makalh filsafat.doc
-
Upload
fian-kusumo-notonegoro -
Category
Documents
-
view
31 -
download
3
description
Transcript of makalh filsafat.doc
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ketersediaan dokter hewan yang kompeten dan profesional adalah faktor
penentu dalam efektifnya program-program kesehatan hewan nasional dan
internasional. Peran dokter hewan yang menjadi dasar penting untuk keberhasilan
penerapan strategi, tindakan, dan metode untuk memajukan, melindungi, dan
mengembalikan kesehatan hewan dan populasi penduduk untuk melindungi
kesehatan manusia sesuai dengan semboyan dokter hewan “Manusia Mriga Satwa
Sewaka”.
Selain itu, situasi kesehatan global saat ini semakin memburuk terutama
munculnyai penyakit zoonotic. Karena itu, dibutuhkan inisiatif dari beberapa
kelompok masyarakat yang peduli, yang bersedia untuk berpartisipasi secara
proaktif, dan ingin menyumbangkan kemampuannya di bidang kedokteran hewan
untuk memastikan peningkatan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat melalui
kesehatan hewan.
Namun yang terjadi di Indonesia saatini, perandokterhewan di Indonesia
sampai saat ini belum begitu di perhatikan dan belum memperoleh hak-hak sesuai
dengan bidang keahliannya. Hal ini bias kita lihat dari peran para dokter hewan di
bidang kehewanan. Banyak lingkungan dan wewenang atau posisi yang
seharusnya diisi oleh dokter hewan malah diisi orang lain yang tidak punya
keahlian di bidang tersebut sehingga permasalah-permasalahan tentang
kehewanan dan kesehatan hewan tidak tuntas.
Kasus yang paling barutentang Avian influenza/flu burung sampai detik
ini belum kunjung tuntas malahan semakin meraja lela, padahal dana yang sudah
terpakai begitu banyak. Hal ini terus saja bermunculan kasus-kasus dimana-mana
yang membuat geger seantero dunia. Hal ini karena banyak tangan-tangan yang
1
bukan ahlinya menangani kasus AI, bahkan cenderung jauh dari kaidah-kaidah
keprofesionalan
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanaperan Dokter Hewan dalam menerapkan profesinya di kehidupan
masa kini ?
2. Bagaimana respon masyarakat terhadap profesi Dokter Hewan ?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui bagaimana peran Dokter Hewan dalam menerapkan
profesinya di kehidupan masa kini
2. Untuk mengetahui respon masyarakat terhadap profesi Dokter Hewan
2
BAB 2
PEMBAHASAN
A. Peran Dokter Hewan dalam Pengabdian Masyarakat
Mewujudkan masyarakat sehat tidak hanya terpaku pada kesehatan
manusia saja, tapi juga terkait erat dengan kesehatan hewan. Merebaknya
penyakit-penyakit hewan yang dapat menular ke manusia atau sebaliknya
(penyakit zoonosis) seperti Flu Burung, Rabies, Flu Babi, Panyakit Sapi Gila,
Anthraks, Toksoplasmosis dan penyakit zoonosis lainnya adalah ancaman nyata
bagi kesehatan masyarakat. Di sinilah dibutuhkan peran dokter hewan sebagai
profesi medis yang memiliki kompetensi dan tanggung jawab untuk memberikan
jaminan kesehatan hewan dalam mewujudkan kesehatan dan kesejahteraan
manusia.
Sejalan dengan semboyannya ”Manusya Mriga Satwa Sewaka” yang
bermakna mensejahterakan manusia melalui kesejahteraan hewan, dokter hewan
adalah salah satu pondasi utama dalam mensejahterakan manusia. Pekerjaan
penting dokter hewan adalah menyehatkan hewan beserta lingkungannya,
menjamin keamanan produk hewan, dan mencegah penyakit-penyakit zoonosis
yang kerap mengancam jiwa manusia. Perkembangan global saat ini juga
menjadikan posisi dokter hewan semakin strategis dalam mempertahankan
keamanan negara, ekonomi nasional, dan penyelamatan jiwa manusia melalui
upaya penolakan penyakit hewan menular melalui importasi hewan hidup dan
produk hewan.
