MANAJEMEN KONTRAK

17
MANAJEMEN KONTRAK KHUSUSNYA UNTUK PEKERJAAN KONSULTANSI I. PENGANTAR Dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat, meningkat pula upaya investasi untuk memenuhinya. Upaya investasi tersebut terdiri atas kegiatan pengadaan sumberdaya, kegiatan penggunaan sumberdaya yang telah tersedia atau disebut kegiatan proyek, dan kegiatan pemanfaatan hasil proyek. Dalam uraian ini khususnya akan dibahas upaya investasi pada tahap kegiatan proyek. Agar pelaksanaan upaya investasi pada tahap proyek tersebut dapat lebih efektif serta lebih efisien dan lebih tertib, maka para investor memerlukan bantuan spesialis- spesialis pelaksana proyek, seperti konsultan, pemborong/kontraktor, dan pemasok/supplier. Hubungan kerja antara spesialis-spesialis pelaksana proyek tersebut dengan para investor dilakukan melalui perjanjian tertulis yaitu kontrak. Dari itu agar upaya investasi khususnya pada tahap proyek dapat berjalan secara efejtif, efisien dan tertib, maka haruslah kontrak tersebut mendasarkan pada logika dan praktek pelaksanaan pekerjaan. Sedangkan kontrak sebenarnya adalah pernyataan mengenai keterikatan masing- masing pihak, mengenai hak serta kewajibannya sesuai dengan persetujuan yang telah ditetapkan. Uraian mengenai Manajemen Kontrak ini, mencoba membantu mendapatkan pemahaman mengenai keterkaitan fungsional antara hak serta kewajiban pihak-pihak dengan pelaksanaan proyek, lewat fungsi-fungsi manajemen. 1

Transcript of MANAJEMEN KONTRAK

Page 1: MANAJEMEN KONTRAK

MANAJEMEN KONTRAK

KHUSUSNYA UNTUK PEKERJAAN KONSULTANSI

I. PENGANTAR

Dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat, meningkat pula upaya

investasi untuk memenuhinya. Upaya investasi tersebut terdiri atas kegiatan

pengadaan sumberdaya, kegiatan penggunaan sumberdaya yang telah

tersedia atau disebut kegiatan proyek, dan kegiatan pemanfaatan hasil proyek.

Dalam uraian ini khususnya akan dibahas upaya investasi pada tahap kegiatan

proyek.

Agar pelaksanaan upaya investasi pada tahap proyek tersebut dapat

lebih efektif serta lebih efisien dan lebih tertib, maka para investor memerlukan

bantuan spesialis-spesialis pelaksana proyek, seperti konsultan,

pemborong/kontraktor, dan pemasok/supplier. Hubungan kerja antara

spesialis-spesialis pelaksana proyek tersebut dengan para investor dilakukan

melalui perjanjian tertulis yaitu kontrak.

Dari itu agar upaya investasi khususnya pada tahap proyek dapat

berjalan secara efejtif, efisien dan tertib, maka haruslah kontrak tersebut

mendasarkan pada logika dan praktek pelaksanaan pekerjaan. Sedangkan

kontrak sebenarnya adalah pernyataan mengenai keterikatan masing-masing

pihak, mengenai hak serta kewajibannya sesuai dengan persetujuan yang telah

ditetapkan.

Uraian mengenai Manajemen Kontrak ini, mencoba membantu

mendapatkan pemahaman mengenai keterkaitan fungsional antara hak serta

kewajiban pihak-pihak dengan pelaksanaan proyek, lewat fungsi-fungsi

manajemen.

Dengan demikian diharapkan upaya investasi tidak saja lebih efektif

serta lebih efisien, tidak saja lebih tertib, tapi juga lebih sedikit hal-hal yang

menimbulkan ketegangan.

II. PENGERTIAN MANAJEMEN KONTRAK

Agar adanya pengertian yang same mengenai Manajemen Kontrak,

perlulah pertama-tama disampaikan apa yang dimaksud dengan Manajemen

Kontrak dakam pembahasan ini.

