Manajemen Disaster Ka

download Manajemen Disaster Ka

of 43

description

mata kuliah disaster

Transcript of Manajemen Disaster Ka

MANAJEMEN DISASTER

qwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmrtyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmrtyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmrtyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmrtyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmrtyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmrtyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmMANAJEMEN DISASTERDosen: Dr. dr. Tri Wahyu Murni, Sp.B, Sp.BTKV (k), M.H.KesManajemen Evakuasi Korban Massal Pada Kasus Kecelakaan KA Di Rancaekek BandungDisusun Oleh:TetenTiwi SudyasihSuhaimi Fauzan Aneng YuningsihPROGRAM STUDI PASCA SARJANAFAKULTAS KEPERAWATANUNPAD BANDUNG2012

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah swt, yang mana berkat rahmat, hidayah, kekuatan dan izin dari-Nya penulis telah menyelesaikan makalah Disaster Management dengan tema Manajement Evakuasi Korban Massal pada Kasus Kecelakaan KA Di Rancaekek Bandung Adapun maksud dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi penugasan kelompok pada Mata Kuliah Disaster Management In Nursing pada Program Magister Keperawatan Universitas Padjadjaran Bandung. Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya kepada yang terhormat ibu Dr. dr. Tri Wahyu Murni, Sp.B, Sp.BTKV (k), M.H.Kes, atas masukan dan pengarahan dalam penulisan makalah ini.Penyusun menyadari dalam penyusunan tugas ini masih ada kekurangan baik dalam isi maupun dalam tatacara penulisan, maka dari itu sangat mengharapkan sekali kritik dan saran untuk kesempurnaan dimasa yang akan datang. Akhirul kalam semoga makalah ini dapat berguna. Terima kasih

Bandung, 07 Juni 2012 Penyusun

DAFTAR ISI

Hal

Kata pengantarDaftar IsiBab I Pendahuluan1.1 Latar Belakang1.2 Identifikasi Masalah1.3 Tujuan1.4 Sistematika PenulisanBab II Kajian Pustaka2.1 Manajement Penanggulangan Bencana2.2 Kecelakaan Kereta ApiBab III Tinjauan Kasus3.1 Uraian Kasus3.2 Identifikasi Kasus3.3 Tindakan Operasional Evakuasi Bab IV PenutupDaftar Pustaka

..

23

4667

8

16

242426

42

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Kereta api di Indonesia sudah ada sejak 138 tahun yang lalu. Jaringan kereta api di Indonesia sebagian besar merupakan peninggalan jaman Belanda meliputi lintasan sepanjang 6.482 km yang tersebar di Jawa dan Sumatera, dimana 70% diantaranya terletak di pulau Jawa. Usia jaringan KA umumnya sudah sangat tua, 25% sudah berusia 70-137 tahun, 44% berusia antara 10-70 tahun.

Di Jawa terdapat tiga lintas pelayanan utama, yaitu: Jakarta-Bandung, Jakarta-Semarang-Surabaya (disebut lintas utara), dan Jakarta-Yogyakarta-Surabaya (disebut lintas selatan). Sementara di Sumatera terdapat tiga sub-jaringan KA yang terpisah satu sama lain yakni: sub-jaringan Sumatera bagian Utara, sub-jaringan Sumatera bagian Barat, dan sub-jaringan Sumatera bagian Selatan.

Bagaimanapun perkeretaapian di Indonesia masih harus dikembangkan di masa-masa mendatang, baik untuk angkutan jarak jauh maupun di tingkat lokal seperti. Namun demikian yang menjadi permasalahan yang cukup mengganggu perkeretaapian saat ini adalah tingginya tingkat kecelakaan. Trend kecelakaan KA yang diperlihatkan pada Tabel-1.1 dapat memberikan gambaran bahwa tingkat keselamatan angkutan KA di Indonesia sangat buruk.

Cukup tingginya korban jiwa dan kerugian sosial ekonomi akibat kecelakaan KA telah menyebabkan citra pelayanan dan majemen perkeretaapian menurun. Kinerja keselamatan semakin menjadi tuntutan dan perhatian sehingga perlu segera ditingkatkan. Penyebab tingginya kecelakaan kereta api merupakan akumulasi dari banyak factor, diantaranya masalah regulasi, manajemen, kondisi prasarana & sarana, SDM, dan lain-lain.Tabel 3.1 Perbandingan Kecelakaan KA (per juta KA-km)Negara KA-km (juta km) Tabrakan KA vs KA Tabrakan KA vs Kend. Umum Anjlokan

Indonesia 47,6 0,126 1,555 1,198

India 214,9 0,121 0,302 1,331

Jepang 1.320,0 0,004 0,426 0,015

Korea 86,6 0,000 0,866 0,048

Perancis 570,2 0,122 0,312 0,081

Jerman 872,4 0,081 0,254 0,121

Beberapa permasalahan yang menjadi penyebab terjadinya kecelakaan di perlintasan sebidang antara lain: Rendahnya disiplin pengguna jalan, Kontruksi di perlintasan yang kurang mendukung, Penataan ruang dan Faktor lain.

Kurangnya tepat dan terlambatnya penanggulangan kecelakaan oleh tim medis juga merupakan salah satu factor penyebab bertambahnya korban jiwa, untuk itu dalam makalah ini akan dibahas mengenai manajemen evakuasi korban kecelakaan kereta api oleh tim medis, supaya jumlah korban meninggal atau yang lainnya bisa diminimalisir.

1.2 Identifikasi masalah1. Faktor apa saja yang menyebabkan kecelakaan kereta api terjadi di indonesia?2. Bagaimana cara mengidentifikasi masalah pada kasus kecelakaan kereta api yang meliputi: Jumlah korban, kondisi korban, keadaan geografis, kemudahan mendapat fasilitas dan SDM?3. Bagaimana prinsip penanggulangan kecelakaan kereta api?4. Bagaimana Tindakan operasional evakuasi pada kasus kecelakaan kereta api yang meliputi : Organisasi,fasilitas, komunikasi, data/dokumen, dan manajemen?

1.3 Tujuan1. Mengetahui faktor apa saja yang menyebabkan kecelakaan kereta api terjadi di Indonesia.2. Mengetahui bagaimana cara mengidentifikasi masalah pada kasus kecelakaan kereta api, yang meliputi: Jumlah korban, kondisi korban, keadaan geografis, kemudahan mendapat fasilitas dan SDM.3. Mengetahui bagaimana prinsip penanggulangan kecelakaan kereta api.4. Mengetahui Bagaimana Tindakan operasional evakuasi pada kasus kecelakaan kereta api, yang meliputi : Organisasi,fasilitas, komunikasi, data/dokumen, dan manajemen.

