Mario Ade S Laporan Kasus Asfiksia

22
L aporan kas us ASFIKSIA Oleh: Mario Ade Saputra 70 2008 016 Pembimbing : dr. H. Gandhi Zaihan, Sp.A, MARS FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG 2012

Transcript of Mario Ade S Laporan Kasus Asfiksia

Page 1: Mario Ade S Laporan Kasus Asfiksia

7/16/2019 Mario Ade S Laporan Kasus Asfiksia

http://slidepdf.com/reader/full/mario-ade-s-laporan-kasus-asfiksia 1/22

Laporan kasus 

ASFIKSIA 

Oleh:Mario Ade Saputra

70 2008 016

Pembimbing :

dr. H. Gandhi Zaihan, Sp.A, MARS

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG

2012

Page 2: Mario Ade S Laporan Kasus Asfiksia

7/16/2019 Mario Ade S Laporan Kasus Asfiksia

http://slidepdf.com/reader/full/mario-ade-s-laporan-kasus-asfiksia 2/22

KATA PENGANTAR 

Puji dan Syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan

kasih dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunanlaporan kasus yang berjudul "Asfiksia".

Dalam penyelesaian penyusunan laporan kasus ini, penulis mengucapkan

terimakasih kepada dr. H. Gandhi Zaihan, Sp.A, MARS atas bimbingan dalam

 penulisan laporan kasus ini. Tujuan penulisan laporan ksus ini adalah dalam

rangka memenuhi salah satu syarat kelulusan pada kepaniteraan Klinik di bagian

Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah-RS

Palembang Bari.

Pepatah lama mengatakan "Tak ada gading yang tak retak", begitu juga

 penulis menyadari masih terdapat kekurangan dan kesalahan dalam pembuatan

dan penyusunan laporan kasus ini. Oleh karena itu, kritik dan saran dari para

 pembaca yang bersifat membangun sangat diharapkan dengan tujuan pembuatan

dan penyusunan laporan kasus ini dapat menjadi lebih baik.

Palembang, September 2012

Penulis

Page 3: Mario Ade S Laporan Kasus Asfiksia

7/16/2019 Mario Ade S Laporan Kasus Asfiksia

http://slidepdf.com/reader/full/mario-ade-s-laporan-kasus-asfiksia 3/22

BAB I

LAPORAN KASUS

I.  IDENTIFIKASI

 Nama : By. Yuliana

Umur : 0 hari

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Lr. Masjid jamiatul iman no. 1414 Rt 05/01 kel. 8 Ulu

Kebangsaan : Indonesia

Agama : Islam

 No. RM : 083980

Pav/kelas : Neonatus / III

MRS Tanggal : 18 September 2012

II.  ANAMNESIS (alloanamnesis dengan ibu penderita pada tanggal 18

September 2012)

Bayi laki-laki lahir spontan dengan kala II lama dari ibu G1P0A0, hamil

aterm, hamil 37 minggu, ditolong oleh bidan di ruang kebidanan RSUD

Palembang Bari, saat lahir tidak langsung menangis, APGAR Score 5/6/7

dilakukan pembersihan jalan nafas + pemberian O2, Riwayat KPSW (+) 7

 jam , ketuban hijau (+), bau (+), kental (+), mekonium (+),anus (+), tali

 pusat layu (-), BB= 3700 gram, PB 48 cm, LK : 38 cm.

Riwayat kehamilan

Riwayat ibu demam (-)

Riwayat ibu Hipertensi (-)

Riwayat ibu diabetes melitus (-)

Riwayat ibu anemia (-)

Riwayat Penyakit dalam Keluarga

Riwayat penyakit dalam keluarga (-)

Pedigree Keluarga:

Tn. A 27 thn, Ny. Y 25 thn,

Os

Page 4: Mario Ade S Laporan Kasus Asfiksia

7/16/2019 Mario Ade S Laporan Kasus Asfiksia

http://slidepdf.com/reader/full/mario-ade-s-laporan-kasus-asfiksia 4/22

III.  PEMERIKSAAN FISIK 

Pemeriksaan Umum

Keadaan Umum :

Tampak sakit sedang,

Aktifitas: kurang aktif 

Refleks hisap: Lemah

Tangis: Merintih

Denyut jantung : 132 x/menit, irama regular 

Pernapasan : 76 x/menit

Suhu badan : 36,0 oC

Berat badan : 3700 gramPanjang badan : 48 cm

Lingkar kepala : 38 cm

Pemeriksaan Khusus

Kepala : caput (-), normocephali, flushing (-) 

Rambut : hitam

Ubun-ubun : frontanemia mayor dan minor belum menutup.Muka : tidak ada kelainan bentuk, muka oval.

Mata : simetris, sklera tidak icterus, conjungtiva, tidak 

anemis.

Hidung : NCH (+), sekret (-), epistaksis (-)

Mulut : Sianosis (-), bibir kering (-)

Telinga : simetris, MAE (+)

Leher : Tidak ada pembesaran KGB

Thoraks

 Paru-paru

Inspeksi : bentuk simetris, pergerakan simetris, retraksi (+)

Palpasi : stemfremitus kanan = kiri

Perkusi : sonor di kedua lapangan paru

Auskultasi : vesikuler (+) normal, ronchi (-), wheezing (-)

Page 5: Mario Ade S Laporan Kasus Asfiksia

7/16/2019 Mario Ade S Laporan Kasus Asfiksia

http://slidepdf.com/reader/full/mario-ade-s-laporan-kasus-asfiksia 5/22

 Jantung 

Inspeksi : pulsasi (-), iktus (-)

Palpasi : iktus (-), thrill (-)