1

Page 2: MANAJEMEN KONTRAK

Untuk itu akan diuraikan mengenai apa yang dimaksud dengan Kontrak

beserta persyaratannya, dan apa yang dimaksud dengan Manajemen dalam

uraian ini, kemudian semua pengertian tersebut akan disatukan agar menjadi

jelas apa yang dimaksud dengan Manajemen Kontrak.

Bila “dua orang atau kita sebut dua pihak, saling bersetuju, bahwa

masing-masing pihak akan melakukan suatu hal bagi pihak-pihak lainnya”,

maka dalam peristiwa tersebut, kedua pihak saling berjanji, atau mengadakan

perjanjian yang mengakibatkan masing-masig pihak terikat satu sama lain

sesuai janji masing-masing pihak.

Secar umum dikatakan suatu perjanjian menimbulkan perikatan antara

perbuatannya. Perikatan ini merupakan suatu hubungan hukum antara para

pembuatnya, yang berarti pelaksanaannya dijamin oleh hukum atau

perundang-undangan.

Perjanjian dapat tertulis dapat pula tidak tertulis. Kontrak adalah suatu

perjanjian tertulis.

Manajemen tidaklah melakukan pelaksanaan, tapi melakukan fungsi-

fungsi manajemen. Menurut salah satu pakar manajemen, fungsi manajemen

ada empat yaitu, perencanaan atau planing, pengorganisasian atau organising,

penggerakkan atau actuating, pengendalian atau controling.

Sehingga dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa manajemen

kontrak pertama-tama adalah bagaimana merencanakan, mengorganisasikan,

menggerakkan, dan mengendalikan penciptaan suatu kontrak. Kemudian

bagaimana merencanakan, mengorganisasikan, menggerakkan dan

mengendalikan penggunaan kontrak dalam mendukung manajemen proyek.

Hal yang kedua ini sering disebut Administrasi Kontrak.

III. HUKUM PERJANJIAN

Pada standar kontrak yang diterbitkan pleh World Bank, untuk pekerjaan

pemborongan dinyatakan bahwa ”b. The law to which the Contract to be

subject and according to which the Contract to be construed shall be the law for

the time being in force in (Name of Employer’s Country)”. (Sample Bidding

Documents, Procurement of Works, The World Bank, September 1985, page

58).

2

Page 3: MANAJEMEN KONTRAK

Demikian pula untuk pekerjaan Jasa Konsultan dinyatakan “This

Contract, its meaning and interpretation, and the ralation between the Parties

shall be governed by the Aplicable Law [Note: Bank-financed contract usually

designate the law of the Client’s country as the law governing the contract.

However, if the parties wish to designate the law of another country, the Bank

will not object.]”. Sample Form of Contract for CONSULTANTS’ SEVICES, The

World Bank, March 1989, page 4.

Ini berarti kontrak-kontrak World Bank pada kesempatan pertama

menundukkan diri pada peraturan perundang-undangan Indonesia.

Kalau suatu kontrak dibuat oleh pihak-pihak yang tunduk pada peraturan

perundang-undangan Indonesia, dan dibuat di Indonesia, dan mengenai objek

di Indonesia, serta bila tidak disebutkan secara eksplisit tunduk pada peraturan

perundangan man, maka dengan sendirinya kontrak tersebut tunduk pada KUH

Perdata yang berlaku di Indonesia.

Karena itu dalam uraian ini akan terdapat bab yang menyoalkan pasal-

dalam peraturan perundang-undangan Indonesia mengenai kontrak, baik untuk

pemborong maupun untuk konsultansi.