1.4 Sistematika PenulisanCoverKata pengantarDaftar IsiBab I Pendahuluan1.1 Latar Belakang1.2 Batasan Masalah1.3 Tujuan1.4 Sistematika PenulisanBab II Kajian Pustaka2.1 Manajement Penanggulangan Bencana2.2 Kecelakaan Kereta ApiBab III Kajian Kasus3.1 Uraian Kasus3.2 Identifikasi Kasus3.3 Tindakan Operasional Evakuasi Bab IV PenutupDaftar Pustaka

BAB IIKAJIAN PUSTAKA

2.1 Manajement Penanggulangan Bencanaa. Latar BelakangDalam situasi keadaan Darurat bencana sering terjadi kegagapan pananganan dan kesimpang siuran informasi dan data korban maupun kondisi kerusakan, sehingga mempersulit dalam pengambilan kebijakan untuk penanganan darurat bencana. Sistem Koordinasi juga sering kurang terbangun dengan baik, Penyaluran bantuan, distribusi logistic sulit terpantau dengan baik sehingga kemajuan kegiatan penanganan tanggap darurat kurang terukur dan terarah secara obyektif. Situasi dan kondisi di lapangan yang seperti itu disebabkan belum terciptanya mekanisme kerja Pos Komando dan Koordinasi Tanggap Darurat Bencana yang baik, terstruktur dan sistematis. Dalam kondisi Kedaruratan Bencana diperlukan sebuah institusi yang menjadi pusat Komando dan Koordinasi kedaruratan bencana sesuai dengan lokasi dan tingkatan bencana yang terjadi. Pos Komando dan Koordinasi Tanggap Darurat Bencana dapat dilengkapi dengan PosKo Lapangan Tanggap Darurat Bencana dengan gugus tugas yang terdiri dari unit kerja yang saling terkait dan merupakan satu kesatuan system yang terpadu dalam penanganan Kedaruratan bencana.

b. Tanggap DaruratAdalah serangkaian kegiatan yg dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yg ditimbulkan, yang meliputi kegiatan 1. penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, 2. pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan,pengurusan pengungsi, 3. penyelamatan serta pemulihan prasarana dan saranaUU no 24/2007 BAB.I,pasal 1 butir 10

c. Penyelengaraan bencana saat tanggap darurat meliputi:a. Pengkajian secara cepat dan tepat lokasi, kerusakan dan sumber dayab. Penentuan status keadaan darurat bencanac. Penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencanad. Pemenuhan kebutuhan dasare. Perlindungan terhadap kelompok rentan danf. Pemulihan dgn segera prasarana dan sarana vital UU No 24/ 2007 ttg Bencana. Bab VII ps .48

d. Tanggap darurat1. Tergantung jenis bencana / ancaman yang terjadi. 2. Tergantung personel, fasilitas & peralatan yang dibutuhkan 3. Tergantung dari pengalaman masyarakat dalam menghadapi bencana

e. Respon Cepat1. Rapid Medical Assesment (RMA) Team (Doctor, nurses, ambulance crew)2. Rapid Health Assesment (RHA ) Team (Sanitarian, Pharmacist, Laboratorist)3. Rapid Logistic Support (RLS) Team transportation communication, shelter, Water supply/ purifier,Waste disposal

f. Korban masal Korban missal setelah terjadinya bencana memiliki karakteristik: jumlah, keparahan dan beraneka ragamnya cedera tidak dapat diatasi oleh pemerintah setempat ketidak mampuan fasilitas medis setempat untuk melaksanakan pelayanan medis untuk semua korban. Kunci penanganan korban missal adalah : 1. Keharusan mengerti tentang ancaman/ hazards dan risiko spesifik pada setiap wilayah. 2. Manajemen emergensi dan penanganan bencana harus termasuk identifikasi garis komando pengendalian, penanganan keuangan, sistem komunikasi dan perencanaan komunikasi, 3. Penyiagaan yang baik : fasilitas kesehatan ketersedianaan bahan dan alat, data dasar dari masalah spesifik , 4. Penanganan sesuai ketentuan dan tata kerja. g. Maksud dan Tujuan1. MaksudPedoman Standar Operasional Prosedur ini dimaksud menjadi panduan dalam pembentukan Pos Komando dan Koordinasi Tanggap Darurat bencana dan PosKo Lapangan Tanggap Darurat bencana.

2. Tujuana) Tersedianya panduan Standar Operasional Prosedur penanganan Tanggap Darurat Bencanab) Tersedianya panduan tata laksana kegiatan masing masing unit kerja dan kerelawanan dalam rangka meningkatkan koordinasi, pengendalian , pemantauan dan evaluasi kegiatan penanganan Tanggap Darurat Bencana.

h. Ruang Lingkup1. Pedoman Standar Operasi Prosedur ini membahas Pembentukan Pos Komando dan Koordinasi Tanggap Darurat Bencana, PosKo lapangan dan Gugus tugas Unit Kerja Tanggap Darurat.2. Pedoman Standar Operasi Prosedur berlaku bagi LPB - MDMC Daerah / wilayah dalam membentuk Pos Komando dan Koordinasi Tanggap Darurat Bencana, serta dijadikan acuan bagi Pimpinan Daerah / Wilayah untuk berpartisipasi dalam penanganan Tanggap Darurat Bencana.

i. Pembentukan Pos Komando Dan Koordinasi Tanggap Darurat Bencanaa) Kedudukan1. Pos Komando dan Koordinasi Tanggap Darurat Bencana skala Nasional berkedudukan di kantor LPB PP , Pos Komando dan Koordinasi Tanggap darurat Bencana skala regional (Propinsi) berkedudukan di kantor LPB PW , Pos Komando dan Koordinasi Tanggap darurat Bencana skala Daerah berkedudukan di kantor LPB PD atau ditempat yang lain sesuai dengan kondisi yang ada.2. Pada bencana skala nasional dapat dibentuk Pos Komando dan Koordinasi Tanggap Darurat Aju (Pos garis depan) di propinsi (Pimpinan Wilayah), dan pada bencana skala regional (Propinsi) dapat dibentuk Pos Komando dan Koordinasi Tanggap Darurat Aju (Pos garis depan) di Kabupaten / Kota (Pimpinan Daerah) yang terkena Bencana.3. Jangka waktu Keberadaan Pos Komando dan Koordinasi Tanggap Darurat Bencana bersifat sementara selama masa tanggap darurat dan beroperasi selama 24 (dua puluh empat) jam setiap hari serta dapat diperpanjang atau diperpendek waktunya sesuai kondisi dan keadaan kedaruratan.

