Malaria
-
Upload
rhisman-liefde -
Category
Documents
-
view
28 -
download
0
Transcript of Malaria
![Page 1: Malaria](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082513/557211e4497959fc0b8fa876/html5/thumbnails/1.jpg)
MALARIA
Jutaan anak di afrika meninggal tiap tahunnya. Tapi gejala klinis tiap anak
bergantung pada berbagai macam faktor, dan gejala yang paling utama adalah
ketidak mampuan orangtuanya untuk mendapatkan atau mengakses pelayanan yang
optimal dan obat untuk menangkalnya. Pencegahan dapat berupa pengendalian
serangan insektisida (nyamuk) dan pengembagan vaksin anti malaria.
Penyakit Malaria
Dalam 10 tahun terakhir telah terjadi beberapa pergeseran pengertian kita
tentang apa yang menyebabkan malaria, pergeseran inilah yang menyebabkan
perubahan pathogenesis malaria untuk dipelajari dan dikembangkan untuk perawatan
terhadap anak yang sakit. Pergeseran pertama adalah tentang penigkatan tanda-tanda
malaria karena ketidak teraturan yang dapat menyebabkan kerusakan beberapa organ
dan jaringan. Bahkan ketika tanda manifestasi yang paling nampak dalam
keterlibatan organ tunggal seperti otak. Khususnya metabolik assidosis, sebagai
tanda dari patofisiologi utama dari penyimpangan sindrom klinik dasar malaria otak
dan malaria anemia. Hal ini mengarah pada faktor utama yang paling penting untuk
ketahanan dan mengarah langsung pada keaadaan umum, tapi jika sebelumnya
didapati kondisi yang memburuk maka akan terjadi sindrom respiratori yang parah.
Dalam beberapa kasus yang sangat dominan adalah asam laktat, hal ini bisa
terjadi karena beberapa faktor mulai dari peningkatan asam laktat karena parasite
(meskipun di stimulasi secara langsung oleh sitokin), penurunan pembersihan oleh
hati, tetapi yang paling mendasari adalah kurangnya suplai oksigen ke jaringan.
Kunci utama dari biologi plasmodium falciparum adalah kemampuan untuk
mempengaruhi sel darah merah, serta mampu melekat pada pembuluh darah yang
kecil. Seperti halnya sequestere parasite dapat menyebabkan obstruksi pada perfusi
jaringan. Tambahnya malaria dapat ditandai dengan penurunan peforma sel darah
merah yang tidak terinfeksi.
Untuk patogenesisnya masih belum jelas, tapi erat hubunganya dengan
assidosis tubuh yang dapat membahayakan aliran darah di jaringan. Seseorang yang
terkena malaria sering dehidrasi dan lebih sering syok hipovolemik, yang akan
memperburuk obstruksi mikro vaskular oleh penurunan perfusi, dan juga detruksi sel
![Page 2: Malaria](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082513/557211e4497959fc0b8fa876/html5/thumbnails/2.jpg)
darah merah tidak dapat di hindari dalam malaria, sedangkan anemia akan
memperburuk suplai oksigen. Pergeseran yang kedua dalam konsep malaria adalah
tentang kesadaran yang tidak berhubungan antara satu dengan lainnya antara sindrom
klinis dan proses pathogenesis. Malaria dapat terjangkit dari keaadaan mekanisme
yang buruk termasuk hemolysis akut sel darah merah yang tidak terinfeksi,
dyserythropoiesis, serta infeksi dengan parasit lain dan kekurangan nutrisi. Bagi anak
yang sedang menderita malaria satu model pathogen/satu gejala yang sederhana tidak
adekuat, seperti bakterimia yang disebabkan oleh patogenisis umum, mungkin dapat
disertai dengan malaria akut dan dapat menjadi faktor kematian.
