : implementasi seluruh Puskesmas.

Untuk mendukung pelaksanaan BOK maka dilakukan perumusan Perpres serta Kepmenkes yang diharapkan selesai pada awal 2010. Program BOK akan dimulai pada tahun 2010 melalui uji coba di beberapa daerah. Uji coba pelaksanaan BOK tersebut dilakukan di 7 regional (Jawa-Bali, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara, Papua). Tiap-tiap regional ditentukan 1 Kab/Kota dan pada setiap Kab/Kota tersebut, akan diluncurkan dana BOK pada semua Puskesmas dengan besaran Rp 10 juta/bulan/Puskesmas. Keseluruhan Kab/Kota berjumlah 17 Kab/Kota dan Puskesmas berjumlah 293 Puskesmas.

Selanjutnya pada 2011 s/d 2014, implementasi serentak dilakukan di seluruh Puskesmas di Indonesia yakni di 8.500 Puskesmas dengan besaran minimal Rp 10 juta/bulan/puskesmas untuk 8.500 Puskesmas sesuai pengkajian yang lebih dalam tentang kriteria unit cost.

Bersamaan dengan implementasi BOK pada tahun 2010, dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh BOK terhadap kinerja Puskesmas dalam melaksanakan kegiatan promotif preventif dalam mencapai SPM guna percepatan pencapaian target-target MDGs.

6. Penanganan Daerah Bermasalah Kesehatan

Disparitas pembangunan kesehatan antar wilayah dirasakan semakin melebar, hal ini ditandai dengan kesenjangan hasil pencapaian pembangunan kesehatan yang berbeda bermakna dari satu daerah terhadap daerah lainnya. Kondisi ini mengharuskan untuk dilakukan upaya-upaya yang lebih konkrit di dalam menyusun kebijakan pembangunan kesehatan dalam dimensi wilayah. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan perencanaan dan intervensi dengan mempertimbangkan besaran masalah sesuai dengan kebutuhan daerah tersebut.

Media Utama

26 Mediakom No.XXIII/APRIL/2010

Sasaran yang ingin dicapai dalam penanganan daerah bermasalah kesehatan adalah sebagai berikut : 1) Teridentifikasinya daerah (kabupaten/kota) bermasalah kesehatan berdasarkan Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat; 2) Tersusunnya model intervensi kesehatan untuk setiap kelompok masalah kesehatan; dan 3) Terselenggaranya pendampingan bagi daerah (kabupaten/kota) bermasalah kesehatan dalam penyusunan kebijakan dan perencanaan program upaya kesehatan yang spesifik untuk daerah tersebut.

Riskesdas memungkinkan diagnosa terhadap besaran masalah kesehatan pada tingkat kab/kota yang bermasalah di bidang kesehatan, melalui Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM); dengan demikian, dapat diketahui dimana daerah-daerah bermasalah tersebut dapat dipetakan berdasarkan peringkat kab/kota. Selanjutnya, melalui besaran masalah di dalam setiap pada variabel IPKM, dapat diungkap berbagai prioritas masalah yang memerlukan intervensi.

Penanganan Daerah Bermasalah Kesehatan (PDBK) melalui pendekatan Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM) akan menghasilkan penentuan peringkat daerah dalam pembangunan kesehatan, dengan demikian alokasi penganggaran dan

pembiayaan pembanguan kesehatan dapat difokuskan sesuai prioritas masalah melalui penajaman intervensi yang diperlukan. Perumusan alternatif model intervensi yang spesifik lokal dilakukan bersama antara tim PDBK dengan pengelola program setempat.

Prioritas masalah tercermin pada Status Kesehatan IPKM yang meliputi : Gizi, KIA, Penyakit, PHBS, Kesehatan Lingkungan dan Sumber Daya Manusia. Dari IPKM, jelas terlihat adanya “transisi epidemiologis” masalah kesehatan ganda, dimana di 91 daerah perkotaan didominasi oleh PTM seperti asma, tensi, kesehatan mental, gilut (gigi-mulut) dengan akses yankes, air bersih dan sanitasi yang lebih baik; sebaliknya, di 349 kabupaten utamanya pada KIA, Gizi Buruk-Kurang, Kesehatan lingkungan, dan Penyakit Menular (TBC, Malaria). Rasio dokter kota : kab adalah 1 : 28444 vs 1 : 8180 dan rasio bidan 1 : 2871 vs 1 : 2024 (PODES 2008).

Langkah berikutnya adalah bagaimana menyediakan biaya operasional bagi kegiatan di setiap Kab/Kota melalui Puskesmas baik untuk meningkatkan pelayanan (terutama Pelayanan Luar Gedung) maupun kegiatan di dalam gedung, agar dapat ditingkatkan pencapaian sasarannya terutama dalam pencapaian target MDGs.

7. Rumah Sakit Indonesia Kelas Dunia (World Class Hospital)

Rumah Sakit Indonesia Kelas Dunia (RSI-KD) adalah Rumah Sakit dengan komponen-komponen struktur dan proses yang bersertifikasi lengkap memenuhi standar-standar “Kelas Dunia” atau standar-standar “Internasional” oleh lembaga yang diakui Pemerintah berwenang untuk itu, serta outcome yang memberi penekanan pada keselamatan pasien, mutu asuhan yang tinggi, serta kepuasan pasien dan staf sesuai indikator-indikator Kelas Dunia atau Internasional. Beberapa rumah sakit di Indonesia memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi Rumah Sakit Indonesia Kelas Dunia (RSI-KD) melalui proses persiapan, peningkatan/pemenuhan standar, pelaksanaan dan monitoring dan evaluasinya.

Fakta menunjukkan bahwa jumlah warga negara Indonesia yang mencari pelayanan kesehatan ke luar negeri (Singapura, Malaysia, Thailand, Australia, China) terus meningkat. Menurut National Health Care Group International Business Development Unit (NHG IBDU) Singapura, 50 % pasien internasional yang berobat ke Singapura adalah Warga Negara Indonesia (WNI). Tercatat juga bahwa rata-rata jumlah pasien dari Indonesia yang berobat ke Malaysia adalah 12.000 orang per tahun atau 32 orang per hari. Beberapa alasan kunjungan berobat ke luar negari adalah karena alasan promosi rumah sakit, kemudahan transportasi, biaya bersaing, mutu

pelayanan, pemanfaatan teknologi kedokteran , serta kepercayaan terhadap dokter dan rumah sakit.

Sasaran yang diharapkan dalam Rumah Sakit Indonesia Kelas Dunia adalah sebagai berikut : 1) Berdirinya rumah sakit (publik, swasta) dengan akreditasi internasional di 5 kota yaitu Jakarta, Surabaya, Denpasar, Medan, dan Makassar; 2) Terselenggaranya pelayanan kesehatan dengan standar internasional sehingga mampu menjadi penyedia pelayanan kesehatan dari asuransi kesehatan internasional; 3) Terselenggaranya pelayanan kesehatan unggulan yang menjadi acuan standar internasional; dan 4) Terselenggaranya alih pengetahuan dan alih penugasan teknologi dari tenaga

Media Utama

No.XXIII/APRIL/2010 Mediakom 27

medik/paramedik asing bagi mitra kerjanya di rumah sakit tempat mereka bekerja atau di lingkungan yang lebih luas (forum organisasi profesi, perkumpulan seminat).

Tahapan perkembangan untuk 5 (lima) tahun ke depan diharapkan setiap tahunnya akan terbangun rumah sakit kelas dunia di 5 (lima) kota seusai dengan target yang telah ditetapkan yakni setiap tahun ada penambahan satu kota yang akan memiliki rumah sakit berkelas internasional tersebut. Rumah sakit potensial yang diharapkan dapat ditingkatkan menjadi RSI-KD adalah RS Sanglah Denpasar, RS Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, RS Hasan Sadikin Bandung, RS Sardjito Yogyakarta, RS Dr. Soetomo Surabaya, RS Adam Malik Medan, RS Wahidin Sudirohusodo Makassar, serta beberapa rumah sakit swasta seperti RS Siloam, RS Mitra, RS Graha Husada, dan lain-lain.

Dalam upaya mencapai sasaran dilaksanakan melalui 5 (lima) tahap, yaitu (1) tahap persiapan, (2) tahap peningkatan dan pemenuhan standar, (3) tahap pelaksanaan, (4) tahap monitoring dan evaluasi, serta (5) tahap pengembangan program. Dalam tahap persiapan dilakukan penetapan SK Menkes tentang RSI-KD,

penyusunan dan penetapan pedoman, penetapan Tim Assessor RSI-KD dan Tim Koordinasi Akreditasi RSI-KD, sosialisasi RSI-KD ke RS dan asosiasi RS, mendorong RS potensial untuk akreditasi RSI-KD, self assessment RS yang siap akreditasi RSI-KD, penetapan mekanisme sertifikasi, serta pemetaan RS potensial RSI-KD.

Dalam tahap peningkatan dan pemenuhan standar dilakukan peningkatan kompetensi assessor RSI-KD, sosialisasi internal RS, sosialisasi RSI-KD ke RS dan asosiasi RS, pemenuhan standar RSI-KD, pembinaan Tim RSI-KD RS, dan pertemuan LS/LP. Selanjutnya, dalam tahap pelaksanaan dilakukan self assessment RS, pemenuhan persyaratan RS, verifikasi oleh tim assessor, sertifikasi, penetapan RSI-KD, pemantapan program RI-KD, dan pertemuan lintas sektor/lintas program (LS/LP).

Dalam tahap monitoring dan evaluasi dilakukan bimbingan teknis RSI-KD, pengawasan pelaksanaan standar kelas dunia, peningkatan kemampuan RS potensial, dan pertemuan evaluasi LS/LP. Terakhir, dalam tahap pengembangan program dilakukan evaluasi instrumen RSI-KD, pengembangan tool assessment RSI-KD, dan penyusunan tool/instrument RSI-KD revisi.nSmd

Dalam memperingati Hari Kesehatan Sedunia (HKS) Kementerian Kesehatan menetapkan tema “Kota Sehat, Warga Sehat” dengan slogan “1000 Kota, 1000 Kehidupan”. Urbanisasi telah memunculkan tantangan sosial, kemiskinan, lingkungan, pendidikan,

kesehatan dan sebagainya. Untuk mengatasi, perlu program aksi melalui pengembangan kota berwawasan kesehatan. Dan partisipasi semua pihak perlu

Bangun Kota Berwawasan Kesehatan

Media Utama

28 Mediakom No.XXIII/APRIL/2010

ditingkatkan. Hari Kesehatan Sedunia

diperingati setiap tanggal 7 April, yang juga merupakan tanggal berdirinya Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) 62 tahun yang lalu. Pada tahun 2010 ini ditetapkan tema Urbanization and Health atau Urbanisasi dan Kesehatan.

Tujuan dipilihnya tema adalah untuk menyatukan langkah, meningkatkan kerja sama dan memperkuat komitmen pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota, organisasi kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan organisasi internasional, dalam mengupayakan pembangunan berwawasan kesehatan sebagai program unggulan daerah.

Selain tema, juga ditetapkan Slogan 1000 Kota 1000 Kehidupan mengandung makna ajakan dan motivasi agar pimpinan/penentu kebijakan dapat merumuskan dan menerapkan kebijakan publik berwawasan kesehatan, dan para tokoh dan penggerak masyarakat bersama-sama masyarakat melakukan aksi peningkatan kesehatan di lingkungan masing-masing.

TANTANGAN ABAD 21Kota biasanya identik dengan

kemajuan, kemudahan, fasilitas kota, lapangan kerja, gemerlapan dan lain sebagainya. Inilah yang mendorong masyarakat desa berbondong-bondong mengadu nasib pindah ke kota. Sayangnya, cukup banyak orang yang pindah ke kota terperangkap dalam kemiskinan, banyak anak dan kurang pendidikan.

Kaum miskin perkotaan hidup di lingkungan yang kurang sehat dan memiliki keterbatasan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dan pendidikan. Kekurangan berbagai hal seperti air minum yang aman, sanitasi, fasilitas kesehatan, keamanan dan informasi mengakibatkan kaum miskin kota pada risiko sakit dan kematian.

Bank Dunia memperkirakan lebih dari satu milyar orang (sepertiga penduduk dunia) tinggal di wilayah kumuh. “ Pertumbuhan penduduk secara cepat di perkotaan telah dan akan menjadi permasalahan global paling penting di abad ke 21. Lebih dari setengah penduduk dunia tinggal di kota dan jumlahnya akan terus bertambah ”, kata dr. Samlee Plianbangcang, Direktur Regional

WHO Asia Tenggara.Menurut Plianbangcang,

peningkatan mutu transportasi, infrastruktur, dan penyediaan teknologi “hijau” dapat meningkatkan kehidupan perkotaan, termasuk memperkecil jumlah masalah pernafasan, kecelakaan dan pada akhirnya membuat seluruh masyarakat menjadi sehat. “ Mengarusutamakan kesehatan ke dalam seluruh sistem, infrastruktur dan pelayanan bagi perkembangan perkotaan memperkecil risiko kerusakan kesehatan serta memperkecil kesenjangan”, ujar Direktur Regional WHO.

PEMERINTAH KOTA HADAPI TANTANGAN BESAR

Pada tahun 2009 di Indonesia lebih dari 43 persen penduduk tinggal di perkotaan. Diperkirakan pada tahun 2025 meningkat menjadi 60 persen. Akibatnya pemerintah kota akan menghadapi tantangan besar berupa kelangkaan air minum/air bersih, kepadatan lalu lintas, pencemaran udara, perumahan tidak sehat, kriminalitas, penggunaan minuman keras dan obat terlarang.

Sekadar contoh, menurut data Departemen Perhubungan dan BPS 2004, jumlah kendaraan bermotor tahun 2000 dan 2003 bertambah12 persen setiap tahun. Peningkatan ini diikuti peningkatan asap kendaraan yang mengeluarkan zat-zat pencemar berbahaya seperti karbon monoksida (CO), hidrokarbon (HC) dan oksida nitrogen (NOx).

Tidak mengherankan jika proporsi penyebab kematian di perkotaan pada kelompok umur 15-44 tahun adalah kecelakaan lalu lintas (13,4%), tuberkulosis (10,5%) dan penyakit hati (8%), data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007.

Semua persoalan di atas telah melampaui kemampuan pemerintah kota untuk membangun infrastruktur penting, akses ke layanan kesehatan dan sosial, serta kesempatan pendidikan sehingga

Media Utama

No.XXIII/APRIL/2010 Mediakom 29

berakibat tumbuhnya kemiskinan di perkotaan secara cepat.

KESEHATAN DI PERKOTAAN LEBIH KOMPLEKS

Masalah kesehatan di perkotaan lebih kompleks dan beragam, karena merupakan gabungan antara masalah kesehatan konvensional dan modern baik secara medis maupun kesehatan masyarakat, kata Menkes dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr. PH.

Menurut Menkes, masalah kesehatan konvensional dari aspek medis meliputi pelbagai penyakit infeksi dan menular, kurang gizi, dan penyakit yang terkait dengan lingkungan yang buruk. Dari aspek kesehatan masyarakat, masalah yang dihadapi adalah higiene dan sanitasi buruk, serta pengetahuan masyarakat terhadap kesehatan yang masih kurang.

Sedangkan masalah kesehatan modern dari aspek medis meliputi pelbagai penyakit degeneratif, kelebihan gizi, penyakit/kelainan mental, penyakit kelamin, kesehatan reproduksi, penyalahgunaan obat/Napza dan minuman keras, penyakit karena kekerasan dan kecelakaan. Dari aspek kesehatan masyarakat yaitu pemukiman kumuh, pencemaran udara, air dan tanah serta perilaku menyimpang karena berbagai keadaan tertekan dan stres, ujar Menkes.

DAMPAKNYA BAGI KESEHATANBadan Kesehatan Dunia

menempatkan urbanisasi sebagai masalah kesehatan yang tidak saja penting tetapi juga genting untuk diperhatikan. Keadaan perkotaan mempengaruhi kesehatan secara positif maupun negatif. Pendorong dasar atau penentu sosial seperti infrastruktur fisik, akses ke layanan kesehatan dan sosial, pemerintahan setempat, hingga distribusi pendapatan dan kesempatan pendidikan semuanya berada di perkotaan, dan sangat

mempengaruhi status kesehatan penduduk.

Hingga kini lebih dari 100 juta rakyat Indonesia masih kekurangan akses terhadap air minum yang aman. Survei Sosial-Ekonomi Nasional (Susenas) 2004 mencatat hanya 47 persen penduduk (termasuk 42 persen penduduk di perkotaan) yang dapat mengakses air minum dari sumber air yang aman.

