manajemen kasus depresi

39
STATUS PASIEN I. IDENTITAS PASIEN Nama : Tn. W Jenis Kelamin : Laki-laki Umur : 35 Tahun Agama : kristen Status : nikah Pendidikan : SMA Pekerjaan : wiraswasta Alamat : Sragen II. ANAMNESIS Anamnesis diperoleh dari: Autoanamnesis dan Alloanamnesis Waktu anamnesis: 2 November 2012 II.1. Sebab Dibawa ke Rumah Sakit (Keluhan Utama) Sulit tidur II.2. Riwayat Perjalanan Penyakit (Riwayat Penyakit Sekarang) Pasien datang dengan keluhan sulit tidur, sudah sejak 1 bulan yang lalu. Pasien terasa mudah mengantuk dan mudah lelah saat bekerja, tetapi saat mencoba untuk tidur, pasien sering terbangun setiap 30 menit. Menurut 1

Transcript of manajemen kasus depresi

STATUS PASIENI. IDENTITAS PASIEN

Nama

: Tn. WJenis Kelamin

: Laki-lakiUmur

: 35 Tahun

Agama

: kristenStatus

: nikahPendidikan

: SMAPekerjaan

: wiraswastaAlamat

: Sragen

II. ANAMNESIS

Anamnesis diperoleh dari: Autoanamnesis dan AlloanamnesisWaktu anamnesis: 2 November 2012II.1. Sebab Dibawa ke Rumah Sakit (Keluhan Utama)

Sulit tidur

II.2. Riwayat Perjalanan Penyakit (Riwayat Penyakit Sekarang)

Pasien datang dengan keluhan sulit tidur, sudah sejak 1 bulan yang lalu. Pasien terasa mudah mengantuk dan mudah lelah saat bekerja, tetapi saat mencoba untuk tidur, pasien sering terbangun setiap 30 menit. Menurut istri pasien, pasien sering murung dan terlihat sedih. 5 bulan yang lalu saat bekerja pasien mengalami kecelakaan kerja yaitu kaki tertimpa benda seperti silikon yang keras. Jari kaki pasien patah dan diobati selama 3 hari di rumah sakit. Semenjak itu pasien keluar dari pekerjaannya. Pasien keluar dari pekerjaannya karena merasa sudah tidak berguna lagi untuk perusahaannya karena keadaannya. Sejak itulah pasien takut untuk bekerja lagi. Pasien merasa sudah tidak mampu lagi untuk bekerja. II.3. Anamnesis Sistem

Tidak ada keluhan pada sistem tubuh.II.4. Hal-Hal yang Mendahului Penyakit dan Riwayat Penyakit Dahulu

II.4.1. Hal-Hal yang Mendahului Penyakit

II.4.1.1. Faktor Organik

Belum ditemukan keluhan.

II.4.1.2. Faktor Psikososial (Stressor Psikososial)

II.4.2. Riwayat Penyakit Dahulu

Tidak ada riwayat sakit serupaII.5. Riwayat KeluargaII.5.1. Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ditemukan anggota keluarga dengan keluhan yang sama maupun diagnosis gangguan jiwa.

II.5.2. Silsilah Keluarga

Keterangan : PasienII.6. Riwayat Pribadi

II.6.1. Perkembangan Prenatal dan perinatal :

Tidak ada masalah kesehatan yang berarti selama kehamilan dan setelah lahir. Pasien lahir secara normal, ditolong oleh bidan. 0 3 tahun :

Tidak ada masalah kesehatan yang berarti. Pasien tumbuh dan berkembang sesuai dengan anak seusianya.

3 11 tahun :

Tidak ada masalah kesehatan yang berarti. Pasien mulai keluar sekolah sejak kelas 2 SMP karena dipaksa oleh orang tuanya untuk ikut bekerja. Pasien sering dimarahi oleh orang tuanya. Remaja :

Tidak ada masalah kesehatan yang berarti. Dewasa :

Pengobatan rutin gangguan jiwa. II.6.2. Riwayat Pendidikan

Pasien bersekolah sampai dengan tamat SMAII.6.3. Riwayat Pekerjaan

Pasien pernah bekerja sebagai kontraktor. Saat bekerja pasien mengalami kecelakaan kerja yaitu kaki tertimpa benda seperti silikon yang keras.

II.6.4. Sikap dan Kegiatan Moral Spiritual

Pasien mengatakan rajin beribadah

II.6.5. Riwayat Perkawinan

Belum menikah

II.7. Tingkat Kepercayaan Anamnesis

Dapat dipercayaII.8. Kesimpulan Anamnesis

Tn. W, usia 35 tahun, datang ke poliklinik Jiwa RSUD Sragen dengan keluhan sulit tidur, sudah sejak 1 bulan yang lalu. Pasien terasa mudah mengantuk dan mudah lelah saat bekerja, tetapi saat mencoba untuk tidur, pasien sering terbangun setiap 30 menit. Menurut istri pasien, pasien sering murung dan terlihat sedih. 5 bulan yang lalu saat bekerja pasien mengalami kecelakaan kerja yaitu kaki tertimpa benda seperti silikon yang keras. Jari kaki pasien patah dan diobati selama 3 hari di rumah sakit. Semenjak itu pasien keluar dari pekerjaannya. Pasien keluar dari pekerjaannya karena merasa sudah tidak berguna lagi untuk perusahaannya karena keadaannya. Sejak itulah pasien takut untuk bekerja lagi. Pasien merasa sudah tidak mampu lagi untuk bekerja.III. PEMERIKSAAN FISIK