b) Persyaratan Lokasi1. Pos Komando dan Koordinasi Tanggap darurat Bencana dapat menempati bangunan amal usaha, kantor atau tenda2. Pos Komando dan Koordinasi Tanggap Darurat Bencana menempati lokasi yang strategis dengan criteria :a. Mudah diakses oleh berbagai pihak dan unit kerja yang terlibat dalam kegiatan tanggap darurat bencanab. Aman dan terbebas dari ancaman bencanac. Memiliki halaman yang memadai untuk area parkir kendaraan dan ruangan yang cukup untuk gudang logistic.c) Proses pembentukan Pembentukan Pos Komando dan Koordinasi Tanggap Darurat Bencana terbagi dalam 2 jenis kejadian bencana, antara lain :1. Tahap Siaga darurat untuk jenis bencana yang terjadi secara berangsur angsur, seperti banjir dan gunung meletus Untuk jenis bencana yang terjadi secara berangsur angsur Pembentukan Pos Komando dan Koordinasi Tanggap Darurat Bencana dengan cara mengikuti peningkatan status Pusat Pengendali Operasi BNPB / BPBD wilayah Propinsi / Kabupaten / Kota.2. Tahap Siaga darurat untuk jenis bencana yang terjadi secara tiba tiba: Pembentukan Pos Komando dan Koordinasi Tanggap Darurat Bencana dilakukan melalui 4 (empat) tahapan yang harus dilaksanakan secara keseluruhan menjadi satu rangkaian system komando dan koordinasi yang terpadu, yaitu :(a) Informasi dan Data Awal Kejadian Bencana(b) Penugasan Tim Reaksi Cepat dan Tim Assesment(c) Menentukan skala bencana dan Analisa kemampuan wilayah / Daerah(d) Pembentukan Pos Komando dan Koordinasi Tanggap Darurat Bencana

d) PengorganisasianOrganisasi Pos Komando dan Koordinasi Tanggap Darurat Bencana merupakan Organisasi satu komando dengan mata rantai garis komando serta tanggung jawab yang jelas. Struktur Organisasi Pos Komando dan Koordinasi Tanggap Darurat terdiri atas Ketua PosKo yang dibantu oleh staf PosKo dan gugus tugas operasi, yang terdiri dari :a. Ketua PosKo Tanggap Darurat Bencanab. Wakil Ketua PosKo Tanggap Darurat Bencanac. Staf PosKo : Sekretaris Keuangan Publikasi dan Dokumentasi Kerelawanand. Gugus Tugas Operasi Unit kerja Assesment Unit kerja Medis (DMC) Unit kerja SAR Unit kerja Psikososial Unit kerja Logistik dan Peralatane. Struktur organisasi ini dapat diperluas sesuai kebutuhan

j. Sarana dan Prasaranaa) Sarana penunjang Pos Komando dan Koordinasi Tanggap Darurat Bencanaa. Komunikasi : telpon, telpon satelit, mesin fax, radio komunikasi ( jarak dekat dan jarak jauh)b. Seperangkat computer dan multimedia : Laptop, desk top, printer, website, e-mailc. Televisi, radiod. Pengeras suara : megaphonee. Alat transportasi : mobil, motor, perahu karetf. Alat tulis kantorg. Meja kursi kantorh. Media presentasi : LCD projectori. Papan nama, spanduk,j. Papan data dan informasik. Peta Induk kegiatan PosKol. Peta lokasi geografi, peta wilayah topografim. Data logistic : perncanaan, ketersediaan, distribusi, dan stok barangn. Data personil / relawano. Data Peralatanp. Jam dindingq. Jadwal tugas dan lokasi masing masing tim / unit kerjar. Gensetb) Prasarana Pos komando dan Koordinasi Tanggap darurat bencana berupa bangunan / Gedung atau tenda dengan fasilitas dan fungsi ruangan :a. Ruang Rapat dan Koordinasib. Ruang Administrasi dan kesekretariatanc. Meja kerja per bidang / unit kerjad. Ruang Logistik / Gudang Logistike. Ruang data, informasi dan komunikasif. Ruang Tamu dan meubelerg. Ruang Ibadahh. Ruang Istirahat relawani. MCKj. Ruang Ibadahk. Ruang Dapurl. Tempat Parkir kendaraan

k. PembiayaanBiaya operasional Pos Komando dan Koordinasi Tanggap Darurat Bencana bersumber dari :a. LPB / MDMC Daerah / Wilayah / pusatb. Pimpinan Daerah / Pimpinan Wilayah / Pimpinan Pusat Muhammadiyahc. Donatur

2.2 Kecelakaan Kereta Apia. PendahuluanKereta api di Indonesia sudah ada sejak 138 tahun yang lalu. Jaringan kereta api di Indonesia sebagian besar merupakan peninggalan jaman Belanda meliputi lintasan sepanjang 6.482 km yang tersebar di Jawa dan Sumatera, dimana 70% diantaranya terletak di pulau Jawa. Usia jaringan KA umumnya sudah sangat tua, 25% sudah berusia 70-137 tahun, 44% berusia antara 10-70 tahun. Sampai saat ini kereta api masih dianggap sebagai tulang punggung sistem transportasi darat di berbagai wilayah di belahan dunia, baik untuk angkutan barang ataupun penumpang. Bagaimanapun perkeretaapian di Indonesia masih harus dikembangkan di masa-masa mendatang, baik untuk angkutan jarak jauh maupun di tingkat lokal seperti. Namun demikian yang menjadi permasalahan yang cukup mengganggu perkeretaapian saat ini adalah tingginya tingkat kecelakaan. Trend kecelakaan KA dalam periode tahun 2000 2005 yang diperlihatkan pada Gambar-1 dapat memberikan gambaran bahwa tingkat keselamatan angkutan KA selama tahun 2000-2005 sangat buruk. Cukup tingginya korban jiwa dan kerugian sosial ekonomi akibat kecelakaan KA telah menyebabkan citra pelayanan dan majemen perkeretaapian menurun. Kinerja keselamatan semakin menjadi tuntutan dan perhatian sehingga perlu segera ditingkatkan. Penyebab tingginya kecelakaan kereta api merupakan akumulasi dari banyak factor, diantaranya masalah regulasi, manajemen, kondisi prasarana & sarana, SDM, dan lain-lain.b. Kondisi Prasarana & Sarana Sarana kereta api meliputi lokomotif, kereta, gerbong, KRL, dan KRD. Jumlah lokomotif yang dimiliki saat ini sebanyak 333 unit, lebih dari 60% diantaranya berusia lebih dari 20 tahun. Karena keterbatasan jumlah, lokomotif seringkali dioperasikan hingga jarak 1.400 km/hari, jauh melampaui batas ideal 900 km/hari. Pada tahun 2005 terjadi lok mogok sebanyak 1.519 kali, yang mencerminkan kondisi lokomotif sebagian sudah kurang baik. Jumlah kereta 1243 unit, lebih dari 45% diantaranya berusia diatas 30 tahun. . Prasarana jalan rel yang ada saat ini pada umumnya masih jalur tunggal. Jalur ganda baru tersedia di jalur Jakarta-Cikampek, Jakarta-Bogor, Padalarang-Bandung, dan Surabaya kota-Wonokromo. Jalur rel yang ada memiliki beban gandar antara 9 s.d. 18 ton yang mampu mendukung kecepatan kereta api antara 60-110 km/jam. Panjang rel di Jawa yang masih dioperasikan sepanjang 3.216 km dan di Sumatera sepanjang 1.348 km. Sebagian dari jalur tersebut kondisinya sudah kurang layak operasi sehingga sangat rawan terhadap kecelakaan.