Dalam Pasal 1338 KUH Perdata disebutkan ”Semua perjanjian yang

dibuat secara syah, berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang

membuatnya”. Menurut Prof. Subekti, Hukum Perjanjian menganut asas

terbuka, yang berarti pihak-pihak yang membuat persetujuan diperbolehkan

mengatur sendiri kepentingan mereka dalam persetujuan yang mereka buat,

asalkan tidak melanggar ketertiban umum dan kesusilaan. Bila mereka tidak

mengatur sendiri sesuatu hal, berarti untuk hal itu mereka akan tunduk pada

Hukum Perjanjian. Hukum perjanjian dapat dikatakan melengkapi perjanjian-

perjanjian yang dibuat secara tidak lengkap.

Hukum perjanjian adalah kumpulan semua peraturan perundang-

undangan mengenai perjanjian, dan hukum ini menganut sistem terbuka, yang

berarti memberikan kebebasan seluas-luasnya untuk mengadakan perjanjian

asalkan tidak melanggar ketertiban dan kesusilaan.

Pasal-pasal hukum perjanjian merupakan hukum pelengkap, yang

berarti pasal-pasal itu boleh tidak diberlakukan, bila dikehendaki oleh pihak-

pihak yang membuat suatu perjanjian. Kalau mereka tidak mengatur sendiri

suatu masalah, berarti untuk masalah tersebut akan tunduk kepada undang-

undang.

3

Page 4: MANAJEMEN KONTRAK

Syahnya suatu kontrak menurut Pasal 1320 KUH Perdata adalah

sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, adanya kecakapan pihak-pihak

untuk membuat suatu perjanjian, mengenai suatu hal tertentu, dan suatu sebab

yang halal.

Mengenai pihak-pihak dalam perjanjian harus memenuhi syarat

subyektif, sedangkan mengenai hal yang diperjanjikan harus memenuhi syarat

obyektif.

Adapun uraiannya adalah sebagai berikut:

Bila dalam perjanjian bilateral telah ada kesepakatan kedua belah pihak

(atau pihak-pihak pada umumnya), maka timbullah perikatan antara pihak-

pihak.

Adanya kesepakatan pihak-pihak ini merupakan salah satu syarat syahnya

suatu perjanjian. Pihak-pihak yang bersepakat haruslah memang cakap serta

mempunyai wewenang membuat perjanjian.

Bila pihak-pihak mewakili suatu badan hukum, suatu perusahaan misalnya,

haruslah pihak-pihak tersebut memang mempunyai kewenangan untuk

membuat kesepakatan. Hal ini bisa dilihat dari Akta Pendirian perusahaan atau

suarat kuasa perusahaan. Atau bila suatu proyek pemerintah harus ada surat

keputusan penugasan dari pejabat yang berwenang.

Adanya kecakapan membuat perjanjian ini adalah salah satu syarat syahnya

suatu perjanjian, dan bila suatu pihak mewakili suatu perkumpulan, suatu

perusahaan atau instansi pemerintah dipersyaratkan pula adanya

berkewenangan.

Menurut undang-undang yang berlaku, seperti tertera pada KUH Perdata pasal

1330, tidak syahnya suatu perjanjian disebabkan karena pihak-pihak adalah,

orang-orang yang belum dewasa; mereka yang ditaruh di bawah pengampuan;

orang orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan undang-undang, dan

umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang

membuat persetujuan-persetujuan tertentu.

Syarat-syarat syahnya perjanjian yang tersebut di atas adalah merupakan

syarat subyektif, karena mengenai pihak-pihak yang membuat kontrak.

Bila syarat subyektif tidak dipenuhi maka kontrak tersebut adalah ”voidable”

atau dapat diminta pembatalannya oleh salah satu pihak kepada pengadilan.

Apa yang harus dilakukan oleh salah satu pihak haruslah jelas, misalnya

”merehabilitasi suatu gedung kantor, dipersil no. 100, jalan Bandar, Jakarta

4

Page 5: MANAJEMEN KONTRAK

12120”. ”Merehabilitasi suatu gedung kantor” saja tidak jelas bila ini mengenai

kontrak pemborongan. Merehabilitasi bukanlah membangun baru.

Kejelasan yang harus dilakukan ini, disebut syarat mengenai hal tertentu.

Karena mengenai obyek harus dilakukan maka disebut syarat obyektif.

