Makalh Ahlaq Pada Allah

28

Click here to load reader

Transcript of Makalh Ahlaq Pada Allah

Page 1: Makalh Ahlaq Pada Allah

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Akhlak terhadap Allah adalah pengakuan dan kesadaran bahwa tiada ilah

(Tuhan, yang didahulukan) melainkan Allah. Allah memiliki sifat-sifat

terpuji; demikian agung sifat itu, yang jangankan manusia, malaikat pun tidak

akan mampu menjangkau hakikat-Nya.

Mahasuci engkau --Wahai Allah-- kami tidak mampu memuji-Mu; Pujian

atas-Mu, adalah yang Engkau pujikan kepada diri-Mu, demikian ucapan para

malaikat. Itulah sebabnya mengapa Al-Quran mengajarkan kepada manusia

untuk memuji-Nya, Wa qul al-hamdulillah (Katakanlah "al-hamdulillah").

Dalam Al-Quran surat An-Naml (27): 93, secara tegas dinyatakan-Nya

bahwa,

Dan katakanlah, "Segala puji bagi Allah, Dia akan memperlihatkan kepadamu

tanda-tanda kebesaran-Nya, maka kamu akan mengetahuinya. Dan Tuhanmu

tiada lalai dari apa yang kamu kerjakan." (QS.An-Naml (27): 93)

Mahasuci Allah dan segala sifat yang mereka sifatkan kepada-Nya, kecuali

(dari) hamba-hamba Allah yang terpilih (QS Ash-Shaffat [37]: 159-160).

Teramati bahwa semua makhluk selalu menyertakan pujian mereka kepada

Allah dengan menyucikan-Nya dari segala kekurangan. Dan para malaikat

menyucikan sambil memuji Tuhan mereka (QS Asy-Syura [42]: 5). Guntur

menyucikan (Tuhan) sambil memuji-Nya (QS Ar-Ra'd [13]: 13). Dan tidak

ada sesuatu pun kecuali bertasbih (menyucikan Allah) sambil memuji-Nya

(QS Al-Isra' [17]: 44).

Semua itu menunjukkan bahwa makhluk tidak dapat mengetahui dengan baik

dan benar betapa kesempurnaan dan keterpujian Allah SWT Itu sebabnya

1

Page 2: Makalh Ahlaq Pada Allah

mereka --sebelum memuji-Nya-- bertasbih terlebih dahulu dalam arti

menyucikan-Nya. Jangan sampai pujian yang mereka ucapkan tidak sesuai

dengan kebesaran-Nya. Bertitik tolak dari uraian mengenai kesempurnaan

Allah, tidak heran kalau Al-Quran memerintahkan manusia untuk

berserah diri kepada-Nya, karena segala yang bersumber dari-Nya adalah

baik, benar, indah, dan sempurna.

(Dialah) Tuhan masyrik dan maghrib, tiada Tuhan melainkan Dia, maka

jadikanlah Allah sebagai wakil (pelindung). (QS. Al-Muzzammil (73): 9)

Allah mengetahui dan kamu sekalian tidak mengetahui (QS Al-Baqarah:

216). Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja

bencana yang menimpamu, itu dan (kesalahan) dirimu sendiri (QS An-Nisa'

[4]: 79).

Jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahi nikmat, bukan jalan orang

yang dimurkai, dan bukan (jalan) mereka yang sesat (QS Al-Fatihah [1]: 7).

B. Tujuan Makalah

Adapun tujuan makalah ini buat untuk :

1. Mengetahui Pengertian Akhlaq kepada Allah dan bagaimana cara

melaksanakannya?

2. Sebagai salah satu tugas pada mata kuliah Aqidah Akhlaq?

2

Page 3: Makalh Ahlaq Pada Allah

BAB II

PEMBAHASAN

A. Taqwa Pada Allah

1. Pengertian Takwa

Takwa, menurut istilah, berasal dari kata waqa yaqi wiqayatan yang

artinya berlindung atau menjaga diri dari sesuatu yang berbahaya. Takwa

juga berarti takut.

Sedangkan menurut syara, dalam Kitab Syarah Riyadhus Shalihin (1/290),

Syeikh Utsaimin berkata, “Takwa diambil dari kata wiqayah, yaitu upaya

seseorang melakukan sesuatu yang dapat melindungi dirinya dari azab

Allah SWT. Dan, yang dapat menjaga seseorang dari azab Allah SWT

ialah (dengan) melaksanakan perintah-perintah Allah SWT dan menjauhi

larangan-larangan-Nya.”