III.1. STATUS PRAESENS

III.1.1. Status Internus

Keadaan Umum: Cukup

Bentuk Badan

: ektomorf

Berat Badan

: 57 Kg

Tinggi Badan

: 165 cm

Tanda Vital

Tekanan Darah: 120/80 mmHg

Nadi

: 82x/menit

Respirasi

: 20x/menit

Suhu

: 36,6 OC

Kepala

: dalam batas normal

Leher

: dalam batas normal

Thorax

:

Sistem Kardiovaskuler: dalam batas normal

Sistem Respirasi

: dalam batas normal

Abdomen

Sistem Gastrointestinal: dalam batas normal

Sistem Urogenital

: tidak dilakukan

Ekstremitas

Sistem Muskuloskeletal: dalam batas normal

Sistem Integumentum

: tidak dilakukan

Kesan Status Internus: dalam batas normal

III.2. STATUS PSIKIATRI

Tanggal Pemeriksaan : 2 November 2012III.2.1. Kesan Umum, penampilan : Cukup rapi, sesuai umur

III.2.2. Kesadaran:

Kuantitatif : Compos Mentis

Kualitatif : tidak berubah

III.2.3. Orientasi Orang/Waktu/Tempat/Situasi : Baik/Baik/Baik/Baik

III.2.4. Sikap dan Tingkah Laku : normoaktif

III.2.5. Afek: depresif

III.2.6. Proses Pikir (Bentuk Pikir, Isi Pikir, Prognesis Pikir)

III.2.8.1. Bentuk Pikir: Realistis

III.2.8.2. Isi Pikir: Waham (-)

III.2.8.3. Progresi Pikir: lancar koheren

III.2.7. Mood

: normotimik

III.2.8. Persepsi: Halusinasi (-)

III.2.9. Memori: Baik

III.2.10. Insight: Derajat 5

III.2.11.Gejala dan Tanda Lain yang Didapatkan: Tidak ditemukan

IV. RANGKUMAN DATA YANG DIDAPATKAN PADA PENDERITA

Keadaan umum dan rawat diri baik, cukup rapi, sesuai umur. Kesadaran kuantitatif compos mentis dan kesadaran kualitatif tidak berubah. Sikap dan tingkah laku normoaktif dengan afek depresif. V. DIAGNOSIS

AKSIS I : Episode depresif sedang (F.32.1)

AKSIS II : Kepribadian cemas

AKSIS III : Belum ditemukan ada kelainan organik

AKSIS IV : Masalah pekerjaan

AKSIS V : GAF Current: 60VI. RENCANA TERAPI/PENATALAKSANAAN

VI.1. Terapi Organobiologik

IX.1.1. Psikofarmaka

Amitriptyline 25 mg 3 x1 tabVI.2. Psikoedukatif/PsikoterapiIX.3.3. Edukasi dan Modifikasi Keluarga

Memberikan pengertian kepada keluarga tentang penyakit yang diderita, penyebab, pengobatan dan hasil dari pengobatan. Selain itu dukungan keluarga membantu untuk mengurangi keluhan dan memberikan kestabilan psikis.VII. PROGNOSIS

Dubia ad bonam.

Karena pasien sudah berobat ke tempat yang benar, sudah diberikan pengobatan yang sesuai dengan gejala dan keluhan. Selain pengobatan dengan obat, pasien mendapatkan terapi dukungan yang diharapkan akan membantu penyembuhannya.DASAR TEORII. PendahuluanGangguan depresif adalah salah satu jenis gangguan jiwa yang paling sering terjadi. Prevalensi gangguan depresif pada populasi dunia adalah 3-8 % dengan 50% kasus terjadi pada usia produktif yaitu 20-50 tahun. World Health Organization menyatakan bahwa gangguan depresif berada pada urutan keempat penyakit di dunia. Gangguan depresif mengenai sekitar 20% wanita dan 12% laki-laki pada suatu waktu dalam kehidupan. Pada tahun 2020 diperkirakan jumlah penderita gangguan depresif semakin meningkat dan akan menempati urutan kedua penyakit di dunia.1,2,3Seseorang dapat terpicu menderita gangguan depresif karena adanya interaksi antara tekanan, daya tahan mental diri dari lingkungan. Pada dasarnya inti dari gangguan depresif adalah kehilangan obyek cinta misalnya kematian anggota keluarga atau orang yang sangat dicintai, kehilangan pekerjaan, kesulitan keuangan, terkucil dari pergaulan sosial, kondisi fisik yang tidak sempurna, penyakit, kehamilan dan bertambahnya usia. Selain itu, gangguan depresif juga dipengaruhi faktor genetik dan faktor biologis berupa gangguan neurotransmitter di otak. 1,4,5Gangguan depresif ditandai dengan berbagai keluhan seperti kelelahan atau merasa menjadi lamban, masalah tidur, perasaan sedih, murung, nafsu makan terganggu dapat berkurang atau berlebih, kehilangan berat badan dan iritabilitas. Penderita mengalami distorsi kognitif seperti mengkritik diri sendiri, timbul rasa bersalah, perasaan tidak berharga dan putus asa. 5,6Gangguan depresif merupakan gangguan yang dapat menganggu kehidupan dan dapat diderita tanpa memandang usia, status sosial, latar belakang maupun jenis kelamin. Gangguan depresif dapat terjadi tanpa disadari sehingga penderita terkadang terlambat ditangani sehingga dapat menimbulkan penderitaan yang berat seperti bunuh diri. 1,2Gangguan depresif dapat terjadi pada semua umur, dengan riwayat keluarga mengalami gangguan depresif, biasanya dimulai pada usia 15 dan 30 tahun. Usia paling awal dikatakan 5-6 tahun sampai 50 tahun dengan rerata pada usia 30 tahun. Gangguan depresif berat rata-rata dimulai pada usia 40 tahun (20-50 tahun). Epidemiologi ini tidak tergantung ras dan tak ada korelasinya dengan sosioekonomi. Perempuan juga dapat mengalami depresi pasca melahirkan anak. Beberapa orang mengalami gangguan depresif musiman, di negara barat biasanya pada musim dingin. Gangguan depresif ada yang merupakan bagian gangguan bipolar (dua kutub: kutub yang satu gangguan depresif, kutub lainnya mania). Gangguan depresif berat adalah suatu gangguan dengan prevalensi seumur hidup kira-kira 15%, pada perempuan mungkin sampai 25%. Perempuan mempunyai kecenderungan dua kali lebih besar mengalami gangguan depresif daripada laki-laki. Alasan dalam penelitian di negara barat dikatakan karena masalah hormonal, dampak melahirkan, stressor dan pola perilaku yang dipelajari. Gangguan depresif sangat umum terjadi, setiap tahun lebih dari 17 juta orang Amerika mengalaminya. 1,7,8Banyak orang mengalami gangguan depresif terkait dengan penggunaan napza dan alkohol karena napza terdiri dari substansi kimia yang mempengaruhi fungsi otak, terus menggunakan napza akan membuat zat kimiawi otak mengalami ketidakseimbangan, sehingga mengganggu proses pikir, perasaan dan perilaku. 9,10II. Pengertian