Meskipun menurut ketentuan yang ada bahwa sindrom malaria otak biasanya
digunakan sebagai patokan bahwa seorang anak telah mengalami koma dengan cara
yang berbeda. Pada kasus ini koma lebih di yakini sebagai respon stres metabolik
yang berlebihan dari pada permasalahan utama pada otak. Beberapa anak yang
mengalami assidosis yang mendalam dapat sadar kembali setelah melalui penangan
yang tepat dan cepat. Malaria sangat sangatlah kompleks dan tidak bisa
dipresepsikan hanya dengan skema tunggal saja. Tapi dengan pemahaman kita
tentang proses pathogenesis dan digabungkan dengan penyebab dari penyakit dan
melibatkan beberapa proses dasar; perluasan infeksi sel darah merah, destruksi sel
darah merah yang terinfeksi maupun yang tidak terifeksi, obstruksi mikrovaskular
dan proses inflamasi akan mengarah pada hipoperfusi jaringan. Ini mungkin akan
mengarah pada penurunan aliran pada tingkat sellular yang akan memperburuk
keadaan.
Proses umum ini dapat mempengaruhi jaringan dasar, dan bisa juga terfokus
ke fokus organ spesifik, seperti pada malaria otak dan malaria dalam kehamilan. Hal
ini bisa saja menggambarkan antara faktor pejamu spesifik (seperti peningkatan
tanda yang memungkinkan pada otak endothelium tertentu), dan faktor parasite
spesifik (tanda-tanda pada molekul-molekul yang terinfeksi di permukaan sel darah
merah yang secara cocok berikatan dengan reseptor tertentu). Parasite yang
menginvasi hepatosit dan sel darah merah di pelajari dalam malaria binatang
pengerat disebabakan oleh Plasmodium berghei dan Plasmodium yoelii, sedangkan
pada malaria rhesus disebabkan oleh Plasmodium knowlesi.
![Page 3: Malaria](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082513/557211e4497959fc0b8fa876/html5/thumbnails/3.jpg)
Siklus Hidup Plasmodium dan Patogenesis
Plasmodium falciparum atau pada tingkatan lebih rendahnya, Plasmodium
vivax adalah penyebab utama dari penyakit dan kematian pada malaria. Nyamuk
menyuntikan parasite (sporosit) kedalam jaringan subcutaneous, lalu akan masuk ke
aliran darah yang akan dibawa menuju ke hati. Beberapa bukti menunjukan bahwa
parasite (sporosoit) melewati hepatosit terlebih dahulu sebelum memulai invasi dan
pengembangan. Co-resepror pada sprosoit mencegah keterlibatan invasi, di bagian
daerah trombospodin pada protein circumsporosoit dan thrombospondin-related
adhesive protein (TRAP). Domain ini secara khusus mengikat heparin sulfat
proteoglikan di dalam daerah hepatosit di daerah sinusoidal endothelium dan sel
kuppfer. Di dalam hepatosit sporosoit diubah menjadi menjadi merosoit yang dapat
menginfeksi sel darah merah ketika dilepaskan dari hati. Penyakit di mulai sesaat
setelah parasite memperbanyak diri di sel darah merah.
Plasmodium falciparum dan P. vivax berkembang biak lebih dari 48 jam di
sel darah merah, dan akan menghasilkan sekitar 20 merosoit per parasit dewasa yang
dapat mengivasi sel darah merah. Sebagian kecil dari parasit aseksual ini d ubah
menjadi gematosit yang menjadi penyebab utama penyebaran ke orang lain melalui
nyamuk anopheline betina, tapi tidak menyebabkan malaria. P. vivax berbeda dengan
P. falciparum, P. vivax diubah menjadi gematosit segera setelah merosoit dilepas
dari hati, sedangkan pada P. falciparum berkembang setelahnya. Perlakuan awal
untuk malaria adalah dengan kemoterapi anti-bloodstage yang pada P. falciparum
juga dapat membunuh gematosit.
Invasi Terhadap Sel Darah Merah
Urutan invansi pada plasmodium hampir semuanya sama, parasit harus
berikatan dengan reseptor di sel darah merah, menjalani reorientasi apical,
penyimpangan formasi, dan sinyal. Parasit menginduksi vakuola dari dalam plasma
membran sel darah merah dan memasuki vakuola dengan cara peyimpangan gerak. 3
organel yang paing ujung (apikal) yang telah diserang oleh parasit (rhoptries,
micronemes dan dense granules) diindentifikasikan sebagai phylum Apicomplexa.
