Nama Mata Kuliah : Strategi Pembelajaran SD Kode Mata Kuliah
Mata Kuliah Biofarmasetika
-
Upload
ayun-dwi-astuti -
Category
Documents
-
view
35 -
download
1
Transcript of Mata Kuliah Biofarmasetika
MTC
MEC
tMAKS
CpMAKS
PENDAHULUAN
Biofarmasetika adalah ilmu yang mempelajari tentang faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap bioavailabilitas (ketersediaan hayati) pada hewan dan manusia dan
pemanfaatannya untuk menghasilkan respon terapi yang optimal. Sedangkan
bioavailabilitas sendiri adalah parameter-parameter yang menunjukkan jumlah dan
kecepatan obat aktif sampai ke sirkulasi sistemik. Parameter yang menunjukkan jumlah
adalah AUC dan Cpmaks, sedangkan parameter yang menunjukkan kecepatan adalah tmaks
dan Cpmaks. Penjelasan parameter-parameter tersebut dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 1. Profil kadar obat dalam darah, MTC: Minimum Toxic Concentration,
MEC: Minimum Effect Concentration
Efek terapi (respon) yang muncul tergantung dari kadar obat dalam reseptor, tetapi pada
biofarmasetika hanya bicara obat yang sampai ke sirkulasi sistemik. Hal ini bisa dipahami
karena antara obat dalam darah dan obat dalam reseptor membentuk suatu
kesetimbangan, artinya jika kadar obat dalm darah naik maka kadar obat dalam reseptor
juga naik sehingga respon juga naik.
Mudah dimaklumi kalau obat yang berbeda menunjukkan bioavailabilitas yang
berbeda pula. Hal ini karena perbedaan sifat fisiko kimianya seperti kelarutan dalam air,
koefisien partisi, stabilitas ,dan lain-lain.
Beberapa produk menunjukkan bioavailabilitas yang berbeda dengan adanya
perbedaan bentuk sediaan. Bahkan untuk bentuk sediaan yang sama pun kadang-kadang
antar pabrik memberikan perbedaan bioavailabilitas. Perubahan bahan pengisi yang
berbeda juga memberikan perbedaan bioavailabilitas.
Produk yang sama pada pasien yang berbeda sering menimbulkan bioavailabilitas
yang berbeda pula, sehingga perlu individual dosis. Kadang-kadang perbedaan pemakaian
sesudah dan sebelum makan juga memberikan perbedaan bioavailabilitas.
Keterangan-keterangan di atas menunjukkan bahwa bioavailabilitas dipengaruhi
oleh banyak factor. Untuk menyederhanakan bias dikelompokkan menjadi tiga factor yaitu:
1. Faktor Obat (sifat fisiko-kimia)
2. Faktor Pabrik (Faktor Formulasi Sediaan)
3. Faktor Pasien (Fisiologi dan Patologi saluran cerna).
Faktor pabrik merupakan factor yang paling mungkin untuk dimodifikasi. Sebagai
farmasis, kita adalah formulator sediaan, sehingga bisa mempunyai produk
yang unggul.
Beberapa karakteristik farmasetik mempengaruhi metoda,rute pemberian,
kecepatan dan ketercapaian ketersediaan hayati obat-obat yang diberikan
secara parenteral. Faktor-faktor itu antara lain kelarutan obat dan volume
injeksi; karakteristik pembawa; pH dan osmolalitas larutan injeksi, bentuk
sediaan injeksi dan komponen formulasi.
Kelarutan Obat dan Volume Injeksi
Pada pemberian secara intravena, obat-obat harus sepenuhnya dalam
keadaan terlarut dalam pembawa (dan lebih disukai pembawa yang
digunakan adalah air). Kelarutan obat dalam pembawa yang digunakan dan
dosis yang diperlukan akan menentukan volume injeksi intravena.
Karakteristik Pembawa
Pembawa air dapat digunakan untuk sediaan injeksi melalui berbagai rute
pemberian, sedangkan injeksi dalam pembawa non air (yang bercampur atau
tidak bercampur dengan air) hanya digunakan terutama untuk rute injeksi
intramuskular. Injeksi dengan rute pemberian intravena dapat diformulasikan
dengan menggunakan pelarut campur (misalnya untuk formula injeksi
mengandung diazepam, digoxin dan fenitoin), dengan catatan kecepatan
pemberian infus harus tetap diperhatikan agar tidak terjadi pengendapan obat
di lokasi pemberian. Emulsi lemak dapat juga diberikan secara intravena
(dengan catatan emulsinya harus berupa emulsi mikro). Pembawa non air
yang lebih kental dari air akan mempengaruhi kecepatan injeksi melalui jarum
dan kecepatan absorpsi di lokasi injeksi.