Prasarana persinyalan mencakup perangkat sinyal, pintu perlintasan, telepon/telegraf, saluran fisik, jaringan radio. Sampai dengan tahun 2000 telah dilakukan modernisasi (elektrifikasi) persinyalan di 183 stasiun. Ada tiga sistem persinyalan yang dioperasikan, di Jawa maupun Sumatera, yaitu: electronic interlocking system, all relay/NX-interlocking system, dan electro mechanical interlocking system. Jumlah pintu perlintasan ada 8.385

c. Isu Keselamatan di Lingkungan KAI (a) Regulasi Undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan menteri serta peraturan tentang perkeretaapian belum menempatkan aspek keselamatan pada posisi sangat utama. Belum jelasnya pembagian peran, wewenang, tanggungjawab dan akuntabilitas aspek keselamatan antara pemerintah (owner, regulator) dan KAI (operator).. Sebagian prosedur/prosedur operasional dan perawatan sudah using Penegakan hukum atas pelanggaran peraturan yang dapat membahayakan keselamatan belum/kurang memadai dan belum diterapkan secara konsisten(b) Manajemen Belum ada unit organisasi yang khusus untuk mengelola masalah keselamatan . Perencanaan keselamatan muali dari level corporate plan, business plan, safety plan dan RKA belum ada atau belum konvergen.. Belum memiliki metode baku untuk mengukur efektivitas biaya terhadap pengurangan resiko keselamatan. Kultur perusahaan kurang terkait dengan strategi dan implementasi implementasi sistim manajemen keselamatan. Belum adanya kesamaan persepsi atas standar keselamatan mulai dari top management sampai tingkat operasional.

(c) Kinerja Belum ditetapkannya KPI (Key Performance Indicator) keselamatan.. Metode pengukuran kinerja keselamatan belum mengacu pada standar. Manajemen belum meliliki komitmen yang kuat untuk menempatkan masalah keselamatan pada posisi yang bersifat sangat utama (ultimate).

(d) Organisasi Pengelolaan keselamatan belum mendapatkan peran dan fungsinya yang semestinya, sehingga secara organisasi belum dilembagakan di tingkat perusahaan. Sistem dan prosedur belum dikelola dengan baik yang berakibat pada rendahnya konsistensi dan akuntabilitas karyawan terhadap masalah keselamatan. Pada semua level manajemen tidak tegas dalam menangani tindakan/sikap yang dapat membahayakan keselamatan.

(e) Prasarana & Sarana Keterbatasan dana pemeliharaan prasarana mengakibatkan kodisi prasarana tidak sepenuhnya layak guna yang akan sangat rawan terhadap keselamatan. Belum adanya standar dan metode untuk mendeteksi kondisi prasarana dan sarana yang bisa menimbulkan potensi rawan kecelakaan. Asset management plan pemeliharaan prasarana belum terintegrasi secara memadai. Belum adanya mekanisme yang sistematis dalam mengatasi masalah backlog dalam pemeliharaan prasarana

(f) Operasi Laporan kejadian kecelakaan kurang akurat, data kinerja keselamatan belum tertata dengan baik dalam kualitas maupun akurasi, sehingga menyulitkan manajemen dalam pengambilan keputusan.. Kecenderungan masyarakat untuk yang memandang masalah keselamatan sebagai tanggunf jawa sendiri.

(g) Masyarakat Tingkat kepedulian masyarakat terhadap resiko bahaya masih rendah, baik di pintu pintu perlintasan maupun di daerah jalur KA (green area). Masih banyak penumpang di atap KA, di lokomotif dan dibagian belakang kereta. Perlunya pembelajar kepada masyarakat untukmenanamkan kultur tentang keselamatan, baik melalui sosialisasi maupun lewat pendidikan

d. Identifikasi Masalah (a) Tabrakan KA vs KA Tabrakan antar KA merupakan kecelakaan dalam kategori malapetaka besar (catastrophic), yang secara teoritis seharusnya dapat dan harus dicegah. Kecelakaan ini memiliki potensi korban jiwa yang sangat besar mengingat kapasitas angkut KA ratusan orang, dan juga berpotensi menimbulkan kerugian finansial yang sangat besar akibat kerusakan sarana/prasarana. (harga satu unit lokomotif sekitar Rp.15 Milyar). Dalam periode delapan tahun terakhir di Indonesia telah terjadi 64 kali tabrakan KA vs KA. Tragedi Bintaro merupakan lembaran hitam dalam sejarah perkeretaapian Indonesia, yaitu kasus tabrakan antara dua KA Ekonomi di Bintaro Jakarta Selatan pada tahun 1987, yang menelan korban jiwa 153 orang dan korban luka berat 300 orang. Untuk mencegah terulangnya kembali tragedi tersebut berbagai upaya sudah dilakukan, baik oleh pemerintah maupun KAI. Antara lain dengan melakukan modernisasi persinyalan, namun demikian hasilnya belum seperti yang diharapkan.