 

2. Pentingnya Takwa Kepada Allah SWT

a. Takwa adalah kunci keberuntungan di dunia dan akhirat

Allah SWT berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah

kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu

kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Ali Imra

[3]:130)

 

b. Takwa mengundang limpahan berkah dan rahmat Allah SWT

Allah SWT berfirman, “Jika sekiranya penduduk negeri-negeri

beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada

mereka berkah dari langit dan bumi.” (QS. Al-A’raf [7]:96)

3

Page 4: Makalh Ahlaq Pada Allah

Dia juga berfirman, “Maka akan Aku tetapkan rahmat-Ku untuk orang-

orang yang bertakwa, yang menunaikan zakat dan orang-orang yang

beriman kepada ayat-ayat Kami." (QS. Al-A’raf [7]:156)

 

c. Takwa adalah kunci mendapatkan ampunan dan kasih sayang Allah

SWT

Allah SWT berfirman,

“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu bertakwa kepada Allah,

niscaya Dia akan memberikan kepadamu furqaan dan menghapuskan

segala kesalahan-kesalahanmu dan mengampuni (dosa-dosa) mu. Dan

Allah mempunyai karunia yang besar.” (QS. Al-Anfal [8]:29)

Dia juga berfirman, “Hai orang-orang yang beriman (kepada para

rasul), bertakwalah kepada Allah dan berimanlah kepada Rasul-Nya,

niscaya Allah memberikan rahmat-Nya kepadamu dua bagian, dan

menjadikan untukmu cahaya yang dengan cahaya itu kamu dapat

berjalan dan Dia mengampuni kamu. Dan Allah Maha Pengampun lagi

Maha Penyayang.” (Al-Hadid [57]:29)

Dan firman-Nya, “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang

bertakwa.” (QS. At-Taubah [9]:4&9)

 

d. Takwa adalah solusi

Allah SWT berfirman,

“Barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan

mengadakan baginya jalan ke luar. Dan memberinya rezeki dari arah

yang tiada disangka-sangkanya. Dan barang siapa yang bertawakal

kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)-nya.” (QS.

Ath-Thalaq [65]:2-3)

4

Page 5: Makalh Ahlaq Pada Allah

Dia juga berfirman, “Dan barang siapa yang bertakwa kepada Allah

niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.” (QS.

Ath-Thalaq [65]:4)

e. Orang paling mulia adalah orang bertakwa

Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya orang yang paling mulia di

antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara

kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”

(QS. Al-Hujurat [49]:13)

Dari Abu Hurairah RA, ia berkata, telah ditanyakan kepada Rasulullah

Saw, “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling mulia?”

Rasulullah Saw menjawab, “Orang yang paling bertakwa.” (Muttafaq

‘Alaihi)

3. Hakekat Taqwa

Takwa merupakan wasiat Allah kepada seluruh umat, baik generasi

pertama maupun generasi akhir. Allah Ta’ala berfirman, “Dan kepunyaan

Allah-lah apa yang ada dilangit dan yang dibumi, dan sungguh Kami

telah memerintahkan kepada orang-orang yang diberi kitab sebelum

kamu, dan (juga) kepada kamu; bertakwalah kepada Allah. Tetapi jika

kamu kafir, maka (ketahuilah) sesungguhnya apa yang di langit dan apa

yang di bumi hanyalah kepunyaan Allah, dan Allah Maha Kaya lagi

Maha Terpuji.” (QS. An-Nisa: 131)

Para ulama salaf telah banyak memberikan makna mengenai hakikat

takwa. Ibnu Umar berkata, “Seorang hamba tidak akan mencapai hakikat

takwa sebelum meninggalkan apa yang menggelisahkan di dada.”

Ali bin Abi Thalib ditanya tentang takwa, lalu beliau menjawab, “Takut

kepada Al-Jalil (Yang Mahamulia), mengamalkan tanzil (Al-Qur’an),

5

Page 6: Makalh Ahlaq Pada Allah

qana’ah kepada pemberian yang sedikit, serta bersiap-siap untuk

menghadapi yaum ar-rahil (hari kematian).”