Gangguan depresif adalah gangguan psikiatri yang menonjolkan mood sebagai masalahnya, dengan berbagai gambaran klinis yakni gangguan episode depresif, gangguan distimik, gangguan depresif mayor dan gangguan depresif unipolar serta bipolar. Gangguan depresif merupakan gangguan medik serius menyangkut kerja otak, bukan sekedar perasaan murung atau sedih dalam beberapa hari. Gangguan ini menetap selama beberapa waktu dan mengganggu fungsi keseharian seseorang. Gangguan depresif masuk dalam kategori gangguan mood, merupakan periode terganggunya aktivitas sehari-hari, yang ditandai dengan suasana perasaan murung dan gejala lainnya termasuk perubahan pola tidur dan makan, perubahan berat badan, gangguan konsentrasi, anhedonia (kehilangan minat apapun), lelah, perasaan putus asa dan tak berdaya serta pikiran bunuh diri. Jika gangguan depresif berjalan dalam waktu yang panjang (distimia) maka orang tersebut dikesankan sebagai pemurung, pemalas, menarik diri dari pergaulan, karena ia kehilangan minat hampir disemua aspek kehidupannya. 1,8,11Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tidak berdaya, serta bunuh diri. 1,2,5Maslim berpendapat bahwa depresi adalah suatu kondisi yang dapat disebabkan oleh defisiensi relatif salah satu atau beberapa aminergik neurotransmiter (noradrenalin, serotonin, dopamin) pada sinaps neuron di SSP (terutama pada sistem limbik). 4,6Menurut Kaplan, depresi merupakan salah satu gangguan mood yang ditandai oleh hilangnya perasaan kendali dan pengalaman subjektif adanya penderitaan berat. Mood adalah keadaan emosional internal yang meresap dari seseorang, dan bukan afek, yaitu ekspresi dari isi emosional saat itu. 4,6III. Epidemiologi

Gangguan depresif dapat terjadi pada semua umur, dengan riwayat keluarga mengalami gangguan depresif, biasanya dimulai pada usia 15 dan 30 tahun. Usia paling awal dikatakan 5-6 tahun sampai 50 tahun dengan rerata pada usia 30 tahun. Gangguan depresif berat rata-rata dimulai pada usia 40 tahun (20-50 tahun). Epidemiologi ini tidak tergantung ras dan tak ada korelasinya dengan sosioekonomi. Perempuan juga dapat mengalami depresi pasca melahirkan anak. Beberapa orang mengalami gangguan depresif musiman, di negara barat biasanya pada musim dingin. Gangguan depresif ada yang merupakan bagian gangguan bipolar (dua kutub: kutub yang satu gangguan depresif, kutub lainnya mania). Gangguan depresif berat adalah suatu gangguan dengan prevalensi seumur hidup kira-kira 15%, pada perempuan mungkin sampai 25%. Perempuan mempunyai kecenderungan dua kali lebih besar mengalami gangguan depresif daripada laki-laki. Alasan dalam penelitian di negara barat dikatakan karena masalah hormonal, dampak melahirkan, stressor dan pola perilaku yang dipelajari. Gangguan depresif sangat umum terjadi, setiap tahun lebih dari 17 juta orang Amerika mengalaminya. Banyak orang mengalami gangguan depresif terkait dengan penggunaan napza dan alkohol karena napza terdiri dari substansi kimia yang mempengaruhi fungsi otak, terus menggunakan napza akan membuat zat kimiawi otak mengalami ketidakseimbangan, sehingga mengganggu proses pikir, perasaan dan perilaku. 1,12,13IV. EtiologiKaplan menyatakan bahwa faktor penyebab depresi dapat secara buatan dibagi menjadi faktor biologi, faktor genetik, dan faktor psikososial. 1IV.1. Faktor biologi