Data Riset Kesehatan Dasar tahun 2007, menunjukkan, proporsi kematian pada umur 65 tahun ke atas karena penyakit tidak menular sedikit lebih tinggi di perkotaan (59,9%) daripada pedesaan (57%). Sedangkan proporsi penyakit infeksi di perkotaan yang menyebabkan

kematian adalah penyakit sistem pernafasan seperti tuberkulosis (6,3%), penyakit hati (4%) dan pneumonia (3,3%). Proporsi penyebab kematian empat terbesar pada kelompok umur >5 tahun di perkotaan adalah penyakit tidak menular yaitu stroke (19,4%), diabetes mellitus (9,7%), hipertensi (7,5%), tuberkulosis menduduki urutan keempat yaitu 7,3%.

Proporsi kematian karena penyebab obstetrik (5,4 persen) juga lebih tinggi di perkotaan. Di perkotaan proporsi kematian terbesar pada umur 5 – 14 tahun adalah akibat deman berdarah dengue (DBD) sebesar 30 persen.

Prevalensi nasional diabetes

mellitus pada penduduk >15 tahun di perkotaan adalah 10,2 persen, sedangkan obesitas sebagai faktor risiko sebesar 10,3 persen.

PROGRAM UNGGULAN DAERAHMelihat permasalahan di

atas, langkah antisipasi untuk meningkatkan kualitas lingkungan fisik dan sosial kota walaupun sudah dilakukan, tetapi intensitasnya perlu ditingkatkan. Peringatan HKS ke-62 ini hendaknya menjadi momentum untuk menyatukan langkah, meningkatkan kerjasama, dan memperkuat komitmen semua pihak untuk menjadikan pembangunan berwawasan kesehatan sebagai program unggulan daerah.

Kementerian Kesehatan menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada kepala daerah provinsi, kabupaten/kota yang telah menerapkan kebijakan atau peraturan berwawasan kesehatan. Kebijakan atau peraturan berwawasan kesehatan yang dimaksud adalah penyelenggaraan kabupaten/kota sehat; melaksanakan Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB); perluasan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di ruang publik seperti sekolah, pelayanan kesehatan, tempat kerja, tempat ibadah; juga memperluas ruang publik untuk penghijauan dan kegiatan olahraga, serta gerakan pasar sehat, ujar dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr. PH.

Penghargaan dan terimakasih juga disampaikan kepada kelompok-kelompok masyarakat yang peduli terhadap peningkatan kesehatan, sosial, dan lingkungan seperti komunitas peduli lingkungan, komunitas bike to work dan bike to school, dan sebagainya.

Kementrian Kesehatan akan terus mendorong dan mengharapkan lebih banyak lagi kelompok-kelompok masyarakat yang mengembangkan kegiatan inovatif lainnya, yang berkontribusi pada kesehatan masyarakat.n

Smd, dari berbagai sumber

Masalah kesehatan non medis yaitu

pemukiman kumuh, pencemaran udara, air

dan tanah serta perilaku menyimpang karena ber-bagai keadaan tertekan

dan stres

Media Utama

30 Mediakom No.XXIII/APRIL/2010

Setiap daerah terpencil, perbatasan dan kepulauan (DTPK) mempunyai keunikan tersendiri, khususnya letak geografis dan sumber daya

manusia kesehatan. Sehingga akan melahirkan keunikan dalam program pelayanan kesehatan yang diberikan. Hal ini sangat membutuhkan kreatifitas para penyelenggara pelayanan kesehatan di DTPK. Berikut ini kami sajikan potret pelayanan kesehatan dari Kabupaten Maluku Barat Daya, Sintang, Tolitoli, Alor, Provinsi Sultra dan Jambi.

Kabupaten Maluku Barat Daya Salah satu kabupaten pemekaran

baru di Propinsi Maluku yang diresmikan pada tanggal 16 September 2008 sesuai Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2008. Secara geografis, wilayah Kabupaten Maluku Barat Daya berbatasan laut dengan negara tetangga (Timor Leste).

Luas wilayah 72.427,2 km2, terdiri dari luas wilayah laut 63.779,2

km2, (88,1%) dan luas wilayah darat 8.648 km2 (11,9%), terdiri dari 48 buah pulau besar dan kecil dan terkosentrasi pada tiga gugus pulau, yaitu Gugus Pulau Babar, Gugus Pulau Leti Moa Lakor, Gugus Pulau-Pulau Terselatan. Ada 6 buah pulau terluar, 5 diantaranya berpenghuni yang berada di kawasan perbatasan negara.

Secara administratif, Kabupaten Maluku Barat Daya terdiri dari 8 Kecamatan, 117 buah Desa dan 45 Anak Desa yang tersebar di seluruh wilayah Kabupaten. Sebagian besar kecamatan terletak terpisah pada kepulauan. Jumlah penduduknya tahun 2008 sebanyak 71.405 jiwa yang terdiri dari penduduk laki-laki 34.914 jiwa, dan penduduk perempuan 35.387 jiwa dengan rata-rata tingkat pertumbuhan penduduk sebesar 1,46 persen.

Selama ini kurang tersentuh pembangunan, sehingga daerah ini sangat kekurangan sumber daya kesehatan. Belum mempunyai rumah sakit pemerintah maupun swasta, tapi puskesmas dan jaringannya relative merata di tiap kecamatan.

Karena kondisi geografi daerah kepulauan, kondisi alam yang sukit, masih banyak daerah akses pelayanan kesehatannya terbatas.

Jumlah puskesmas sebanyak 12 buah, terdiri dari 4 buah puskesmas dengan tempat tidur (perawatan) dan 8 buah puskesmas non tempat tidur (non perawatan) serta 39 buah puskesmas pembantu tersebar di seluruh wilayah. Sebagian dari prasarana fisik kondisinya tidak layak pakai sebagai sarana pelayanan kesehatan.

Jumlah dan penyebaran tenaga kesehatan sangat kurang, baik dari jumlah, jenis dan kualifikasi tenaga, sehingga belum memenuhi standar minimal tenaga di unit pelayanan kesehatan. Letak geografis yang terpencil menyebabkan daerah ini kurang diminati oleh tenaga kesehatan yang berasal dari daerah lain, apalagi yang berkualifikasi tenaga ahli/spesialis, sementara jumlah tenaga kesehatan anak daerah sangat terbatas. Tenaga kesehatan yang tersedia dokter umum 3 orang, bidan 40 orang dan perawat sudah melebihi target,

Potret Pelayanan Kesehatan di Berbagai DTPK

Media Utama

No.XXIII/APRIL/2010 Mediakom 31

tetapi jumlah tersebut sebagian besar lulusan SPK.

Sepuluh penyakit terbesar mala-ria, ispa, gastritis, mialgia, LBP, anemia, chepalgia, dermatitis, hipertensi dan TBC klinis. Permasahan yang dihadapi rendahnya personal hygiene, buang air besar dan sampah sembarangan tempat.

Kabupaten Tolitoli, SultengMerupakan salah satu kabupaten

di Provinsi Sulawesi Tengah, secara topografi cenderung perbukitan, pantai, dataran rendah dan

pegunungan. Mempunyai 70 desa tertinggal, 51 desa terpencil dan 46 desa sangat terpencil. Sarana kesehatan yang dimiliki 1 rumah sakit tipe C, 5 buah puskesmas rawat inap dan 9 buah puskemas non rawat inap. Sedang yankes miliki swasta, 3 rumah sakit bersalin, 16 dokter praktek, 16 bidan praktek, 6 buah apotik, 8 buah toko obat dan 3 buah optikal.

Sedangkan ketersediaan tenaga kesehatan 542 orang terdiri dari tenaga dokter spesialis 2 orang, dokter umum 12 orang, dokter gigi 4 orang, farmasi 22 orang, gizi 16

orang, perawat 272 orang, bidan 121 orang, kesehatan masyarakat 35 orang, sanitarian 29 orang dan teknisi medis 19 orang.

Sepuluh penyakit terbesar secara berturut-turut yaitu ISPA, Dermatitis, Anemia, Gastritid, Hipertensi, Asma, Artritis / Reumatik, Malaria Klinis, Rinitis allergi, dll. Untuk menanggulangi penyakit tersebut telah dilakukan penyuluhan, pembangunan poskesdes, pengadaan mobil pusling roda 4, pengadaan peralatan medis dan rehabilitasi infrastruktur kesehatan.

Kabupaten Sintang, KalbarSalah satu kabupaten di

Kalimantan Barat ini, mempunyai karakteristik wilayah dengan infrastruktur minim, pola kehidupan masyarakat berorientasi kepada negara tetangga, status ekonomi dan tingkat pendidikan masih rendah dan kepadatan penduduk sangat rendah dan tersebar. Sementara sarana transportasi 11 persen jalan terbuat dari kerikil, 58 persen jalan tanah rusak berat. Khusus untuk daerah DTPK sebagian besar melalui sungai dan jalan darat yang rusak berat. Sehingga untuk menembus daerah terpencil harus menggunakan kedaraan bahan bakar bensin campur dorong dari pengemudi dan penumpangnya.

Terkait dengan sarana kesehatan terdapat puskesmas 20 buah, puskes-mas rawat inap 6 buah, poskesdes 193 terdapat di 103 desa, pustu 41 buah dan polindes 101 buah.

Permasalahan spesifik daerah terpencil Kab. Sintang yaitu rendahnya akses dan mutu pelayanan kesehatan dasar, keterbatasan sarana dan prasarana, belum meratanya tenaga kesehatan, tingginya prevalensi penyakit menular seperti Malaria, TBC dan Chikungunya, rendahnya akses air bersih dan lingkungan, minimnya ketersediaan WC keluarga, kualitas SDM rendah dan status gizi juga masih rendah.

Pelayan kesehatan di daerah terpencil, perbatasan dan kepulauan

Media Utama

32 Mediakom No.XXIII/APRIL/2010

Kabupaten Alor, NTTKabupaten Alor merupakan

salah satu kabupaten di Propinsi NTT yang terletak di bagian timur laut, terdiri dari tiga pulau besar dan enam pulau kecil yang saat ini sudah ada penghuninya. Secara geografis, Kabupaten Alor merupakan daerah pegunungan tinggi yang dikelilingi oleh lembah-lembah dan jurang-jurang. 63,94% merupakan daerah kemiringan lebih dari 40º.

Secara Astronomis, Kabupaten Alor terletak antara Timur : 125º – 48º Bujur Timur, Barat, 143º – 48º Bujur Barat, Utara 8º – 6º Lintang Utara, Selatan 8º – 36º Lintang Selatan. Batas-batas wilayah Kabupaten Alor , Timur : Pulau-pulau di Maluku, Barat: Selat Lomblen Lembata, Utara: Laut Flores. Selatan: Selat Ombay dan Timor Leste.

Luas Wilayah Kabupaten Alor 2864.64 Km². Terdiri atas 17 kecamatan dan 175 Kelurahan/Desa. Sarana Kesehatan terdiri dari 1 buah RSUD Kabupaten, 21 buah Puskesmas, terdiri dari 6 buah Puskesmas perawatan dan 15 buah Puskesmas Non Perawatan dan 1 buah RS Lapangan/Bergerak. Mempunyai Puskesmas Pembantu 47 buah, Poskesdes 34 buah,

Polindes 94 buah, Puskesmas Keliling/Terapung 16 buah, Balai Pengobatan (BP) Swasta 2 buah, Apotik 3 buah dan Toko Obat 5 buah.

Untuk memberikan pelayanan kesehatan, Pemda memanfaatkan dana bansos DTPK untuk meningkatkan akses pelayanan kesehatan penduduk miskin di Daerah Terpencil, Perbatasan dan Kepulauan terutama daerah yang sangat sulit dijangkau melalui pelayanan kesehatan rutin Puskesmas. Menyelenggarakan pemberdayaan masyarakat untuk hidup sehat secara mandiri. Adapun sasaran kegiatan tahun anggaran 2008 terdiri dari 4 Puskesmas, 33 Desa. Tahun Anggaran 2009 terdiri dari 4 Puskesmas dan 24 Desa.

Provinsi SultraProvinsi Sultra memberi dukung-

an pembangunan kesehatan di DTPK Sultra dalam bentuk penyediaan sarana pelayanan kesehatan, ketersediaan tenaga kesehatan dan kader kesehatan yang bertanggungjawab terhadap pelayanan kesehatan, membentuk komite kesehatan sebagai tim penanggulangan masalah kesehatan dan komitmen peran-aktif stakeholders dalam mewujudkan

kesehatan masyarakat di DTPK.Dukungan tenaga kesehatan

berupa Tim Kesehatan Terpadu sebanyak 107 Orang terdiri dari 27 orang dari Dinkes Provinsi, 40 orang dari 8 Dinkes Kabupaten masing-masing 5 orang per Kabupaten dan 40 orang dari 8 Puskesmas masing-masing 5 orang per Puskesmas.

Pada pelaksanaan pelayanan kesehatan DTPK di lokasi dihadiri oleh 13 Orang petugas anggota tim, terdiri dari 3 orang dinkes Provinsi, 5 orang dinkes Kabupaten dan 5 orang petugas puskesmas.

Upaya pelayanan kesehatan difokuskan di 8 kabupaten yaitu Kolaka Utara, Kolaka, Konawe, Konawe Utara, Bombana, Muna, Buton dan Buton Utara. Setiap kabupaten satu desa terpencil yaitu Ponggi, Iwoimenggura, Mawa, Waturambaha, Terapung, Labulawa, Wulu dan Kampung Enta. Kegiatan dilaksanakan selama bulan desember 2009.

Adapun kegiatannya berupa penggerakan masyarakat untuk membangun komitmen masyarakat dalam bidang kesehatan, identifikasi masalah kesehatan, Pelatihan Kader dan TOMA, identifikasi dan Penyusunan Rencana Solusi Masalah Kesehatan dan pembuatan fasilitas sarana kesehatan.

Disamping itu menyelenggarakan pelayanan Kesehatan Masyarakat meliputi program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), perbaikan Gizi Keluarga, pencegahan dan penanggulangan penyakit, penyehatan lingkungan, promosi kesehatan dan pelayanan kefarmasian.

Provinsi JambiProvinsi Jambi merupakan bagian

dari Pulau Sumatera yang terletak di bagian wilayah timur. Letak geografis berada pada 0⁰450 - 2⁰450 Lintang Selatan dan antara 101⁰.100 - 104⁰.550 Bujur Timur dengan Luas Wilayah keseluruhan 53.435 Km². Batas Utara, Sumbar, Riau. Batas Selatan, Sumsel, Babel. Batas Barat, Sumbar, Bengkulu.

Media Utama

No.XXIII/APRIL/2010 Mediakom 33

Berbagai masalah yang masih menyelimuti di wilayah perbatasan Indonesia bukanlah hal baru. Sejak jaman

Orde Baru sampai saat ini belum ada upaya yang serius dalam mengatasi berbagai persoalan yang ada. Minimnya anggaran yang dialokasikan untuk membangun infrastruktur merupakan masalah klasik yang menyebabkan tingkat kesejahteraan masyarakat yang tinggal di daerah tersebut menjadi tetap terbelakang. Terhambatnya aksesbilitas dan transportasilah sebagai penyebab utama terhambatnya berbagai upaya pembangunan sektor lainnya, termasuk sektor kesehatan.

Dengan visinya “Masyarakat yang sehat Mandiri dan

Berkeadilan”, Depkes berupaya untuk memenuhi rasa keadilan dalam pelayanan kesehatan di daerah tersebut, Melalui Permenkes 1231 tahun 2007 tentang penugasan khusus SDM Kesehatan telah dilakukan program penugasan tenaga kesehatan di daerah terpencil, tertinggal, perbatasan dan Kepulauan (DTPK) sebanyak 131 orang di 35 Puskesmas di 12 Provinsi. Berbeda dengan yang sudah dilakukan sebelumnya, pada program ini Kemenkes menugaskan tenaga kesehatan secara tim yang terdiri dari tenaga dokter, dokter gigi, perawat, bidan dan sanitarian agar upaya kesehatan di daerah perbatasan dapat lebih maksimal.

Baru-baru ini Kemenkes telah melakukan monev terhadap tenaga kesehatan yang ditugaskan di DTPK di Kalbar dengan mengunjungi

4 puskesmas yang berbatasan langsung dengan Serawak Malaysia, yaitu di Puskesmas Entikong Kab. Sanggau, Puskesmas Puring Kencana Kab.Kapuas Hulu, Puskesmas Jagoi Babang Kab.Bengkayang, dan Puskesmas Sajingan Besar Kab. Sambas.