Reseptor yang bertindak sebagai penginvasi sel darah merah yang disebabkan oleh
merosoit dan invasi di hati yang ditemukan dalam micronemes, permukaan sel, dan
![Page 4: Malaria](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082513/557211e4497959fc0b8fa876/html5/thumbnails/4.jpg)
rhoptries.Lokasi reseptor yang berada di dalam organel memungkinkan terjadiya
proteksi terhadap antibodi yang bertindak sebagai penawar, seperti yang di keluarkan
dari dalam organ apical setelah kontak dengan sel darah merah yang mungkin
membatasi pendapatan antibodi.
Pengidentifikasian jalur sinyal yang melepaskan isi organel saat kontak
dengan pejamu sel darah merah adalah masalah yang penting dalam biologi parasit.
Parasit malaria memiliki jalur sinyal intraselular melalui phosphoinotidin, cyclic
AMP, mekanisme kalsium. Yang masih belum diketahui adalah bagaimana cara
permukaan molekul merosoit mengenali permukaan sel darah merah yang kemudian
memberi sinyal untuk memulai invasi. Proses invasi dimulai dari pelepasan essensial
molekul oleh organ apical, dan dimulainya ikatan aktin-miosin yang akan membawa
parasit ke dalam vakuola dalam bentuk sel daah merah. Protein TRAP berinteraksi
dengan protein tulang di sporozoit malaria dan pada Toxoplasma gondii.
Baik pada P. falciparum dan P. vivax dapat menyebabkan malaria, tapi
hanya P. falciparum yang memiliki banyak komplikasi, seperti malaria otak,
hipoglikemi, metabolik assidosis, dan ganguan pernapasan. Perbedaan biologi dari
dua parasit menyebabkan perbedaan pola penyakit. Pertama-tama P. falciparum
dapat menyerang sel darah merah dengan presentase besar-besaran, sedangkan P.
vivax hanya terbatas pada retikulosit. Perbedaan tersebut juga ditemukan pada
virulent dan avirulent P. yoelii. Keduanya menyerang retikulosit, tapi setelah
retikulosit dikonsumsi virulen P. yoelii, akan dapat menyerang semua sel darah
merah, yang mengarah ke parastemia kematian yang tinggi. Perbedaan yang kedua
adalah redundansi jalur invansi pada P. falciparum dengan P. vivax. Yang pada
akhirnya parasit hanya akan menyerang sel darah merah golongan darah Duffy
positif dan sangat terbatas pada retikulosit.
Di Afrika Barat lebih banyak sel darah yang bergolongan darah Duffy
negative, menyebabkan P. vivax menghilang, Golongan darah Duffy negaif telah
muncul di daerah Papua New Guinea, yang dimana adalah sebuah wilayah yang
endemik dengan P. vivax. Pembatasn dari invasi P. vivax menybabkan penemuan 2
keluarga parasit reseptor, pertama kelompok yang mengikat sistem Duffy darah dan
homolog terhadap Duffy-binding-like (DBL) protein P. falciparum dan P. knowlesi,
dan yang kedua, parasit retikulosit mengikat protein P. vivax, dan homolog terhadap
![Page 5: Malaria](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082513/557211e4497959fc0b8fa876/html5/thumbnails/5.jpg)
reticulocyte-binding-like (RBL) P. falciparum dan P. yoelii. Berbagai anggota
golongan DBL dan RBL mungkin mengenali reseptor yang berbeda dalam sel darah
merah dari Dufy golongan darah atau reseptor pada retikulosit. Pengelompokan
reseptor ke DBL dan RBL mengacu pada anggota protein yang homolog terhadap
parasit, bukan yang secara khusus mengikat sel darah merah. Plasmodium yoelii
mempengaruhi bagian besar dari gen RBL. Tiap merozoit pada satu RBL yang
terinfeksi dapat mengibaratkan sebuah perbedaan dari bagian RBL tersebut. Jika
masing-masing mempunyai ikatan RBL yang berdeda secara spesifik, maka parasit
mempunyai peluang untuk nertahan hidup lebih besar. Dengan begitu, walaupun
rincian penuh atas bagian DBL dan RBL belum diketahui, receptor tersebut dengan
jelas cukup untuk menentukan fleksibilitas untuk invasi dari berbagai Plasmodium
spp. Fleksibilitas ini, pada saatnya dapat menentukan gejala dan parasitemia
maksimal yang disebabkan oleh parasit yang bervariasi.