Apa yang disepakati isinya haruslah tidak melanggar ketertiban dan kesusilaan,

dan haruslah suatu yang halal. Karena mengenai hal yang boleh dilakukan,

maka syarat ini disebut syarat obyektif.

Bila kedua syarat obyektif ini tidak dipenuhi, berarti tidak jelas atau tidak ada

yang diperjanjikan, maka kontrak tersebut disebut ”null and void” atau batal

demi hukum.

Penerapan syarat subyektif dan syarat obyektif dalam kontrak adalah sebagai

berikut:

Pasal 1266 Syarat pembatalan kontrak.

Syarat batal selalu dianggap dicantumkan dalam persetujuan-persetujuan yang

bertimbal balik, manakala salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya.

Dalam hal yang demikian persetujuan tidak batal demi hukum, tetapi

pembatalan harus dimintakan kepada hakim.

Permintaan ini harus dilakukan, meskipun syarat batal mengenai tidak

dipenuhinya kewajiban dinyatakan dalam persetujuan.

Jika syarat batal tidak dinyatakan dalam persetujuan, Hakim adalah

leluasa untuk menurut keadaan, atas permintaan si tergugat, memberikan

syarat jangka waktu untuk masih juga memenuhi kewajibannya, jangka waktu

mana namun itu tidak boleh lebih dari satu bulan.

Pasal 1236 Wanprestasi

Si berutang adalah wajib memberikan ganti biaya, rugi dan bunga

kepada si berpiutang, apabila ia telah membawa dirinya dalam keadaan tak

mampu untuk menyerahkan keberadaanya, atau telah tidak merawatnya

sepatutnya guna menyelematkannya.

Pasal 1545 Force Majeur

5

Page 6: MANAJEMEN KONTRAK

Jika suatu barang tertentu, yang telah dijanjikan untuk ditukar, musnah di

luar salah pemiliknya, maka perjanjian dianggap sebagai gugur, yang dari

pihaknya telah memenuhi persetujuan dapat menuntut kembali barang yang

telah ia berikan dalam tukar menukar.

IV. KONTRAK PEKERJAAN KOSULTANSI

1. Dalam Kitab Undang-Undang Perdata, masalah konsultansi ini tidak dibahas,

kecuali dalam pasal 1601, Buku Ketiga Bab Ketujuh Tentang Persetujuan-

Persetujuan untuk melakukan pekerjaan, yang menyatakan:

Pasal 1601 Selainnya persetujuan-persetujuan untuk melakukan sementara

jasa-jasa, yang diatur oleh ketentuan-ketentuan khusus untuk itu, dan oleh

syarat-syarat yang diperjanjikan, dan jika itu tidak ada, oleh kebiasaan, maka

adalah dua macam persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan

dirinya untuk melakukan pekerjaan bagi pihak yang lainya dengan menerima

upah: persetujuan perburuhan dan pemborongan pekerjaan.

Jadi sebenarnya ada tiga persetujuan atau perjanjian yaitu:

- persetujuaan melakukan jasa-jasa,

- persetujuan perburuhan, dan

- persetujuan pemborongan.

Dalam KUH Perdata persetujuan atau perjanjian melakukan jasa-jasa ini tidak

ada lagi pasal-pasal lain yang mengaturnya. Sehingga sudah selayaknya bila

diusahakan penyusunannya sendiri atau mengambil rujukan dari peraturan

perundangan yang berkaitan, peraturan yang telah diterbitkan oleh instansi

pemerintah, asosiasi-asosiasi profesi, lembaga pembinaan konsultansi,

lembaga keuangan pemberi kredit, dan sebagainya.