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat kelainan pada amin biogenik, seperti: 5 HIAA (5-Hidroksi indol asetic acid), HVA (Homovanilic acid), MPGH (5 methoxy-0-hydroksi phenil glikol), di dalam darah, urin dan cairan serebrospinal pada pasien gangguan mood. Neurotransmiter yang terkait dengan patologi depresi adalah serotonin dan epineprin. Penurunan serotonin dapat mencetuskan depresi, dan pada pasien bunuh diri, beberapa pasien memiliki serotonin yang rendah. Pada terapi despiran mendukung teori bahwa norepineprin berperan dalam patofisiologi depresi. Selain itu aktivitas dopamin pada depresi adalah menurun. Hal tersebut tampak pada pengobatan yang menurunkan konsentrasi dopamin seperti Respirin, dan penyakit dimana konsentrasi dopamin menurun seperti parkinson, adalah disertai gejala depresi. Obat yang meningkatkan konsentrasi dopamin, seperti tyrosin, amphetamine, dan bupropion, menurunkan gejala depresi. 1,6,9Disregulasi neuroendokrin. Hipotalamus merupakan pusat pengaturan aksis neuroendokrin, menerima input neuron yang mengandung neurotransmiter amin biogenik. Pada pasien depresi ditemukan adanya disregulasi neuroendokrin. Disregulasi ini terjadi akibat kelainan fungsi neuron yang mengandung amin biogenik. Sebaliknya, stres kronik yang mengaktivasi aksis Hypothalamic-Pituitary-Adrenal (HPA) dapat menimbulkan perubahan pada amin biogenik sentral. Aksis neuroendokrin yang paling sering terganggu yaitu adrenal, tiroid, dan aksis hormon pertumbuhan. Aksis HPA merupakan aksis yang paling banyak diteliti. Hipersekresi CRH merupakan gangguan aksis HPA yang sangat fundamental pada pasien depresi. Hipersekresi yang terjadi diduga akibat adanya defek pada sistem umpan balik kortisol di sistem limpik atau adanya kelainan pada sistem monoaminogenik dan neuromodulator yang mengatur CRH. Sekresi CRH dipengaruhi oleh emosi. Emosi seperti perasaan takut dan marah berhubungan dengan Paraventriculer nucleus (PVN), yang merupakan organ utama pada sistem endokrin dan fungsinya diatur oleh sistem limbik. Emosi mempengaruhi CRH di PVN, yang menyebabkan peningkatan sekresi CRH. Pada orang lanjut usia terjadi penurunan produksi hormon estrogen. Estrogen berfungsi melindungi sistem dopaminergik negrostriatal terhadap neurotoksin seperti MPTP, 6 OHDA dan methamphetamin. Estrogen bersama dengan antioksidan juga merusak monoamine oxidase. 1,5,6Kehilangan saraf atau penurunan neurotransmiter. Sistem saraf pusat mengalami kehilangan secara selektif pada sel sel saraf selama proses menua. Walaupun ada kehilangan sel saraf yang konstan pada seluruh otak selama rentang hidup, degenerasi neuronal korteks dan kehilangan yang lebih besar pada sel-sel di dalam lokus seroleus, substansia nigra, serebelum dan bulbus olfaktorius. Bukti menunjukkan bahwa ada ketergantungan dengan umur tentang penurunan aktivitas dari noradrenergik, serotonergik, dan dopaminergik di dalam otak. Khususnya untuk fungsi aktivitas menurun menjadi setengah pada umur 80-an tahun dibandingkan dengan umur 60-an tahun. 4,5,7IV.2. Faktor Genetik

Penelitian genetik dan keluarga menunjukkan bahwa angka resiko di antara anggota keluarga tingkat pertama dari individu yang menderita depresi berat (unipolar) diperkirakan 2 sampai 3 kali dibandingkan dengan populasi umum. Angka keselarasan sekitar 11% pada kembar dizigot dan 40% pada kembar monozigot. Pengaruh genetik terhadap depresi tidak disebutkan secara khusus, hanya disebutkan bahwa terdapat penurunan dalam ketahanan dan kemampuan dalam menanggapi stres. Proses menua bersifat individual, sehingga dipikirkan kepekaan seseorang terhadap penyakit adalah genetik. 1,5IV.3. Faktor Psikososial

