Mata Kuliah Biofarmasetika

7
MTC MEC tMA KS CpMA KS PENDAHULUAN Biofarmasetika adalah ilmu yang mempelajari tentang faktor-faktor yang berpengaruh terhadap bioavailabilitas (ketersediaan hayati) pada hewan dan manusia dan pemanfaatannya untuk menghasilkan respon terapi yang optimal. Sedangkan bioavailabilitas sendiri adalah parameter-parameter yang menunjukkan jumlah dan kecepatan obat aktif sampai ke sirkulasi sistemik. Parameter yang menunjukkan jumlah adalah AUC dan Cpmaks, sedangkan parameter yang menunjukkan kecepatan adalah tmaks dan Cpmaks. Penjelasan parameter-parameter tersebut dapat dilihat pada gambar berikut: Gambar 1. Profil kadar obat dalam darah, MTC: Minimum Toxic Concentration, MEC: Minimum Effect Concentration Efek terapi (respon) yang muncul tergantung dari kadar obat dalam reseptor, tetapi pada biofarmasetika hanya bicara obat yang sampai ke sirkulasi sistemik. Hal ini bisa dipahami karena antara obat dalam darah dan obat dalam reseptor membentuk suatu kesetimbangan, artinya jika kadar obat dalm

Transcript of Mata Kuliah Biofarmasetika

Page 1: Mata Kuliah Biofarmasetika

MTC

MEC

tMAKS

CpMAKS

PENDAHULUAN

Biofarmasetika adalah ilmu yang mempelajari tentang faktor-faktor yang

berpengaruh terhadap bioavailabilitas (ketersediaan hayati) pada hewan dan manusia dan

pemanfaatannya untuk menghasilkan respon terapi yang optimal. Sedangkan

bioavailabilitas sendiri adalah parameter-parameter yang menunjukkan jumlah dan

kecepatan obat aktif sampai ke sirkulasi sistemik. Parameter yang menunjukkan jumlah

adalah AUC dan Cpmaks, sedangkan parameter yang menunjukkan kecepatan adalah tmaks

dan Cpmaks. Penjelasan parameter-parameter tersebut dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 1. Profil kadar obat dalam darah, MTC: Minimum Toxic Concentration,

MEC: Minimum Effect Concentration

Efek terapi (respon) yang muncul tergantung dari kadar obat dalam reseptor, tetapi pada

biofarmasetika hanya bicara obat yang sampai ke sirkulasi sistemik. Hal ini bisa dipahami

karena antara obat dalam darah dan obat dalam reseptor membentuk suatu

kesetimbangan, artinya jika kadar obat dalm darah naik maka kadar obat dalam reseptor

juga naik sehingga respon juga naik.

Mudah dimaklumi kalau obat yang berbeda menunjukkan bioavailabilitas yang

berbeda pula. Hal ini karena perbedaan sifat fisiko kimianya seperti kelarutan dalam air,

koefisien partisi, stabilitas ,dan lain-lain.

Beberapa produk menunjukkan bioavailabilitas yang berbeda dengan adanya

perbedaan bentuk sediaan. Bahkan untuk bentuk sediaan yang sama pun kadang-kadang

Page 2: Mata Kuliah Biofarmasetika

antar pabrik memberikan perbedaan bioavailabilitas. Perubahan bahan pengisi yang

berbeda juga memberikan perbedaan bioavailabilitas.

Produk yang sama pada pasien yang berbeda sering menimbulkan bioavailabilitas

yang berbeda pula, sehingga perlu individual dosis. Kadang-kadang perbedaan pemakaian

sesudah dan sebelum makan juga memberikan perbedaan bioavailabilitas.

Keterangan-keterangan di atas menunjukkan bahwa bioavailabilitas dipengaruhi

oleh banyak factor. Untuk menyederhanakan bias dikelompokkan menjadi tiga factor yaitu:

1. Faktor Obat (sifat fisiko-kimia)

2. Faktor Pabrik (Faktor Formulasi Sediaan)

3. Faktor Pasien (Fisiologi dan Patologi saluran cerna).

Faktor pabrik merupakan factor yang paling mungkin untuk dimodifikasi. Sebagai

farmasis, kita adalah formulator sediaan, sehingga bisa mempunyai produk

yang unggul.

Beberapa karakteristik farmasetik mempengaruhi metoda,rute pemberian,

kecepatan dan ketercapaian ketersediaan hayati obat-obat yang diberikan

secara parenteral. Faktor-faktor itu antara lain kelarutan obat dan volume

injeksi; karakteristik pembawa; pH dan osmolalitas larutan injeksi, bentuk

sediaan injeksi dan komponen formulasi.

Kelarutan Obat dan Volume Injeksi

Pada pemberian secara intravena, obat-obat harus sepenuhnya dalam

keadaan terlarut dalam pembawa (dan lebih disukai pembawa yang

digunakan adalah air). Kelarutan obat dalam pembawa yang digunakan dan

dosis yang diperlukan akan menentukan volume injeksi intravena. 