Beberapa contoh adalah:

a. Undang-Undang tentang Hak Cipta, Undang-Undang Nomor 6 Tahun

1982 tentang Hak Cipta sebagaimana telah diubah dengan Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 1987,

b. Peraturan Umum tentang Hubungan Kerja Antara Ahli dan Pemberi

Tugas, yang diterbitkan pada tahun 1969, oleh DTPI atau Dewan Teknik

6

Page 7: MANAJEMEN KONTRAK

Pembangunan Indonesia. Peraturan ini banyak digunakan untuk

pekerjaan Pemerintah maupun swasta.

c. Pedoman Hubungan Kerja Antara Arsitek dan Pemberi Tugas yang

diterbitkan oleh Ikatan Arsitek Indonesia Tahun 1991. Terdiri atas 4 buku:

- Bagian I mengenai Hubungan Kerja,

- Bagian II mengenai Standar Imbalan Jasa,

- Bagian III mengenai Standar Hasil Karya Perencanaan,

- Bagian IV mengenal Kode Tata Laku Profesi Arsitek.

d. Untuk bangunan ke-PU-an khususnya Building and Housing atau

bangunan gedung pemerintah, diguanakan Surat Keputusan Dirjen Cipta

Karya tentang Pedoman Operasional Pelaksanaan DIP Penyelenggaraan

Pembangunan Gedung Negara, peraturan yang diterbitkan oleh Ditaba

misalnya mengenai Standar TOR/Draft, Standra Kontrak/Draft dsb.

e. Untuk bangunan ke-PU-an khususnya Civil Works, proyek pemerintah,

digunakan Keputusan-Keputusan Menteri PU.

f. Guidance dari Lembaga Pemberi Pinjaman seperti World Bank yang

menerbitkan ”Sample Forms of Contract For Consultant Sevices” March

1989.

g. Standard Form mengenai Perjanjian antara Pemilik dan Konsultan, yang

dikeluarkan oleh The American Institute of Architects.

2. Walau belum adanya pengaturan yang formal mengenai hubungan proyek

dengan konsultan, namun pekerjaan konsultasi toh berjalan terus, maka

sebenarnya terbuka kemungkinan untuk menyusun pengaturan Standar

Kontrak yang komplit atau kontrak yang mengacu kepada General Conditoins

of Contract dengan mengambil pengalaman dari kontrak-kontrak yang telah

terjadi.

a. Masalah pemilikan Hak Cipta, dan penanggungjawabnya bila ada

kegagalan yang isebabken oleh ciptaan yang bersangkutan. Isue pokok di

sini adalahbila suatu ciptaan misalnya suatu disain bangunan,

dilaksanakan konstruksinya oleh pemborong, kemudian setelah bangunan

jadi dan dimanfaatkan, terjadi kerusakan karena disainnya, apakah

penciptanya harus bertanggungjawab. Bila ya, maka sekarang bagaimana

menentukan penciptanya menurut Undang-undang Hak Cipta yang telah

diperbaharui pada tahun 1987.

Pasal 7 menyatakan:

7

Page 8: MANAJEMEN KONTRAK

”Jika suatu ciptaan dirancang seseorang, diwujudkan dan dikerjakan oleh

orang lain di bawah pimpinan dan pengawasan orang yang merancang

maka penciptanya adalah orang yang merancang ciptaan itu”.

Sekarang pertanyaannya apakah pernyataan ini tetap berlaku bila yang

memimpin dan mengawasi pelaksanaan bukan orang yang merancang?

Hal ini seperti banyak terjadi pada disain dan pelaksanaan konstruksi

pekerjaan bangunan.

Selain pencipta ada pula Pemegang Hak Cipta, maka bila ada kegagalan

misalnya suatu bangunan waktu dimanfaatkan dan disebabkan oleh

disainnya, siapakah yang harus bertanggung jawab, Penciptanya atau

Pemegang Hak Ciptanya.

Pasal 8 ayat (1), menyatakan:

”(1) Jika suatu ciptaan dibuat dalam hubungan dinas dengan pihak lain,

dalam lingkungan pekerjaannya, maka pihak yang untuk dan dalam

dinasnya ciptaan itu dikerjakan adalah Pemegang Hak Cipta, kecuali ada

perjanjian lain antara kedua pihak, dengan tidak mengurangi hak si

pembuat sebagai penciptanya apabila penggunaan ciptaan itu diperluas

ke luar hubungan dinas”.