Monev yang dilaksanakan selama 5 hari mulai tanggal 11-15 Januari 2010 diikuti oleh Pusat Perencanaan dan Pendayagunaan Tenaga Kesehatan, Ditjen Yanmedik, Subdit DTPK Ditjen Binkesmas, Sekretariat Program 100 Hari dan Dinas Kesehatan Kalimantan Barat. Monev ini merupakan kelanjutan dari kegiatan yang telah dilaksanakan pada bulan Oktober 2009, dengan mengambil lokasi yang berbeda. Menurut Kepala Pusrengun Drs. Abdurachman, MPH sekaligus ketua rombongan, menyatakan bahwa tujuan monev

Monev Nakes di Beranda yang Masih TerabaikanOleh: Rahmat Kurniadi

Batas Timur, Kepri.Daerah tertinggal di Provinsi

Jambi berdasarkan Kepmen Pembangunan Daerah Tertinggal No. 001 tahun 2005 yakni : Sarolangun, dengan demografi perbukitan dan di kaki pegunungan. Berikutnya Tanjab Timur , dengan demografi sungai dan pinggir laut.

Secara umum masalah daerah terpencil yaitu sarana prasarana masih minim, bahkan ada desa yang belum punya Pustu atau Poskesdes. SDM Kesehatan (Bidan di

Desa) belum mengisi semua desa, bahkan ada desa yang sudah punya Poskesdes tapi Bidan Desa tidak rutin menetap.

Dana operasional puskesmas untuk menjangkau secara rutin ke desa terpencil masih terbatas. Sedangkan dana APBD untuk program peningkatan akses pelayanan kesehatan daerah terpencil (DTPK) belum tersedia. Pelayanan kesehatan dengan menggunakan Dana Bansos Yankes DTPK APBN 2008 dan 2009 belum

optimal, karena datangnya terlambat. Hasil pembangunan kesehatan

provinsi Jambi cukup baik, tapi disparitas masih sangat besar oleh karena secara geografis masih terdapat daaerah tertinggal dan desa terpencil. Pendanaan APBD bidang kesehatan masih sangat minim, diharapkan pada tahun 2011 telah teralokasi dana Yankes DTPK, baik secara program maupun operasional Puskesmas/Puskesmas Pembantu untuk menjangkau desa/dusun terpencil.nPra

Media Utama

34 Mediakom No.XXIII/APRIL/2010

adalah untuk mendapatkan gambaran pelaksanaan penugasan khusus bagi tenaga kesehatan yang ditempatkan, dan untuk melihat seberapa jauh efektifitas program tersebut. Diharapkan melalui monev ini, dapat diperoleh informasi yang memadai untuk penyempurnaan kebijakan di masa mendatang.

Daerah perbatasan, bukan persoalan biasa

Masalah daerah perbatasan di Indonesia masih berkisar pada keterbelakangan. Pemerintah sudah mencoba merubah mindset tentang daerah perbatasan bukan daerah terpencil tetapi daerah “terdepan”. Namun, pendekatan yang dilakukan sering pada sisi keamanan sehingga penanganannya baru pada penempatan prajurit TNI maupun doktrin kebangsaan. Sebetulnya masalah bukan hanya itu saja, namun ada masalah yang mendasar yang perlu diperhatikan yaitu aspek kesejahteraan dan psikologi sebagai bagian dari bangsa Indonesia. Rasa bangga sebagai warga negara Indonesia harus diperhatikan dengan meningkatkan pelayanan publik dan kemudan aksesibilitas dan interaksi yang lebih banyak dengan masyarakat Indonesia, bukan dengan negara tetangga.

Perbedaan yang mencolok antara daerah perbatasan dengan negara tetangga adalah ketersediaan infrastuktur yang sangat terbatas. Hal ini dirasakan oleh tim monev untuk mencapai puskesmas Puring Kencana, salah satu puskesmas di Kab. Kapuas Hulu yang berbatasan langsung dengan negeri Jiran. Sejujurnya

tim monev pun menjadi miris melihat kondisi yang sangat berbeda antara daerah perbatasan di Serawak dengan daerah perbatasan di Indonesia.

Untuk mencapai Puskesmas Puring Kencana, tim monev harus memasuki wilayah Serawak Malaysia melalui Entikong. Jalanan mulus dan bersih nampak terasa selama perjalanan di Negara Jiran. Memasuki wilayah Indonesia

tepatnya di Badau, tim monev harus berganti mobil untuk menuju Puskesmas Purin Kencana, karena sulitnya medan. “Kita harus pindah mobil, karena yang bisa lewat ke sana harus mobil double gardan” demikian instruksi dari dr. M. Subuh Kadinkes Kalbar kepada tim monev.

Desa Puring Kencana merupakan bagian dari Kecamatan Puring Kencana Kabupaten Kapuas Hulu, berbatasan langsung dengan Desa Batu Lintang, Kuching Serawak. Luas Kecamatan Puring Kencana 448,55km2. Penduduknya sekitar 2.000 jiwa. Seluruh jalan utama menuju Kec. Puring Kencana dari Badau rusak berat. Jika hujan deras, jalan yang seluruhnya tanah padsolik merah kuning itu becek. Susahnya mencapai lokasi ini dirasakan oleh tim monev. Beberapa kali anggota rombongan

tersesat, karena tidak ada petunjuk jalan. Tim monev pun harus bekali-kali turun dari mobil bila hendak melintasi jembatan kayu yang lapuk. Beberapa kali harus melintasi sungai akibat jembatan yang putus. Saat air sedang pasang, transportasi pun putus total.

Akibat jalan yang sangat buruk menyebabkan upaya rujukan untuk menyelamatkan pasien yang mengalami kondisi

emergency yang akan dirujuk ke pelayanan kesehatan lainnya menjadi sulit. Inilah yang sangat dirasakan oleh dr.M. Subuh selaku Kadinkes Provinsi Kalbar. “Masalah utama adalah buruknya kondisi jalan, bila ini dibenahi, maka semua persoalan akan segera dapat diselesaikan” demikian ditegaskan.

Sampai saat ini masyarakat Puring Kencana belum pernah menikmati hidup dengan listrik, walaupun sudah 65 tahun merdeka sebagai bagian dari Bangsa Indonesia. Keterasingan akibat susahnya aksesibilitas dan transportasi menyebabkan mereka lebih banyak berinteraksi dengan kebaikan negara tetangga. Mereka tidak perlu menggunakan paspor untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dari Malaysia

Masalah kesehatan adalahmasalah hak asasi. Apapun kondisi daerah yang ada, upaya kesehatan harus tetap dijalankan agar rakyat

tetap sehat.

Media Utama

No.XXIII/APRIL/2010 Mediakom 35

Merekapun mengenal dua mata uang, rupiah dan ringgit.

Kemenkes pun bertindak Daerah perbatasan memang

bukan persoalan biasa, oleh karenanya perlu upaya pembangunan yang tidak seperti biasa. Masalah kesehatan adalah masalah hak asasi. Apapun kondisi daerah yang ada, upaya kesehatan harus tetap dijalankan agar rakyat tetap sehat. Menyadari hal itu, Kemenkes telah membuat berbagai program untuk pembangunan kesehatan di wilayah tersebut. Pengiriman tenaga kesehatan di DTPK telah menjadi program 100 hari bidang kesehatan pada Kabinet Indonesia II. Target yang ingin dicapai sebanyak 131 tenaga kesehatan di 35 Puskesmas di 12 Provinsi.

Sulitnya ketersediaan dokter, sementara pelayanan kesehatan harus tetap dilakukan menuntut kompetensi tenaga kesehatan medis non dokter yang bertugas di DTPK harus ditingkatkan. Untuk itu akan segera diterbitkan Permenkes yang mengatur tindakan medis bagi perawat dan bidan yang bertugas, demikian dijelaskan oleh Kepala Pusrengun. Menurut dr. Mayang Sari dari Dit. Komunitas Kemenkes yang ikut dalam tim monev menjelaskan bahwa beberapa program peningkatan tenaga kesehatan di DTPK meliputi pelatihan GELS bagi dokter dan perawat , disamping program lain seperti peningkatan fungsi puskesmas menjadi puskesmas perawatan, bantuan operasional kesehatan, dan bantuan operasional posyandu.

Program lama yang masih terus dilanjutkan adalah pemberian

insentif bagi tenaga kesehatan yang ditugaskan di DTPK. Untuk dokter/dokter gigi sebesar Rp. 5 juta, bidan Rp.2,5 juta, bahkan untuk dokter spesialis Rp.7,5 juta. Agar tidak terjadi kecemburuan dan memenuhi rasa keadilan bagi PNS yang bekerja di DTPK maka akan segera diterbitkan Permenkes yang mengatur pemberian insentif tenaga kesehatan di daerah terpencil, tertinggal, dan perbatasan. Lebih lanjut dikatakan oleh Kepala Pusrengun bahwa ketiga Permenkes tersebut merupakan program 100 hari bidang kesehatan pada KB II yang tentunya akan segera diterbitkan sebelum 1 Februari 2010.

Selama kunjungan di berbagai puskesmas tersebut, tidak nampak satupun dari tenaga kesehatan yang merasa kecewa karena ditempatkan di daerah perbatasan. Hampir semua tenaga yang ikut program penugasan khususnya tenaga non dokter ingin memperpanjang penugasannya hingga suatu saat nanti dapat diangkat menjadi PNS. Mereka membutuhkan pelatihan, seperti bagaimana melakukan promosi dan pemberdayaan masyarakat yang benar.

Perlu upaya yang komprehensif

Penanganan masalah daerah perbatasan tidak dapat dilakukan secara parsial dan sektoral. Jelas, upaya ini hanyalah membuang-buang anggaran. Paling tidak ada 16 Kementerian teknis yang mesti terlibat secara bersama-sama dalam menuntaskan persoalan di daerah perbatasan.

Hadirnya Undang-Undang No. 43 tahun 2008 tentang

Wilayah Batas Negara nampaknya belum menjadi dasar untuk mengembangkan daerah perbatasan. Penguatan dan pemberdayaan warga perbatasan kurang diupayakan, termasuk di bidang kesehatan. Masyarakat setempat harus terus diupayakan agar mereka mampu mempraktekkan hidup sehat. Hal ini mengingat keterbatasan dan mahalnya pelayanan kesehatan akibat infra struktur yang buruk.

Sesuai amanat UU tersebut, pemerintah akhirnya menerbitkan Keppres tentang Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) untuk memaksimalkan pengelolaan wilayah RI baik perbatasan darat maupun laut. Dengan Keppres itu, diharapkan adanya koordinasi dengan baik dari seluruh instansi yang terkait dalam membangun wilayah perbatasan. Mudah-mudahan keberadaan BNPP dapat menghilangkan praktik menjual isu kemiskinan dan ketertinggalan untuk mendapatkan anggaran yang mungkin dilakukan oleh penentu kebijakan baik di Pusat maupun di Daerah.

Bagi Kemenkes, masalah daerah terpencil, tertinggal, dan perbatasan telah menjadi prioritas pembangunan keseahtan. Sehingga keberadaan BNPP akan sangat diharapkan untuk berkonstribusi dalam menangani masalah kesehatan di daerah tersebut.

Perlukah membuat asosiasi puskesmas daerah perbatasan Kalbar untuk menyuarakan aspirasi? Paling tidak gagasan ini telah disampaikan oleh penulis yang ikut serta dalam tim monev pada tulisan ini.nRk

Media Utama

36 Mediakom No.XXIII/APRIL/2010

Letak geografis yang sulit, sumber daya manusia rendah dan sangat terbatas akses transportasi dan informasi. Kondisi seperti

ini menjadi serba sulit untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakatnya. Banyak pengorbanan pikiran, tenaga, dana dan perasaan yang harus dikerahkan. Sudah begitupun hasilnya belum tentu optimal. Tapi apa daya itulah faktanya, Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri dari pulau-pulau. Apapun risikonya tetap harus dibela, bukti rasa persaudaraan dan nasionalisme.

Rapat koordinasi teknis (rakontek) pelayanan kesehatan daerah tertinggal, perbatasan dan kepulauan (DTPK) pada 10-13 maret 2010, yang diselenggarakan di Bandung, telah menjadi saksi hidup suka duka pelayanan kesehatan diberbagai daerah terpencil dan perbatasan di Indonesia. Para utusan

menceritakan betapa sulitnya menembus daerah perbatasan, karena jalan yang berlumpur dan terjal, jarak yang jauh dan sedikit penduduknya. Apalagi daerah tersebut juga belum ada listrik penerang, lengkap sudah suka duka itu. Ada sebagian petugas yang kapok, tidak sanggup menempuh beratnya medan perjalanan.

Pelaksanaan rakontek tak lepas dari suka duka. Panitia sudah mengirim surat kepada seluruh peserta pertemuan DTPK 15 hari sebelumnya, tapi ada saja daerah yang belum menerima sampai hari H pelaksanaan. Banyak juga yang menerima pemberitahuan menjelang hari H. Sehingga mereka tidak cukup waktu untuk mempersiapkan keberangkatan menghadiri pertemuan. Ada peserta yang mengabarkan kepada panitia, kalau dirinya tertahan di kabupaten karena masih harus menunggu pesawat esok hari. Bila perjalanan tersebut dilanjutkan, maka sampai di Bandung pertemuan sudah ditutup.

”Panitia meminta peserta datang ke Direktorat Bina Kesehatan Komunitas Kementerian Kesehatan”, ujar penanggung jawab program DTPK, drg Kartini Rustandi.

Menurut Direktur Bina Kesehatan Komunitas, dr. Bambang Sardjono, MPH pertemuan rakontek bertujuan untuk mensosialisasikan kebijakan pelayanan kesehatan (yankes) di DTPK, sekaligus untuk memperoleh masukan, masalah dan hambatan yang dihadapi para pelaksana yankes dilapangan. Selain itu, juga membahas persiapan pelaksanaan pelatihan penanggulangan gawat darurat dan penandatanganan kerjasama pelaksanaan bantuan sosial DTPK di 25 provinsi.

Menurut drg Kartini, pertemuan rakontek ini dihadiri oleh pengelola yankes DTPK provinsi yang terdiri dari 1 orang dinkes provinsi dan 1 orang tim pengelola yankes provinsi), 45 orang dinkes kabupaten / kota dan 37 Bappeda kabupaten / kota. npra

Suka Duka Pelayanan Kesehatan di Daerah Terpencil, Kepulauan dan Perbatasan

Stop Press

No.XXIII/APRIL/2010 Mediakom 37

Bicara rokok, terasa tak ada habisnya. Selalu menjadi topik yang menarik untuk dibicarakan. Sebab rokok dapat menjadi

lahan mengeruk keuntungan besar, terutama industri rokok. Sementara petani, hanya petani. Ia hanya mendapat sedikit hasil dari jerih payah menanam tembakau. Sedangkan para perokok baik pecandu maupun pemula menjadi pihak yang buntung akibat menghisap rokok. Sebab rokok akan membunuh 1 dari 2 orang pengguna rokok dalam jangka panjang. Mereka juga akan kehilangan 20-25 tahun umur produktif. Demikian ungkap Setyo Budiantoro dari Tobacco Control Support Centre ( TCSC) Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesis ( IAKMI) pada seminar rokok yang diselenggarakan oleh

Yayasan Pembangunan Kesehatan Indonesia, 3 April 2010 di FKM UI, Depok.

Siapa BuntungMenurut Setyo, prevalensi

perokok penduduk umur 15 tahun dari tahun 1995 sebanyak 64% dan tahun 2004 telah meningkat menjadi 78,2%. Bahkan di Tegal 2 dari 3 (66%) pelajar SMP Tegal telah merokok. Sedangkan prevalensi perokok menurut tingkat pendidikan, tahun 2004 sebanyak 67,3% mereka yang tidak sekolah atau tidak tamat SD menghisap rokok.

Padahal dampak mengkonsumsi tembakau memberi dampak langsung kepada individu, ekonomi rumah tangga, status gizi balita, kesehatan, biaya dan bahaya bagi perokok pasif. “ Konsumen tidak

mempunyai pilihan bebas lagi, kecuali tetap merokok, sebab hanya 2 % peserta yang dapat berhenti merokok dari seluruh konsumen yang berusaha berhenti merokok”, ujar Setyo.

Sedangkan dampak pada ekonomi rumah tangga, merokok menjadi faktor pemiskinan dan kurang gizi. Rata-rata pengeluaran bulanan tembakau dan sirih rumah tangga perokok menurut tingkat pendapatan. Data susenas tahun 2005 Indonesia tahun 1995-2005 nomor urut kedua (10,4%) setelah padi-padian ( 11,3%).