Ibnu Mas’ud berkata, “Takwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya

takwa, yakni Allah ditaati tanpa pernah didurhakai, diingat tanpa pernah

dilupakan, disyukuri tanpa pernah dikufuri.”

Umar bin Abdul Aziz berkata, “Takwa adalah meninggalkan apa yang

diharamkan dan melaksanakan apa yang diwajibkan Allah. Maka, apa-apa

yang dikaruniakan Allah sesudah itu adalah kebaikan ditambah

kebaikan.”

Thalq bin Habib berkata, “Takwa adalah taat kepada Allah, mengikuti

cahaya dari Allah dengan mengharap pahala dari Allah, dan

meninggalkan maksiat kepada Allah berdasarkan cahaya dari Allah

dengan rasa takut akan hukuman Allah.”

Ibnu Al-Mu’taz menyatakan dalam sya’irnya, “Jauhilah dosa-dosa kecil

maupun besar, itulah takwa. Berbuatlah seperti orang yang berjalan di

atas tanah berduri, melihat dengan hati-hati. Jangan sepelekan dosa-dosa

kecil, karena sesungguhnya gunung itu terdiri dari pasir.” Jadi, hakikat

takwa merupakan kata yang mencakup segala perbuatan taat dan

meninggalkan maksiat─baik besar maupun kecil.

Takwa secara garis besar adalah mengekang jiwa yang beriman dari

dalam sehingga muncul kebaikan dari dirinya tanpa tekanan-tekanan

eksternal, dan menjauhi keburukan tanpa ancaman atau paksaan.

6

Page 7: Makalh Ahlaq Pada Allah

B. Cinta dan Ridho

1. Cinta pada Allah

Mencintai Allah adalah merupakan kewajiban bagi hamba, hingga Allah

SWT menjadi lebih dia cintai daripada siapapun dan apapun. Bahkan

seharusnya dia tidak mencintai sesuatu melainkan demi kecintaannya

kepada Allah. Dan sebab terwujudnya rasa cinta terhadap sesuatu

adakalanya karena ada kesempurnaan padanya atau kemuliaan atau

karena mendapat perhatian khusus darinya.

Jika kitatergolong diantara orang yang mencintai sesuatu karena rasa

kagum akankesempurnaannya, maka ketahuilah bahwa kesempurnaan,

keindahan dan keagunganhanya milik Allah Yang Maha Mulia.

Sedangkan apapun yang membentang di setiap lembar yang ada di dunia,

yang mempunyai arti keindahan atau apa pun yang tampak padanya dari

keindahan dan keelokan mempesona maka hakikatnya Allah lah yang

menyempurnakan dan membuatnya indah, bahkan hanya Allah sajalah

Dzat yang dapat mewujudkan dan mempesonakannya. Jikalau saja tidak

karena Allah maka itu semua tidak akan wujud dan jika Dia

tidak menjadikannya indah maka yang ada di bumi adalah sesuatu yang

buruk lagi tercela. Maka keindahan dan kesempurnaan adalah milik

Allah semata.

Kemudian, jika kita tergolong orang yang mencintai sesuatu karena

mendapat perhatian khusus dari kekasih kita itu, maka tidakkah kita

selama ini merasakan dan sadar terhadap kebaikan Allah dan

perhatiannya kepada kita, tidakkah kita menyaksikan karunia Nya,

tidakkah kita melihat pada kenikmatan dan anugerah lahir batin

yang Allah curahkan kepada kita?. Dialah Allah Ta’ala yang memberikan

segala karunia dengan tulus penuh hormat lagi penyantun. Lalu tanyakan

7

Page 8: Makalh Ahlaq Pada Allah

pada diri kita berapa banyak nikmat Nya kepada kita, dan apakah kita

sudah mensyukurinya?.

Dia lah Allah, Dzat yang menciptakan, menunjukkan kepada kebenaran,

mematikan dan menghidupkan. Dia lah Dzat yang memberi makan,

minum, yang mencukupi, membimbing, memberi ketenangan dan tempat

tinggal kepada kita. Dialah Allah yang mengetahui kekurangan kita lalu

menutupinya, yang jika kita berdosa lalu meminta ampun pada Nya maka

pasti Dia akan mengampuni kita.