Hubungan dinas ini diperuntukkan bagi pegawai negeri dan instansinya.

Ada ketentuan yang menyatakan bila untuk suatu pekerjaan konsultansi

misalnya disain dari suatu gedung pemerintah, tidak ada konsultan swasta

yang mampu dan mau mengerjakan, maka pekerjaan konstruksi itu

dikerjakan oleh instansi teknis yang bersangkutan.

Dan dalam pasal 8 ayat (1) dijelaskan adanya pencipta dan pemegang

hak cipta. Pertanyaannya kemudian bila ada kegagalan bangunan karena

salah disain, maka siapa yang bertanggung jawab, pencipta ataukah

pemegang hak cipta, pegawainya atau instansinya. Hal ini antara lain

menjadi jelas bila nantinya dikaitkan dengan Professional Liability

Insurance.

Pasal 8 ayat (2), menyatakan:

”(2) Jika suatu ciptaan dibuat dalam suatu hubungan kerja dengan pihak

lain dalam lingkungan pekerjaannya, maka pihak yang membuat karya

cipta itu sebagai pencipta adalah Pemegang Hak Cipta, kecuali apabila

diperjanjikan lain antara kedua pihak”.

8

Page 9: MANAJEMEN KONTRAK

Ayat ini diperuntukkan misalnya bagi seorang arsitek yang bekerja pada

perusahaan arsitek. Kalau tidak ada perjanjian lain maka si arsitek lah

pencipta dan pemegang hak ciptanya. Pertanyaanya kemudian bila ada

kegagalan bangunan karena disainnya, apakah si arsitek saja yang harus

bertanggung jawab, sebab selain sebagai pencipta dia juga memiliki

akreditasi profesional. Ataukah perusahaannya yang harus bertanggung

jawab, karena kontrak adalah atas nama perusahaan.

b. Masalah Professional Liability Insurance

3. Bila telah diatur hubungan kontraktual antara pemilik proyek dengan

pemborong, dan konsultan dengan pemilik proyek, maka hubungan

fungsional di lapangan antara pemborong dengan konsultan khususnya

konsultan pengawas haruslah ada pedomannya. Hal ini penting seandainya

terdapat kesalahan pemborong yang merugikan konsultan dan sebaliknya,

agar penyelesaiannya jelas, tidak rancu.

Untuk itu dapat dilakukan dengan:

a. Dalam masing-masing kontrak hal tersebut diatur dalam salah satu pasal

mengenai hubungan fungsional di lapangan.

b. Untuk rincianya dapat diatur dalam Prosedur Operasional Standar yang

disepakati bersama antara Pemilik Proyek, Konsultan dan Pemborong.

4. Term of Reference/TOR untuk pekerjaan konsultansi adalah sangat penting,

baik bagi konsultan maupun pemilik proyek, karena akan merupakan rujukan

pokok bila nantinya ada persoalan baik pada waktu pekerjaan konsultansi

dilakukan dan diselesaikan, maupun pada waktu kemudian seteleh pekerjaan

konstruksi selesai dan bangunan mulai dimanfaatkan.

TOR dapat merupakan alat yang baik dalam pemilihan konsultan, dan akan

merupakan pedoman pelaksanaan pekerjaan konsultansi.

Dalam cara memilih konsultan dapat diperkirakan pandangan pemilik proyek

terhadap hubungan konsultan dengan pemilik proyek.

Cara lelang mengandung prinsip mendapatkan jasa konsultansi dalam batas

kriteria kualitas, dengan harga/imbalan serendah-rendahnya lewat

persaingan.

Cara sayembara dan usulan teknis mengandung prinsip mendapatkan jasa

konsultansi yang sebaik-baiknya di atas batas kriteria kualitas, dengan

imbalan masih dalam batas anggaran.