(b) Tabrakan KA vs Kendaraan Umum Dalam periode Jan04 s.d. Mei06, tabrakan KA vs Kendaraan Umum terjadi sebanyak 46 kali atau 13% dari total jumlah kecelakaan. Jumlah korban meninggal sebanyak 91 orang dan luka berat 93 orang. Jumlah korban jiwa adalah 65% dari total jumlah korban jiwa dalam periode tersebut. Semua kecelakaan terjadi di lokasi perlintasan KA sebidang, baik yang dijaga maupun yang tidak dijaga, dan sebagian besar terjadi di Jawa. Kecelakaan ini dalam beberapa kali kasus menimbulkan jumlah korban yang sangat besar, karena KA menabrak bus atau angkutan umum yang sarat penumpang.

(c) KA Anjlok Dalam periode Januari04 s/d Mei06 telah terjadi kecelakaan KA akibat anjlok sebanyak 211 kali atau 59% dari total jumlah kecelakaan. Kasus kecelakaan kategori ini memiliki frekuensi yang sangat tinggi di daerah operasi Sumatera Selatan, yaitu sebanyak 90 kali atau 25% dari total jumlah kecelakaan dalam periode tersebut. Meskipun jumlah korban sejauh ini belum signifikan, tetapi sangat berpotensi menimbulkan korban jiwa yang lebih besar. Kecelakaan tersebut juga telah menimbulkan kerugian finansialal yang cukup besar, akibat kerusakan sarana/prasarana maupun kerugian operasi akibat rintangan jalan. Sebagai contoh, dalam 3 kali kasus kecelakaan KA anjlok di Sumatera Selatan dalam bulan Pebruari-April 2006 telah ditaksir mengakibatkan kerugian sekitar Rp.3 Milyar.

(d) Lain-lain Kategori kecelakaan Lain-lain adalah kecelakaan yang tidak termasuk dalam kategori di atas namun menimbulkan korban jiwa, korban luka berat, atau menyebabkan terjadinya rintangan jalan. Mayoritas penyebab kecelakaan lain-lain pejalan kaki sehingga tertabrakKA akibat kelalaian.di daerah jalur perlintasan KA yaitu sebanyak 66%. dengan jumlah korban sebanyak 19 orang. Kecelakaan ini juga akibat kerusakan sarana (KA terbakar, KA mogok, KA tertimpa pohon kerusakan rel, as patah, as panas, pantograph nyangkut), Kondektur tertabrak KA, atap KA ambrol akibat dipenuhi penumpang, dan sebagainya. Kecelakaan lain-lain ini juga ada yang diakibatkan pelanggaran oleh masinis dan kesalahan operasi.

BAB IIIKAJIAN KASUS

3.1 Uraian KasusSaudara berada di RS Hasan Sadikin Bandung diminta melakukan penanganan korban masal tabrakan kereta api, lokasi di persimpangan jalan kereta api dan jalan raya daerah Rancaekek. Kejadian 15 menit yang lalu.

3.2 Identifikasi KasusLangkah pertama adalah melakukan identifikasi dan konfirmasi tentang kebenaran informasi kecelakaan kereta api yang diterima kepada: Pemberi perintah/atasan serta mengklarifikasi kebenaran informasi.Tahap awal penanganan kasus bencana tersebut adalah pengkajian terjadinya bencana. Adapun data data yang perlu dikaji adalah sebagai berikut :a. Jenis keretaPerlu dikaji jenis kereta : kereta barang atau penumpang, ekonomi atau kelas lain, serta berapa gerbong yang terkena. Hal ini dapat digunakan untuk memprediksi jumlah korban. b. Jenis kecelakaan KA Tabrakan KA vs KA Tabrakan KA vs Kendaraan Umum KA Anjlok Lain-lain

c. Jumlah korbanJumlah korban perlu dikaji untuk memperkirakan jumlah tenaga yang diperlukan. Perkiraan jumlah korban dapat diperoleh dari informasi dari tempat kejadian dari pihak stasiun atau kepolisian atau dari tim reaksi cepat.

d. Kondisi Korban Kondisi korban akibat bencana akibat tabrakan kereta api dapat berupa korban meninggal, trauma tumpul, patah tulang, cedera berat sampe ringan.

e. Keadaan Geografis Kondisi lingkugan perlu dikaji karena dapat mempengaruhi penanganan bencana. Rancaekek adalah daerah lalu lintas yang ramai, maka perlu berkoordinasi dengan kepolisian untuk mengendalikan lingkungan baik dari pengendara atau orang yang hanya sekedar ingin tahu kejadian saja.

f. Kemudahan Mendapatkan FasilitasHal ini berhubungan dengan keadaan geografis atau lokasi kejadian kecelakaan. Dengan mengetahui letak lokasi kita akan mengetahui akses mendapatkan fasilitas logistic (kendaraan (Ambulance) , peralatan evakuasi dan obat-obatan).

g. Sumberdaya yang dapat dimanfaatkanJika terjadi korban masal kita perlu berkoordinasi dengan fasilitas kesehatan sekitar baik rumah sakit, puskesmas maupun dinas kesehatan.Selanjutnya adalah berkoordinasi dengan instansi terkait tentang insiden kecelakaan kereta misalnya pada: Kepala stasiun kereta api terdekat dengan lokasi kecelakaan, Pemda dan Dinas kesehatan setempat serta Rumah Sakit terdekat yang berada di Kota Bandung dan terdekat dengan lokasi kejadian untuk tindakan penanganan kesehatan yang ada disekitarnya yang bisa sebagai tempat rujukan.

3.3 Tindakan Operasional Evakuasi 3.3.1 OrganisasiBerdasarkan UU tentang Penanggulangan Bencana no 24 th 2007 maka Pemerintah pusat dan pemerintah daerah menjadi penanggung jawab dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana serta Kep Menkes RI no 448/Menkes/ SK/VI/1993 tentang pembentukan tim kesehatan penanggulangan korban bencana disetiap RS, dan Kep Menkes RI no 28/ Menkes/SK/ 1/1995 tentang petunjuk pelaksanaan umum penanggulangan medik korban bencana serta. Kep Menkes RI no 205 / Menkes/ SK/ III/1999 tentang petunjuk pelaksanaan permintaan dan pengriman bantuan medik di RS rujukan saat bencana Maka dibentuk Tim Penanganan bencana. Kemudian RS Hasan Sadikin sebagai tim yang ditunjuk dalam penanganan bencana membentuk tim dengan syarata. Organisasi Tim Penanganan Bencana RS disesuaikan dengan organisasi RS yang adab. Organisasi Tim Penanganan Bencana RS bekerja sesuai dengan tugas dan fungsi yang ditetapkan