Saat ini sedikitnya ada 150 penyakit hewan menular yang bersifat
zoonosis, baik yang bersifat baru (new-emerging zoonoses) maupun yang
berpeluang muncul kembali (re-emerging zoonoses). Bahkan dari seluruh
penyakit yang menjangkiti manusia akhir-akhir ini, sekitar 60 persen bersumber
dari hewan. Perlu juga diketahui, lebih dari 35 penyakit yang baru muncul,
3
termasuk Ebola, Monkey Pox, Sapi Gila, West Nile, Nipah, SARS dan Flu
Burung (HPAI) adalah penyakit zoonosis.
Disamping itu dari sekitar 1.415 mikroorganisme penyebab penyakit
(patogen) pada manusia yang telah diketahui, lebih dari 61 persen bersumber dari
hewan. Di tahun 2000, lebih dari 200 penyakit yang terjadi pada manusia dan
hewan diketahui bersifat zoonosis. Semua ini mengarah kepada peningkatan lebih
dari 30 persen terjadinya penyakit-penyakit zoonosis di sepertiga akhir abad ke-
20. Virus H5N1 (flu burung) yang menyebar di Asia, Eropa dan Afrika di abad
ke-21 ini, memicu realita yang tidak terbantahkan bahwa kesehatan hewan
memengaruhi kesehatan manusia, dan tentu saja pengetahuan yang harus
diketahui banyak orang bahwa hampir semua agen bioterorisme adalah zoonotik.
Fakta ini mau tidak mau, menjadikan peran dokter hewan semakin penting dan
merupakan simpul kritis terhadap keberhasilan suatu negara dalam mengatasi
wabah penyakit, khususnya zoonosis.
Kompleksitas masalah zoonosis ini memerlukan penanganan yang
terarah dan komprehensif. Pencegahan dan penanggulangannya harus mengacu
pada konsep “one world one health” atau Sistem Kesehatan Masyarakat Terpadu.
Karenanya dibutuhkan koordinasi dan sinergi antara bidang kesehatan (medicine),
kesehatan hewan (veterinary medicine) dan kesehatan masyarakat (public health).
Kolaborasi antar bidang ini semakin dibutuhkan mengingat kesehatan hewan dan
kesehatan masyarakat adalah kesatuan yang tidak terpisahkan.
Mengingat pentingnya dunia kedokteran hewan dan sumbangsih dokter
hewan dalam menghadapi isu-isu terkait kesehatan hewan dan manusia, setiap
hari Sabtu di pekan terakhir bulan April diperingati World Veterinary Day
(WVD) atau Hari Kedokteran Hewan Dunia. Melalui peringatan WVD
diharapkan tercipta kebanggaan bagi profesi dokter hewan yang disertai dengan
semangat kebersamaan dalam mewujudkan kesejahteraan manusia.
B. Respon Masyarakat Terhadap Dokter Hewan
4
Dokter hewan bukanlah profesi baru di Indonesia. Walau masih terkesan
asing dan cenderung tidak dikenal dan tak sepopuler dokter manusia, profesi ini
telah ada sejak zaman Belanda. Lulusan pertamanya dihasilkan tahun 1910
melalui Netherlands Inlandsche Veeartzen School (NIVS) yang berkedudukan di
Bogor. Di zaman penjajahan ini kedudukan dokter hewan yang perguruan tinggi
pertamanya didirikan di Lyon, Prancis ini sangat bermartabat. Pemerintah Hindia
Belanda memberikan beasiswa dan ikatan dinas bagi penduduk pribumi untuk
belajar di sekolah dokter hewan. Tidak hanya itu, mereka juga diberi kesempatan
untuk melanjutkan pendidikan kedokteran hewannya sampai ke Fakultas
Kedokteran Hewan di Utrecht, Belanda.