Menurut Freud dalam teori psikodinamikanya, penyebab depresi adalah kehilangan objek yang dicintai. Ada sejumlah faktor psikososial yang diprediksi sebagai penyebab gangguan mental pada lanjut usia yang pada umumnya berhubungan dengan kehilangan. Faktor psikososial tersebut adalah hilangnya peranan sosial, hilangnya otonomi, kematian teman atau sanak saudara, penurunan kesehatan, peningkatan isolasi diri, keterbatasan finansial, dan penurunan fungsi kognitif. Sedangkan menurut Kane, faktor psikososial meliputi penurunan percaya diri, kemampuan untuk mengadakan hubungan intim, penurunan jaringan sosial, kesepian, perpisahan, kemiskinan dan penyakit fisik. 1,2,5Faktor psikososial yang mempengaruhi depresi meliputi: peristiwa kehidupan dan stressor lingkungan, kepribadian, psikodinamika, kegagalan yang berulang, teori kognitif dan dukungan sosial. Peristiwa kehidupan dan stresor lingkungan. Peristiwa kehidupan yang menyebabkan stres, lebih sering mendahului episode pertama gangguan mood dari episode selanjutnya. Para klinisi mempercayai bahwa peristiwa kehidupan memegang peranan utama dalam depresi, klinisi lain menyatakan bahwa peristiwa kehidupan hanya memiliki peranan terbatas dalam onset depresi. Stressor lingkungan yang paling berhubungan dengan onset suatu episode depresi adalah kehilangan pasangan. Stressor psikososial yang bersifat akut, seperti kehilangan orang yang dicintai, atau stressor kronis misalnya kekurangan finansial yang berlangsung lama, kesulitan hubungan interpersonal, ancaman keamanan dapat menimbulkan depresi. 1,2,3Faktor kepribadian. Beberapa ciri kepribadian tertentu yang terdapat pada individu, seperti kepribadian dependen, anankastik, histrionik, diduga mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya depresi. Sedangkan kepribadian antisosial dan paranoid (kepribadian yang memakai proyeksi sebagai mekanisme defensif) mempunyai resiko yang rendah. 3,5Faktor psikodinamika. Berdasarkan teori psikodinamika Freud, dinyatakan bahwa kehilangan objek yang dicintai dapat menimbulkan depresi. Dalam upaya untuk mengerti depresi, Sigmud Freud sebagaimana dikutip Kaplan (2010) mendalilkan suatu hubungan antara kehilangan objek dan melankolia. Ia menyatakan bahwa kekerasan yang dilakukan pasien depresi diarahkan secara internal karena identifikasi dengan objek yang hilang. Freud percaya bahwa introjeksi mungkin merupakan cara satu-satunya bagi ego untuk melepaskan suatu objek, ia membedakan melankolia atau depresi dari duka cita atas dasar bahwa pasien terdepresi merasakan penurunan harga diri yang melanda dalam hubungan dengan perasaan bersalah dan mencela diri sendiri, sedangkan orang yang berkabung tidak demikian. 5,15Kegagalan yang berulang. Dalam percobaan binatang yang dipapari kejutan listrik yang tidak bisa dihindari, secara berulang-ulang, binatang akhirnya menyerah tidak melakukan usaha lagi untuk menghindari. Disini terjadi proses belajar bahwa mereka tidak berdaya. Pada manusia yang menderita depresi juga ditemukan ketidakberdayaan yang mirip. 14Faktor kognitif. Adanya interpretasi yang keliru terhadap sesuatu, menyebabkan distorsi pikiran menjadi negatif tentang pengalaman hidup, penilaian diri yang negatif, pesimisme dan keputusasaan. Pandangan yang negatif tersebut menyebabkan perasaan depresi. 15V. Jenis-jenis Depresi

V.1. Jenis-jenis Depresi Berdasarkan Tingkat Penyakit

Menurut klasifikasi organisasi kesehatan dunia WHO, berdasarkan tingkat penyakitnya depresi dibagi menjadi: 1,2V.1.1. Mild depression/ minor depression dan dysthymic disorder

Pada depresi ringan, mood yang rendah datang dan pergi dan penyakit datang setelah kejadian stressful yang spesifik. Perubahan gaya hidup biasanya dibutuhkan untuk mengurangi depresi jenis ini. Bentuk depresi yang kurang parah disebut distimia (Dystymic disorder). Depresi ini menimbulkan gangguan mood ringan dalam jangka waktu yang lama sehingga seseorang tidak dapat bekerja optimal. 1,2V.1.2. Moderate depression

Pada depresi sedang mood yang rendah berlangsung terus dan individu mengalami simtom fisik juga walaupun berbeda-beda tiap individu. Perubahan gaya hidup saja tidak cukup dan bantuan diperlukan untuk mengatasinya. 1,2V.1.3. Severe depression/ major depression

Individu akan mengalami gangguan dalam kemampuan untuk bekerja, tidur, makan, dan menikmati hal yang menyenangkan. Penting untuk mendapatkan bantuan medis secepatnya. 1,2V.2. Jenis-jenis Depresi Berdasarkan Klasifikasi Nosologi

Klasifikasi nosologi dari keadaan depresi telah terbukti bernilai dalam praktik klinik dan telah dibakukan oleh WHO. 1,2Jenis-jenis depresi berdasarkan klasifikasi nosologi:

V.2.1. Depresi psikogenik

Depresi ini karena pengaruh psikologis individu. Biasanya terjadi akibat kejadian yang dapat membuat seseorang sedih atau stres berat.

Berdasarkan pada gejala dan tanda-tanda, terbagi menjadi:

V.2.1.1. Depresi reaktif

Merupakan istilah yang sering digunakan untuk gangguan mood depresif yang ditandai oleh apati dan retardasi atau oleh kecemasan dan agitasi.

V.2.1.2. Exhaustion depression

Merupakan depresi yang timbul setelah bertahun-tahun masa laten, akibat tekanan perasaan yang berlarut-larut, goncangan jiwa yang berturut atau pengalaman berulang yang menyakitkan.

V.2.1.3. Depresi neurotik

Asal mulanya adalah konflik-konflik psikologis masa anak-anak (seperti keadaan perpisahan dengan ibu pada masa bayi, hubungan orang tua-anak yang tidak menyenangkan) yang selama ini disimpan dan membekas dalam jiwa penderita.

V.2.2. Depresi endogenik

Depresi ini diturunkan, biasanya timbul tanpa didahului oleh masalah psikologis atau fisik tertentu, tetapi bisa juga dicetuskan oleh trauma fisik maupun psikis. 1,2V.2.3. Depresi somatogenik

Pada depresi ini dianggap bahwa faktor-faktor jasmani berperan dalam timbulnya depresi, terbagi dalam beberapa tipe:

V.2.3.1. Depresi organik

Disebabkan oleh perubahan-perubahan morfologi dari otak seperti arteriosklerosis serebri, demensia senilis, tumor otak, defisiensi mental, dan lain-lain.