Perkusi : dalam batas normalAuskultasi : HR= 132 x/menit, irama regular, murmur (-),

gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : datar 

Palpasi : lemas, hepar dan lien tidak teraba

Perkusi : timpani , shifting dullness (-)

Auskultasi : bising usus (+) normal

Tali pusat : Belum lepas, Radang (-), bau busuk (-)

Lipat paha dan genitalia : Anus (+), tidak ada kelainanEkstremitas : akral dingin (-), sianosis (-), CRT < 3 detik,

sindactyly -/-, polidactily -/-

IV.  PEMERIKSAAN PENUNJANG

Darah Rutin

Hb : 17,5 g/dl

Ht : 51%

Leukosit : 30.100/mm3

Trombosit : 328.000/mm3

Diff count : 0/0/1/61/32/6

CRP : (-)

V.  DIAGNOSA SAMENTARA

lahir spontan dengan kala II lama

ibu G1P0A0

 Neo aterm/AGA

Asfiksia sedang + T. Infeksi + RDS

VI.  RESUME

Pada tanggal 18 September 2012 lahir seorang bayi laki-laki, berusia 0

hari, lahir spontan dari ibu G1P0A0, aterm, hamil 37 minggu, ditolong oleh

 bidan di ruang kebidanan RSUD Palembang Bari,  saat lahir tidak langsung

menangis, APGAR Score 5/6/7 dilakukan pembersihan jalan nafas +

 pemberian O2, Riwayat KPSW (+) 7 jam , ketuban hijau (+), bau (+),

kental (+), mekonium (+), tali pusat layu (-), LK : 38 cm, anus (+), BB=

3700 gram, PB 48 cm. Pada pemeriksaan umum didapatkan tampak sakit

Page 6: Mario Ade S Laporan Kasus Asfiksia

7/16/2019 Mario Ade S Laporan Kasus Asfiksia

http://slidepdf.com/reader/full/mario-ade-s-laporan-kasus-asfiksia 6/22

sedang, aktifitas: kurang aktif, refleks hisap: lemah, tangis: merintih, nadi

132 x/menit, irama regular, pernapasan 76 x/menit, suhu badan 36,0 oC.

dilakukan pemeriksaan darah rutin, didapatkan hasil: hb 17,5 g/dl, ht 51 %,

leukosit 30.100/mm3 trombosit 328.000/mm3,  diff count : 0/0/1/61/32/6,

CRP (-). OS lalu dikirim ke NICU (Neonatal Intensive Care) RSUD

Palembang bari untuk dilakukan perawatan.

VII.  DIAGNOSIS BANDING

Asfiksia ringan + tersangka infeksi + RDS

VIII.  DIAGNOSIS KERJA

Asfiksia ringan + tersangka infeksi + RDS

IX.  PENATALAKSANAAN

1.  Inj. Vit K 1 mg (i.m)

2.  Zalf mata chloramphenicol

3.  Stop Oral

4.  IVFD D10 1/5 NS gtt 9x/m

5.  Inj. Ampicilin 2 x 185 mg

6.  Inj. Gentamicin 9 mg/ 18 jam

7.  Rontgen Thorax

8.  Oksigenasi (O2 2 L/menit)

9.  Monitor 

X.  PROGNOSIS

Quo ad vitam : bonam

Quo ad fungsional : bonam

Page 7: Mario Ade S Laporan Kasus Asfiksia

7/16/2019 Mario Ade S Laporan Kasus Asfiksia

http://slidepdf.com/reader/full/mario-ade-s-laporan-kasus-asfiksia 7/22

XI.  FOLLOW UP

(Tanggal 19 September 2012)

S : (-) BBL: 3700 gr 

O: KU= Sens: CM BBS: 3700 gr 

Aktifitas: Aktif U: 1 hr 

Tangis: Kuat

R. Hisap: Kuat

HR : 144 x/m

RR : 50 x/mnt

Suhu : 36,5oC

KS: Kepala : NCH (-)

Leher : t.a.k 

Thorax : Cor : BJ I/II (+) N, m(-), g(-)

Pulmo: Vesikular (+) N, wh (-), rh(-)Abdomen: Datar, lemas, BU (+) N

Extremitas: Akral dingin (-)

A: Asfiksia ringan + T. Infeksi

Penatalaksanaan

  Kebutuhan cairan: 296 cc/hr 

  Asi/Pasi 12x2 cc

  IVFD D10 5:1 gtt 9x/m

  Inj. Ampicilin 2 x 185 mg

  Inj. Gentamicin 9 mg/ 18 jam  O2 

Page 8: Mario Ade S Laporan Kasus Asfiksia

7/16/2019 Mario Ade S Laporan Kasus Asfiksia

http://slidepdf.com/reader/full/mario-ade-s-laporan-kasus-asfiksia 8/22

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.1. Asfiksia Neonatorum

A. Definisi

Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi baru lahir yang gagal

 bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir 1.

Menurut American College of Obstetricans and Gynecologists

(ACOG) dan American Academy of Pediatrics (AAP), seorang

neonatus disebut mengalami asfiksia bila memenuhi kondisi sebagai

 berikut.

a. Nilai Apgar menit kelima 0-3. b. Adanya asidosis pada pemeriksaan darah tali pusat (pH<7.0).

c. Gangguan neurologis (misalnya: kejang, hipotonia atau koma).

d. Adanya gangguan sistem multiorgan (misalnya: gangguan

kardiovaskular,gastrointestinal, hematologi, pulmoner, atau sistem

renal).

e. Asfiksia dapat bermanifestasi sebagai disfungsi multi organ, kejang

dan ensefalopati hipoksik-iskemik, serta asidemia metabolik. Bayi

yang mengalami episode hipoksia-iskemi yang signifikan saat lahir 

memiliki risiko disfungsi dari berbagai organ, dengan disfungsi

otak sebagai pertimbangan utama (Health Technology Assessment

Indonesia Depkes RI, 2008).