Plasmodium falciparum dapat menggunakan cara singkatnya/jalan untuk
menyerang secara bersamaan atau menurunkan efisiensi dari RBC yang kekurangan
sebuah partikular reseptor seperti asam sialic. Tiga sialoglycoprotein-terkait
jalan/cara singkat yang mencakup didalamnya RBC dan co-reseptor parasit telah
diketemukan glikophorin A dan parasit DBL protein EBA-175; glikophorin C/D dan
parasit DBL protein BAEBL; dan sebuah jalan anti-tripsin yang mencakup
didalamnya P. Falciparum protein RBL. Keempat mungkin mencakup asam sialic
pada glikophorin B.
Disamping mencoloknya penurunan invasi glikophorin-A-negatif dari RBC,
hanya glikophorin B yang bermutasi terjadi di Afrika. Gerbich(z gg tau apa artix)
dari RBC tidak dapat mengutarakan glikophorin D, pengutaraan itu mengubah
glikophorin C dan dapat menurunkan ikatan kepada molekul parasit BAEBL.
Gerbich RBC tersebut adalah bagian yang paling langka di dunia terkecuali pada
negara endemic-falciparum dari Papua New Guinea, dimana semua frekuensi yang
nampak sebanyak 50%. Semacam penurunan dan jalan alternatif merupakan
kemajuan yang cukup besar dalam bertahan hidup dari P. Falciparum dalam
berespons untuk mengubah genetika host. Parasit, bagaimanapun juga, dapat menjadi
kurang mematikan apabila dapat beradaptasi untuk bertahan terhadap penurunan
RBC ini.
![Page 6: Malaria](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082513/557211e4497959fc0b8fa876/html5/thumbnails/6.jpg)
Belajar mengenai bagian DBL dan RBL merupakan awal dari hasil terhadap
pengertian molekuler dari bermacam-macam invasi/serbuan terhadap p.falciparum
dan Plasmodium spp yang lain. Walaupun protein parasit lain pada permukaan
organel andin apical merozoit sudah mengusulkan dirinya sebagai reseptor, sejauh ini
tidak ada fakta secara langsung yang muncul. Dikarenakan serbuan/invasi adalah
seperti bagian rumit dari inti ikatan RBC, terhadap reorientasi apical, untuk masuk,
terlihat seperti beberapa protein didapat untuk invasi yang lebih efisien. Sebagai
contoh, fakta yang menganjurkan bahwa invasi RBC didapat dari pemecahan
permukaan protein pada RBC oleh parasit serine protease. Enzim parasit ini sudah
diidentifikasi. Dengan begitu, bagian molekular dan selular diantara tiap langkah di
dalam invasi tetap menjadi sisa untuk dijelaskan. Pengertian langkah ini, akan
memberikan pandangan terhadap parasit virulensi dan akan memfasilitasi
pembentukan vaksin melawan invasi/serbuan merozoit.
Ikatan parasit dari RBC terhadap plasenta dan vaskular endotelium
Perbedaan penting diantara P. falciparum dan malaria pada sebagian orang
adalah cara dimana P. falciparum dapat memodifikasi permukaan dari RBC dimana
parasit aseksual dan gametosit dapat menempel di endotelium, dan parasit aseksual
menempel di plasenta. Sebagai hasil, hanya bentukan cincin dari P. falciparum yang
ditemukan dalam sirkulasi darah. Pada permukaan P. falciparum phozoit dan
schizont-RBC yang terinfeksi lah yang dilapisi dengan pegangan seperti benda yang
akan menjadi titik kontak dengan host sel. Perlindungan tetap terhadap parasit dari
adanya kehancuran, sebagai RBC parasit dewasa yang tidak tetap adalah
pembersihan secara berulang pada spleen.
Usaha dalam rumitnya penguraian yang tinggi dan proses adhesi patogenik
menekankan seberapa banyak kita harus belajar dan betapa sedikit kita mengerti.