9

Page 10: MANAJEMEN KONTRAK

Cara penunjukkan langsung bagi pemilik proyek yang rasional haruslah telah

ada kegiatan memilih walau tidak secar eksplisit, dan kemudian telah ada

kepercayaan terhadap keahlian serta kejujuran konsultan.

Namun cara papapun yang akan dilakukan oleh pemilik proyek TOR tetap

harus ada. TOR dapat disusun sendiri oleh pemilik proyek, dapat pula

disusun bersama-sama konsultan yang terpilih. Agar TOR dpat digunakan

sebagai pedoman pelaksanaan pekerjaan konsultansi, haruslah dalam TOR

jelas ditetapkan keluaran atau produk pekerjaan konsultan, proses yang

diperbolehkan dalam menghasilkan produk, dan masukan yang mendukung

terlaksananya proses dan tercapainya produk. Bilamana ada asumsi harus

jelas ditegaskan dalam TOR tersebut.

5. Dalam menyusun suatu kontrak haruslah terdapat dasar pandangan, bahwa

semua kriteria dalam pelaksanaan pekerjaan bersumber pada kontrak.

Sebaliknya agar kontrak dapat digunakan sebagai pedoman yang baik bagi

pelaksanaan pekerjaan, maka haruslah kontrak bertolak dari logika dan

proses pelaksanaan pekerjaan. Dalam pelaksanaan pekerjaan pokok

penjabarannya pada masukan-proses-keluaran, dalam kontrak pokok

penjabarannya pada hak dan kewajiban dan wewenang serta tanggung jawab

pihak-pihak.

Dalam menyusun kontrak seyogyanyalah area pekerjaan yang nantinya dapat

menjadi sumber dispute perlu mendapat perhatian khusus, seperti bila harus

ada asumsi-asumsi, pekerjaan subsurface, metode pelaksanaan pekerjaan

konstruksi, bila ada ex-post evaluations, pengendalian bertahap yang tidak

dilakukan, hubungan fungsional antara para pelaksana pekerjaan (konsultan-

pemborong, konsultan-pemasok), dan sebagainya, cara penyelesaian dispute

beserta konsekuensinya baik bagi pekerjaan itu sendiri, terhadap hubungan

pihak-pihak, maupun dampaknya terhadap reputasi pihak-pihak. Cara yang

paling baik ialah mencegah terjadinya dispute dengan dilakukan secara

konsisten pengendalian secara periodik berdasar kriteria serta cara yang

telah disepakati bersama. Kemudian bila harus ada penyelesaian dispute

harus dicari yang paling efisien dan berdampak sesedikit mungkin terhadap

reputasi masing-masing pihak seperti cara arbitrase.

Dan akhirnya bila ada kewajiban yang harus dipenuhi dapat diselesaikan

dengan baik, misalnya lewat mekanisme asuransi.

6. Kontrak sebagai pengendali pelaksanaan pekerjaan, berarti kontrak harus

dapat digunakan untuk mengevaluasi pekerjaan yang harus dilakukan oleh

konsultan.

10

Page 11: MANAJEMEN KONTRAK

Dalam hal kontrak harus dapat menjadi sumber kriteria keluaran atau produk

konsultansi. Misalnya untuk pekerjaan perencanaan arsitektur, tentulah harus

bisa menjawab disain yang bagaimana. Dalam hal ini Standar Karya

Perancangan yang dikeluarkan oleh Ikatan Arsitek Indonesia/IAI akan sangat

membantu dalam menyusun kriteria yang umum sifatnya, asalkan standar

tersebut telah termasuk dalam kontrak konsultansi. Untuk kriteria yang

khusus tentulah tergantung kepada fitrah masing-masing pekerjaan

konsultansinya.

Kemudian kontrak juga menjadi sumber kriteria untuk proses pelaksanaan

pekerjaan konsultansi. Untuk penahapannya, khususnya pekerjaan disain

arsitektur, IAI telah pula mengeluarkan pedomannya beserta bobot produk

tahapannya. Sehingga selain untuk menentukan jangka waktu pekerjaan, dan

menetapkan status penyelesaian pekerjaan bisa pula untuk menetapkan

pembayaran imbalan tahapan pekerjaan.