B.  Etiologi Asfiksia Neonatorum

Pengembangan paru bayi baru lahir terjadi pada menit - menit

 pertama kelahiran dan kemudian disusul dengan pernafasan teratur.

Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen dari

ibu ke janin akan terjadi asfiksia janin atau neonatus. Gangguan ini

dapat timbul pada masa kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir 

(McGuire, 2007).

Towell (1966) mengajukan penggolongan penyebab kegagalan

Pernafasan pada bayi, yang terdiri dari :

1. Faktor ibu

a. Hipoksia ibu

Hal ini akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala

akibatnya. Hipoksia ibu ini dapat terjadi karena hipoventilasi akibat

 pemberian obat analgetika atau anastesia dalam.

 b. Gangguan aliran darah uterus

Page 9: Mario Ade S Laporan Kasus Asfiksia

7/16/2019 Mario Ade S Laporan Kasus Asfiksia

http://slidepdf.com/reader/full/mario-ade-s-laporan-kasus-asfiksia 9/22

Mengurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan

 berkurangnya oksigen ke plasenta dan demikian pula ke janin. Hal ini

sering ditemukan pada keadaan :

a). Gangguan kontraksi uterus, misalnya hipertoni, hipotoni atau tetani

uterus akibat penyakit atau obat.

 b). Hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan.

c). Hipertensi pada penyakit eklampsia dan lain-lain.

2. Faktor Plasenta

Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan

kondisi plasenta. Asfiksia janin akan terjadi bila terdapat gangguan

mendadak pada plasenta, misalnya solusio plasenta, perdarahan

 plasenta, dan lain-lain.

3. Faktor fetus

Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran

darah dalam pembuluh darah umbulikus dan menghambat pertukaran

gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan

 pada kelainan tali pusat menumbung, tali pusat melilit leher, kompresi

tali pusat janin dan jalan lahir, dan lain-lain.

4. Faktor Neonatus

Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena beberapa hal, sebagai berikut.

a. Pemakaian obat anastesia/analgetika yang berlebihan pada ibu

secara langsung dapat menimbulkan depresi pusat pernapasan

 janin.

 b. Trauma yang terjadi pada persalinan, misalnya perdarahan

intrakranial.

c. Kelainan kongenital pada bayi misalnya hernia diafragmatika,

atresi/stenosis saluran pernapasan, hipoplasia paru, dan lain-lain.

(Abdoerrachman dkk, 1985)

C. Patofisiologi Asfiksia Neonatorum

1. Cara bayi memperoleh oksigen sebelum dan setelah lahir 

Sebelum lahir, paru janin tidak berfungsi sebagai sumber oksigen

atau jalan untuk mengeluarkan karbondioksida. Pembuluh arteriol

yang ada di dalam paru janin dalam keadaan konstriksi sehingga

tekanan oksigen (pO2) parsial rendah. Hampir seluruh darah dari

 jantung kanan tidak dapat melalui paru karena konstriksi pembuluh

darah janin, sehingga darah dialirkan melalui pembuluh yang

Page 10: Mario Ade S Laporan Kasus Asfiksia

7/16/2019 Mario Ade S Laporan Kasus Asfiksia

http://slidepdf.com/reader/full/mario-ade-s-laporan-kasus-asfiksia 10/22

 bertekanan lebih rendah yaitu duktus arteriosus kemudian masuk ke

aorta.

Setelah lahir, bayi akan segera bergantung pada paru-paru sebagai

sumber utama oksigen. Pada saat bayi mengambil napas pertama,

udara memasuki alveoli paru dan cairan yang mengisi alveoli akan

diserap ke dalam jaringan paru. Pada napas kedua dan berikutnya,

udara yang masuk alveoli bertambah banyak dan cairan paru

diabsorpsi sehingga kemudian seluruh alveoli berisi udara yang

mengandung oksigen. Pengisian alveoli oleh udara akan

memungkinkan oksigen mengalir ke dalam pembuluh darah di sekitar 

alveoli.

Arteri dan vena umbilikalis akan menutup sehingga menurunkantahanan pada sirkulasi plasenta dan meningkatkan tekanan darah

sistemik. Akibat tekanan udara dan peningkatan kadar oksigen di

alveoli, pembuluh darah paru akan mengalami relaksasi sehingga

tahanan terhadap aliran darah bekurang.

Keadaan relaksasi tersebut dan peningkatan tekanan darah sistemik,

menyebabkan tekanan pada arteri pulmonalis lebih rendah

dibandingkan tekanan sistemik sehingga aliran darah paru meningkat

sedangkan aliran pada duktus arteriosus menurun. Oksigen yang

diabsorbsi di alveoli oleh pembuluh darah di vena pulmonalis dan

darah yang banyak mengandung oksigen kembali ke bagian jantung

kiri, kemudian dipompakan ke seluruh tubuh bayi baru lahir. Pada

kebanyakan keadaan, udara menyediakan oksigen (21%) untuk 

menginisiasi relaksasi pembuluh darah paru. Pada saat kadar oksigen

meningkat dan pembuluh paru mengalami relaksasi, duktus arteriosus

mulai menyempit. Darah yang sebelumnya melalui duktus arteriosus

sekarang melalui paru-paru akan mengambil banyak oksigen untuk 

dialirkan ke seluruh jaringan tubuh.