Perbandingan pengeluaran untuk rokok dan kebutuhan lain pada RT termiskin perokok yaitu 17 kali lipat dari daging, 5 kali lipat dari telur dan susu, 15 kali lipat dari pendidikan dan 9 kali lipat dari kesehatan. Pengeluaran rokok rata-rata rumah tangga Rp 117 ribu/bulan, lebih besar dari bantuan langsung tunai (BLT) Rp 100.000/ bulan. Bahkan 73,8 % KK rumah tangga merokok mempunyai pengeluaran mingguan rokok 22 %, beras 19% dan 11% lain-lain.

Studi menyimpulkan, belanja rokok menggeser kebutuhan makanan bergizi yang esensial untuk tumbuh kembang balita, sehingga menyebabkan anak sangat kurus, berat badan sangat rendah dan anak sangat pendek.

Sementara dampak rokok terhadap kematian balita, sesuai hasil studi Richard D Semba tahun 2000-2003 pada 360 ribu RT miskin kota/desa membuktikan kematian bayi dan balita lebih tinggi pada keluarga orang tua perokok. 1 dari 5 (20%) kematian balita berhubungan dengan perilaku merokok orang tua. Dengan kematian balita 162 ribu per tahun ( Unicef 2006), konsumsi

Bicara Rokok: Siapa Buntung Dan Siapa Untung ?

Ki-ka (mulai dari keempat dari kiri): Prof. dr. Budi Sampurna, Sp.F, SH (Biro Hukor Kemkes), dr. Hakim Sorimuda Pohan, Sp.OG(K) (tim perumus UU kesehatan), Drs. Chairul Anwar, Apt (komisi IX DPR-RI), dr. Satria Pratama, Sp.P (Dir. Eksekutif PAKSI), Setyo Budiantoro, MA (Tobacco Control Support Centre IAKMI)

Stop Press

38 Mediakom No.XXIII/APRIL/2010

rokok keluarga miskin menyumbang 32 ribu kematian/tahun atau 90 kematian balita / hari.

Siapa untungTren ekspansi perusahaan rokok

multinasional mengarah ke negara berkembang, termasuk Indonesia, mengapa? Umumnya negara berkembang mempunyai aturan yang longgar mengenai iklan rokok. Tidak adanya larangan penjualan rokok pada anak-anak, aturan yang sudah dibuat tidak ditegakkan dengan dengan benar. Misal aturan larangan merokok di tempat umum yang dikeluarkan Pemda DKI. Peraturan tinggal peraturan, merokok ditempat umum normal, tak ada pengurangan. Bahkan perokokpun tak merasa bersalah. Berbeda dengan Amerika dan Eropa, mereka mempunyai aturan yang ketat tentang iklan rokok.

Penguasaan perusahaan rokok multinasional telah dibeli oleh perusahaan asing, 99,7 % saham bentoel telah dibeli British American Tobacco ( BAT) tahun 2009, 98,2 % saham Sampoerna telah dimiliki oleh Philip Morris sejak tahun 2005. Sejak 5 tahun terakhir penjualan naik 2,2 kali lipat. Sebelum akuisisi oleh Philip Morris tingkat penjualan

14,7 triliun, setelah akusisi tingkat penjualan 39,0 triliun pada tahun 2009. Sedangkan keuntungan setelah akusisi naik 2,5 kali lipat. Sebelum akusisi keuntungan 1,41 triliun, setelah akusisi keuntungan 5,10 triliun.

Akibatnya, keuntungan berlipat dari penjualan rokok lari ke luar negeri, sedangkan yang menjadi korban berupa penyakit yang diderita oleh anak-anak dan orang miskin ditinggal di dalam negeri.

Bagaimana dengan petani tembakau? Mereka sama saja mederita kerugian. Jumlah lahan pertanian tembakau terus menurun. Dari 913 ribu hektar tahun 2001 menjadi 582 ribu hektar tahun 2007, turun hampir 40 %. Bahkan 2 dari 3 petani tembakau akan beralih ke usaha lain.

Selama 40 tahun (1961-2001) lahan pertanian tembakau berkisar 1,2% dari lahan pertanian semusim. Tahun 2005 merosot menjadi 0,86% atau anjlok seperempatnya. Sedangkan produksi rokok naik dari 35 milyar batang/tahun (1961) menjadi lebih dari 240 milyar batang/tahun. Berarti meningkat 7 kali lipat.

Sementara rantai perdangan tembakau dikuasai oleh pengusaha

rokok. Pabrik rokok mempunyai keleluasaan menentukan harga tembakau, sedang petani dalam keadaan setengah lemah. Rokok merupakan komoditas oligopoli, dimana pangsa pasar hanya dikuasai oleh 4 perusahaan besar. Tembakau dibeli murah oleh tengkulak dan dijual mahal ke pabrik rokok.

Sedangkan jumlah pekerja rokok 270 ribu atau 0,3% dari total tenaga kerja. Rata-rata upah bulanan buruh rokok hanya 62% dari upah pekerja semua industri, yakni rata-ratanya pada tahun 2006 Rp 670 ribu perbulan. Ditambah terjadi defisit ekspor – impor daun tembakau 23 ribu ton. Selesih dari ekspor 40 ribu ton dan impor 60 ribu ton.

Kesimpulannya, terjadi pemelintiran isu kesehatan berhadapan dengan petani, buruh dan tembakau. Untuk meningkatkan kesejahteraan petani tembakau, impor daun tembakau dibatasi dan rantai perdangan daun tembakau dipangkas. Upah buruh rokok dinaikkan. Sedangkan upaya pengendalian dampak tembakau terhadap kesehatan tidak mempunyai keterkaitan dengan kondisi petani tembakau dan buruh industri rokok nPra

Stop Press

No.XXIII/APRIL/2010 Mediakom 39

Kanker merupakan salah satu penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik di dunia maupun di Indonesia. Di dunia, 12% seluruh kematian disebabkan oleh kanker

sebagai pembunuh nomor 2 setelah penyakit kardiovaskular.

WHO dan Bank Dunia memperkirakan setiap tahun, 12 juta orang di seluruh dunia menderita kanker dan 7,6 juta di antaranya meninggal dunia. Jika tidak dikendalikan, diperkirakan 26 juta orang akan menderita kanker dan 17 juta meninggal karena kanker pada tahun 2030. Ironisnya, kejadian ini akan terjadi lebih cepat di negara miskin dan berkembang (International Union Against Cancer /UICC, 2009).

Di Indonesia prevalensi tumor/kanker adalah 4,3 per 1000 penduduk. Kanker merupakan penyebab kematian nomor 7 (5,7%) setelah stroke, TB, hipertensi, cedera, perinatal, dan DM (Riskesdas, 2007).

Kanker Payudara TertinggiKanker payudara adalah kanker tertinggi yang

diderita wanita Indonesia, dengan angka kejadian 26 per 100.000 perempuan, disusul kanker leher rahim dengan 16 per 100.000 perempuan. Data Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) tahun 2007 menyebutkan kanker payudara menempati urutan pertama pada pasien rawat inap di seluruh RS di Indonesia (16,85%), disusul kanker leher rahim (11,78%). Jauh lebih tinggi dari kanker bronchus dan paru pada pasien rawat inap

Kanker Dapat Dicegah

Stop Press

40 Mediakom No.XXIII/APRIL/2010

dari seluruh jenis kanker (5,8%).WHO memperkirakan, jumlah

penderita kanker rahim di Indonesia adalah salah satu yang terbanyak di dunia dengan potensi 200.000 wanita terkena per tahunnya.

Situs www.rsharapanbunda.com menyebutkan Badan Kesehatan Dunia (WHO) mencatat setiap tahun terdapat 7 juta penderita kanker payudara dan 5 juta orang meninggal dunia karena kanker payudara.

Dua puluh tahun lalu, kanker ditemukan pada wanita di atas 50 tahun tetapi sekarang juga menyerang banyak wanita yang

berusia dibawah 30 tahun. Seperti halnya kanker payudara, biasanya penderita kanker rahim mulai memeriksakan diri ke dokter saat mengalami keluhan berat yang umumnya terjadi pada stadium lanjut dan kecil kemungkinannya bisa disembuhkan.

Penyebab Kanker Menurut Direktur Pengendalian

Penyakit Tidak Menular dr. Yusharmen, kejadian penyakit kanker dipengaruhi banyak faktor risiko sebagaimana yang terangkum dalam Data Riskesdas tahun 2007. Disebutkan penyebab kejadian

kanker di Indonesia yaitu prevalensi merokok 23,7%, obesitas umum penduduk berusia 15 tahun pada laki-laki 13,9% dan pada perempuan 23,8%. Prevalensi kurang konsumsi buah dan sayur 93,6%, konsumsi makanan diawetkan 6,3%, makanan berlemak 12,8%, dan makanan dengan penyedap 77,8%. Sedangkan prevalensi kurang aktivitas fisik sebesar 48,2%.

Kendati demikian, menurut dr. Yusharmen, para ahli memperkirakan 40 persen kanker bisa dicegah dengan mengurangi dan menghindari faktor risikonya. Pencegahan itu antara lain dengan

Rima Melati Pagi itu seperti biasa, Frans (suami Rima-red)

membantu saya merapikan diri. Dia memang selalu menjaga saya sebaik mungkin. Saat

itu saya baru selesai kemoterapi. Frans mengambil sisir dan mulai menyisir rambut saya, tapi ia sangat kaget karena rambut saya rontok dan menempel disisir. “Aduh maaf, saya tidak sengaja. Saya menyakiti kamu,” begitu katanya. Frans mengambil rambut

itu dengan perasaan bersalah dan seolah ingin menaruhnya ditempat semula. “ Tidak apa-apa, kita tahu ini akan terjadi,” kata saya. Kami berpelukan dan saya merasa menjadi semakin kuat melawan kanker payudara saya karena saya tahu begitu besar kasih Frans pada saya. Dia selalu mendukung dan memberikan semangat untuk saya. Dialah Breast Friend saya.

Menjadi pasien kanker payudara dan menjalani terapi adalah perjalanan yang tidak mudah, bahkan sejak saat harus menerima kenyataan bahwa saya kena kanker payudara. Saat mengetahui ada benjolan di payudara, karena minimnya informasi dan tidak ada rasa sakit yang muncul, membuat saya tidak khawatir. Sampai akhirnya, ketika benjolan itu semakin besar, saya mulai curiga. Hasil USG membawa saya ke pemeriksaan lanjutan, mamografi.

Dan datanglah vonis itu. Saya positif terkena kanker payudara. Sakit luar biasa. Itu yang saya rasakan saat menjalani 6 kali kemoterapi dan 35 kali radioterapi. Rambut rontok sejak kemo pertama. Tapi saya ingin sembuh dan keinginan itu lebih kuat dari rasa sakit yang harus saya tanggung. Lebih dari itu, saya libatkan Tuhan . Dia yang memberikan daya hidup luar biasa dan saya yakin Dia selalu mendampingi saya.

Untuk seluruh wanita, jangan lupa selalu lakukan SADARI (Periksa Payudara Sendiri) secara rutin. Jangan malas! Jika ada benjolan segera lakukan pemeriksaan ke dokter. Jangan lupa untuk selalu berusaha hidup sehat. n

KA

PAn

LAG

I.CO

M

Stop Press

No.XXIII/APRIL/2010 Mediakom 41

melakukan gaya hidup sehat seperti tidak merokok, tidak mengonsumsi alkohol, menghindari paparan sinar ultraviolet berlebih, dan mencegah obesitas atau kegemukan.

“Caranya dengan banyak mengonsumsi buah dan sayur lima porsi sehari, dan kurangi makanan berlemak. Dan, yang tak kalah penting adalah beraktivitas fisik minimal 30 menit sehari. Ditambah dengan deteksi dini untuk mengurangi risiko terkena penyakit kanker,” tutur Yusharmen.

Pengendalian Kanker Sejak tahun 2007, proyek

percontohan pengendalian kanker leher rahim dan payudara melalui deteksi dini telah dikembangkan. Kegiatan ini menggunakan metode Inspeksi Visual dengan Asam asetat (IVA) dan pemeriksaan klinis payudara oleh petugas terlatih (Clinical Breast Examination/ CBE). Pilot proyek dilaksanakan di 6 provinsi yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, Jawa Timur, Sulawesi Selatan dan Sumatera Utara. Sampai sekarang, dengan dukungan

pemerintah daerah, kegiatan tersebut telah berkembang menjadi 11 Kabupaten/ Kota. Pada tahun 2010 ini, kegiatan akan direplikasikan ke 4 provinsi lainnya.

“Program ini untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat kanker serta meningkatkan kualitas hidup penderita kanker,” jelas dr. Yusharmen yang ditemui saat membuka seminar kanker dalam rangka peringatan Hari Kanker Sedunia, di Jakarta (22/4). Seminar diikuti pegawai dan Dharma Wanita dari 6 kementerian dan lembaga negara, organisasi profesi, dan LSM.

Menurut dr. Yusharmen, pada tahun ini, program pengendalian kanker paru juga akan dikembangkan. Pengendalian kanker paru dilaksanakan melalui pencegahan primer (promosi dan edukasi), sekunder (penemuan dini dan pengobatan segera), dan tersier (perawatan paliatif ). Pengendalian yang paling efektif dan efisien adalah dengan pencegahan primer, yaitu menerapkan gaya hidup sehat. ngi

Hari Kanker Sedunia diperingati

setiap tanggal 4 Februari.

Peringatan tahun ini mengangkat

tema Cancer can be Prevented too dan

untuk Indonesia menjadi Kanker Dapat Dicegah.

Tema Hari Kanker Sedunia tahun 2010

mengisyaratkan upaya bersama

mencegah kanker dengan

menghindari faktor risiko.

Olah raga bareng dalam rangka memperingati Hari Kanker Sedunia

Peristiwa

42 Mediakom No.XXIII/APRIL/2010

Derita Bilqis Anindya Passa (19 bulan), balita penderita atresia bilier atau tidak terbentuknya saluran empedu berakhir sudah. Ia menghembuskan napas terakhir tanggal 10 April 2010 jam 15.15 di ruang Pediatric Intensive Care Unit (PICU) RSUP Dr.

Kariadi Semarang, setelah 66 hari menjalani perawatan. Manusia boleh berusaha, tetapi Tuhan Yang Maha Esa jualah yang menentukan. Itulah yang dialami Tim Cangkok Hati RSUP Dr. Kariadi Semarang dibawah pimpinan dr. Yulianto Suwardi, Sp.BA.

Kendati tim dokter telah berjuang keras sejak Bilqis masuk rumah sakit pertama yang sukses melakukan cangkok hati pada tanggal 22 Februari lalu, namun

tidak membuahkan hasil. ” Dari aspek teknis medis, sumber daya manusia dan

peralatan ”, kami sudah siap melakukan operasi cangkok hati kepada Bilqis, ujar dr. Hendriani Selina, Sp. A (K), MARS, Direktur Utama RSUP Dr. Kariadi kepada Menkes dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr. PH saat mengunjungi Bilqis tanggal 23 Maret lalu.

Dr. Hendriani Selina yang didampingi Tim Cangkok Hati, menambahkan waktu yang diperlukan untuk operasi cangkok hati adalah 12-15 jam secara simultan, baik kepada pasien maupun kepada pendonor.

Kondisi pendonor yang tidak lain adalah ibunya sendiri yaitu Dewi Farida, kata dr. Hendriani sudah siap dan telah dinyatakan cocok untuk mendonorkan sebagian hatinya kepada sang anak. Namun untuk

Akhirnya Bilqis Pergi Untuk Selamanya

Menkes mengunjungi Bilqis di RSUP Dr. Kariadi Semarang

Peristiwa

No.XXIII/APRIL/2010 Mediakom 43

kondisi Bilqis sendiri masih perlu waktu 28 hari menunggu bertambahnya berat badan mencapai 9 kg (saat itu baru 8,8 kg). Selesainya pemberian imunisasi dasar lengkap serta MMR dan Pneumococe serta hilangnya faktor penyulit yaitu kelainan paru (pneumonia).

Dalam kesempatan itu, Menkes dr. Endang Rahayu Sedyaningsih menyatakan dukungan dan memberikan penghargaan kepada tim dan manajemen RSUP Dr. Kariadi dalam mempersiapkan berbagai hal yang diperlukan untuk persiapan operasi cangkok hati Bilqis.