Selanjutnya dibentuk struktur organisasi tim PB-RS Hasan Sadikin yang disesuaikan dengan Kep Menkes yang terdiri dari1. Ketuaa. Dijabat oleh pimpinan RSb. Dibantu oleh staf yang terdiri dari: Penasihat medik (Ketua Kom Medik)/Dir Pelayanan/ Wadir pelayanan medik) Humas Penghubung Keamanan

Uraian Tugas Ketua adalah: Bertanggung jawab terhadap pelaksanaan penanggulangan bencana Melakukan koordinasi secara vertikal (BP DT.I, BP DT.2, BNPB) dan horisontal (RS lain, PMI) Memberikan arahan pelaksanaan penanganan operasional pada tim lapangan Memberikan informasi kpd pejabat, staf internal RS, dan instansi terkait yang membutuhkan, serta untuk media massa Mengkoordinasikan sumber daya, bantuan SDM, dan fasilitas Bertanggung jawab dlm tanggap darurat bencana Catatan : Humas, penghubung dan keamanan bisa dijabat satu orang dengan sebutan Pembantu umum.

2. Pelaksana Operasional disesuaikan dengan struktur organisasi RS Pelaksana Operasional dengan uraian tugas: Menganalisis info yang diterima Melakukan identifikasi kemampuan yg tersedia Melakukan pengelolaan sumber daya Memberikan pelayanan medis (triage, pertolongan pertama, identifikasi korban, stabilisasi korban ) Menyiapkan tim evakuasi dan transportasi korban Menyiapkan area penampungan korban (cedera meninggal dan pengungsi) di lapangan Menyiapkan tim keamanan dan pendataan Kemudian membentuk:a. RAPID MEDICAL ASSESMENT (RMA) TEAM yang terdiri dari Doctor, Nurse, Ambulan Crew.Karena insiden ini adalah kecelakaan kereta api penumpang maka tim ini terdiri dari Doctor, Nurses, Ambulance Crew. Dalam kejadian kecelakaan kereta api penumpang, biasanya dihadapkan dengan korban dalam kondisi sebagai berikut : Trauma tumpul Fraktur tulang Cedera ekstremitas inferior dan atau superior Cedera rusuk Cedera vertebra Cedera organ interna

b. RAPID HEALTH ASSESMENT (RHA ) TEAM Karena daerah kejadian tidak terlalu jauh maka pada tim RHA hanya membentuk tim Pharmacist dan Laboratorist. Petugas farmasi terdiri dari 1 orang apoteker dan 3 orang asisten apoteker yang bertanggung jawab dalam pengadaan dan penyediaan obat obatan, bahan habis pakai untuk melakukan pertolongan pada korban bencana. Persiapan obat disiapkan di lokasi kejadian kecelakaan kereta api dan obat-obatan yang dibutuhkan di RS Hasan Sadikin saat pasien dirujuk. c. RAPID LOGISTIC SUPPORT (RLS) TEAMTim logistic menyiapkan kebutuhan untuk RMA dan RHA serta kebutuhan korban dilokasi kejadian kecelakaan.

3.3.2 Fasilitasa. Logistik :1) Tim RMA dan RHA : Makanan Minuman : air mineral, minuman isotonik Obat - obatan Pakaian ganti secukupnya Alas tidur selimut Senter Pakaian pelindung, masker, sepatu Tenda

2) Kebutuhan Korban : Makanan Minuman : air mineral, minuman isotonik Pakaian Selimut alas tidur Tenda Kantung jenazahb. Transportasi Ambulans transportasi; Ambulans gawat darurat; Ambulans rumah sakit lapangan; Ambulans pelayanan medik bergerak; Kereta jenazah.c. Alat operasi lapangan (triage Pre-Hospital) Alat-alat yang diperlukan untuk upaya pertolongan adalah:1. Peralatan Airway Mouth gage OPA (oro pharyngeal airway) NPA (naso pharyngeal airway) Larangoscope set ETT (Endotracheal Tube) : adult, child, infant, baby. Suction pump Neddle Cricothiroidectomy

2. Peralatan breathing Tabung oksigen Nasal kanul Rebreathing mask Non rebreathing mask Bag valve and mask3. Peralatan Circulation Infus set IV line Balut cepat Obat-obatan emergency4. Peralatan monitor dan rescusitasi EKG Monitor + Defibrilator Pulse oxymetri Ventilator (bila tersedia di tempat kerja asal)5. Peralatan set bedah minor Arteri klem Pincet Hecting set Scaple Bisturi6. Peralatan stabilisasi dan ekstrikasi Bidai/spalk kayu Traction splint Neck collar Long spine board Safe belt Extrication device7. Lain-lain Tensi meter Stetoskop Thermometer Penlight Tounge spatel Bahan habis pakai : alcohol, antiseptic, kasa steril, perban gulung, elastic perban dan lain-lain Obat-obatan Baterai Sumber listrik Tenda

3.3.3 KomunikasiPada tim komunikasi untuk memudahkan koordinasi dan komunikasi maka ditentukan jejaring komunikasi yaitu :a. Komunikasi informasib. Komunikasi koordinasic. Komunikasi admilog ( administrasi dan logistik )d. Komunikasi pengedalian operasiAlat komunikasi yang digunakan : Telpon, Internet, Radio : HF, VHF dimana petugas informasi dapat juga sekaligus merangkap sebagai petugas administrasi untuk pencatatan dan pengolahan data korban sehingga bisa diinformasikan kepada tim lain atau kepada masyarakat dan instansi yang terkait dengan insiden kecelakaan.

1.3.4 Data/ Dokumena. Data/Dokumen Pasien Meninggal biasanya dilakukan oleh tim khusus yaitu Tim Disaster Victim Identifikation (DVI). Tim DVI tugasnya Melakukan identifikasi korban yang meninggal bekerjasama dengan tim Logistik ( Komunikasi) dan transportasi terhadap evakuasi dan identikfikasi pasien meninggal. b. Data/Dokumen Korban Trauma, luka-luka dan cederabiasanya dilakukan oleh RAPID MEDICAL ASSESMENT (RMA) TEAM yang terdiri dari Doctor, Nursec. Data/Dokumen Korban selamatDilakukan oleh tim evakuasi korban tim SAR atau tim relawan yang telah ditunjuk untuk diperbatukan dilokasi kejadian.