Dialah Allah yang melihat kebaikan kita lalu melipatgandakan

pahalanya. Dialah yang berkat pertolongan dan hidayahNya kita mampu

beribadah dan bertaat serta bisa menjauhi dosa dan maksiat. Dialah Allah

yang meletakkan rasa rindu dan cinta di dalam hati para kekasihNya.

Sehingga tampaklah cahaya di wajah-wajah mereka. Dan mereka tidak

akan melepaskan rindu dan kecintaannya kepada Allah sampai mereka

benar-benar berjumpa dengan-Nya.

Dia lah Allah yang tetap memberikan kenikmatan kepada hamba

sekalipun mereka durhaka dan /tidak bersyukur atas nikmat itu. Dzat

yang tetap akan memberikan kebaikan kepada pelakunya sekalipun

banyak yang lain berbuat maksiat dan menimbulkan

kemurkaanNya. Dialah Arhamur Raahimin (Dzat yang Maha pengasih

dari semua yang pengasih).

Tanda-tanda kecintaan kepada Allah

Taat dan patuh pada perintahNya dan meninggalkan laranganNya. Inilah

tanda yang paling tampak jelas dari seorang hamba yang mengaku

sebagai pecinta Allah dan hal ini sudah maklum kita ketahui, seorang

kekasih pasti akan tunduk dan patuh kepada apapun yang diperintah

kekasihnya, bahkan dia akan tetap mencintai kekasihnya itu seklaipun

8

Page 9: Makalh Ahlaq Pada Allah

semua orang membencinya. Bahkan merupakan kesempurnaan sifat cinta

adalah mencintai apa yang dicintai yang kekasih dan membenci apa yang

dibenci oleh sang kekasih.

2. Ridho Kepada Allah Ta’ala.

Ketahuilah bahwa seorang hamba manakala mengetahui bahwa Allah Swt

adalah Dzat Paling Bijaksana atas aturannya, dan Maha Kuasa dan Maha

Tahu atas apa yang diputuskan dan diaturNya, dan apabila hamba tahu

dirinya bodoh terhadap apa yang dicinta dan dibenci, maka ia akan ridho

kepada Allah Ta’ala dalam aturan dan ketentuanNya.

Ridho adalah tentramnya qalbu kepada Dzat Yang Maha Mengatur dan

membiarkan pilihan kepadaNya disertai kepasrahan. Tidak ada yang lebih

berat bagi nafsu kecuali harus ridho terhadap ketentuan Allah Ta’ala.

Karena ridho pada ketentuanNya biasanya berbeda dengan kerelaan hawa

nafsunya. Maka berbahagialah jika ada hamba yang memprioritaskan

ridhonya Allah Ta’ala dibanding kerelaan dirinya.

Diriwayatkan bahwa Nabi Musa as bermunajat : ” Illahi, Engkau beri

keistimewaan padaku dengan kalam, dan belum pernah Engkau bicara

kepada manusia sebelumku. Maka tunjukanlah aku pada amal yang bisa

kuraih ridhoMu…”

Allah Ta’ala menjawab, ” Hai Musa! RidhoKu padamu, adalah ridhomu

atas ketentuanKu…”

Perlu diketahui bahwa ketentuan Allah itu berkisar empat hal :

a. Ketentuan nikmat Allah Ta’ala, maka bagi hamba haruslah ridho dan

bersyukur.

b. Ketentuan cobaan Allah Ta’ala, maka bagi hamba harus rela dan

sabar.

9

Page 10: Makalh Ahlaq Pada Allah

c. Ketentuan taat dari Allah Ta’ala maka bagi hamba harus rela dan

memandang anugerahNya serta menegakkan kewajiban hingga maut

menjemputnya.

d. Ketentuan maksiat, maka bagi hamba ridho bahwa takdir Allah Ta’ala

dan bertaubat.

Sayyidina Ali bin Abi Thalib, di tanya mengenai Qodlo dan Qadar. Beliau

menjawab, ” Malam yang gelap, lautan yang dalam, dan rahasia Allah

yang agung. Siapa yang ridho kepadaNya, maka ia akan ridho atas takdir

itu. Dan siapa yang benci maka Allah akan membencinya.”