Untuk menentukkan yang mana dan seberapa mampu untuk mengarah kepada
patogenesis, kita harus pertama-tama melihat kepada bagaimana parasit dapat
menjangkit. Proses adeshi dari P. falciparum, dimana kebanyakan parasit awalnya
tidak mempunyai energi lagi dan kemudian jatuh, sebelum menjadi pengikut yang
kuat, adalah sebanding kepada adeshi leukosit. Sebagian dri host reseptor yang
terkait dengan ketiadaan energi yang kemudian jatuh tersebut tidak bisa untuk
![Page 7: Malaria](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082513/557211e4497959fc0b8fa876/html5/thumbnails/7.jpg)
mendukung adhesi dibawah gelombang yang cukup kuat dari mereka sendiri.ikatan
dari host reseptor ini adalah penting, bagaimanapun, peningkatan adeshi yang
significan, dimana akan mengarahkan untuk mengikat secara efisien kepada
endotelium pada organ yang bervariasi. Hanya dua reseptor, CD36 dan chondroitin
sulfat A (CSA), membuktikan pusat utama yang stabil.
Parasit mengasingkan dirinya pada berbagai organ termasuk jantung, paru-
paru, otak, hati, ginjal, jaringan subkutan dan plasenta. Sel endotelial yang bervariasi
pada organ-organ ini dan syncytiotrophoblast pada plasenta mengutarakan perbedaan
beragam jumlah dari host reseptor. Agar sukses menem[el pada sel ini, parasit dapat
berikatan kepada beberapa reseptor. Phenosit yang adeshi tidaklah homogen, dan
parasit yang berbeda dapat mengikat dengan beragam dan bermacam host reseptor.
Keberagaman ini dipercaya berefek ke distribusi jaringan dan patogenesis parasit.
Sebuah protein parasit yang tunggal-P. falciparum eritrosit membran protein
1 (PfEMP1), dimana dapat muncul saat permukaan eritrosit terinfeksi, parasit
mediasi mengikat semua reseptor yang bervariasi. PfEMP1 disandikan dengan
besarnya dan keluarga var(????) gen bervariasi yang terlibat di variasi antigen clonal
dan mempunyai peran penting dalam patogenesis p. falciparum. Adhesi yang
berganda , mempunyai daerah keterlibatan di bagian ekstraselular dari PfEMP1 dan
dapat secara stimultan diakui oleh beberapa host reseptor. Daerah ini mencakup
jumlah variabel yang berbeda (lima tipe) daerah DBL, dinamai untuk homolog dari
merek sendiri kepada daerah DBL yang terkait invasi/serbuan RBC, dan 1-2 cystein-
rich interdomain regions (CIDRs). Ikatan daerah dari berbagai host reseptor sudah
tercantum pada daerah DBL dan CIDR yang bervariasi. Keaneka ragaman dari
bagian gen ini adalah luas dan banyaknya var gen yang muncul di populasi parasit.
Walaupun tiap parasit termasuk RBC dapat mengibaratkan var gen yang tunggal, var
gen yang lain pada jumlah (keluar dari 50 pada genomenya) dapat mengutarakan
hingga angka 2% tiap siklus tumbuh parasit.
Pada beberapa kasus, ikatan pada host endotelium tidak mengarahkan kita
pada patogenesis, seperti berapa hasil infeksi pada malaria yang sama sekali rumit.
apa yang menyebabkan peralihan dari sebuah ketidakrumitan menjadi infeksi yang
serius, seperti malaria otak, yang tidak jelas saat nampak. Kemungkinan tidak benar
yang nampak dari rincian ikatan partikular akan mengarahkan ke cara yang jelas dari
![Page 8: Malaria](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082513/557211e4497959fc0b8fa876/html5/thumbnails/8.jpg)
penahanan sampai konsekuensi patogenik. Satu contoh adalah penahanan dari
adanya infeksi di plasenta, yang menyebabkan pengiriman yang belum pada saatnya,
berat lahir rendah dan meningkatnya angka kelahiran, seperti ibu yang anemia.