V.2.3.2. Depresi simptomatik

Merupakan depresi akibat atau bersamaan dengan penyakit-penyakit jasmaniah seperti:

Penyakit infeksi: hepatitis, influenza, pneumonia.

Penyakit endokrin: diabetes mellitus, hipotiroid.

Akibat tindakan bedah.

Pengobatan jangka panjang dengan obat-obat antihipertensi.

Pada fase penghentian kecanduan narkotika, alkohol dan obat penenang.V.3. Jenis-jenis Depresi Menurut Penyebabnya

Menurut Greg Wilkinson depresi dapat digolongkan sebagai depresi reaktif dan endogenus.

V.3.1. Depresi Reaktif

Gejalanya diperkirakan akibat stres luar, seperti kehilangan seseorang atau kehilangan pekerjaan. Ini merupakan jenis depresi paling umum dan sungguh merupakan perluasan dari perasaan gundah yang normal. Umumnya orang yang mengalami depresi reaktif akan merasa muram, cemas, sering marah dan mudah tersinggung.V.3.2. Depresi Endogenus

Gejalanya terjadi tanpa dipengaruhi oleh faktor luar. Seorang psikiater mendiagnosis seorang pasien menderita depresi endogenus jika mereka menunjukkan tanda-tanda sedih, menarik diri dan mempunyai beberapa gejala berikut ini: 1,21. Hilangnya hasrat seks.

2. Anoreksia atau kehilangan berat badan.

3. Kelambanan fisik dan mental atau kegelisahan atau agitasi.

4. Bangun pagi-pagi.

5. Perasaan bersalah.

6. Tidak menikmati apa-apa.

7. Suasana hati paling rendah di pagi hari dan meningkat dengan berjalannya hari.

8. Suasana hati sedih yang berbeda dari kesedihan biasa.

V.3.3. Depresi Primer dan Sekunder

Depresi primer : depresi yang tidak mempunyai penyebab.

Depresi sekunder: depresi yang disebabkan penyakit fisik atau psikiatrik atau kecanduan obat atau alkohol.

V.4. Jenis-jenis Depresi Menurut Gejalanya

Menurut gejalanya depresi dapat digolongkan sebagai neurotik dan psikotik. Namun perbedaannya tidak terlalu jelas seperti yang diinginkan para dokter. Oleh karena banyak orang yang mempunyai gejala kedua jenis penyakit dan beberapa jenis depresi (terutama yang endogenus) tidaklah bersifat neurotik ataupun psikotik. 1,2V.4.1. Depresi Neurotik

Biasanya terjadi setelah mengalami peristiwa yang meyedihkan tetapi jauh lebih berat dari biasanya. Seringkali didahului oleh trauma emosional seperti kehilangan orang yang dicintai. Orang yang menderita depresi neurotik bisa merasa gelisah, cemas sekaligus merasa depresi. Mereka menderita hipokondria atau ketakutan abnormal seperti agrofobia tetapi mereka tidak menderita delusi atau halusinasi. 1,2V.4.2. Depresi Psikotik

Depresi yang berkaitan dengan delusi atau halusinasi atau keduanya.

V.4.3. Psikosis Depresi Manik (disebut juga depresi bipolar)

Merupakan penyakit yang kambuh kembali disertai gangguan suasana hati yang berat. Orang yang menderita gangguan ini menunjukkan gabungan depresi dan rasa cemas tetapi kadang-kadang hal ini dapat diganti dengan perasaan gembira, gairah dan aktivitas secara berlebihan, gambaran ini disebut mania.

V.5. Jenis-jenis Depresi Menurut Arah Penyakit

Depresi yang terjadi sendiri dan tidak dihubungkan dengan penyakit manik (lawan dari depresi dan sifat orang itu sangat gembira) disebut sebagai:

V.5.1. Depresi unipolar

Gangguan depresi yang dicirikan oleh suasana perasaan depresif saja. Penderita dalam jangka waktu yang lama hanya mengalami perasaan sedih saja.

V.5.2. Depresi bipolar

Dahulunya gangguan ini disebut manik depresif. Tidak seperti gangguan depresi yang lainnya, gangguan bipolar meliputi lingkaran depresi pada satu kutub dan gembira berlebihan atau maniak pada kutub lainnya. Kadang-kadang suasana perasaan tersebut berubah secara drastis dan cepat, tetapi sebagian besar berlangsung secara gradual.

V.6. Depresi Tersembunyi

Diagnosis depresi tersembunyi (atau atipikal) kadang-kadang dibuat bilamana depresi dianggap mendasari gangguan fisik dan mental yang tidak dapat diterangkan, misalnya rasa sakit yang lama tanpa sebab yang nyata atau hipokondria atau sebaliknya perilaku yang tidak dapat diterangkan seperti wanita lanjut usia yang suka mengutil. 1,2VII. Diagnosis Depresi (berdasarkan PPDGJ III)

F32 EPISODE DEPRESI

Gejala utama (pada derajat ringan, sedang, dan berat):

Afek depresif

Kehilangan minat dan kegembiraan, dan

Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas.

Gejala lainnya:

a. Konsentrasi dan perhatian berkurang;

b. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang;

c. Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna;

d. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis;

e. Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri;

f. Tidur terganggu;

g. Nafsu makan berkurang.

Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan masa sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakkan diagnosis, akan tetapi periode lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung cepat.

Kategori diagnosis episode depresif ringan (F32.0), sedang (F32.1) dan berat (F32.2) hanya digunakan untuk episode depresi tunggal (yang pertama). Episode depresif berikutnya harus diklasifikasikan di bawah salah satu diagnosis gangguan depresif berulang (F33.-)

F32.0 Episode Depresif Ringan

Pedoman Diagnostik

Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi seperti tersebut di atas;

Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya: (a) sampai dengan (g)

Tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya

Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu

Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasanya dilakukan.