Pada akhir masa transisi normal, bayi menghirup udara dan

menggunakan paru-parunya untuk mendapatkan oksigen. Tangisan

 pertama dan tarikan napas yang dalam akan mendorong cairan dari

 jalan napasnya. Oksigen dan pengembangan paru merupakan rangsang

utama relaksasi pembuluh darah paru. Pada saat oksigen masuk 

adekuat dalam pembuluh darah, warna kulit bayi akan berubah dari

abu-abu/biru menjadi kemerahan (Health Technology Assessment

Indonesia Depkes RI, 2008).

Page 11: Mario Ade S Laporan Kasus Asfiksia

7/16/2019 Mario Ade S Laporan Kasus Asfiksia

http://slidepdf.com/reader/full/mario-ade-s-laporan-kasus-asfiksia 11/22

2. Kesulitan yang dialami bayi selama masa transisi

Bayi dapat mengalami kesulitan sebelum lahir, selama persalinan

atau setelah lahir. Kesulitan yang terjadi dalam kandungan, baik 

sebelum atau selama persalinan, biasanya akan menimbulkan

gangguan pada aliran darah di plasenta atau tali pusat. Tanda klinis

awal dapat berupa deselerasi frekuensi jantung janin. Masalah yang

dihadapi setelah persalinan lebih banyak berkaitan dengan jalan napas

dan paru-paru, misalnya sulit menyingkirkan cairan atau benda asing

seperti mekonium dari alveolus, sehingga akan menghambat udara

masuk ke dalam paru mengakibatkan hipoksia. Bradikardia akibat

hipoksia dan iskemia akan menghambat peningkatan tekanan darah

(hipotensi sistemik). Selain itu kekurangan oksigen atau kegagalan

 peningkatan tekanan udara di paru-paru akan mengakibatkan arteriol

di paru-paru tetap konstriksi sehingga terjadi penurunan aliran darahke paru-paru dan pasokan oksigen ke jaringan.

Aliran darah paru meningkat secara dramatis. Hal ini disebabkan

ekspansi paru yang membutuhkan tekanan puncak inspirasi dan

tekanan akhir ekspirasi yang lebih tinggi. Ekspansi paru dan

 peningkatan tekanan oksigen alveoli, keduanya, menyebabkan

 penurunan resistensi vaskuler paru dan peningkatan aliran darah paru

setelah lahir. Aliran intrakardial dan ekstrakardial mulai beralih arah

yang kemudian diikuti penutupan duktus arteriosus. Kegagalan

 penurunan resistensi vaskuler paru menyebabkan hipertensi pulmonal

 persisten (Persisten Pulmonary Hypertension of the Neonate) pada

 bayi baru lahir, dengan aliran darah paru yang inadekuat dan

hipoksemia relatif. Ekspansi paru yang inadekuat menyebabkan gagal

napas (Dharmasetiawani, 2008).

3. Reaksi bayi terhadap kesulitan selama masa transisi

Bayi baru lahir akan melakukan usaha untuk menghirup udara ke

dalam paru-parunya yang mengakibatkan cairan paru keluar dari

alveoli ke jaringan insterstitial di paru sehingga oksigen dapatdihantarkan ke arteriol pulmonal dan menyebabkan arteriol

 berelaksasi. Jika keadaan ini terganggu maka arteriol pulmonal akan

tetap kontriksi, alveoli tetap terisi cairan dan pembuluh darah arteri

sistemik tidak mendapat oksigen.

Pada saat pasokan oksigen berkurang, akan terjadi konstriksi

arteriol pada organ seperti usus, ginjal, otot dan kulit, namun demikian

aliran darah ke jantung dan otak tetap stabil atau meningkat untuk 

mempertahankan pasokan oksigen. Penyesuaian distribusi aliran darah

akan menolong kelangsungan fungsi organ-organ vital. Walaupun

Page 12: Mario Ade S Laporan Kasus Asfiksia

7/16/2019 Mario Ade S Laporan Kasus Asfiksia

http://slidepdf.com/reader/full/mario-ade-s-laporan-kasus-asfiksia 12/22

demikian, jika kekurangan oksigen berlangsung terus maka terjadi

kegagalan fungsi miokardium dan kegagalan peningkatan curah

 jantung, penurunan tekanan darah, yang mengkibatkan aliran darah ke

seluruh organ akan berkurang. Sebagai akibat dari kekurangan perfusi

oksigen dan oksigenasi jaringan, akan menimbulkan kerusakan

 jaringan otak yang irreversible, kerusakan organ tubuh lain, atau

kematian. Keadaan bayi yang membahayakan akan memperlihatkan

satu atau lebih tanda-tanda klinis seperti tonus otot buruk karena

kekurangan oksigen pada otak, otot dan organ lain; depresi pernapasan

karena otak kekurangan oksigen; bradikardia (penurunan frekuensi

 jantung) karena kekurangan oksigen pada otot jantung atau sel otak;

tekanan darah rendah karena kekurangan oksigen pada otot jantung,

kehilangan darah atau kekurangan aliran darah yang kembali ke

 plasenta sebelum dan selama proses persalinan; takipnu (pernapasancepat) karena kegagalan absorbsi cairan paru-paru; dan sianosis

karena kekurangan oksigen di dalam darah (Health Technology

Assessment Indonesia Depkes RI, 2008).

D. Faktor Risiko Asfiksia Neonatorum

Beberapa faktor risiko yang berperan dalam menimbulkan asfiksia

neonatorum diuraikan sebagai berikut.

1. Faktor Risiko Ibu

a. Primigravida dan primiparitasGravida dan paritas turut menjadi faktor risiko terjadinya asfiksia

neonatorum karena persalinan yang lama biasanya terjadi pada

wanita yang baru menjalani kehamilan dan persalinan anak 

 pertama.

 b. Penyakit pada ibu

Penyakit pada ibu seperti Pregnancy Induced Hypertension/PIH

yang apabila telah timbul gejala kejang dan disusul dengan koma

akan menyebabkan gangguan aliran darah ke uterus sehingga

 berakibat terjadinya asfiksia berat.