C. Ikhlas Kepada Ketentuan Allah SWT

Niat merupakan pendorong kehendak manusia untuk mewujudkan suatu

tujuan yang dituntutnya. Pendorong ini banyak sekali ragamnya. Ada yang

bersifat materiil, dan ada pula yang bersifat spiritual. Ada yang bersifat

individual, dan ada yang bersifat sosial. Ada yang bertujuan duniawi, dan ada

yang bertujuan akhirat. Ada yang berkaitan dengan hawa nafsu, dll.

"Bahwasanya segala amal perbuatan tergantung pada niat, dan bahwasanya

bagi tiap-tiap orang memperoleh menurut apa yang diniatkannya.

Barangsiapa hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada

Allah dan Rasul-Nya, dan barangsiapa hijrahnya kepada dunia yang ingin

didapatkannya, atau wanita yang hendak dinikahinya, maka hijrahnya kepada

apa yang ditujunya ". (HR. Bukhari, Muslim, Abu Daud, At-Tarmidzi dan An-

Nasa'I)

"Barangsiapa yang menghendaki keuntungan akhirat, akan Kami tambahkan

keuntungan itu baginya, dan barangsiapa yang menghendaki keuntungan

dunia, Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada

baginya suatu kebahagiaan pun di akhirat ". (QS. Asy-Syuraa: 20)

10

Page 11: Makalh Ahlaq Pada Allah

"Sesungguhnya Allah tidak menerima amal kecuali jika (pelaku) amal itu

ikhlas dan mencari keridhaan Allah dengannya ". (HR. Nasa'i)

Sebagai seorang mukmin, hendaknya pendorongnya dalam beramal itu adalah

semata-mata menghendaki keridhaan Allah dan demi akhirat, tidak

mencampuri suatu amal dengan kecenderungan dunia, misalnya karena

menghendaki harta dunia, menghendaki kedudukan, mencari sanjungan, tidak

ingin dicela, dll, dan inilah yang disebut ikhlas. Ikhlas dengan pengertian

seperti di atas merupakan buah tauhid yang sempurna kepada Allah SWT

yaitu metauhidkan ibadah dan memohon pertolongan hanya kepada Allah

SWT, seperti yang sering kita ungkapkan di dalam sholat ketika membaca Al-

Fatihah: 5, "Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada

Engkaulah kami mohon pertolongan. " Dengan ikhlas yang murni inilah, kita

bisa membebaskan diri kita dari segala bentuk perbudakan, melepaskan diri

dari segala penyembahan selain Allah, seperti penyembahan kepada dinar,

dirham, perhiasan, wanita, kedudukan, tahta, kehormatan, nafsu, dll, dan dapat

menjadikan kita seperti yang diperintahkan oleh Allah SWT kepada Rasul-

Nya.

"Katakanlah, 'Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku

hanyalah untuk Allah, Rabb sekalian alam, tiada sekutu bagi-Nya, dan

demikianlah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang

pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).'" (QS. Al-An'am: 162-163).

Riya' merupakan lawan dari ikhlas merupakan kedurhakaan yang sangat

berbahaya terhadap diri dan amal, juga termasuk dosa yang merusak,

sebagaimana firman Allah SWT,

"... seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya' kepada manusia dan

dia tidak beriman kepada Allah dan hari akhir. Maka perumpamaan orang itu

seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan

lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai

11

Page 12: Makalh Ahlaq Pada Allah

sesuatu pun dari apa yang mereka usahakan, dan Allah tidak memberi

petunjuk kepada orangorang yang kafir ". (QS. Al Baqarah [2]: 264)

Di ayat lain Allah SWT berfirman,

"Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang sholat, (yaitu) orang-orang yang

lalai dari sholatnya, orang-orang yang beruat riya', dan enggan (menolong

dengan) barang yang berguna ". (QS. Al-Ma'un [107]:5-7)

Tentang riya' ini di dalam hadits, Rasulullah SAW pun bersabda,

"Sesungguhnya orang yang pertama-tama diadili pada hari kiamat adalah

orang yang mati syahid. Dia didatangkan ke pengadilan, diperlihatkan

kepadanya nikmat-nikmatnya. Maka diapun mengakuinya. Allah bertanya,

"Apa yang engkau perbuat dengan nikmat-nikmat itu?" Dia menjawab, 'Aku

berperang kepada Engkau hingga aku mati syahid.' Allah berfirman, "Engkau

dusta. Tetapi engkau berperang supaya dikatakan, 'Dia adalah orang yang

gagah berani.' Dan memang begitulah yang dikatakan (tentang dirimu) ".