Karakter kelima:

F32.00 = Tanpa gejala somatik

F32.01 = Dengan gejala somatik

F32.1 Episode Depresif Sedang

Pedoman Diagnostik

Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi seperti pada episode depresi ringan (F30.0)

Ditambah sekurang-kurangnya 3 (dan sebaiknya 4) dari gejala lainnya;

Lamanya seluruh episode berlangsung minimum sekitar 2 minggu

Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan dan urusan rumah tangga.

Karakter kelima:

F32.10 = Tanpa gejala somatik

F32.11 = Dengan gejala somatik

F32.2 Episode Depresif Berat tanpa Gejala Psikotik

Pedoman Diagnostik

Semua gejala utama depresi harus ada

Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya, dan beberapa diantaranya harus berintensitas berat

Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikomotor) yang mencolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk melaporkan banyak gejalanya secara rinci.

Dalam hal demikian, penilaian secara menyeluruh terhadap episode depresi berat masih dapat dibenarkan.

Episode depresi biasanya harus berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu, akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat, maka masih dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam kurun waktu kurang dari 2 minggu.

Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan dan urusan rumah tangga kecuali pada taraf yang sangat terbatas.

F32.3 Episode Depresif Berat dengan Gejala Psikotik

Pedoman Diagnostik

Episode depresif berat yang memenuhi kriteria menurut F32.2 tersebut di atas;

Disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Waham biasanya melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang mengancam, dan pasien merasa bertanggung jawab atas hal itu. Halusinasi auditori atau olfaktori biasanya berupa suara yang menghina atau menuduh, atau bau kotoran atau daging membusuk. Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju pada stupor.

Jika diperlukan, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi atau tidak serasi dengan afek (mood-congruent).

F32.8 Episode Depresif Lainnya

F32.9 Episode Depresif YTT

F33 GANGGUAN DEPRESIF BERULANG

Pedoman Diagnostik

Gangguan ini tersirat dengan episode berulang dari:

Episode depresi ringan (F32.0)

Episode depresi sedang (F32.1)

Episode depresi berat (F32.2 dan F32.3)

Episode masing-masing rata-rata lamanya sekitar 6 bulan, akan tetapi frekuensinya lebih jarang dibandingkan dengan gangguan bipolar.

Tanpa riwayat adanya episode tersendiri dari peninggian afek dan hiperaktivitas yang memenuhi kriteria mania (F30.1 dan F30.2).

Namun kategori ini tetap harus jika ternyata ada episode singkat dari peninggian afek dan hiperaktivitas ringan yang memenuhi kriteria hipomania (F30.0) segera sesudah episode depresif (kadang-kadang tampaknya dicetuskan oleh tindakan pengobatan depresi).

Pemulihan keadaan biasanya sempurna diantara episode, namun sebagian kecil pasien mungkin mendapat depresi yang akhirnya menetap, terutama pada usia lanjut (untuk keadaan ini, kategori ini harus tetap digunakan).

Episode masing-masing, dalam berbagai tingkat keparahan, seringkali dicetuskan oleh peristiwa kehidupan yang penuh stres atau trauma mental lain (adanya stres atau tidak esensial untuk penegakkan diagnosis).

Diagnosis Banding: Episode depresif singkat berulang (F38.1)

F33.0 Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Ringan

Pedoman Diagnostik

Untuk diagnosis pasti:

a) Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-) harus dipenuhi, dan episode sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif ringan (F32.0); dan

b) Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing selama minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa gangguan afektif yang bermakna.

Karakter kelima :

F33.00 = Tanpa gejala somatik

F33.01 = Dengan gejala somatik

F33.1 Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Sedang

Pedoman Diagnostik

Untuk diagnosis pasti:

a) Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-) harus dipenuhi, dan episode sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif sedang (F32.1); dan

b) Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing selama minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa gangguan afektif yang bermakna.

Karakter kelima :

F33.10 = Tanpa gejala somatik

F33.11 = Dengan gejala somatik

F33.2 Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Berat tanpa Gejala Psikotik

Pedoman Diagnostik

Untuk diagnosis pasti:

a) Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-) harus dipenuhi, dan episode sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat tanpa gejala psikotik (F32.2); dan

b) Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing selama minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa gangguan afektif yang bermakna.

F33.3 Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Berat dengan Gejala Psikotik

Pedoman Diagnostik

Untuk diagnosis pasti:

a) Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-) harus dipenuhi, dan episode sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat dengan gejala psikotik (F32.2); dan

b) Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing selama minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa gangguan afektif yang bermakna.

F33.4 Gangguan Depresif Berulang, Kini dalam Remisi

Pedoman Diagnostik

Untuk diagnosis pasti:

a) Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-) harus pernah dipenuhi di masa lampau, tetapi keadaan sekarang seharusnya tidak memenuhi kriteria untuk episode depresif dengan derajat keparahan apa pun atau gangguan lain apa pun dalam F30-F39; dan

b) Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing selama minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa gangguan afektif yang bermakna.17

F33.8 Gangguan Depresif Berulang Lainnya

F33.9 Gangguan Depresif Berulang YTTVIII. Penatalaksanaan

Pada kasus depresi berat diperlukan terapi dan pengobatan yang efektif untuk mengurangi depresi, namun pada kasus depresi ringan dan sedang dapat melakukan terapi terhadap diri sendiri untuk mengurangi gejala-gejala depresi. 1,2,6,8VIII.1. Obat Antidepresan

Ada beberapa obat antidepresan yaitu:

1. MAOIs (Monoamine Oxidase Inhibitors)

Obat ini menghalangi aktivitas monoamine oxidase, enzim yang menghancurkan monoamine neurotransmitters norephinefrin, serotonin, dan dopamin.