2. Faktor Risiko Intrapartum

a. Kelainan tali pusat

Adanya lilitan pusat pada bayi dapat menyebabkan asfiksia,

dimana saat mulai timbul kontraksi dan kepala janin mulai turun,

maka lilitan tali pusat menjadi semakin erat akibat terkompresi

sehingga dapat mengakibatkan hipoksia.

 b. Partus lama

Kala II lama akan menyebabkan kompresi tali pusat dan kontraksi

uterus yang berlangsung lama sehingga transportasi oksigen ke

 janin berkurang.

Page 13: Mario Ade S Laporan Kasus Asfiksia

7/16/2019 Mario Ade S Laporan Kasus Asfiksia

http://slidepdf.com/reader/full/mario-ade-s-laporan-kasus-asfiksia 13/22

c. Mekoneum dalam ketuban

Kondisi hipoksia pada janin akan menyebabkan reaksi

 pengurangan aliran darah ke beberapa organ untuk 

mempertahankan aliran darah ke otak dan jantung. Vasokontriksi

 pembuluh darah usus yang diikuti relaksasi sfingter ani akan

mengakibatkan pengeluaran mekonium dalam air ketuban sehingga

 bercampurnya air ketuban dalam mekonium merupakan kondisi

yang dapat menunjukkan terjadinya gawat janin dan apabila

teraspirasi oleh janin akan menyebabkan asfiksia.

d. Induksi Oksitosin

Induksi oksitosin adalah pemberian oksitosin pada ibu yang

 bertujuan untuk merangsang atau menginduksi terjadinya

 persalinan. Induksi oksitosin ini dapat menyebabkan meningkatnya

risiko kelahiran dengan seksio sesaria.e. Plasenta Previa

Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada

segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian ataupun

seluruh pembukaan jalan lahir.

f. Seksio sesarea

Seksio sesarea adalah operasi untuk melahirkan atau mengeluarkan

 bayi dari rahim ibu dengan cara membuat sayatan pada perut dan

rahim ibu. Hal ini dapat mengakibatkan asfiksia neonatorum

karena tidak adanya kompresi bayi seperti pada persalinan normal3. Faktor Risiko Janin

a. Prematuritas

Preterm adalah kelahiran yang terjadi sebelum usia kehamilan

mencapai 37 minggu. Prematuritas memiliki risiko yang lebih

 besar terhadap kematian akibat asfiksia neomatorum. Bayi

 prematur mempunyai organ tubuh yang belum berfungsi dengan

 baik termasuk pada organ paru-paru sehingga mengalami kesulitan

untuk beradaptasi dengan lingkungan yang baru.

 b. BBLR 

Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah neonatus dengan berat

 badan lahir pada saat kelahiran kurang dari 2.500 gram (1500 gram

sampai dengan 2.499 gram) tanpa memandang masa kehamilan.

Pada bayi BBLR biasanya disertai dengan prematuritas maupun

dismaturitas termasuk organ-organ seperti sistem respirasi. Bayi

BBLR sering mengalami defisiensi surfaktan akibat paru yang

 belum sempurna sehingga tegangan membran permukaan udara-air 

(darah) menjadi tinggi dan risiko alveoli kolaps pada saat ekspirasi

sangat besar yang menyebabkan alveoli akan menguncup selama

Page 14: Mario Ade S Laporan Kasus Asfiksia

7/16/2019 Mario Ade S Laporan Kasus Asfiksia

http://slidepdf.com/reader/full/mario-ade-s-laporan-kasus-asfiksia 14/22

ekspirasi (atelektasis) dan paru kolaps yang pada akhirnya akan

menyebabkan asfiksia.

c. Keterlambatan pertumbuhan dalam rahim/IUGR 

Janin tidak mendapat dukungan plasenta secara adekuat karena

terjadi insufisiensi uteroplasenta sehingga masukan nutrisi dan

oksigenisasi menjadi sangat terbatas. Pada saat persalinan terjadi

 pengurangan aliran oksigen ke plasenta sebagai akibat kontraksi

dinding uterus sehingga kekurangan oksigen yang terjadi akan

 bertambah menjadi lebih berat.

E. Klasifikasi Asfiksia Neonatorum

Klasifikasi asfiksia neonatorum dibagi berdasarkan tingkat

keparahan asfiksia yang dinilai berdasarkan skor apgar. Nilai

Apgar ditemukan pada tahun 1952 oleh seorang obstetricalanesthesiologist bernama dr. Virginia Apgar di Sloane Hospital for 

Women, New York.

Skor apgar ini biasanya dinilai 1 menit setelah bayi lahir lengkap,

yaitu pada saat bayi telah diberi lingkungan yang baik serta telah

dilakukan pengisapan lendir dengan sempurna. Skor apgar 1 menit

ini menunjukkan beratnya asfiksia yang diderita dan baik sekali

sebagai pedoman untuk menentukan cara resusitasi. Skor apgar 

 perlu pula dinilai setelah 5 menit bayi lahir, karena hal ini

mempunyai korelasi yang erat demgan morbiditas dan mortalitasneonatal (Abdoerrachman dkk, 1985).