Tim Cangkok Hati RSUP Dr. Kariadi merupakan tim pertama di Indonesia yang berhasil melakukan transplantasi hati dengan sukses. Mengenai kemampuan yang dimiliki RSUP Dr. Kariadi untuk melakukan operasi cangkok hati dalam setahun adalah 2 – 3 pasien, ujar Menkes.

Menurut Menkes, angka kasus kelainan hati yang memerlukan cangkok hati di Indonesia sebesar 1 per 10 ribu -16 ribu kelahiran hidup, sementara biaya yang diperlukan untuk operasi cangkok

hati sangat besar, berkisar antara 800 juta – 1 miliar rupiah. Karena memerlukan biaya besar, maka pembiayaannya diupayakan dari berbagai sumber seperti Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dan bantuan masyarakat yang disalurkan melalui “Koin Cinta untuk Bilqis “.

Untuk masa-masa mendatang, kasus-kasus serupa akan ditangani oleh Tim Penanggulangan Kemiskinan dibawah koordinasi Wakil Presiden dengan pendanaan dari APBN, sumbangan masyarakat peduli dan CSR perusahaan/badan usaha, ujar Menkes.

Gerakan “Koin Cinta Untuk Bilqis” dari masyarakat yang selama ini dilakukan untuk menggalang dana pengobatan Bilqis perlu diberikan apresiasi karena hal itu mencerminkan sifat gotong-royong yang dimiliki bangsa Indonesia, ujar Menkes.

Prof. Ag. Soemantri dan dr. Tatty Ermin Setiati dari Tim Dokter Cangkok Hati RSUP Dr. Kariadi kepada pers mengatakan, beberapa hari sebelum meninggal dunia, Bilqis mengalami infeksi paru-paru. Infeksi itu disebabkan tiga kuman

ganas yang menyerang tubuhnya. Ketiga kuman itu adalah Acenobacter bowmani, Klebsiela pneumonia yang menyerang paru-paru, serta Seratia marcescens pada darah.

Kondisi tersebut, menurut Prof. Ag Soemantri dialami sekitar 40 persen penderita atresia bilier. Dari 10 penderita atresia bilier, empat diantaranya berpotensi mengalami serangan kuman tersebut. Menurut pemeriksaan biologis yang dilakukan tim dokter, ketiga kuman tersebut sudah kebal obat.

Kendati begitu, selama dua hari perawatan di PICU, tim dokter telah memberikan satu obat yang bisa membantu meski hasilnya kurang maksimal. Pemberian obat tersebut ternyata tidak membuat kondisi Bilqis membaik.

Kegigihan dan perjuangan tim dokter dan kedua orang tua Bilqis harus berakhir, karena Tuhan Yang Maha Esa lebih dulu menjemputnya. Malam harinya, jenazah Bilqis diterbangkan ke Jakarta untuk dimakamkan di kota kelahirannya. Sebelum dimakamkan keesokan harinya, jenazah Bilqis disemayamkan di rumah duka, Jl. Kramat Sentiong Gang Mesjid E 87 RT 07 RW 06, Kramat Sentiong, Jakarta Pusat.

Di rumah duka tampak Menkes dr. Endang Rahayu Sedyaningsih didampingi beberapa pejabat Kementerian Kesehatan melayat untuk menyampaikan duka cita atas kepergian Bilqis, dan mendoakan semoga keluarga yang ditinggalkan diberikan kekuatan iman. Dengan meninggalnya Bilqis Anindya Passa, Redaksi Mediakom juga menyampaikan duka cita yang mendalam disertai doa semoga arwahnya diterima disisi Allah SWT sesuai amal baktinya dan keluarga yang ditinggalkan terutama kedua orangtuanya diberikan kekuatan iman. nSmd

Peristiwa

44 Mediakom No.XXIII/APRIL/2010

Berbagai penelitian membuktikan bahwa ada hubungan yang sangat erat antara kematian bayi dengan kekurangan gizi. Kondisi gizi yang buruk menurunkan daya tahan anak, akibatnya anak mudah sakit bahkan bisa berakibat kematian. Badan Kesehatan Dunia WHO

memperkirakan 54% kematian bayi dan anak di dunia, dilatarbelakangi keadaan gizi yang buruk.

Perawatan gizi buruk di Indonesia perkembangannya sangat menggembirakan. Anak gizi buruk dengan tanda-tanda komplikasi harus rawat inap di fasilitas kesehatan. Sedangkan gizi buruk tanpa komplikasi dapat disembuhkan dengan rawat jalan.

Konsep pemulihan gizi buruk rawat jalan atau community based management of severe malnutrition sedang dikembangkan. Kegiatan ini dikelola bersama masyarakat yaitu para kader dan ibu balita. Kegiatan utamanya, pemberian makanan tambahan pemulihan kepada balita gizi buruk yang sudah tidak komplikasi,

pemeriksaan status gizi dan kesehatan setiap minggu oleh petugas, dan penyuluhan kepada ibu-ibu dalam menyiapkan makanan anaknya di rumah. Pengembangan pemulihan gizi rawat jalan ini harus didukung Puskesmas dan Rumah Sakit untuk proses rujukan.

Masalah gizi berbeda dengan masalah penyakit. Kalau penyakit datang secara tiba-tiba, tetapi tidak sama halnya pada masalah gizi. Perjalanan anak yang sehat menjadi gizi kurang dan menjadi gizi buruk memerlukan waktu sekitar 3 sampai 6 bulan. Ditandai dengan kenaikan berat badan yang tidak cukup, kata Menkes, dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr. PH ketika meresmikan Rumah Pemulihan Gizi (RPG) Yogyakarta tanggal 12 Maret 2010.

Untuk mencegah terjadinya gizi buruk secara paripurna, peranan Posyandu sangat penting. Di Posyandu, selain ditimbang berat badannya, anak-anak diberikan makanan tambahan dan ibunya diberikan penyuluhan pemberian makanan untuk mencegah gizi

Kota Yogyakarta Bangun Rumah Pemulihan Gizi

Peristiwa

No.XXIII/APRIL/2010 Mediakom 45

kurang dan perawatan penderita gizi buruk. Hal ini memerlukan keterlibatan secara aktif dari masyarakat dan lintas sektor. Oleh karena itu, pendirian RPG ini merupakan terobosan baru untuk mengatasi kekosongan penanganan masalah gizi di Indonesia. Diharapkan, RPG ini dapat menjadi model yang dapat dikembangkan di daerah lain.

“Seandainya setiap anak ditimbang di Posyandu, berat

badannya dicatat dalam Kartu Menuju Sehat (KMS), seorang ibu dan kader akan mudah mengetahui gangguan pertumbuhan anak sedini mungkin, sebelum anak jatuh pada kondisi gizi buruk. Anak yang berat badannya tidak naik dua kali penimbangan secara berturut-turut atau berada dibawah garis merah kemungkinan besar menderita gizi kurang atau gizi buruk”, ujar Menkes.

Berkaitan dengan hal

itu, Kementerian Kesehatan memprioritaskan peningkatan fungsi dan kinerja Posyandu, untuk meningkatkan cakupan pemantauan pertumbuhan anak. Di Posyandu, kata Menkes, selain dipantau berat badannya, diberikan penyuluhan pentingnya memberikan ASI Eksklusif kepada bayi 0-6 bulan sebagai upaya pencegahan penyakit yang sangat efektif. Juga memberikan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) secara

Apa yang mendorong Ibu mendirikan RPG ?Karena saya bertahun-tahun di Posyandu, ada

saja orang tua yang belum sadar dengan masalah gizi anaknya. Ada yang hanya mengambil pemberian makanan tambahan (PMT), kemudian dia pulang. Nah ini kan sebetulnya bukan yang diharapkan. Seharusnya kan ada komunikasi, ada pembelajaran yang harus diberikan. Nah setelah itu, saya coba membuka RPG ini. RPG ini bisa diakses setiap hari oleh orang tua balita atau yang punya tetangga balita.

Nah saya juga akan membuat sebuah pelatihan, bekerjasama dengan Kementerian Agama kepada calon pengantin juga perlu punya bekal bagaimana nanti kalau hamil dan menjadi ibu yang baik kecukupan gizinya. Masih banyak anak-anak lahir belum cukup bulan, gizi ibunya tidak terpantau, anak yang kesekian sehingga perhatiannya juga sudah kurang. Padahal itu juga akan jadi masalah kemudian. Jadi bukan cuma faktor ekonomi, faktor materi, tapi sebuah perencanaan sehat juga perlu untuk calon-calon pengantin.

Bagaimana tentang KB?Bicara KB, itu juga perencanaan sehat. Menurut saya,

adalah keliru ketika dalam kondisi penuh keterbatasan seperti sekarang merencanakan anak lebih dari kemampuan. Dari sisi materi mungkin jelas bisa dicari,

tetapi perhatian yang bisa kita berikan akan berbeda-beda ketika mempunyai anak 2, anak 3, atau 4. Menurut saya, dua anak lebih baik.

Bagaimana membagi waktu ?Saya dengan suami (Walikota Yogyakarta) sudah

punya komitmen. Niat saya membantu masyarakat kota Yogyakarta. Saya sendiri juga sebelum mendampingi suami, saya punya usaha, semua berjalan dengan baik, Alhamdulillah.

Darimana anggarannya ? RPG ini berdiri diatas tanah seluas 970 meter

persegi. Dana pembangunan untuk renovasi berasal dari dari Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar Rp 722 juta dan dari pemerintah daerah sebesar Rp 307 juta. Jadi seluruhnya Rp 1 milyar lebih sedikit. Tadinya bangunan gedung SD yang sudah tidak dipakai, kemudian kita minta ijin Pak Walikota untuk dibangun RPG.

Sekarang berapa yang dirawat ?Saat ini dalam tahap awal 8 anak. Tahap berikutnya

10 anak. Untuk pelayanan kesehatan bekerja sama dengan Puskesmas dan Dinas Kesehatan Kota. Karena itu, kesehatan anak Balita yang dirawat di RPG selalu dipantau oleh dokter Puskesmas setiap hari. nSmd-Dd

Lebih Jauh dengan Ibu Dyah Suminar

Peristiwa

46 Mediakom No.XXIII/APRIL/2010

tepat setelah bayi berusia 6 bulan, mendapatkan kapsul vitamin A dosis tinggi setiap bulan Februari dan Agustus, dan menggunakan garam beryodium.

Menkes menambahkan, anak yang menderita gizi kurang berarti asupan gizinya tidak cukup, oleh karena itu anak perlu diberi makanan tambahan pemulihan. Makanan, dapat dibuat di rumah tangga atau dapat juga berupa makanan pabrikan. Menurut Menkes, anak yang menderita gizi kurang bila diberikan makanan tambahan selama 60-90 hari akan kembali normal.

Untuk itu, pemerintah menyediakan MP-ASI sebagai makanan tambahan pemulihan pada anak 6-23 bulan. Sementara untuk anak yang menderita gizi buruk harus dirawat, karena mereka sangat rentan terhadap penyakit infeksi dan komplikasi penyakit lain sehingga risiko kematiannya sangat tinggi. Masalah yang sering dijumpai dalam perawatan penderita gizi buruk adalah pulang paksa, yaitu pulang sebelum keadaan gizinya pulih. Hal ini disebabkan pemulihan gizi membutuhkan waktu cukup lama, rata-rata 12-16 minggu, kata dr. Endang Rahayu Sedyaningsih.

Gizi buruk dapat terjadi pada semua kelompok umur, tapi yang perlu perhatian lebih adalah pada kelompok bayi dan balita. Pada usia 0-2 tahun adalah masa tumbuh kembang yang optimal (golden period), terutama untuk pertumbuhan jaringan otak, sehingga bila terjadi gangguan pada masa ini tidak dapat dicukupi pada masa berikutnya dan akan berpengaruh negatif pada kualitas generasi penerus, kata Menkes

Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan bahwa prevalensi gizi kurang dan gizi buruk di Daerah

Istimewa Yogyakarta (D.I.Y) sebesar 10.9 % yang merupakan prevalensi terendah dibandingkan 33 provinsi lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa perbaikan gizi di D.I.Y menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan provinsi lainnya di Indonesia. Namun demikian pencapaian tersebut tidak merata, di kabupaten Kulon Progo, Gunung Kidul dan Kotamadya Yogyakarta prevalensinya masih relatif tinggi,

yaitu masing masing 14.6%, 13.4% dan 12.9%.

Sasaran pembangunan kesehatan yang ingin dicapai dalam 5 tahun ke depan adalah menurunkan angka kematian ibu (AKI) dari 228 per 100 ribu kelahiran hidup pada tahun 2007 menjadi 115 per 100 ribu kelahiran hidup pada tahun 2014, menurunkan angka kematian bayi (AKB) dari 35 per 1000 kelahiran hidup pada

Kesan Tentang RPG

1. Ny. Siti, alamat rumah Jl. Bantul, Kel. Kedongkiwo Kec. Mantrijeron, ibu Eka Chandra Yulianti (2,5 thn). Anaknya memiliki berat badan yang kurang ideal, saat ini beratnya baru 9 kg sedangkan idealnya 12,5 kg. Dengan adanya Rumah Pemulihan Gizi ini sangat bagus karena meringankan beban masyarakat. Cara memperoleh pelayanan di RPG karena mendapat undangan (rujukan) dari Posyandu. Di sini dan tidak dipungut biaya apa-apa.

2. Ny. Kun Zaenatun, alamat di Langen Asem, pekerjaan suaminya wiraswasta. Datang ke RPG karena anak ke-3nya Bilqis Laksi, umur 4 tahun, berat badan seharusnya 12 kg, sekarang baru 10 kg. Dengan adanya RPG sangat menolong. Anaknya diberikan makanan tambahan, sedangkan ibunya diajari bagaimana mengasuh anak supaya gizinya bagus. Anaknya dirujuk dari dari Puskesmas. Sudah 3 minggu di RPG. Ketahuan berat badan dari Posyandu, dapet PMT, tapi tidak naik berat badannya, dibawa ke RPG. Anak diberi pendidikan, PMT, orang tua dikasih uang transport.

3. Ny. Yanti, ibu dari Angeli Clara dengan alamat Suryodiningrat. Di RPG sudah 3 minggu dengan keluhan anaknya menderita gizi kurang. Ny. Yanti merasa senang berada di RPG demi sang anak agar dapat terpenuhi asupan gizinya.n Smd,Dd

Peristiwa

No.XXIII/APRIL/2010 Mediakom 47

tahun 2007 menjadi 24 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2014, dan menurunkan prevalensi gizi kurang dari 18,4% pada tahun 2007 menjadi setinggi-tingginya 15% pada tahun 2014.

RPG merupakan gagasan Tim Penggerak PKK Kota Yogyakarta. Tujuannya untuk memberikan tempat penanganan dan konsultasi secara komprehensif bagi balita gizi buruk maupun gizi kurang, serta permasalahan seputar gizi balita berdasarkan kondisi individual anak, keluarga dan masyarakat. Konsep RPG terintegrasi dengan pendidikan anak usia dini. RPG diharapkan mampu menurunkan jumlah balita dengan status gizi buruk atau kurang, sekaligus menyediakan tempat khusus bagi penanganan balita, konsultasi dan penyuluhan.

Dyah Suminar, mengatakan, pemantauan status gizi buruk Kota Yogyakarta 2009 menunjukkan terdapat 198 anak (1,04%) balita gizi buruk, 1.829 anak (9,61%) balita gizi

kurang, dan 16.385 anak (86,11%) balita gizi baik dan 626 anak (3,29%) balita gizi lebih dari 19.027 anak balita yang diukur status gizinya. Prevalensi balita gizi buruk dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2009 berkisar antara 1,20-1,04%.

Kriteria gizi buruk berdasarkan standar berat badan/tinggi badan pada februari 2010 ditemukan 88 balita kurus, 16 balita kurus sekali. Dari kriteria tersebut dapat dikatakan bahwa balita gizi buruk di Kota Yogyakarta ada 16 anak dan 8 balita antaranya dirawat di RPG. RPG dibutuhkan sebagai tempat perawatan antara rumah sakit dan puskesmas, karena sering adanya kasus balita gizi buruk pasca perawatan di rumah sakit menjadi jatuh buruk lagi setelah dirawat di rumah.

RPG menempati gedung eks SD Gading seluas 970 meter persegi yang telah direnovasi dengan dana keseluruhan Rp. 1.029.600.000 (satu milyar dua puluh sembilan juta

enam ratus ribu rupiah). Bangunan dilengkapi dengan

ruang aula, ruang rapat, ruang periksa, ruang dokter, ruang perawatan balita gizi buruk dengan 4 ruang dan 8 tempat tidur, ruang laktasi bagi bayi dan ibu menyusui, ruang makan, ruang belajar dan bermain balita dengan sarana edukatif dalam dan ruang ruangan, dapur umum, mushola, dapur susu, kamar mandi dan toilet serta area parkir yang strategis.