Kemudian diperintahkan agar dia diseret dengan muka tertelungkup lalu

dilemparkan ke dalam neraka.

Berikutnya yang diadili adalah seseorang yang memperlajari ilmu dan

mengajarkan serta membaca Al-Qur'an. Dia didatangkan ke pengadilan, lalu

diperlihatkan kepadanya nikmat-nikmatnya. Maka diapun mengakuinya. Allah

bertanya, "Apa yang engkau perbuat dengan nikmat-nikmat itu?" Dia

menjawab, 'Aku mempelajari ilmu dan mengajarkannya serta aku membaca

Al-Qur'an karena-Mu.' Allah berfirman, "Engkau dusta. Tetapi engkau

mempelajari ilmu agar dikatakan, 'Dia adalah orang yang berilmu,' dan engkau

membaca Al-Qur'an agar dikatakan,'Dia adalah qari' (pandai membaca).' Dan,

memang begitulah yang dikatakan (tentang dirimu) ". Kemudian

diperintahkan agar dia diseret dengan muka tertelungkup lalu dilemparkan ke

dalam neraka.

12

Page 13: Makalh Ahlaq Pada Allah

Berikutnya yang diadili adalah orang yang diberi kelapangan oleh Allah dan

juga diberi-Nya berbagai macam harta. Lalu dia didatangkan ke pengadilan,

diperlihatkan kepadanya nikmat-nikmatnya. Maka diapun mengakuinya. Allah

bertanya, "Apa yang engkau perbuat dengan nikmat-nikmat itu?" Dia

menjawab, 'Aku tidak meninggalkan satu jalanpun yang Engkau suka agar

dinafkahkan harta, melainkan aku menafkahkannya karena-Mu.' Allah

berfirman, "Engkau dusta. Tetapi engkau melakukannya agar dikatakan, 'Dia

seorang pemurah.' Dan memang begitulah yang dikatakan (tentang dirimu) ".

Kemudian diperintahkan agar dia diseret dengan muka tertelungkup lalu

dilemparkan ke dalam neraka ". (HR. Muslim, An-Nasa'I, At-Tarmidzi dan

Ibnu Hiban)

Tatkala Mu'awiyah mendengar hadits ini, maka ia pun menangis hingga

pingsan. Setelah siuman dia berkata, 'Allah dan Rasul-Nya benar. Allah telah

berfirman,

"Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya

Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka itu di dunia dengan

sempurna dan mereka di dunia tidak akan merugi. Itulah orang-orang yang

tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka ".' (QS. Huud [11]: 15-16)

D. Khouf dan Roza’

Khauf dan roja` adalah dua ibadah yang sangat agung. Bila keduanya

menyatu dalam diri seorang mukmin, maka akan seimbanglah seluruh

aktivitas kehidupannya. Bagaimana tidak, sebab dengan khauf akan

membawa dirinya untuk selalu melaksanakan ketaatan dan menjauhi perkara

yang diharamkan; sementara roja` akan menghantarkan dirinya untuk selalu

mengharap apa yang ada di sisi Rabb-nya 'Azza wa Jalla. Pendek kata dengan

khauf dan roja` seorang mukmin akan selalu ingat bahwa dirinya akan

kembali ke hadapan Sang Penciptanya, disamping ia akan bersemangat

memperbanyak amalan-amalan. Allah berfirman, "Sesungguhnya orang-

13

Page 14: Makalh Ahlaq Pada Allah

orang yang berhati-hati karena takut akan (azab) tuhan mereka, dan orang-

orang yang beriman dengan ayat-ayat tuhan mereka, dan orang-orang yang

tidak mempersekutukan tuhan mereka (dengan sesuatu apapun), dan orang-

orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang

takut (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali

kepada tuhan mereka, mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-

kebaikan dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya." [QS. Al-

Mukminun: 57-61].

'Aisyah -radhiyallahu 'anha- pernah bertanya kepada Rosulullah -shallallahu

'alaihi wa sallam- apakah mereka itu orang-orang yang meminum khamr,

berzina, dan mencuri? Rosulullah menjawab, "Bukan! Wahai putri Ash-

Shiddiq. Justru mereka adalah orang-orang yang melakukan shoum, sholat,

dan bershodaqah, dan mereka khawatir tidak akan diterima amalannya.