Skor Apgar 

Tanda Nilai 0 Nilai 1 Nilai 2

Warna kulit

(Appearance)

Biru/pucat Tubuh kemerahan,

ekstremitas biru

Tubuh dan

ekstremitas

kemerahan

Frekuensi

 jantung

(Pulse)

Tidak ada <100x/menit >100x/menit

Refleks

(Grimace)

Tidak ada Gerakan sedikit Menangis

Tonus otot

(Activity)

Lumpuh Ekstremitas fleksi

sedikit

Gerakan aktif 

Page 15: Mario Ade S Laporan Kasus Asfiksia

7/16/2019 Mario Ade S Laporan Kasus Asfiksia

http://slidepdf.com/reader/full/mario-ade-s-laporan-kasus-asfiksia 15/22

Usaha

bernafas

(Respiration)

Tidak ada Lambat Menangis kuat

Berdasarkan standar penatalaksanaan ilmu kesehatan anak Rumah

Sakit Mohammad Hoesin (RSMH) Palembang, asfiksia

neonatorum dapat dibagi sebagai berikut:

1. Tidak asfiksia, yaitu skor Apgar menit pertama antara 8 - 10.

2. Asfiksia ringan, yaitu skor Apgar menit pertama antara 5 - 7.

3. Asfiksia sedang, yaitu skor Apgar menit pertama antara 3 - 4.

4. Asfiksia berat, yaitu skor Apgar menit pertama antara 0 - 2.

F. Diagnosis Asfiksia Neonatorum

1. Anamnesis

Anamnesis diarahkan untuk mencari faktor risiko terjadinya asfiksia.

2. Pemeriksaan Fisik 

a. Bayi tidak bernafas atau menangis.

 b. Denyut jantung kurang dari 100x/menit.

c. Tonus otot menurun.

d. Bisa didapatkan cairan ketuban ibu bercampur 

mekonium atau sisa mekonium pada tubuh bayi.e. BBLR.

3. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium beupa analisis gas darah tali pusat

menunjukkan hasil asidosis pada darah tali pusat:

a. PaO2 < 50 mm H2O

 b. PaCO2 > 55 mm H2

c. pH < 7,30

Bila bayi sudah tidak membutuhkan bantuan resusitasi aktif, pemeriksaan penunjang diarahkan pada kecurigaan atas

komplikasi, berupa :

a. Darah perifer lengkap

 b. Analisis gas darah sesudah lahir 

c. Gula darah sewaktu

d. Elektrolit darah (Kalsium, Natrium, Kalium)

e. Ureum kreatinin

f. Laktat

g. Ronsen dada

h. Ronsen abdomen tiga posisi

Page 16: Mario Ade S Laporan Kasus Asfiksia

7/16/2019 Mario Ade S Laporan Kasus Asfiksia

http://slidepdf.com/reader/full/mario-ade-s-laporan-kasus-asfiksia 16/22

i. Pemeriksaan USG kepala

 j. Pemeriksaan EEG dan CT Scan kepala

(IDAI, 2004).

G. Penatalaksanaan Asfiksia Neonatorum

Tujuan utama mengatasi asfiksia ialah untuk mempertahankan

kelangsungan hidup bayi dan membatasi gejala sisa yang mungkin

timbul di kemudian hari. Tindakan yang dikerjakan pada bayi

lazim disebut resusitasi bayi baru lahir. Penilaian awal dilakukan

 pada setiap bayi baru lahir untuk menetukan apakah tindakan

resusitasi harus segera dimulai. Segera setelah lahir dilakukan

 penilaian pada semua bayi dengan cara melihat :

1. Apakah bayi lahir cukup bulan ?

2. Apakah air ketuban jernih dan tidak bercampur mekonium ?3. Apakah bayi bernapas adekuat atau menangis ?

4. Apakah tonus otot baik ?

Apabila semua jawaban diatas „Ya‟, berarti bayi baik dan tidak 

memerlukan tindakan resusitasi. Pada bayi ini segera dilakukan

Asuhan Bayi Normal. Bila salah satu atau lebih jawaban „tidak‟,

 bayi memerlukan tindakan resusitasi segera.

1). Langkah awal dalam stabilisasi

a. Memberikan kehangatan

Bayi diletakkan dibawah alat pemancar panas (radiant warmer)dalam keadaan telanjang agar panas dapat mencapai tubuh bayi dan

memudahkan eksplorasi seluruh tubuh.

 b. Memposisikan bayi dengan sedikit menengadahkan kepalanya

Bayi diletakkan telentang dengan leher sedikit tengadah dalam

 posisi menghidu agar posisi farings, larings dan trakea dalam satu

garis lurus yang akan mempermudah masuknya udara. Posisi ini

adalah posisi terbaik untuk melakukan ventilasi dengan balon dan

sungkup atau untuk pemasangan pipa endotrakeal.

c. Membersihkan jalan napas sesuai keperluan

Aspirasi mekoneum saat proses persalinan dapat menyebabkan

 pneumonia aspirasi. Bila terdapat mekoneum dalam cairan amnion

dan bayi tidak bugar (bayi mengalami depresi pernapasan, tonus

otot kurang dan frekuensi jantung kurang dari 100x/menit) segera

dilakukan penghisapan trakea sebelum timbul pernapasan untuk 

mencegah sindrom aspirasi mekonium. Bila terdapat mekoneum

dalam cairan amnion namun bayi tampak bugar, pembersihan

sekret dari jalan napas dilakukan seperti pada bayi tanpa

mekoneum.

Page 17: Mario Ade S Laporan Kasus Asfiksia

7/16/2019 Mario Ade S Laporan Kasus Asfiksia

http://slidepdf.com/reader/full/mario-ade-s-laporan-kasus-asfiksia 17/22

d. Mengeringkan bayi, merangsang pernapasan dan meletakkan pada

 posisi yang benar 

Meletakkan pada posisi yang benar, menghisap sekret, dan

mengeringkan akan memberi rangsang yang cukup pada bayi untuk 

memulai pernapasan. Bila setelah posisi yang benar, penghisapan

sekret dan pengeringan, bayi belum bernapas adekuat, maka

 perangsangan taktil dapat dilakukan dengan menepuk atau

menyentil telapak kaki, atau dengan menggosok punggung, tubuh

dan ekstremitas bayi.