Parasit dari RBC mengisolasi dari plasenta dengan rincian adeshi yang unik yang
berbeda dari terkumpul pada individual yang tidak hamil. Parasit ini berikatan
dengan CSA tetapi gagal untuk menempel kepada CD36, host reseptor yang sangat
penting untuk penahanan di mikrovaskular. Pembagian yang muncul dalam adhesi
pada reseptor ini sudah dipilih untuk parasit agar ditahan tidak di endotelium tetapi
pada plasenta, memungkinkan sebuah tempat untuk penurunan imunitas. Tentu saja,
ikatan parasit CSA menggambarkan PfEMP1 dengan sebuah daerah DBL-g yang
mengikat CSA dan CD36 tak terikat CIDR1. Jelasnya, CD36 parasit menempel dan
menggambarkan sebuah PfEMP1 dengan sebuah CD36 terikat CIDR1.
Tertahannya parasit di otak mungkin berhubungan dengan malaria otak dan
mungkin berhubungan pada adhesi molekul 1(ICAM-1) reseptor intraselular.
Walaupun RBC terinfeksi terikat pada endotelium otak saat otopsi, tidak diketahui
dimana ini menggambarkan sebuah perbedaan distribusi saat adhesi dari
ketidakrumitan malaria itu. Peningkatan dalam pengutaraan dari ICAM-1 di
endotelium otak dapat menjelaskan adanya perbedaan di adhesi parasit dalam
malaria otak. Siklus penahanan dari masalah komplikasi fatal lain dari malaria
belumlah jelas. Hubungan patogenik diantara adhesi dan host reseptor didukung oleh
mutasi gen keduanya pada adhesi reseptor CD36 yang terkait dengan perlindungan
dari malaria yang fatal, dan hubungan diantara reseptor komplemen 1 dengan
kelompok antigen darah ABO dan rosseting(lupa apa)-(ikatan dari RBC yang tak
terinfeksi). Beberapa pemeriksa menganjurkan bahwa ikatan stimultan pada reseptor
ganda memungkinkan adanya hubungan dengan lebih lagi kasus malaria yang fatal,
tetapi data spesifik yang masih kurang. Beberapa perinciank seperti rosseting dan
keanehan timbul pada frkuensi tinggi pada kasus malaria yang fatal, tetapi asosiasi
ini belum menemukan nya pada semua pembelajaran dan efeknya pada patogenesis
yang belum jelas. Satu kemungkinan adalah persaingan (untuk sebuah adhesi)
diantara parasit memicu beberapa dari mereka untuk berkembangng sebuah rincian
adhesi yang baru dan menahan mereka dalam daerah yang diinginkan yang mengarah
pada patogenesis.
![Page 9: Malaria](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082513/557211e4497959fc0b8fa876/html5/thumbnails/9.jpg)
Walaupun berbagai interaksi pembedahan individu adalah hasil percobaan
yang bagus, hasil akhir dari sebuah infeksi dan progesifitas ke dalam petologi ber
gantung pada kombinasi yang spesifik dan dinamik dari host dan perincian dari
parasit itu. Gejala klinik juga berubah seiring waktu, imunitas dan angka transmisi.
Imunitas pada malaria mempunyai peran besar dalam mengontrol gejala dan pada
patogenesis rincian dari PfEMP1 sebagai sebuah protein adhesi (untuk menghindari
kerusakan oleh parasit pada spleen{atau splien??}) tidak dapat dipisahkan
keterlibatannya pada penyingkiran imun oleh beragam antigen clonal, dimana
mengarah pada infeksi kronik. Meski banyak yang sudah terungkap, masyarakat
tetap tidak mempedulikan parasit pada malaria, tetapi lebih pada imunitas klinik
yang membuktikan adanya gejala symptomatic. Tipe dari imunitas ini berbatas pada
gejala, dan walaupun seorang individu membawa jumlah sedikit dari parasit, mereka
tidak mengarah pada sebuah infeksi symptomatik. Siklus dari antibodi anti PfEMP1
melindungi melawan infeksi patogenik adalah terlihat jelasnya lagi pada malaria
plasenta. Terfokus pada parasit yang menahan diri mereka di plasenta selama masa
kehamilan menginduksi adanya imunitas yang lebih yang menghentikan infeksi
eritrosit yang menempel pada CSA dan akan melindungi sang ibu dan janin dari
malaria pada plasenta di kehamilan yang berikut.