Mereka itulah orang-orang yang bergegas dalam kebaikan." [HR. At-Tirmidzi

dari 'Aisyah]. Allah juga berfirman, "Sesungguhnya mereka adalah orang-

orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang

baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas." [QS. Al-

Anbiya': 90].

1. Hakikat Khauf

Khauf (takut) adalah ibadah hati, tidak dibenarkan khauf ini kecuali

terhadap-Nya Subhanahu wa Ta'ala. Khauf adalah syarat pembuktian

keimanan seseorang. Allah berfirman: "Sesungguhnya mereka itu tidak

lain syaitan-syaitan yang menakut-nakuti (kamu) dengan kawan-kawannya

(orang-orang musyrik Quraisy), karena itu janganlah kamu takut kepada

mereka, tetapi takutlah kepada-Ku jika kamu benar-benar orang yang

beriman." [QS. Ali Imran: 175].

14

Page 15: Makalh Ahlaq Pada Allah

Apabila khauf kepada Allah berkurang dalam diri seorang hamba, maka

ini sebagai tanda mulai berkurangnya pengetahuan dirinya terhadap Rabb-

nya. Sebab orang yang paling tahu tentang Allah adalah orang yang paling

takut kepada-Nya.

Rasa khauf akan muncul dengan sebab beberapa hal, di antaranya:

pertama, pengetahuan seorang hamba akan pelanggaran-pelanggaran dan

dosa-dosanya serta kejelekan-kejelekannya; kedua, pembenarannya akan

ancaman Allah, bahwa Allah akan menyiapkan siksa atas segala

kemaksiatan; ketiga, mengetahui akan adanya kemungkinan penghalang

antara dirinya dan taubatnya.

Para ulama membagi khauf menjadi lima macam:

a. Khauf ibadah, yaitu takut kepada Allah, karena Dia Mahakuasa atas

segala sesuatu, memuliakan siapa yang dikehendaki-Nya dan

menghinakan siapa yang dikehendaki-Nya, memberi kepada siapa

yang dikehendaki-Nya, dan menahan dari siapa yang dikehendaki-

Nya. Di Tangan-Nya-lah kemanfaatan dan kemudharatan. Inilah yang

diistilahkan oleh sebagian ulama dengan khaufus-sirr.

b. Khauf syirik, yaitu memalingkan ibadah qalbiyah ini kepada selain

Allah, seperti kepada para wali, jin, patung-patung, dan sebagainya.

c. Khauf maksiat, seperti meninggalkan kewajiban atau melakukan hal

yang diharamkan karena takut dari manusia dan tidak dalam keadaan

terpaksa. Allah berfirman, "Sesungguhnya mereka itu tidak lain

syaitan-syaitan yang menakut-nakuti (kamu) dengan kawan-kawannya

(orang-orang musyrik Quraisy), karena itu janganlah kamu takut

kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku jika kamu benar-benar

orang yang beriman." [QS. Ali Imran: 175].

d. Khauf tabiat, seperti takutnya manusia dari ular, takut singa, takut

tenggelam, takut api, atau musuh, atau selainnya. Allah berfirman

tentang Musa, "Karena itu, jadilah Musa di kota itu merasa takut

15

Page 16: Makalh Ahlaq Pada Allah

menunggu-nunggu dengan khawatir (akibat perbuatannya)." [QS. Al-

Qashash: 18].

e. Khauf wahm, yaitu rasa takut yang tidak ada penyebabnya, atau ada

penyebabnya tetapi ringan. Takut yang seperti ini amat tercela bahkan

akan memasukkan pelakunya ke dalam golongan para penakut.

2. Hakikat Roja`

Adapun roja` secara bahasa artinya harapan/cita-cita; sedangkan menurut

istilah ialah bergantungnya hati dalam meraih sesuatu di kemudian hari.

Roja` merupakan ibadah yang mencakup kerendahan dan ketundukan,

tidak boleh ada kecuali kepada Allah 'Azza wa Jalla. Memalingkannya

kepada selain Allah adalah kesyirikan, bisa berupa syirik besar atau pun

syirik kecil tergantung apa yang ada dalam hati orang yang tengah

mengharap.