3.3.5 ManajemenTATA LAKSANATata lakasana evakuasi korban digambarkan sebagai berikut :AREA MUSIBAH AREA PENGUMPULAN KORBANAREA TRIAGE (Pre-Hospitalisasi) AREA PERAWATAN SEMENTARA AREA TRANSPORTASI RUMAH SAKIT (bagi yang memerlukan rujukan)

Membentuk Tim Disaster Victim Indentification yang terdiri dari profesional, lintas sektoral,lintas disiplin dengan alur kerja sebagai berikut:

TATA KERJA PENANGANAN KECELAKAAN KERETA API DI RANCAEKEK BANDUNG :Tim Pelaksana Operasional :a. Setalah identifikasi dan klarifikasi berita dan indentifikasi kecelakaan kereta api di Rancaekek.b. Lakukan pembentukan Tim PB sesuai dengan struktur yang telah ditetapkan meliputi tim operasional, TEAM RMA, TEAM RHA, TEAM RLSc. Melakukan koordinasi dengan instasi terkait yang dapat membantu dalam PB seperti Kepolisian ( Pusident, Puslafor ) TNI yang dapat membantu dalam mengevakuasi pasien dari daerah insiden, Pemerintah daerah, SAR yang dapat membantu evakuasi pasien.d. Kemudian Tim yang telah terbentuk baik Tim RSHS maupun tim dari instansi terkait sudah dilakukan briefing dan meyamakan persepsi kemudian langsung ke daerah kecelakaan kereta api di Ranca ekek. e. Kemudian tim yang diberitanggung jawab untuk menangani korban kecelakaan kereta api, membawa seluruh tim ketempat yang telah ditentukan. Semua anggota tim dapat bergerak secara bersamaan.Tim Logistik melalukan kegiatan:a. Menyiapkan tenda untuk tim untuk RS Lapangan /untuk tindakan PBb. Menyiapkan lokasi penenpatan kebutuhan logistik seperti kebutuhan Tim RMA. Tim RHA, Tim RLS dan kebutuhan korbanc. Menempatkan alat-alat medis yang diperlukan dan berkoordinasi dengan tim medis dan tim lain dalam penempatan barang. tempat melakukan triage, melakukan pertolongan pertama, d. Menyimpan alat dan bahan logistic yang telah dibawa., menempatkan alat komunikasi dan tempat untuk menerima dan menyampaikan informasi kepada media, masyarakat dan orang/ lembaga yang berkepentingan terhadap informasi yang kita punya.e. Menyiapkan ambulance yang telah disiapkan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan berdasarkan tipe ambulance untuk melakukan evakuasi korban yang butuh dirujuk.f. Mengumpulkan data korban, menghubungi RS terdekat bila dilakukan rujukan, menghubungi orang, tim lain, lembaga / instansi untuk melakukan koordinasi secara terus menerus. g. Menginformasikan data pada media / keluarga korban dan bekerjasama dengan unit terkait yaitu Pemda, Kepolisian untuk mengidentifikasi korban.

Kegiatan Team Rapid Medical Assesment (RMA) Triage pada musibah missal/bencana dilakukan dengan tujuan bahwa dengan sumber daya yang minimal dapat menyelamatkan korban sebanyak mungkin. Team RMA sesuai dengan pengorganisasian di bagi dua. 1 tim utuk RS lapangan dan 1 tim untuk operasional pasien kecelakaan selama di lapangan. Tim operasional melakukan penyelamatan, melakukan triage pre hospitalisasi pada korban bencana di tempat bencana, melakukan life support, korban yang tidak parah bisa ditangani ditempat dan kondisinya gawat di evakuasi (dengan tandu atau alat yang ada) ke rumah sakit lapangan. Tim rumah sakit lapangan melakukan triage pre hospital. Hal pertama yang bisa dilakukan pada saat ditempat kejadian bencana adalah berusaha untuk tenang, lihat sekeliling dan menyeluruh pada lokasi kejadian. Pengamatan visual memberikan kesan pertama mengenai jenis visual, perkiraan jumlah korban dan beratnya cedera korban. Pengamatan visual juga memberikan perkiraan mengenai jumlah dan tife bantuan yang diperlukan untuk mengatasi situasi yang terjadi.

Laporkan secara singkat pada call centre dengan bahasa yang jelas mengenai hasil dari pengkajian, meliputi:1) Lokasi kejadian2) Tipe insiden yang terjadi3) Adanya ancaman atau bahaya yang mungkin terjadi4) Perkiraan jumlah pasien5) Tipe bantuan yang harus diberikanCatatan: Hal yang perlu diperhatikan adalah tidak melakukan tindakan terapi pada korban yang akan dilakukan triage. Tugas utama penolong triage adalah memeriksa pasien secepat mungkin dan memilah pasien berdasarkan berat ringannya cedera. Apabila penolong lain sudah datang kelokasi kejadian, maka korban akan dilakukan lakukan re-triage (dengaan pemeriksaan yang lebih lengakap untuk mengenali kegawatan yang mungkin terjadi) evaluasi lebih lanjut, resusitasi, stabilisasi dan transportasi. Re-triage dilakukan dengan pemberian metag system yang sudah mencantumkan identitas dan hasil pemeriksaan terhadap korban. 1. Korban kritis/ immediate (merah)2. Korban delayed/tertunda (Kuning)3. Korban minor (hijau)4. Korban meninggal (hitam)

pasien yang bisa ditangani dilokasi atau RS lapangan langsung diberikan tindakan dilokasi dan korban yang tidak bisa di tanggani dilakukan rujukan RS lain atau Puskesmas terdekat untuk pasien yang cidera ringan serta melakukan rujukan pada RS Tipe B untuk pasien yang membutuhkan tindakan lebih lanjut setelah dilakukan tindakan BLS, ACLS dan ATLS dengan kondisi yang memungkinkan untuk di rujukKetua tim akan berkoordinasi dengan tim logistic untuk transportasi pasien dan tim komunikasi untuk melakuakan koordinasi kepada rumah sakit yang akan dituju dengan ambulance yang telah di siapkan dan koordinasi dengan RS lain yang dapat membantu dengan ambulance lainnya. Bila kondisi pasien sudah siap dan tiam sudah maka dilakuka rujukan pad Rs yang telah ditentukan berdasarkan kondisi pasien.Untuk korban yang masih bisa ditangani, korban dirawat di RS lapangan baik yang butuh operasi maupun perawatan biasa. Prioritas penanganan korban dilakukan pada korban yang masih hidup, dan pasien gawat yang kemungkinan hidupnya besar.Cara penulisan metag system: DEPANa) Jam dan tanggal kejadianb) Nama dan jenis kelaminc) Alamat rumahd) Alamat kantore) Data yang berhubungan dengan medis dan observasif) Nama dan TTD personel triageBELAKANGa) Jenis cederab) Data mengenai tanda vital c) Terapi