pH dan Osmolalitas Larutan Injeksi
Idealnya sediaan injeksi adalah isohidri dan isotoni dengan cairan biologis,
sayangnya hal ini seringkali tidak dapat dicapai karena beberapa sebab,
misalnya banyak obat-obat yang tidak stabil pada pH netral (pH cairan
biologis). Karena itu banyak obat diformulasikan dalam bentuk sediaan injeksi
pada pH stabilitasnya yang tidak sama dengan pH cairan biologis. Sebagai
contoh diazoxide (turunan benzotiadiazin non diuretik) diformulasikan
sebagai sediaan injeksi pada pH stabilitasnya yaitu 11,6. Banyak senyawa
obat yang merupakan basa lemah banyak diformulasikan sebagai sediaan
injeksi dalam bentuk garamnya (misalnya tetrasiklin HCl) pada pH
stabilitasnya yaitu sekitar 2,0. Atau senyawa obat yang merupakan asam
lemah banyak diformulasikan sebagai sediaan injeksi dalam bentuk
garamnya (misalnya Dilantin®) pada pH stabilitasnya yaitu sekitar 12,0.
Sediaan injeksi dengan pH ekstrem (berbeda jauh dari pH cairan biologis)
harus diinjeksikan dengan kecepatan yang terkontrol untuk menghindari
terjadinya nyeri dan iritasi pada pasien serta terjadinya kerusakan jaringan di
sekitar lokasi penyuntikan.
Beberapa formulasi sediaan injeksi merupakan sediaan yang hiperosmotik
atau hipertoni dibandingkan dengan cairan biologis dengan tujuan untuk
mencapai ketersediaan hayati yang diinginkan. Sebagai contoh adalah
golongan anestetik spinal, diaxozide dan golongan diuretik osmotik, dan obat
tetes mata sulfasetamide. Produk nutrisi parenteral mengandung asam amino
dan dekstrosa dengan konsentrasi tinggi sehingga hipertoni. Larutan ini
disebut larutan hiperalimentasi dan harus diberikan melalui vena yang besar
seperti vena subclavian. Darah dari vena ini langsung menuju jantung
sehingga larutan yang hipertoni itu langsung diencerkan dengan volume
darah yang besar.
Pada umumnya sediaan yang hipertoni merupakan kontarindikasi untuk rute
pemberian intramuskular dan subkutan. Karena pada lokasi penyuntikan
tersebut, tidak banyak cairan biologis yang tersedia untuk mengencerkan
larutan hipertoni itu sehingga hal ini dapat menimbulkan rasa sakit dan
kerusakan jaringan di sekitar tempat penyuntikan.
Bentuk Sediaan Injeksi
Bentuk sediaan parenteral berupa larutan sejati, suspensi atau padatan steril
untuk direkonstitusi dengan pembawa steril. Bentuk sediaan suspensi hanya
dapat digunakan melalui rute intramuskular dan subkutan. Tidak boleh ada
partikel sedikitpun pada sediaan yang diberikan secara intravena, atau rute
parenteral lain yang obatnya langsung cairan biologis atau jaringan yang
sensitif (misal otak atau mata), sehingga untuk rute-rute tersebut bentuk
sediaannya harus berupa larutan sejati. Padatan steril sebelum digunakan
harus dilarutkan dahulu dalam pembawa steril sebelum digunakan. Formulasi
ini seringkali berhubungan dengan stabilitas bahan aktif obat dalam bventuk
terlarut. Karena itu pelarutan bahan aktif obat dilakukan sesaat sebelum
penyuntikan dilakukan.
Komponen Formulasi
Komponen formulasi sediaan parenteral antara lain meliputi bahan aktif obat,
pembawa, pendapar, pengisotoni, antioksidan, surfaktan, pengikat logam
(chelating agents) dan pengawet. Komponen pengawet terutama digunakan
untuk sediaan dosis ganda atau multidose. Pengawet tidak boleh diberikan
pada sediaan injeksi untuk rute melalui cairan cerebrospinal atau cairan
intraokular karena dapat menimbulkan toksisitas. Surfaktan kadang
dimasukkan dalam formulasi untuk meningkatkan kelarutan bahan aktif, tapi
harus diingat surfaktan dapat juga mengubah permeabilitas membran, oleh
karena itu sebaiknya surfaktan digunakan dengan hati-hati pada sediaan
yang ditujukan untuk rute intramuskular dan subkutan.
Untuk sediaan pelepasan lambat atau terkontrol seringkali ditambahkan
eksipien berupa pelarut minyak atau polimer dengan berat molekul yang
tinggi. Sediaan pelepasan lambat ini seringkali ditujukan untuk rute subkutan
atau intramuskular.