2). Ventilasi tekanan positif 

Setelah dilakukan langkah awal resusitasi, ventilasi tekanan positif 

harus dimulai bila bayi tetap apnea setelah stimulasi atau

 pernapasan tidak adekuat, dan/atau frekuensi jantung memadaitetapi sianosis sentral, bayi diberi oksigen aliran bebas. Bila setelah

ini bayi tetap sianosis, dapat dicoba melakukan ventilasi tekanan

 positif.

3). Pemberian Oksigen

Bila bayi masih terlihat sianosis sentral, maka diberikan tambahan

oksigen. Pemberian oksigen aliran bebas dapat dilakukan dengan

menggunakan sungkup oksigen, sungkup dengan balon tidak 

mengembang sendiri, T-piece resuscitator dan selang/pipa oksigen.

Pemberian oksigen 100% tidak dianjurkan pada bayi kurang bulan

karena dapat merusak jaringan. Penghentian pemberian oksigen

dilakukan secara bertahap bila tidak terdapat sianosis sentral lagi

yaitu bayi tetap merah atau saturasi oksigen tetap baik walaupun

konsentrasi oksigen sama dengan konsentrasi oksigen ruangan.

Bila bayi kembali sianosis, maka pemeberian oksigen perlu

dilanjutkan sampai sianosis sentral hilang. Kemudian secepatnya

dilakukan pemeriksaan gas darah arteri dan oksimetri untuk 

menyesuaikan kadar oksigen mencapai normal.

4). Kompresi dada

Kompresi dada dimulai jika frekuensi jantung kurang dari

60x/menit setelah dilakukan ventilasi tekanan positif selama 30

detik. Kompresi dada dilakukan dengan menekan sternum

menggunakan 1 jempol atau 2 jari tegak lurus di linea parasentralis

kiri sedalam 1/3 diameter anteroposterior rongga dada dengan 3

kali penekanan dan 1 kali ventilasi dalam 2 detik (45 kali kompresi

dada dan 15 kali ventilasi selama 30 detik).

Page 18: Mario Ade S Laporan Kasus Asfiksia

7/16/2019 Mario Ade S Laporan Kasus Asfiksia

http://slidepdf.com/reader/full/mario-ade-s-laporan-kasus-asfiksia 18/22

5). Terapi Medikamentosa

a. Epinefrin 1:10.000

Dosis : 0,1-0,3 ml/kg berat badan atau 0,01-0,03 mg/kg berat badan

diberikan secara cepat, dilarutkan dengan larutan NaCl 0,9%

menjadi 1-2 ml bila secara endotrakea.

 b. Cairan penambah volume darah (plasma expander)

Dosis awal 10 ml/kg dengan kecepatan 5-10 menit secara

intravena. Bila bayi menunjukkan perbaikan yang minimal setelah

 pemberian dosis pertama, dapat dberikan dosis tambahan lagi 10

ml/kg.

c. Nalokson

Dosis : 0,1 mg/kg diberikan secara intravena atau intramuskular.

d. Natrium Bikarbonat

Dosis : 1-2 mEq/kg diberikan secara intravena setelah ventilasi dan perfusi adekuat dicapai, diberikan dalam kira-kira 2 menit yaitu 1

mEq/kg/menit (Dharmasetiawani, 2008).

H. Prognosis Asfiksia Neonatorum

Apabila bayi yang mengalami asfiksia dapat bertahan hidup pada

24 jam pertama maka prognosis kehidupannya biasanya akan baik.

 Namun, sekitar 1 juta bayi yang bertahan dari asfiksia neonatorum

hidup dengan gangguan perkembangan otak kronik, termasuk 

cerebral palsy, retardasi mental dan kesulitan belajar.

I. Komplikasi Asfiksia Neonatorum

Komplikasi yang dapat terjadi pada bayi yang mengalami asfiksia

neonatorum adalah asidosis metabolik, hipoglikemia, enselofati

hipoksia iskemik dan gagal ginjal. Kompresi dada juga dapat

menyebabkan trauma pada bayi. Organ vital dibawah tulang iga

adalah jantung, paru, dan sebagian hati. Tulang rusuk juga rapuh

dan mudah patah. Kompresi harus dilakukan dengan hati-hati

supaya tidak merusak organ dibawahnya (Health Technology

Assessment Indonesia Depkes RI, 2008).

\

Page 19: Mario Ade S Laporan Kasus Asfiksia

7/16/2019 Mario Ade S Laporan Kasus Asfiksia

http://slidepdf.com/reader/full/mario-ade-s-laporan-kasus-asfiksia 19/22

BAB III

ANALISIS KASUS

Bayi laki-laki lahir spontan dengan kala II lama dari ibu G1P0A0, hamilaterm, hamil 37 minggu, ditolong oleh bidan di ruang kebidanan RSUD

Palembang Bari, saat lahir tidak langsung menangis, APGAR Score 5/6/7

dilakukan pembersihan jalan nafas + pemberian O2, Riwayat KPSW (+) 7

 jam , ketuban hijau (+), bau (+), kental (+), mekonium (+),anus (+), tali

 pusat layu (-), BB= 3700 gram, PB 48 cm, LK : 38 cm.

Pada pemeriksaan umum didapatkan tampak sakit sedang, aktifitas: kurang

aktif, refleks hisap: lemah, tangis: merintih, HR 132 x/menit, irama

regular, pernapasan 76 x/menit, suhu badan 36,0 oC. dilakukan

 pemeriksaan darah rutin, didapatkan hasil: hb 17,5 g/dl, ht 51 %, leukosit

30.100/mm3 trombosit 328.000/mm3,  diff count : 0/0/1/61/32/6, CRP (-).