Kegiatan Team Rapid Health Assesment (RHA ) Tim ini sesuai dengan uraian tugasnya menyediakan obat-obatan dan laboratorium Karena daerah kejadian tidak terlalu jauh maka pada tim RHA hanya membentuk tim Pharmacist dan Laboratorist. Petugas farmasi terdiri dari 1 orang apoteker dan 3 orang asisten apoteker yang bertanggung jawab dalam pengadaan dan penyediaan obat obatan, bahan habis pakai untuk melakukan pertolongan pada korban bencana. Persiapan obat disiapkan di lokasi kejadian kecelakaan kereta api dan obat-obatan yang dibutuhkan di RS Hasan Sadikin saat pasien dirujuk. Farmasi membantu dalam penyediaan obat untuk RS lapangan dan tim laboratorist membantu dalam melakukan pemeriksaan laboratorium sederhana jika diperlukan untuk persiapan operasi jika pasien akan dilakukan operasi karena lokasi kejadian dan untuk pasien yang sedang di observasi dilokasi kecelakaan kereta api.Kegiatan Tim DVI ( DisasterVictim Identifikation).Melakukan identifikasi korban yang meninggal bekerjasama dengan tim Logistik ( Komunikasi ) dan transportasi terhadap evakuasi dan identikfikasi pasien meninggal adapun kegiatannya adalah:TAHAP I 1. Memberikan tanda dan label di TKP Membuat sektor2/ zona2 pada TKP uk 5x5 m disesuaikan situasi & kondisi, beri tanda Memberi label orange pd jenazah/ potongan jenazah Memberi label putih pd barang milik korban Membuat sketsa dan foto tiap sektor 2. Evakuasi dan transportasi jenazah dan barang Masukan jenazah pd kt jenazah/plastik beri label sesuai Masukan barang yg terlepas sesuai label nama jenazah Bawa ketempat pemeriksaan & buat berita acara penyerahan

TAHAP II Menerima jenazah dan barang dari unit TKP kecelakaan kereta api Registrasi ulang (jenazah utuh, tdk utuh, potongan tubuh, barang korban) kecelakaan. Membuat foto jenazah, Mencatat ciri-ciri korban sesuai formulir interpol Mengambil sidik jari,golongan darah, mencatat gigi-geligi, membuat rontgen bila perlu, melakukan otopsi Mengambil data-data ke unit pembanding Mengumpulkan data semasa hidup (foto) dari instansi tempat korban bekerja, keluarga, dokter (gigi), polisi (sidik jari) Memasukan data-data yang masuk dalam formulir (Formulir AM Kuning) Mengumpulkan data-data Ante Mortem (Umur,Jenis kelamin, Kewarganegaraan) Mengirimkan data-data ke unit pembanding data

TAHAP III Mengkoordinasikan rapat-rapat penentuan Identifikasi korban antara Unit TKP,Unit data Post Mortem dan Unit data Ante Mortem Mengumpulkan data-data korban yang dikenal untuk dikirim ke Tim identifikasi Mengumpulkan data-data tambahan dari Unit TKP, PM, AM untuk korban yang belum dikenal

TAHAP IV Penanganan oleh Tim Identifikasi (propinsi) Check-Recheck hasil unit pembanding data Mengumpulkan hasil identifikasi korban Membuat surat keterangan kematian untuk korban yang dikenal & surat yg diperlukan Menerima keluarga korban Publikasi yang benar & terarah oleh Tim identifikasi untuk membantu masyarakat mendapat informasi benar dan akurat

BAB IVPENUTUP

Penanggulangan masalah kesehatan merupakan kegiatan yang harus segera diberikan baik saat terjadi dan pasca bencana yang disertai pengungsian. Untuk itu di dalam penanggulangan masalah kesehatan pada bencana dan pengungsian harus mempunyai suatu pemahaman permasalahan dan penyelesaian secara menyeluruh. Cara berfikir dan bertindak tidak bias lagi secara sektoral, harus terkoordinir secaara baik dengan lintas sektor dan lintas program. Standar minimal dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana dan penganan pengungsi ini merupakan standar yang dipakai di Dunia internasional. Dalam penggulangan masalah kesehatan akibat bencana dan penanganan pengungsi di Indonesia diharapkan juga memakai standar ini dengan memperhatikan hak Asasi Manusia (HAM) yaitu hak hidup, hak mendapatkan pertolongan/bantuan dan hak asasi lainnya. Dalam penerapan pemakaiannya, daerah yang menggunakan standar minimal ini diberi keleluasaan untuk melakukan penyesuaian beberapa poin yang diperlukan sesuai kondisi keadaan di lapangan.

DAFTAR PUSTAKA

Disaster Management: A Disaster Managemant. Hand Book, Nich Carter, 1991 Kartikawati Dewi: Dasar-Dasar Keperawatan Gawat Darurat. Salemba Medika.Jakarta. 2011 National disaster, Protecting The Publicss Health, Pan Amerika Health Organization Refuge Health : An approach to emergency situasions, Medicine Sans Frontiers,1997 The Management of Nutrition in Major emergency WHO UNHCR ICRC danUNHCR Hand Book for emergency, 2nd edition 1991 Pedoman Standar Operasional Prosedur Penanganan Tanggap Darurat Bencana Standar minimal penanggulangan masalahkesehatan akibat bencana dan Penanganan pengungsi pusat penanggulangan masalah kesehatan sekretariat jenderal departemen kesehatan tahun 2001 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2011 Tentang Manajemen Dan Rekayasa, Analisis Dampak, Serta Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas KECELAKAAN KERETA API DI INDONESIA (Permasalahan & Alternatif Solusi), 20062Manajemen DisasterEvakuasi Korban Kecelakaan Kereta ApiALUR KERJAUnitantemortemUnit TKPUnitpostmortemUnitPembandingdataTimidentifikasiKeluargaKorbandikenalKorbanTdk dikenalSebagai informasiCheck/recheckDicari data tambahanACUTE RESPONSETRIAGEKORBANKORBANTIDAK ADALUKA2/ MASALAHKESEHATANKORBAN CEDERAKORBANMENINGGALPENAMPUNGANPENGUNGSIIDENTIFIKASIGAWATDARURATDARURATRUMAH SAKITTYPE A&BRUMAH SAKITRS LAPPKMRS TYPE C