2. Tricyclics

Obat ini meningkatkan aktivitas neurotransmitters monoamine norephinefrin dan serotonin dengan menghambat reuptake ke dalam neuron.

3. SSRIs

Obat ini hanya menghambat reuptake serotonin namun tidak menghalangi neurotransmiter lain.

VIII.2. CBT (Cognitive Behavior Therapy)

Pendekatan CBT memusatkan perhatian pada proses berpikir klien yang berhubungan dengan kesulitan emosional dan psikologi klien. CBT adalah terapi yang dikembangkan oleh Beck tahun 1976, dan paling sesuai untuk gangguan harga diri dan depresi. Sejumlah penelitian telah menunjukkan keefektifan pendekatan terapi kognitif untuk mengobati penderita depresi. Salah satu penelitian mengenai pasien yang mengalami depresi tahap sedang hingga berat, hasilnya menunjukkan bahwa pasien yang dirawat dengan terapi kognitif mempunyai angka pemulihan yang lebih besar, angka kegagalan lebih kecil dan angka perbaikan lebih cepat dibanding pasien yang diobati dengan terapi obat antidepresi saja. 5,6VIII.3. Terapi Interpersonal

Terapi interpersonal adalah bantuan psikoterapi jangka pendek yang berfokus kepada orang-orang dengan perkembangan simtom penyakit kejiwaan. Jika terapi kognitif berfokus pada persepsi dan reaksi terhadap persepsi tersebut, terapi interpersonal menekankan kepada terapi komunikasi. 6,9VIII.4. Konseling Kelompok dan Dukungan Sosial

Konseling secara kelompok adalah pelaksanaan wawancara konseling yang dilakukan antara seorang konselor profesional dengan beberapa pasien sekaligus dalam kelompok kecil. Kegunaan dukungan sosial kelompok diantaranya adalah agar pasien merasa ada orang lain yang juga menderita sehingga dapat mengurangi rasa isolasi. 11KESIMPULANDepresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tidak berdaya, serta bunuh diri.Gejala utama depresi pada derajat ringan, sedang dan berat adalah afek depresif, kehilangan minat dan kegembiraan, berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas. Pada depresi ringan, mood yang rendah datang dan pergi dan penyakit datang setelah kejadian stressful yang spesifik. Perubahan gaya hidup biasanya dibutuhkan untuk mengurangi depresi jenis ini. Depresi ini menimbulkan gangguan mood ringan dalam jangka waktu yang lama sehingga seseorang tidak dapat bekerja optimal. Pada depresi sedang mood yang rendah berlangsung terus dan individu mengalami simtom fisik juga walaupun berbeda-beda tiap individu. Perubahan gaya hidup saja tidak cukup dan bantuan diperlukan untuk mengatasinya. Pada depresi berat individu akan mengalami gangguan dalam kemampuan untuk bekerja, tidur, makan, dan menikmati hal yang menyenangkan. Penting untuk mendapatkan bantuan medis secepatnya.DAFTAR PUSTAKA1. Kaplan H.I. & Sadock B.J : Synopsis Psychiatry, 7 edition, 2010.

2. Amir Nurmiati. Gangguan depresif Aspek Neurobiologi dan Tatalaksana. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2005. hal1-1403. Burnham, T.A.(Eds), 2001. Drug Fact and Comparison, 55 th Ed, St Louis: A Wolters Kluwers Company, pp.902-944 4. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik - Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa - Jakarta 1996 5. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik - Yayasan Gangguan depresif Indonesia : Anxietas dan Gangguan depresif, Modul Pelatihan Bagi Dokter Umum, Jakarta 2002 6. Fraser, K., etal., Pharmaceutical Care, Mood Disorders : Drug Treatment of Depression. The Pharmaceutical Journal Vol 266 7. Ghazaleh, R.A., Depression Care Plan Guidelines, Peters Institute of Pharmaceutical Care. 2004 8. Kando, J.C., Wells, B.G, Hayes, P.E. 2005. Depressive Disorder. In : Dipiro, J.T., et al. ( Eds ), Pharmacotherapy a Patophysiological Approach, 6th Ed., St Louis : Mc Graw Hill Companies, Inc, pp. 1235-1255 9. Kaplan H.I & Sadock BJ : Pocket Handbook of Emergency Psychiatric Medicine, William Wilkins, 1993 10. Kode - Kimble, M. A. and Young, L. Y., 2002. Applied Therapeutic : The Clinical Use Of Drugs, Vancouver : Applied Therapeutic, Inc, pp.75.1-75.12 11. Mc Evoy, G. K.,2002. AHFS Drug Information, Bethesda : American Society of Health-System Pharmacist, pp. 2179-2276 12. Nolan, S, Scoggin, J.A. Serotonin Syndrom: Recognition and Management 13. Rundell, J.R., Wise, M.G.2000. Consultation Psychiatry, 3rd Ed., Washington : American Psychiatric Press, pp. 61-79 14. Lubis NL. Depresi tinjauan psikologis. Jakarta: Kencana Prenada Media Group; 2009. 15. Poongothai S, Pradeepa R, Ganesan A, Mohan V. Prevalence of depression in a large urban South Indian population - the Chennai urban rural epidemiology study (cures 70). Journal Plos One. 2009; 4(9): 1-6.

25