Roja (harapan/mengharap) tidaklah menjadikan pelakunya terpuji kecuali

bila disertai amalan. Allah berfirman, "Sesungguhnya orang-orang yang

beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka

itu mengharapkan rahmat Allah. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha

Penyayang." [QS. Al-Baqarah: 218]. Allah juga berfirman, "Barang siapa

mengharap perjumpaan dengan tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan

amal yang shaleh dan janganlah ia mempersekutukan sesuatupun dalam

beribadah kepada tuhannya." [Al-Kahfi: 110].

Berkata Ibnul Qoyyim dalam "Madarijus-Salikin": "Orang-orang yang

mengerti telah bersepakat bahwa roja` tidak akan sah kecuali jika

dibarengi dengan amalan. Oleh karena itu, tidaklah seseorang dianggap

mengharap apabila tidak beramal". Dengan demikian, roja` kepada Allah

akan tercapai dengan beberapa hal, diantaranya: pertama, senantiasa

menyaksikan karunia-Nya, kenikmatan-Nya, dan kebaikan-kebaikan-Nya

terhadap hamba; kedua, jujur dalam mengharap apa yang ada di sisi Allah

16

Page 17: Makalh Ahlaq Pada Allah

dari pahala dan kenikmatan; ketiga, membentengi diri dengan amal shaleh

dan bergegas dalam kebaikan.

Ibnul Qayyim -rahimahullah- membagi roja` menjadi tiga bagian, dua di

antaranya roja`,yang benar dan terpuji pelakunya, sedang yang lainnya

tercela. Roja` yang menjadikan pelakunya terpuji, pertama: seseorang

mengharap disertai dengan amalan taat kepada Allah, di atas cahaya Allah,

ia senantiasa mengharap pahalaNya; kedua: seseorang yang berbuat dosa

lalu bertaubat darinya, dan ia senantiasa mengharap ampunan Allah,

kebaikan-Nya dan kemurahan-Nya. Adapun yang menjadikan pelakunya

tercela: seseorang terus-menerus dalam kesalahan-kesalahannya lalu

mengharap rahmat Allah tanpa dibarengi amalan; roja` yang seperti ini

hanyalah angan-angan belaka, sebuah harapan yang dusta.

17

Page 18: Makalh Ahlaq Pada Allah

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setiap muslim meyakini, bahwa Allah adalah sumber segala sumber dalam

kehidupannya. Allah adalah Pencipta dirinya, pencipta jagad raya dengan

segala isinya, Allah adalah pengatur alam semesta yang demikian luasnya.

Allah adalah pemberi hidayah dan pedoman hidup dalam kehidupan manusia,

dan lain sebagainya. Sehingga manakala hal seperti ini mengakar dalam diri

setiap muslim, maka akan terimplementasikan dalam realita bahwa Allah lah

yang pertama kali harus dijadikan prioritas dalam berakhlak.

Jika kita perhatikan, akhlak terhadap Allah ini merupakan pondasi atau dasar

dalam berakhlak terhadap siapapun yang ada di muka bumi ini. Jika

seseorang tidak memiliki akhlak positif terhadap Allah, maka ia tidak akan

mungkin memiliki akhlak positif terhadap siapapun. Demikian

pula sebaliknya, jika ia memiliki akhlak yang karimah terhadap Allah, maka

ini merupakan pintu gerbang untuk menuju kesempurnaan akhlak terhadap

orang lain.

Diantara akhlak terhadap Allah SWT adalah:

1. Taat terhadap perintah-perintah-Nya.

2. Memiliki rasa tanggung jawab atas amanah yang diembankan padanya.

3. Ridha terhadap ketentuan Allah SWT.

4. Senantiasa bertaubat kepada-Nya.

5. Obsesinya adalah keridhaan ilahi.

6. Merealisasikan ibadah kepada-Nya.

7. Banyak membaca al-Qur’an.

18

Page 19: Makalh Ahlaq Pada Allah

B. Saran

Dengan dibuatnya makalah ini, mudah-mudahan penulis secara khusus dan

pembaca umumnya dapat diberikan pemahaman tentang akhlaq pada Allah

SWT. Tentunya dengan memahaminya dengan baik juga harus diaplikasikan

dalam kehidupan sehari-hari.

19