Selama pengembangan imunitas klinik, biasanya selama masa kecil, ikatan
spesifik atas antibodi terhadap PfEMP1 adalah penting dalam mencegah infeksi
dengan mengasingkan serangan balik sebelumnya. Perlindungan ini dapat significan
selama dan sesudah infeksi dengan isolasi virulent. Bull et al(apa ini??) sudah
membuktikan adanya fakta langka dan isolasi prevalensi, dan menunjukkan bahwa
parasit menyebabkan gejala fatal menetap untuk menunjukkan sebuah subset(???)
dari beragam antigen permukaan (PfEMP1). Terlebih lagi isolasi menggambarkan
keistimewaan pada anak-anak yang kurang bisa untuk menyadari (dengan antibodi
mediasi agglutinasi) isolasi penuh. Anak-anak disadari sekali atau dua kali pada
malaria fatal noncerebral didapat imunitas yang melindungi mereka dari bentuk ini
pada gejalanya. Hence, menyadari bentuk patogenik dari P. falciparum dan
melindungi diri dari parasit ini, mengarah pada pemilihan kemungkinan kurangnya
parasit virulensi pada infeksi yang berikutnya. Disamping keberagamannya, daerah
![Page 10: Malaria](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082513/557211e4497959fc0b8fa876/html5/thumbnails/10.jpg)
dari PfEMP1 ditingkatkan fungsinya (contoh, ikatan pada CD36 atau CSA), dan
daerah ini mempunyai potensi tinggi untuk vaksin.
Sebagaimana sebuah proses adhesi pada patologi adalah sebuah issue umum
yang belum terpecahkan. Beberapa mekanisme yang memungkinkan menjadi
penyebab kerusakan host endotelium dan organ-organ sudah ditujukan, termasuk
kehancuran aliran darah, dan sistemik atau produksi lokal dan pernyataan pro-
inflamatori sitokin (liad dibawah). Adhesi parasit dapat juga berakibat pada
endotelium dengan menginduksi atau menahan transduksi sinyal mediasi dengan host
reseptor seperti CD36. Penelitian lebih lanjut pada adhesi diharapkan memberi tanda
atau petunjuk mekanisme underlying(gg tau apa) adhesi yang berhubungan dengan
patogenesis.
Pro-inflamatori respon imun dan patogenesis
Antibodi dan respon pro-inflamatori melindungi melawan malaria yang
berasal dari binatang pengerat ataupun malaria yang berasal dari manusia yang
masuk menyerang melalui darah. Mediasi perlindungan dari respon pro-inflamatori
mungkin berhubungan dengan faktor kematian tumor sitokin-sebuah(TNF-a) dan
interferon-g(IFN-g), dan pelepasan mediator seperti nitric oxide (NO). Clark dan
Cowden mempunyai tujuan bahwa mediator, terutama NO, merupakan gejala sentral.
Walaupun sempurna secara logika bahwa ini semua mencakup di dalamnya
penindihan sum-sum tulang belakang dan malaria otak, tidak ditemukan adanya data
untuk membuktikan itu semua. Lagi pula, kita tidak mempunyai contoh hewan yang
dapat digunakan untuk penelitian mengenai malaria otak. Salah satu hipotesis
mengarah bahwa TNF-a menginduksi sel endotial otak untuk mengekspresikan
ICAM-1, seperti pembuluh di otak sudah meningkatkan pengutaraan dari ICAM-1 di
malaria otak. Walaupun NO sudah ditujukan sebagai penyebab dari malaria otak,
masih terdapat konsentrasi sistemik labih tinggi dari NO pada ketidakrumitan
malaria dibanding malaria otak. Koma, mungkin disebabkan karena peningkatan
lokal NO di otak dan tidak dengan peningkatan konsentrasi aliran pada darah;
bagaimanapun juga ini bukan merupakan suatu tolak ukur. Tentu saja, kadar total
nitrat ditambah nitrit dari cairan cerebrospinal pada anak-anak dengan malaria
adalah rendah, dan ini diperkirikan akan memperburuk NMDA (N-methyl-
![Page 11: Malaria](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082513/557211e4497959fc0b8fa876/html5/thumbnails/11.jpg)
Daspartate) mediasi neurotoxisity disebabkan oleh e3xcitotoxin seperti asam
quinolinic.