OS lalu dikirim ke NICU (Neonatal Intensive Care) RSUD Palembang bari

untuk dilakukan perawatan.

Pada saat lahir bayi tidak langsung menangis dan nilai APGAR SCORE

menit pertama 5, menit kelima 6 dan menit ke sepuluh 7 yang menandakan

 bahwa bayi Ny. Y mengalami asfiksia ringan. Hal ini dapat disebabkan

dari faktor ibu, faktor persalinan maupun faktor janin. Dari anamnesis

didapatkan bahwa ibu tidak memiliki riwayat penyakit seperti hipertensi,anemia, gagal jantung maupun infeksi sistemik. Sehingga dalam kasus ini

kemungkinan penyebabnya adalah dari faktor janin dan persalinan, yaitu

riwayat KPSW (+) 7 jam, kala II lama, ketuban hijau, bau busuk (+),

kental (+) dan terdapat mekonium.

Setelah ± 4 jam pertama kelahiran pada pemeriksaan umum didapatkan

tampak sakit sedang, aktifitas: kurang aktif, frekuensi nafas bayi 66

x/menit, merintih, retraksi otot-otot penafasan dan NCH (+), dapat

disimpulkan bayi tersebut juga mengalami gangguan ventilasi pernafasan /

respiratory distres syndrom, yang dapat disebabkan gangguan pada traktusrespiratorius seperti HMD, TTN, sindrom aspirasi, pneumonia, maupun

hernia diafragmatica, ataupun gangguan dari luar traktus respiratorius

seperti kelainan jantung kongenital, kelainan metabolik, darah dan SSP.

Pada kasus ini HMD, dapat disingkirkan, karena riwayat bayi yang aterm /

usia kehamilan 37 minggu dan berat badan lahir yang normal. Sedangkan

TTN biasanya terjadi pada bayi dengan sectio cessaria, sehingga diagnosis

TTN juga dapat disingkirkan. Sehingga diagnosis yang paling mungkin

dalam kasus ini adalah RDS kemungkinan akibat aspirasi mekonium yang

dapat dilihat air ketuban yang terdapat mekonium.

Page 20: Mario Ade S Laporan Kasus Asfiksia

7/16/2019 Mario Ade S Laporan Kasus Asfiksia

http://slidepdf.com/reader/full/mario-ade-s-laporan-kasus-asfiksia 20/22

Sedangkan untuk gangguan pada luar traktus respiratorius, belum

sepenuhnya dapat disingkirkan, pada pemeriksaan rontgen thorax tidak 

ditemukan kelainan. Sehingga hernia diafragmatica dan pneumonia dapat

disingkirkan, tetapi kelainan jantung kongenital, kelainan metabolik, darah

dan SSP belum sepenuhnya dapat disingkirkan dan diperlukan

 pemeriksaan lebih lanjut. Tetapi kelainan tersebut jarang terjadi. Tetapi

 bila terdapat gangguan ventilasi pernafasan yang menetap dalam jangka

waktu lama, perlu dipertimbangkan pemeriksaan penunjang lainnya.

Riwayat KPSW (+) 7 jam, ketuban hijau (+), bau (+), kental (+),

mekonium (+), tali pusat layu (-), dapat dipikirkan pula kemungkinan bayi

 Ny. Y adalah tersangka infeksi sehingga diperlukan perawatan lebih lanjut.

Page 21: Mario Ade S Laporan Kasus Asfiksia

7/16/2019 Mario Ade S Laporan Kasus Asfiksia

http://slidepdf.com/reader/full/mario-ade-s-laporan-kasus-asfiksia 21/22

BAB V

KESIMPULAN

Bayi Ny Y, laki-laki, berusia 0 hari, lahir spontan dengan kala II lama mengalami

asfiksia + tersangka infeksi + RDS ec. Aspirasi mekonium. 

Page 22: Mario Ade S Laporan Kasus Asfiksia

7/16/2019 Mario Ade S Laporan Kasus Asfiksia

http://slidepdf.com/reader/full/mario-ade-s-laporan-kasus-asfiksia 22/22

DAFTAR PUSTAKA

1.  Abdoerrachman, dkk. 1985. Ilmu Kesehatan Anak : “Asfiksia

 Neonatorum”. Jilid 3. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas KedokteranUniversitas Indonesia, Jakarta, Indonesia, hal. 1072-1081.

2.  Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSMH. 2010. Standar Penatalaksanaan Ilmu

Kesehatan Anak. RSMH, Palembang, Indonesia, hal. 1.

3.  Dewi, Novita, dkk. Faktor Resiko Asfiksia Neonatorum pada Bayi Cukup

Bulan. Berkala Ilmu Kedokteran, Vol. 37, No. 3, 2005, hal. 143-149.

4.  Health Technology Assesment Indonesia Depkes RI. 2008. Pencegahan

dan Penatalaksanaan Asfiksia Neonatorum Departemen Kesehatan

Republik Indonesia, Jakarta.

5.  IDAI. 2004. Asfiksia Neonatorum. Dalam : Standar Pelayanan Medis

Kesehatan Anak. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; hal. 272- 276.

6.  Indahwati, Elvi. 2010. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Kejadian

Asfiksia Neonatorum di Instalasi Rawat Inap Departemen Ilmu Kesehatan

Anak Rumah Sakit Mohammad Hoesin Palembang periode 1 Januari - 31

Desember 2008. Skripsi, Jurusan Kedokteran Unsri (tidak dipublikasikan).

7.  Wiknjosastro, dkk. 2005. Ilmu Kebidanan : “Bayi dengan Berat Badan

Lahir Rendah”. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta,

Indonesia, hal. 771 - 784.