Jenis layanan yang diberikan meliputi pelayanan konseling masalah gizi balita, penyuluhan, konsultasi serta rujukan gizi, penelitian dan pengembangan gizi terapan oleh ahli, menyediakan makanan dengan spesifikasi menu bagi bayi dan balita yang dirawat, pendidikan kesehatan dan gizi, pemberian PMT pemulihan, rujukan dari posyandu/puskesmas serta lanjutan pasca perawatan di rumah sakit. nSmd

Peristiwa

48 Mediakom No.XXIII/APRIL/2010

859 Dokter Baru Tempati Puskesmas di Daerah Terpencil dan Sangat Terpencil

Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan dr. Ratna Rosita, MPHM di Jakarta tanggal 31/3/2010, secara simbolis melepas keberangkatan 258 dokter/dokter gigi baru lulusan FK/FKG DKI Jakarta mewakili 859 rekan-rekan seangkatan mereka sebagai Pegawai Tidak Tetap (PTT) ke tempat penugasannya di

sarana pelayanan kesehatan khususnya Puskesmas dengan kriteria terpencil dan sangat terpencil di seluruh Indonesia diluar Jawa dan Bali.

Sedangkan dokter/dokter gigi PTT lainnya diberangkatkan dari provinsi tempat FK/FKG berada. Sebelum berangkat, para dokter PTT lulusan DKI Jakarta itu memperoleh “Pembekalan dari dr. Bambang Sardjono, MPH, Direktur Bina Kesehatan Komunitas dan Drg. RA Eryta Widjajani, MARS Kepala Bagian Keuangan Biro Umum tentang tugas-tugasnya di sarana pelayanan kesehatan dan mekanisme pembayaran gajinya.

Pada kesempatan itu Sesjen Kementerian Kesehatan berpesan agar para dokter/dokter gigi PTT tidak bertindak diskriminatif terhadap warga yang tidak mampu serta bersikap kooperatif dan responsif dalam menjalankan tugasnya.

“Di mana pun dokter PTT berada, jangan pernah mengabaikan kepentingan rakyat serta bertindak diskriminatif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Selain itu, para dokter PTT dapat mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama pendidikan dengan baik dan mampu beradaptasi dengan lingkungan baru. Hal ini penting, karena kondisi di daerah penugasan berbeda dengan kondisi yang dialami selama mengikuti pendidikan”, ujar dr. Ratna Rosita.

Sesjen mengharapkan, dokter PTT mampu berkomunikasi dengan warga di lingkungannya, melakukan koordinasi dengan pihak-pihak lain terutama dalam memperkuat upaya promotif dan preventif tanpa mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di tempat tugasnya.

Sebagai bagian dari keluarga besar Kementerian Kesehatan, para dokter/dokter gigi baru PTT diminta mampu memahami dan melaksanakan tugas-tugas sesuai

visi “ Masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan “, dengan misi antara lain meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, melalui pemberdayaan masyarakat termasuk swasta dan masyarakat madani. Juga melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan yang merata, bermutu dan berkeadilan. Selain itu, para dokter/dokter gigi juga diminta memegang nilai-nilai yang dianut yaitu pro rakyat, inklusif, responsif, efektif dan bersih.

Dalam kesempatan itu, dr. Ratna Rosita menyampaikan penghargaan atas semangat dokter/dokter gigi PTT dalam memberikan pelayanan kesehatan masyarakat di daerah dengan kriteria terpencil dan sangat terpencil sebagai bentuk kontribusinya dalam pembangunan kesehatan.

Sementara itu, Kepala Biro Kepegawaian dr. Abdul Rival, M.Kes. mengatakan pengangkatan dokter/dokter PTT baru adalah untuk mengganti atau mengisi kekurangan atau kekosongan dokter/dokter gigi di Puskesmas dengan kriteria terpencil dan sangat terpencil karena telah selesai masa baktinya. Setiap tahun, Kementerian Kesehatan mengangkat dokter/dokter gigi PTT baru sebanyak 3 kali, yaitu pada bulan April, Juni dan September.

Menurut dr. Abdul Rival, pengangkatan tenaga PTT periode April 2010 sebanyak 859 orang terdiri dari 661 dokter dan 198 dokter gigi. Dari 661 dokter tersebut, 261 orang ditempatkan di daerah dengan kriteria terpencil, dan 400 orang lagi di daerah sangat terpencil.

Sedangkan untuk dokter gigi yang berjumlah 198 orang, 37 orang akan ditempatkan di daerah terpencil, dan 161 orang ditempatkan di daerah sangat terpencil. Adapun masa penugasan bervariasi, yaitu 6 bulan dan 12 bulan, ujar dr. Abdul Rival.

Selama bertugas mereka akan memperoleh gaji berdasarkan peraturan yang berlaku. Dokter/dokter gigi yang bertugas di daerah terpencil memperoleh gaji bersih sebesar Rp 1.530.000,- per bulan sedangkan yang bertugas di daerah sangat terpencil sebesar Rp 1.730.000,-. Masa tugas doker dan dokter gigi PTT bervariasi yakni 6 – 12 bulan dan akan mulai bertugas pada 6 April 2010. Untuk menarik minat dokter/dokter gigi bertugas di daerah sangat terpencil, selain gaji juga diberikan insentif sebesar lima juta rupiah.n Smd/DS

Potret

No.XXIII/APRIL/2010 Mediakom 49

Bagi dr. Ernita, bekerja merupakan pengabdian. Pengabdian yang terbaik atas dasar penggilan hati. Ernita terpanggil untuk melayani masyarakat terpecil, terasing nun jauh disana. Terpencil dari sisi geografis, terasing dari hiruk pikuk kehidupan manusia

pada umumnya. Ia menjalani pengabdian dalam sunyi dan sepi. Tak ada komunikasi dan publikasi, apalagi sorotan televisi. Mendaki bukit dan menyelusuri lembah, menerobos hutan belantara mengunjungi pasien. Memberi pertolongan, menyelamatkan nyawa dari ancaman bahaya kesakitan dan kematian.

Sejak awal tahun 2007, Ernita mengawali pengabdian di Puskemas Sajingan Besar Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat. Wilayah Sajingan Besar berbatasan dengan Biawak Malaysia. Medannya perbukitan dan sebagian

besar masih berupa hutan belantara. Untuk sampai ke Sajingan Besar harus menempuh perjalanan darat kurang lebih 8 jam dari Pontianak. Kondisi jalannya dari Sambas-Sajingan rusak berat. Terbuat dari tanah merah yang dikeraskan bercampur sedikit batu koral. Banyak lubang disana-sini. Melintasi puluhan jembatan kayu yang rusak. Perjalanan akan lebih berat lagi karena becek dan licin, setelah turun hujan. Bila musim kemarau jalan berdebu sangat pekat, sehingga jarak pandang kurang dari 5 meter.

Awal bertugas di Puskesmas Sajingan Besar, ada 2 akses jalan. Pertama melalui jalan darat dengan menelusuri pegunungan yang terjal dan mendaki yang dikelilingi jurang dan hanya dapat dilewati pada saat musim kemarau. Alternatif kedua melalui jalur air sungai enau, menggunakan kapal kecil (tongkang/klotok) dengan jarak lumayan jauh karena harus menelusuri pinggiran sungai lebih kurang 6 jam. Setelah sampai masih harus berjalan kaki menelusuri jalan setapak berlumpur dengan pohon besar disisi kiri-kanan jalan. Sungguh cukup berat perjalanan yang harus ditempuh, apalagi seorang perempuan seperti Ernita. Kalau bukan tekad yang kuat untuk pengabdian, pastilah akan mundur teratur.

Kesulitan demi kesulitanDitempat tugas, Ernita sering menemukan kasus yang

lumayan sulit, salah satunya kasus persalinan. Ia harus menyelamatkan dua nyawa sekaligus yaitu ibu dan anak. Kasus berupa persalinan pre-eklamsi, solution plasenta, retensio plasenta dan partus tak maju. Pada kasus tertentu biasanya berusaha menangani sendiri sebisa mungkin, karena jika dirujuk dengan kondisi jalan yang rusak parah dan kondisi ibu yang lemah, justru hanya akan memperburuk keadaan.

Pasien yang akan melahirkan, jarang mau melahirkan di Puskesmas, jadi Ernita lebih sering dipanggil kerumah mereka, dengan tempat seadanya. Terkadang hanya selembar tikar kulit kayu dilantai dan lampu yang remang-remang. Pernah hanya menggunakan sebuah

pelita lilin. Memang pada saat itu listrik masih jarang dan hanya dinikmati oleh masyarakat ekonomi atas. Jika ada persalinan yang agak sulit, Ernita sering was-was karena kondisi tempat dan alat seadanya.

Dr. Ernita Mayasari:Mengabdi Atas Panggilan Hati

Potret

50 Mediakom No.XXIII/APRIL/2010

Dalam menolong persalinan sering didampingi oleh dukun beranak (dukun bayi/kampung). Dalam situasi yang tepat Ernita memberi masukan kepada dukun tentang persalinan yang baik dan benar sesuai sesuai dengan kaidah ilmu kedokteran. Hal ini dilakukan agar para dukun tidak merasa tersinggung.

Di daerah Sajingan, secara umum dalam menangani persalinan, dokter harus didampingi dukun bayi dengan melakukan acara tradisi ritual tertentu. Mereka melakukan ini untuk menyambut kelahiran si jabang bayi sesuai adat istiadat mereka. Jadi dokter harus memahami apa yang dilakukan oleh dukun. Dokter dan dukun berkolaborasi untuk menyelamatkan ibu dan bayi.

Selain berobat ke tenaga medis/kesehatan, masyarakat sering berobat ke dukun atau paranormal, walau hanya masuk angin biasa. Hal ini disebabkan karena kepercayaan mereka terhadap pengobatan paranormal lebih tinggi dari pada ke tenaga medis/kesehatan. Masyarakat menganggap pengobatan paranormal lebih mampu dan lebih mahir dibanding tenaga medis/kesehatan.

Ada satu yang membuat Ernita terkadang kesal terhadap paranormal. Jika mereka tidak dapat menangani pasien, maka mereka merujuk ke pelayan kesehatan, setelah kondisi pasien sudah parah dan biasanya hampir tidak tertolong. Ernita sering di panggil untuk menangani penyakit aneh misalnya kesurupan. Ketika datang, sudah ada dukun atau paranormal lengkap dengan mantra/jampi-jampian dan aroma mistis yang menusuk hidung, awalnya terasa serem, katanya.

Setelah beberapa kali, akhirnya Ernita memberanikan diri bekerjasama dengan dukun untuk menyembuhkan penyakit tersebut. Memang sedikit aneh, tapi berusaha santai mengobati penyakit pasien sesuai dengan profesi kedokteran. Bahkan pernah ada yang kesurupan, kemudian dibacakan ayat-ayat Al-qur’an dengan izin Allah

sembuh. Tapi saya “tidak ikut-ikutan komat-kamit loh” selorohnya.

Pernah ada kesulitan dalam persalinan, Ernita memutuskan membawa ke negara tetangga Malaysia karena lebih mudah dibanding harus dirujuk ke Puskesmas ataupun ibukota kabupaten. Sebab medan yang dihadapi berat, sulit dan sangat jauh. Hal ini disebabkan kondisi jalan yang tidak memungkinkan dan beresiko jika dilewati. Apalagi membawa pasien dengan kondisi darurat.

Sedangkan jika pasien dibawa kenegara tetangga hanya memakan waktu 20 menit dengan menggunakan kendaraan. Tapi saat itu kendaraan sulit dicari, sehingga pasien hanya dibawa menggunakan tandu. Setelah sampai keklinik desa Biawak (daerah bagian Malaysia) tengah malam. Pintu tertutup dan diminta pulang, padahal sedang membawa pasien kritis. Akhirnya Ernita memperkenalkan diri sebagai dokter dari Indonesia yang bertugas di Puskesmas Sajingan Besar, baru dipersilahkan masuk.

Sampai disini, kesulitan belum berakhir. Mereka meminta uang muka tunai dimuka. Tapi permintaan ini ditolak, ” Selamatkan pasien dulu, masalah biaya nanti saya bayar”, tegas Ernita.

Awal perubahanSewaktu mengadakan pendekatan

ke pimpinan klinik biawak sambil ingin tahu berapa banyak pasien dari Indonesia yang berobat ke Klinik Biawak, terenyuh juga mendengarnya. Ternyata setiap hari lebih banyak pasien Indonesia yang berobat disana. Selain sering mendapat kata-kata yang kurang sopan dari tenaga medis, membayar jasa pengobatan yang lebih mahal.

Ernita berusaha mengadakan pendekatan terhadap masyarakat dengan mengadakan pengobatan gratis, penyuluhan kedesa-desa untuk memotivasi mereka agar mereka kalau sakit mau memeriksakan diri

ke puskesmas. Jangan menunggu penyakit menjadi fatal baru mau di bawa ke puskesmas. Dengan menggunakan sarana yang ada, biaya, waktu dan energi seoptimal mungkin, diharapkan memberi manfaat dan mampu memberikan parameter klinis yang jelas dari tata laksana pasien.

Sedikit demi sedikit berkurang warga negara Indonesia yang berobat ke klinik tetangga. Hubungan kerjasama dengan Klinik Biawak tetap terbina dengan baik. Akhirnya Pimpinan Biawak mengeluarkan suatu Notis, yang intinya ”Setiap warga Negara Indonesia yang ingin berobat ke Klinik Biawak harus membawa surat rujukan dari Puskesmas Sajingan Besar.

Disinilah kesempatan Ernita merangkul masyarakat sambil memberi pengertian masyarakat agar mereka mau berobat ke Puskesmas. Kalaupun mereka ingin minta rujukan ke Klinik Biawak berusaha tidak memberi rujukan, namun memberikan surat rujukkan ke Rumah Sakit yang ada di Kabupaten. Sebab jika tidak memberi rujukan ke Klinik Biawak, mereka tidak akan dilayani oleh pihak klinik tersebut.

Kondisi ini menjadi kesempatan untuk menunjukan kepada masyarakat, pelayanan kesehatan di tanah air lebih baik dengan biaya yang terjangkau tanpa adanya kata yang tidak mengenakan. Seiring perkembangan pembangunan dan akses jalan, hampir tidak ada warga Indonesia yang berobat ke klinik tetangga. Semua itu berkat bantuan teman-teman yang ada di puskesmas agar mereka mencintai NKRI.

Ernita dan masyarakat tidak menduga dengan terbukanya akses transportasi kabupaten ke kecamatan sajingan–aruk yang membawa dampak yang lebih baik terhadap pelayanan kesehatan masyarakat. Apalagi dengan kunjungan beberapa pejabat penting dari pusat, provinsi dan kabupaten seperti Menkes dr.Endang Rahayu Setyaningsih,MPH,Dr.PH dan Menteri PDT Ir. Helmi Faisal ke Puskesmas Sajingan Besar.n Pra

Nasional

No.XXIII/APRIL/2010 Mediakom 51

Kabupaten Sambas menyimpan banyak potensi berupa sumber daya alam yaitu potensi perikanan laut, tambang dan gas. Sedangkan potensi pertanian berupa padi, jeruk, karet dan kelapa sawit. Semua potensi itu sangat mendukung untuk membangun

sambas lebih baik menuju visi Kabupaten Sambas “Terwujudnya Sambas yang mandiri, berprestasi, madani dan sejahtera melalui TERPIKAT”. Pembangunan yang memfokuskan pada ekonomi kerakyatan, religius, pendidikan dan kesehatan masyarakat, terutama dikawasan perbatasan.

Sambas mempunyai dua kawasan perbatasan yaitu Kecamatan Sajingan Besar dan Kecamatan Paloh. Kedua kecamatan tersebut berbatasan dengan Serawak Malaysia tersebut mempunyai pelayanan kesehatan yaitu Puskesmas Sajingan dan Puskesmas Paloh.

Untuk membangun wilayah perbatasan menggunakan tiga pendekatan yaitu kesejahteraan, keamanan dan lingkungan. Melalui tiga pendekatan ini diharapkan masyarakat merasakan dampak

pembangunan dan mempunyai motivasi beperan serta membangun negeri.

Hal ini disampaikan oleh Bupati Sambas Ir Burhanudin A Rasyid di hadapan Menteri Kesehatan dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH,Dr, PH, Menteri PDT Ir. H. Ahmad Helmy Faisal Zaini dan rombongan saat melakukan kunjungan kerja ke Kabupaten Sambas, 20 Maret 2010 di Pendopo Bupati Sambas.