Akhirnya juga menjadi sumber kriteria masukan seperti kulaifikasi tenaga

trampil, kualifikasi tenaga ahli dan saat serta jangka waktu keterlibatannya

dalam pelaksanaan pekerjaan konsultansi.

Bila dilakukan monitoring, pemeriksaan dan evaluasi maka kriteria-kriteria

tersebut menjadi pembanding terhadap apa yang telah dihasilkan konsultan.

Dengan demikian akan terdapat sistematisasi dan konsistensi kriteria.

Hasil evaluasi akan merupakan bahan untuk pengambilan keputusan tindak

lanjut. Misalnyabila pelaksanaan pekerjaan konsultansi telah sesuai dengan

kriteria, maka hasil evaluasi dapat digunakan untuk penyusunan berita acara

pencapaian sasaran dan berita acara pembayaran imbalan tahapan.

Misalnya bila hasil pelaksanaan pekerjaan konsultansi tidak sesuai dengan

kriteria, maka perlu secara bersama dicari penyebab dan koreksinya.

Pelaksanaan evaluasi secara periodik, sistematis, kontinyu dan konsisten,

akan mencegah penyimpangan yang terlalu besar dan mungkin konsepsional.

Dalam hal pemilik tidak paham mengenai pelaksanaan pekerjaan konsultansi,

maka kewajiban konsultanlah untuk menjelaskannya sebagai kepercayaan

pemilik dan dengan penuh kejujuran atas apa yang telah di capai disetiap

tahap serta kaitannya dengan seluruh pekerjaan konsultansi dan mungkin

pula dengan tahap pelaksanaan berikutnya.

7. Pada penyerahan terakhir pekerjaan konsultansi perlu dipertimbangkan jawab

pihak yang melakukan pekerjaan terhadap kemungkinan kegagalan kemudian

hari, yang disebabkan oleh pekerjaan konsultansi.

11

Page 12: MANAJEMEN KONTRAK

Bila hal ini termasuk dalam kontrak konsultansi, kiranya perlu

dipertimbangkan adanya professional liability insurance dari pihak konsultan.

Dalam hal seperti sangat significant perlunya ada pengadministrasian kontrak

yang baik, adanya dokumentasi yang baik dari setiap informasi, termasuk

surat ijin labolatorium bagi bahan dan peralatan yang digunakan dalam

proyek, termasuk surat jaminan dari produsen atau suplier bahan dan

peralatan, termasuk testing dan perijinan dari instansi yang berwenang,

termasuk berita acara dan laporan lampirannya, termasuk arsip surat

menyurat terutama yang dapat menjadi bukti bila ada persoalan, termasuk

perubahan gambar, spesifikasi teknis, dan penjadwalan beserta berita

acaranya, dan lain dokumen yang otentik yang bisa menimbulkan bukti.

V. PENUTUP

Demikianlah pembahasan mengenai Manajemen Kontrak Jasa

Konsultansi dengan mengikuti pengertian upaya menyusun, menggunakan dan

mengakhiri suatu kontrak, agar masing-masing pihak melakukan kewajibannya

dan mendapatkan haknya sesuai dengan kesepakatan yang telah ditetapkan.

Di samping itu perlu disusun suatu matriks sebagai penjelasan cakupan

setiap pembahasan yang akan dilakukan. Variabel pertama adalah bentuk-

bentuk hubungan pihak-pihak dalam suatu proyek, seperti turn-key, kontrak

design and builr, kontrak tiga segi dan sebagainya.

Variabel kedua adalah hubungan antara siapa, apakah antara proyek

dengan konsultan, dengan kontraktor, ataukah dengan supplier.

Dalam uraian ini dibatasi hubungan kontraktual antara pemborong dengan

proyek dan antara konsultan dengan proyek, dan khusus untuk bentuk

hubungan segitiga.

12