Karakteristik Pembawa

Pembawa air dapat digunakan untuk sediaan injeksi melalui berbagai rute

Page 3: Mata Kuliah Biofarmasetika

pemberian, sedangkan injeksi dalam pembawa non air (yang bercampur atau

tidak bercampur dengan air) hanya digunakan terutama untuk rute injeksi

intramuskular. Injeksi dengan rute pemberian intravena dapat diformulasikan

dengan menggunakan pelarut campur (misalnya untuk formula injeksi

mengandung diazepam, digoxin dan fenitoin), dengan catatan kecepatan

pemberian infus harus tetap diperhatikan agar tidak terjadi pengendapan obat

di lokasi pemberian. Emulsi lemak dapat juga diberikan secara intravena

(dengan catatan emulsinya harus berupa emulsi mikro). Pembawa non air

yang lebih kental dari air akan mempengaruhi kecepatan injeksi melalui jarum

dan kecepatan absorpsi di lokasi injeksi.

pH dan Osmolalitas Larutan Injeksi

Idealnya sediaan injeksi adalah isohidri dan isotoni dengan cairan biologis,

sayangnya hal ini seringkali tidak dapat dicapai karena beberapa sebab,

misalnya banyak obat-obat yang tidak stabil pada pH netral (pH cairan

biologis). Karena itu banyak obat diformulasikan dalam bentuk sediaan injeksi

pada pH stabilitasnya yang tidak sama dengan pH cairan biologis. Sebagai

contoh diazoxide (turunan benzotiadiazin non diuretik) diformulasikan

sebagai sediaan injeksi pada pH stabilitasnya yaitu 11,6. Banyak senyawa

obat yang merupakan basa lemah banyak diformulasikan sebagai sediaan

injeksi dalam bentuk garamnya (misalnya tetrasiklin HCl) pada pH

stabilitasnya yaitu sekitar 2,0. Atau senyawa obat yang merupakan asam

lemah banyak diformulasikan sebagai sediaan injeksi dalam bentuk

garamnya (misalnya Dilantin®) pada pH stabilitasnya yaitu sekitar 12,0.

Sediaan injeksi dengan pH ekstrem (berbeda jauh dari pH cairan biologis)

harus diinjeksikan dengan kecepatan yang terkontrol untuk menghindari

terjadinya nyeri dan iritasi pada pasien serta terjadinya kerusakan jaringan di

sekitar lokasi penyuntikan.

Page 4: Mata Kuliah Biofarmasetika

Beberapa formulasi sediaan injeksi merupakan sediaan yang hiperosmotik

atau hipertoni dibandingkan dengan cairan biologis dengan tujuan untuk

mencapai ketersediaan hayati yang diinginkan. Sebagai contoh adalah

golongan anestetik spinal, diaxozide dan golongan diuretik osmotik, dan obat

tetes mata sulfasetamide. Produk nutrisi parenteral mengandung asam amino

dan dekstrosa dengan konsentrasi tinggi sehingga hipertoni. Larutan ini

disebut larutan hiperalimentasi dan harus diberikan melalui vena yang besar

seperti vena subclavian. Darah dari vena ini langsung menuju jantung

sehingga larutan yang hipertoni itu langsung diencerkan dengan volume

darah yang besar. 

Pada umumnya sediaan yang hipertoni merupakan kontarindikasi untuk rute

pemberian intramuskular dan subkutan. Karena pada lokasi penyuntikan

tersebut, tidak banyak cairan biologis yang tersedia untuk mengencerkan

larutan hipertoni itu sehingga hal ini dapat menimbulkan rasa sakit dan

kerusakan jaringan di sekitar tempat penyuntikan.

Bentuk Sediaan Injeksi

Bentuk sediaan parenteral berupa larutan sejati, suspensi atau padatan steril

untuk direkonstitusi dengan pembawa steril. Bentuk sediaan suspensi hanya

dapat digunakan melalui rute intramuskular dan subkutan. Tidak boleh ada

partikel sedikitpun pada sediaan yang diberikan secara intravena, atau rute

parenteral lain yang obatnya langsung cairan biologis atau jaringan yang

sensitif (misal otak atau mata), sehingga untuk rute-rute tersebut bentuk

sediaannya harus berupa larutan sejati. Padatan steril sebelum digunakan

harus dilarutkan dahulu dalam pembawa steril sebelum digunakan. Formulasi

ini seringkali berhubungan dengan stabilitas bahan aktif obat dalam bventuk

terlarut. Karena itu pelarutan bahan aktif obat dilakukan sesaat sebelum

Page 5: Mata Kuliah Biofarmasetika

penyuntikan dilakukan. 

Komponen Formulasi

Komponen formulasi sediaan parenteral antara lain meliputi bahan aktif obat,

pembawa, pendapar, pengisotoni, antioksidan, surfaktan, pengikat logam

(chelating agents) dan pengawet. Komponen pengawet terutama digunakan

untuk sediaan dosis ganda atau multidose. Pengawet tidak boleh diberikan

pada sediaan injeksi untuk rute melalui cairan cerebrospinal atau cairan

intraokular karena dapat menimbulkan toksisitas. Surfaktan kadang

dimasukkan dalam formulasi untuk meningkatkan kelarutan bahan aktif, tapi

harus diingat surfaktan dapat juga mengubah permeabilitas membran, oleh

karena itu sebaiknya surfaktan digunakan dengan hati-hati pada sediaan

yang ditujukan untuk rute intramuskular dan subkutan.

Untuk sediaan pelepasan lambat atau terkontrol seringkali ditambahkan

eksipien berupa pelarut minyak atau polimer dengan berat molekul yang

tinggi. Sediaan pelepasan lambat ini seringkali ditujukan untuk rute subkutan

atau intramuskular.