Kedepan jalan yang menghubungkan Pontianak – Sambas – Aruk diproyeksikan menjadi jalan nasional. Dengan adanya jalan nasional ini diharapkan transportasi menjadi lancar, distribusi hasil pertanian tidak terhambat dan mobilisasi tenaga kesehatan yang bertugas diwilayah tertinggal dan perbatasan lebih mudah. Sehingga tenaga kesehatan yang mendapat tugas di wilayah daerah tertinggal dan perbatasan dapat bertahan lebih lama.

Burhanudin memulai pembangunan dari wilayah desa terlebih dahulu, seperti mengutamakan membangun desa Sajingan Besar dan Aruk yang berbatasan dengan Biawak Malaysia. Berikutnya baru dilanjutkan membangun wilayah perkotaan. Filosofi membangun

Antara Sambas dan Aruk

Foto bersama Menkes dan Menteri PDT di depan Klinik VCT Sajingan Besar Sambas

Nasional

52 Mediakom No.XXIII/APRIL/2010

desa terlebih dahulu agar masyarakat desa yang berbatasan dengan negara Malaysia tidak terkikis nasionalismenya kepada NKRI. Sebab negara tetangga saat ini kondisi pendapatan perkapitanya 10 kali Kabupaten Sambas.

Menurut Bupati, sebagian besar daerah tertinggal dan perbatasan penduduknya sebagian besar berasal dari suku dayak. Mereka pada umumnya menetap di perbukitan dan lembah-lembah di balik bukit dengan jarak yang berjauhan. Kondisi seperti ini sangat menyulitkan untuk melaksanakan proses belajar mengajar. Sebab ada seorang siswa harus menempuh perjalanan 5 jam dari rumah hingga sekolah tempat belajar. Untuk mengatasi jarak yang jauh ini, pemerintah Sambas akan membangun asrama untuk menginap para murid yang letak rumahnya sangat jauh dengah sekolah.

Lika-liku perjalananPerjalanan menuju Sajingan Besar

dan Aruk memerlukan persiapan yang luar biasa. Mulai dari persiapan mental, sehingga siap menempuh perjalanan darat yang panjang. Mempersiapkan kendaraan yang sesuai medan perjalanan yang berbukit, terjal dan banyak jurang. Jalan yang terbuat dari tanah dan berlubang, jembatan yang terbuat dari batang pohon yang dirangkai dan perbekalan bahan makan selama perjalanan.

Setelah mempersiapkan segalanya, mengawali perjalan dari gedung kantor gubernur Pontinak kalimantan Barat pukul 16.00 WIB. Ditengah hujan deras robongan Menkes meluncur menuju Kota Sambas menggunakan mobil Strada 2 gardan, kemudian dikuti oleh rombongan Menteri PDT. Menuju kota Sambas harus melewati Kota Pontianak, Kabupaten Pontianak,

Kabupaten Singkawang dan Kota Singkawang.

Sepanjang jalan perjalanan disuguhi pemandangan indah berupa lahan gambut, kebun kelapa dan kebun lidah buaya yang memenuhi kanan-kiri jalan. Rumah-rumah panggung penduduk yang terbuat dari kayu berada di tengah perkebunan tersebut membentuk perkampungan kecil. Keberadaan kampung satu dengan kampung lainnya terpisah berjarak puluhan kilo meter.

Ditemani hujan gerimis, tepat pukul 21.00 Wib rombongan tiba di Pendopo Bupati Sambas. Jarak kurang lebih 300 KM itu ditempuh selama 6 jam. Rasa capek dan letih terlihat jelas diwajah para peserta. Sebagian menginap di Pendopo dan sebagian lain menginap di Hotel Pantura.

Menuju Aruk Setelah istirahat semalam, pukul

08.30 rombongan melanjutkan perjalanan menuju Aruk, sebuah desa yang berbatasan dengan Biak Malaysia. Jalannya terbuat dari tanah merah dan berlubang. Bila musim hujan kondisi jalan becek, berlumpur dan licin tidak dapat dilalui oleh kendaraan.

Saat itu sedang musim panas,

setelah kendaraan berlalu debu tebal membubung tinggi menutupi jalan, sehingga jarak pandang hanya 3-5 meter. Menjelang sampai Sajingan Besar panorama alam nampak indah dan mengagumkan. Bukit yang ditumbuhi pepohanan tampak berwarna hijau dengan latar belakang langit berwarna biru. Lembah yang mengelilingi bukit, ditanami pohon karet yang mulai subur. Jalan tanah berpasir mendaki, turun dan berkelok. Perpaduan bukit, lembah, langit dan jalan berliku membentuk panorama yang indah mengagumkan. Mbak Ratna, fotografer Puskom publik tak kuasa melihat pemandangan yang indah. Spontan, nalurinya menuntun untuk mengeluarkan handycam dan langsung mengabadikannya.

Pukul 11.15 Wib rombongan Menkes tiba di Sajingan Besar. Menkes mengunjungi SMPN Sajingan yang disambut dengan tarian daerah yang bermakna selamat datang. Kemudian Menkes dan Menteri PDT berdialog dengan siswa. Selanjutnya Menteri PDT disaksikan Menkes, Wakil Gubernur Kalbar Christiandy Sanjaya dan Bupati Sambas Ir.H. Burhanuddin A. Rasyid melakukan peletakan batu pertama untuk pembangunan asrama.

Berikutnya, rombongan

Menkes dan Menteri PDT mengunjungi SMP Sajingan Besar Sambas

Nasional

No.XXIII/APRIL/2010 Mediakom 53

mengunjungi Puskesmas Sajingan Besar. Dalam kunjungan di Puskemas ini rombongan mendapat penjelasan dari Kepala Puskesmas dr. Ernita Mayasari tentang sarana, prasarana dan pelaksanaan pelayanan kesehatan.

Seusai mengunjungi Puskesmas Sajingan, rombongan menuju ke Pos Lintas Batas Darat (PLPB) Aruk. Ditempat ini Menkes dan Menteri PDT melalukan Penandatangan Nota Kesepahaman Bersama ( MoU) tentang Percepatan Pembangunan Bidang Kesehatan di Daerah Tertinggal, Terpencil, Terisolir, Perbatasan dan Kepulauan.

Pada kesempatan itu juga, Menkes memberikan bantuan secara simbolis bagi pelayanan kesehatan yaitu berupa satu unit mobil operasional Puskesmas Sajingan Besar, Paket buku-buku kesehatan dan bantuan peralatan fungsional Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas II Pontianak Wilayah Kerja PLBD Aruk. Sementara Menteri PDT memberikan bantuan bagi pembangunan asrama bagi guru dan siswa sekolah.

Pembangunan Kesehatan Kab. Sambas

Derajat kesehatan Kabupaten Sambas tahun 2007 sd 2009 dapat

dilihat dari indikator kesehatan rata-rata masih dibawah angka nasional. Umur harapan hidup 67,8 ( Nasional 70,6), Angka Kematian Bayi 43,01 (Nasional 26), Angka Kematian Ibu 399,66 (Nasional 226), Gizi kurang 21,55 % (Nasional < 15%) dan Gizi buruk 4,40% (Nasional < 1 %).

Sebagian besar penyebab kematian ibu 78,0% perdarahan, 11,0% eklamsi / pre eklamsi dan 11,0 % lain-lain. Sedangkan penyebab kematian neonatal 31,0% Asfiksia, 44,0% BBLR dan 25,0% lain-lain.

Upaya untuk meminimalkan penyebab kematian bayi dan ibu telah dilakukan program perencanaan, persalinan dan pencegahan komplikasi (P4K) disemua kecamatan. Menjalin kemitraan dukun bayi dengan bidan dan melakukan seluruh persalinan oleh tenaga kesehatan.

Penyakit menular di Kabupaten Sambas yaitu HIV/AIDS, Demam Berdarah, Malaria dan Filariasis. Sedangkan 6 penyakit terbesar di daerah perbatasan Sajingan dan Polah yaitu Ispa, Diare, Malaria, Demam Berdarah, Typus Abdomen dan Campak.

Untuk menanggulagi penyakit menular telah dilakukan upaya peduli HIV/AIDS melalui

pembentukan VTC di RSUD dan puskesmas, penanganan penderita DBD, fogging masal dan abatesasi selektif di seluruh kecamatan dan gerakan PSN pada semua desa. Melakukan ELGAKA ( eleminasi kaki gajah) cakupan pengobatan masal sampai tahun 2009 mencapai 87,8%. Penyediaan air bersih melalui CWSHP berupa penanmpungan air hujan 634 buah, penampungan mata air 2 unit dan sumur bor 5 unit dan pengembangan jamban keluarga yang cakupannya mencapai 67,64%.

Sementara, sumber daya manusia kesehatan yang menjadi tulang pembangunan kesehatan masih kurang dari target rasio per 100.000 penduduk. Dokter umum 5,57 targetnya 24, Bidan 29,06 targetnya 40, Perawat 65 targetnya 158 dan Sarjana Kesehatan Masyarakat 4 targetnya 35. Untuk memberi motivasi tenaga kesehatan bekerja, Pemerintah Daerah memberi tunjangan medis Rp 1,5 juta / bulan untuk daerah perbatasan dan terpencil dan bidan/perawat Rp 750 ribu/ bulan dari APBD. Insentif dokter spesialis Rp 10 juta / bulan. Pemberian kendaraan dinas roda 2 untuk semua tenaga poskesdes dan pustu diperbatasan. Kendaraan Dinas Roda 4 untuk dokter spesialis. nPra

Menkes meletakkan batu pertama pembangunan asrama bagi siswa SMP Sajingan Besar Sambas

Penandatanganan kerjasama pemenuhan sarana kesehatan di DTPK antara Menkes dan Menteri PDT

Daerah

54 Mediakom No.XXIII/APRIL/2010

Tanah nan subur, aneka pohon tumbuh menghijau. Terasa indah, ketika mata memandang. Agin semilir mendesir mengalir sepoi-sepoi

menerpa dedaunan, melambai-lambai seperti memanggil. Sepanjang pantai pohon kelapa menjulang tinggi, berbaris bersama pepohonan perdu lainnya. Ia membentuk konfigurasi yang serasi nan indah, membuat decak kagum para pemirsa. Rasanya ingin terus bersama, terasa berat dan tak kuasa meninggalkan.

Laut biru yang luas, airnya bening, ikan kakap menari-nari riang menyambut cerah di pagi hari. Dari kejauhan pulau-palau kecil berjajar ditengah laut tampak berwarna hijau. Berlatar langit dan laut berwarna biru. Kapal feri pengangkut penumpang, perahu nelayan dan kapal cepat hilir-mudik antar pulau. Itulah suasana Kabupaten Halmahera Selatan (Halsel), salah satu kabupaten dari Provinsi Maluku Utara.

Luas Wilayah Halsel 40.236,72 km² terdiri dari luas daratan 8.779,32 km² dan laut 31.484,40 km² terletak di wilayah Indonesia Timur,

dengan ibu kotanya Labuha yang terletak di desa Bacan Pulau Bacan. Pulau yang terpadat penduduknya.

Secara adminitrasi, Halsel terdiri dari 249 desa, memiliki iklim tropis dan musim. Peta klimatologi hasil pencatatan Badan Meteorologi dan Geofisika, Halsel tahun 2007 menunjukan suhu rata-rata 24,85 ºC -27,70 ºC. Suhu terendah 17,6º C dan tertinggi mencapai 33,6 ºC.

Pelayanan KesehatanJumlah penduduk tahun 2008

sebanyak 182.910 jiwa, 50.719 jiwa diantaranya berstatus miskin. Mereka telah mendapat pelayanan kesehatan disarana pelayanan kesehatan seperti puskesmas dan jaringannya, rumah sakit pemerintah, melalui jaminan asuransi keluarga miskin. Di luar masyarakat miskin dijamin dengan asuransi Jamkesda.

Untuk melayani masyarakat, pemerintah daerah telah membangun 1 rumah sakit pemerintah, 27 puskesmas, 25 puskemas pembantu, 92 polindes dan 1 balai pengobatan.

Untuk menunjang pelayanan kesehatan, telah diberdayakan tenaga kesehatan dengan rincian Dokter umum 5 orang, Dokter gigi 1 orang, Perawat 186 orang, Bidan 79 orang, Analis 4 orang,

MengunjungiPelayanan KesehatanDi Halmahera Selatan

Daerah

No.XXIII/APRIL/2010 Mediakom 55

Kesmas 5 orang, Sanitasi 11 orang, Gizi 15 orang, Farmasi 6 orang dan Fisioterapi, Anastesi, Rontgen masing-masing 1 orang.

Capaian pembangunan kesehatan

Kemajuan yang dicapai dalam pemberantasan penyakit menular bersumber binatang yakni penyakit malaria dan demam berdarah dengue. Terkait dengan malaria, tahun 2006 terdapat 14.025 malaria klinis dan penderita positif 619 kasus. Tahun 2008 kaus klinis malaria 10.619 jiwa dan penderita positif 4.654 orang. Setelah melakukan intervensi dan pengobatan, tahun 2008 terjadi penurunan kasus 50%.

Sedangkan pemberantasan penyakit menular langsung yakni tuberkulosis paru, kusta, diare, ispa dan paralysis. Terkait dengan penyakit tuberkulosis paru, tahun 2007 ditemukan BTA positif 582 penderita yang dilaporkan 18 puskesmas. Angka penemuan tertinggi di wilayah Puskemas Labuha sebanyak 459 penderita. Tahun 2008, terjadi peningkatan kasus, hingga mencapai 981 penderita, dengan penderita positif 149 orang. Angka penemuan

tertinggi di wilayah kerja puskesmas Labuha 255 penderita. Khusus untuk Labuha mengalami penurunan kasus 204 kasus ( 55,56%).

Angka kematian ibu maternal (AKI), angka kematian bayi (AKB) dan angka kematian balita (AKABA) dari tahun 2007 hingga 2008, terjadi penurunan. Diantaranya AKB tahun 2007 terdapat 24 kasus dari 3.772 kelahiran, turun menjadi 17 kasus dari 2.315 kelahiran pada tahun 2008.

Upaya yang telah dilakukan untuk meningkatan kualitas kesehatan lingkungan, berupa kegiatan yang bersifat promotif, preventif dan protektif. Sebagai indikator gambaran kondisi lingkungan yakni prosentase keluarga memiliki persediaan air minum sehat, memiliki akses jamban sehat dan tempat-tempat umum sehat. Dari pemantauan, jumlah 7.861 KK yang memiliki air bersih tahun 2008 yakni; ledeng 3.767 (47,92%), Sumur pompa tangan 34 (0,43%), Sumur gali 3.734 (47,5%) dan penampungan air hujan 326 (4,15%).

Ketersediaan jamban keluarga, dari jumlah 25.685 kk, yang telah diperiksa 9.028 kk ( 35,15%). Dari

jumlah tersebut terdapat 4.613 kk (51.10%) yang memiliki jamaban keluarga. Sedangkan yang memiliki tempat pembuangan sampah 730 KK (48,73%) dari 1.498 kk yang sudah diperiksa.

Malaria centerSalah satu keberhasilan

pengendalian penyakit menular bersumber binatang yaitu penyakit malaria. Upaya pengendalian malaria diselenggarakan secara terpadu melalui system. Melalui system ini berbagai pihak yang terkait dilibatkan. Mulai dari pemerintah daerah, instansi dinas kesehatan dan masyarakat. Diharapkan pengendalian melalui system ini akan memiliki daya tahan, bukan sekedar hangat-hangat di awal, kemudian mati sebelum berkembang.

Dinas kesehatan berperan besar dalam proses kelahiran malaria center. Ke depan, setelah berjalan dengan baik malaria center ini akan menjadi tanggung jawab bersama yang akan dikoodinir oleh Bupati. Diharapkan dengan melibatkan lintas sektor, masalah kesehatan menjadi tugas bersama. Bukan semata-mata tugas insan kesehatan saja. npra

Siapa Dia

56 Mediakom No.XXIII/APRIL/2010

Mau sehat, lakukan 3 hal. Begitu pesan Binaragawan Ade Rai. Agar tubuh sehat tetap sehat harus melakukan olah raga secara teratur, makan makanan yang sehat dan istirahat yang cukup. Sehat

itu tidak menarik, dikala sehat. Tapi sehat itu menjadi menarik dikala sakit. Dikala sakit sehat terasa begitu nikmat, bahkan lebih nikmat dari nikmat yang lain, seperti uang, harta dan popularitas.