Profesi dokter hewan di indonesia sampai saat ini kurang begitu dihargai
sebagaimana mestinya. Kepercayaan dalam menjalankan fungsi medis belum
mendapat legalitas dalam satu keputusan hukum yang jelas dan tegas. Secara
kelembagaan profesi kedokteran hewan juga belum sepenuhnya dianggap penting
oleh pemerintah. Ini terlihat dari tidak dilibatkannya profesi ini dalam
pengambilan keputusan tertinggi sejajar dengan profesi medis lainnya. Di
samping itu sampai sekarang belum ada Undang-Undang (UU) yang khusus
mengatur tentang layanan veteriner (berkaitan dengan hewan dan penyakit-
penyakitnya). Padahal di negara lain UU ini sudah ada, misal Malaysia, India, dan
Singapura sudah membuat UU layanan veteriner yang diadopsi dari Inggris. Di
Indonesia biarpun ada UU Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan
Kesehatan Hewan belum mampu mengakomodir dan memberi wewenang yang
luas bagi dokter hewan dalam menegakkan otoritasnya.
Peran medis dokter hewan sering digantikan oleh profesi lain. Karenanya
hakikat mulia profesi ini sering terkubur oleh anggapan-anggapan negatif.
Wajarlah bila saat ini kasus-kasus penyakit hewan menular atau penyakit zoonosis
yang mengancam jiwa manusia belum tetangani dengan baik. Bahkan sering
mewabah kembali dan sulit dikendalikan. Flu burung dan Rabies hanya dua
contoh dari sekian banyak penyakit zoonosis yang harus diwaspadai. Bukan
rahasia lagi, kalau kebijakan yang dibuat selama ini kerap tidak sejalan dengan
aksi di lapangan. Jadinya penanggulangan penyakit tidak pernah tuntas. Salah satu
5
penyebabnya adalah kekurangberdayaan dokter hewan dalam memainkan
perannya secara profesional dan sistematik dengan kewenangan dan legalitas yang
jelas dan tegas. Bila tidak tertangani dengan baik dan benar oleh ahlinya,
Indonesia berpotensi besar sebagai negara yang rentan terhadap munculnya
wabah-wabah baru zoonosis.
Selama ini yang terjadi justru masing-masing pihak berjalan sendiri-
sendiri. Bahkan ironisnya lagi, kebijakan yang dibuat semakin mengerdilkan
fungsi dokter hewan. Peleburan dinas peternakan dan kesehatan hewan dengan
dinas lainnya di beberapa daerah telah mengebiri otoritas dokter hewan dalam
menjalankan tugasnya. Disamping itu banyak kepala dinas ”gado-gado” tersebut
tidak berlatar belakang medis veteriner sehingga pengetahuan teknisnya tentang
kesehatan hewan sangat minim. Imbasnya banyak kebijakan-kebijakan dalam
bidang kesehatan hewan terabaikan begitu saja.
Tidak pada tempatnya seorang sarjana non dokter hewan, bahkan yang
bukan sarjana menjabat dan melaksanakan peran dan fungsi dokter hewan. Karena
yang bersangkutan tidak kompeten dan mempunyai otoritas untuk mengambil
keputususan atau menetapkan kebijakan terkait status kesehatan hewan. Bila tidak
segera dibenahi, kedepan akan semakin amburadul. Ranah dokter hewan akan
diisi oleh sarjana pendidikan, sarjana agama, sarjana seni, sarjana sastra atau
sarjana non medis lainnya.
6
BAB 3 PENUTUP
A. Kesimpulan
Kompleksitas masalah zoonosis ini memerlukan penanganan yang terarah
dan komprehensif. Pencegahan dan penanggulangannya harus mengacu pada
konsep “one world one health” atau Sistem Kesehatan Masyarakat Terpadu.
Karenanya dibutuhkan koordinasi dan sinergi antara bidang kesehatan (medicine),
kesehatan hewan (veterinary medicine) dan kesehatan masyarakat (public health).
Kolaborasi antar bidang ini semakin dibutuhkan mengingat kesehatan hewan dan
kesehatan masyarakat adalah kesatuan yang tidak terpisahkan.
B. Saran
sewajarnya pemerintah mengembalikan otoritas veteriner kepada dokter
hewan dengan membentuk Badan Otoritas Veteriner. Badan ini nantinya
bertanggung jawab atas penyelenggaraan sistem kesehatan hewan yang utuh,
menyeluruh dan berkesinabungan guna melindungi masyarakat dari ancaman
bahaya penyakit hewan.
7