Data yang menganjurkan bahwa toksin dari malaria biasanya memberikan
respon pro inlamatori yang menarik, tetapi secara psikologi yang signifikan dari ini
semua haruslah dibuktikan. Fakta bahwa ada sebuah molekul partikular yang terkait
dalam menginduksi respons pro inflamatori sudah muncul dari sebuah pemeriksaan
yang mengukur pelepasan dari TNF-a oleh makrofag in vitro. Isolasi komponen
subselular dari pasangan parasit in vitro mengarahkan pemeriksaan kepada
identifikasi dari dasar glycosylphosphatidylinositol (GPI) dai protein parasit MSP1
dan MSP2 sebagai penginduksi dari pro-inflamatori sitokin. Antibodi dan dasar dari
GPI berhubungan sebuah kekurangan dari gejala pada dewasa, tetapi tidak ada bukti
bahwa penyebab ini berhubungan.
Modifikasi di respon imun sampai malaria mungkin tidaklah spesifik
terhadap gejala yang telah diidentifikasikan ini. Infeksi dengan p. falciparum
menyebabkan apoptosis dari sel mononuclear pada manusia yang terinfeksi. Tikus
yang terinfeksi dengan sebuah malaria pengerat dimana mereka sebelumnya
menunjukkan akan mengarah pada apoptosis dari sel T imun sampai kepada malaria
dan tidak pada imun dengan ova(apa ini??), sebuah malaria dengan antigen yang
tidak berhubungan. Sel yang sudah dieleminasi seperti pro inflamatori sel T, yang
menghasilkan IFN-g dan interleukin (IL)-2 tapi bukan IL-4. Ini tidaklah jelas yang
mana yang lebih spesifik pada malaria atau lebih pada fenomena umumnya.
Pembelajaran genetik membedakan diantara populasi yg memberi informasi
pengertian kita terhadap sistem imun. Fulanis, sebuah kelompok etnik di Burkina
Faso, mempunyai titre(gg tau apa) yang lebih tinggi atas antibodi atas banyak antigen
malaria dan rendahnya gejala dibanding dengan dua kelompok etnik lainnya yang
sama pada satu desa dimana tergigit dengan jumlah yang sama oleh nyamuk yang
terinfeksi. Dasar molekular ini masih belum diketahui, tetapi dengan sistem imun
bawaan memungkinkan berinteraksi dengan adaptasi peningkatan antibodi titres.
Yang terpenting dari perbedaan ini juga terlihat dengan pembelajaran insektisida-
impregnated bednets. Penggunaan insektisida-treated bednets dapat menurunkan
infeksi di Fulanis, tetapi tidak dengan kelompok etnik yang lain di daerah yang sama.
![Page 12: Malaria](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082513/557211e4497959fc0b8fa876/html5/thumbnails/12.jpg)
Kemungkinan tingginya antibodi titre di Fulanis adalah kemajuan lebih dalam
menurunkan infeksi dikarenakan gigitan sebagai hasil dari insetisida-treated bednets.
Perspektif
Hasil klinik dari infeksi anak di Afrika bergantung pada banyak faktor. Pada
percobaan untuk memahami gejala, biasanya diambil sebuah tampilan rendah dan
pembelajaran komponen individual dari parasit dan manusia di sebuah percobaan
untuk menidentifikasi banyak faktor yang menpunyai hasil besar pada hasil daripada
gejala tersebut. Beberapa faktor dapat dutujukan untuk intervensi mendalam untuk
pengembangan benda baru seperti vaksin. Sukses dalam pengembangan dan
implementasi dari benda baru tersebut akan bergantung pada adanya koneksi dengan
peneliti dari negara endemik di Afrika yang mempunyai pemahaman lebih baik atas
beragam lokal dan pengalaman dalam berkomunikasi dengan masyarakat miskin di
pedalaman-pedalaman di Afrika.