Ade mengajak, ketika sehat mari menjaga kesehatan. Ia menganalogkan seperti pohon. Pohon yang sehat bercabang tiga. Yakni mau meluangkan waktu untuk berolahraga atau aktivitas gerak. Kedua mau meluangkan waktu untuk mengatur apa yang dikonsumsi. Harus diingat bahwa mulut adalah sumber kesehatan juga sumber kesakitan, semuanya berasal dari mulut. Ketiga mau meluangkan waktu untuk istirahat yang cukup.

Ade mengingatkan, jika ke 3 cabang itu di lakukan, Isnya Allah sehat. Sebenarnya, sehat itu murah dan sakit itu mahal. Mahal karena harus mengeluarkan biaya pengobatan, perawatan,

waktu yang terbuang tidak produktif dan rasa sakit yang dirasakan. Bila semua

di rupiahkan, tentu menjadi mahal.

Apa yang dilakukan pada acara Hari Kesehatan Dunia

ini sangat baik, dengan adanya pesan pesan hidup sehat. Sebab kalau sampai jatuh sakit, yang repot bukan hanya yang sakit, tapi juga yang sehat. Sebab yang sehat juga harus memelihara yang sakit. Apalagi kalau sampai meninggal, kata Ade Rai. n

pra, yuli

Ade RaiMau Sehat, Lakukan 3 Hal

Awalnya terpaksa, selanjutnya menjadi kebiasaan. Itulah pengalaman Elsa Manora Nasution, perenang nasional yang kini meneguhkan dirinya

menjadi atlet perenang internasional. Kini. renang sudah menjadi gaya hidup harian, sehingga melakukannya penuh kesadaran, bahkan menjadi kebutuhan. Sehingga kalau tidak berolah raga, merasa ada yang kurang lengkap. Walau sewaktu masih kecil melakukan olah raga merasa dipaksa oleh orang tua, begitu kata Elsa.

Menurut Elsa pola hidup sehat yakni selain melakukan olah raga, harus makan yang teratur dan makan makanan sehat. Boleh sih jajan, tapi sedikit

saja. Sebab banyak makanan jajanan yang mengandung lemak dan kolesterol. Jadi ada baiknya ibu yang bisa masak kembalilah memasak di rumah sehingga tahu apa yang dimakan tidak mengandung bahan pengawet atau segala macam yang merusak kesehatan.

Buah bagus untuk dikonsumsi. Selain memberi manfaat dalam memperlancar proses pencernaan, juga dapat mengurangi kolesterol. Mempercepat penyerapan zak-zat gizi lainnya. Ada baiknya juga dipagi hari

sarapan buah. Misalnya sarapan buah pisang atau apel. Memberi pengaruh awet muda, karena kulitnya tampak segar. “ Silahkan mencoba….!”, kata Elsa. n

pra,yuli

Elsa NasutionPerbanyak Makan Buah

KA

PAN

lAg

I.co

M

KAPA

NlA

gI.co

M

Siapa Dia

No.XXIII/APRIL/2010 Mediakom 57

Adrian MaulanaHidup Lebih Percaya Diri

Menurut olga, belanja ke pasar tradisional lebih seru, dari pada belanja di supermarket. Sebab dapat berinteraksi, menawar barang dengan penjual secara alamiah.

oleh sebab itu, pasar harus sehat. Sehingga pasar terbebas dari bau busuk, becek dan lalat. Penjualnya sehat, barang yang dijual sehat, terjamin, aman dan pembelinya juga sehat.

Kebetulan, olga juga sebagai duta penanam pohon. Ketika dirumah sering menanam pohon, merawat, memupuk dan merawatnya. Ia mengajak kepada masyarakat untuk menanam pohon apa saja di rumah masing-masing. Sebab pohon dapat menyerap co2 dan mengeluarkan o2. Sehingga udara menjadi lebih bersih.

olga mengaku, selain menanam pohon sendiri di rumah, juga menerapkan program adopsi pohon. Sudah ada 100 pohon yang diadopsi. Ia berharap semakin banyak masyarakat yang melakukan gerakan menanam pohon.

olga mengatakan khususnya Indonesia banyak sekali penyakit yang berhubungan dengan paru-paru. Diantara penyebabnya karena polusi udara. Agar kualitas udara lebih baik, harus semakin banyak orang menanam pohon, berhenti membakar sampah dan merokok.

Sekarang sudah semakin banyak informasi dan semakin maju, bahwa sampah itu bisa menjadi berkah. Nah contoh paling gampang daun daun sampah pasar duitnya banyak, bisa menjadi kompos loh, bisa dijual kemudian juga untuk yang plastic bisa dijual untuk didaur ulang. Sebab sampah yang tidak diolah akan menjadi bencana dan penyakit.

olga mengajak masyarakat dan gubernur, Wali Kota dan Bupati diseluruh Indonesia memanfaatkan sampah. Sebab sampah itu sebenarnya bisa menjadi berkah dan mendatangkan keuntungan yang sangat banyak. n

pra,yuli

Olga Lidya Pasar Tradisional Lebih Seru…!

KA

PAN

lAg

I.co

M

Doaku Harapanku, Air Mata Ibu Tersayang, Buah Hati Mama dan Kampus cinta bagian kecil karya Adrian

Maulana. Bintang sinetron dan pemandu acara ini mulai dikenal saat mengikuti ajang pemilihan Abang None Jakarta tahun 1992. Kemudian namanya mulai muncul diberbagai media infotainment.

Maulana mengaku, sewaktu masih kuliah dan lulus sebagai insinyur berat badan 93 kg. Sayang insinyur tehnik mesin sampai sekarang belum pernah diterapkan. Ia memilih menjalani gaya hidup sehat. Sehingga memberi kesempatan berbuat lebih banyak bagi masyarakat, yakni “membuat inspirasi masyarakat Indonesia, pentingnya gaya hidup sehat”, ujar Adrian.

Adrian yang juga binaragawan ini perlu mengucapkan rasa terima kasih kepada Ade Rai selaku mentornya. Mungkin, bila tak mengenal Ade Rai, “masih tetap gemuk, muka jerawatan dan tak percaya diri”, aku Adrian.

lebih lanjut Adrian mengaku sebelum menjalani hidup sehat, sebulan sekali ke dokter kulit untuk facial, minum obat-obatan dan memakai krem pagi, krem malam. Kegiatan ini selain menguras biaya juga waktu. Setelah berdisiplin menjalani gaya hidup sehat bertahun-tahun, akhirnya dikenal di dunia entertainment dengan badan baru dan kehidupan baru.

Adrian berprinsip karena hidup cuma sekali dan sebentar, maka harus dimanfaatkan yang sebaik-baiknya. Menjaga kesehatan dengan memilih makanan yang tepat. Misalnya makan nasi merah, ayam yang dibakar atau direbus. Jangan makan goreng-gorengan dll, sebelum terlambat atau terlanjur sakit.

Seandainya benar dokter yang memvonis umur tinggal 6 bulan lagi. “saya yakin akan melakukan apapun untuk bisa mendapat kehidupan atau kesehatannyakembali. Walau dengan menjual rumah dan mobil untuk mendapatkan kesehatannya kembali. Sayang sering sekali sudah terlambat. Jadi untuk apa menyia-nyiakan hidup?”, ujar Adrian. npra,yuli

ISTI

MEW

A

58 Mediakom No.XXIII/APRIL/2010

Lentera

Keterbukaan Informasi PublikOleh: Prawito

Urusan buka-bukaan, memang cukup rumit. Kerumitan itu, bukan karena rumitnya persoalan. Tapi karena kerumitan diri, kelompok dan institusi. Ada keengganan untuk membuka diri, karena ada kekhawatiran kepentingan akan terganggu

atau ada “objek” yang tidak ingin diketahui orang lain, karena ada “kepentingan tertentu”. Tarik ulur kepentingan ini yang menjadi penyebab sulitnya keterbukaan informasi publik. Tapi kondisi tarik-ulur akan berkurang seiring dengan bergulirnya waktu. Sehingga informasi publik akan benar-benar dimiliki publik.

Berdasarkan Undang-Undang No.14 Tahun 2008, keterbukaan informasi publik ini akan berlaku tanggal 30 April 2010. Hal ini akan menuntut institusi publik memberikan informasi kepada publik secara utuh sesuai ketentuan yang berlaku. Institusi tidak dapat menahan informasi yang menjadi hak publik.

Kehadiran undang-undang keterbukaan informasi publik ini mempunyai bertujuan untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, transparan, efektif, efisien, akuntabel dan dapat dipertanggungjawabkan. Meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik dan pengelolaan badan publik yang baik.

Dalam Keterbukaan Informasi Publik (KIP) ada 2 kategori informasi yaitu : terbuka dan pengecualian (rahasia). Bagi informasi yang terbuka, publik berhak mendapatkannya dan badan informasi publik wajib memberikan informasi bagi yang membutuhkan. Sedangkan informasi yang masuk dalam kelompok pengecualian tidak dapat diakses oleh publik.

Hanya saja, pengelompokan ini memerlukan kehati-hatian, ketelitian dan kecermatan. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi “senjata makan tuan“ bagi institusi akibat dari keterbukaan informasi publik. Jangan sampai informasi yang dipublikasi menyebabkan serangan balik kepada badan publik.

Sebaliknya, kehati-hatian dalam pengelompokan informasi jangan terjebak pada asumsi sendiri dan bukan

berdasar pada ketentuan undang-undang yang berlaku. Seperti informasi yang seharusnya terbuka, karena asumsi pribadi atau kelompok, kemudian masuk dalam kelompok rahasia atau sebaliknya, informasi yang seharusnya rahasia , tapi dibuka untuk publik.

Untuk menghindari informasi yang menyesatkan, maka badan publik wajib menyediakan informasi yang akurat dan benar. Oleh sebab itu badan publik harus membuat pertimbangan setiap kebijakan yang diambil untuk

memenuhi hak setiap orang atas informasi publik. Adapun pertimbangan yang dimaksud yaitu

terkait dengan politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan

negara.Memang, menyambut hadirnya KIP

ini masih banyak perbedaan penafsiran terhadap pengelompokkan informasi. Sebab sampai saat ini semua badan publik sedang berproses menyiapkan informasi publik dengan versinya

masing-masing. Keberagaman ini harus disambut dengan positive thinking, bukan

kecemasan apalagi penolakan.Diakui oleh banyak pihak, untuk

mengimplementasikan KIP masih banyak kendala baik yang berupa konsep, operasional maupun sarana dan prasarana. Konsep harus diperbaiki dan penyempurnaan, sarana dilengkapi, sehingga penyampaian informasi pada publik dapat terselenggara dengan baik.

Untuk menyikapi berbagai kekurangan dalam menyiapkan KIP ini, perlu penyikapan yang tepat dan proporsional. Untuk itu, masih perlu waktu untuk bersosialisasi dengan undang-undang dan ketentuan KIP. Mempelajari, menyediakan dan menyajikan informasi secara tepat dan benar pada publik.

Dengan adanya KIP, sangat mungkin akan mengubah cara pikir, cara perencanaan, pelaksanaan, manajemen, monitoring dan evaluasi bagi penyelenggara negara . Birokrasi akan makin pendek, cepat, mudah dan murah. Transparansi bertambah baik, produktifitas kerja meningkat dan kesejahteraan pegawai membaik melalui penggajian secara remunerasi. Begitu harapannya, semoga sukses.n

No.XXIII/APRIL/2010 Mediakom 59

Reformasi Birokrasi

Lentera

Banyak kalangan ketika mendengar kata birokrasi, maka yang terbayang adalah pola pelayanan aparat pemerintah yang lambat, berbelit, biaya tinggi dan urusan pun belum tentu selesai. Uniknya, mereka kebal dari protes publik dan tak terjangkau hukum

untuk mengadili. Akhirnya, publik yang harus lebih sabar menerima perlakuan pelayanan yang buruk, jika ingin berhasil. Atau terpaksa menempuh cara lain untuk memperoleh hasil yang cepat. Sampai berkembang asumsi birokrasi ”kalau bisa dipersulit, mengapa harus dipermudah”. Makin sulit urusan, makin berwibawa birokrasi. Jika masyarakat mau urusan cepat, harus patuh pada birokrasi, begitulah kesannya. Mengapa layanan birokrasi begitu rumit dan sulit ?

Birokrasi dari masa ke masa.Ternyata, sejarah birokrasi begitu lama dan lebih tua dari

NKRI. Birokrasi telah lahir sejak zaman kerajaan. Masa itu birokrasi melayani para raja yang berkuasa. Model birokarsi seperti ini kemudian diteruskan oleh penjajahan Belanda. Penjajah menerapkan birokrasi untuk mengelola pemerintahan. Mereka mengangkat pejabat baru yang langsung menjadi kaki tangan, membantu dan mengelola pemerintahan. Semakin loyal pejabat tersebut, tentu semakin disenangi oleh Pemerintah Belanda. Bila tak loyal, maka pejabat tersebut, akan mengalami pemecatan bahkan pemenjaraan, jika melakukan pembangkangan. Jadi birokrasi dibentuk untuk melayani pimpinan atau penguasa.

Pola birokrasi melayani penguasa ini terus berlanjut sampai zaman kemerdekaan, Orde Lama dan Orde Baru. Ada pola birokrasi yang berkembang pada saai itu yaitu; birokrasi bekerja tidak melayani masyarakat, tapi untuk melayani penguasa dan pengusaha, berpihak pada partai politik tertentu milik pemerintah. Umumnya bekerja dengan biaya tinggi, berbelit dan membutuhkan waktu yang lama. Bahkan birokrasi bekerja tidak melibatkan partisipasi masyarakat secara nyata, tapi cenderung dimobilisasi.

Mengapa pola ini terjadi?. Ada beberapa penyebab yang melatar belakangi pola birokrasi seperti diatas, yaitu paradigma lama birokrasi yang turun temurun. Generasi birokrasi lama mengajarkan dan mempraktekan pola birokrasi Belanda dan feodal yang sudah mendarah daging kepada generasi berikutnya. Berkembang paradigma, birokrasi memberi upah memang sebagai imbalan atas jasa pengabdian kepada penguasa atau raja. Disamping itu, berkembang pula sistem perencanaan terpusat, sehingga

memunculkan budaya” minta pentunjuk” terhadap masalah pelaksanaan tugas pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan.

Kesan birokrasi yang kian memburuk, menyebabkan penurunan kepercayaan masyarakat kepada layanan publik oleh pemerintah. Birokrasi dianggap tidak merespon tuntutan masyarakat atas pelayanan publik yang sederhana, mudah, murah dan tidak melanggar ketentuan yang berlaku.

Krisis kepercayaan ini, disebabkan oleh rendahnya kesadaran PNS sebagai aparatur negara yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan dan pembangunan ( UU No.43 tahun 1999).

Birokrasi harapanMengingat tuntutan publik yang makin komplek,

kebutuhan pelayanan semakin banyak, menuntut birokrasi yang berjiwa kewirausahaan.

Mempunyai kemampuan menemukan cara baru memaksimalkan produktifitas dan efektifitas. Sehingga birokrasi mampu beradaptasi dengan tekonologi dan globalisasi. Kondisi ini mengharuskan organisasi melakukan

perubahan secara fundamental menuju good governance.Untuk itu, perlu upaya reformasi birokrasi melalui

optimalisasi kapasitas birokrasi, kelembagaan, SDM, manajemen organisasi dan finansial. Aspek kelembagaan mengharuskan restrukturisasi fungsi dan organisasi menjadi birokrasi kecil, cepat dan murah. Sedang perspektif manejemen menuntut birokrasi modern, kecil, berkualitas dengan kapasitas besar. Hal ini memungkinkan terjadinya pelayanan cepat berbiaya murah. Khusus aspek SDM, perlu menciptakan SDM berkompeten sesuai bidangnya. Mencakup strategi rekruetmen, sistem karir, pengajian, pengembangan pegawai dan pensiun.

Melalui reformasi birokrasi, diharapkan terjadi perubahan paradigma birokrasi yang lebih mengutamakan pelayanan kepada masyarakat. Dalam menjalankan pekerjaan tidak saja bersandar pada peraturan, tapi juga mampu mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Melahirkan pemimpin yang kuat melaksanakan palayanan publik, pembaharuan sistem adminitrasi publik dan pemberdayaan masyarakat secara terus menerus dan demokratis. Bila hal ini terjadi dalam tubuh birokrasi, maka pelayanan yang mudah, cepat dan murah, tinggal menunggu waktu, semoga. n

60 Mediakom No.XXIII/APRIL/2010